ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA MISKIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI) Sekar Wulan Pratiwi, Endang Siti Rahayu, Bekti Wahyu Utami Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutami No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp./Fax.(0271) 637457 Email:
[email protected] Telp. 0852 338 337 37 Abstract: This study aims to describe the level of energy and protein consumption; to describe the proportion of expenditure on food to total expenditure of poor households; to describe food security condition of poor households and to analyze factors that affect the food security of poor households in the District Andong Boyolali Regency. The method used in this study is descriptive method. This research is a case study which is one kind of descriptive research. The technique used in this study is a survey technique. Location research selected by purposively in District Andong with consideration of the area is a food surplus areas, however, is faced with problems of high poverty levels. The data used are primary data and secondary data. Secondary data is used as supporting data. Data analysis used the level of energy and protein consumption analysis, the proportion of food expenditure to total expenditure analysis, the level of food security analysis, and multiple linear regression analysis. The result of the research showed that the average of energy consumption level is 67.44% and the average of protein consumption level is 69.72%. The average proportion of food expenditure is 62,02%. Food security condition of poor households in District Andong Boyolali Regency is 61,67% are food insecurity, 21,67% are less food, 8,33% are food vulnerable and food secure. Factors that affect the food security of poor households in the District Andong Boyolali Regency are household income, household size and ownership of productive assets at 95% confidence level. Keywords : Food Security, Poor Households, Energy and Protein Consumption, Proportion of Expenditure on Food, Multiple Linear Regression Analysis Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin, mengetahui besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga, dan mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Metode dasar yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Teknik penelitian yang digunakan adalah survey. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kecamatan Andong dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan daerah surplus pangan, namun dihadapkan dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder digunakan sebagai data pendukung. Analisis data yang digunakan yaitu analisis tingkat konsumsi energi dan protein, analisis proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran, analisis tingkat ketahanan pangan, dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya rata-rata tingkat konsumsi energi sebesar 67,44%, sedangkan tingkat konsumsi protein sebesar 69,72%. Rata-rata proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga sebesar 62,08%. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah rumah tangga rawan pangan sebesar 61,67%, rumah tangga kurang pangan sebesar 21,67% dan rumah tangga rawan pangan beserta rumah tangga tahan pangan sebesar 8,33%. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga miskin adalah pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan kepemilikan aset produktif. Kata Kunci : Ketahanan Pangan, Rumah Tangga Miskin, Konsumsi Energi dan Protein, ProporsiPengeluaran Pangan, Analisis Regresi
PENDAHULUAN Pangan merupakan kebutuhan esensial dan merupakan hak asasi yang mendasar bagi manusia. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Repulik Indonesia No 7 Tahun 1996 tentang pangan yang secara tegas menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga dalam pemenuhannya merupakan hak asasi setiap rakyat Indonesia. Pemenuhan pangan pun harus tersedia setiap waktu. Selain itu, dalam pemenuhan pangan tidak hanya dari segi kuantitas saja, namun juga dari segi kualitas. Pangan yang dikonsumsi harus aman, bermutu dan bergizi. Selain itu pangan juga harus terjangkau oleh daya beli masyarakat. Mengingat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tentunya akan membutuhkan ketersediaan pangan dari hasil pertanian yang cukup guna memantapkan ketahanan pangan suatu daerah. Hal tersebut dikarenakan ketahanan pangan memiliki posisi sentral dalam peningkatan produktivitas nasional dan perbaikan kualitas hidup warga negara. Berbicara mengenai ketersediaan pangan, Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah surplus pangan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Boyolali pada tahun 2013, surplus pangan terjadi terutama untuk komoditas beras, jagung, kacang tanah, dan ubi kayu. Kondisi di Kabupaten Boyolali tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Boyolali termasuk dalam kondisi tahan pangan. Kondisi tersebut juga terjadi di Kecamatan
Andong yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Boyolali. Menurut Ariningsih dan Handewi (2008), meskipun persediaan pangan cukup secara nasional maupun regional, namun hal tersebut tidak menjamin adanya ketahanan pangan rumah tangga atau individu. Hal tersebut dikarenakan tidak semua rumah tangga pada suatu daerah mampu mengakses pangan yang tersedia. Fenomena ini juga terjadi di Kecamatan Andong, daerah tersebut surplus pangan namun dihadapkan dengan permasalahan tingkat kemiskinan yang tinggi. Proporsi rumah tangga miskin di Kecmatan Andong merupakan tertinggi di Kabupaten Boyolali, yaitu sebesar 94,53%. Oleh karena itu pencapaian tingkat ketahanan pangan yang mantap di tingkat nasional maupun regional saja tidak cukup. Mantapnya ketahanan pangan tingkat desa dan tingkat rumah tangga serta individu merupakan sasaran pembangunan ketahanan pangan suatu negara. Berdasarkan uraian yang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui besarnya tingkat konsumsi energi dan protein, besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah tangga, mengetahui kondisi ketahanan pangan ringkat rumah tangga dan mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Jenis penelitian ini adalah studi kasus yang merupakan salah satu jenis penelitian deskriptif. Teknik
penelitian yang digunakan adalah teknik survey. Penentuan sampel desa dilakukan dengan metode cluster random sampling. Pembagian cluster berdasarkan jarak desa menuju pasar utama Kecamatan Andong, dengan pertimbangan bahwa akses fisik rumah tangga mempengaruhi kemudahan rumah tangga untuk memperoleh jenis pangan yang cukup dan lebih beragam serta lebih mudah aksesnya dalam melakukan kegiatan ekonomi. Sampel desa yang terpilih adalah Desa Mojo dan Desa Sempu. Penentuan jumlah sampel responden yaitu secara proporsional. Metode pengambilan sampel rumah tangga responden dalam peneitian ini menggunakan metode simple random sampling dengan teknik undian. Metode Analisis Data Analisis yang dilakukan untuk mengetahui Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP) Rumah Tangga Miskin, dilakukan perhitungan jumlah aktual konsumsi energi dan protein rumah tangga miskin. Jumlah konsumsi energi dihitung dengan rumus: …………..(1)
Sedangkan untuk konsumsi protein dihitung dengan rumus : ………….(2)
dimana Gij adalah jumlah energi atau protein yang dikonsumsi dari pangan j (energi dalam satuan kkal dan protein dalam satuan gram); BPj adalah berat pangan j yang dikonsumsi (gram); Bddj adalah bagian yang dapat dimakan dari 100 gram pangan (%); dan KGij adalah kandungan energi atau protein per 100 gram pangan j yang dikonsumsi
(energi dalam satuan kkal dan protein dalam satuan gram) (Suyatno, 2011). Tingkat Konsumsi Energi (TKE) dan Tingkat Konsumsi Protein (TKP), diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ……….(3) …….(4)
(Supariasa et al, 2001) Klasifikasi tingkat konsumsi energi dan protein menurut Depkes (1990) dalam Supariasa (2001) yaitu kategori baik apabila TKG lebih dari sama dengan 100% AKG, sedang apabila TKG 80-90% AKG, kategori kurang apabila TKG 70-80% AKG, dan defisit apabila TKG kurang dari 70% AKG. Besarnya proporsi pengeluaran pangan dihitung dengan rumus : Keterangan : Qp :Proporsi pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran (%) Kp :Pengeluaran untuk konsumsi pangan (Rp) ΣPt :Total pengeluaran rumah tangga miskin (Rp) Kriteria ketahanan pangan rumah tangga miskin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kategori Rumah Tangga Berdasarkan Indikator Ketahanan Pangan Konsumsi Energi per Unit Ekuivalen Dewasa Cukup (>80% syarat kecukupan energi) Kurang (≤80% syarat kecukupan energi)
Proporsi Pengeluaran Pangan Rendah (<60% pengeluaran total) Tahan Pangan
Tinggi (60% pengeluaran total) Rentan Pangan
Kurang Pangan
Rawan Pangan
Jonsson dan Toole (1991) dalam Maxwell et al (2000) Model yang digunakan untuk (Orang); X4 adalah kepemilikan aset mengetahui faktor-faktor yang produktif (Rp); X5 adalah jumlah mempengaruhi ketahanan pangan subsidi raskin yang diterima oleh diestimasi dengan menggunakan rumah tangga miskin (Kg); X6 Ordinary Least Square (OLS) adalah harga beras (Rp); dan µ dengan persamaan sebagai berikut : adalah nilai residu Y = a + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 HASIL DAN PEMBAHASAN X4 + β5 X5 + β6 X6 + µ ……(5) Tingkat Konsumsi Energi dan dimana Y adalah Ttingkat ketahanan Protein Rumah Tangga Miskin pangan rumah tangga miskin dengan pendekatan pengeluaran pangan Berikut rata-rata konsumsi energi (Rp/bulan); a adalah konstanta; β1dan protein UED (Unit Ekuivalen β6 adalah koefisien regresi; Dewasa), AKG UED yang X1adalah tingkat pendapatan rumah dianjurkan dan TKG rumah tangga tangga miskin (Rp/bulan); X2 adalah responden di Kecamatan Andong lama pendidikan ibu rumah tangga Kabupaten Boyolali. miskin (Tahun); X3 adalah jumlah anggota pada rumah tangga miskin Tabel 2. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein UED, AKG UED dan Tingkat Konsumsi Gizi Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. Kandungan Gizi Energi (Kkal/orang/hari) Protein (Gram/orang/hari)
Konsumsi AKG UED TKG (%) 1.517,47 2250 39,05 56
Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tingkat konsumsi protein pada rumah tangga miskin lebih tinggi dari tingkat konsumsi energi. Hal tersebut dikarenakan jenis pangan yang biasa dikonsumsi dan terjangkau oleh daya beli rumah tangga miskin sebagai pangan pendamping nasi adalah jenis pangan protein nabati. Jenis pangan protein nabati yang biasa dikonsumsi yaitu tahu dan tempe. Jenis pangan protein
67,44 69,72
nabati tersebut memiliki kandungan energi yang rendah, sehingga kondisi ini menyebabkan tingkat konsumsi energi rumah tangga miskin mengalami defisit. Kondisi defisitnya konsumsi energi tersebut jelas menunjukan bahwa rumah tangga miskin tidak tahan pangan akibat jenis pangan yang dikonsumsi didominasi oleh jenis pangan yang rendah energi.
Sebaran kategori tingkat konsumsi energi dan protein rumah tangga responden akan disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Sebaran Kategori Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali No
Kategori Tingkat Kecukupan Gizi
1 Baik (TKG 100%) 2 Sedang (TKG 80-99%) 3 Kurang (TKG 70-80%) 4 Defisit (TKG <70%) Jumlah
Energi Protein Jumlah % Jumlah % RT RT 2 3 0 0 8 13 6 10 8 13 17 28 42 70 37 62 60 100 60 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Pada Tabel 3 menunjukan bahwa kualitas bukan merupakan jenis sebagian besar nilai TKE dan TKP pangan yang mengandung energi rumah tangga responden termasuk maupun protein yang tinggi. dalam kategori defisit. Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Pangan hasil penelitian menunjukan bahwa Terhadap Total Pengeluaran kondisi defisit energi dan protein Rumah Tangga Miskin berkaitan dengan kuantitas dan Pengeluaran rumah tangga dibedakan kualitas jenis pangan yang menjadi dua jenis pengeluaran, yaitu dikonsumsi. Pangan yang pengeluaran pangan dan pengeluaran dikonsumsi rumah tangga miskin non pangan. Pengeluaran pangan dan tidak mencukupi secara kuantitas dan non pangan rumah tangga responden jenis pangan yang dikonsumsi secara akan disajikan pada Tabel 4 berikut. Tabel 4. Rata-rata Pengeluaran Pangan dan Non Pangan Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali. No Pengeluaran Pangan 1 Padi-padian 2 Umbi-umbian 3 Ikan 4 Daging 5 Telur dan susu 6 Sayur-sayuran 7 Kacang-kacangan 8 Buah-buahan 9 Minyak dan lemak 10 Minuman 11 Bumbu-bumbuan 12 Konsumsi Lain 13 Makanan dan minuman jadi 14 Tembakau dan sirih Jumlah No Pengeluaran Non Pangan 1 Perumahan 2 Aneka barang dan jasa 3 Biaya pendidikan 4 Biaya Kesehatan 5 Sandang 6 Barang tahan lama 7 Pajak dan asuransi 8 Keperluan sosial Jumlah Jumlah Total Pengeluaran
Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa proporsi
Rata-rata (Rp/bulan)
Persentase (%) 135.955,75 2.833,33 32.688,69 27.204,17 101.325,71 37.007,14 54.510,12 5.002,38 53.366,43 48.829,76 85.364,17 52.144,29 49.672,62 79.392,86 765.297,42
Rata-rata (Rp/bulan) 61.138,57 148.768,16 191.641,62 5.538,89 6.979,17 41,67 29.983,14 23.449,80 467.541,02 1.232.838,44
11,03 0,23 2,65 2,21 8,22 3,00 4,42 0,41 4,33 3,96 6,92 4,23 4,03 6,44 62,08 Persentase (%) 4,959 12,067 15,545 0,449 0,566 0,003 2,432 1,902 37,920 100,000
pengeluaran rumah tangga responden memiliki proporsi pengeluaran
pangan yang lebih besar dari proporsi pengeluaran non pangan. Hal ini menunjukan bahwa rumah tangga responden merupakan golongan rumah tangga kurang sejahtera. Kurangnya kesejahteraan pada rumah tangga miskin akan berdampak pada akses ekonomi rumah tangga dalam memperoleh pangan yang cukup dan sesuai dengan persyaratan gizi akibat rendahnya kemampuan daya beli. Sehingga pangan yang dikonsumsi hanya bertujuan sebatas menghilangkan rasa lapar. Artinya, dengan keterbatasan tersebut, rumah tangga yang tingkat kesejahteraannya rendah rentan mengalami kerawanan pangan akibat pangan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan
kecukupan yang dibutuhkan dan tidak sesuai dengan persyaratan gizi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Hukum Engel yang menyatakan bahwa pada saat terjadi penurunan pendapatan, porsi yang dibelanjakan untuk pangan akan semakin meningkat, sebaliknya, jika pendapatan meningkat maka konsumen lebih memilih membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan non pangan.
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Sebaran rumah tangga menurut tingkat ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Sebaran Rumah Tangga menurut Tingkat Ketahanan Pangan pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Kategori Ketahanan Pangan
Proporsi Pengeluaran Pangan (%)
TKE (%)
Jumlah RT
(%)
46,25
88,60
5
8,33
70,61
100,92
5
8,33
47,61
57,67
13
21,67
71,06
63,49
37
61,67
60
100
Tahan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan < 60% dan TKE > 80%) Rentan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan 60& dan TKE > 80%) Kurang Pangan (Proporsi pengeluaran pangan < 60% dan TKE ≤ 80%) Rawan Pangan (Proporsi pengeluaran pangan 60% dan TKE ≤ 80%) Jumlah Sumber : Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan dari hasil penelitian, menunjukan bahwa sebagian besar rumah tangga responden termasuk dalam kategori rumah tangga rawan pangan. Sebagian besar pendapatan dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan pangan, namun konsumsi pangan masih belum terpenuhi dari segi gizi, yaitu energi, bahkan tergolong defisit. Kerawanan pangan pada rumah tangga miskin dapat berimplikasi langsung pada kondisi
kurang gizi dan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Dampak lebih lanjut yaitu pada anak-anak balita dan anak-anak usia sekolah. Jika jenis asupan pangan yang dikonsumsi memiliki nilai gizi yang rendah atau tidak mampu mencukupi AKG yang dianjurkan dapat mengakibatkan penurunan kemampuan daya ingat dan konsentrasi. Jika kondisi kerawanan pangan pada rumah tangga miskin tidak segera diatasi, kondisi yang lebih buruk yaitu munculnya penyakit kekurangan energi dan protein (KEP) yang biasa diderita balita, anak yang sedang tumbuh dan ibu hamil. Hal tersebut tentu menyebabkan tumbuh kembang anak-anak generasi penerus bangsa menjadi terganggu. Konsisi ini menimbulkan dampak jangka panjang, yaitu menjadi rendahnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, kerawanan pangan yang terjadi dapat menimbulkan gangguan fungsional lain seperti menurunnya produktivitas kerja, naiknya frekuensi terkena penyakit infeksi dan lebih parah yaitu meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin Analisis terhadap ketahanan pangan dilakukan pada tingkat rumah tangga miskin. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu ketahanan pangan rumah tangga miskin dengan pendekatan pengeluaran pangan. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh estimasi model persamaan regresi berganda ketahanan pangan
rumah tangga miskin di Kecamatan Andong adalah sebagai berikut: Ln Ῠ = 6,157 + 3,345 Ln X1 + 1,305 X2 + 4,749 X3 + 2,320 Ln X4 + 0,187 X5 + 1,972 Ln X6 dimana Ln Y adalah ketahanan pangan dengan pendekatan pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/bulan); Ln X1 adalah pendapatan rumah tangga (Rp/bulan); X2 adalah lama pendidikan formal ibu rumah tangga (Tahun); X3 adalah jumlah anggota keluarga; Ln X4 adalah kepemilikan aset produktif (Rp); X5 adalah jumlah subsidi raskin yang diterima (Kg); dan LnX6 adalah harga beras (Rp) Berdasarkan hasil analisis uji F yang dilakukan, diperoleh nilai sigifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi pada uji F lebih kecil dari α sebesar 0,05. Hal ini berarti variabel independen yang diamati secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Nilai adjusted R square yang diperoleh pada penelitian yakni sebesar 0,649. Artinya, variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen sebesar 64,9%, sisanya sebesar 35,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan ke dalam model. Adapun uji t disajikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Uji t (Parsial) Model
Unstandardized Coefficients B Std.error 7,344 1,193 0,232 0,069 0,021 0,016
Standardized Coefficients Beta
(Constanklut) Pendapatan rumah tangga 0,326 Lama pendidikan formal ibu 0,112 rumah tangga Jumlah anggota keluarga 0,165 0,035 0,467 Kepemilikan aset produktif 0,015 0,006 0,188 Jumlah subsidi raskin yang 0,001 0,008 0,015 diterima Harga beras 0,209 0,106 0,171 Variabel Dependen : Ketahanan pangan dengan pendekatan pengeluaran pangan
Sumber : Hasil Analisis SPSS 17.0 Berdasarkan hasil analisis dari uji, dapat diketahui bahwa pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan kepemilikan aset produktif secara individu berpengaruh nyata terhadap ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali pada tingkat kesalahan 5 %. Pendapatan rumah tangga responden memiliki pengaruh terhadap ketahanan pangan responden. peningkatan pendapatan pada rumah tangga responden akan mendorong rumah tangga untuk melakukan pengeluaran pangan dengan jumlah yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan dengan meningkatnya pendapatan, kuantitas pangan yang dibeli akan lebih mencukupi dan kualitas pangan akan lebih baik, sehingga ketahanan pangan rumah tangga responden lebih terjamin. Selain pendapatan, jumlah anggota rumah tangga juga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Jumlah anggota keluarga yang lebih besar akan meningkatkan pengeluaran
t
Sig
6,157 3,345 1,305
0,000 0,002 0,198
4,749 2,320 0.187
0,000 0,024 0,852
1,972
0,054
pangan, namun bukan berarti ketahanan pangan rumah tangga responden akan meningkat. Hal tersebut dikarenakan sebenarnya adanya penurunan pengeluaran pangan per kapita, yang artinya kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi per kapita akan menurun, sehingga akan menyebabkan meningkatnya resiko rawan pangan pada rumah tangga responden. Kepemilikan aset produktif juga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga responden. Gilarso (2004) juga menyatakan bahwa kepemikan kekayaan atau aset pada rumah tangga akan mempengaruhi besarnya pengeluaran rumah tangga. Hasil penelitian ini menunjukan persamaan dengan teori tersebut. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sari dan Bambang (2009), yang menyatakan bahwa kepemilikan aset produktif yang semakin rendah akan menyebabkan kerawanan pangan yang lebih tinggi, kepemilikan aset produktif lebih mengarah pada tingkat pendapatan rumah tangga, bila pendapatan rendah maka daya beli terhadap pangan juga rendah.
Memiliki nilai aset produktif yang tinggi, tentu dapat membantu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan rumah tangga responden dengan jumlah yang cukup dan kualitas pangan yang lebih baik, dan dapat pula sebagai tambahan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan atau kebutuhan yang tidak terduga tanpa mengurangi konsumsi pangan, sehingga kondisi ketahanan pangan rumah tangga responden lebih terjamin. Lama ibu rumah tangga menempuh pendidikan formal pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Menurut peneliti, lama pendidikan tidak berpengaruh karena responden cenderung mengikuti kebiasaan makan sehari-hari, atau cenderung mengikuti kebiasaan makan masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan teori Duesenberry yang menyatakan bahwa selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen. Menurut Waluyo (2002), interdependen berarti pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran konsusmi yang dilakukan masyarakat sekitar (tetangga). Jumlah subsidi raskin yang diterima rumah tangga responden pada penelitian ini tidak memiliki pengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian, hal tersebut dikarenaka sebagian besar rumah tangga responden tidak terlalu menggantungkan adanya pembagian raskin. Sebagian besar responden menjual beras raskin untuk membeli beras yang kualitasnya lebih bagus.
Selain itu, beras raskin juga terkadang digunakan responden untuk menyumbang tetangga yang mempunyai hajatan. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa harga beras tidak mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Sianipar et al (2012). Hal tersebut dikarenakan rumah tangga responden tidak memperdulikan harga beras. Tidak adanya kepedulian tersebut dikarenakan beras merupakan jenis pangan utama yang sangat dibutuhkan oleh rumah tangga miskin, sehingga berapapun harganya maka rumah tangga responden akan tetap membelinya. Hal tersebut juga dilatarbelakangi karena adanya anggapan bagi rumah tangga responden bahwa rumah tangga responden merasa belum makan dan kurang berenergi ketika mereka belum memakan nasi. SIMPULAN Terjadinya kondisi defisit pada TKE dan TKP rumah tangga responden dikarenakan rendahnya daya beli pada rumah tangga responden yang ditandai dengan besarnya proporsi pengeluaran pangan yang lebih besar dari pengeluaran non pangan. Berdasarkan hasil tersebut, sebenarnya sudah dapat diketahui bahwa kondisi ketahanan pangan pada rumah tangga miskin di Kecamatan Andong adalah rawan pangan. Hal tersebut menunjukan bahwa ketahanan pangan di Kecamatan Andong belum baik, karena ketahanan pangan belum sampai hingga tingkat rumah tangga, terutama rumah tangga miskin. Faktor yang mempengaruhi kondisi
ketahanan pangan pada rumah tangga responden yaitu pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga dan kepemilikan aset produktif dengan tingkat kepercayaan 95 %. Adapun rekomendasi yhang dapat diberikan untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga miskin di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yakni Pemerintah Kabupaten Boyolali bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kecamatan Andong perlu membuat program yang ditunjukan untuk peningkatan pendapatan seperti adanya pelatihan atau pemberian ketrampilan dan bantuan modal kepada rumah tangga miskin di Kecamatan Andong, karena karena rendahnya TKE dan TKP rumah tangga miskin disebabkan karena rendahnya pendapatan rumah tangga. Pemberian penyuluhan dan ketrampilan mengolah hasil panen pada komoditas unggulan seperti kacang tanah dan ubi kayu perlu dilakukan agar rumah tangga responden dapat lebih memaksimalkan hasil komoditas tersebut dan mampu untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas tersebut Kurangnya diversifikasi pangan pada rumah tangga miskin juga menyebabkan rendahnya TKE dan TKP. Peningkatan pengetahuan tentang gizi dengan diadakannya penyuluhan perlu dilakukan. Penyuluhan yang dilakukan yaitu seperti adanya sosialisasi pangan yang murah dan begizi, serta perlu adanya sosialisasi mengenai informasi pentingnya diversifikasi pangan, kecukupan dan keseimbangan gizi serta pengaruhnya terhadap kesehatan. Sosialisasi
mengenai PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang berisi 13 pesan dasar untuk mencapai gizi seimbang juga perlu dilakukan. Sehingga diharapkan mampu memperbaiki pola makan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap ketahanan pangan rumah tangga responden. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi atau penyuluhan mengenai pentingnya keluarga berencana bagi rumah tangga miskin agar jumlah anggota keluarga pada rumah tangga miskin lebih dapat dikendalikan guna memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Arinigsih, E dan Handewi PSR. 2008. Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Rawan Pangan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 6 No 3. September 2008 Suyatno. 2011. Praktikum: Menghitung Kandungan Zat Gizi Pangan dan Konsumsi Pangan. Bag. Gizi FKM UNDIP. Semarang Maxwell, D, Carol L, Margaret AK, Marie R, Saul M dan Clement A 2000. Urban Lielihoods and Food and Nutrition Seurity in Greater Ara, Ghana. IFPRI in Collaborative with Noguchi Memorial for Medical Research and World Health Organization. Washington, D.C. Gilarso, T. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro.Kanisius. Yogyakarta
Sianipar, JE. Slamet H dan Ronal TPH. 2012. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kabupaten Manokwari. SEPA . Vol. 8 No.2 Pebruari 2012 Supariasa, DN, Bachyar B dan Ibnu F. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Sari MR dan Bambang P. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerawanan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Wiru Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang. JEJAK. Vol 2 Nomor 2. September 2009 Waluyo, E.. 2001. Teori Ekonomi Makro. Universitas Muhammadiyah. Malang