5 terkandung dalam sampel. Analisis EDX dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan Bogor. Analisis FTIR Sampel silika dan silikon dianalisis menggunakan Spektrometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR). Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa. Setiap serapan panjang gelombang tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik. Tahapan ini dilakukan setelah analisis EDX selesai dilakukan. Analisis ini dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis EDX silika Untuk mendapatkan silika dari sekam padi melalui beberapa tahapan proses. Proses pertama adalah membakar sekam padi dengan tungku sekam IPB, ini dimaksudkan untuk mempercepat pembakaran sekam menjadi arang. Selain itu juga untuk memanfaatkan limbah arang sekam dari tungku sekam IPB. Proses kedua adalah proses pengabuan. Proses pengabuan dimulai dengan memasukkan arang sekam ke dalam cawan porselin. Arang sekam dipanaskan dalam tanur dengan suhu mula-mula 400 0C selama 2 jam, kemudian dilanjutkan pemanasannya dengan suhu 950 0C selama 1 jam. Selama proses pemanasan, laju kenaikan suhu diatur dengan variasi 0.5 0C/menit dan 1.5 0C/menit. Selama proses pembakaran sekam padi menjadi abu, zat - zat organik akan hilang dan meninggalkan sisa yang kaya akan silika. (Ariyani 2007). Proses selanjutnya adalah proses pencucian abu sekam dengan asam klorida 3% teknis, yang diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan 240 rpm pada suhu 200 0C selama 2 jam. (Hikmawati 2010, Ahmad 2012 dan Otto 2013). Setelah itu abu sekam dicuci menggunakan akuades panas berulang-ulang sampai bebas asam (diuji dengan menggunakan kertas lakmus), lalu disaring dengan kertas saring bebas abu.Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan impuritas yang ada dalam abu sekam selain silika. Hasil penyaringan dipanaskan dalam tanur dengan suhu 1000 oC sampai silika putih yang tersisa. Untuk mengetahui tingkat kemurnian ,selanjutnya dilakukan analisa EDX (Energy Dispersive X-ray), didapat hasil analisa seperti Tabel 1. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa sampel yang dianalisa mempunyai komposisi kimia yang berbeda berdasarkan laju kenaikan suhu. Sampel dengan laju kenaikan suhu 0.5 0C/menit , komposisi kimianya hanya terdiri dari oksigen 66.95% dan silikon 33.05%, sementara unsur lain tidak ditemukan atau tidak ada pengotor dari unsur-unsur lain. Kemurnian silika pada sampel ini adalah sebesar 99.15 % . Pada sampel dengan kelajuan 1.5 0C/menit, di dapat komposisi kimianya terdiri dari oksigen 73.08 %, silikon 26.32 % dan Potassium 0.59 %. Kemurnian sampel ini adalah sebesar 78.96%, tapi masih dijumpai pengotor yaitu potassium sebesar 0.59%. Dari kedua sampel ini dapat dilihat bahwa dengan
6 memperkecil laju kenaikan suhu, maka pengotor yang ada pada sampel dapat dihilangkan.
Tabel 1. Hasil analisis EDX silika/SiO2 Persentase (%) atom Laju kenaikan suhu Laju kenaikan suhu 0.5 oC/menit 1.5 oC/menit 66.95 70.93
Unsur Oksigen Silikon
33.05
26.32
-
0.59
99.15
78.96
Potassium (Kalium) Kemurnian Silika
Bila hasil analisa sampel dengan kelajuan 0.5 0C/menit dan sampel dengan kelajuan 1.5 0C/menit, dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dilihat seperti Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan Hasil analisis EDX silika/SiO2
Unsur
0.5
Oksigen
66.95
Persentase (%) atom Laju kenaikan suhu ( 0C/menit) 1.0 1.5 5.0 (Otto (Otto 2013) 2013) 74.61 70.93 70.93
Silikon
33.05
25.39
26.32
28.40
27.28
Potassium
-
-
0.59
0.67
0.65
Rubidium
-
-
-
-
2.80
99.15
76.17
78.96
85.20
81.65
Kemurnian silika
5.0 (Ahmad 2012) 69.27
Dari Tabel 2. terlihat bahwa semakin rendah laju kenaikan suhu, maka pengotor di dalam silika semakin kecil, bahkan untuk kelajuan 0.5 0C/menit dan 1.0 0C/menit,unsur potassium tidak terdeteksi sama sekali. Hal ini menunjukan bahwa semakin kecil laju kenaikan suhu, semakin sempurna proses pengabuan. Laju kenaikan suhu mengikuti prinsip termodinamika, seperti entropi dan entalpi. Terlihat bahwa pada saat laju kenaikan suhu 0.5 0C/menit diperoleh kemurnian yang lebih tinggi, dibanding dengan laju kenaikan suhu 1.5 0C/menit, ini diduga karena nilai entropi dan entalpi yang diperoleh telah mencapai nilai yang optimum untuk membentuk ikatan molekul SiO2.
7 Analisis FTIR silika 100 90
Transmitansi (%)
80 70 60
795
50 40 1095
30
486
20 10 0 3950
3450
2950
2450
1950
Bilangan gelombang
1450
950
450
(cm-1 )
Gambar 1. Spektrum FTIR sampel silika dengan kelajuan 0.5 0C/menit. Hasil analisis sampel silika dengan kelajuan kenaikan suhu 0,5 0C/menit dengan spektrometer FTIR dapat dilihat pada gambar 1. Pada Spektrumnya terlihat beberapa puncak yang menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi dalam sampel, yaitu pada bilangan gelombang 1095 cm-1, 795 cm-1, dan 486 cm-1. Puncak utama yang diyakini menunjukkan gugus fungsi silika adalah puncak pada bilangan gelombang 1095 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi siloksan Si-O-Si. Adanya gugus fungsi Si-O-Si diperkuat dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 795 cm-1 486 cm-1 yang juga merupakan gugus fungsi Si-O-Si (Yusmaniar dan Soegijono 2007).
100 90
Transmitansi (%)
80
625
70 795
60 50 1088
40
486 471
30 20 10 0 3950
3450
2950
2450
1950
Bilangan gelombang
1450
950
450
(cm-1)
Gambar 2. Spektrum FTIR sampel silika dengan kelajuan 1.50 C/menit.
8 Silika yang diperoleh dari pengabuan sekam padi dengan kelajuan 1.50 C/menit dianalisis dengan spektrometer FTIR dan spektrumnya diperlihatkan pada Gambar 2. Pada Spektrumnya terlihat beberapa puncak yang menunjukkan adanya beberapa gugus fungsi dalam sampel. Puncak puncak yang signifikan terdapat pada bilangan gelombang : 1088 cm-1, 795 cm-1, 625 cm-1, 486 cm-1 dan 471 cm-1. Puncak utama yang diyakini menunjukkan gugus fungsi silika adalah puncak pada bilangan gelombang 1088 cm-1, yang menunjukkan adanya gugus fungsi siloksan Si-O-Si (Pretsch.et al, 2000) Adanya gugus fungsi Si-O-Si diperkuat dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 795 cm-1 , 625 cm1 ,486 cm-1 dan 471 cm-1 ,yang juga menunjukkan ikatan Si-O-Si (Lin et al. 2001).
Analisis EDX silikon Untuk menghasilkan silikon, silika yang digunakan adalah silika dengan perlakuan pembakaran pada tanur dengan laju kenaikan suhu 0.5 oC/menit. Silika hasil pemurnian abu sekam dicampur dengan magnesium bubuk. Perbandingan bobot antara abu magnesium dan silika adalah 49 : 60. Campuran ini kemudian ditempatkan dalam cawan porselin lalu dipanaskan dalam tanur dengan laju o kenaikan suhu 0.5 C/menit. Diharapkan pada proses pemanasan, campuran antara silika dan magnesium bubuk terjadi reaksi sebagai berikut: SiO2 (s) + 2Mg (s) Si (s) + 2MgO (s) Hasil pemanasan kemudian dicuci dengan menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis yang diaduk dengan magnetic stirrer dengan kecepatan pengadukan 240 rpm selama 2 jam dan suhu 200 0C. Hasil residu dari penyaringan dipanaskan dalam tanur dengan suhu 110 oC selama 12 jam. Berikut ditunjukkan hasil analisis EDX silikon. Tabel 3. Hasil analisis EDX silikon/Si
Unsur Oksigen Magnesium Silikon Kemurnian silikon
Persentase (%) atom Perbandingan Mg : SiO2 (49 : 60) 36.98 1.01 62.01 44.03
Tabel 3. menunjukkan komposisi hasil reduksi silika dengan magnesium yang diperoleh dari perlakuan pada perbandingan komposisi kimia 49 : 60 antara magnesium dengan silika . Diperoleh unsur oksigen 36.98%,magnesium 1.01%,dan silikon 62.01%, sehingga kemurnian silikon 44.03 % dan masih ada
9 pengotor yaitu magnesium. Hal ini menunjukkan bahwa sampel masih menyisakan magnesium walaupun hasil reduksi telah dicuci dengan larutan HCl dan akuades panas berulang-ulang. Tabel 4. menunjukkan perbandingan silika dengan magnesium pada proses reduksi untuk mendapatkan silikon. Perbedaan perbandingan magnesium dan silika pada proses reduksi menghasilkan silikon dengan tingkat kemurnian berbeda. Tabel 4. Perbandingan Hasil analisis EDX silikon/Si
Unsur
Oksigen Fluorine Magnesium Silikon Kemurnian Silikon
Persentase (%) atom Perbandingan Mg dengan SiO2 dan laju kenaikan suhu 48:60 49:60 50:60 60:60 (5 0C/menit) (0.50C/menit) (1.0 0C/menit) (Hikmawati (Ahmad (Otto (Otto 2010) 2012) 2013) 2013) 28.28 38.47 36.98 26.09 55.75 6.55 0.96 1.01 1.41 54.92 61.53 62.01 73.91 42.84 40.78
42.29
44.03
60.87
15.72
Penelitian yang dilakukan oleh Hikmawati (2010) dan Ahmad (2012) dengan perbandingan magnesium dan silika sesuai stoikhiometri (48:60) dan laju kenaikan suhu 5 0C/menit serta proses pemurnian silikon menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis, asam sulfat (H2SO4) 98% p.a dan asam hidrofluorida (HF) 70% teknis menghasilkan kemurnian silikon berturut-turut yaitu 40.78% dan 42.29%. Penelitian yang dilakukan oleh Otto (2013), reduksi kimia dengan perbandingan magnesium dan silika dengan perbandingan 50:60 dan laju kenaikan suhu 10C/menit serta proses pemurnian silikon hanya menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis dan tidak menggunakan asam sulfat (H2SO4) dan asam hidrofluorida (HF) menghasilkan silikon dengan kemurnian 60.87% untuk perbandingan magnesium dengan silika (50 : 60) dan silikon dengan kemurnian 15.72% untuk perbandingan magnesium dengan silika (60 : 60). Sementara Penelitian yang dilakukan dengan perbandingan magnesium dan silika dengan perbandingan 49:60 dan laju kenaikan suhu 0.5 0C/menit serta proses pemurnian silikon hanya menggunakan asam klorida (HCl) 3% teknis,dan tidak menggunakan asam sulfat (H2SO4) dan asam hidrofluorida (HF) dihasilkan silikon dengan kemurnian 44.03%. Perbandingan magnesium dan silika yang optimal untuk menghasilkan silikon kemurnian tinggi terjadi pada perbandingan 50 : 60 dengan laju kenaikan suhu 1 0C/menit . Analisis FTIR silikon Hasil analisis spektrometer FTIR sampel silika yang direduksi dengan magnesium dengan perbandingan magnesium dan silika 49:60, dapat dilihat pada