22
STAIN Palangka Raya
Pembelajaran Bahasa Asing Komunikatif sebagai Upaya Pemberdayaan dan Peningkatan Kemandirian Masyarakat Siminto*)
Abstract Education plays an important role in improving the quality of human resources. One model of education that expected to produce qualified human resources, increase independence, and empower the community is learning of the foreign language. The objective of learning foreign languages is to create selfreliance and community empowerment. In other words, it is oriented to the needs of the community. By learning of that foreign language, it should be in synergy with the selection of teaching materials and appropriate learning media with the selection of appropriate teaching methods as well. Like or dislike, revolution and the selection of curriculum materials quality in foreign language learning should be done. Foreign language learning should be synergy with the subjects or courses in human resource development and entrepreneurship education, for example, they are capable of producing human resources that have the hard skills of qualified foreign language communicative, also have soft skills that make them appear to be individuals who are capable of creating self-reliance and empower people. Keywords: learning, foreign language, curriculum, teaching materials
Pendahuluan Pengajaran adalah proses untuk membantu seseorang untuk belajar bagaimana mengerjakan sesuatu, memberikan instruksi, membimbing dalam mempelajari sesuatu, memberikan pengetahuan, dan menyebabkan seseorang menjadi tahu atau mengetahui. Pengertian konsep pengajaran sering disamakan dengan konsep pembelajaran yang memang mempunyai hubungan yang erat. Bila dilihat dari segi definisi, memang hampir tidak ditemukan perbedaannya. Adapun pembelajaran adalah suatu proses untuk memperoleh atau mendapatkan *)
Siminto, M.Hum. adalah dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Tadris bahasa Inggris STAIN Palangka Raya.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
23
STAIN Palangka Raya
pengetahuan tentang subjek atau ketrampilan yang dipelajari, pengalaman, atau instruksi.1 Bila ditinjau dari perkembangan proses belajar mengajar bahasa menurut kurikulum pendidikan bahasa dan sastra di Indonesia pada tahun 1950, 1958, 1968, dan 1984 penggunaan istilah pengajaran tampak lebih dominan. Perubahan tampak pada kurikulum pendidikan bahasa dan sastra tahun 1994, penggunaan istilah pembelajaran tampak lebih menonjol. Pendidikan bahasa dan sastra selalu mengacu kepada kemampuan berkomunikasi secara komunikatif, maka penggunaan istilah pembelajaran yang lebih dikedepankan. Hal ini disebabkan istilah pembelajaran sangat erat kaitannya dengan pelaksanaan pendekatan komunikatif. Pada istilah pengajaran mengandung makna bahwa guru mengajar dan subjek belajar atau siswa belajar. Makna ini mengandung suatu pemahaman bahwa guru dituntut lebih aktif daripada siswa. Subjek belajar atau siswa lebih banyak mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat penjelasan guru. Kegiatan belajar mengajar menjadi lebih berpusat kepada guru. Adapun pada istilah pembelajaran, mengandung makna bahwa subjek belajar atau siswa harus dbelajarkan bukannya diajarkan. Kegiatan belajar mengajar berpusat pada subjek belajar. Subjek belajar atau siswa dituntut lebih aktif untuk mencari, menemukan, menganalisis, memecahkan masalah, merumuskan, dan menyimpulkan suatu masalah. Jika dikaitkan dengan pembelajaran bahasa asing, Scarino, Vale, dan Clark mengidentifikasikan delapan prinsip pembelajaran agar siswa dapat belajar secara optimal, sebagai berikut:2 a. Subjek belajar atau siswa diperlakukan sebagai individu dengan kebutuhan dan minatnya sendiri-sendiri. b. Subjek belajar atau siswa diberi kesempatan mempergunakan bahasa target untuk berkomunikasi dalam berbagai kegiatan belajar mengajar. c. Subjek belajar atau siswa banyak diaktifkan dengan bahasa target yang dipergunakan dalam proses komunikasi baik lisan maupun tertulis, menurut kemampuan, kebutuhan, dan minat mereka. d. Subjek belajar atau siswa dihadapkan pada aspek struktur verbal bahasa target dan mengkaji makna budaya yang terkandung dalam bahasa target. e. Subjek belajar atau siswa ditunjukkan pada aspek sosial budaya penutur asli bahasa target dan pengalaman langsung dalam budaya bahasa target. 1
Pringgawidagda, Suwarna. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2002, hlm. 20. 2 Ibid, hlm. 29.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
24
STAIN Palangka Raya
f. Subjek belajar atau siswa diberi umpan balik yang efektif tentang kemajuan belajarnya secara berkelanjutan.
g. Subjek belajar atau siswa diberi kesempatan untuk mengelola gaya belajarnya sendiri. Pembelajaran bahasa asing yang baik hendaknya bersifat komunikatif, yaitu mengarah pada kelancaran berkomunikasi dalam bahasa asing tersebut secara aktif. Komunikatif mengarahkan kepada kemampuan untuk mempertukarkan ideide, gagasan, informasi, dan sebagainya antara dua orang atau lebih.3 Dengan kata lain komunikatif mengarahkan kepada kemampuan untuk mempertukarkan dan memperundingkan informasi antara paling sedikit dua orang melalui penggunaan lambang-lambang verbal dan non verbal, mode-mode lisan atau tulisan, serta proses produksi dan komprehensi.4 Pembelajaran bahasa asing dapat berkembang dalam kerangka pendidikan. Pendidikan di sini bisa berupa pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolahsekolah dan perguruan tinggi, juga bisa berupa pendidikan informal di luar sekolah, misalnya kursus ketrampilan berbahasa asing. Idealnya pendidikan yang baik dan dikatakan berhasil bila para peserta didiknya setelah lepas dari lembaga pendidikan, mampu memberdayakan masyarakatnya, minimal mampu memberdayakan diri mereka sendiri, dan mampu memanfaat kepandaiannya untuk mencapai kemandirian dalam berbagai bidang, terutama mandiri secara ekonomi. Keberhasilan pendidikan bukan tanggung jawab pemerintah semata, akan tetapi lembaga pendidikan baik dari strata terbawah (taman kanak-kanak) sampai tertinggi (perguruan tinggi) dan masyarakat ikut bertanggung jawab. Memang tujuan pendidikan bukan semata menciptakan seseorang untuk dapat bekerja, akan tetapi semestinya pendidikan yang diperolehnya dapat menyiapkan bekal untuk mempermudah mendapat kemandirian dalam berbagai bidang terutama ekonomi, melalui pekerjaaan yang mapan. Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik harus memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kecenderungan pendidikan yang sekarang lebih tertumpu kepada aspek kognitif, seperti hafalan dan kurang kepada kedua aspek lainnya, maka makin membuat peserta didik kurang tanggap dan tangguh dalam menghadapi sesuatu masalah yang baru. Akibatnya, peserta didik cenderung mengejar nilai yang tinggi, akan tetapi sering kurang mengerti akan sustansinya. Jika seperti ini jadinya, tujuan pendidikan yang menjadi jalan 3
Tarigan, Henry Guntur. Metodologi Pengajaran Bahasa I. Bandung: Angkasa, 2009, hlm. 14. 4 Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
25
STAIN Palangka Raya
membuat para peserta didik mampu memberdayakan masyarakat dan mandiri, menjadi gagal total. Sedangkan upaya pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah proses dari, oleh dan untuk masyarakat, yaitu ketika masyarakat didampingi/ difasilitasi dalam pembelajaran (yaitu menemukan, menganalisis, memecahkan masalah, merumuskan, dan menyimpulkan suatu masalah), mengambil keputusan, dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pengembangan dan peningkatan taraf hidup mereka. Istilah pemberdayaan masyarakat (empowerment) adalah sebuah istilah yang sudah familier bagi kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, organisasi sosial kemasyarakatan bahkan kalangan pemerintahan. Istilah pemberdayaan ini muncul hampir bersamaan dengan adanya kesadaran akan perlunya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini diasumsikan bahwa tanpa adanya partisipasi masyarakat niscaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan memperoleh kemajuan yang berarti. Adanya gagasan bahwa partisaipasi masyarakat itu seyogyanya merefleksikan kemandirian bukanlah tanpa alasan. Tanpa adnya kemandirian maka suatu bentuk partisipasi masyarakat itu tidak lain hanya sebuah mobilisasi belaka. Secara konseptual, pemberdayaan terkait erat dengan proses tranformasi sosial, ekonomi, politik dan budaya.5 Pemberdayaan bisa dimaknai sebagai proses penumbuhan kekuasaan dan kemampuan diri dari kelompok masyarakat yang miskin lemah, terpinggirkan dan tertindas. Melalui proses pemberdayan diasumsikan bahwa kelompok sosial masyarakat terbawah sekalipun bisa saja terangkat dan muncul menjadi bagian masyarakat menengah dan atas. Hal ini bisa terjadi kalau saja mereka diberi kesempatan dan mendapat bantuan dan difasilitasi pihak lain yang punya komitmen untuk itu. Kelompok miskin di suatu pedesaan misalnya, tidak akan mampu melakukan proses pemberdayaan sendiri tanpa bantuan atau difasilitasi pihak lain. Harus ada kelompok atau seseorang, suatu lembaga yang bertindak sebagai agen pemberdayaan bagi mereka. Pemberdayaan masyarakat berbeda dengan apa yang selama ini dipahami orang dengan pendekatan karikatif (memberi bantuan dengan dasar belas kasihana) dan pengembangan masyarakat (community development) yang biasanya berisi pembinaan, penyuluhan, bantuan teknis, dan manajemen serta mendorong kemandirian/ keswadayaan. Dua pendekatan pembangunan di atas biasanya ada intervensi dari orang luar yang mengambil inisiatif, prakarsa, memutuskan, dan 5
Mahmudi, Ahmad. Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sebelas Maret, 2003, hlm. 3.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
26
STAIN Palangka Raya
melakukan sesuatu sesuai dengan pikirannya sendiri. Masyarakat diikutkan sebagai objek pembangunan, pihak luar berfungsi sebagai pembina, penyuluh, pembimbing dan pemberi bantuan. Dari penjelasan di atas bisa dipahami bahwa esensi pemberdayaan masyarakat adalah proses dari, oleh, dan untuk masyarakat, suatu keadaan ketika masyarakat didampingi/ difasilitasi dalam mengambil keputusan dan berinisiatif sendiri agar mereka lebih mandiri dalam pembangunan dan peningkatan taraf hidup mereka, sedang pihak lain hanya berfungsi sebagai fasilitator. Sedangkan masyarakat adalah subyek pembangunan dan pihak luar berperan sebagai fasilitator. Pemberdayaan masyarakat juga bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri" atau "membantu masyarakat agar mampu membantu diri merekka sendiri". Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat, adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan. Pada makalah ini, penulis akan mencoba memaparkan revolusi kurikulum dalam pembelajaran bahasa asing secara komunikatif sebagai salah satu upaya menuju pemberdayaan dan membantu meningkatkan kemandirian masyarakat, agar mampu berperan secara aktif dalam setiap gerak pembangunan. Dengan kemampuan bahasa asing yang dimiliki, diharapkan masyarakat mampu mandiri secara ekonomi menuju kesejahteraan bersama. Tentu saja, pengusaan bahasa asing komunikatif saja tidak cukup, harus disertai dengan penguasaan kemampuan lain yang penting bagi masa depan peserta didik, seperti kemampuan interpersonal dan kewirausahaan yang baik. Pembelajaran Bahasa Asing Sebagai Bahasa Kedua Pembelajaran bahasa berbeda dengan pemerolehan bahasa. Perbedaan yang tampak dari keduanya adalah, pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan proses memperoleh bahasa untuk pertama kalinya pada anak-anak dengan cara anak-anak. Anak-anak yang semula tanpa bahasa dan tidak bisa berbahasa, kemudian memulai untuk mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
27
STAIN Palangka Raya
Kedua, untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Pada orang dewasa yang ingin menguasai bahasa kedua (termasuk didalamnya bahasa asing), dilakukan melalui pembelajaran bahasa. Dalam kegiatan pembelajaran bahasa asing sebagai bahasa kedua, orang-orang dewasa juga dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang dipakai anak-anak. Pemerolehan dan pembelajaran bahasa bisa menjadi suatu proses yang amat kuat pada orang dewasa. Orang dewasa mempunyai cara-cara yang, berbeda, berdikari, dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam pembelajaran bahasa kedua. Adapun perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa adalah sebagai berikut: 1. Pemerolehan bahasa mempunyai ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama, seorang anak penutur asli, sedangkan pembelajaran bahasa adalah pengetahuan secara formal. 2. Pemerolehan bahasa pertama didapat secara bawah sadar, sedangkan pembelajaran bahasa kedua didapat secara sadar dan disengaja. 3. Pemerolehan bahasa kedua seperti memungut bahasa kedua, sedangkan pembelajaran bahasa kedua merupakan proses untuk mengetahui bahasa kedua. 4. Pemerolehan bahasa adalah upaya untuk mendapat pengetahuan bahasa secara implisit, sedangkan pembelajaran bahasa adalah upaya untuk mendapatkan pengetahuan tentang bahasa kedua secara eksplisit. 5. Pemerolehan bahasa tidak membantu kemampuan anak, sedangkan pembelajaran bahasa menolong sekali dalam meningkatkan kemampuan berbahasa. Pandangan pemerolehan bahasa secara alami yang merupakan pandangan kaum nativistis yang diwakili oleh Noam Chomsky,6 berpendapat bahwa bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia. Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Hakikatnya, pola perkembangan bahasa pada berbagai macam bahasa dan budaya. Lingkungan hanya memiliki peran kecil dalam pemerolehan bahasa. Anak sudah dibekali apa yang disebut piranti penguasaan bahasa (Language Acquisition Device).
6
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003, hlm. 235-236.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
28
STAIN Palangka Raya
Pandangan pemerolehan bahasa secara disuapi adalah pandangan kaum behavioristis yang diwakili oleh B.F. Skinner dan menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Anak hanya merupakan penerima pasif dari tekanan lingkungan. Anak tidak memiliki peran aktif dalam perilaku verbalnya. Perkembangan bahasa ditentukan oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Anak dapat menguasai bahasanya melalui peniruan. Belajar bahasa dialami anak melalui prinsip pertalian stimulus respon. Perkembangan bahasa anak adalah suatu kemajuan yang sembarang hingga mencapai kesempurnaan. Pandangan kognitif diwakili oleh Jean Piaget dan berpendapat bahwa bahasa bukan ciri alamiah yang terpisah melainkan satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak. Yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya. Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin atau formal di dalam kelas dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah dan natural.7 Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dikenal dengan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa kedua terpimpin atau pembelajaran bahasa mempergunakan bahasa dan bahan ajar yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru atau pengajar. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya. Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan/ guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja. Di dalam kelas ada saja buah yang dapat dianggap sangat penting dan mendasar dalam proses belajar bahasa, yaitu (1) belajar bahasa adalah orang, (2) belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi dinamis, dan (3) belajar bahasa adalah orang-orang dalam responsi.
7
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2003, hlm. 243.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
29
STAIN Palangka Raya
Adapun faktor-faktor penentu dalam pembelajaran bahasa asing sebagai bahasa kedua meliputi: 1. Faktor motivasi. Motivasi mempunyai peranan dalam belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat menjadi tujuan dan alat dalam pembelajaran.8 Ada asumsi yang menyatakan bahwa seorang pembelajar bahasa asing sebagai bahasa kedua dengan penuh motivasi dan tujuan yang jelas, cenderung akan lebih berhasil daripada pembelajar yang belajar tanpa dilandasi suatu dorongan, motivasi, atau tujuan. Motivasi pembelajaran bahasa asing sebagai bahasa kedua mempunyai dua fungsi, pertama, fungsi integratif yaitu motivasi yang mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa asing karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa asing tersebut atau menjadi anggota masyarakat bahasa tersebut. Kedua, fungsi instrumental yaitu motivasi yang mendorong seseorang untuk mempelajari bahasa asing karena tujuan yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada lapisan atas masyarakat bahasa tersebut.9 2. Faktor penyajian formal. Untuk meningkatkan kecepatan penguasaan bahasa dalam pembelajaran bahasa asing, ada lima karakteristik lingkungan pembelajaran bahasa asing di kelas yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Lingkungan pembelajaran bahasa asing di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikologi sosial kelas, yang meliputi penyesuaian-penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang dipergunakan. b. Di lingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistik yang dilakukan oleh guru berdasarkan kurikulum pengajaran bahasa yang dipergunakan. c. Di lingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk meningkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah. d. Di lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bahasa yang artifisial (buatan), tidak seperti dalam lingkungan kebahasaan yang alamiah.
8
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1999, hlm. 42-43. 9 Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
30
STAIN Palangka Raya
e.
3.
4.
Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajaran seperti buku teks, buku penunjang, papan tulis, media pembelajaran bahasa, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Faktor bahasa pertama. Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama (bahasa ibu atau bahasa yang lebih dahulu diperoleh) mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar.10 Mengetahui keadaan linguistik bahasa pertama sangat penting bagi usaha menentukan strategi pembelajaran bahasa kedua, sebab belajar bahasa kedua tidak lain daripada mentransfer bahasa baru di atas bahasa yang sudah ada. Faktor lingkungan. Kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa asing yang baru (bahasa kedua). Lingkungan bahasa di sini adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajar sehubungan dengan bahasa asing yang sedang dipelajari. Lingkungan bahasa ini dapat dibedkan atas lingkungan formal seperti kelas dalam proses pembelajaran bahasa asing dan bersifat artifisial, dan lingkungan informal atau natural atau alamiah.
Pada hakikatnya pembelajaran bahasa asing adalah pembelajaran untuk dapat berkomunikasi secara aktif. Tujuan utama pembelajaran bahasa asing diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa asing tersebut, baik secara lisan maupun tertulis. Pengertian komunikasi yang dimaksud adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dengan menggunakan bahasa. Bahasa mempunyai peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang ilmu. Pembelajaran bahasa asing diharapkan mampu membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya masyarakat lain. Pembelajaran bahasa asing juga membantu peserta didik untuk mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, dan dapat ikut berpartisipasi dalam masyarakat bahasa asing tersebut. Selain itu, pembelajaran bahasa asing mampu membantu peserta didik untuk dapat berdaya guna dalam setiap lini pekerjaan dan
10
Ibid., hlm. 19.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
31
STAIN Palangka Raya
menemukan kemandirian ekonomi berbekal kemampuan berbahasa asing komunikatif yang dikuasainya. Metode Pembelajaran Bahasa Asing Untuk Tujuan Komunikatif Metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah thariqah, yang berarti jalan atau cara. Metode pembelajaran adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian bertentangan dengan bagian yang lain, dan semuanya berdasarkan atas pendekatan yang telah dipilih.11 Berlandaskan asumsi yang menyatakan bahwa proses pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing sama dengan bahasa ibu, yaitu dengan penggunaan bahasa secara langsung, intensif, dan komunikatif dalam komunikasi lisan dan tulisan, maka metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1. Metode Pembelajaran Langsung Tujuan penerapan metode pembelajaran bahasa langsung adalah untuk penguasaan bahasa asing sasaran. Teknik pembelajaran secara umum dapat berupa penyajian kata-kata konkrit berfrekuensi tinggi dalam pemakaiannya dalam komunikasi. Penyajian kata-kata konkrit berfrekuensi tinggi dilakukan melalui demonstrasi, peragaan benda langsung atau gambar, melalui asosiasi, konteks, dan definisi untuk kata-kata abstraknya. Pengkondisian kelas menjadi lingkungan bahasa asing sasaran buatan, tempat siswa berlatih bahasa asing sasaran secara langsung. Kaidah-kaidah bahasa diajarkan secara induktif, yaitu bermula dari contoh-contoh kemudian diambil kesimpulan. Khalayak sasaran adalah mereka yang mempelajari bahasa asing untuk keperluan komunikasi atau mereka yang ingin mempelajari bahasa asing sebagai ‘kunci’ yang hendak digunakan untuk keinginan atau kebutuhan yang berkaitan dengan pemakaian bahasa asing.12
2. Metode Pembelajaran Audiolingual Metode lain yang dapat dimanfaatkan selain metode langsung adalah metode audiolingual. Metode audiolingual mempunyai karakteristik yaitu bertujuan untuk menguasai empat ketrampilan berbahasa asing secara seimbang, yang diawali dengan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Teknik pembelajaran 11
Arsyad, Azhar. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm. 19. 12 Kuswardono, Singgih. Buku Ajar Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. FBS UNNES. Semarang: tidak diterbitkan, 2006, hlm. 28-29.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
32
STAIN Palangka Raya
yang bisa dipilih yaitu pemberian kalimat-kalimat bahasa asing dalam bentuk percakapan untuk dihafalkan dan dikembangkan. Penguasaan pola kalimat dilakukan dengan latihan-latihan pola mengikuti urutan: stimulus-responsereinforcement.
3. Metode Pembelajaran Komunikatif Metode terakhir yang dapat dimanfaatkan adalah metode komunikatif. Metode ini dilandasi asumsi yang lebih sempurna yang berhubungan dengan komunikasi yaitu bahwa penggunaan bahasa tidak hanya terdiri atas empat ketrampilan berbahasa saja, tetapi mencakup berbagai kemampuan dalam kerangka komunikatif yang luas, sesuai dengan peran dan partisipasi, situasi dan tujuan interaksi.13 Dengan kata lain, metode komunikatif adalah suatu teknik pembelajaran untuk memperoleh kemampuan berbahasa secara komunikatif melalui perencanaan yang menyeluruh dengan penyajian materi bahasa secara teratur yang bertujuan untuk aktivitas komunikasi. Salah satu karakteristik metode ini adalah bertujuan untuk mengembangkan potensi pembelajar untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa asing sasaran dalam konteks komunikatif yang sesungguhnya. Konsep dasar metode ini adalah kebermaknaan dari setiap bentuk bahasa asing yang dipelajari dan keterkaitan bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa tersebut. Teknik pembelajaran secara umum dapat berupa penyajian materi yang bervariasi, tidak hanya mengandalkan buku teks, tetapi lebih ditekankan pada bahan-bahan otentik (berita koran, iklan, menu, KTP, SIM/STNK, formulir-formulir, dan lain-lain). Karakteristik lain metode komunikatif ini adalah dalam proses pembelajaran bahasa asing, siswa bertindak sebagai komunikator yang berperan aktif dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya. Aktivitas pembelajaran bahasa asing di dalam kelas diwarnai secara nyata dan didominasi oleh kegiatankegaiatan komunikatif. Karakteristik terakhir adalah penggunaan bahasa ibu yang sudah diminimalisir, bukan dilarang sama sekali.14
4. Metode Pembelajaran Eklektik Untuk khalayak sasaran yang tidak mempunyai tujuan spesifik dalam belajar bahasa asing atau mereka yang ingin belajar bahasa asing sebagai ilmu 13
Ibid., hlm. 29. Effendy, Ahmad Fuad. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Penerbit Misykat, 2005, hlm. 6. 14
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
33
STAIN Palangka Raya
‘ensiklopedi’, atau sebagai strategi penjajagan dalam pembelajaran bahasa, maka penerapan metode eklektik adalah yang sesuai untuk mereka. Metode ini berlandaskan sebuah asumsi bahwa tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru, semua pembelajar, dan semua program pengajaran. Karakteristik metode ini adalah penggabungan beberapa metode untuk sebuah pembelajaran. Tidak ada teknik umum yang spesifik, semua sesuai situasi dan kondisi yang diperlukan.15 Revolusi Kurikulum dan Bahan Ajar dalam Pembelajaran Bahasa Asing Kata “kurikulum” berasal dari satu kata dalam bahasa Latin yaitu curriculae yang berarti jalur pacu, dan secara tradisional kurikulum sekolah disajikan ibarat jalan bagi kebanyakan orang.16 Definisi kurikulum dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Pada pasal 37 disebutkan bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, peekembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.17 Definisi lain tentang kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.18 Kurikulum merupakan wahana belajar-mengajar yang dinamis sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus-menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Revolusi kurikulum merupakan hal yang lazim dilakukan berdasarkan landasan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Adanya falsafah hidup, perubahan sosial budaya, agama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat.19 Perubahan dan perkembangan 15
Kuswardono, Singgih. Buku Ajar Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, hlm.
16
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 1999,
30. hlm. 264. 17
Ibid., hlm. 267. Undang-Undang No.20 TH. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 19 Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran, hlm. 271. 18
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
34
STAIN Palangka Raya
kebutuhan masyarakat ini berimbas pada perubahan kebutuhan masyarakat akan pendidikan. Situasi masyarakat kita sekarang ini memang telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan karena kebutuhan masyarakat yang telah berubah pula. Pemenuhan kebutuhan akan tumbuhnya masyarakat yang berdaya adalah suatu keharusan. Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan formal dan nonformal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan "mendidik masyarakat agar mampu mendidik diri mereka sendiri" atau "membantu masyarakat agar mampu membantu diri merekka sendiri". Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat, adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan. Pemberdayaan masyarakat berpengaruh terhadap pendidikan. Pendidikan yang ada selama ini dirasakan kurang mampu membekali peserta didiknya untuk tampil menjadi individu-individu yang mampu memberdayakan masyarakatnya. Selain itu, pemberdayaan masyarakat bisa diwujudkan melalui pendidikan kritis yang membebaskan. Pendidikan kritis pada dasarnya merupakan salah satu paham dalam pendidikan yang mengutamakan pemberdayaan dan pembebasan.20 Pendidikan kritis mengutamakan proses belajar mengajar yang mencerdaskan sekaligus membebaskan peserta didik untuk menjadi pelaku (subject) bukan sasaran (object) dari proses tersebut. Adapun proses pendidikan kritis ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan model pendidikan yang lain, yang meliputi: 1. Belajar dari realitas atau pengalaman. Materi yang dipelajari bukan “ajaran” (teori, pendapat, kesimpulan, wejangan, nasehat, dan sebagainya) dari seseorang, tetapi keadaan nyata masyarakat atau pengalaman seseorang atau sekelompok orang yang terlibat dalam kegiatan nyata, sehingga tidak ada otoritas pengetahuan seseorang yang lebih tinggi dari yang lainnya. Keabsahan pengetahuan seseorang ditentukan oleh pembuktiannya dalam realitas tindakan atau pengalaman langsung, bukan pada retorika teoritik atau “kepintaran omong”nya. 2. Tidak menggurui. Oleh karena itu tidak ada “guru” dan tidak ada “murid” yang digurui. Semua orang yang terlibat dalam pendidikan ini adalah: “guru sekaligus murid” (every body of teacher) pada saat yang bersamaan. 20
Fakih, Mansur. Paradigma ORNOP di Indonesia, Studi Kasus di Indonesia. Jakarta: P3M, 1993, hlm. 102.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
35
STAIN Palangka Raya
3. Dialogis. Karena tidak ada murid dan guru maka proses belajar mengajar yang
4.
5.
6.
7.
berlangsung bukan bersifat teacher center atau satu arah, tetapi proses “komunikasi” dalam berbagai bentuk kegiatan belajar, seperti: diskusi kelompok, bermain peran, out-bond dan sebagainya, yang didukung oleh media (peraga), grafika, audio visual dan lain-lain. Proses komunikasi ini lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antar orang yang terlibat dalam proses pelatihan tersebut. Agar proses belajar tetap berpijak pada asas-asas pendidikan kritis sebagai landasan filosofinya, maka panduan proses belajar dan pelaksanaannya harus disusun dalam suatu proses yang dikenal sebagai “daur belajar (dari) pengalaman yang distrukturkan”. Proses belajar ini sudah teruji sebagai suatu proses belajar yang memenuhi semua tuntutan atau prasarat pendidikan kritis. Hal tersebut terjadi karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu realitas sosial dengan cara terlibat (partisipasi), secara langsung msupun tidak langsung sebagi bagian dari realitas tersebut. Melakukan sendiri; artinya materi pengajaran diambil dari pengalaman, atau peristiwa peristiwa yang dialami sendiri oleh peserta yang diungkapkan lewat cerita, studi kasus, permainan dan media lainnya sebagai cara untuk melihat data yang ada. Dengan demikian materi pembelajaran akan lebih hidup, dinamis dan inovatif. Mengungkapkan data (rekontruksi); artinya pengalaman-pengalaman yang diperoleh dan dimilikinya itu diuraikan kembali secara rinci (fakta, unsurunsur, urutan kejadian dan lain-lain) dari realitas sebagai proses pengungkapan dengan cara menyatakan kembali apa yang sudah dialaminya lewat tanggapan dan kesan atas pengalaman tersebut. Tahapannya dimulai dari penggalian pengalaman dengan cara melakukan kegiatan langsung, kemudian partisipan terlibat dan bertindak atau berprilaku mengikuti suatu pola tertentu termasuk cara mengerjakan, mengamati, melihat dan menyatakan sesuatu. Pengalaman itulah yang akhirnya menjadi titik tolak proses belajar selanjutnya. Kaji–urai (analisis). Yaitu mengkaji sebab-sebab dan kemajemukan dari berbagai macam problema yang ada dalam realitas tersebut, baik yang menyangkut tatanan, aturan-aturan, maupun sistem yang menjadi akar persoalan. Kesimpulan. Yakni merumuskan makna atau hakekat realitas data atau pemgalaman melalui analisis data sebagai suatu pelajaran pengalaman dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh. Rumusan tersebut berupa prinsip-prinsip dan kesimpulam umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
36
STAIN Palangka Raya
pengalaman-pengalaman itu. Cara seperti ini akan lebih mempermudah dalam merumuskan, merinci dan memperjelas hal-hal yang telah dipelajari. 8. Tindakan (penerapan). Tahap terakrir dari proses daur-belajar ini adalah memutuskan dan melaksanakan tindakan-tindakan baru yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru atas realitas tersebut. Langkah ini diwujudkan dengan cara merencanakan tindakan-tindakan dalam rangkan penerapan prinsip-prinsip yang telah disimpulkan. Proses pengalaman atau daur-belajar ini belumlah lengkap sebelum ajaran baru, pengalaman baru, ataupun penemuanpemenuan baru itu dilaksanakan dan diuji dalam prilaku yang sesungguhnya. Tahap ini menjadi bagian yang bersifat “eksperimental”. Proses penerapan ini tentu akan menjadi suatu pengalaman sendiri, dan dengan pengalaman baru itulah daur proses atau daur-belajar akan dimulai dari awal lagi dan seterusnya. Skema dibawah ini menunjukkan bagaimana proses daurbelajar berlangsung. Proses Belajar (Daur-Belajar) dapat digambarkan sebagai berikut:
Proses belajar dalam pendidikan kritis dimulai dari melakukan atau pengalaman yang dirasakan oleh peserta didik, bukan dari teori-teori, tetapi dengan mengungkapkan data, menganalisis sebab-sebab, menyimpulkan dan membuat keputusan untuk melakukan tindakan-tindakan lebih lanjut. Proses belajar dalam pendidikan kritis ini hanya dapat terwujud jika revolusi kurikulum dilakukan secara tepat.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
37
STAIN Palangka Raya
Jika berbicara tentang pembelajaran bahasa asing, maka revolusi kurikulum dalam pembelajaran bahasa asing adalah hal yang mutlak perlu dilakukan. Revolusi kurikulum ini berguna untuk meninjau ulang mata pelajaran atau mata kuliah yang diperlukan masyarakat dan yang tidak lagi diperlukan masyarakat. Tuntutan agar peserta didik yang telah lulus dari pembelajaran bahasa asing agar mampu memberdayakan masyarakat dan diri sendiri, maka suatu keharusan untuk memasukkan mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia ke dalam kurikulum. Mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia mengajarkan kepada peserta didik untuk dapat berpikir kritis, kreatif, dan konstruktif. Revolusi kurikulum akan semakin tepat sasaran jika disertai dengan pemilihan bahan ajar yang sesuai pula. Untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan ajar, tenaga pendidik dapat melakukannya dengan dua cara, pertama, dengan resources by design yaitu sumber-sumber belajar yang secara sengaja dirancang dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran. Kedua, dengan resources by utilization yaitu sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar yang dapat digunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran. Bahan ajar yang diperlukan dalam mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia ini sebaiknya mempergunakan sumber-sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar peserta didik. Bahan ajar pengembangan sumber daya manusia ini bisa dikaitkan dengan pembelajaran bahasa asing, misal dengan memilihkan media pembelajaran dan bahan-bahan bacaan berbahasa asing untuk kemudian didiskusikan di antara sesama peserta didik, dengan memilihkan tema-tema yang mengacu kepada pemikiran kritis, membebaskan dalam berpendapat, memacu kreativitas dan kritik yang konstruktif. Tulisan-tulisan atau pemikiran-pemikiran para pemikir dunia juga bisa menjadi bahan bacaan yang sangat menguntungkan dan membangun kesadaran berpikir kritis. Bahan ajar lagi bagi mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran bahasa asing, misal dengan memanfaatkan karya-karya sastra berbahasa asing. Tenaga pendidik dapat memilihkan karya-karya sastra berbahasa asing yang banyak mengajak pembacanya untuk berpikir kritis dan konstruktif. Atau tenaga pendidik dapat meminta peserta didik menyediakan dan membaca karya-karya sastra berbahasa asing yang bermutu. Karya sastra pembebasan dan karya sastra pembangun jiwa sebagai salah bahan ajar dalam mata pelajaran atau mata kuliah pemberdayaan sumber daya manusia justru mempunyai aspek pembebasan dan pemberdayaan. Jika dilakukan melalui proses yang membebaskan serta dilaksanakan dalam rangka
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
38
STAIN Palangka Raya
membangkitkan kesadaran kritis, maka proses pembelajaran yang seperti itulah yang disebut sebagai pendidikan kritis. Pendidikan kritis merupakan suatu upaya pemberdayaan masyarakat. Adapun manfaat dari pembelajaran yang memberdayakan masyarakat adalah, pertama, masyarakat yang berdaya tidak hanya masyarakat yang berada dalam suatu sistem yang memberdayakan, akan tetapi anggota masyarakat tersebut secara individu artinya terdiri dari orang-orang yang juga berdaya. Dalam konteks inilah pendidikan memainkan peranan penting dan strategis. Sebab pendidikan yang dikembangkan dengan menyatukan ketiga kekuatan tersebut dan melahirkan individu yang berdaya sebagaimana dijelaskan di atas. Kedua, hanya individu yang berdayalah yang mampu membawa masyarakatnya yang plural keluar dari berbagai kemelut yang dihadapi. Aksentuasi pernyataan ini adalah pada dua hal yang penting yaitu kemampuan dan pluralitas individu yang berdaya adalah mereka yang memiliki kecakapan individual sosial maupun spiritual. Individu semacam ini akan memiliki kemampuan dasar yang diperlukan guna membawa bangsa kita keluar dari krisis yang berkepanjangan yaitu kemajuan untuk secara kreatif menentukan pilihan strategis bagi pemecahan masalah bangsa, kepekaan terhadap nasib rakyat banyak ada dorongan spiritual dalam dirinya yang menimbulkan keteguhan hati untuk berbuat yang terbaik bagi bangsanya, dan kesadaran untuk berlaku adil dengan mempertimbangkan kualitas masyarakatnya yang majemuk. Selain revolusi kurikulum dengan memasukkan mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia, mata pelajaran atau mata kuliah lain yang perlu dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran bahasa asing adalah pendidikan kewirausahaan. Pendidikan kewirausahaan menekankan pembentukan cara berpikir. Para generasi muda yang sekarang sedang bersekolah itu kelak mempunyai cara pandang baru dan membawa perubahan dalam menghadapi suatu kehidupan. Betapa pentingnya hal tersebut sehingga pendidikan kewirausahaan sangatlah penting masuk dalam kurikulum sekolah. Pendidikan kewirausahaan juga tidak terbatas pada pelajaran tertentu saja. Setiap mata pelajaran atau mata kuliah pada dasarnya dapat diintegrasikan ke berbagai bidang lainnya. Setiap mata pelajaran, seperti pembelajaran bahasa asing, dan bidang kehidupan lainnya dapat dikombinasikan dengan kewirausahaan. Dengan demikian, peserta didik mempunyai banyak pilihan dan tidak sekadar menjadi pekerja. Pendidikan kewirausahaan mesti berjalan secara berkesinambungan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses pendidikan. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengatasi pengangguran terdidik yang terus
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
39
STAIN Palangka Raya
meningkat dengan menyiapkan lulusan perguruan tinggi yang tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja, tetapi juga sebagai pencipta lapangan kerja. Pada lembaga pendidikan penyelenggara pembelajaran bahasa asing, diharapkan dengan adanya pendidikan kewirausahaan tersebut, para peserta didik dapat mengembangkan jiwa usaha yang ditunjang dengan kemampuan berbahasa asing komunikatif serta kemampuan lain, misalnya keilmuan komputer, sehingga ketika lulus nanti mahasiswa dapat secara langsung menerapkan keilmuannya di masyarakat. Aktualisasi Pembelajaran Bahasa Asing dalam Pemberdayaan Masyarakat Pembelajaran bahasa asing dapat berkembang dalam kerangka pendidikan. Pendidikan di sini bisa berupa pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolahsekolah dan perguruan tinggi, juga bisa berupa pendidikan informal di luar sekolah, misalnya kursus ketrampilan berbahasa asing. Tujuan lain dari aktivitas pendidikan adalah membangun masyarakat dari wacana berpikir yang statis tradisional menjadi dinamis rasional. Aktivitas pendidikan mempunyai bentuk yang bervariasi, mulai pendidikan formal dan nonformal, penyuluhan pembangunan, komunikasi pembangunan, pendidikan kesejahteraan keluarga, demokrasi, pendidikan keterampilan teknis seperti ketrampilan berbahasa asing komunikatif, dan lain-lain. Pada umumnya segala kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu usaha pendidikan nonformal yang bertujuan untuk menciptakan perbaikan "kualitas hidup" masyarakat. Kata kunci dari tujuan pendidikan adalah adanya perubahan perilaku (behavior). Komponen-komponen perilaku ini selalu merujuk kepada apa yang telah diketahui atau dipahami oleh warga belajar/ peserta didik (knowledge), apa yang dapat mereka lakukan (skills), apa yang mereka pikirkan (attitudes) dan secara nyata apa yang mereka kerjakan (action). Upaya pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk membuat masyarakat menjadi mandiri, dalam arti memiliki potensi untuk mampu memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi, dan sanggup memenuhi kebutuhannya dengan tidak menggantungkan hidup mereka pada bantuan pihak luar, baik pemerintah maupun organisasi-organisasi non-pemerintah. Dalam pembelajaran bahasa asing, peserta didik yang sudah terbiasa disuguhi bahan bacaan dan kegiatan diskusi dengan tema-tema kontekstual yang membebaskan dan merangsang pembacanya untuk berpikir kritis, selain menjadi semakin mahir dalam berbahasa asing, juga terbuka wawasan dan pemikirannya akan pentingnya usaha-usaha pemberdayaan masyarakat demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, bagi peserta
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
40
STAIN Palangka Raya
didik setelah berhasil menyelesaikan studinya diharapkan akan mampu ikut serta berperan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Dengan bekal pemikiran kritis dan kreatif ini akan memacu timbulnya semangat untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dan diri sendiri. Minimal kemandirian yang berawal dari diri mereka sendiri. Manfaat Bahasa Asing Komunikatif bagi Pembelajaran Pembelajaran bahasa asing dapat berkembang dalam kerangka pendidikan. Pendidikan di sini bisa berupa pendidikan formal yang diselenggarakan di sekolahsekolah dan perguruan tinggi, juga bisa berupa pendidikan informal di luar sekolah, misalnya kursus ketrampilan berbahasa asing. Sekolah dikategorikan sebagai salah satu institusi. Institusi ini hidup dan berkembang selaras dengan kondisi dan kemampuan masyarakat sekitarnya. Banyak cara pendekatan guna memperkuat kemampuan institusi lokal. Menurut Norman Uphoff, usaha yang dilakukan guna memperkuat institusi lokal ini sangat tergantung pada: (i) kemampuan yang ada; (ii) sumber inisiatif dalam merubah status quo. Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya Norman menyatakan adanya tiga tipe dalam mendukung pembangunan suatu institusi lokal yaitu assistance (tipe yang kuat), facilitation (tipe sedang) dan promotion (tipe yang lemah).21 Sementara Ife menyoroti upaya-upaya untuk memberdayakan individu atau kelompok yang kurang beruntung dengan menggunakan kekuatan yang mereka memiliki melalui suatu strategi yang disebut strategi pemberdayaan berbasiskan masyarakat. Adapun kekuatan yang dapat dipergunakan dalam strategi ini yaitu: (i) kekuatan atas pilihan pribadi dan kesempatan hidup; (ii) kekuatan atas penentuan kebutuhan; (iii) kekuatan atas gagasan; (iv) kekuatan atas institusi-institusi; (v) kekuatan atas sumber-sumber; (vi) kekuatan atas kegiatan ekonomi; (vii) kekuatan atas reproduksi.22 Empowerment menurut Ife berkaitan dengan upaya meningkatkan kekuatan mereka yang kurang beruntung. Terdapat berbagai strategi guna mencapai pemberdayaan kelompok kurang beruntung. Menurut Ife strategi pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kebijakan maupun perencanaan, aksi sosial dan politik serta pendidikan maupun peningkatan kesadaran.23 21
Uphoff, Norman. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook with Cases. United States of America: Kumarian Press, 1986, Chapter 7. 22 Ife, Jim. Community Development: Creating Community Alternatives - Vision, Analysis and Practise. London: Longman, 1995. 23 Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
41
STAIN Palangka Raya
Pembelajaran bahasa asing merupakan salah satu strategi pemberdayaan masyarakat. Pembelajaran bahasa asing memberi bekal hard skills berupa bahasa asing komunikatif bagi peserta didik yang berguna baginya untuk ikut serta memberdayakan masyarakat dan dirinya sendiri. Melalui kurikulum terpadu dan terencana yang tersusun rapi dalam pembelajaran bahasa asing, peserta didik dibekali kemampuan soft skills, seperti kemampuan bekerja dalam tim, kemampuan interpesonal yang baik melalui kecakapan berkomunikasi, kepandaian bernegosiasi melalui penguasaan pragmatik yang baik dan lain sebagainya. Kemampuan hard skills dan hard skills ini sebagai bekal bagi peserta didik untuk berdaya guna dalam masyarakatnya. Upaya Mewujudkan Kemandirian Pembelajaran bahasa asing komunikatif merupakan salah satu upaya membekali para peserta didik dengan kemampuan hard skills yang baik, yang diharapkan mampu memberinya bekal mewujudkan kemandirian. Sementara itu, jika kita berbicara tentang peserta didik, keberhasilan peserta didik selepas dari dunia pendidikan, bukan hanya ditentukan oleh kepandaian dan ketrampilan yang dipunyai, akan tetapi oleh faktor lainnya yang sangat penting. Tingkat kecerdasan kira-kira hanya menyumbang 20-30 persen keberhasilan, selebihnya ditentukan oleh soft skills. Penelitian NACE (National Association of Colleges and Employers) pada tahun 2005 menunjukkan hal tersebut, di mana pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82 persen soft skills dan 18 persen hard skills (misal: penguasaan kemampuan berbahasa asing komunikatif yang baik yang tercermin dari indeks prestasi yang tinggi). Soft skills menurut Berthall adalah tingkah laku personal dan interpersonal yang dapat mengembangkan dan memaksimumkan kinerja seseorang manusia (misal pelatihan, pengembangan kerja sama tim, inisiatif, pengambilan keputusan dll). Dengan demikian kemampuan soft skills tercermin dalam perilaku seseorang yang memiliki kepribadian, sikap dan perilaku yang dapat diterima dalam kehidupan bermasyarakat.24 Selaras dengan kemampuan soft skills, maka para peserta didik perlu dibekali dengan pendidikan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurship) yang handal. Dengan dibekali pengetahuan kewirausahaan yang memadai dan disertai segi-segi praktiknya, maka para lulusan mempunyai kemauan dan kemampuan yang memadai, sehingga tidak merasa kebingungan ketika harus memasuki pasaran kerja. 24
Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
42
STAIN Palangka Raya
Joseph Schumpeter sebagai pakar ekonomi kelembagaan berpendapat kewirausahaan sangat penting dalam menentukan kemajuan perekonomian suatu negara. Pemikirannya Schumpeter bertumpu kepada ekonomi jangka panjang yang terlihat dalam analisisnya baik mengenai terjadinya invensi dan inovasi penemuanpenemuan baru yang dapat menentukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Wirausahawan merupakan orang yang bertanggungjawab dalam menyusun, mengelola dan mengukur resiko suatu usaha bisnis. Dengan demikian, wirausahawan adalah inovator yang mampu memanfaatkan dan kesempatan menjadi ide yang dapat dijual atau dipasarkan, memberi nilai tambah dengan memanfaatkan upaya, waktu, biaya, atau kecakapan dengan tujuan mendapat keuntungan.25 Untuk dapat menjadikan seorang peserta didik mampu menjadi seorang wirausahawan, maka peserta didik perlu dibekali dengan pendidikan kewirausahaan yang bersinergi dengan kurikulum pendidikan yang diterapkan. Mata pelajaran atau mata kuliah kewirausahaan perlu diberikan kepada semua peserta didik dari TK sampai perguruan tinggi. Pelajaran kewirausahaan harus dimasukkan dalam kurikulum dan disajikan secara sistematis dan terstruktur, serta disesuaikan dengan tingkatan pendidikan dan usia peserta didik. Kemasan pelajaran haruslah dapat menarik minat peserta didik, dan bukan sekadar hafalan yang diperlukan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Undanglah para wirausahawan untuk menerangkan dan menceritakan kiat-kiat sukses usahanya, yang tentunya memerlukan perjuangan dan pengorbanan sangat besar. Semangat kerja dan kegigihan dalam meraih sukses, tentunya merupakan teladan untuk memacu kerja keras dan mengiliminasi budaya santai yang masih lekat menghinggapi mayoritas masyarakat. Kegiatan magang kerja di suatu usaha sangatlah penting untuk mengerti dunia kerja secara nyata. Para peserta didik bisa melihat langsung bagaimana praktik dari teori-teori yang telah diperolehnya bisa diterapkan dalam kegiatan riil. Contoh hasil sinergi kurikulum yang bermuatan kewirausahaan dan pembelajaran bahasa asing adalah sebagai berikut. 1. Tenaga Pengajar Bahasa Asing Profesional Pembelajaran bahasa asing yang bersinergi dengan pendidikan kewirausahaan dan microteaching mewujudkan kegiatan magang di sekolahsekolah. Melalui kegiatan magang di sekolah-sekolah ini, peserta didik dapat melihat langsung bagaimana praktik dari teori-teori yang telah diperolehnya bisa diterapkan dalam kegiatan mengajar secara nyata. 25
Mahmudi, Ahmad. Pemberdayaan Masyarakat.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
43
STAIN Palangka Raya
Peserta didik dipersiapkan menjadi tenaga pengajar bahasa asing yang profesional. Peserta didik dapat belajar sekaligus mempersiapkan diri mereka bagaimana cara mengajar bahasa asing secara profesional. Mereka belajar untuk mengajar dan menerapkan pembelajaran dengan dimulai dari menyiapkan bahan ajar, media pengajaran, metode pembelajaran, dan jenis-jenis evaluasi. Selepas dari kegiatan magang di sekolah-sekolah ini, peserta didik diharapkan mampu menjadi tenaga pengajar bahasa asing profesional. Peserta didik selepas mengikuti kegiatan magang, diharapkan terbuka cakrawala dan wawasan berpikirnya sehingga membuat mereka dapat berpikir kreatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan di bidang pembelajaran bahasa asing dengan mendirikan lembaga-lembaga pembelajaran bahasa asing, atau minimal bisa menjadi tenaga pengajar pada kursus-kursus bahasa asing.
2.
Tenaga Penerjemah Profesional Pembelajaran bahasa asing yang bersinergi dengan pendidikan kewirausahaan dan mata kuliah penerjemahan mewujudkan kegiatan magang di lembaga-lembaga penerjemah, instransi-instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan perusahan penerbitan dan percetakan. Melalui kegiatan magang di berbagai tempat ini, peserta didik dapat melihat langsung bagaimana praktik dari teori-teori yang telah diperolehnya bisa diterapkan dalam kegiatan menerjemah secara nyata. Peserta didik bisa terlibat dan belajar secara langsung dalam kegiatan magang tersebut, bagaimana cara menerjemahkan berbegai teks berbahasa asing dengan baik. Peserta didik selepas mengikuti kegiatan magang, diharapkan terbuka cakrawala dan wawasan berpikirnya sehingga membuat mereka dapat berpikir kreatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan di bidang penerjemahan dan penciptaan karya sastra berkualitas. Ketika magang di perusahaan penerbitan dan percetakan misalnya, peserta didik dapat menerjemahkan berbagai macam karya sastra berbahasa asing yang berkualitas. Di samping itu, peserta didik mendapat ketrampilan baru yang juga menjanjikan yaitu kemampuan menghasilkan karya sastra berkualitas. Bagi peserta didik yang magang di instansi pemerintah dan swasta, misalnya, dapat terjun langsung mempersiapkan, membuat dan mengarsipkan kegiatan surat-menyurat dalam bahasa asing. Peserta didik selepas mengikuti kegiatan magang, diharapkan terbuka cakrawala dan wawasan berpikirnya sehingga membuat mereka dapat berpikir kreatif untuk menciptakan lapangan pekerjaan di bidang penyediaan jasa perijinan dan pengurusan surat-menyurat berbahasa asing, atau minimal dapat mempersiapkan diri bekerja senagai karyawan yang terampil dan cekatan.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
44
STAIN Palangka Raya
3.
Bergerak di Sektor Pariwisata Pembelajaran bahasa asing yang bersinergi dengan pendidikan kewirausahaan dan ilmu kepariwisataan, mewujudkan kegiatan magang di berbagai biro tour and travel dan kantor pariwisata. Melalui kegiatan magang, peserta didik dapat melihat langsung bagaimana praktik dari teori-teori yang telah diperolehnya bisa diterapkan dalam kegiatan kerja secara nyata. Selepas dari kegiatan magang ini, peserta didik diharapkan mampu menjadi tenaga pemasaran industri pariwisata atau pemandu wisata profesional. Simpulan Pendidikan memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang baik dan tangguh akan menumbuhkan individu-individu yang mampu berperan untuk ikut serta meningkatkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat. Salah satu model pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia berkualitas untuk meningkatkan kemandirian dan memberdayakan masyarakat adalah pembelajaran bahasa asing. Pembelajaran bahasa asing agar tepat sasaran perlu dilakukan dengan pendekatan pembelajaran yang mengedepankan pemenuhan tujuan berupa penciptaan sumber daya manusia berkualitas agar dapat menciptakan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kata lain pembelajaran bahasa asing ini berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Untuk itu pembelajaran bahasa asing harus bersinergi dengan pemilihan bahan ajar dan media pembelajaran yang tepat dengan pemilihan metode pengajaran yang tepat pula. Mau tidak mau, revolusi kurikulum dan pemilihan bahan ajar berkualitas dalam pembelajaran bahasa asing menjadi suatu keharusan. Pembelajaran bahasa asing yang bersinergi dengan mata pelajaran atau mata kuliah pengembangan sumber daya manusia dan pendidikan kewirausahaan, misalnya, mampu menghasilkan sumber daya manusia yang mempunyai hard skills berkualitas yaitu bahasa asing komunikatif, juga mempunya soft skills yang membuat mereka tampil menjadi individu-individu yang mampu menciptakan kemandirian dan memberdayakan masyarakatnya.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
45
STAIN Palangka Raya
Daftar Pustaka Arsyad, Azhar. 2004. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Penerbit Misykat. Fakih, Mansur 1993. Paradigma ORNOP Di Indonesia, Studi Kasus di Indonesia. Jakarta: P3M. Ife, Jim. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives Vision, Analysis and Practise. London: Longman. Kuswardono, Singgih. 2006. Buku Ajar Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. FBS UNNES. Semarang: tidak diterbitkan. Mahmudi, Ahmad. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Surakarta: Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Sebelas Maret. Pringgawidagda, Suwarna. 2002. Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa I. Bandung: Angkasa. Uphoff, Norman. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook with Cases. United States of America: Kumarian Press. Chapter 7.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010