3
Percobaan dan Hasil
3.1 Pengumpulan dan Persiapan sampel Sampel daun Desmodium triquetrum diperoleh dari Solo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2008 (sampel D. triquetrum (I)) dan Januari 2009 (sampel D. triquetrum (II)). Sampel daun tersebut selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga menjadi serbuk sebanyak 845 gram (sampel D. triquetrum (I)) dan 840 gram (sampel D. triquetrum (II)).
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk isolasi senyawa meliputi pelarut organik, silika gel dan pereaksi penampak noda untuk kromatografi lapis tipis. Pelarut yang digunakan adalah pelarut pro analisis (p.a) dan pelarut teknis. Pelarut teknis didistilasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses isolasi. Pelarut teknis yang digunakan antara lain nheksana, etil asetat, aseton, dan metanol. Pelarut p.a yang digunakan adalah kloroform. Larutan lainnya yang digunakan adalah pereksi penampak noda yaitu Ce(SO4)2 1,5 % dalam H2SO4 2N. Teknik pemisahan yang digunakan meliputi Kromatografi Vakum Cair (KVC) yang menggunakan Si gel Merck 60 G, kromatografi gravitasi menggunakan Si gel Merck 60 GF254 (35-70 mesh) dan Si gel Merck 60 GF254 (230-400 mesh), kromatografi radial (KR) menggunakan Si gel Merck 60 PF254 , Kromatografi Sephadex LH-20 dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan pelat yang berlapis Si gel Merck 60 Merck Kiesel GF252 dengan tebal 0,25 mm. Alat-alat lain yang dipakai adalah peralatan gelas yang biasa digunakan di laboratorium seperti gelas ukur, pipet tetes, botol vial, corong buchner dan chamber KLT, digunakan pula rotary evaporator, alat distilasi, kolom untuk Kromatografi Vakum Cair (KVC) dan Kromatografi Radial (KR) dan kolom kromatografi sephadex LH-20. Pengukuran spektroskopi NMR menggunakan alat JEOL ECA 500, yang bekerja pada 300 MHz (1H) dan 100 MHz (13C) yang terdapat di Meiji Pharmaceutical University, Jepang dan JEOL ECA 500, yang bekerja pada 500 MHz (1H) dan 125 MHz (13C) yang terdapat di Pusat Penelitian dan Ilmu Pengetahuan, LIPI, Serpong.
5
3.3 Ekstraksi dan Isolasi 3.3.1
Ekstraksi
Sebanyak 845 g sampel D. triquetrum (I) dimaserasi dengan metanol sebanyak 5 liter selama 1x24 jam. Maserasi diulang sebanyak 2 kali kemudian filtrat disaring dan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak sebanyak 81,5 gram berupa padatan berwarna coklat kehitaman. Sampel D. triquetrum (II) sebanyak 840 g dimaserasi dengan metanol sebanyak 5 liter selama 1x24 jam. Maserasi kemudian diulang sebanyak satu kali kemudian filtrat disaring dan diuapkan menggunakan rotary evaporator dan diperoleh ekstrak metanol sebanyak 91,5 gram berupa padatan yang juga berwarna coklat kehitaman.
3.3.2
Isolasi
Proses isolasi dibagi menjadi dua tahap yaitu fraksinasi dan pemurnian. Pada tahap fraksinasi dilakukan pemisahan senyawa berdasarkan kepolaran dari ekstrak kasar menjadi fraksi-fraksi yang lebih sederhana. Setelah melalui tahap fraksinasi dilakukan tahap pemurnian yaitu dengan menghilangkan pengotor dari senyawa target hingga diperoleh senyawa murni. Dari ekstrak sampel D. triquetrum (I) sebanyak 61,5 gram dilarutkan menggunakan 100 mL metanol, kemudian ditambahkan 1 liter eter p.a. selanjutnya didiamkan sesaat dan terdapat endapan berupa tannin (29 gram). Endapan tannin dipisahkan dengan cara didekantasi dan selanjutnya diperoleh larutan ekstrak eter yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak eter tersebut difraksinasi dengan menggunakan Kromatografi Vakum Cair (KVC) menggunakan eluen kombinasi n-heksana dan etil asetat yang ditingkatkan kepolarannya menghasilkan 12 fraksi yang kemudian digabung berdasarkan pola KLT dan diperoleh 5 fraksi utama A-E (gambar 3.1). Dari hasil penggabungan diperoleh hasil sebagai berikut : fraksi A (3,62 g), fraksi B (0,77 g), fraksi C (0,55 g), fraksi D (0,13 g), fraksi E (0,38 g). Fraksi B dimurnikan kembali dengan menggunakan kromatografi radial sebanyak dua kali yaitu seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.2 (B.1-20 dan B.1’-18’) menggunakan eluen kloroform : metanol (9,75 : 0,25) menghasilkan senyawa murni asam p-hidroksi benzoat (58) dari hasil penggabungan fraksi B.18-19 dan B.16’-17’ sebanyak 12 mg.
25
Gambar 3.1Kromatogram hasil fraksinasi dengan kromatografi vakum cair
(a) Kromatogram KVC (b) Hasil penggabungan fraksi
Gambar 3.2 Kromatogram hasil pemisahan fraksi B
(a) Kromatogram bagian 1 (b) Kromatogram bagian 2
26
Senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) kemudian diuji kemurnian dengan menggunakan eluen n-heksana : aseton (1 : 1), kloroform : etil asetat (1 : 1) dan n-heksana : aseton (7 : 3) (gambar 3.3). Skema isolasi asam p-hidroksi benzoat (58) diperlihatkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.3 Uji kemurnian senyawa asam p-hidroksi benzoat (58)
(a) Eluen n-heksana : aseton (1 : 1) (b) Eluen kloroform : etil asetat (1 : 1) (c) Eluen n-heksana : aseton (7 : 3)
Fraksi B.16-17 dan B.6’-15’ yaitu pada gambar 3.2 digabung dan kemudian dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi radial (70 mg). Hasil pemisahan menggunakan kromatografi radial tersebut digabung (41 mg) yaitu fraksi B1.1-10 (gambar 3.4) kemudian pada fraksi tersebut lakukan pemisahan menggunakan sephadex LH-20 dengan menggunakan pelarut metanol dan diperoleh senyawa kaempferol (33) (2 mg) yaitu fraksi B2.8-14 (gambar 3.5).
Gambar 3.4 Kromatogram fraksi B1.1-10 hasil kromatografi radial
27
Gambar 3.5 Kromatogram fraksi B2.1-24 hasil kromatografi gravitasi sephadex LH-20
Senyawa kaempferol (33) kemudian diuji kemurnian dengan menggunakan eluen n-heksana : aseton (7 :3), n-heksana : aseton (1 : 1) dan aseton : kloroform (7,5 : 2,5) seperti yang terlihat pada gambar 3.6. Skema kerja isolasi kaempferol (33) dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.6 Uji kemurnian senyawa kaempferol (33)
(a) Eluen n-heksana : aseton (7 :3) (b) Eluen n-heksana : aseton (1 : 1) (c) Eluen aseton : kloroform (7,5 : 2,5)
28
Daun Desmodium triquetrum (I) (845 g) Maserasi dengan metanol Ekstrak metanol (I) (61,5 g) - Larutkan dalam metanol - Endapkan tanin dengan penambahan eter - Uapkan dengan rotary evaporator
Tanin (29 g)
Ekstrak eter KVC
Fraksi A (3,62 g)
Fraksi B (0,77g)
Fraksi C (0,55 g)
Fraksi D (0,13 g)
Fraksi E (0,38 g)
KR
Fraksi B.1-20
Fraksi B.18-19
Fraksi B.16-17
Fraksi B.1'-20'
Fraksi B.16'-17'
Fraksi B.16'-17'
KR Asam p-hidroksi benzoat (12 mg)
Fraksi B1.1-10 Sephadex LH-20 Kaempferol (2 mg)
Gambar 3.7 Skema kerja isolasi senyawa asam p-hidroksi benzoat (58) dan senyawa kaempferol (33)
Ekstrak sampel D. triquetrum (II) sebanyak 91,5 gram dilarutkan menggunakan 100 mL metanol, lalu ditambahkan 1 liter eter p.a. dan didiamkan sesaat setelah itu terlihat endapan berupa tanin. Endapan tanin dipisahkan dengan cara didekantasi dan selanjutnya diperoleh larutan ekstrak eter yang kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator (61 g). Ekstrak eter tersebut sebanyak 40 g difraksinasi dua kali (dengan masing-masing 20 g) menggunakan Kromatografi Vakum Cair (KVC) dengan kombinasi eluen n-heksana dan etil asetat. Hasil KVC dihasilkan 12 fraksi dari KVC (I) dan 12 fraksi dari KVC (II) yang
29
kemudian digabung berdasarkan pola KLT dan diperoleh 4 fraksi utama A’-D’ dari KVC (I) dan 4 fraksi utama A”-D” dari KVC (II).
Gambar 3.8 Kromatogram hasil kromatografi vakum cair
(a) Hasil KVC (I) (b) Hasil KVC (II) (c) Hasil penggabungan fraksi dari KVC(I) dan KVC (II) Kemudian fraksi-fraksi yang memiliki pola yang sama digabung dan diperoleh fraksi A’ (1,84 g), A” (1,72 g), D’ (0,37 g), lalu fraksi B’ yang digabung dengan fraksi B” (2,10 g), dan fraksi C’, C” digabung dengan fraksi D” (1,85 g). Fraksi C’C”D” di lakukan pemisahan menggunakan KVC dan diperoleh 14 fraksi yaitu C’C”D”.1-14 (gambar 3.9).
30
Gambar 3.9 Kromatogram fraksi C’C”D”.1-14 hasil kromatografi vakum cair
Fraksi CC’D.9 -11 digabung untuk dilakukan pemisahan menggunakan kromatografi radial. Hasil dari kromatografi radial fraksi C’C”D”.9-11 diperoleh sebanyak 22 fraksi (C’C”D”1.122) (gambar 3.10). Fraksi C’C”D”1.12-13 digabung dan dilakukan pemurnian menggunakan sephadex LH-20 (gambar 3.10) dan diperoleh enam fraksi C’C”D”2.1-6 (gambar 3.11), dimana fraksi ke-empat (C’C“D”2.4) adalah epikatekin (59) (10 mg). Senyawa epikatekin (59) kemudian diuji kemurniannya dengan menggunakan eluen kloroform : aseton (6 : 4), nheksana : etil asetat ( 3 : 7), dan kloroform : metanol (9 : 1) (gambar 3.12).
Gambar 3.10 Kromatogram fraksi C’C”D”1.1-22 hasil kromatografi radial
Gambar 3.11 Kromatogram hasil pemisahan fraksi C’C”D”2.1-6 hasil kromatografi gravitasi sephadex LH-20
31
Gambar 3.12 Uji kemurnian senyawa epikatekin (59)
(a) Euen kloroform : aseton (6 : 4) (b) Eluen n- heksana : etil asetat ( 3 : 7) (c) Eluen kloroform : metanol (9 : 1) Fraksi B’ dan B” yang digabung (B’B”) dipisahkan kembali dengan menggunakan sephadex LH-20 dan diperoleh 16 fraksi (gambar 3.13) yaitu fraksi B’B”.1-16 dan dari fraksi B’B”.5 dan 6 digabung. Hasil penggabungan fraksi tersebut (73 mg) dipisahkan kembali dengan menggunakan sephadex LH-20 dan diperoleh sebanyak 18 fraksi yaitu fraksi BB’1.1-18 (gambar 3.14). Dari fraksi B’B”1.15 hingga B’B”1.17 digabung dan diperoleh kaempferol (33) (1,1 mg).
Gambar 3.13 Kromatogram fraksi B’B" hasil kromatografi vakum cair
Gambar 3.14 Kromatogram fraksi BB’1.1-18 hasil kromatografi gravitasi sephadex LH-20
32
Senyawa kempferol (33) kemudian diuji kemurnian dengan menggunakan eluen n-heksana : aseton (7 : 3), kloroform : metanol (9 : 1), kloroform : aseton (4 : 6) (gambar 3.15). Skema isolasi epikatekin (59) dan kaempferol (33) dapat dilihat pada gambar 3.16.
Gambar 3.15 Uji kemurnian senyawa kaempferol (33)
(a) Eluen heksana : aseton (7 : 3) (b) Eluen kloroform : metanol (9 : 1) (c) Eluen kloroform : aseton (4 : 6)
33
Daun Desmodium triquetrum (II) (840 g) Maserasi dengan metanol Ekstrak metanol (II) (91,5 g) - Larutkan dalam metanol - Endapkan tanin dengan penambahan eter - Uapkan dengan rotary evaporator
Tanin (30,5 g)
Ekstrak eter KVC
Fraksi B' (1,09 g)
Fraksi A' (1,84 g)
Fraksi A" (1,72 g)
Fraksi C' (0,55 g)
Fraksi B" (1,01 g)
Sephadex Fraksi BB'.5-6 Sephadex Fraksi BB'1.15-17
Fraksi D' (0,37 g)
Fraksi C" (0,11 g)
Fraksi D" (0,13 g)
KVC Fraksi CC'D.9-11 KR Fraksi CC'D1.12-13 Sephadex
Kaempferol (1,1 mg)
Fraksi CC'D2.4
Epikatekin (10 mg)
Gambar 3.16 Diagram kerja isolasi senyawa epikatekin (59) dan senyawa kaempferol (33)
34
3.4 Data Spektroskopi 3.4.1
Senyawa Asam p-Hidroksi Benzoat (58)
Spektrum 1H NMR (aseton-d6 500 MHz), δH (ppm) : 7,90 (2H, d, J = 7,6 Hz, H-2 dan H-6), 6,91 (2H, d, J = 7,6 Hz, H-3 dan H-5). Spektrum 13C NMR (aseton-d6 125 MHz), δC (ppm) pada : 122,6 (C-1), 132,7 (C-2 dan C-6), 115,9 (C-3 dan C-5), 162,5 (C-4), 167,4 (-COOH).
3.4.2
Senyawa Epikatekin (59)
Spektrum 1H NMR (aseton-d6 300 MHz), δH (ppm) : 4,88 (1H, brs, H-2), 4,21 (1H, brd, J = 4,5 Hz, H-3), .2,73 (1H, dd, J = 16,8; 4,5 Hz, H-4a*), 2,85 (1H, dd, J = 16,8; 4,5 Hz, H4b*), 6,02 (1H, d, J = 2,2 Hz, H-6), 5,92 (1H, d, J = 2,2 Hz, H-8), 7,05 (1H, d, J = 1,5 Hz, H-2’), 6,79 (1H, d, J = 8,4 Hz, H-5’), 6,83 (1H, dd, J = 1,5; 8,4 Hz, H-6’) Spektrum 13C NMR (aseton-d6 100 MHz), δC (ppm) pada : 79,4 (C-2), 66,9 (C-3), 29,1 (C4), 99,7 (C-4a), 157,4 (C-5), 96,1 (C-6), 157,4 (C-7), 95,7 (C-8), 157,0 (C-8a), 132,1 (C-1’), 115,4 (C-2’), 145,2 (C-3’), 145,1 (C-4’), 115,2 (C-5’), 119,3 (C-6’).
3.4.3
Senyawa Kaempferol (33)
Spektrum 1H NMR (aseton-d6 300 MHz), δH (ppm) : 6,26 (1H, d, J = 1,7 Hz, H-6), 6,53 (1H, d, J = 1,7 Hz, H-8), 8.15 (2H, d , J = 8,8 Hz, H-2’ dan 6’) dan 7.01 (2H, d, J = 8,8 Hz, H-3’ dan 5’).
35
3.5 Data Bioaktivitas Hasil uji aktivitas ekstrak metanol (I) dan (II) serta terhadap satu senyawahasil isolasi yaitu asam p-hidroksi benzoat (58) terhadap sel murin leukemia P-388 serta uji inhibitor tirosin kinase dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Hasil uji aktivitas aktivitas ekstrak metanol (I) dan (II) serta asam p-hidroksi benzoat (58)
Uji inhibitor tirosin kinase (% inhibisi)
Sel murin leukemia P-388 (IC50 µg/mL)
Konsentrasi 100µg/mL Ekstrak MeOH D.triquetrum (I) Ekstrak MeOH D.triquetrum (II) Senyawa Asam p-hidroksi benzoat (58)
47,66 (positif kontrol 60,1 %)
-
59,4 (positif kontrol 66,2 %)
6,5 µg/mL
Tidak aktif
-
Hasil pengujian mengikuti prosedur uji inhibitor tirosin kinase yang dapat dilihat di Lampiran A dan dan sel murin leukimia P-388 pada Lampiran B.
36