GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN HARTA AGAMA YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIK DAN AHLI WARISNYA SERTA PERWALIAN GUBERNUR ACEH, Menimbang
Mengingat
: a. bahwa untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan harta agama yang tidak diketahui lagi Pemilik dan Ahli Warisnya serta Perwalian yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara menjadi UndangUndang, perlu ditetapkan petunjuk Pelaksanaannya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan dalam suatu Peraturan; : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103); 2. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3885); 3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3893); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4633); 7. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Penanganan Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara Menjadi UndangUndang; 8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/39/PBI/2008 tentang Peraturan Pelaksanaan Penanganan Khusus Permasalahan Perbankan Pasca Bencana Nasional di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara; 9. Peraturan ............/2
MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
-2-
9. Peraturan Daerah (Qanun) Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 2000 Nomor 30); 10. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 2 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 4); 11. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam (Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002 Nomor 54 Seri E Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 4); 12. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 10); 13. Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2008 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Daerah Aceh Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 21); MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN GUBERNUR ACEH TENTANG PENGELOLAAN HARTA AGAMA YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIK DAN AHLI WARISNYA SERTA PERWALIANNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Aceh adalah Pemerintah Daerah Provinsi dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. 2. Pemerintahan Daerah Aceh untuk selanjutnya disebut Pemerintahan Aceh adalah unsur penyelenggaraan Pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh. 3. Baitul Mal adalah lembaga Daerah Keistimewaan Aceh Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas berdasarkan Syariat Islam yang berkedudukan pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kemukiman dan Gampong. 4. Harta Agama adalah sejumlah kekayaan umat Islam yang bersumber dari Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan dan lain-lain yang diserahkan kepada Baitul Mal untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syariat. 5. Harta Agama yang diperoleh berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang terdiri dari tanah, simpanan nasabah di bank dan harta kekayaan yang pemiliknya dan ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya. 6. Perwalian adalah kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum. 7. Wali adalah orang atau badan yang menjalankan kekuasaannya terhadap anak atau orang yang tidak mempunyai orang tuanya lagi atau orang tua dan ianya tidak cakap melakukan perbuatan hukum, baik untuk kepentingan pribadi, maupun harta kekayaannya. 8. Mahkamah ............/3
MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
-3-
8. Mahkamah Syar’iyah Aceh dan Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Kota adalah Pengadilan selaku pelaksana kekuasaan kehakiman dalam lingkungan peradilan Agama yang merupakan bagian dari sistem peradilan nasional. 9. Pengelolaan Harta Agama adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pemeliharaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap penetapan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan oleh Baitul Mal. 10. Harta kekayaan (tidak diperlukan defenisinya). BAB II PENGELOLAAN HARTA AGAMA YANG TIDAK DIKETAHUI PEMILIKNYA DAN AHLI WARISNYA Bagian Kesatu Tanah dan Bangunan Pasal 2 (1) Tanah yang tidak ada lagi pemilik dan ahli warisnya yang beragama Islam menjadi harta Agama dan dikelola oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota untuk mendapat penetapan Mahkamah Syar’iyah. (2) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Keluarga, Masyarakat atau petugas Baitul Mal Kabupaten/Kota. Pasal 3 (1) Tanah yang telah mendapat penetapan Mahkamah Syar’iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diperlakukan sebagai harta Agama yang dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan syariat. (2) Apabila tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialihkan kepada pihak lain dalam bentuk jual beli, Baitul Mal Kabupaten/Kota dapat mengambil zakat atas harta simpanan sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari harga penjualan tersebut dan sisanya dicatat sebagai harta agama. Pasal 4 (1) Apabila sebelum lewat waktu 25 (dua puluh lima) tahun sejak penetapan Mahkamah Syar’iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdapat seseorang yang menyatakan bahwa tanah dimaksud adalah miliknya dan telah mendapat penetapan sebagai pemilik dari Mahkamah Syar’iyah, maka Baitul Mal wajib mengembalikan tanah tersebut kepadanya dengan membuat Berita Acara. (2) Apabila tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilakukan perubahan fisik penggunaan dan/atau pemanfaatannya atau telah dialihkan kepada pihak lain, maka kepada bekas pemilik atau ahli warisnya wajib diberikan ganti kerugian oleh Baitul Mal setelah dikurangi pemungutan zakat atas harta simpanan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 pada ayat (2). Bagian Kedua Simpanan Dana Nasabah Bank Pasal 5 (1) Dalam hal terdapat simpanan dana nasabah di Bank yang tidak diketahui lagi keberadaan pemilik dan ahli warisnya yang beragama Islam, bank menyerahkan simpanan tersebut kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota sesuai dengan tempat bank tersebut berdomisili setelah mendapat penetapan Mahkamah Syar’iyah. (2) Penyerahan ............./4 MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
- 4 (2) Penyerahan simpanan nasabah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh bank, setelah : a. Bank melakukan penelitian dan membuat pengumuman yang memuat nama dan alamat nasabah bank sampai dengan 6 September 2009, dengan berpedoman kepada Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/39/PBI/2008 tentang Peraturan Pelaksanaan Penanganan Khusus Permasalahan Perbankan Pasca Bencana Nasional di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara; b. Mengajukan permohonan penetapan kepada Mahkamah Syar’iyah mengenai penyerahan simpanan/investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, diangap sebagai pengumuman resmi. Pasal 6 Selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah tanggal 6 September 2009, sebagai batas akhir penggunaan yang dilakukan bank, ternyata tidak ada nasabah/ahli warisnya yang mengambil dana sebagaimana simaksud dalam Pasal 5 ayat (1), bank secara proaktif mengajukan permohonan penetapan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk diserahkan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota. Pasal 7 (1) Dana nasabah bank yang diserahkan kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diperlukan sebagai harta agama yang dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan syariat. (2) Baitul Mal Kabupaten/Kota dapat mengambil zakat atas harta simpanan sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) dari jumlah dana yang diserahkan tersebut dan sisanya dicatat sebagai harta agama. Pasal 8 Apabila sejak penyerahan dana nasabah tersebut ditetapkan Mahkamah Syar’iyah kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota terdapat seseorang yang menyatakan bahwa dana nasabah tersebut adalah miliknya dan telah mendapat penetapan sebagai pemilik dari Mahkamah Sya’iyah, maka Baitul Mal wajib mengembalikan dana tersebut kepadanya setelah dikurangi zakat atas harta simpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dengan membuat Berita Acara. Bagian Ketiga Pengelolaan Harta Kekayaan Pasal 9 Harta kekayaan yang tidak diketahui lagi keberadaan pemilik dan ahli warisnya yang beragama Islam, karena hukum, berada di bawah pengawasan dan pengelolaan Baitul Mal Kabupaten/Kota sampai ada penetapan Mahkamah Syar’iyah. Pasal 10 Baitul Mal Kabupaten/Kota mengajukan permohonan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk ditetapkan sebagai pengelola terhadap harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya. Pasal 11 (1) Harta kekayaan yang telah mendapat penetapan Mahkamah Syar’iyah untuk dikelola oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diperlukan sebagai harta agama yang dapat dikembangkan sesuai dengan ketentuan Syariat. (2) Baitul Mal dapat mengenakan zakat atas harta simpanan sebesar 2,5 % (dua koma lima persen) atas harta kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan cara mengurangi atau menjual sebagian sesuai dengan taksiran harga pada waktu itu. Pasal 12 ............./5 MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
- 5 Pasal 12 (1) Dalam masa 25 (dua puluh lima) tahun sejak harta kekayaan dimaksud mendapat penetapan Mahkamah Syar’iyah untuk dikelola oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota, terdapat seseorang yang menyatakan bahwa harta kekayaan tersebut adalah miliknya, yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan keberatan kepada Mahkamah Syar’iyah. (2) Dalam hal Mahkamah Syar’iyah mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), maka Baitul Mal wajib mengembalikan harta kekayaan yang dikelola setelah dikurangi zakat atas harta simpanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) dengan membuat Berita Acara Penyerahan. BAB III PERWALIAN Pasal 13 (1) Anak di bawah umur yang orang tuanya telah meninggal dunia atau tidak cakap bertindak menurut hukum, maka harta kekayaannya dikelola oleh wali sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Dalam hal orang tua si anak yang beragama Islam telah meninggal dunia atau tidak cakap bertindak menurut hukum, dimana pihak keluarga tidak mengajukan permohonan penetapan wali, Baitul Mal Gampong sebagai wali pengawas mengajukan permohonan penetapan wali kepada Mahkamah Syar’iyah. (3) Apabila penetapan wali belum dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah maka Baitul Mal Gampong menjadi wali sementara anak. (4) Apabila di Gampong yang bersangkutan belum dibentuk Baitul Mal sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 maka kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi kewenangan Baitul Mal Kabupaten/Kota dimana Gampong tersebut berada. Pasal 14 Dalam hal wali yang ditunjuk Mahkamah Syar’iyah, ternyata dikemudian hari tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka Baitul Mal Gampong dapat mengajukan permohonan penetapan pergantian wali kepada Mahkamah Syar’iyah. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 (1) Baitul Mal Aceh melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan harta Agama yang tidak diketahui Pemilik/Ahli Warisnya yang dilakukan oleh Baitul Mal Kabupaten/Kota. (2) Baitul Mal Aceh melakukan Pembinaan dan Pengawasan melalui Baitul Mal Kabupaten/Kota terhadap masalah perwalian yang dilakukan oleh Baitul Mal Gampong. BAB V KETENTUAN PERWALIAN Pasal 16 (1) Pencantuman nama dan alamat nasabah bank melalui papan pengumuman yang dilakukan oleh masing-masing bank sebelum keluar Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/39/PBI/2008 tanggal 24 Desember 2008, dianggap sebagai pengumuman resmi sebagaimana dimaksud pasal 18 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007. (2) Untuk ......../6 MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
- 6 -
(2) Untuk adanya kepastian hukum selambat-lambatnya 1 Tahun setelah batas akhir pengumuman nama dan alamat nasabah bank tanggal 6 September 2009, tidak ada pemilik atau ahli warisnya yang mengajukan klaim terhadap dana nasabah bank tersebut, Bank secara proaktif wajib mengajukan permohonan penetapan kepada Mahkamah Syar’iyah mengenai penyerahan simpanan/ investasi dimaksud kepada Baitul Mal Kabupaten/Kota. Pasal 17 (1) Kewenangan terhadap pelaksanaan dan pengawasan terhadap harta kekayaan yang pemilik dan ahli warisnya yang beragama Islam sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dan permohonan penetapan wali kepada Mahkamah Syar’iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Perpu Nomor 2 Tahun 2007 dilakukan oleh Baitul Mal Gampong. (2) Apabila di Gampong tersebut belumdi bentuk Baitul Mal sebagaimana di atur dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal maka kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi kewenangan Baitul Mal Kabupaten/Kota dimana Gampong tersebut berada BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 18 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, sepanjang menyangkut dengan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Kepala Baitul Mal Aceh setelah berkonsultasi dengan Tim Pembina Baitul Mal Aceh. Pasal 19 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Aceh.
Ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal April 2010 Jumadil Awal 1431 GUBERNUR ACEH,
Diundangkan di Banda Aceh pada tanggal, April 2010 Jumadil Awal 1431 SEKRETARIS DAERAH ACEH,
HUSNI BAHRI TOB
BERITA DAERAH ACEH TAHUN 2010 NOMOR
MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\APRIL.
IRWANDI YUSUF