10
3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Puger Secara geografis Kampung Nelayan Puger yang berada di Kota Puger terletak pada koordinat 113° 06' 40" Bujur Timur dan 8°08'17" Lintang Selatan dengan batas wilayah sebelah Utara adalah Kecamatan Balung. Sebelah Selatan adalah Samudera Indonesia. Sebelah Barat adalah Kecamatan Gumukmas, dan sebelah Timur adalah wilayah Kecamatan Wuluhan. Kecamatan Puger mempunyai luas wilayah 149.00 km2 dengan ketinggian rata-rata 12 m dari atas permukaan laut. Kecamatan Puger terdiri dari 12 desa yaitu: Wringin Telu, Purwoharjo, Mojomulyo Puger Kulon, Puger Wetan, Mojosari, Grenden, Kasiyan, Mlokorejo, Wonosari, Jambearum, Bagon. Seluruh Desa berkualifikasi Desa Swadaya. Daerah pesisir pantai Puger ini terdiri dari dua desa, yaitu desa Puger Wetan dan Puger Kulon. Adapun gambaran umum mengenai kedua desa ini adalah: Keadaan umum Puger Wetan Desa Puger Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Puger. Desa ini jaraknya kurang lebih 30 km dari ibu kota kabupaten Jember kearah selatan. Luas Desa Puger Wetan sekitar 525,520 m². Area persawahan sekitar 10,008 m² dan ladang sekitar 1,835 m². Secara administratif batas desa Puger Wetan adalah sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Desa Grenden dan Wonosari b. Sebelah Timur : Desa Lojejer c. Sebelah Barat : Desa Puger Kulon d. Sebelah Selatan : Samudera Hindia / Samudera Indonesia Daerah terluas Puger Wetan berupa daerah persawahan yang terletak di bagian utara berdekatan dengan bukit kapur padas (gunung kapur). Wilayah ini memiliki penduduk lebih banyak bekerja sebagai petani dan buruh tani. Lahan persawahan ditanami berbagai macam tanaman secara bergiliran yaitu padi, kedelai, dan jagung. Penduduk sekitar wilayah persawahan tersebut juga memiliki hewan ternak. Sebagian penduduk yang bergerak dalam bidang perikanan juga melakukan pekerjaan sebagai petani. Saat tidak melaut, penduduk melakukan pekerjaan pertanian. Wilayah selatan Puger Wetan merupakan wilayah tanjung kecil yang digunakan nelayan untuk melabuhkan perahu/jukung. Sebelah selatan pesisir/tanjung, terdapat lokasi wisata yang dikenal dengan Kucur (daerah di hilir gunung Watangan). Lokasi tersebut terdapat hutan dengan tempat pemandian yang merupakan peninggalan Jepang/Belanda. Desa Puger Wetan telah mengalami perubahan yang cukup besar dimana pembangunan perumahan dan jalanan desa sudah cukup baik. Sebelah selatan/pesisir pantai terdapat sebuah dusun dengan sebutan Mandaran. Mayoritas penduduk dusun Mandaran berasal dari suku Mandar, Sulawesi yang sudah menetap di Desa Puger Wetan. Desa Puger Wetan ini dilintasi oleh sungai Bedadung yang bermuara di pesisir laut selatan (Samudera Hindia/Samudera Indonesia). Sungai ini berbatasan langsung
11
dengan Desa Lojejer (batas timur desa Puger Wetan). Kondisi jalan menuju desa Puger Wetan sudah cukup baik dimana tidak ditemui adanya lubang di sisi jalan. Keadaan umum Puger Kulon Desa Puger Kulon berada kurang lebih 30 km dari pusat kota Jember kearah Selatan dan terletak berdampingan dengan desa Puger Wetan. Luas Desa Puger Kulon sekitar 388,800 m², areal persawahan memiliki luas sekitar 6,955 m² dan areal ladang sekitar 21,394 m². Secara administratif batas desa Puger Kulon adalah: a. Sebelah Utara : Desa Grenden b. Sebelah Selatan : Samudera Hindia/ Samudera Indonesia c. Sebelah Barat : Desa Mojosari d. Sebelah Timur : Desa Puger Wetan Sama halnya dengan desa Puger Wetan, wilayah utara Desa Puger Kulon juga merupakan area persawahan dan ladang. Masyarakat yang berada disekitar wilayah persawahan bekerja sebagai petani dan juga sebagai nelayan. Penduduk Desa Puger Kulon juga bekerja pada usaha kerupuk berskala rumah tangga. Kerupuk yang diproduksi akan dikirim keluar daerah Jember, seperti Lombok. Selain itu terdapat pula usaha pembakaran batu kapur yang menjadi tempat tumpuan utama penduduk yang berada disekitar gunung kapur (Gunung Sadeng). Gunung ini berada di wilyah Desa Puger Wetan, Puger Kulon dan Grenden. Wilayah pesisir dijadikan tempat wisata pantai yang diberi nama Pantai Pancer. Sebelah timur pantai ini merupakan tempat wisata Gunung Watangan yang dikenal dengan Kucur. Selain itu juga ada goa peninggalan Jepang yang berada di puncak Gunung Watangan. Tempat wisata ini bisa dicapai dengan memakai perahu atau jukung menyebrangi muara sungai Bedadung dan Besini. Pusat keramaian desa Puger berada di area lapangan sepak bola dimana terdapat masjid besar Jamik Al Hikmah, bank BRI, Bank Mandiri, puskesmas, kantor kecamatan serta kantor polisi. Kondisi Perairan Desa Puger Kawasan pesisir Pantai Puger terletak di sebelah selatan Desa Puger Kulon dan Puger Wetan. Diluar garis pantai Puger kearah selatan terdapat Pulau Nuso Barong dengan luas lebih kurang 3 km².Pulau tersebut merupakan pulau terbesar di desa Puger. Selain Pulau Nusa Barong, terdapat juga pulau Suka Made yang luasnya sekitar 1.5 km². Menurut nelayan setempat, ekosistem perairan Puger sudah banyak yang mengalami kerusakan di wilayah karang. Hal ini disebabkan karena banyaknya penggunaan bom atau racun. Banyak dilakukan sosialisasi untuk mengembalikan kondisi ekosistem perairan. Namun, masih ada sebagaian nelayan yang memakai bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan secara diamdiam. Wilayah pelabuhan berada masuk diantara dua pertemuan sungai besar yaitu sungai Bedadung dan sungai Besini. Pertemuan kedua sungai tersebut berada didekat gunung Wetangan. Pertemuan kedua sungai tersebut membentuk alur lalu lintas keluar masuk pelabuhan yang disebut Plawangan. Plawangan sering terjadi pendangkalan, oleh karena itu dalam jangka waktu tertentu selalu dilakukan
12
pengerukan. Bagian dasar perairan terdapat karang dan tidak cukup lebar jika dilalui oleh dua perahu payang. Selain itu kapal yang akan masuk juga harus melihat keadaaan air dan gelombang. Kondisi air pasang dan gelombang tidak besar merupakan kondisi yang baik untuk melewati plawangan tersebut. Kondisi Umum PPI Puger Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger Kabupaten Jember terletak diantara Kecamatan Puger dan Kecamatan Wuluhan. Letak tersebut berada pada pertemuan antara muara sungai Bedadung dan sungai Besini pada posisi 1130.06’.40” BT dan 080.08’17” LS. Letak PPI Puger sangat strategis. Alur pelayaran bermuara dan langsung berhadapan dengan samudera Hindia yang memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil maupun pelagis besar (BP-PPI Puger 2009). Pelabuhan Perikanan (PPI) Puger mempunyai nilai sangat strategis untuk menggali potensi perikanan laut, pemberdayaan nelayan dan pengembangan wilayah. Fasilitas PPI Puger Perikanan tangkap merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya perikanan. Dengan adanya perikanan tangkap maka diperlukan sarana dan prasarana dalam pembangunan perikanan. Pembangunan perikanan tangkap memerlukan prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat pangkalan perahu/kapal dan mendaratkan ikan hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan perlu dikembangkan sehingga mampu menampung seluruh perahu/kapal dan masyarakat perikanan yang memerlukan fasilitas ke pelabuhan (BP-PPI Puger 2009). Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi dengan baik bila apabila dilengkapi dengan fasilitas yang meliputi fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang. Fasilitas pokok yang telah dibangun di PPI Puger yaitu breakwater (270 m), dan darmaga (360 m2). Pengoperasian fasilitas pokok yang ada belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena fasilitas pokok masih dalam taraf pembangunan. Besarnya jumlah dan ukuran kapal ikan di Puger merupakan kendala dalam optimalisasi kegiatan operasional fasilitas pokok. Darmaga yang telah tersedia juga belum memberikan manfaat yang optimal karena ukurannya masih belum memadai apabila kapal melakukan pendaratan secara bersamaan. Pendaratan kapal masih banyak dilakukan di berbagai tempat. Kapal yang mendarat di darmaga didominasi oleh kapal-kapal payang dan jukung, sedangkan skoci lebih banyak bersandar di luar pelabuhan. Kegiatan tambat labuh kapal telah difungsikan dengan baik dan memberikan manfaat setelah dibangun talud. Talud dilengkapi dengan tempat bersandar kapal dan tangga untuk jalan bagi para nelayan yang akan mendaratkan ikan ke TPI. Perawatan secara intensif di sekitar darmaga dan talud diperlukan dalam jangka panjang dengan melakukan pengerukan tanah dan pasir sebagai akibat adanya proses sedimentasi pada hulu sungai Bedadung dan Besini. Fasilitas fungsional merupakan salah satu potensi yang mendatangkan kontribusi/pendapatan di BPPPI Puger. Sedangkan pemanfaatan fasilitas tersebut lebih bersifat pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa maupun masyarakat perikanan tangkap. Fasilitas fungsional yang terdapat pada
13
PPI Puger yaitu: kantor PPI (180 m2), TPI 360 m2 (terdapat 2 unit TPI), gudang es (150 m2), Menara air (24 m3), instalansi air dan listrik, toilet, area parkir (3000 m2), pasar ikan (126 m2), dan SPDN (64 m2). Sejak tahun 2005, fasilitas SPDN telah dioperasikan dan pengelolaan dikerjasamakan dengan pihak KPRI “Mina Mulia” Dinas Perikanan dan Kelauatan Provinsi Jawa Timur. Lokasi SPDN berdekatan dengan tambat labuh kapal. Selain fasilitas pokok dan fungsional, terdapat pula fasilitas penunjang di PPI Puger berupa pos TNI AL (45 m 2), Mushala, mes operator, Unit satuan POL AIR. Beberapa fasilitas yang terdapat di PPI Puger dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan pengamatan, kondisi PPI Puger masih belum tertata dengan rapi dimana masih terlihatnya sampah di sekitar lokasi PPI. Hal ini disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat/nelayan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Tempat untuk penanganan dan pengepakan ikan hasil tangkapan sudah tersedia, namun belum mencukupi kebutuhan. TPI masih difungsikan sebagai sarana untuk melakukan penanganan dan pengepakan ikan oleh para pedagang bakul yang ada di kawasan PPI Puger. Mekanisme penyelenggaraan lelang belum berjalan sehingga tidak ada PAD yang diterima dari TPI. Banyak kondisi bangunan-bangunan di pelabuhan yang tidak terawat sehingga operasional PPI tidak optimal. Unit penangkapan ikan 1) Kapal Kapal yang digunakan di Perairan Puger terdiri atas kapal besar, kapal sedang, skoci, dan jukung. Kapal jukung menggunakan gillnet atau trammel net dalam kegiatan operasi penangkapannya. Kapal pancing atau biasa disebut skoci digunakan untuk menangkap ikan tuna dengan alat tangkap pancing dan alat bantu rumpon. Kapal besar menggunakan alat tangkap payang dalam pengoperasiannya, sedangkan kapal sedang menggunakan jaring untuk menangkap cakalang dan tongkol. Jumlah dan jenis kapal di PPI Puger dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.1 Jenis dan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012 Jumlah kapal per jenis (unit)
Tahun Besar
Sedang
Skoci
Jukung
2009
646
222
13
980
2010
587
233
20
803
2011 2012
601 165
221 75
70 101
838 596
Sumber: TPI Puger
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 3.1, menujukkan bahwa kapal yang sangat mendominasi PPI Puger adalah perahu jukung. Namun dalam perkembangannya, jumlah armada jukung mengalami penurunan dari tahun 2009 hingga tahun 2012 sebesar 28.88% (Tabel 3.2). Ukuran jukung memiliki panjang 7 m, lebar 60 cm, dan tinggi sekitar 70 cm. Jukung ini menggunakan katir yang terbuat dari bambu dengan panjang masing-masing 7.5 m.
14
Tabel 3.2 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah kapal di PPI Puger Tahun Kapal Besar Sedang Skoci Jukung
Persentase (%) 2011 601 221 70 838
2012 165 75 101 596
-72.55 -66.06 44.29 -28.88
Sumber: Pengolahan data
Kapal besar (kapal payang) memiliki ukuran panjang 19 meter, lebar 5.5 meter, dan tinggi dari lunas hingga dek sekitar 5 meter. Kapal sedang (jaring) memiliki ukuran yang hampir sama dengan skoci yaitu panjang 17 meter, lebar 3.5 meter, dan tinggi 2 meter, namun pengoperasian alat tangkap dan fishing ground berbeda dengan skoci. Berdasarkan Tabel 2.2, jumlah kapal payang dan kapal sedang (jaring) mengalami penurunan drastis pada tahun 2012 yaitu sebesar 165 unit dan 75 unit dengan persentase 72.5% dan 66.06%. Banyak nelayan payang dan jaring yang beralih menjadi nelayan jukung (baik jukung jaringan maupun pancingan) disebabkan karena hasil tangkapan sangat menurun dan biaya operasi penangkapan sangat besar. Keadaan yang berlawanan dialami oleh skoci dimana dalam perkembangannya, skoci mengalami peningkatan dari tahun 20092012. Peningkatan jumlah skoci yang terjadi yaitu sebesar 44.29% (Tabel 3.2). Grafik perkembangan jenis dan jumlah kapal di PPI Puger ditunjukkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Perkembangan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
2) Alat penangkapan ikan Perkembangan teknologi alat tangkap di daerah Puger masih belum optimal dibandingkan daerah-daerah Jawa Timur lainnya seperti: Sendang biru, Banyuwangi, dan Pacitan. Penggunaan alat tangkap yang masih tradisional dan bersifat manual menyebabkan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan belum maksimal seperti contoh saat pengoperasian alat tangkap pancing dimana ikan yang ditarik ke kapal masih menggunakan tangan (tanpa mesin). Alat tangkap
15
yang paling banyak digunakan oleh nelayan Puger yaitu alat tangkap payang, jaring (gillnet), dan pancing. Jumlah alat tangkap payang dan pancing yang digunakan di PPI Puger mengalami peningkatan periode 2007 sampai 2011, sedangkan alat tangkap jaring mengalami hal yang sebaliknya (Tabel 3.3). Alat tangkap pancing merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan di PPI Puger dan jenis pancing yang digunakan terdiri dari pancing prawean (hand line), pancing jerigen (pancing hanyut), dan pancing layang-layang (kite line). Pancing layangan menggunakan alat bantu layang-layang. Ujung tali dikaitkan pada umpan berupa ikan tongkol tiruan yang terbuat dari kayu dan menyerupai ikan aslinya. Tabel 3.3 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011 Jumlah alat tangkap (unit)
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Payang
Jaring/gillnet
Pancing
198 204 205 210 360
344 351 351 351 320
208 222 222 310 458
Sumber: BPPPI Puger
Data BPPPI Puger memperlihatkan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Puger pada umumnya adalah alat tangkap payang, jaring/gillnet, dan pancing. Alat tangkap pancing ini lebih banyak dioperasikan untuk penangkapan tuna di sekitar rumpon. Tabel 3.4 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah alat tangkap di PPI Puger Alat Tangkap Payang Jaring Pancing
Tahun 2010
2011
210 351 310
360 320 458
Perubahan (%) 71.43 -8.83 47.74
Sumber: Pengolahan data
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap payang dan pancing mengalami peningkatan masing-masing sebesar 71.43% dan 47.74% dari tahun 2010. Sedangkan jumlah alat tangkap jaring yang digunakan mengalami penurunan dengan persentase 8.83% dari tahun sebelumnya. Perkembangan jumlah alat penangkapan ikan disajikan pada Gambar 3.2
16
Gambar 3.2 Perkembangan alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011 3) Nelayan Struktur sosial nelayan di Puger dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu: nelayan pemilik (juragan darat), nakhoda, dan pandhega (ABK). Namun ada juga sebagian pemilik kapal yang juga merangkap sebagai nakhoda. Dalam melaksanakan operasi penangkapan, nelayan Puger hanya mengandalkan cuaca baik/cerah dan gelombang tenang. Pengetahuan dan keahlian tentang fishing ground diperoleh berdasarkan pengalaman bekerja yang lama sehingga dapat memperoleh hasil tangkapan dengan cepat. Selain itu, banyak pula nelayan yang mengetahui informasi penangkapan (fishing ground) melalui Global Positioning System dan peta navigasi yang menunjukkan lintang dan kedalaman suatu perairan. Tingkat pendidikan nelayan Puger pada umumnya hanya pada Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berikut ini ditampilkan data statistik jumlah nelayan Puger periode 2007-2011
Gambar 3.3 Perkembangan jumlah nelayan di Puger periode 2007-2011 Jumlah nelayan di PPI Puger pada tahun 2007 sebesar 6370 orang. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009 yaitu sebesar 12190 orang di tahun 2008 dan 12500 orang di tahun 2009. Namun pada tahun 2010 hingga 2011 jumlah tersebut tidak mengalami peningkatan maupun penurunan.
17
Volume produksi perikanan PPI Puger Produksi perikanan tangkap di PPI Puger cukup bervariasi. Hasil tangkapan jenis ikan yang didaratkan di PPI Puger didominasi oleh lemuru (15098.8 ton), tongkol (8196.3 ton), cakalang (7969.3 ton), dan tuna (221.9 ton) pada periode 2007-2011. Sedangkan hasil tangkapan diluar jenis ikan hanya terdiri atas cumicumi (77.4 ton) dan udang (149.6 ton). Volume produksi perikanan PPI Puger periode 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Volume produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011 Jenis Ikan Tuna Lemuru Tongkol Layang Cakalang Manyung Kakap Merah Layur Tembang Cumi-cumi Tenggiri Belanak Kembung Udang Total
Produksi per tahun (ton) 2007
2008
2009
2010
2011
36.8 5013.8 1520.3 51.0 1063.3 25.3 70.2 331.4 7.9 18.4 40.0 89.9 84.9 50.1
394.0 3447.9 1424.0 236.0 1122.1 22.0 112.0 345.0 309.0 18.0 122.0 186.0 464.0 24.0
415.2 2830.7 1628.9 273.4 1839.9 29.8 77.0 273.4 327.6 11.1 117.2 177.8 366.4 24.5
401.5 2 222.3 1 625.0 354.6 1 979.0 29.6 93.1 265.3 325.5 10.7 116.6 190.5 440.3 14.9
964.4 1 584.1 1 998.1 200.5 1 965.0 45.3 102.4 179.6 201.5 19.2 415.7 278.3 227.5 36.1
8403.3
8226
8392.9
8068.9
Total (ton) 2211.9 15098.8 8196.3 1115.5 7969.3 152.0 454.7 1394.7 1171.5 77.4 811.5 922.5 1583.1 149.6
8217.7
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur
Nilai produksi perikanan di PPI Puger Berdasarkan data volume produksi di PPI Puger yang disajikan sebelumnya, ikan lemuru merupakan produksi hasil tangkapan yang paling banyak didaratkan di PPI Puger. Namun jika dilihat berdasarkan nilai produksinya, ikan cakalang merupakan hasil tangkapan yang menghasilkan nilai produksi tertinggi di PPI Puger periode 2007-2011 yaitu sebesar Rp149 598 150 yang kemudian diikuti oleh tongkol sebesar Rp63 459 750, tuna sebesar Rp50 241 000, dan lemuru sebesar Rp4 986 915. Hal ini disebabkan karena ikan cakalang memiliki nilai ekonomis penting sehingga harga yang dijual lebih tinggi dibandingkan dengan ikan lemuru. Produksi ikan lemuru di Perairan Puger sangat besar, namun pada umumnya minat konsumen tidak terlalu tinggi terhadap ikan lemuru. Ikan yang didaratkan tidak banyak dibeli. Hal ini menyebabkan ikan tersebut akan kembali dibuang oleh nelayan ke laut.
18
Tabel 3.6 Nilai produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011 Jenis Ikan Tuna Lemuru Tongkol Layang Cakalang Manyung Kakap Merah Layur Tembang cumi-cumi Tenggiri Belanak Kembung Udang Total
Nilai per tahun (Rp) 2007
2008
2009
2010
2011
Total (Rp)
552 000 12 534 500 10 642 100 255 000 6 911 450 101 200
6 103 900 7 757 775 9 254 700 1 180 000 7 293 650 88 800
9 134 400 9 907 450 9 773 400 1 093 600 40 477 800 159 000
9 844 300 7 242 840 13 808 550 1 849 750 45 790 250 217 445
24 606 400 5 544 350 19 981 000 1 203 000 49 125 000 351 075
50 241 000 42 986 915 63 459 750 5 581 350 149 598 150 917 520
456 300
728 650
731 500
1 210 300
972 800
4 099 550
1 491 300 63 200 331 200 320 000 179 800 551 850 1 259 200
1 553 400 2 468 000 398 200 974 400 279 000 2 786 400 613 600
2 734 000 1 146 600 277 500 4 102 000 889 000 2 198 400 490 000
3 523 450 1 281 350 293 150 3 718 750 1 219 700 2 576 900 310 750
2 694 000 1 007 500 576 000 15 696 675 1 948 100 1 592 500 722 000
11 996 150 5 966 650 1 876 050 24 811 825 4 515 600 9 706 050 3 395 550
41 480 475
83 114 650
92 887 485
126 020 400
35 649 100
Sumber: DKP Propinsi Jawa Timur
Total nilai produksi seluruh hasil tangkapan di PPI Puger semakin meningkat pesat setiap tahunnya. Total nilai produksi pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 35.67% dibandingkan tahun 2010 dimana total nilai produksi tahun 2010 berjumlah Rp92 887 485 dan tahun 2011 berjumlah Rp126 020 400,-. Berikut ini disajikan data nilai produksi perikanan PPI Puger periode 2007-2011. Keragaan unit penangkapan pancing 1) Kapal Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing dengan hasil tangkapan tuna dikenal dengan skoci. Kapal ini terbuat dari bahan kayu dengan dimensi panjang (LoA) 16-17 m, lebar (B) 3-3.5 dan tinggi (D) 1.2-2 m. Pada umumnya skoci menggunakan mesin dalam (inboard) sebanyak 3 buah dengan merek Yanmar, Kubota, dan PS berkekuatan sekitar 25-30 PK. penggunaan mesin dalam terbagi atas mesin utama sebanyak 2 buah dan satu lagi sebagai mesin bantu. Mesin utama digunakan sebagai penggerak kapal untuk mendukung operasi penangkapan dan mesin bantu digunakan sebagai alat untuk menyalakan lampu sebagai penerangan saat melakukan penangkapan di malam hari. Mesin kapal menggunakan bahan bakar solar dan dalam sekali trip, kapal menghabiskan solar ±400 liter, namun sebagai cadangan agar tidak terjadi kekurangan selama di daerah fishing ground/perjalanan, nelayan biasanya membawa bahan bakar sebanyak 600 liter. Bentuk skoci di PPI Puger, Kabupaten Jember pada umunya dapat dilihat pada Gambar 3.5.
19
Gambar 3.4 Konstruksi kapal pancing tuna di Puger
Gambar 3.5 Kapal pancing tuna di Puger Kapal pancing tidak dilengkapi dengan palkah sebagai tempat penyimpanan dan pendingin tuna, namun para nelayan menggunakan box sebanyak 3 buah. Dua buah box mempunyai kapasitas maksimal masing-masing 1 ton untuk tempat penyimpanan hasil tangkapan dan 1 buah box lainnya digunakan untuk penyimpanan es curah/es balok. Jumlah es yang dibawa oleh kapal sebagai perbekalan melaut sebanyak 50-60 balok. Skoci di PPI Puger menggunakan alat bantu berupa GPS (Global Possitioning System) dan kompas. Nelayan juga menggunakan peta navigasi yang digunakan untuk menentukan daerah penangkapan, mengetahui posisi rumpon, dan mengetahui kedalaman perairan. Peta ini diperoleh dari dinas BPPPI Puger. Bagian haluan kapal terdapat anjungan yang berguna sebagai tempat istirahat nelayan dan tempat penyimpanan bahan makanan, namun ada juga beberapa kapal yang memiliki anjungan di bagian tengah kapal. Sedangkan bagian buritan kapal digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas penangkapan dan penyimpanan alat tangkap. 2) Alat Tangkap Pancing yang digunakan terdiri dari tali pancing, pemberat dan mata pancing. Jumlah pancing yang dioperasikan pada tiap kapal sebanyak 9-15 set. Bagian-bagian pancing terbagi atas: 1) Penggulung (reel), menggunakan dirigen air yang terbuat dari bahan plastik dengan ukuran 40 x 20 cm. Tali diikatkan pada penggulung jika operasi penangkapan telah selesai dilakukan.
20
2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament dengan panjang 30-40 meter. 3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan baja dan berfungsi untuk menjaga tali agar tidak terlilit atau kusut saat pengoperasian alat tangkap. 4) Tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan nylon monofilament. 5) Pemberat, terbuat dari timah berukuran sekitar 7 cm dengan berat 200 gram yang berfungsi untuk mempercepat proses turunnya alat tangkap. 6) Mata pancing (hook), terbuat dari baja bernomer 1, 2, 3 untuk menangkan ikan berukuran besar dan nomer 8, 9 untuk menangkap ikan seperti baby tuna, cakalang. Dalam setiap keberangkatan, nelayan selalu membawa mata pancing baru yang digunakan jika mata pancing sebelumnya putus atau hilang akibat proses penangkapan. Mata pancing yang sering dibawa oleh nelayan adalah mata pancing bernomor 1, 2, dan 3 untuk tuna berukuran besar. Penangkapan tuna berukuran kecil menggunakan mata pancing pancing nomor 7, 8, dan 9. Harga mata pancing nomor 1, 2, dan 3 biasa dibeli per kotak (isi 100) dengan harga Rp300 000,-. Harga mata pancing nomor 7, 8, dan 9 sekitar Rp1 000,- per mata pancingnya. Pancing yang digunakan oleh nelayan skoci di Puger terdiri dari berbagai macam model yaitu: 1) Pancing jerigen (drift line) dimana pancing ini menggunakan dirigen 5 liter sebagai pelampungnya. Panjang tali sekitar 150 m dililitkan pada dirigen, terdapat swivel untuk menghubungkan tali utama dengan tali cabang. Tali utama diulur ke bawah permukaan air hanya sekitar 35-40 m. Namun apabila pancing berhasil terkait oleh tuna, maka tali akan mengulur kebawah sepanjang ukuran tali yang dipasang.
Gambar 3.6 Pancing jerigen
21
2) Pancing uncalan (troll line) yang menggunakan tali senar (nylon monofilament) sepanjang 35 m yang dilempar dari kapal dan ditarik. Umpan yang digunakan berupa ikan tongkol buatan.
Sumber: WWF-Indonesia 2011
Gambar 3.7 Pancing uncalan (troll line) 3) Pancing layangan. Pancing ini menggunakan alat bantu layang-layang dalam operasinya. Jarak layangan dengan permukaan air mencapai 3 m hingga 100 m.
Sumber: WWF-Indonesia 2011
Gambar 3.8 Pancing layangan 4) Pancing prawean (hand line), merupakan pancing yang terdiri dari beberapa tali cabang dalam satu tali utama, yaitu sekitar 9-11 buah. Pancing ini dipegang oleh nelayan saat di kapal.
22
Gambar 3.9 Pancing prawean 3) Nelayan Nelayan skoci di PPI Puger berjumlah 5 orang, diantaranya 1 orang sebagai nakhoda (juru mudi) dan 4 orang sebagai anak buah kapal (ABK). ABK memiliki tugas dalam melaksanakan kegiatan teknis penangkapan, seperti: mempersiapkan alat tangkap (setting), hauling, dan menangani hasil tangkapan diatas kapal. Sedangkan juru mudi/nakhoda bertugas untuk mengemudikan kapal dan menentukan daerah penangkapan, tetapi tetap melaksanakan hal-hal yang dilakukan oleh para ABK. Pemilik kapal terbagi dua, yaitu: pemilik kapal sekaligus nakhoda, dan pemilik kapal bukan nakhoda (juragan darat). Sistem bagi hasil nelayan skoci yaitu sistem 50% (50:50), dimana 50% diberikan pada juragan/pemilik kapal dan 50% untuk para ABK, namun sebelumnya dilakukan pemotongan biaya operasional (perbekalan). Selain pembagian keuntungan berupa uang, nelayan juga mendapatkan sedikit bagian dari hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut bisa dijual kembali kepada orang ataupun buat konsumsi pribadi. 4) Rumpon Rumpon yang digunakan di perairan Puger merupakan jenis rumpon laut dalam. Kedalaman rumpon yang dipasang mencapai 2500 m. Rumpon ini dipasang untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, seperti tuna. Ponton pada awalnya terbuat dari lempengan baja atau alumunium yang dibentuk silindris, diisi poly uretean (PU) dan dilapisi oleh fibreglass pada bagian luar. Rumpon tersebut dibentuk menyerupai tabung dengan kerucut di salah satu sisinya. Namun pembuatan rumpon menggunakan plat baja atau aluminium dirasa sangat mahal. Oleh karena itu nelayan merubah bahan pelampung pada rumpon menjadi gabus berbentuk silindris dan dilapisi oleh karung. Karung dipasang “plester” setebal 5 mm. Panjang pelampung rumpon yaitu 4 sampai 4,5 m, diameter tabung sebesar 89 cm.
23
a. Konstruksi rumpon di Puger
b. Konstruksi umum rumpon
Gambar 3.10 Konstruksi rumpon Tali rumpon atau biasa disebut tampar oleh nelayan PPI Puger terbuat dari bahan nylon multifilament dan memiliki panjang 6500 m. Atraktor terbuat dari bermacam-macam bahan, seperti: pelepah kelapa, ban truk bekas, dan bambu. Pada atraktor biasanya diletakkan kepala sapi atau domba agar baunya dapat memancing ikan untuk datang ke rumpon tersebut.
Gambar 3.11 Konstruksi atraktor berbahan ban bekas
24
Gambar 3.12 Konstruksi andem (pemberat dasar) rumpon Pemberat atau biasa disebut andem yang memiliki fungsi sebagai jangkar, terbuat dari bahan semen cor berbentuk silindris berdiamter 50 cm dengan jumlah 30 buah dan memiliki berat masing-masing 60 kg. Bagian untuk menjaga agar tali rumpon/tampar tetap stabil ketika terkena arus, maka dipasang pemberat yang terbuat dari semen cor berdiamter 15 cm, panjang 25 cm, dan berat masingmasing 2 kg sebanyak 20 buah.
Gambar 3.13 Bagian pada stabilizer Bagian stabilizer yang berfungsi untuk menstabilkan tampar dari arus terdiri dari ring. Swivel berfungsi sebagai penyambung antara pemberat dengan wire rope. Pemasangan satu unit rumpon menggunakan kapal sebanyak 3 unit (2 skoci, 1 payang) dan untuk peletakan pemberat (jangkar) dilakukan oleh kapal payang. Kapal payang memilliki ukuran yang lebih besar sehingga mampu membawa muatan yang lebih besar pula. Rumpon yang telah dipasang oleh nelayan akan dibiarkan terlebih dahulu sekitar satu bulan hingga kondisi atraktor ditumbuhi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme akan membuat ikan-ikan kecil berkumpul di dalamnya. Ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan besar.
25
Biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan rumpon > 75 juta Rupiah untuk tali rumpon yang terbuat dari bahan nylon multifilament dan sekitar 40 juta untuk tali rumpon berbahan rafia. Namun adapula nelayan yang menggunakan bahanbahan yang diambil dari sisa-sisa rumpon yang terlepas di laut dan ditemukan oleh nelayan. Karena biaya pembuatan satu unit rumpon yang sangat mahal, maka nelayan membentuk kelompok untuk meringankan biaya pembuatannya. Satu unit rumpon dimiliki oleh 7 sampai 10 kelompok kapal. Nelayan diluar kelompoknya tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di rumpon milik mereka. Hal ini disebabkan karena nelayan di luar kelompok tidak akan mempunyai keinginan untuk membangun swadaya kelompok. Terdapat pula beberapa kelompok nelayan yang masih mengizinkan nelayan lain untuk melakukan penangkapan di sekitar rumpon miliknya tetapi tidak lebih dari satu malam. Tabel 3.7 Posisi pemasangan rumpon nelayan Rumpon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pemilik Rumpon 1 Rumpon 2 Rumpon 3 Rumpon 4 Rumpon 5 Rumpon 6 Rumpon 7 Rumpon 8 Rumpon 9 Rumpon 10 Rumpon 11 Rumpon 12 Rumpon 13 Rumpon 14 Rumpon 15
Posisi Lintang
Bujur
8 59’ 239” 90 07’ 112” 90 07’ 013” 90 08’ 987” 80 58’ 770” 80 59’ 797” 90 08’ 887” 80 59’ 239” 80 59’ 979” 80 57’ 312” 80 58’ 170” 80 57’ 447” 90 08’ 099” 90 09’ 881” 80 59’ 343”
113 20’ 120” 1130 41’ 017” 1130 28’ 107” 1130 40’ 474” 1120 41’ 014” 1130 40’ 179” 1120 50’ 979” 1130 20’ 126” 1130 00’ 873” 1120 50’ 479” 1130 30’ 430” 1130 02’ 589” 1130 18’ 770” 1130 08’ 737” 1130 10’ 747”
0
0
Sumber: data responden
Tabel 3.7 di atas menunjukkan posisi pemasangan rumpon para responden (nelayan pemilik) pada Perairan Puger, Jawa Timur. Satu posisi rumpon pada tabel tersebut dikoordinir oleh ketua kelompok dengan beranggotakan sekitar 7-10 kapal. 5) Umpan Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing ini menggunakan umpan buatan maupun alami. Umpan buatan berupa cumi-cumi dan ikan tongkol buatan. Umpon tongkol terbuat dari kayu yang dibentuk dan diwarnai menyerupai ikan aslinya. Umpan cumi-cumi terbuat dari bahan karet yang bewarna mencolok atau menarik. Umpan alami yaitu berupa tongkol atau cakalang.
26
(a)
Umpan cumi-cumi (b) Umpan rapala Gambar 3.14 Jenis umpan yang digunakan.
Daerah penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap Daerah penangkapan tuna menggunakan rumpon dilakukan pada jarak > 45 mil dari pinggir pantai Puger. Perjalanan dari fishing base menuju fishing ground rata-rata menghabiskan waktu selama 6 jam. Jarak antar rumpon yang dipasang yaitu 7 sampai 10 mil. Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger disajikan pada Gambar 3.14
Gambar 3.15 Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger
27
Pengoperasian alat tangkap dimulai saat keberangkatan, penangkapan, dan kembali ke fishing base. Sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kondisi mesin kapal dan persiapan segala kebutuhan melaut seperti: alat tangkap, umpan beserta cadangannya, solar, air bersih, makanan, es curah. Semua persiapan mengeluarkan dana sebesar 5 juta dalam sekali trip. Jumlah hari operasi yaitu sekitar 5 sampai 7 hari dan tergantung hasil tangkapan yang diperoleh. Biaya operasional yang dikeluarkan nelayan skoci lebih mahal dibandingkan dengan nelayan payang, jukung, dan jaring. Hal ini dikarenakan nelayan skoci berada di laut lebih lama dibandingkan dengan nelayan lainnya. Alat tangkap pancing ini dioperasikan dengan metode trolling atau ditarik oleh kapal. Saat di fishing ground, setiap ABK mengambil perannya masingmasing. Nakhoda bertugas menjalankan kapal saat penarikan alat tangkap serta mempersiapkan alat, ABK pertama mengoperasikan alat tangkap di bagian haluan, ABK kedua mengoperasikannya pada bagian buritan. Sisa ABK lainnya bertugas mempersiapkan kebutuhan tali dan mata pancing cadangan serta mempersiapkan kebutuhan untuk pengangkatan dan penanganan ikan di kapal. Pancing diturunkan ke laut dan dibiarkan terlebih dahulu hingga terdapat tandatanda ikan tertangkap. Selama pancing dibiarkan, mesin kapal tetap dinyalakan namun tidak dijalankan. Kadang kala kapal tetap dijalankan namun dengan kecepatan rendah sekitar 1-2 knot dengan tujuan agar umpan buatan dapat bergerak seperti halnya ikan hidup dan dapat menarik perhatian ikan target. Setelah ikan tertangkap oleh pancing, maka kapal dijalankan dengan kecepatan tinggi sekitar 4 knot mengikuti arah renang ikan hingga ikan lemas dan dapat ditarik ke kapal dengan mudah. Selain ditarik oleh kapal, pengoperasian pancing juga dilakukan saat kapal ditambatkan pada rumpon dengan kondisi mesin mati dan pelampung (jerigen) dibiarkan hanyut mengikuti arus laut. Jika ada tanda-tanda ikan tertangkap, maka pancing akan bergerak dengan sendirinya. Kapal akan mendatangi pancing dan kemudian pancing ditarik dari kapal. Operasi penangkapan pancing dilakukan baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Saat malam hari, penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu lampu sebagai penerangan di sisi kiri dan kanan kapal.
Gambar 3.16 Alat bantu lampu pada kapal
28
Distribusi dan pemasaran ikan tuna Ikan tuna yang diperoleh nelayan skoci tidak dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI) melainkan dijual kepada pengambek dengan harga jual yang telah ditentukan, oleh karena itu fasilitas TPI di PPI Puger tidak berjalan sesuai dengan fungsinya. Keterikatan antara pengambek dengan nelayan disebabkan karena pengambek memberikan modal atau pinjaman kepada nelayan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pengambek yang berada di Puger terdiri dari pengambek besar dan pengambek kecil. Pengambek kecil biasa disebut belantik. Gambar hubungan distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan skoci dapat dilihat pada gambar berikut: Nelayan
Pengambek kecil (Belantik)
Pengambek Besar
Pedagang besar (Bali dan Surabaya)
Perantara Gambar 3.17 Distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan Puger Pola hubungan antara nelayan berdasarkan gambar diatas menunjukkan suatu hubungan keterikatan yang sangat kuat antara nelayan dan pengambek. Nelayan yang memiliki keterikatan dengan belantik akan menjual hasil tangkapan kepada belantik. Belantik akan menjual kembali hasil tangkapan tersebut kepada pengambek besar. Harga tuna diatas 20 kg dihargai sekitar Rp24 000,-/kg. Tuna ukuran dibawah 20 kg dijual dengan harga Rp15 000/kg oleh pengambek besar. Apabila nelayan mempunyai ikatan kepada belantik, maka harga tersebut akan dipotong oleh belantik sebesar Rp2 000,-/kg. Harga tuna dapat berubah sewaktuwaktu tergantung pada musim ikan. Saat musim puncak, harga ikan lebih rendah dibandingkan dengan musim paceklik yaitu sekitar Rp22 000,-/kg untuk ikan diatas 20 kg dan Rp12 500,-/kg untuk ikan dibawah 20 kg. Pada umumnya, para pengambek memiliki hubungan dengan para pedagang besar yang berada diluar sehingga mereka mengetahui kemana hasil tangkapan akan dijual. Namun ada beberapa pengambek yang menggunakan jasa perantara untuk menjual ikannya kepada pedagang besar atau perusahaan-perusahaan pengolahan di luar daerah. Daerah Puger tidak terdapat industri pengolahan ikan sehingga hal ini menjadi alasan bagi para pengambek untuk menjual ikannya kepada pedagang di luar Puger. Fasilitas di PPI Puger yang tidak memadai dan teknologi yang kurang maju merupakan faktor yang menyebabkan tidak adanya industri pengolahan di daerah Puger. Keuntungan yang diambil oleh pihak perantara sesuai dengan kesepakatan bersama. Hubungan nelayan dengan pengambek tidak dapat dipisahkan. Oleh karena nelayan tidak dipercaya oleh bank dalam hal peminjaman keuangan, maka banyak nelayan yang beralih pada pengambek. Kebutuhan keuangan para nelayan dalam jumlah besar dapat dipenuhi oleh pengambek dalam waktu cepat. Nelayan lebih