03 EDISI 67
Kemandirian Pangan Perlu Digalakkan
AGUSTUS 2017
Prioritas Ketahanan Pangan 2018
13
Jelang Sail Sabang 2017 Gubernur Sidak
PERGELARAN internasional Sail Sabang yang mengangkat tema “Sabang Menuju Gerbang Destinasi Wisata Bahari Dunia” ini akan berlangsung di empat lokasi yakni Teluk Sabang, Sabang Fair, Gapang Resort, dan Kilometer Nol.
04
Pembangunan Pertanian Aceh belum Fokus
08
Bappeda: Pemerintah Serius Kelola Potensi Irigasi Aceh
Tim Anggaran Pemerintah Aceh telah menyerahkan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara tahun 2018 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPRA. Penyerahan dokumen KUA-PPAS ini berlangsung dalam sebuah sidang resmi yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Aceh, Dalimi, di Ruang Rapat Banggar DPRA, 2 Agustus 2017.
ACEH MEUGOE
FOTO: MANFALUTI
SEKTOR pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan yang dilakukan pemerintah, swasta, dan petani di Aceh, belum memberikan dukungan yang besar terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Salah satu faktornya adalah karena program dan kegiatan yang dibuat dan dijalankan belum fokus dan maksimal.
2
OPINI
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Kemarau dan Nasib Petani Aceh Oleh : Prof. Dr. Ir. Yuswar Yunus, MP
P
ROGRAM Gubernur Irwandi (20072012) yang tertunda dengan Moratorium Loggingnya dan program Aceh hijau sebenarnya sangat membantu untuk pencegahan dampak perubahan iklim yang terjadi, terutama untuk perubahan iklim jangka pendek yang berdampak kepada kemarau berkepanjangan dan berdampak kepada nasib petani Aceh. Konon IrwandiNova (2017-2022) akan melanjutkan kembali programnya yang tertunda itu. Perubahan iklim sangat mempengaruhi produksi pangan, meski di Aceh pengaruhnya belum menunjukkan dampak yang berarti. Hal ini dapat dilihat data produksi pangan selama 5 tahun (2010–2015) dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh. Pada kondisi penanaman pangan musim gadu (kemarau), lima tahun terakhir terlihat adanya hujan yang agak berkepanjangan yang jarang terjadi pada musim tanam gadu tahun-tahun sebelumnya, bahkan beberapa tahun terakhir kondisinya kering kerontang. Hal ini diduga ada keterkaitan erat dengan perubahan iklim jangka pendek sesuai dengan siklusnya. Aceh yang dikelilingi lautan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut mengancam keberadaan pulau-pulau kecil Indonesia, bahkan pulaupulau tersebut diprediksi bakal tenggelam. Sekarang pun di Aceh pernah beberapa kali terjadi badai yang berdampak terhadap lingkungan dan merugikan. Selain itu musim penghujan dan kemarau yang panjang sudah tidak bisa diprediksi lagi. Para petani dan nelayan sangat merugi karena menghadapi musim pancaroba yang mengganggu kegiatan usahatani mereka dan nelayan sering tidak pergi melaut, sehingga harga ikan pun menjadi relatif mahal. Adanya kekuatiran akan terjadinya perubahan iklim dunia yang cenderung semakin panas, bahkan pada 1998 kantor penerangan Perserikatan Bangsa Bangsa pernah mengemukakan bahwa tempratur rata-rata permukaan bumi hanya meningkat 0,5 derajat Celsius dalam jangka waktu 120 tahun terakhir, mungkin akan melonjak 1,5–4,5 derajat Celsius pada beberapa dasawarsa mendatang. Maka program Gubernur Aceh dengan Moratorium Loggingnya dan program Aceh hijau akan sangat membantu untuk pencegahan dampak perubahan iklim, terutama untuk perubahan iklim jangka
“Kita berharap program Aceh Green yang tertunda dapat dilanjutkan kembali secepatnya pada tahun 2017 untuk melindungi petani, nelayan dan semua makhluk yang ada di Aceh.” pendek. Kita berharap program Aceh Green yang tertunda dapat dilanjutkan kembali secepatnya pada tahun 2017 untuk melindungi petani, nelayan dan semua makhluk yang ada di Aceh. Karenanya bukan hanya Aceh, secara keseluruhan program Revolusi Hijau perlu diwujudkan di Indonesia, terutama dalam revitalisasi hutan Aceh yang kaya dengan karbon karena Leuser yang sekaligus berstatus sebagai hutan tropika basah adalah milik dunia yang berkedudukan di Aceh, terkenal sebagai paru-paru dunia serta sebagai payung bagi keberlangsungan sektor pertanian yang bertujuan untuk mengantisipasi pemanasan global dan untuk kedaulatan pangan. Aceh Paru-paru Dunia Isu pemanasan global beserta dampak yang akan ditimbulkannya merupakan persoalan jangka panjang yang rumit untuk dipecahkan. Kita harus bijak untuk sementara menyimpulkan; Pertama, diperlukan waktu yang panjang untuk meramalkan dampak tersebut dengan tingkat kepastian yang tinggi. Kedua, diperlukan waktu yang lama untuk melihat dampaknya secara nyata. Ketiga, isu perubahan iklim dengan pemanasan globalnya masih sarat dengan ketidakpastian dan sebuah ironi, karena siklus klimatologi bisa berubah dalam jangka waktu 10 tahun, 20 tahun bahkan bisa 100 tahun. Apalagi keseimbangan alam masih tetap terkendali dalam format khatulistiwa yang dinaungi oleh hutan Leuser (luanya 2,6 juta Ha) dan Ulu Masen di Aceh, hutan Am-
Salam Redaksi
azon di Brazil (luasnya 6 juta Ha) dan hutan Zaire di Afrika (luasnya 3,4 juta Ha). Ketiga lokasi hutan tropis basah tersebut adalah paru-paru dunia serta masih berstatus sebagai hutan perawan yang masih selalu dengan stabil menyerap CO2 di atmosfer sebagai antisipasi untuk menaungi semua mahluk hidup di bumi. Kecuali aliran udara panas yang dibawa oleh badai Katrina dari satu benua ke benua lainnya, belum dipastikan secara Saintik melanda Aceh. Para ilmuwan pun belum berani mengatakan secara pasti bahwa pemanasan global sedang terjadi dan terlepas dari isu yang sedang mendunia tersebut, maka kiprah Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh (2015), memperlihatkan bahwa produksi padi (sawah dan ladang), jagung dan kedelai yang dibudidayakan di Aceh hingga saat ini masih tetap mendapat prioritas penanamannya dengan produksi terus meningkat (2010-2015), namun Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh, juga perlu memprioritaskan penanaman kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar untuk memenuhi konsumsi pangan dengan berbagai keanekaramannya dan target produksi harus tetap ditingkatkan. Apalagi pada dekade lima tahun terakhir komoditi tersebut terjadi penurunan produksi, karena efek dari luas tanam dan luas panen terjadi penurunan, walau produktiftas per hektarnya tetap terjadi kenaikan untuk kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Sedangkan kacang hijau, produktifitasnya
per hektar tetap saja menurun. Kenyataan ini harus menjadi skala prioritas untuk ke depan, wajib dipertanyakan apa masalahnya, mungkin ada hubungannya dengan jaminan pasar? Badan Ketahanan Pangan Aceh perlu melakukan koordinasi terus-menerus dengan berbagai sub-sektor pertanian, terutama dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perikanan, Peternakan dan Perkebunan, karena jika satu saat dampak drastis dari pemanasan global yang tidak dapat diprediksi sebelumnya melanda Aceh, maka kita tidak harapkan Aceh menjadi daerah “Krisis Pangan” yang berimbas kepada kondisi “Darurat Pangan “. Karenanya, berbicara masalah pangan, sifatnya lebih khusus dan sektoral penanganannya, namun korelasinya sangat erat dengan perubahan iklim jangka pendek sesuai siklusnya yang terjadi akhir-akhir ini. Sisi produksi pangan di Aceh belum menunjukkan adanya pengaruh dari dampak perubahan iklim, gizi anak-anak di Aceh dinilai bagus dalam ukuran ideal (tidak terdapat gizi buruk). Untuk sub-sektor perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dapat diprediksi bahwa produksinya tidak jauh berbeda dengan produksi pangan di sub-sektor pertanian pangan yang meningkat untuk lima tahun terakhir, karena seluruh produksi pangan dari berbagai sub sektor tersebut, semuanya berhadapan dengan alam yang berkorelasi erat dengan kondisi perubahan iklim jangka pendek, dimana semua mahluk hidup rentan terhadap perubahan iklim. Efek pemanasan global, dapat menyebabkan air tanah banyak yang menguap ke udara, sehingga tanah akan sulit dimanfaatkan untuk aktifitas pertanian yang berdampak pada terganggunya proses produksi pangan. Karenanya program Gubernur Irwandi – Nova untuk Aceh Hijau akan sangat mempengaruhi suhu di atmosfer yang dapat menaikkan energi yang terkandung dalam atmosfer itu sendiri. Kenaikan kandungan energi ini, mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain melalui kenaikan frekuensi dan intensitas angin topan, seperti terjadi akhir-akhir ini di tanah air, termasuk di Aceh. n Penulis adalah Guru Besar Fak. Pertanian Unsyiah dan Direktur Program Leuser International Foundation (2007 – 2012)
Redaksi menerima kiriman berita kegiatan pembangunan Aceh dan opini dari masyarakat luas. Tulisan diketik dengan spasi ganda dan disertai identitas dan foto penulis, dapat pula dikirim melalui pos atau e-mail
Dengan Dana Desa Berdayakan Gampong
SALAH satu turunan dari visi membangun Indonesia dari desa Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla adalah alokasi dana desa. Dengan dana desa diharapkan akselerasi pembangunan desa bisa berlangsung lebih cepat, tepat, dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan desa yang selama ini oleh berbagai sebab masih kurang mendapat perhatian. Keberadaan dana desa ini juga sangat paralel dengan kondisi kemiskinan di tanah air dimana kawasan pedesaan merupakan kantong-kantong utama kemiskinan di negeri kita. Berdasar Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2015, peruntukan dana desa mencakup empat prioritas
utama, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Pemeritah melalui Permendes tersebut di atas telah memberikan panduan yang sangat terkait penggunaan dan pemanfaatan dana desa. Oleh karena itu alokasi dana desa harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memberdayaan masyarakat desa. Untuk Aceh sendiri, selama tiga tahun 2015, 2016, dan 2017, kita telah menerima 10,3 trilyun dana desa dari pemerintah pusat. Angka ini terbilang besar untuk memenuhi kebutuhan pembangungan gampong-gampong di Aceh. Aparatur pemerintahaan gampong sudah sepatutnya memastikan pemanfaatan dana desa dengan dikelola
dengan baik dan tepat sasaran. Dana desa ini harus dimanfaatkan betul-betul sebagai stimulan untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian gampong-gampong di Aceh, terutama dalam rangka menekan jumlah penduduk miskin. Sejalan dengan itu, kebedayaan Badan Usaha Milik Gampog (BUMG) tentu memberi peluang yang semakin besar bagi upaya upaya tersebut, karena dana desa dapat digunakan sebagai salah sumber penyertaaan modal bagi BUMG. Nah, dengan suntikan modal dari dana desa ini maka terbuka ruang dan kesempatan bagi masyarakat gampong untuk mengembangkan unitunit usaha produktif sehingga gampong bisa menjadi lebih mandiri, makmur dan terbebas dari belenggu kemiskinan. n azhari hasan
Redaksi PELINDUNG Gubernur Aceh, Wakil Gubernur Aceh, SEKRETARIS Daerah Aceh | PENGARAH Kepala Bappeda Aceh | PENANGGUNG JAWAB Kapala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Sekretaris Bappeda Aceh| PEMIMPIN UMUM Kasubbag Umum Bappeda Aceh | PEMIMPIN REDAKSI Aswar Liam | REDAKTUR PELAKSANA Hasan Basri M. Nur | DEWAN REDAKSI M. Iskandar, Bulman, Fenny Yumiati | SEKRETARIAT Redaksi Mohd. Meidiansyah, Firman, Khairul Ridha, Farid Khalikul Reza | EDITOR Zamnur Usman | REPORTER Heri Hamzah, D Zamzami, Riyadi Syafruddin NB| REPORTASI DAN NOTULENSI Fauzi Umar| LAY OUT & EDITOR FOTO Irvan | ILUSTRASI KARTUN DAN GRAFIS Jalaluddin Ismail | FOTOGRAFER T. Andri Arbiansyah | IT Taufik Army | STAF LOGISTIK DAN LAYANAN UMUM Syamsul Bahari, Khairul Amar, Cut Indah Susilawati, Misbahul Munir
Alamat Redaksi
Bappeda Aceh Jl.Tgk. H. Muhammad Daud Beureueh No. 26 Banda Aceh
Telp.
(0651) 21440
Fax.
(0651) 33654 |
Web:
bappeda.acehprov.go.id
email:
[email protected]
Tabloid ini diterbitkan oleh Pemerintah Aceh melalui kerjasama Bappeda Aceh dengan Biro Humas Setda Pemerintah Aceh
CERMIN
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
OLEH:
Hasan Basri M. Nur Dosen, UIN Ar Raniry
Islam, Kemiskinan, dan Aceh KEMISKINAN adalah sunnatullah yang tidak akan pernah hilang. Orang-orang miskin akan tetap ada sepanjang masa. Tidak ada pihak yang mampu menghilangkan kemiskinan. Yang dapat dilakukan adalah upaya menurunkan tingkatan (kadar) kemiskinan serta jumlah penduduk miskin. Ukuran kemiskinan berbedabeda antara satu negara dengan lainnya. Keluarga yang dianggap miskin di Saudi Arabia mungkin dianggap tidak miskin jika dilihat dengan kacamata Indonesia. Inilah yang dimaksud dengan ukuran kemiskinan yang berbeda-beda. Menaikkan ukuran/standar/indikator kemiskinan serta menurunkan jumlah (angka) penduduk miskin sangat memungkinkan dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak lain di suatu daerah. BPS Aceh pada Juli 2017 merilis angka kemiskinan di Aceh mencapai 16,89 persen (872.000 orang) dari jumlah penduduk 5,2 juta. Angka ini sangat besar dan menjadi yang tertinggi kedua di Sumatra. Islam menyerukan kepada orang-orang yang mempunyai kelebihan harta untuk berbagi (membantu) dengan orang-orang miskin di lingkungannya. Seruan ini bahkan mencapai tingkatan wajib. Dalam Surah AtTaubah, ayat 60, kaum fakir dan miskin menduduki peringkat pertama dan kedua sebagai pihak yang berhak menerima harta zakat (mustahiq). Penyaluran zakat untuk kaum fakir dan miskin harus diutamakan untuk membebaskan mereka dari lingkaran setan kemiskinan sehingga dalam beberapa tahun mendatang mereka menjadi masyarakat mandiri, bahkan berubah statusnya menjadi pemberi zakat (muzakki). Di Indonesia pemerintah memberi perhatian serius untuk penganganan kemiskinan. Penduduk miskin terkonsentrasi di pedesaan dan karenanya pemerintah mengalokasikan dana mencapai Rp 1 miliar per desa. Dana ini diamanahkan kepada aparatur desa untuk mengelolanya dengan harapan program-program pengentasan kemiskinan akan berjalan dengan baik dan maksimal. Khusus untuk Aceh, dana desa itu diizinkan untuk membangun dua unit rumah dhuafa per tahun di setiap desa. Jika amanah dana desa ini dikelola dengan penuh perencanaan oleh aparatur desa, maka citacita menurunkan tingkat dan angka kemiskinan di Aceh akan mudah tercapai. Semoga!
Perlu Digalakkan
S
EKARANG ini, tantangan sektor pertanian kian kompleks, termasuk dalam meningkatkan produksi dalam rangka menjaga ketahanan dan keamanan pangan. Nah, untuk mewujudkan kemandirian pangan, Aceh sangat potensial apalagi daerah kita ini di karuniai sumberdaya alam pertanian yang subur. Namun, menurut saya ada problem yang sekarang harus diantisipasi, antara lain: Pertama, kurangnya minat generasi muda dalam mengembangkan sektor pertanian, hal ini harus segera (cepat) diatasi dengan mengoptimalkan peran penyuluh pertanian. Kenapa? agar generasi-generasi muda dapat tumbuh, karena tanpa adanya regenerasi petani maka beberapa tahun kedepan kita akan kehilangan petani. Kedua, Irigasi, ini adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersamasama, baik masyarakat tani maupun pemerintah. Karena, lahan pertanian yang tergantung dengan tadah hujan untuk sekarang ini tidak dapat di optimalisasi melihat kondisi alam yang tidak mendukung seperti banyaknya lahan sawah petani yang gagal panen diakibatkan kemarau berkepanjangan. Ketiga, alih fungsi lahan. Artinya, setiap tahun tanah pertanian produktif di Aceh terus berkurang akibat alilh fungsi lahan dari sawah menjadi komplek perumahan, perkantoran maupun lahan sawit. Hal ini dapat diantipasi dengan membuka lahan baru dengan terlebih dahulu melihat kondisi tanah lokasi dan sistem irigasi yang akan dibangun. Jadi, peran serius Pemerintah dalam pendampingan di lapangan dan penyediaan bibit unggul serta peralatan pertanian dengan teknologi tepat guna sangat di dambakan petani, untuk meningkatkan produksi hasil tanam, yang diharapkan dengan adanya peningkatan produksi dapat mensejahterakan petani. Semoga dengan sejahteranya petani dapat menarik minat generasi muda Aceh khususnya Sarjana Pertanian untuk melirik, bahwa profesi petani juga bisa diandalkan untuk menggapai hidup sejahtera, bukan sekedar paksaan untuk dikerjakan akibat tidak punya peluang bekerja di kantoran. []
Nita Ariska
IG: @nitaariska Mahasiswi Fakultas Pertanian UNSYIAH Semester 9
3
4
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Pembangunan Pertanian Aceh belum Fokus “Kita tidak perlu saling menyalahkan, karena itu tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan membuat masalahnya bertambah kusut. Mari kita cari penyakitnya, kemudian buat dan cari obat untuk menyembuhkannya, agar kita bisa ke luar dari lingkaran kemiskinan.”
S
-- Tgk Muharuddin -Ketua DPRA
EKTOR pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan yang dilakukan pemerintah, swasta, dan petani di Aceh, belum memberikan dukungan yang besar terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran, baik di perdesaan maupun di perkotaan. Salah satu faktornya adalah karena program dan kegiatan yang dibuat dan dijalankan belum fokus dan maksimal. Hal itu disampaikan Ketua DPRA Tgk Muharuddin kepada Tabangun Aceh, di rumah dinasnya di Blang Padang, Banda Aceh, Kamis (17/8). Tgk Muhar menyebutkan salah satu contoh belum fokusnya pembangunan pertanian di Aceh adalah belum bagusnya jaringan irigasi di sebagian besar areal persawahan. Sehingga setiap kali musim kemarau, tanaman padi mati kekeringan, karena para petani hanya mengandalkan air hujan. Selain itu, dinas terkait juga belum maksimal dalam menyosialisasikan program asuransi tanaman padi. Padahal program ini bisa melindungi petani dari ancaman kerugian akibat bencana, terutama kekeringan yang kerap dihadapi petani di Aceh. “Untuk masalah ini, kita tidak perlu saling menyalahkan, karena itu
tidak akan menyelesaikan masalah, melainkan membuat masalahnya bertambah kusut. Mari kita cari penyakitnya, kemudian buat dan cari obat untuk menyembuhkannya, agar kita bisa ke luar dari lingkaran kemiskinan,” ujar Tgk Muhar. Ia melanjutkan, apapun program dan kegiatan yang dibuat pemerintah, tujuannya adalah untuk memberikan kesejahteraan bagi petani di perdesaan dan perkotaan. Menurutnya, peluang dan jalan menuju ke pintu gerbang kemakmuran itu sudah terbuka lebar sekarang ini, karena Aceh sudah memiliki pasangan gubernur dan wakil gubernur yang energik dan suka bekerja cepat dan tepat, yaitu Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah. Karenanya, selaku Ketua DPRA, Muharuddin menyarankan kepada Pemerintah Aceh untuk melakukan sesuatu, fokus dan komit, serta berkelanjutan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi petani Aceh. “Program yang kita laksanakan dalam satu tahun jangan terlalu banyak, supaya anggaran yang terbatas bisa digunakan secara maksimal untuk menuntaskannya,” ujarnya. Muhar pun berharap, dalam masa lima tahun pemerintahannya, Irwandi-Nova membagi 15 program prioritas itu masing-mas-
ing tiga program setiap tahunnya. “Pada tahun pertamanya, tiga program prioritas apa yang akan dilaksanakan, buat perencanaan yang benar, alokasikan anggaran yang cukup, kemudian maksimalkan pengawasan,” kata dia. Misalnya, lanjut Muhar, masalah yang dihadapi petani padi, setiap musim tanam gadu (kemarau), adalah ancaman kekeringan. Maka pemerintah perlu menata lingkungan dan membenahi kembali serta perbaiki bendungan dan jaringan irigasi yang rusak atau belum tuntas. Keruk kolam penampungan bendungan irigasi yang sudah dangkal akibat sedimentasi lumpur, serta pasir dan batuan yang dibawa dari hulu sungai pada musim hujan. Kemudian, program antara satu SKPA teknis dengan SKPA teknis lainnya harus nyambung dan terintegrasi serta saling mendukung. Misalnya Dinas Pengairan, membuat program dan kegiatan perbaikan jaringan bendungan irigasi, sementara Dinas PU membuat program dan kegiatan pembangunan jalan, sedangkan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat program penataan lingkungan irigasi/waduk. Misalnya Dinas Lingkungan Hidup membuat program penghijauan di sekitar waduk atau
bendungan irigasi, agar masa penyimpanan air menjadi panjang. Sehingga pada musim kemarau, air tetap mengalir ke areal persawahan. “Program terintegrasi seperti yang kami sarankan ini, kalaupun ada dilakukan, belum berjalan maksimal di dinas-dinas,” ujarnya. Selanjutnya, program pembenahan lingkungan waduk dan irigasi maupun embung yang dilakukan pemerintah provinsi, harus didukung oleh pemerintah kabupaten/ kota. Pemkab dan pemko perlu membuat program yang mendukung program pemerintah provinsi di daerahnya. Misalnya, mengawasi dan menertibkan kegiatan penambangan bahan galian material golongan C, pasir dan batu di dekat bendungan irigasi, karena lama kelamaan bisa merusak konstruksi dasar bendungan irigasi. “Lokasi penambangan galian C harus jauh dari bendungan irigasi karena bisa mempercepat jebolnya bendungan irigasi atau jembatan penyeberangan masyarakat desa,” katanya. Sementara untuk program perkebunan, peternakan, dan perikanan, Muharuddin menyarankan agar difokuskan pada pembinaan dan bimbingan pada komiditi unggulan petani setempat. Misalnya kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, mereka unggul dengan komoditi kopi dan hortikulturanya, maka fokuskan program dan kegiatan penanaman secara besar-besaran untuk komoditi unggul tersebut. Pembenahan sektor ini juga harus dilakukan secara terintegrasi. Misalnya Dinas Pertanian dan Perkebunan fokus pada bimbingan program peningkatan produksi dan pengawasan hama/penyakit tana-
man perkebunan. Sementara Dinas Perindustrian dan Perdagangan fokus menanganni kegiatan pencarian pasar untuk menampung lonjakan produksi, baik pasar lokal maupun luar negeri. “Buka kerja sama dengan importir dan ekportir negara-negara ASEAN, Eropa, Amerika, dan Rusia,” saran Tgk Muhar. Sedangkan Dinas PU, bekerja untuk membangun jalan-jalan menuju lokasi areal perkebunan masyarakat, bekerja sama dengan dinas PU kabupaten/ota. Menurutnya, pembangunan jalan dan jembatan ke lokasi produksi perkebunan petani sangat penting. Tujuannya untuk memudahkan dan melancarkan distribusi produksi perkebunan dan untuk efisiensi biaya angkutan hasil perkebunan dari kebun ke pasar. Untuk sektor Kelautan dan Perikanan, serta peternakan juga demikian. Peran pembinaan dan bimbingan dinas teknis kepada petani ikan dan peternakan, sangat diperlukan. Menurut Muharuddin, program pendampingan dari dinas teknis untuk keberhasilan program dan kegiatan pembangunan, sangat diperlukan. Yang menjadi pendamping, harus orang yang SDM nya pintar, cerdas, inovatif, kreatif, dan mengerti apa tugas dan fungsinya, sebagai pendamping teknis. Apapun program dan kegiatannya harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Ini sudah menjadi tugas dan fungsinya pemerintah untuk melayanai rakyatnya. “Bekerja, bekerja, bekerja lah dengan jujur dan ikhlas demi kebahagiaan rakyat, sehingga kita akan bahagia hidup di dunia dan akhirat,” tutur Ketua DPRA itu.(heri hamzah)
Beras Menaikkan Garis Kemiskinan di Aceh “Kenapa beras menjadi penyumbang angka kemiskinan, karena di pedesaan warga sangat tergantung pada distribusi beras untuk keluarga pra sejahtera (Rastra), ketika warga belum mendapat pembagian, maka mereka harus membeli beras di pasar dengan harga mahal.” -- Wahyuddin -Kepala Badan Pusat Statistik Aceh DISTRIBUSI beras di pasar Aceh | FOTO: ANDRI
P
ADA awal Agustus lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh merilis informasi yang membuat sebagian kalangan terkejut. Data ini menyebutkan bahwa beras menjadi faktor utama penyebab naiknya angka kemiskinan di Aceh. Pada Maret 2017, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 872 ribu orang (16,89 persen), bertambah sebanyak 31 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2016 yang jumlahnya 841 ribu orang (16,43 persen).
Selama periode September 2016-Maret 2017, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan mengalami peningkatan. Di perkotaan mengalami peningkatan sebesar 0,32 persen (dari 10,79 persen menjadi 11,11 persen), dan di daerah perdesaan mengalami peningkatan 0,57 persen (dari 18,80 persen menjadi 19,37 persen). Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan relatif sama dengan di perdesaan. Di antaranya adalah beras, rokok, dan ikan tongkol/tuna/cakalang. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan
yang berpengaruh terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan, bensin, dan listrik. Mahalnya harga beli beras menjadi faktor penyebab terbesar kedua kemiskinan di Aceh, setelah harga rokok. Kepala Badan Pusat Statistik Aceh Wahyuddin, mengatakan di wilayah pedesaan harga beras menjadi penyumbang garis kemiskinan. “Kenapa beras menjadi penyumbang angka kemiskinan, karena di pedesaan warga sangat tergantung pada distribusi beras untuk keluarga pra sejahtera (Rastra), ketika warga belum mendapat pembagian, maka mereka harus membeli beras di pasar dengan har-
ga mahal,” jelas Wahyuddin. Lamanya rentang waktu pembagian beras rastra, belum lagi jika beras yang diterima banyak yang rusak, menjadikan warga tidak punya pilihan lain, selain membeli beras dipasar dengan harga mahal. “Mahalnya harga beras dipasar, bisa dikarenakan karena beras yang dijual bukanlah produksi dari dalam daerah sendiri, tapi barang yang dibeli dari luar Aceh,” ujar Wahyuddin. Siklusnya, sebut Wahyuddin, kebanyakan petani menjual gabah mereka ke pembeli swasta, sedikit sekali yang menjual gabahnya ke pemerintah dalam hal ini bulog. “Petani tak harus menjual seluruh
hasil gabah mereka ke pemerintah, mungkin hanya menjual 30% saja, selebihnya mungkin dijual kepad apihak swasta, dengan demikian pemerintah akan bisa memiliki stok cukup untuk bisa disalurkan kembali kepada masyarakat,” tegas Wahyuddin. Dengan demikian, warga pun bisa mendapat beras dengan harga yang lumayan murah dan angka penyebab kemiskinan bisa diturunkan. Pada laporan Agustus 2017, bahan makanan pokok beras masih menjadi penyumbang terbesar kemiskinan urutan pertama dengan andil 20,24 persen di perkotaan dan 26,05 persen di pedesaan.(yayan)
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
5
Bandes Bisa Turunkan Penduduk Miskin dan Pengangguran “Dana bantuan desa yang diterima provinsi ini yang sangat besar itu dibagikan kepada 23 kabupaten/kota untuk diteruskan kepada 6.497 desa/gampong yang terdapat di Aceh. Besarannya bervariasi, antara Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per desa/gampong.” -- Prof Dr Ir Amhar Abubakar MSc -Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh
D
ANA bantuan desa yang diterima Provinsi Aceh dari pemerintah pusat dalam tiga tahun ini terus meningkat. Tahun 2015 jumlahnya senilai Rp 1,7 triliun, tahun 2016 naik 123 persen menjadi Rp 3,8 triliun, dan tahun 2017 naik lagi sebesar 23,31 persen menjadi Rp 4,8 triliun. Dana bantuan desa yang diterima provinsi ini yang sangat besar itu dibagikan kepada 23 kabupaten/kota untuk diteruskan kepada 6.497 desa/gampong yang terdapat di Aceh. Besarannya bervariasi, an-
tara Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar per desa/gampong. Sepanjang sejarah Indonesia, telah merdeka 72 tahun, baru tiga tahun belakangan ini pusat memberikan dana bantuan desa yang sangat besar kepada pemerintahan terendahnya di desa. Sebelumnya memang pernah ada, pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, memberikan dana bantuan desa Rp 100 juta, untuk desa-desa yang berstatus miskin, tapi itu tidak berlangsung lama, seperti yang ada sekarang ini, sudah ada UU Pedesaannya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh, Prof Dr Ir Amhar Abubakar MSc, mengatakan, tujuan dari pemberian dana bantuan desa yang sangat besar, adalah untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di desa. Selain itu untuk menurunkan jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan. Dana bantuan desa ini digunakan untuk mempercepat pembangunan prasarana dan sarana infrastruktur dasar di pedesaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat desa, pendidi-
Libatkan Warga Miskin dalam Pembangunan Desa “Dampak Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan relatif masih rendah, karena keterlibatan rumah tangga miskin dalam pembangunan infrastruktur relatif kecil.” -- Profesor Raja Masbar -Ekonom Aceh
B
ERDASARKAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.07/2014 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana desa, disebutkan bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan kota. Dana ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dari pemahaman tersebut, maka Dana Desa dapat digunakan untuk (1) pembangunan fisik desa (infrastruktur desa, jalan desa, sarana prasarana dikbud, sarana prasarana ekonomi, dan usaha ekonomi produktif ), (2) pemberdayaan masyarakat desa (pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan, perdagangan, pelatihan teknologi tepatguna, peningkatan kapasitas masyarakat: kelompok tani,
nelayan, perempuan, usaha ekonomi). Tapi disayangkan ternyata Dana Desa yang jumlahnya cukup fantastis untuk sebuah desa, masih belum bisa menyentuh sisi kesejahteraan masyarakat. Ekonom Aceh, Profesor Raja Masbar, mengatakan dampak Dana Desa terhadap penurunan kemiskinan relatif masih rendah, karena keterlibatan rumah tangga miskin dalam pembangunan infrastruktur relatif kecil. “Ini didasarkan pada penelitian dan pengamatan awal yang tim kami lakukan. Memang penelitian ini belum selesai, sehingga hasil akurat belum bisa didapatkan,” jelas Raja Masbar. Sebenarnya ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk melibatkan rumah tangga miskin dalam penggunaan dana desa sehingga dapat memberi manfaat kesejahteraan, seperti melibatkan mereka menjadi pekerja pada pembangunan jalan, jembatan, dan lain-lain. “Tapi di lapangan, peker-
jaan-pekerjaan tersebut lebih banyak diserahkan kepada kontraktor, mungkin dengan alasan lebih mudah pertanggung-jawabannya,” ujar Raja Masbar. Untuk ke depannya, sebut Raja masbar, Dana Desa bisa difokuskan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat sehingga bisa mengurangi angka kemiskinan dengan mengalokasikan dana tersebut ke program pemberdayaan masyarakat miskin yang tepat sasaran. Agar penggunaan tepat sasaran, maka harus dilakukan verifikasi ulang data rumah tangga miskin. “Dari penelitian tim kami yang sedang berjalan ini, didapatkan hampir 30-40 sampel penelitian kami ternyata ada exclusion error dan inclusion error, agar supaya yang rumah tangga miskin diperhatikan oleh elite atau perangkat desa. Sebaiknya juga rumahrumah dari rumah tangga miskin ini disarankan dibuat ‘plang’ di depan rumahnya atau di depan pintu rumahnya,” katanya.(yayan)
kan, kesehatan, prasarana olah raga, dan lainnya, seperti diatur dalam Peraturan Kementerian Desa, Permendagri dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menurut Amhar Abubakar, seharusnya dengan dana bantuan desa yang sangat besar telah diterima pemerintahan desa antara Rp 500 juta – Rp 1 miliar/desa, jumlah penduduk miskin dan pengangguran di gampong-gampong bisa menurun secara siqnifikan dalam tiga tahun terakhir ini. Tapi faktanya di Aceh, malah terjadi sebaliknya. Jumlah penduduk miskin dan pengangguran di Aceh malah meningkat, dari 16,48 naik menjadi 16,86 persen, begitu juga penganggurannya di atas 7 persen lebih, berada di atas rata-rata nasional sebesar 11 persen dan 6 persen. “Dalam masalah ini, kita tidak boleh saling tuding dan menyalahkan kepada lembaga/dinas/badan tertentu, tapi terus koreksi diri. Mungkin masih ada program dan kebijakan dalam penggunaan dana bantuan desa yang belum memberi-
kan kontribusi yang besar terhadap penurunan jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan, belum ditangani secara tepat dan berkelanjutan,” kata Amhar. Menurut data dari Bappeda Aceh, sebut Amhar Abubakar, ada dua faktor pendudukung besar penyumbang kemiskinan di Aceh, yaitu komoditi makanan dan non makanan. Kalau dari komoditi makanan, penyumbang terbesarnya bagi kemiskinan di desa adalah beras sebesar 16,46 persen, kemudian rokok 11,53 persen, teluar ayam 3,13 persen gula pasir 3,04 persen, mi instan 2,31 persen, daging ayam 2,23 persen, cabe rawit 2,12 persen, bawang merah 1,95 persen, kopi 1,68 persen, roti 1,67 persen, tempe 1,51 persen dan tahun 1,36 persen. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan, penyumbang terbesar adalah perumahan mencapai 7,3 persen, bensin 2,8 persen, listrik 1,66 persen, pendidikan 1,45 persen, alat mandi 0,96 persen, kesehatan 0,86 persen dan angkutan 0,79 persen. (heri hamzah)
Dana Desa Untuk Pengentasan Kemiskinan
P
emerintah pada tahun 2015 melalui APBN-P 2015 mengalokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan desa. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2014 yang dimaksud dana desa sebagai dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat. “Pengalokasian dana desa ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 pasal 5 sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 72 UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Pengalokasian Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis,” kata Dr. Ir. Zulkifli, M.Si Plt Kabid P2KSDM Bappeda Aceh, kepada Tabangun Aceh, beberapa waktu lalu. Zulkifli melanjutkan, dana desa harus digunakan untuk program padat karya, terutama dengan membangun infrastruktur desa dan membuat Badan Usaha Milik Desa agar potensi ekonomi desa tergarap secara maksimal. Misalnya, membangun infrastruktur desa dengan memanfaatkan tenaga lokal desa, menggunakan bahan-bahan baku dari desa, sehingga manfaat dana desa pun bisa dira-
Dr. Ir. Zulkifli, M.Si Plt Kabid P2KSDM Bappeda Aceh
sakan semua masyarakat di desa tersebut,” katanya. Prioritas penggunaan dana desa pada tahun 2015 yaitu pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Pembangunan desa terdiri dari pemenuhan kebutuhan dasar, pengembangan potensi ekonomi lokal, pembangunan sarana dan prasarana desa serta pemanfaatan SDA dan lingkungan secara berkelanjutan. Sedangkan pemberdayaan masyarakat desa terdiri dari peningkatan kualitas proses perencanaan desa, mendukung kegiatan ekonomi BUMG atau masyarakat, pembentukan dan peningkatan kapasitas kader pemberdayaan, penyelenggaraan promosi kesehatan, pengorganisasian bantuan hukum kepada masyarakat, peningkatan kapasitas kelompok masyarakat dan dukungan terhadap kegiatan desa. Pada tahun 2015, Provinsi Aceh mendapat Rp. 1.707.817.995.000 untuk 23 kabupaten/kota di Aceh atau sebesar 8,2% dari total nasional. Dari 23 kabupaten/kota
di Aceh, Aceh Utara mendapat alokasi terbesar yaitu Rp. 222.413.168.000 dan yang terkecil yaitu Kota Sabang sebesar Rp. 6.064.106.000. Besaran pengalokasian ini jika diperhatikan sesuai dengan pembobotan yang diatur dalam PP nomopr 60 tahun 2014 pasal 11. Pada tahun 2016, pengalokasian dana desa untuk Provinsi Aceh sebesar Rp. 3.829.751.986.000 untuk 23 kabupaten/kota atau untuk 6.474 desa di seluruh Aceh. Anggaran terbesar yaitu untuk Aceh Utara sebesar Rp. 498.839.552.000 untuk 853 desa. Pengalokasian ini juga sesuai dengan pembobotan di atas yaitu Aceh Utara merupakan terbanyak persentase kemiskinan di Aceh dan mempunyai jumlah desa terbanyak dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. “Pengalokasian dana desa untuk Aceh terus meningkat. Pada tahun 2017 Aceh mendapat alokasi sebesar Rp.4.892.571.795.000 dengan alokasi tertinggi Aceh Utara sebesar Rp. 635.314.441.000. Jumlah yang diterima tahun 2017 mengalami peningkatan sekitar 1 triliyun,” kata Zulkifli. “Dengan adanya dana desa ini kita harapkan dapat memberdayakan masyarakat desa sehingga menjadi desa yang mandiri. Kalau keberdayaan masyarakat sudah baik dan kemandirian desa dapat tercapai maka kita harapkan akan mengurangi angka kemiskinan di Aceh,” harap Zulkifli. (firman)
6
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Membentengi Petani dengan Asuransi Padi Tujuan dari program asuransi tanaman padi ini adalah memberikan biaya ganti rugi kepada petani padi, apabila ada tanaman padi yang terkena bencana kekeringan, banjir, dan lainnya.” -- Salman -Kepala Cabang PT Asuransi Jasindo Banda Aceh
S
EJAK tahun 2015, Pemerintah menggandeng PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) untuk membentengi petani dan peternak dari ancaman kerugian akibat gagal panen dan bencana alam. Kedua asuransi itu diberinama Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) dan Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS). Program asuransi yang didorong pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, dan Otoritas Jasa Keuangan guna mendukung ketahanan pangan ini, mulai dijalankan di 16 provinsi dan 17 kabupaten sejak Oktober 2015. Sayangnya, kedua program ini belum cukup populer di kalangan petani padi dan peternak di Aceh. Buktinya, jumlah tanaman padi
yang diasuransikan petani Aceh dalam tiga tahun terakhir, masih di bawah 50 persen dari kuota yang diberikan pemerintah pusat. Kepala Cabang PT Asuransi Jasindo Banda Aceh, Salman kepada Tabangun Aceh, awal Agustus 2017 mengatakan, untuk musim tanam rendeng Oktober 2015-Maret 2016, luas areal tanaman padi petani yang masuk asuransi cuma seluas 3.003,2 hektare dari lima kabupaten. Yaitu Pidie 510,5 hektare (ha), Aceh Besar 823,9 ha, Aceh Selatan 445,5 ha, Bireuen 239,5 ha, dan Aceh Utara 983,6 ha. “Jumlah itu, baru 30 persen, dari kuota yang diberikan pusat untuk Aceh mencapai 10.000 hektare,” ungkap Salman. Pada musim tanam gadu April
PRASARANA irigasi di Kuala Batu, Aceh Barat Daya. Gambar direkam pada Agustus 2017. |
2016-September 2016, luas tanaman padi petani di Aceh yang masuk asuransi menurun menjadi 2.655,8 ha. Tersebar di empat kabupaten yaitu Aceh Besar 183,7 ha, Pidie 253,8 ha, Bireuen 1.904 ha, dan Aceh Utara 324,3 ha. Pada musim tanam rendeng, Oktober 2016-Maret 2017, luas areal tanaman padi yang masuk asuransi menurun drastis menjadi 789 ha, tersebar di tiga kabupaten yaitu Aceh Besar 226 ha, Banda Aceh 6 ha, dan Aceh Selatan 557,2 ha. Di luar Aceh, kata Pincab PT Asuransi Jasindo itu, asuransi tanaman padi ini sangat diminati, bahkan kuota yang diberikan tidak cukup, sehingga petaninya meminta ditambah. (heri hamzah)
Tujuan Asuransi Padi S
ALMAN menjelaskan, tujuan dari program asuransi tanaman padi ini adalah memberikan biaya ganti rugi kepada petani padi, apabila ada tanaman padi yang terkena bencana banjir, kekeringan dan serangan OPT (organisme pengganggu tanaman). Sehingga petaninya tidak kesulitan lagi untuk membiayai usaha tanaman padi pada musim tanam berikutnya. “Kadang bencana itu datangnya pada usia tanaman padi petani baru berumur 10-20 hari, sehingga membuat tanaman padi petani jadi rusak, tidak bisa tumbuh normal dan mati. Kadang ada juga datang menjelang tanaman padi sedang berbunga dan mau panen, usia 2030 hari lebih, akibatnya tanaman padi jadi rusak berat dan tidak bisa dipanen,” kata Salman. Nah, petani padi yang masuk asuransi ini akan mendapat ganti rugi, apabila tanaman padinya gagal panen akibat banjir, kekeringan (puso) dan serangan OPT. “Diberikan ganti rugi sebesar Rp 6 juta/ hektare, setelah tim verifikasi turun ke lokasi tanaman padi yang terkena bencana banjir, kekeringan dan serangan OPT,” kata Salman. “Dalam waktu dua minggu, petaninya sudah bisa mendapat pembayaran ganti rugi, atau klaim
dari asuransi tanaman padinya dari PT Asuransi Jasindo,” imbuhnya. Terus disosialisasi Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Aceh, Drs Hasanuddin Darjo melalui Kabid Produksi Padi, Ir Mukhlis menjelaskan, setiap menjelang masuk musim tanam gadu dan rendeng, sosialisasi program asuransi tanaman padi terus dilakukan oleh tim penyuluh pertanian Distanbun Aceh kepada kelompok tani padi. Hanya saja, kelompok tani padi terkadang tidak lagi menjadi peserta jika pada musim tanam sebelumnya tidak terkena bencana banjir atau kekeringan. Sebaliknya, petani yang terkena bencana kekeringan pada musim tanam sebelumnya, akan mengasuransikan padinya untuk musim tanam selanjutnya. Menurut Mukhlis, selama ini, petani di Aceh Besar yang rutin menjadi anggota. Karena mereka sering terkena bencana banjir dan kekeringan, baik musim tanam rendeng maupun gadu. Program asuransi tanaman padi ini, menurut Mukhlis, bagian daripada program pemberantasakan kemiskinan bagi petani padi. Ketika tanaman padi petani dilanda kekeringan, petani tetap bisa melanjutkan usaha taninya pada musim
tanam berikutnya. Karena pihak Asuransi Jasindo, akan membayar ganti rugi atau klaim asuransi tanaman padinya, sesuai ukuran luas tanaman padi yang dinyatakan gagal panen atau puso. “Dengan pembayaran klaim dana asuransi tanaman padi itu, petani bisa melanjutkan pembiayaan penananam padi kembali pada musum tanam berikutnya,” kata Mukhlis. Yang melakukan proses administrasi dan pengecekan ke lapangan adalah tim verifikasi dari PT Asuransi Jasindo, bukan petani dan kelompok tani. Petani dan kelompok tani mengundang petugas Asuransi Jasindo ke lokasi tanaman padinya yang terkena bencana kekeringan dan puso, maka tim verifikasi Jasindo yang mengurus proses pembayaran ganti rugi atau klaim asuransi tanaman padinya. “Program asuransi tanaman padi ini seperti pepatah orang zaman kita dulu, sediakan payung sebelum hujan. Artinya, antisipasi lebih dulu resiko yang akan muncul. Agar ketika bencana datang, kita tidak gaduh atau stress menghadapinya, karena ancaman kerugian yang akan terjadi sudah ditanggung pihak Asuransi Jasindo,” demikian Mukhlis.(heri hamzah)
FOTO: IRFAN M NUR
Bagaimana Menjadi Peserta Asuransi Padi?
K
EPALA Cabang PT Asuransi Jasindo Banda Aceh, Salman mengatakan, untuk menjadi peserta asuransi tanaman padi, kata Salman, sangat mudah. Petani padi yang ingin bergabung diketahui oleh Dinas Pertanian setempat, memiliki lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada lahan paling luas dua hektare. Umur padi yang diasuransikan sudah melewati 10 hari setelah tanam atau 30 hari untuk padi yang ditanam dengan sistem tabela. “Petani penggarap lahan orang lain juga boleh bergabung,” kata Salman. Ia menambahkan, calon peserta boleh masuk asuransi tanaman padi secara individu, namun lebih baik jika tergabung dalam kelompok tani aktif dan mempunyai pengurus lengkap. Selanjutnya, calon peserta bersedia mengikuti anjuran teknis sesuai rekomendasi pengelolaan usaha tani setempat. Lokasi tanaman padinya berada dalam hamparan padi sawah dengan irigasi serta sawah tadah hujan yang tersedia sumber-sumber air (air permukaan dan air tanah), diprioritaskan untuk daerah wilayah sentra produksi padi dan wilayah penyelenggara upaya khusus (upsus) tanaman padi. Nilai premi yang harus dibayar-
kan petani untuk masuk menjadi peserta asuransi tanaman padi setiap memasuki musim tanam, baik musim tanam rendeng maupun gadu, hanya Rp 36.000/hektare atau sebesar 20 persen dari premi yang harus dibayar kepada pihak Asuransi Jasindo Rp senilai 180.000/hektare. Ini artinya, sekitar 144.000, preminya disubsidi atau dibayar oleh pemerintah. Salman mengatakan, dalam waktu dekat ini pihaknya segera membayar klaim ganti rugi tanaman padi petani di Aceh Besar yang masuk asuransi dan terkena bencana kekeringan. Luas arealnya 266 hektare dengan nilai klaim asuransi mencapai Rp 1,134 miliar. Sebelumnya, PT Asuransi Jasindo juga telah membayar klaim asuransi tanaman padi petani yang gagal panen sekitar 6 hektare lebih, akibat banjir sebesar Rp 37,5 juta kepada kelompok tani padi Al Falah Desa Luthu Lanweu, Kecamatan Suka Makmur, Aceh Besar. Klaim asuransi tanaman padi gagal panen yang dibayar itu adalah untuk tanaman padi yang ditanam pada musim tanam rendeng Oktober 2016 – Maret 2017. Sedangkan yang ditanam pada musim tanam gadu April – September 2017 ini, akan dibayar bulan ini.(heri hamzah)
PADI menjelang panen di Kuala Batu, Aceh Barat Daya. Gambar direkam pada Agustus 2017. | FOTO: IRFAN M NUR
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
7
Banyak Bendungan dan Irigasi yang Perlu Diperbaiki “Ancaman kekeringan terhadap tanaman padi terus akan tetap terjadi, jika bendungan dan pintu air waduk, embung dan irigasi yang rusak, tidak segera diperbaiki.” -- Ir Hasanuddin Ishak MM -Kadis Pengairan Aceh
KEPALA dinas Pengairan Aceh Ir Hasanuddin Ishak MM menunjau Embung Lambeunot, Aceh Besar. |
S
EDIKITNYA 40-an waduk, embung, dan bendungan irigasi yang tersebar di seluruh Aceh, saat ini butuh perbaikan. Beberapa dari fasilitas pengairan untuk para petani itu dalam kondisi rusak, seperti bocornya pintu air. Ada juga kolam waduk dan bendungan yang butuh pendalaman kembali, karena sudah dangkal akibat sedimentasi dari hulu sungai yang masuk ke kolam tangkapan air, pada musim hujan. “Ancaman kekeringan terhadap tanaman padi terus akan tetap terjadi, jika bendungan dan pintu air waduk, embung dan irigasi yang rusak, tidak segera diperbaiki,” ungkap Kepala Dinas Pengairan Aceh, Ir Hasanuddin Ishak MM kepada Tabangun Aceh, saat meninjau sejumlah embung di wilayah Aceh Besar, Senin (21/8/2017) lalu. Hasanuddin menyebutkan, dibutuhkan keberpihakan dari Tim Anggaran Pemerintah Aceh dan Badan Anggaran DPRA untuk memperbaiki bendungan dan pintu air waduk, embung dan irigasi yang rusak itu. TAPA dan Banggar DPRA diharapkan bisa menyetujui dan mengalokasikan dana operasional untuk pemeliharaan waduk, embung, dan bendungan irigasi dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan.
Ada empat waduk/embung di Aceh Besar yang dikunjungi oleh Kepala Dinas Pengairan Aceh bersama para kepala bidang pada Senin (21/8/2017) lalu. Yaitu waduk Neuheun, Blang Karam, Twi Geulumpang, dan Lambeunot. Keempat waduk itu, kata Hasanuddin, punya masalah berbeda untuk memaksimalkan fungsinya sebagai penampung air pada musim hujan, guna penyediaan air yang cukup ke lahan sawah petani pada musim tanam rendeng dan gadu. Misalnya, Embung Neuhuen. Waduk yang terletak di tengah pemukiman masyarakat Desa Neheun ini, tidak memiliki hutan, tidak ada aliran sungai, serta wilayah dan areal tangkapan air dan luas areal kolam airnya terbatas. Sumber airnya sangat tergantung dari curah hujan yang turun dari langit. Namun begitu, kata Hasanuddin, embung Neuheun ini memiliki fungsi strategis bagi masyarakat Neuheun. Selain bisa mengaliri sekitar 100 hektare areal persawahan petani pada musim tanam padi rendeng (hujan), juga membantu menjaga tetap tersedianya sumber air sumur masyarakat di sekitar embung pada musim kemarau. Sebelum ada embung itu, kata Hasanuddin, menurut laporan
Embung Beulangoeng Beuso, Nisam, Aceh Utara yang belum berfungsi dengan baik. |
masyarakat sekitar embung, pada musim kemarau, sumur mereka banyak yang mengalami kekeringan. Tapi setelah embung di bangun, air hujan yang turun dari langit pada musim hujan, tidak langsung turun dan mengalir ke laut, tapi tertahan di embung. “Manfaatnya, pada musim kemarau air sumur masyarakat tetap berair, tapi kalau untuk mengaliri areal sawah petani, pada musim gadu (kemarau) fungsinya sudah tidak maksimal lagi,” ujarnya. Hasanuddin pun berkesimpulan, embung yang telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat Neuheun itu perlu dipelihara secara intensif dan berkelanjutan. Agar perannya sebagai penyangga/ penampung air hujan pada musim hujan, bisa maksimal. Masalah hampir serupa juga dihadapi embung Blang Karam dan Twi Geulumpang. Bedanya, kedua embung ini berada di lokasi perbukitan, punya areal tangkapan air yang luas, tapi karena lingkungannya tidak banyak ditumbuhi pohonpohon besar, maka cadangan dan sumber air yang masuk ke dalam kolam tidak bisa bertahan lama. Mengutip laporan penjaga embung, Hasanuddin mengatakan, beberapa bagian bendungan dan
SUMBER: statusaceh.net
pintu air kolam embung, dalam kondisi bocor. Embung Blang Karam, mampu mengaliri air ke sawah petani mencapai 150 hektare dan Twi Geulumpang seluas 500 hektare. Namun, itu hanya bisa terjadi pada musim tanam rendeng (hujan), sedangkan pada musim tanam gadu (April-September/kemarau), air dalam kolam embung, tidak mampu mengaliri sawah petani mencapai 500 hektare, melainkan sekitar 50 hektare, atau 10 persen dari kemampuan pada musim gadu (Oktober – Maret/hujan). Masalah berbeda terjadi pada embung Lambeunot. Embung yang
FOTO: HERI HAMZAH
berada di kaki bukit ini berada di arel hutan yang memiliki pepohonan yang lebat, sehingga sumber air yang masuk ke dalam kolam embung, bisa mencapai 6 bulan waktunya. Pada musim kemarau, air dalam kolamnya masih banyak. Hanya saja, karena genangan air dalam kolam embung sudah menyusut, berada di bawah pintu air embung. Sehingga, untuk mengaliri sawah petani yang membutuhkan air untuk pembuahan bulir padi harus menggunakan pompa air yang besar. Jika tidak, maka air yang mengalir ke sawah tidak cukup dan akan hilang di jalan. (heri hamzah)
Kapasitas Daya Alir Air
K
APASITAS daya alir air embung Lambeunot ke sawah petani, hanya sekitar 75 hektare. Ini disebabkan kolam dan areal tangkapan airnya tidak begitu luas. Tapi dari sisi penyimpanan sumber air, embung Lambeunot, lebih lama ketimbang tiga embung sebelumnya. Hal ini disebabkan, di hulu sungai embungnya, ada beberapa kolam yang terjadi secara alamiah dan masih banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Kondisi itu yang membuat masa pasokan air ke kolam embung Lambeunot bisa bertahan lama. Menurut Hasanuddin, agar peran dan fungsi semua embung yang dibangun bisa beroperasi maksimal, maka ada beberapa program ke depan yang perlu dilakukan. Pertama, meningkatkan SDM dan kecintaan petugas penjaga pintu embung terhadap tugas dan fungsinya sebagai penjaga pintu embung. Berikutnya menyediakan dana pemeliharaan dan operasional embung yang cukup, untuk perbaikan beton, bendungan serta pintu embung yang bocor. Melakukan reboisasi atau penghijauan di kawasan lingkungan sekitar embung dengan areal hutan buatan yang mencapai ratusan hektare yang melingkar di sekitar kolam embung. “Polsek dan Danramil juga harus menertibkan penggalian bahan material golongan C, di atas lokasi embung maupun yang berada di bawah embung,” ujarnya.
Kadis Pengairan Aceh ini menyebutkan, di beberapa lokasi bendungan dan waduk, embung di wilayah Aceh Besar, dan daerah lainnya, masih terjadi aksi penggalian pasir dan batu (galian C). Selain menertibkan penambanan galian C, program berikutnya adalah mendorong aparat penegak hukum untuk menangkap dan menindak tegas pelaku penebangan pohon di hulu sungai embung, waduk dan bendungan irigasi. “Banyak bendungan waduk, embung, dan irigasi yang mulai tergerus air, akibat di bawah dan di atas bendungan ada kegiatan penebangan liar dan penggalian bahan material golongan C (batu dan pasir),” ungkap Hasanuddin. Hasanuddin menambahkan, program peningkatan ketahanan pangan dan produksi pangan, harus dimulai dari disiplin dan penegakan hukum. Dua hal itu, sangat dibutuhkan untuk kelanjutan dan kedaulatan pangan nasional, agar Indonesia tidak lagi mengimpor beras, jagung, kedelai, dan lainnya. Kalau kedua hal itu belum dilakukan secara intensif dan berkelanjutan oleh aparat penegak hukum, serta dukungan masyarakat, maka bendungan waduk, embung, dan irigasi yang telah dibangun menggunakan dana puluhan bahkan ratusan miliar, maka masa pakai dan manfaatnya bagi masyarakat menjadi terbatas dan tidak berumur panjang.(heri hamzah)
8
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Pemerintah Serius Kelola Potensi Irigasi Aceh “Upaya konservasi sumberdaya air untuk pengelolaan irigasi salah satunya adalah melalui pembangunan embung atau waduk. Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap kebijakan pengembangan waduk di Aceh,” --Ir. H.M. Supriatno, ST., MP-Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Aceh
D
ALAM rangka mempercepat pembangunan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan serta pemenuhan kebutuhan air untuk sektor pertanian, Pemerintah Aceh berkomitmen untuk mewujudkan pengelolaan pengairan yang handal dan terkendali. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Dinas Pengairan Aceh, Supriatno, ketika ditemui Tabangun di ruang kerjanya pada Rabu (16/08/2017). “Dalam mendukung pembangunan infrastruktur pengairan ini Pemerintah Aceh mengedepankan kearifan lokal untuk mewujudkan kemakmuran rakyat,” tutur pria yang akrab disapa Yatno ini. Supriatno meyakinkan bahwa komitmen tersebut dapat terwujud jika semua pemangku kepentingan (stakeholders) dapat mengarahkan kebijakan pengelolaan irigasi secara efektif dan efisien. Hal ini mengingat Aceh memiliki 152 Daerah Aliran Sungai (DAS), 1.499 Daerah Irigasi (D.I) dengan garis pantai sepanjang 2.677 km. Supriatno juga menekankan pentingnya peran sungai dalam mendukung sektor pertanian. “Berdasarkan Permen PUPR nomor 4 tahun 2015, terdapat 9 (sembilan) Wilayah Sungai (WS) di Aceh yang terdiri dari 3 WS strategis nasional dan 1 WS lintas provinsi (kewenangan nasional), 4 WS lintas kabupaten/kota (kewenangan Pemerintah Aceh) dan 1 WS (pemerintah kabupaten),”
urainya. Semua Wilayah Sungai (WS) tersebut memiliki potensi air sebesar 3.438,42 meter kubik per detik. Menurut Azhari, jumlah ini berlebih jika dibandingkan dengan kebutuhannya yang hanya 847,59 meter kubik per detik. “Dari semua potensi itu, sebagian terpakai namun sebagian lagi terbuang percuma, oleh karena itu untuk mengoptimalkan potensi air yang berlebih tersebut dibutuhkan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik melalui konservasi (pembangunan embung atau waduk) dan budaya hemat air ,” ujarnya. Potensi dan Kondisi Irigasi Aceh Masih menurut Yatno, adapun potensi lahan atau areal yang telah dikembangkan dan berfungsi sebagai lahan pertanian (irigasi sawah dan tambak) sebanyak 1.499 Daerah Irigasi (D.I) dengan luasan 390.518 ha. Yatno menguraikan bahwa daerah irigasi tersebut terdiri dari 13 D.I kewenangan pusat, 47 D.I kewenangan Pemerintah Aceh dan 1.439 D.I kewenangan pemerintah kab/kota. Sementara berdasarkan luasannya, terdiri dari irigasi permukaan (363.292 ha), irigasi rawa (5.724 ha), irigasi tambak (19.644 ha) dan irigasi air tanah (1.858 ha). “Berdasarkan pembagian kewenangannya, masing-masing jenis irigasi tersebut ada yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota,” jelas Yatno sambil merujuk data laporan teknis yang dimilikinya.
Meskipun Pemerintah Aceh mengelola daerah irigasi lebih banyak dari Pemerintah Pusat, namun luasan areal yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh lebih kecil dibandingkan dengan luasan areal yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat. “Sesuai dengan Peraturan Menteri PUPR nomor 14 tahun 2015, daerah irigasi yang luasnya di bawah 1.000 ha menjadi kewenangan kabupaten/kota, sementara untuk yang luasnya 1.000 sampai dengan 3.000 ha merupakan kewenangan provinsi dan di atas 3.000 ha menjadi kewenangan pemerintah pusat,” Yatno menjelaskan sebab mengapa areal yang ditangani pusat lebih besar dari provinsi. Lebih lanjut, Yatno memberikan gambaran kondisi infrastruktur irigasi Aceh berdasarkan data hasil evaluasi teknis pihaknya. Pemerintah pusat berwenang terhadap pengelolaan saluran irigasi sepanjang 1.195 km dimana 65,67% diantaranya dengan kondisi baik dan 3.347 bangunan irigasi yang 69,20% diantaranya baik. Sementara itu, Pemerintah Aceh bertanggung jawab terhadap pengelolaan saluran irigasi sepanjang 705 km (59,26% baik) dan 1.369 bangunan irigasi (65,30% baik). Untuk Pemerintah kabupaten/ kota di Aceh berwenang terhadap 1.760 km saluran irigasi (51,59% baik) dan 4.968 bangunan irigasi (50,48% baik). “Berdasarkan data kami, pembaharuan data terhadap semua
kondisi irigasi tersebut masih terus dilakukan, hal ini dikarenakan adanya perubahan kondisi di lapangan,” katanya. PSN Pendukung Irigasi Sementara itu, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Bappeda Aceh, Teuku Bustamam, ST, MT, menyampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN), terdapat 3 bendungan yang masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), yaitu Bendungan Keureuto (Aceh Utara), Bendungan Rukoh (Pidie) dan Bendungan Tiro (Pidie). Sementara untuk jaringan irigasi, pemerintah pusat fokus dalam pembangunan jaringan Daerah Irigasi (D.I) Lhok Guci (Aceh Barat) dan Jaringan Daerah Irigasi (D.I) Jambo Aye Kanan (Aceh Timur). “Upaya konservasi sumberdaya air untuk pengelolaan irigasi salah satunya adalah melalui pembangunan embung atau waduk. Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap kebijakan pengembangan waduk di Aceh,” ujar Bustamam. Adapun sekilas tentang PSN pendukung irigasi di Aceh adalah sebagai berikut; Bendungan Keureuto terletak di Desa Blang Pantee Kecamatan Paya Bakong Kabupaten Aceh Utara. Bendungan yang memiliki kapasitas tampung 215 juta meter kubik ini mampu mengairi daerah irigasi seluas 9.420 ha
yang terdiri dari intensifikasi Daerah Irigasi (D.I) Alue Ubay (2.743 ha) dan ekstensifikasi D.I Pasee Kanan (6.677 ha). Berikutnya adalah Bendungan Rukoh yang terletak di Desa Alue Kecamatan Titue Kabupaten Pidie. Bendungan ini untuk penyediaan air irigasi seluas 11.950 ha (areal irigasi teknis Kr. Baro) dan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 2 MW dan juga berfungsi untuk pengendalian banjir (622,10 meter kubik per detik). Bendungan Tiro terletak di Desa Blang Rukui Kecamatan Tiro Truseb Kabupaten Pidie. Bendungan ini untuk mendukung penyediaan air irigasi 11.950 ha (areal irigasi teknis Kr. Baro dan Kr. Tiro) dan untuk pembangkit listrik (PLTA) 2 MW dan pengendalian banjir (3.169,01 meter kubik per detik). Jaringan Irigasi Lhok Guci (Kabupaten Aceh Barat) dan Jaringan Irigasi Jambo Aye Kanan (Aceh Timur) bermanfaat untuk mendukung program pemerintah dalam swasembada pangan, mengembangkan pola pertanian maju dengan mekanisme pada bidang pertanian. Cakupan layanan irigasi untuk Lhok Guci sebesar 18.542 ha, sementara untuk Jambo Aye Kanan sebesar 3.028 ha. “Kedua jaringan irigasi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat petani sekitar serta memperluas kesempatan kerja,” tutur Bustamam. (med).
Montasik Tidak Terimbas Kekeringan S “Alhamdulillah, perwasahan di kawasan Montasik tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau ini. -- Tgk. Herman -Petani di Montasik, Aceh Besar
ELAMA dua bulan terakhir ini wilayah Aceh mengalami musim kemarau. Akibatnya lahan pertanian dan perkebunan warga pruduksinya menurun secara drastic, bahkan banyak yang mengalami gagal panen. Berbeda dengan daerah lain di Aceh Besar, Kecamatan Montasik meskipun dilanda musim kemarau namun lahan pertanian khususnya persawahan relatif tidak terlalu terpengaruh. Dari hasil pantauan Tabloid Tabangun Aceh, terlihat fenomena menarik di wilayah ini, khususnya di sepanjang jalan utama Montasik. Hamparan tanaman padi masyarakat tampak sudah mulai berisi dan bersiap menuju panen. Kondisi ini tentu menarik untuk dicermati mengingat di tempat lain yang lokasinya tidak jauh dari Montasik, misalnya di Gampong Lampreh Kec. Ingin Jaya, tanaman padi mengalami kekeringan sehing-
ga harus dipotong untuk makanan ternak. Tgk. Herman, petani Gampong Lamnga, Montasik, mengungkapkan bahwa ini adalah anugerah Allah yang tercurahkan kepada penduduk setempat. “Alhamdulillah, perwasahan di kawasan Montasik tidak mengalami kekeringan pada musim kemarau ini. Ini adalah anugerah Allah walaupun secara lahirnya di sini ada jaringan irigasi yang berfungsi dengan baik,” kata Herman. Menurutnya sebelum jaringan irigasi diperbaiki, para petani di daerah ini tidak bisa turun ke sawah. Tgk Herman menambahkan di samping jaringan irigasi yang baik pihaknya juga memperhatikan musim tanam yang sesuai dengan kesepakatan petani, sehingga pembagian air bisa dilakukan secara baik dan merata. Pengakuan senada diungkapkan oleh Yusri, petani asal Gampong Teubang Phui Baro. Menurutnya,
TGK Herman di lahan padi sawah montasik, Aceh Besar. |
peran dari penyuluh pertanian di Montasik juga sangat penting untuk mendukung keberhasilan dari petani terutama dalam hal pengendalian hama tanaman padi, baik hama wereng maupun tikus. Selain itu, kerja sama yang baik antara pemilik sawah yang berada di dekat irigasi dan yang agak jauh
FOTO: MANFALUTI
dari jaringan irigasi juga sangat penting, sehingga sawah yang jauh juga dapat dialiri oleh air irigasi. Ada juga beberapa petak sawah yang letaknya lebih tinggi dari irigasi, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air harus menggunakan mesin pompa air, namun hanya terjadi saat musim kemarau seperti ini. (Manfaluthi)
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
9
Pemerintah Aceh Inginkan KUA-PPAS 2018 Disepakati Tepat Waktu “PPAS ini telah dipersiapkan secara matang oleh pemerintah Aceh dengan mempertimbangkan Visi – Misi Gubernur terpilih dan program unggulan, dengan harapan PPAS ini bisa menjawab persoalan masyarakat Aceh di tahun 2018 sesuai peraturan dan perundang-undangan.”
“Adapun fokus pembangunan tahun 2018 adalah Pengurangan tingkat kemiskinan dan Pengangguran, pembangunan rumah layak huni, melatih 6500 tenaga terampil berbasis kompetensi, menuntaskan beberapa ruas jalan provinsi, pembebasan lahan untuk kelanjutan fly over Pango, menuntaskan dua Rumah Sakit Regional, memfungsionalkan beberapa irigasi dan lain-lain.”
-- Ir. Nova Iriansyah, MT -Wakil Gubernur Aceh
T
IM Anggaran Pemerintah Aceh telah menyerahkan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara tahun 2018 kepada Badan Anggaran (Banggar) DPRA. Penyerahan dokumen KUA-PPAS ini berlangsung dalam sebuah sidang resmi yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Aceh, Dalimi, di Ruang Rapat Banggar DPRA, 2 Agustus 2017. Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dipimpin oleh Wakil Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT. Sementara dari Banggar DPRA, Wakil Ketua DPRA Dalimi turut didampingi oleh dua Wakil Ketua lainnya, yaitu Sulaiman Abda dan Teuku Irwan Djohan. Sedangkan Ketua DPRA Tgk Muharuddin berhalangan hadir. Pada kesempatan tersebut, Wakil Gubernur menyampaikan bahwa PPAS ini telah dipersiapkan secara matang oleh TAPA dengan mempertimbangkan visi-misi gubernur terpilih dan program unggulan, dengan harapan PPAS ini bisa menjawab persoalan masyarakat Aceh di tahun 2018, sesuai peraturan dan perundang-undangan. Wagub pun berharap kepada DPRA agar segera melakukan Pembahasan dengan Tim TAPA supaya APBA 2018 dapat ditetapkan tepat waktu. Setelah menyampaikan Doku-
men PPAS tersebut, Wakil Gubernur Aceh langsung meninggalkan ruang persidangan menuju kantor Gubernur karena sudah ditunggu oleh tamu dari Kedutaan dari Belanda. Dalam sidang lanjutan, Kepala Bappeda Azhari Hasan mewakili Tim inti TAPA menjelaskan, KUAPPAS tahun 2018 dipersiapkan berdasarkan tiga kebijakan , yaitu evidence based planing, money follow program, dan indikator output yang terukur. Azhari mengatakan, pada tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah Aceh selalu membagi pagu langsung kepada SKPA untuk menyusun program dan kegiatan dalam KUA-PPAS. “Untuk tahun ini kita tidak membagi pagu secara langsung kepada SKPA teknis, tapi ditentukan oleh program prioritas, serta indikator outputnya yang jelas dan terukur, baru anggaran akan mengikuti. Ketersedian dokumen pendukung sebuah program kegiatan juga mempengaruhi alokasi anggaran,” ujarnya. Hal ini dilakukan karena Pemerintah Aceh ingin melaksanakan program-program untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan utama diAceh dengan sasaran yang tepat sesuai visi dan misi Gubernur. “Jadi jangan heran kalau beberapa SKPA yang pagunya
-- Azhari Hasan -Kepala Bappeda Aceh berbeda, baik itu bertambah ataupun terjadi pengurangan dengan tahun sebelumnya. Ini disebabkan dari prioritas program dan indikator program, serta kelengkapan dokumen pendukung,” papar Azhari. Kepala Bappeda menambahkan, penyerahan KUA-PPAS 2018 memang sedikit terlambat dari tahun sebelumnya. Ini karena RKPA yang sudah dipergubkan pada pertengahan Juni 2017, namun setelah dilantiknya pemerintahan yang baru dilakukan penyesusaian kembali pada Juli 2017. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa program kegiatan dalam KUA-PPAS 2018 sesuai dengan visi misi Pemerintah Aceh terbaru. “Itu lazim dilakukan pada pemerintah transisi dan diatur dalam Permendagri 54/2010,” ujar Kepala Bappeda. Dalam aturan itu disebutkan bahwa bagi daerah yang belum punya RPJMD, maka penyusunan RKPD berpedoman pada sasaran pokok arah kebijakan RPJPD Provinsi dan RPJMN, untuk keselarasan program dan kegiatan pembangunan provinsi dengan nasional. Aturan tentang penyusunan RKPD ini termuat dalam Permendagri 32/2017 tentang pedoman Penyusunan RKPD tahun 2018 dan Permendagri 33/2017 mengenai pedoman penyusunan APBD 2018.
Selain hal tersebut, juga karena adanya kebijakan pusat, yaitu RKPD difinalkan setelah RKP Nasional final. Untuk diketahui, RKPNasional baru difinalkan pada pertengahan Juli 2017. Pada Qanun Nomor 12 tahun 2013 tentang RPJMA tahun 2012-2017 juga disebutkan bahwa RPJMA tahun 2012-2017 dapat dijadikan dasar acuan untuk menyusun RKPA tahun 2018 atau masa transisi bila RPJMA tahun 20172022 belum ditetapkan. “Jadi PPAS yang diajukan Pemerintah Aceh ke DPRA sudah mengacu kepada ketentuan yang berlaku,” tegas Kepala Bappeda Aceh. Kepala Bappeda Aceh juga
mengatakan, untuk tahun 2018, PPAS yang diusulkan adalah sebesar 14,7 triliun. Anggaran tersebut sudah termasuk Anggaran Otsus kabupaten/kota sebesar 2,675 triliun yang pelaksanaan program kegiatannya juga pada SKPA. Adapun fokus pembangunan tahun 2018 adalah Pengurangan tingkat kemiskinan dan Pengangguran, pembangunan rumah layak huni, melatih 6500 tenaga terampil berbasis kompetensi, menuntaskan beberapa ruas jalan provinsi, menyelesaikan pembebasan lahan untuk kelanjutan fly over Pango, menuntaskan dua Rumah Sakit Regional, memfungsionalkan beberapa irigasi dan lain-lain.(cekwat)
WAKIL Gubernur Aceh menyerahkan dokumen KUA-PPAS kepada Wakil Ketua DPR Aceh, Dalimi, di Ruang Rapat Banggar DPRA, 2 Agustus 2017. | FOTO: ADEKMULGI
Perencanaan Program Pembangunan Harus Berbasis IT
K
“Pengembangan e-monev harus dapat bersifat inklusif, yakni tidak hanya dapat diakses oleh aparatur namun juga oleh masyarakat di daerah intervensi,” -Marthunis, ST. DEAKabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Bappeda Aceh
EPALA Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Bappeda Aceh, Marthunis, ST. DEA menyebutkan bahwa rencana aksi penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui Perencanaan Program Pembangunan berbasis Informasi Teknologi (IT), sehingga kesenjangan pembangunan yang selalu menjadi momok masalah di Aceh bisa terselesaikan dengan tuntas dan mudah, untuk ‘di intervensi’ karena tingkat kesenjangan pembangunan di Aceh sangat nyata. “Selanjutnya, pengembangan e-monev harus dapat bersifat inklusif, yakni tidak hanya dapat diakses oleh aparatur namun juga oleh masyarakat di daerah intervensi,” ungkapnya. Hal ini disampaikan Marthunis, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) pelaksanaan dan dukungan Tim Teknis program Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan Un-
tuk Kesejahteraan (KOMPAK), yang berlangsung di ruang rapat II kantor Bappeda Aceh, Senin (1/8/2017) lalu. KOMPAK merupakan kemitraan antara Pemerintah Australia dan Indonesia dalam mendukung program pengentasan kemiskinan di Indonesia, yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Tahap pertama KOMPAK adalah untuk periode 2015 hingga 2018. Kemitraan ini merupakan sebuah kelanjutan dari kerja sama kedua negara yang telah berjalan beberapa dekade, untuk pengentasan kemiskinan di Indonesia melalui peningkatan tata kelola, pelayanan dasar dan penciptaan lapangan kerja bagi 40% masyarakat termiskin. Kemitraan ini dilaksanakan melalui lima kementerian/lembaga yaitu Bappenas, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Marthunis menjelaskan, rakor yang di fasilitasi Unit Pelaksana Khusus - Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPK-TKP2K) Aceh ini, bertujuan untuk melihat dan mengukur berbagai persoalan yang dihadapi level kabupaten, kecamatan dan gampong selama periode April sampai Juli 2017, terhadap pelaksanaan kegiatan dalam peningkatan pelayanan dasar. Selain itu juga untuk mengkaji tantangan dan peluang yang ada di lapangan, sekaligus mengukur tingkat dukungan teknis yang telah diberikan. Ada tiga kabupaten yang menjadi daerah dampingan program kegiatan KOMPAK yaitu Bireuen, Bener Meriah, dan Aceh Barat. Lebih lanjut, Marthunis mengharapkan optimalisasi peran KOM-
PAK dalam pembinaan industri lokal. Selain itu juga dalam pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM DES) serta studi banding dan penyebaran informasi pembangunan. Sementara untuk Pemerintah Aceh diharapkan adanya advokasi kebijakan anggaran serta monitoring dan evaluasi kegiatan pembangunan. Program KOMPAK, juga diharapkan menjadi stimulus bagi pihak terkait untuk saling bekerjasama guna menyukseskan program pemerintah di Aceh. “Sekaligus mampu memperbaiki kualitas pelayanan publik demi meningkatan kesejahteraan rakyat Aceh, terutama dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dasar seperti layanan kesehatan dan pendidikan, yang merupakan hal yang penting karena berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan,” ujar Marthunis. [khairul]
10
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Gampong Blang Krueng, Mandiri Dengan BUMG
Peunayong Sisihkan Rp 300 Juta Dana Desa Untuk BUMG “Penyertaan modal tersebut adalah yang terbesar di Banda Aceh. Selain bersumber dari dana desa juga ada pengalihan modal dari program ADG sebesar Rp. 240 juta. ”
P
-- Teuku Mirwan Saputra -Sekretaris Gampong Peunayong Banda Aceh
EUNAYONG Banda Aceh merupakan gampong tersibuk di Banda Aceh. Gampong ini terdapat pasar utama yang menjual berbagai kebutuhan warga Banda Aceh.Di Peunayong juga terdapat perhotelan, pasar kuliner hingga perkantoran pemerintah dan swasta. Letaknya sangat strategis yaitu di tepi Krueng Aceh, hanya sekitar satu km dari Mesjid Raya Baiturrahman. Masyarakat Peunayong sangat beragam. Selain etnis Cina yang sudah tersohor, banyak suku lain juga yang tinggal di sana, seperti Batak, Jawa, Palembang (Melayu) dan lain-lain. Semuanya hidup rukun dalam keharmonisan. Jumlah warga yang ber-KTP Peunayong 3.300 jiwa atau 950 KK. Aktivitas di Peunayong setiap hari rata-rata ada sekitar 10-20 ribu jiwa baik itu pedagang, pembeli maupun kegiatan bisnis lainnya. “Karakteristik Gampong Peunayong seperti tersebut di atas menjadi dasar dan peluang bagi aparatur gampong untuk mengembangkan BUMG (Badan Usaha Milik Gampong), sebagai bentuk manipestasi pengelolaan dana desa yang bersumber dari Pemerintah Pusat,” kata Teuku Mirwan Saputra, Sekretaris Gampong Peunayong, saat disambangi Tabangun Aceh, Jumat (18/8/ 2017) di kantor geuchik setempat. BUMG Peunayong ditabal dengan nama “Harkat Aneuk Nanggoe” bergerak di bidang jasa, seperti kuliner, usaha pangkas,
swalayan, photo copy, toko ATK, pulsa/token listrik, pangkalan LPG dan lain-lain. “Untuk mengelola usaha tersebut kami melakukan penyertaan modal sebesar Rp.300 juta dari dana desa. Penyertaan modal telah disepakati melalui musyarawarah desa dan ditetapkan dalam APBDesa,” sambung Teuku Mirwan. “Penyertaan modal tersebut adalah yang terbesar di Banda Aceh. Selain bersumber dari dana desa juga ada pengalihan modal dari program ADG sebesar Rp. 240 juta. Jadi totalnya menjadi Rp. 540 juta,”, lanjut Sekgam Peunayong. Lebih lanjut Mirwan menyebutkan BUMG Harkat Aneuk Nanggroe’ baru didirikan pada tahun 2017, tetapi pengurus telah bertekat untuk bekerja keras dalam mengembangkan usaha tersebut sebagai bentuk kepercayaan masyarakat kepada mereka. Hasil usaha tersebut digunakan untuk pengembangan BUMG, untuk operasinal masjid dan kegiatan sosial lainnya. Tidak kalah penting juga untuk ketertiban dan ketentraman masyarakat. Seperti gambaran di atas bahwa Peunayong ini adalah pusat bisnis, maka berbagai bentuk kerawanan sosial bahkan sampai ke pelanggaran syariat Islam ada di Peunayong. Jadi kita ingin membantu Pemerintah Kota Banda Aceh untuk memberi rasa kepada warga, tentu dengan hasil usaha BUMG,” pungkas Sekgam Teuku Mirwan Fuadi. (cekwat)
INDRA Sari (dua dari kanan) Direktur BUMG Blangkrueng sedang menerima penghargaan nasional BUMG desa terbaik kategori Partisipasif. | ISTIMEWA
B
ADAN Usaha Milik Gampong (BUMG) adalah unit usaha di tingkat gampong yang keberadaannya dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan masyarakat gampong agar maju dan mandiri. Jika dikelola dengan baik BUMG bisa berperan besar dalam pembangunan gampong, baik itu infrastruktur, pendidikan, maupun untuk pemberdayaan ekonomi. Satu contoh sukes peran BUMG yang diangkat Tabangun Aceh kali ini adalah BUMG Blang Krueng, salah satu gampong di kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Berada di pinggiran Kota Banda Aceh, gampong Blang Krueng mencakup lima dusun, Meunasah Bayi, Meunasah Trieng, Cot Sibati, Lam Kuta dan Ujong Teumpeun. Merujuk pada data tahun 2016 jumlah penduduk gampong Blang Krueng tercatat sebanyak 2016 jiwa, 580 kepala keluarga. Yang menarik dari gampong ini adalah catatan prestasinya. Pada tahun 2016 lalu, gampong Blang Krueng mendapat penghargaan dari harian Kompas Jakarta sebagai Desa Sadar Pendidikan. Pada tahun yang sama gampong Blang Krueng juga memperoleh penghargaan sebagai gampong teladan, mulai tingkat kabupaten Aceh Besar sebagai juara satu, provinsi Aceh, juga juara satu, hingga berlanjut ke
tingkat nasional dengan mendapat predikat juara empat untuk kategori regional I. Sementara terkait BUMG sendiri Gampong Blang Krueng berhasil meriah juara IV nasional sebagai BUMDes paling partisipatif, juga pada tahun 2016. Kepada tim Tabangun Aceh yang berkunjung ke gampong Blang Krueng (18/8), Indra Sari (34), Direktur BUMG Blang Krueng menceritakan ihwal dan sejarah badan usaha gampong yang dipimpinnya. “Embrio BUMG Blang Krueng adalah unit usaha sewa rumah gampong dan pengelolaan tanah baitul mal yang sudah kita rintis sebelum tsunami. Pada tahun 2006 baru kita bentuk secara resmi dengan nama BUMG Blang Krueng. Kemudian pada tahun 2009 dibawah legalitas qanun gampong, kita mendapat Bantuan Keuangan Peumakmu Gampong dari Pemerintah Aceh, yang kemudian kita jadikan sebagai salah satu sumber penyertaan modal untuk BUMG kita”, jelas Indra. Kini, Indra menambahkan, unit usaha yang dikembangkan oleh BUMG Blang Krueng berkembang menjadi sepuluh jenis usaha yaitu, usaha sewa rumoh gampong, sewa toko, sewa pelaminan, sewa teratak, penggemukan lembu, depot air isi ulang, pengelolaan tanah baitul mal, bank sampah, usaha kue karah, dan koperasi simpan pinjam, yang kini beromset Rp. 500 juta.
“Masing-masing unit usaha ini dikelola oleh unit manajemen tersendiri secara terpisah. Khusus untuk koperasi simpan pinjam, dengan omset 500 juta, kita sudah mampu memberikan pinjaman modal usaha kepada warga masyarakat hingga 10 sampai 15 juta per KK”, ungkap Indra. Seperti digambarkan Indra Sari, BUMG Blang Krueng dikelola dengan melibatkan partisipasi penuh warga setempat. Mulai perangkat gampong sebagai pembina, pemuda, hingga kaum ibu-ibu dan remaja seperti seperti pada unit usaha pengembangan usaha kue karah. Masyarakat sangat merasakan manfaat dari keberadaan BUMG Blang Krueng karena betul-betul memberi kontribusi untuk pemberdayaan ekonomi mereka, seperti untuk unit usaha simpan pinjam yang melibatkan partisipasi 80% warga gampong yang Insya Allah berjalan dengan lancar. Perhatian dan minat warga Gampong Blang Krueng juga sangat besar. 20% keuntungan BUMG mereka alokasikan untuk membayar honor guru TK dan SDIT Hafizul Ilmu. Adapun lembaga pendidikan gampong ini, sebegaimana disampaikan Indra, mereka bangun secara swadaya pada tahun 2010. Berawal dari gedung community center yang dibangunan BRR NAD-Nias pada tahun 2006, gedung ini kemudian mereka alihkan fungsikan sebagai gedung sekolah. Melalui penggalangan dana sumbangan masyarakat berjumlah Rp. 50 juta mereka memulai pembangunan lembaga pendidikan milik gampong ini. Indra juga menyinggung soal dana desa dan kontribusinya terhadap pembangunan gampong Blang Krueng. “Pada tahun 2016 kita alokasikan Rp. 200 juta untuk penyertaan modal BUMG, dan Rp.160 juta untuk kelanjutan pembangunan sekolah. Sedangkan padan tahun ini kita rencanakan alokasi Rp. 380 juta untuk menyempurnakan pembangunan fisik sekolah” tutup Indra. (bulman satar)
Cegah Penyimpangan Dana Desa dengan Siskeudes “Semua pihak pengelola Dana Desa bisa mempelajari sistem ini untuk pengelolaan keuangan dan pengawasan, sehingga pengelola bisa meminimalisir kesalahan dan penyimpangan penggunaan dana.” -- Idra Andaya -Sekretaris Humas BPKP Aceh
S
EBAGAI konsekuensi atas berlakunya Undang-undang Desa Nomor 06 Tahun 2014 adalah adanya kucuran dana miliaran rupiah langsung ke desa yang bersumber dari alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Dana yang begitu besar ini menimbulkan kekhawatiran beberapa pihak karena rawan diselewengkan atau dikorupsi. Bagaimana sebenarnya mekanisme pengawasan penggunaan Alokasi Dana Desa terse-
but? Pengawasan Dana Desa dilakukan oleh masyarakat melalui BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan pemerintah di atasnya, yaitu pemerintah kabupaten/kota. Kucuran dana yang luar biasa besar ini mendapat pengawasan dalam penetapan anggaran, evaluasi anggaran, dan pertanggungjawaban anggaran. Selain itu, ada juga audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa semua penyelenggara anggaran itu setiap akhir tahun.
Meskipun Pemerintah telah meyakinkan agar masyarakat tidak khawatir mengenai penyelewengan Dana Desa tersebut, tetapi faktanya banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi terkait dengan Dana Desa, bahkan kini ladang korupsi ini sudah berpindah ke desa-desa. Sebagai lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, Badan Pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP) memberi layanan sistem pengawasan penggunaan keuangan negara yang bisa diimplementasikan di setiap
lembaga pemerintahan, termasuk desa dalam mengelola Dana Desa. Sekretaris Humas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, Idra Andaya, SE, Ak, mengatakan, BPKP teah memiliki sistem pengawasan Dana Desa yang bisa dimanfaatkan oleh setiap pengelola Dana Desa. Sistem tersebut bernama Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), yakni sebuah sistem yang membantu pelaporan keuangan Dana Desa, yang sudah diaplikasikan sejak tahun 2015. “Semua pihak pengelola Dana Desa bisa mempelajari sistem ini untuk pengelolaan keuangan dan pengawasan, sehingga pengelola bisa meminimalisir kesalahan dan penyimpangan penggunaan dana,” kata Idra. BPKP sendiri, sebut Idra, bertugas membantu pengelola keuangan daerah agar bisa menyusun laporan keuangannya dengan baik dan tepat. Sehingga saat audit, pemerintah daerah yang bersangkutan bisa
mempertanggungjawabkan laporan keuangannya. “Di sini fungsi BPKP lebih kepada consulting ke instansi. Audit hanya 30 persen saja. Audit keuangan pastinya dilakukan oleh BPK. Jadi BPKP lebih memberi pelatihan dan training menggunakan sistem aplikasi, membantu bimbingan teknis dan review,” sebut Idra. Dengan adanya pelaporan keuangan dan perencanaan keuangan yang dikelola dengan sistem yang baik, setidaknya pemerintah atau pelaksana pembangunan sudah memiliki early warning system, sehingga pengelolaan dana bisa dipertanggungjawabkan dengan baik. Harapannya, tambah Idra, komitmen pengendalian internal dalam instansi pemerintah daerah itu harus kuat, sehingga penyimpangan bisa diminimalisir. “Ini adalah tindakan preventif yang efektif untuk pencegaahan tindakan penyimpangan dan korupsi,” tegas Idra Andaya. (yayan)
LAPORAN UTAMA
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
11
Tahun 2018,
Target Cetak Sawah Baru 6.000 Hektar “Untuk tahun 2018 mendatang Aceh menargetkan cetak sawah baru seluas enam ribu hektar,”
Aceh Meugoe dan Meulaot
--Ir Chairil Anwar MP-Sekdis Pertanian dan Perkebunan Aceh
S
ALAH satu program peningkatan produksi padi Kementerian Pertanian Republik Indonesia adalah pencetakan sawah baru. Cetak sawah baru di lahan tidur, memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung program swasembada pangan di Tanah Air. Pemerintah Pusat pun terus mendukung daerah dengan berbagai fasilitas pendukung. Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh Ir Chairil Anwar MP menyebutkan bahwa tahun 2017 ini, Aceh mendapat alokasi pengembangan sawah baru seluas 3.827 hektar yang tersebar pada 14 kabupaten/ kota. “Untuk tahun 2018 mendatang Aceh menargetkan program cetak sawah baru seluas enam ribu hektar,” kata Chairil Anwar. Adanya kegiatan perluasan sawah baru ini, diharapkan tahun depan Aceh mampu memproduksi padi hingga 2,7 juta ton gabah kering giling. Proses cetak sawah menggandeng komando teritorial TNI Angkatan Darat di berbagai daerah. Pelibatan TNI AD merupakan upaya pemerintah mendorong swasembada pangan. Lebih lanjut Ir. Chairil Anwar
menjelaskan, proses cetak sawah baru diawali dari survei investigasi dan desain (SID) terhadap lahan yang dibidik. Tahap selanjutnya adalah konstruksi fisik berupa pembukaan lahan, perataan lahan, pembuatan pematang, dan pengolahan tanah. Berbarengan dengan itu juga dibuat infrastruktur pendukung seperti irigasi dan jalan usaha tani. Untuk tahun 2017 ini, Pemerintah Pusat menggelontorkan anggaran yang mencapai Rp 1 triliun guna meningkatkan produktifitas pertanian Aceh. Anggaran yang bersumber dari APBN tersebut, kata Chairil Anwar, antara lain di aloka-
S
sikan untuk pembangunan irigasi Krueng Keureutoe, penambahan traktor, peningkatan kapasitas penyuluh serta bantuan subsidi dalam bentuk pupuk dan benih unggul. Pihaknya, sambung Chairil Anwar, memberikan perhatian khusus pada tiga komoditi utama, yaitu padi, jagung dan kedelai dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan. Aceh dikenal sebagai integrated rice estate atau lumbung padi nasional, dan hingga saat ini sektor pertanian masih menjadi penopang utama perekonomian masyarakat tanah rencong. [rd]
Prioritas Aceh Ketahanan Pangan NO
Indikator Prioritas Aceh
Target 2017
Target 2018
1
Produksi Padi
2,3 Juta Ton
2,4 Juta Ton
2
Produksi Jagung
223 Ribu Ton
230 Ribu Ton
3
Produksi Kedelai
4
Produksi Daging Ternak Besar dan Kecil
65 Ribu Ton
50 Ribu Ton
18,2 Ribu Ton
19 Ribu Ton
5
Produksi Daging Unggas
15,2 Ribu Ton
23 Ribu Ton
6
Produksi Telur
32,6 Ribu Ton
16,2 Ribu Ton
7
Produksi Perikanan Tangkap
175 Ribu Ton
200 Ribu Ton
8
Produksi Perikanan Budidya
65 Ribu Ton
75 Ribu Ton
9
Ketersediaan Energi per Kapita
2400 Kkal
2400 Kkal
10
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Komsumsi
70
71
11
Nilai Tukar Petani
100
97
Sumber: Bappeda Aceh
ALAH satu visi Aceh Hebat yang dicanangkan pemerintah Irwandi-Nova adalah menjamin kedaulatan dan ketahanan pangan, yang berimplikasi terhadap kesejahteraan petani dan nelayan melalui peningkatan produktifitas dan nilai tambah hasil pertanian dan kelautan. Visi ini kemudian dijabarkan melalui program Aceh Meugoe dan Meulaot. Aceh Meugoë dan Meulaôt adalah pembangunan pertanian dan ekonomi maritim melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi, yaitu penyediaan irigasi, sarana pendukung, cetak sawah baru dan modernisasi teknologi pertanian termasuk teknologi pengolahan pasca panen. Selain itu, juga melalui perbaikan fasilitas, akses pemasaran serta kemandirian rantai pasok (supply chain) di berbagai tingkatan dalam sektor peternakan rakyat. Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, dalam sambutannya saat melantik dan pengambilan sumpah Hasballah bin Thaib dan Syahrul Syamaun sebagai Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur 2017-2022, Kamis (13/07/2017)
lalu, meminta pembangunan sektor pertanian di prioritaskan, hal itu mengingat luasnya lahan sawah di daerah tersebut. Irwandi mengatakan, sesuai dengan laporan Bupati Hasballah, ada 24 ribu hektar lahan di Kabupaten Aceh Timur yang bisa dikonversi menjadi lahan sawah baru, yang kemudian dibagikan kepada masyarakat setempat. Dengan lahan seluas itu tentunya diharapkan dapat menampung 24 ribu kepala keluarga sebagai tenaga kerja baru. “Kita bisa membentuk kelompok tani modern di sini, lahan yang dikelola petani modern tersebut nantinya akan diberikan kepada masyarakat setelah 10 tahun masa garap di bawah pengawasan dan arahan pemerintah kabupaten dengan catatan tidak boleh dijual, sehingga dalam 10 tahun ke depan tidak boleh orang yang ber-KTP petani kelaparan dan tidak punya lahan.” ujar Irwandi Yusuf. Sementara di lautan, kata Irwandi, nelayan Aceh Timur menyumbang ikan yang cukup banyak untuk Aceh. Begitu pun dengan Pertanian padi, jagung dan kedelai bahkan mendapat penghargaan dari Pemerintahan Pusat. [rd]
Belajar Tata Kelola Irigasi dari NTB “Hal yang mengesankan di NTB ini adalah tingginya partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program komisi irigasi, ini yang kita harapkan dapat juga terjadi di daerah kita Aceh,” -- Fikri Arief Utama, ST -Perencana Bappeda Aceh
S
EKRETARIAT Komisi Irigasi Aceh bertolak ke Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk bertukar pengalaman dalam pengelolaan daerah irigasi. Kegiatan yang berlangsung selama 4 (empat) hari mulai dari 8 hingga 11 Agustus tersebut merupakan salah satu upaya Komisi Irigasi Aceh untuk berbenah menjadi lebih baik. Kepala Sekretariat Komisi Irigasi Aceh, Supriatno, menyampaikan bahwa Nusa Tenggara Barat dipilih bukan tanpa sebab. “Kami sangat bersyukur dapat belajar dan bertukar pengalaman dengan Komisi Irigasi NTB yang merupakan salah satu komisi irigasi terbaik
di Indonesia,” ujarnya. Komisi Irigasi NTB memang menjadi incaran komisi irigasi provinsi lainnya untuk menyerap pengalaman dalam mengelola daerah irigasi secara profesional. “NTB merupakan provinsi yang sekretariat komisinya mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat, dikarenakan kepengurusan, administrasi dan keuangannya yang sudah baik dan teratur,” tuturnya. Sementara itu, Fikri Arief Utama, salah satu anggota Sekretariat Komisi Irigasi Aceh yang ikut serta dalam tim tersebut menyampaikan bahwa keunggulan Komisi Irigasi NTB terletak pada keaktifan ma-
syarakat terutama petani pemakai air dalam menyukseskan program pemerintah terkait pengelolaan daerah irigasi. “Hal yang mengesankan di NTB ini adalah tingginya partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program komisi irigasi, ini yang kita harapkan dapat juga terjadi di daerah kita Aceh,” ujar Fikri. Fikri menambahkan bahwa studi banding ini penting untuk mendapatkan masukan dan pembelajaran dalam penyelenggaraan irigasi di Aceh. ”Kunjungan kami kali ini bertujuan untuk mendapatkan masukan-masukan dan pembelajaran
dari Komisi Irigasi NTB yang telah melaksanakan 12 tugas pokok dan fungsi komisi irigasi sesuai dengan Permen PUPR 17/2015,” terangnya. Fikri yang juga staf Bidang Perencanaan Pembangunan Sarana Prasarana Bappeda Aceh menambahkan bahwa aspek perencanaan memainkan peranan yang cukup penting dalam penyelenggaraan daerah irigasi. “Sekretariat Komisi Irigasi NTB telah diakui oleh pemerintah pusat sebagai salah satu sekretariat yang memiliki perencanaan yang baik dan terarah, kita belajar dari mereka untuk menjadikan Komisi Irigasi Aceh yang lebih baik ke depannya,” tuturnya. Komisi Irigasi Aceh Komisi Irigasi Aceh yang dikukuhkan oleh Gubernur Aceh pada tahun 2016 melalui Keputusan Gubernur Aceh merupakan lembaga koordinasi yang terdiri dari berbagai unsur baik pemerintah maupun non pemerintah. “Komisi Irigasi Aceh merupakan wadah komunikasi wakil pemerintah daerah, petani pemakai air, pengguna jaringan irigasi dan wakil komisi irigasi dari unsur pemerintah
di 11 Kabupaten,” tambah Fikri. Adapun tugas utama Komisi Irigasi Aceh adalah membantu Gubernur, Bupati/Walikota dalam merumuskan, memberi pertimbangan, merekomendasikan dan membahas tentang pengelolaan daerah irigasi. “Wilayah kerja Komisi Irigasi Aceh meliputi daerah irigasi yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dan pemerintah pusat yang meliputi daerah irigasi yang luasnya 1.000 - 3.000 ha dan kewenangan pusat (>3.000 ha) atau pada daerah irigasi yang bersifat lintas kabupaten/kota,” urainya. Sementara itu, untuk mendukung kelancaran administrasi komisi, maka dibutuhkan sekretariat yang efektif, oleh karena itu Sekretariat Komisi Irigasi Aceh berfungsi mendukung tertibnya pengelolaan irigasi di Aceh melalui penguatan tugas pokok dan fungsi Komisi Irigasi Aceh. “Sekretariat Komisi Irigasi Aceh terdiri atas lintas Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), yaitu Bappeda Aceh, Dinas Pengairan Aceh dan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh,“ tutup pria yang hobi bermain bulu tangkis ini. (med)
12
HABA BAPPEDA
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Fokus Kegiatan Pembangunan Pertanian Dalam RPJM Aceh 2018-2022 “Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar dalam lima tahun terakhir (20112015), dengan rata-rata penyerapan mencapai 45,62 persen.”
Sasaran dan Fokus 2018-2022
-- Marthunis, ST DEA -Kabid P2EK Bappeda Aceh
P
EMBANGUNAN pertanian masih merupakan salah satu prioritas penting Pemerintah Aceh dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Aceh 2018-2022 yang sekarang sedang disusun. Sektor pertanian merupakan kontributor utama terhadap pembentukan PDR, sekaligus penyerap tenaga kerja di Aceh. Meskipun demikian, sektor pertanian juga merupakan lumbung penduduk miskin, di mana bagian paling besar penduduk miskin di Aceh bekerja pada sektor pertanian. Kepala Bidang Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan (P2EK) Marthunis, ST DEA mengatakan, sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar dalam lima tahun terakhir (20112015), dengan rata-rata penyerapan mencapai 45,62 persen. Sementara pada Agustus 2016 dari jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Aceh sebanyak 2,087 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 735 ribu orang bekerja di
sektor pertanian. Marthunis juga mengatakan, sektor pertanian telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan pangan dan hortikultura untuk masyarakat Aceh. Sebagai contoh, pada tahun 2015 produksi padi Aceh mencapai 2.3 juta ton dan tahun 2016 berdasarkan angka sementara (ASEM) mencapai 2.2 juta ton. Sementara untuk tahun 2017 produksi padi ditargetkan mencapai 2.4 juta ton. Tanaman jagung dan kedelai, walaupun bukan merupakan konsumsi pangan utama Aceh, masuk dalam program peningkatan ketahanan pangan nasional. Sehingga memberikan dampak yang positif juga pada daerah. Produksi jagung untuk tahun 2016 sebanyak 316.645 (ASEM) meningkat sebanyak (64,7%), dibandingkan tahun 2015 sebanyak 205.125 ton. Sedangkan produksi kedelai pada tahun 2015 sebanyak 47.910 ton dan pada tahun 2016 produksinya turun sangat signifikan menjadi 22.184 ton.
Menurunnya produksi kedelai disebabkan keengganan petani untuk menanam tanaman kacang-kacangan ini, karena harga jual yang rendah akibat pasokan kedelai impor yang melimpah. Kemudian produksi hortikultura sayuran dan buah-buahan seperti cabai, kentang dan tomat serta durian, pisang, papaya, mangga, dan jeruk merupakan komodoti yang sangat potensial untuk dikembangkan. Karena itu, menurut Marthunis, komoditi hortikultura ini perlu difokuskan pengembangannya untuk menghasilkan komoditi sayuran dan buah-buahan yang lebih bagus dan terjamin ketersediaannya bagi masyarakat Aceh, juga untuk memenuhi pangsa ekspor. Lebih lanjut ia mengatakan “pengelolaan pertanian harus berubah dari sistem subsistence menjadi sistem agribisnis sehingga pertanian memberikan penghasilan yang layak bagi petani dan berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan”.(ska)
Peran Keujreun Blang dalam Pengelolaan Irigasi Aceh merupakan salah satu provinsi yang tercepat dalam meregulasikan peran organisasi petani pemakai air dalam bentuk peraturan gubernur,” --Diaz Furqan, ST, MT-Kasubid SDA dan LH Bappeda Aceh
P
EMANFAATAN sumberdaya air terutama untuk pengelolaan irigasi yang efisien sangat penting dalam menunjang produksi pertanian dan ketahanan pangan nasional. Karena itu, peranan pengelola irigasi tidak dapat diabaikan begitu saja dan mesti menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. “Wujud komitmen Pemerintah Aceh menaruh perhatian serius terhadap pengelola irigasi adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 45 Tahun 2015 Tentang Peran Kejreun Blang dalam Pengelolaan Irigasi,” ungkap Kepala Sub Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Bappeda Aceh, Diaz Furqan, ST, MT.
Hal ini diungkapkan Diaz, di sela-sela kegiatan Sosialisasi Peraturan Gubernur Aceh tentang Peran Kejreun Blang dalam Pengelolaan Irigasi, yang berlangsung di Hotel Diana Banda Aceh, Selasa (15/08/2017). Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai tugas dan fungsi, wilayah kerja serta hak dan kewajiban Kejreun Blang dalam pengelolaan irigasi di Aceh. Kejreun Blang, adalah istilah khusus dalam bahasa Aceh untuk Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Kekhasan istilah ini, kata Diaz, telah dituangkan dalam bentuk peraturan Gubernur. “Aceh merupakan salah satu provinsi yang tercepat dalam meregulasikan peran organisasi
petani pemakai air dalam bentuk peraturan gubernur, hal ini menjadi pencapaian yang sangat diapresiasi oleh pemerintah pusat,” sebut Diaz Furqan. Alumni Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini berharap kegiatan yang diikuti SKPA terkait dan perwakilan Komisi Irigasi itu, dapat memberikan penajaman pemahaman mengenai peran Kejreun Blang dalam pengelolaan irigasi di Aceh. “Sosialisasi ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Pemerintah Aceh dalam memberikan pemahaman betapa pentingnya peranan Kejreun Blang dalam meningkatkan produksi pertanian melalui pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien,” pungkasnya. [med]
DOKUMEN RPJMA 2018-2022 sekarang ini dalam tahapan proses penyusunan. Tarmizi dan Muslahuddin Daud Perwakilan dari Tim Penyusun RPJM Irwandi-Nova Bidang Ketahanan dan Kedaulatan Pangan menyebutkan bahwa visi dari pembangunan pertanian Aceh 2018-2022 adalah: “Menjamin ketersediaan dan pemerataan pangan bagi segenap lapisan masyarakat Aceh dan secara bertahap memiliki kemandirian dalam penyediaan”. Sementara yang akan dijadikan sasaran dan fokus kegiatan pembangunan sektor pertanian dan hortikultura untuk direkomendasikan ke dalam Dokumen RPJMA 2018-2022 adalah sebagai berikut: TERJAMINNYA ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura dalam rangka mendukung kedaulatan pangan nasional. 1. Meningkatkan Indeks Pertanaman Tanaman Pangan 2. Meningkatkan jumlah produksi benih sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura untuk memenuhi permintaan lokal 3. Menjamin ketersediaan pupuk berkualitas dengan harga terjangkau 4. Meningkatkan penerapan dan inovasi teknologi budidaya pertanian tanaman pangan dan hortikultura 5. Meningkatkan perluasan lahan budidaya pertanian tanaman pangan dan hortikultura 6. Membangun sistem perlindungan lahan pangan berkelanjutan 7. Meningkatnya Varietas lokal Aceh yang dilestarikan dan dilepaskan ke Masyarakat 8. Meningkatnya kualitas (standar mutu) dan kontinyuitas produksi komoditas unggulan 9. Terjaminnya ketersediaan bahan pangan yang aman dan sehat 10. Tersedianya pusat pembelajaran dan pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan dan hortikultura (Aceh Agro Learning Centre) 11. Meningkatkan kemampuan Adaptasi & Mitigasi Petani dan Nelayan terhadap perubahan iklim. 12. Menigkatakan perbaikan dan pembangunan irigasi dan jalan tani secara tuntas dalam 5 tahun untuk mendukung indek penanaman, produktivitas dan nilai tambah. 13. Tersedianya kawasan pertanian terpadu (integrated farming zone), penguatan kawasan komoditas unggulan dan kawasan khusus untuk fungsi khusus.
MENINGKATNYA kesejahteraan Petani dan Nelayan. 1. Meningkatkan nilai tambah dan dan daya saing serta mengembangkan akses pasar produk unggulan pertanian tanaman pangan dan hortikultura dari akses pasar tradisional ke pasar ritel modern 2. Meningkatkan jumlah produk aneka olahan dari bahan mentah ke bahan baku industri :(industri menengah besar, industrik kecil menengah, industri rumah tangga); Tanaman pangan dan hortikultura 3. Meningkatkan jumlah produk aneka olahan dari bahan mentah ke bahan pangan rumah tangga 4. Meningkatkan jumlah produk yang menjangkau pasar ritel (bukan hanya pasar tradisional) 5. Meningkatkan jumlah produk yang menjangkau pasar ekspor (bukan hanya pasar domestik) 6. Meningkatkan jumlah produk yang menjangkau pasar langsung (direct market) seperti pasar online dan kemitraan bussines to bussines 7. Meningkatnya akses modal untuk pembiayaan usaha pertanian
MENINGKATNYA Peran dan Fungsi Kelembagaan untuk mendukung usaha Pertanian dan hortikultura. 1. Membangun lembaga pengelola stok komoditas unggulan pertanian tanaman pangan dan hortikultura 2. Meningkatkan kapasitas dan efektifitas lembaga penyuluh usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura 3. Meningkatkan optimalisasi koordinasi dan sinkronisasi kerja Lintas SKPA untuk Percepatan Agroindustri 4. Revitalisasi kelembagaan adat dalam peningkatan produksi dan produktivitas dan nilai tambah hasil pertanian dan hortikultura 5. Meningkatkan harmonisasi, efesiensi dan efektifitas regulasi bidang pertanian dan hortikultura 6. Membangun system data dan Informasi pertanian tanaman pangan dan hortikultura.(ska)
PADI menjelang panen di Aceh Barat Daya. Gambar direkam pada Agustus 2017. |
FOTO: IRFAN M NUR
SAIL SABANG
TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 67 | AGUSTUS 2017
13
Jelang Sail Sabang 2017
Gubernur Sidak KM Pulo Duedep “Saya minta untuk segera diperbaiki dan operasionalkan kembali KM Pulo Duedep, agar dapat digunakan untuk melayani rute Banda Aceh - Sabang dan juga untuk mendukung acara Sail Sabang 2017,” -- Irwandi Yusuf -Gubernur Aceh
GUBERNUR Irwandi Yusuf meninjau Dermaga pelabuhan CT-3 di Sabang, Kamis 24 Agustus 2017. | FOTO: IST
G
UBERNUR Aceh Irwandi Yusuf melakukan Sidak ke KM Pulo Duedap dalam kunjungannya ke Kota Sabang, pada Kamis 24 Agustus 2017. Dalam inspeksi mendadak tersebut, Irwandi minta pihak terkait untuk segera memperbaiki dan mengoperasikan kembali kapal milik pemerintah Aceh itu, agar dapat di gunakan pada kegiatan international Sail Sabang 2017 yang akan berlangsung pada September hingga Desember 2017 mendatang. “Saya minta untuk segera diperbaiki dan operasionalkan kembali KM Pulo Duedep, agar dapat digunakan untuk melayani rute Banda Aceh - Sabang dan juga untuk mendukung acara Sail Sabang 2017,” kata Gubernur. Sail Sabang 2017 adalah acara tahunan yang digelar sejak 2009 yang tidak saja bertujuan untuk meningkatkan wisata bahari dan menjadikan Sabang sebagai tujuan wisata bahari kelas dunia, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pergelaran internasional yang mengangkat tema “Sabang Menuju
Gubernur Irwandi Yusuf melakukan Sidak ke KM Pulo Duedap dalam kunjungannya ke Kota Sabang. | FOTO: acehnews.co
Gerbang Destinasi Wisata Bahari Dunia” ini akan berlangsung di empat lokasi yakni Teluk Sabang, Sabang Fair, Gapang Resort, dan Kilometer Nol. Acara puncak Sail Sabang 2017 akan menampilkan parade seni budaya dan parade kapal, mulai dari kapal milik nelayan tradisional yang dihias sampai KRI Bima Suci.
Selain itu, juga ada kegiatan Jambore Iptek, Pentas Wonderful Sabang, Sabang Underwater Contes, Kapal Pemuda Nusantara, Festival Kopi dan Kuliner, Eksebisis Paramotor, Parade Kapal Tradisional, Sendratari Keumalahayati, Aerobatic Show, City Tour Sabang-Banda Aceh, lomba memancing serta beberapa kegiatan lainnya. [rel]
Pelayaran Islamic Cruise Bakal Ramaikan Sail Sabang 2017
Pelayaran Islamic ini menggunakan kapal pesiar mega cruise MV Costa Victoria Italia, dengan membawa 3300 orang penumpang dari 15 negara terutama Malaysia, Singapura dan Thailand. Mereka tiba di Pelabuhan CT-3 BPKS tanggal 27 November 2017 dan akan disambut oleh pihak Kementerian Pariwisata RI dan Gubernur Aceh, BPKS dan Pemerintah Kota Sabang,” --Ir. Fauzi Husin-Kepala BPKS Sabang
M
ENJELANG penyelenggaraan Sail Sabang pada bulan November 2017 nanti, beberapa pihak sudah menyampaikan bakal ikut meramaikan event internasional tersebut, diantaranya adalah Pelayaran Islamic Cruise Malaysia. Penjajakan Pelayaran Islamic Cruise yang difasilitasi KJRI Pulau Penang ini memakan waktu hampir 2 tahun dan telah dilakukan lebih dari 7 kali pertemuan (lobby) baik di Kuala Lumpur, Jakarta dan Sabang. “Pihak Pelayaran Islamic Cruise Malaysia menyampaikan kepastiannya pada pertemuan dengan Penasehat Kehormatan Menteri Pariwisata RI Prof. Dr. Indroyono Soesilo, Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dan Pemerintah Kota Sabang,” kata Kepala BPKS Sabang, Ir. Fauzi Husin. Hal itu disampaikan Fauzi Husin pasca pertemuan koordinasi Infrastruktur Sail Sabang 2017 di Kementerian Koordinasi
Bidang Kemaritiman, yang turut di hadiri langsung Gubernur Aceh Drh. Irwandi Yusuf M.Sc, Dirjen Perhubungan Laut, Dirjen Perhubungan Udara, PT. PELNI dan Pihak Garuda Indonesia. Pertemuan tersebut digelar diruang Rapat Samudera, lantai 16 Kantor Kemenko Maritim, Jakarta. (07/8/2017). Menurut Fauzi, Pelayaran Islamic menggunakan kapal pesiar mega cruise MV Costa Victoria Italia, dengan paket 5 Hari 4 Malam ini akan berangkat dari tanggal 25 November 2017 open sea dari Singapura dengan tujuan Banda Aceh. “Pelayaran Islamic ini menggunakan kapal pesiar mega cruise MV Costa Victoria Italia, dengan membawa 3300 orang penumpang dari 15 negara terutama Malaysia, Singapura dan Thailand. Mereka tiba di Pelabuhan CT-3 BPKS tanggal 27 November 2017 dan akan disambut oleh pihak Kementerian Pariwisata RI dan Gubernur Aceh, BPKS dan Pemerintah Kota Sabang,” jelas Fauzi Husin.
Dikatakan, kapal pesiar yang di kapteni Mr. Feng dari Baijing itu, selama pelayaran akan diisi dengan berbagai kegiatan ibadah dan shalat berjamaah dikapal mewah tersebut, termasuk melakukan kajian-kajian Islam bersama Mufti Ismail Menk, Sheikh Ibraheem Menk dan Ustad Zain Bikha. Selain itu juga direncakan mereka akan melakukan shalat berjamaah di Mesjid Raya Baiturrahman sekaligus berkunjung ke beberapa situs tsunami di Banda Aceh. Untuk mengatasi masalah mobilisasi penumpang dari pelabuhan CT-3 BPKS ke Pelabuhan Ulee Lhee Banda Aceh, serta transportasi selama di Banda Aceh, pihaknya telah meminta dukungan dan fasilitasi dari Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh. Sedangkan selama berkunjung ke Mesjid Raya Baiturahman dan situs-situs Tsunami akan ditangani Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh bersama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banda Aceh. (fzu)
Penataan Kota Menjadi Prioritas Utama Pemko Sabang
P
ERHELATAN Sail Sabang 2017 mendapat perhatian dan prioritas utama Pemerintah Kota Sabang mengingat Pemerintah Pusat telah menunjuk Kota Sabang sebagai tuan rumah event skala nasional/internasional. Pemerintah Kota Sabang bersama BPKS dan instansi terkait terus berbenah menyambut event ini. Hal ini disampaikan Kamaruddin Asisten Bidang Administrasi, Ekonomi dan Pembangunan Sekda Kota Sabang ketika menerima Tabangun Aceh di Pelabuhan Ulee Lhee disela-sela menunggu pemberangkatan dengan kapal cepat menuju Kota Sabang (23/8/2017). Menurut Kamaruddin pasca ditunjuk Pemerintah Pusat dengan SK Kemenko Maritim Nomor 28 tahun 2016 tentang Panitia Nasional Sail Sabang dan SK Gubernur Aceh Nomor 556/646/2017 tentang Pembentukan Panitia Pelaksana Provinsi Sail Sabang, Pemerintah Kota Sabang sendiri juga telah mengeluarkan SK Pembentukan Panitia Daerah Penyelenggara Sail Sabang 2017 dengan SK Walikota Sabang No: 556/258/2017. Tugas dan tanggungjawab utama Panitia Daerah Sail Sabang menurut Kamaruddin adalah berkoordinasi dan bekerjasama dengan panitia nasional dan daerah serta pihak-pihak terkait lainnya untuk mensukseskan Sail Sabang 2017.
Karena itu pihaknya telah beberapa kali melakukan pertemuan koordinasi baik dilingkup Pemerintah Kota Sabang maupun bersama Pemerintah Aceh dan Kementerian terkait untuk mensukseskan Sail Sabang 2017. Tugas utama Pemerintah Kota Sabang adalah menata kota Sabang menjadi lebih tertib dan bersih. Menurut Kamaruddin, acara Sail Sabang yang akan berlangsung pada tanggal 27 November – 5 Desember 2017 akan dipusatkan di Pelabuhan CT-3 milik BPKS dan di Sabang Fair khususnya untuk acara pameran dan pentas wonderful Indonesia, karena itu beberapa pedagang kaki lima yang berada pada lintasan utama pelaksanaan Sail Sabang seperti yang berada di jalan Perdagangan dan disekitar CT-2 pelabuhan BPKS Sabang harus direlokasi pada lokasi yang lebih sesuai, begitu juga pedagang yang selama ini berjualan di lokasi Pujasera harus kembali berjualan di pasar yang telah selesai dibangun. Menurut Kamaruddin, pihaknya juga bersama BPKS dan PT. Dok Perkapalan Bahari merencanakan untuk merelokasi beberapa KK yang tinggal dan menempati Pelabuhan CT-3 milik BPKS yang dijadikan lokasi puncak acara Sail Sabang 2017 yang akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo pada tanggal 02 Desember 2017. (fzu)
14
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
PERINGATAN 12 TAHUN HARI DAMAI ACEH
Jangan lagi ada yang berdiam diri, singsingkan lengan baju tingkatkan etos kerja. Insya Allah kita akan bangkit bersama-sama. Saatnya kita bekerja, bekerja, dan bekerja!,” --Ir. H. Nova Iriansyah MT— Wakil Gubernur Aceh
Lestarikan Damai Aceh P
ERTIKAIAN antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang seolah tak berujung akhirnya mencapai sebuah kesepakatan damai melalui perundingan yang dimediasi Crisis Management Initiative (CMI) pimpinan Martti Ahtisaari, pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Perundingan tersebut melahirkan nota kesepahaman yang dikenal dengan MoU Helsinki. Kini 12 tahun sudah MoU Helsinki menjadi landasan cita-cita perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan GAM. Perdamaian ini membuka jalan baru bagi rakyat Aceh untuk kembali membangun negeri. Wakil Gubernur Aceh Ir. H. Nova Iriansyah MT mengatakan banyak pengalaman dan pembelajaran yang bisa dipetik, dalam perjalanan 12 tahun perdamaian di Aceh. Selama perjalanan tersebut, masyarakat telah merasakan betapa situasi kondusif sangat berimbas positif bagi kehidupan dan pembangunan Aceh secara keseluruhan. “Kini Aceh sangat kondusif, dimana penghormatan terhadap hak sipil dan politik rakyat semakin meningkat dan berkualitas.Tak heran jika Badan Pusat Statistik pernah memposisikan Aceh sebagai wilayah dengan indeks demokrasi tertinggi di Indonesia,” kata Nova Iriansyah. Refleksi itu, disampaikan Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada peringatan 12 Tahun Hari Damai Aceh, yang di pusatkan di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa (15/8). Puncak peringatan Damai Aceh ditandai pemukulan rapa’i oleh Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah bersama unsur Forkopimda Aceh. Acara juga diisi dengan pemberian santunan untuk 1.277 anak yatim. Wagub Nova Iriansyah yang tampak bersahaja dibalut dengan jas hitam, menegaskan bahwa selama tiga tahun ini ada sejumlah prestasi yang berhasil ditoreh oleh Pemerintah Aceh, seperti penghargaan dalam bidang keterbukaan informasi. Demikian juga dalam hal pengelolaan keuangan, dua tahun terakhir ini Pemerintah Aceh mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan
Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). “Sementara itu, dalam bidang investasi, perlahan tapi pasti, realisasi investasi mulai menanjak meski belum pada tahap memuaskan. Terhadap semua ini tentu kita harus memberi apresiasi kepada Pemerintahan Aceh sebelumnya yang telah berkolaborasi bersama DPRA untuk membangun Aceh. Semoga, mulai titik ini kita bisa bekerja lebih baik lagi,” ujar Wagub. Dalam kesempatan tersebut, Nova juga berpesan agar pencapaian ini tidak membuat masyarakat Aceh berpuas diri, karena tantangan untuk merawat, melestarikan dan mengisi perdamaian masih cukup berat. “Masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang harus kita tuntaskan, di antaranya soal kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Aceh masih relatif tinggi, mencapai 16,8 persen dan tingkat pengangguran mencapai 7,39 persen, angka ini masih di atas rata-rata nasional. Belum lagi kualitas kesehatan dan pendidikan yang belum memuaskan. Semua itu merupakan tantangan yang harus kita hadapi bersama,” sebut Nova. Meski cukup berat, Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah meyakini dengan kekompakan dan persatuan, Aceh akan mampu mengatasi semua masalah tersebut. “Kami sangat mengapresiasi unsur Forkopimda dan seluruh elemen masyarakat Aceh yang telah berkerja bersama dan bahu membahu membangun Aceh,” ucapnya. Peringatan hari Damai Aceh ke-12 tahun 2017 ini sengaja mengangkat topik ‘Merawat Damai menuju Aceh Hebat’ yang bermakna mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melihat Aceh dengan visi jauh ke depan. Oleh karena itu, Nova Iriansyah mengajak seluruh rakyat untuk berpartisipasi demi kelangsungan pembangunan di Aceh. “Jangan lagi ada yang berdiam diri, singsingkan lengan baju tingkatkan etos kerja. Insya Allah kita akan bangkit bersama-sama. Saatnya kita bekerja, bekerja dan bekerja! Pengalaman masa lalu kita jadikan sebagai pembelajaran untuk melihat hari esok yang lebih gemilang,” pungkas Nova Iriansyah. [ridha]
WAKIL Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menyampaikan sambutan pada Peringatan 12 Tahun Aceh Damai di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Selasa 15 Agustus 2017. Dalam momentum tersebut, Wagub yang didampingi Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar dan unsur Forkopimda Aceh turut menyerahkan santunan kepada ratusan anak yatim. Rangkaian peringatan hari bersejarah ini juga dirangkai dengan Pameran foto perjalanan Damai Aceh. Foto-foto: Humas Aceh.
Edisi 67
Nama
:
........................................................................
Alamat Rumah
:
........................................................................
Sekolah / Alamat
:
........................................................................
Kelas
........................................................................
:
........................................................................
MENDATAR : 1.Binatang penghasil madu 4.Salah satu klub sepak bola di Aceh 7.Lubang pada tanah yang berisi air 10.Ayah (Bhs. Arab) 11.Nama bulan 12.Keringat 14.Bunyi 17.Buah pikiran, gagasan 18.Minyak pelumas 19.Tidak keras, lembek 22.Cabang-cabang pada batang pohon 23.Simbul, logo 25.Upah dari suatu pekerjaan 28.Parang 29.Rambut yang sudah putih 31.Serupa, tidak beda 32.Penyembuh sakit 33.Manis rasanya 35.Tetapi 37.Cara menakar ukuran berat 40.Jaminan 43.Radio Republik Indonesia (singkat) 45.Alat Tulis Kantor (singkat) 47.Salah satu sarana transportasi air 50.Desa, udik 52.Ikan yang bersahabat dengan manusia 54.Gelanggang olah raga 55.Panggilan untuk saudara laki-laki yang lebih tua 58.Tanda-tanda 60.Teduh, lebat daunnya 62.Salah satu daerah tujuan wisata yang paling terkenal di Indonesia 63.Salah satu jenis seni sastra 66.Pekerjaan bercocok tanam 67.Salah satu jenis kenderaan militer 69.Berkenan di hati 70.Pucuk sungai 71.Ibukota Provinsi Aceh 72.Hari setelah esok. MENURUN : 1.Lapang, lebar 2.Mampu, dapat 3.Kabar (Bhs. Aceh) 4.Peralatan untuk makan 5.Berdamai (Bhs. Arab) 6.Hewan yang hidup dua tempat 7.Naas, apes 8.Kegiatan untuk menyenangkan hati 9.Ombak kecil 12.Orang yang pekerjaannya menjual dan menjajakan barang 13.Salah satu kota industri film Asia 15.United States of America (singkat) 16.Kabur matanya 20.Jenis binatang air 21.Kata tanya 23.Pegunungan di Aceh yang menjadi Taman Nasional 24.Suratan takdir 26.Rekan kerjasama dalam suatu urusan atau bisnis 27.Serangga penghisap darah 30.Makna 34.Umur 36.Pengantin 38.Wajah, depan 39.Kata ganti milik 41.Saya 42.Panggilan kepada wanita yang belum menikah 44.Rumah Sakit Umum (singkat) 46.Satuan ukuran berat 48.Juga 49.Makan sangat berselera lagi banyak 50.Salah satu jenis angkutan umum milik pemerintah 51.Berenang (Bhs. Inggris) 52.Daerah geografis yang diapit oleh gunung 53.Seperti itu 56.Kelengkapan tidur 57.Jenis ikan berkaki banyak 59.Makhluk halus 61.Yang ditangkap oleh indera penciuman 64.Undang-undang Dasar (singkat) 65.Jumpa 68.Keluarga Berencana (singkat) 69.Salah satu gelar sarjana. Jawaban TTS Tabloid Tabangun Aceh Edisi 66: MENDATAR : 1.Jam 3.Baru 4.Amat 6.Sampul 8.Alpen 11.Lapang 14.Pusat 15. Gesit 16.Suka 18.Agama 19.Agam 21.Yaman 23.Nikon 25.Gula 27.Inti 30.Bahak 32.NIM 33.Lada 34.Alur 36.Nya 37.Kenal 38.Petang 41.Balita 43.Asuh 45.Suku 46.Pintar 48.Langsa 51.Sukma 54.Bakti 55.Renta 56.Anta 57.Panda 58.Mual 59.Itu 60.NTB 62Tangan 63.Tiang 64.Lintah. MENURUN : 1.Juall 2.Make 3.Bilas 5.Talas 6.Saus 7.Pepaya 8.Antan 9. Pelabuhan 10.Nagan 12.Petani 13.Gram 17.USU 20.Ant 22.Mula 24.Kamu 25.Genap 26.Limit 28.Nanti 29.Irama 30.Bakau 31.Kalau 33.Lon 35.Ria 39.Ebi 40.Garuk 41.Bulan 42.Tas 44.Hiu 45.SIM 46.Pelaut. 47.Tebang 49.Nyaman 50.Adalah 51.Siput 52.Kan 53.Arang 59.In 61.BL
NAMA – NAMA PEMENANG TTS TABLOID TABANGUN ACEH EDISI 66 1.ARIB DZUMALIN HAKAM, SD 4 Negeri Jl.Puda No.18 Kuta Alam Banda Aceh – Kls VI/a,2. TALITHA NADHIFA, SDN 26 Lamteumen Timur Jl.Pemancar No.12 Kp.Mulia Banda Aceh – Kls V. 3. POCUT NAZATUL IZZATI, MIN 17 Pidie Jl.Waki Ibrahim No.1 KR Luar Kota Sigli Pidie – Kls IV/b, 4.SYAHRIAL, SD I Lampahan Kec.Timang Gajak Kab.Benar Meriah – Kls III, 5.CHAIRUNISA, SD N 64 Ateuk Jawo Banda Aceh - Kls VI,6.AULIA URRAHMAN, MIS Lamgugob Banda Aceh – Kls VI/a,7.NADILA, SD Negeri Bireun Puntong Langsa Barat – Langsa – Kls VI, 8. AQILA ZAIZAFUN NISA, MIN 5 Ulee Kareng Jl.Mesjid Tuha No.2 Banda Aceh – Kls IV/d,9.AHMA RIDHA NURILLAH, MIN Keutapang Dua Lambheu Darul Imarah Aceh Besar – Kls III/b,10.MUHAMMAD AKHYAR, SD IT Assalam Kec.Jeunieb Kab.Bireuen – Kls III.
00- ini diperuntukkan bagi siswa-siswi SD/MI. Kirimkan jawaban ke alamat redaksi, d/a Bappeda Aceh, Jl.Muhammad Daud Beureueh Banda Aceh, dengan menyertai potongan TTS dan menulis identitas diri (Nama, TTL, Alamat Sekolah). Di sudut kiri amplop ditulis TTS Anak. Redaksi menyediakan bingkisan sekolah dan akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing.
................................................................
: Kelas
................................................................
: Alamat Sekolah
................................................................
: Nama Sekolah
Nama Siswa
:
................................................................
Edisi 67
NAMA – NAMA PEMENANG MEWARNAI TABLOID TABANGUN ACEH EDISI 66
1.SOFIA,TK Bungong Mulu Kec.Sakti Kab.Pidie – Kls A,2.MUHAMMAD ZULKIRAM,TK Satu Atap SD 2 Lamcot Jl.Lawee Gp.Lamreung Kec.Darul Imarah Aceh Besar,3.ALIFAH DZATILIZZAH DZIKRAK,SD I T Rabbani Quran School Jl.Iskandar Muda Aceh Barat Daya – Kls II,4. ARTHESIA SHARIRA, MIN Lampahan Jl.Damar Conto Kab.Benar Meriah – Kls VI,5.MARSA MAGHFIRAH,TK Negeri 4 Adidarma Kp.Mulia Banda Aceh – Kls B-S, 6.FATHIYA HUSNA,TK Kiddos English School Jl.Daud Beureuh Banda Aceh – Kls B, 7.HABIBIL AUZAR,TK Nurul Iman Kopelma Darussalam B.Aceh – Kls A1,8.IFFA QANITATU, MIS Lamgugob Jl. Kayee Adang B.Aceh – Kls 1,9. DINA ANZALIA, SD N 2 Lamcot Desa Lamreung Aceh Besar – Kls 1,10.KHAISA ALYEVA PUTRI,TK Ikal Dolog Jl.Tgk.Chik Di Pineung Raya No.1A Pineung Syiah Kuala Banda Aceh – Kls I/b.
Gambar mewarnai di atas diperuntukkan bagi siswa-siswi TK/SD/MI. Warnailah, lebih baik menggunakan PASTEL/KRAYON. Gunting (boleh difoto copy) dan kirimkan ke alamat redaksi d/a Bappeda Aceh Jl.Muhammad Daud Beureueh Banda Aceh, dengan mengisi identitas diri. Di sudut kiri amplop ditulis “MEWARNAI”. Redaksi menyediakan bingkisan sekolah kepada masing-masing karya terbaik. Hadiah akan dikirim ke alamat sekolah masing-masing.
16
PEMERINTAH ACEH
TABLOID TABANGUN ACEH - 67 | AGUSTUS 2017
Gubernur Minta PLN Atasi Kelangkaan Listrik di Aceh
Harapan saya bisa diparkir satu unit di Krueng Raya. Insya Allah rakyat akan berdoa agar PLN berjaya.” -- Irwandi Yusuf -Gubernur Aceh
GUBERNUR meresmikan pembangunan Gardu Induk Ulee Kareng di Bakoy Aceh Besar, Jumat 25 Agustus 2017. | FOTO: HUMAS ACEH
G
UBERNUR Aceh Drh Irwandi Yusuf M.Sc berharap pembangunan gardu milik PT. PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Sumbagut UPP Jaringan Aceh bisa menjawab per-
soalan krisis listrik di Tanah Rencong. Hal ini disampaikan Gubernur saat meresmikan pembangunan Gardu Induk Ulee Kareng berkapasitas 275/150 kV, di Bakoy Aceh Besar, Jumat 25 Agustus 2017.
“Aceh punya kebutuhan 372 Mw dan selama ini hanya mampu disuplai sebesar 317 Mw. Semoga dengan pembangunan gardu Ulee Kareng bisa mengatasi kelangkaan listrik di Aceh,” kata Irwandi.Yusuf. Pembangunan Gardu Induk Ulee Kareng merupakan rangkaian pembangunan tol listrik Sumatera yang pembangunannya dimulai dari Lampung hingga Aceh. Tol listrik tersebut merupakan wujud dari cita-cita Presiden Jokowi yaitu pembangunan 35 ribu Mw listrik dalam lima tahun kepemimpinannya. Rangkaian tol listrik di Aceh dimulai dari pembangunan gardu induk dari Pangkalan Susu ke Lhokseumawe, berlanjut ke Sigli hingga tersambung ke gardu Ulee Kareng Aceh Besar. Pemerintah Aceh, kata Irwandi, siap mendukung dan memudahkan segala perizinan, termasuk membantu penyelesaian sengketa tanah. “Apa saja yang bisa kami lakukan dalam kapasitas kepala daerah akan
kami lakukan untuk mempercepat target 35 ribu Mw,” tegasnya. Secara khusus, Gubernur Irwandi juga meminta General Manager PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Sumbagut, agar mengirimkan listrik kapal apung seperti di Belawan Medan untuk di tempatkan di Aceh. “Harapan saya bisa diparkir satu unit di Krueng Raya. InsyaAllah rakyat akan berdoa agar PLN Berjaya,” pungkas Irwandi Yusuf. Sementara itu General Manager UIP Sumbagut, Jurlian Sitanggang, mengungkapkan bahwa jika pembebasan lahannya tidak berlarut, dipastikan pada Maret 2018 mendatang, pembangunan tol listrik untuk Aceh akan selesai. Untuk itu, lanjut Jurlian, pihaknya butuh support pemerintah daerah dan seluruh masyarakat sehingga cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur tercapai adanya. “Dengan komando Pak Gubernur kita bekerja bersama untuk membangun Aceh terang,” tukasnya. [rel]
Momentum Pemberdayaan Perempuan Gampong MOMENTUM peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Aceh Ke 24 Tahun 2017 ini mengingatkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai pilar pembangunan manusia dan karakter bangsa. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyebut, keluarga merupakan pilar pembangunam bangsa, keluarga adalah lingkungan utama untuk laksanakan asah asih dan asuh, dan peran keluarga memiliki potensi yang menjanjikan dalam membangun karakter generasi bangsa. Peringatan Hari Keluarga Nasional tingkat Provinsi Aceh Ke 24 Tahun 2017 ini juga dirangkai dengan Aneka Lomba serta Pameran Bazar, yang menyajikan ragam sayuran organik, tanaman hias dan pakaian hijab.
G
UBERNUR Aceh Irwandi Yusuf meminta setiap Geuchik atau Kepala Desa menyisihkan Dana Desa sebesar Rp 1 juta per bulan untuk pemberdayaan perempuan di setiap Gampong seluruh Aceh. Penyisihan dana tersebut, kata Gubernur, bisa dilakukan jika tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. “Namun, jika bertentangan dengan peraturan yang ada, maka setiap Walikota dan Bupati harus mencari alternatif dana lain untuk pemberdayaan perempuan,” pintanya. Hal tersebut disampaikan Irwandi Yusuf saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Keluarga Nasional yang dipusatkan di Lapangan Sudirman, Kota Lhokseumawe, Selasa (22/8/2017). Peringatan Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) Aceh Ke 24 bertajuk “Dengan Hari Keluarga Nasional Kita Bangun Karakter Bangsa Melalui Keluarga Yang Berketahanan” ini turut dihadiri Kepala BKKBN RI Suryachandra Surapatyi, Walikota Lhokseumawe Suadi Yahya, Ketua TP-PKK se–Aceh, Kepala Perwakilan BKKBN Aceh M. Yani serta jajaran Forkopimda Kota Lhoksumawe. Pada kesempatan itu, Gubernur Irwandi yang didampingi istri, Darwati A. Gani yang juga Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, meminta seluruh masyarakat untuk mengambil hikmah dan makna hakiki dari peringatan Hari Keluarga Nasional untuk memberi perhatian leb-
ih besar kepada keluarga. Hal tersebut, ungkap Irwandi, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang mengamanatkan Pemerintah untuk menetapkan kebijakan Pembangunan Keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan yang optimal. Perhatian itu dapat diwujudkan melalui penerapan 8 fungsi keluarga, yaitu: Fungsi Agama, Sosial Budaya, Cinta Kasih, Perlindungan, Reproduksi, Sosialisasi, Pendidikan, Ekonomi dan Pembinaan lingkungan, yang diharapkan mampu melahirkan keluarga sejahtera dan berakhlakul karimah. Alumnus Universitas Negeri Oregon, Amerika Serikat ini juga meminta masyarakat untuk terus mempertahankan keluarga dan meningkatkan kualitas rumah tangga masyarakat Aceh. Irwandi Yusuf juga mengajak kaum suami dan kaum istri untuk saling meningkatkan kualitas hubungan demi terciptanya keluarga yang harmonis, sehingga melahirkan generasi-generasi terbaik sebagai penerus bangsa. Gubernur bahkan meminta para suami untuk memperhatikan kecukupan gizi ibu hamil dan segala asupan yang dibutuhkan ibu dan janin demi melahirkan generasi yang sehat. “Yang juga lebih penting selanjutnya setelah bayi lahir adalah diberikan pendidikan agama agar terbentuk menjadi pribadi mulia,” pungkas Irwandi Yusuf [rel]
Darwati:
K
Keluarga Berperan Penting
ETUA Tim Penggerak PKK Aceh, Darwati A Gani menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya kegiatan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Darwati mengatakan bahwa peran dan fungsi keluarga merupakan salah satu jawaban terbaik dalam menjalani tantangan hidup yang semakin kompleks untuk membentuk masyarakat yang beriman, berkarakter, berbudaya, berdaya saing dan sejahtera. Darwati A Gani yang juga istri Gubernur Aceh ini mengharap-
kan adanya bantuan dana stimulus untuk menunjang program-program PKK. “Saya mengharapkan agar Dana Desa sedikit dibantu untuk membantu kegiatan PKK yang ada di Desa untuk melaksanakan kegiatan PKK di Desa agar lebih baik kedepan”, harap First Lady Aceh ini. Sementara itu, Kepala BKKBN-RI Surya Chandra Surapaty menyebut peringatan Hari Keluarga Nasional ke-24 ini menjadi momentum bagi setiap keluarga Indonesia untuk kembali berkumpul bersama keluarganya, berinteraksi dengan keluarganya, bercengkerama, bertukar
pengalaman secara langsung dengan komunikasi yang berkualitas, serta upaya mewujudkan keluarga sejahtera harus dimulai sejak perencanaan keluarga. “Untuk itu, agar keluarga Indonesia kembali kepada penerapan delapan fungsi keluarga yaitu, Melalui nilai-nilai revolusi mental yang ditanamkan dalam keluarga, setiap individu diharapkan dapat lebih mengenal karakternya dan kembali menjalankan 8 fungsi keluarga, sehingga dapat menciptakan keluarga bahagia sejahtera, dan juga peran penting pembangunan karakter,”pungkasnya [rel]