49
STAIN Palangka Raya PEMANFAATAN MUSEUM NEGERI “BALANGA” SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN DI KALIMANTAN TENGAH Abdul Azis Abstract Everything that mediates learning is it in the form of objects, people, environments, or experiences that contain the value of learning and to stimulate the studets for learning, include, learning media. State Museum "Balanga" in Kota Palangka Raya, the capital of the Province of Central Kalimantan is one of the media that can be used for the importance of learning by the students. The museum seems to have been used, but if viewed in terms of intensity and volumes as well as visitors are not yet up as expected. It can be seen from the intensity and the number of visitors who are still relatively few and visitors who come to the museum, many of them just simply for recreation and streets not only in order to study activity. Keywords: Museum, learning media
A. Latar Belakang Dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan telah banyak terukir berbagai prestasi gemilang dengan ditemukannya benda-benda alam serta benda-benda hasil karya manusia pada masa lalu hingga masa sekarang. Berbagai benda peninggalan alam, benda hasil karya manusia dan bendabenda temuan yang diketahui pernah dipergunakan manusia pada masa lampau dapat menggambarkan bagaimana jejak langkah kehidupan pada masa silam yang tentu berbeda pada masing-masing daerah, dari situlah akan tercermin perjalanan sejarah suatu daerah atau bangsa. Cerita, tokoh, dan benda-benda temuan tersebut terutama yang memiliki nilai sejarah yang sebagiannya diyakini mengandung kekuatan mistis kemudian dikumpulkan, disimpan dan diabadikan dalam sebuah bangunan yakni museum yang merupakan tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji dan mengkomunikasikan benda-benda sejarah kepada masyarakat. Menurut Susilo pada mulanya museum hanya berfungsi sebagai gudang barang, tempat dimana disimpan benda-benda warisan budaya yang bernilai luhur dan yang dirasakan patut untuk disimpan. Kemudian fungsinya meluas ke fungsi pemeliharaan, pengawetan, pengkajian, atau pameran, dan akhirnya fungsi ini diperluas lagi sampai ke fungsi pendidikan secara umum
Penulis adalah dosen tetap pada Jurusan Tarbiyah Program Studi Tadris Fisika STAIN Palangka Raya, alumni Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Program Studi Teknologi Pembelajaran tahun 2007.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
dan untuk kepentingan umum dan masyarakat.1 Sementara menurut Pratameng, museum merupakan salah satu alat pembelajaran yang realistis, yang dapat memberikan suatu gambaran yang kongkrit tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan bahan pelajaran di sekolah. Oleh karena itu, museum dapat menjadi sebuah media pembelajaran yang efektif bagi proses pembelajaran.2 Benda yang terdapat di museum bermacam ragam dan mencerminkan sesuatu yang dapat dipelajari untuk berbagai mata pelajaran di sekolah maupun di perguruan tinggi, seperti sejarah, biologi, ilmu hayat dan sebagainya. Apabila suatu sekolah atau perguruan tinggi belum memiliki museum sendiri, maka siswa/mahasiswa sekolah itu bisa dibawa mengadakan perjalanan dan kunjungan ke sebuah museum umum, dimana didalam museum umum tersebut akan dapat dilihat berbagai peninggalan sejarah, barang-barang antik, benda-benda yang aneh, bahkan benda-benda yang luar biasa. Pada setiap museum biasanya terdapat kegiatan bimbingan edukatif yang pada umumnya bertujuan untuk memberi stimulan (rangsangan) kepada pengunjung museum, khususnya para siswa/mahasiswa, untuk mengembangkan imajinasi dan kepekaannya. Tetapi yang pokok, tujuan kegiatan ini harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.3 Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan: Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa tehadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.4 Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas berbagai upaya tentu harus dilakukan, salah satunya adalah dengan mendirikan museum. Keberadaan museum sendiri baik yang berstatus swasta atau pun milik pemerintah, museum umum, atau pun museum khusus, hendaknya memiliki fungsi dan kegiatan yang dapat memberikan manfaat semaksimal mungkin untuk usahausaha peningkatan dan pemerataan kecerdasan rakyat serta bisa mempercepat proses penghayatan ilmu dan kebudayaan. Dengan demikian maka dapat dilihat bahwa sebenarnya museum memiliki peran dan fungsi bagi dunia pendidikan karena keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran, khususnya bagi kalangan pelajar dan mahasiswa yang memanfaatkan museum ini dengan sebaik-baiknya. Karena itu, hampir semua negara dan bangsa telah memiliki museum, termasuk di negeri tercinta
1
Susilo, Tedjo., dkk. (2000), Kecil Tetapi Indah (Pedoman Pendirian Museum), Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, hal. 3. 2 Kusumo, Pratameng., (1989), Menimba Ilmu Dari Museum, Jakarta: PT Kincir Buana, hal. 6. 3 Asiarto, Luthfi, dkk. (2000), Buku Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Edukatif, Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. 4 Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Bandung; Focus Media, hal. 75.
Indonesia, salah satunya terdapat di Propinsi Kalimantan Tengah yang diberi nama “Balanga”. Berdasarkan observasi awal penulis, museum “Balanga” terdiri dari 12 gedung dimana di dalamnya tersimpan 96.300 koleksi tentang budaya daerah Kalimantan Tengah, namun berdasarkan pengamatan penulis, kondisi Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” sepertinya kurang diminati oleh masyarakat, semakin hari semakin sepi pengunjung. Hal itu dapat dilihat dari data pengunjung yang belakangan terus berkurang pada setiap tahunnya khususnya pada tiga tahun terakhir, baik dari dunia pendidikan maupun masyarakat luas. Hal itu menunjukkan bahwa selama ini keberadaan museum sepertinya masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat khususnya pelajar/mahasiswa sebagai media pembelajaran. Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji lebih dalam melalui penelitian dengan tema Pemanfaatan Museum Negeri “Balanga” sebagai Media Pembelajaran di Kalimantan Tengah. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemanfaatan Museum Negeri “Balanga” sebagai media pembelajaran di Kalimantan Tengah? C. Kajian Pustaka 1. Definisi Media Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti: tengah, perantara, atau pengantar. Hamidjojo dalam Latuheru (1993) memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar informasi, ide, gagasan, atau pendapat sehingga sampai kepada penerima yang dituju. Robert M. Gagne dan Briggs (1975) mengatakan bahwa media pembelajaran adalah berbagai macam komponen lingkungan belajar yang dapat menimbulkan perangsang untuk si pebelajar.5 Selanjutnya Rohani6 mengemukakan beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima (Santoso S. Hamijaya). AECT (Association For Education Communication And Technology) menyatakan media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi. Brigg, media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan yang merangsang yang sesuai untuk belajar, misalnya media cetak, media elektronik (film, video). Sedangkan Donald P. Ely dan Vernon S. Gerlach, membagi pengertian media menjadi dua bagian, yaitu arti sempit dan arti luas. Arti sempit yaitu media itu berwujud grafik, foto, alat mekanik dan elektronik yang digunakan untuk menangkap, memproses serta menyampaikan informasi dan menurut arti luas yaitu kegiatan yang dapat 5 6
Arsyad, Azhar. (2000), Media Pengajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 3-4. Rohani, Ahmad, (1997), Media Intruksional Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 2.
menciptakan suatu kondisi, sehingga memungkinkan peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap yang baru. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa segala bentuk perantara yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi adalah media. Jadi, segala sesuatu yang menjadi perantara dalam pembelajaran adalah media pembelajaran, baik itu berupa benda, orang, lingkungan, atau pengalaman yang mengandung nilai pembelajaran dan dapat merangsang si pebelajar untuk belajar. Maka, museum merupakan salah satu media pembelajaran karena ia merupakan salah satu perantara yang dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran. 2. Fungsi dan Kegunaan Media pembelajaran Media adalah salah satu komponen dari sistem pembelajaran yang berfungsi mempermudah guru dalam menyajikan bahan pelajaran dan bahkan terkadang mempunyai kedudukan sebagai pengganti tugas guru. Pemilihan dan penggunaan media yang tepat akan berpengaruh kepada proses dan hasil belajar. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukanlah suatu keharusan, tetapi sebagai pelengkap jika dipandang perlu untuk mempertinggi kualitas belajar dan mengajar. Ditinjau dari proses pembelajaran maka fungsi media adalah sebagai sumber pembawa informasi kepada penerima. Sementara menurut Sadiman, media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut: (a) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu beersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka); (b) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, seperti misalnya obyek yang terlalu besar, obyek yang kecil, gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, peristiwa yang terjadi di masa lalu, obyek yang terlalu komplek, atau konsep yang terlalu luas; (c) Kegiatan pembelajaran menjadi bervariasi dan dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk: menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan, memungkinkan anak didik belajar sendirisendiri menurut kemampuan dan minatnya; (d) Dapat membantu pendidik dalam menghadapi perbedaan sifat, lingkungan dan pengalaman pada tiap anak didik.7 Sementara menurut Asnawir dan Usman kegunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah: (a) Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki anak didik; (b) Media dapat mengatasi ruang kelas; (c) Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara anak didik dengan lingkungan; (d) Media menghasilkan keseragaman pengamatan; (e) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; (f) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru; (g) Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang anak didik untuk belajar; (h) 7
Sadiman, Arief., dkk. (1996), Media Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 16.
Media dapat memberikan pengalaman yang integral dari suatu yang konkrit sampai kepada yang abstrak.8 Sudjana dan Riva’i mengemukakan bahwa nilai dan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: (a) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian anak didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh anak didik; (c) Metode mengajar akan lebih bervariasi; (d) Anak didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian pendidik, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.9 Kemp dan Dayton10 ada tiga fungsi utama media apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu: (1) memotivasi minat atau tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa fungsi dan manfaat penggunaan museum sebagai media pembelajaran adalah memperjelas penyajian informasi atau bahan pelajaran, meningkatkan motivasi dan mengarahkan perhatian si pebelajar, mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, serta memberikan kesempatan pengalaman. 3. Klasifikasi media pembelajaran Menurut AECT (Association for Education Communication and Technology) yang dikutip oleh Rohani11 membedakan sumber belajar menjadi 2 yaitu: (a) Sumber belajar yang dirancang (by design), yaitu sumber atau media pembelajaran yang memang dirancang untuk tujuan belajar seperti guru, dosen, ruang kelas, perpustakaan, OHP, modul, papan tulis, buku pelajaran, dan lain sebagainya. (b) Sumber belajar yang dimanfaatkan (by utilization) yaitu sumber atau media yang tidak dirancang khusus untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dimanfaatkan untuk tujuan belajar. Contohnya pejabat, tokoh masyarakat, pabrik, pasar, rumah sakit, surat kabar, kebun binatang, museum, radio, televisi dan lain-lain. Selanjutnya Sadiman12 mengatakan bahwa yang termasuk ke dalam media atau sumber belajar adalah: (a) Bahan (Materials), ini biasa pula disebut dengan istilah perangkat lunak atau software. Di dalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji maupun tanpa alat penyaji. Contohnya adalah buku teks, modul, 8
Asnawir, dan M. Basyiruddin Usman, M.Pd, (2002), Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, hal. 14 – 15. 9 Sudjana, Nana, dan Ahmad Riva’i. (2002), Media Pengajaran, Bandung: CV. Sinar Baru Algensindo, hal. 2. 10 Kemp, J.E. & Dayton, D.K. (1985). Planning and Producing Instructional Media. New York: Harper & Row Publishers Cambridge, hal. 28. 11 Rohani, Ahmad, (1997), Media Intruksional Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 109. 12 Sadiman, Arief., dkk. (1996), Media Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 5.
majalah, transparansi OHP, film bingkai, audio; (b) Alat (Device), bisa disebut dengan istilah hardware atau perangkat keras, digunakan untuk menyajikan pesan. Contohnya adalah proyektor film, proyektor overhead, video tape dan cassette recorder, pesawat radio dan televise; (c) Teknik, yaitu prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan, orang, lingkungan untuk menyajikan pesan. Misalkan teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, tanya jawab, pengajaran terprogram dan belajar sendiri; (d) Lingkungan (Setting), yang memungkinkan peserta didik belajar. Misalkan gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, pusat sarana belajar, museum, taman, kebun binatang, rumah sakit, pabrik, dan tempat-tempat lain baik yang sengaja dirancang untuk tujuan belajar peserta didik atau yang dirancang untuk tujuan lain tetapi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan belajar. Usman dan Asnawir13 menyatakan ada beberapa jenis media pembelajaran yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran, yaitu: (a) Media grafis; seperti bagan, grafik, diagram, poster, karikatur dan kartun, gambar atau foto, komik; (b) Media visual dua dimensi; seperti OHP (overhead proyector), slide, filmstrip; (c) Media audio; seperti radio, alat perekam pita magnetik, dan laboratorium bahasa; (d) Media audio visual gerak; seperti film bersuara dan televisi (TV); (e) Dramatisasi, demonstrasi, dan lingkungan sebagai media pembelajaran. Selanjutnya Sudjana & Riva’i14 menyebutkan bahwa salah satu jenis media adalah penggunaan lingkungan sebagai media pembelajaran. Adapun beberapa cara bagaimana mempelajari dan menggunakan lingkungan sebagai media dan sumber belajar, di antaranya: (a) Survey; (b) Camping atau kemah; (c) Field trip atau karyawisata, yaitu kunjungan anak didik ke luar kelas untuk mempelajari obyek tertentu sebagai bagian integral dari kegiatan kurikuler di sekolah, Obyek karyawisata harus relevan dengan bahan pelajaran misalnya museum untuk pelajaran sejarah, kebun binatang untuk pelajaran biologi, dan lain-lain; (d) Praktek lapangan; (e) Mengundang nara sumber; dan (f) Proyek pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat.15 D. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Subyek Penelitian a. Pendekatan Penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Menurut Qodir16 pendekatan kualitatif menyangkut prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yakni kata-kata yang diucapkan atau yang ditulis orang dan perilaku yang diamati. Dalam hal ini penulis 13
Asnawir, dan M. Basyiruddin Usman, M.Pd, (2002), Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers, hal. 33 – 114. 14 Sudjana, Nana, dan Ahmad Riva’i. (2002), Media Pengajaran, Bandung: CV. Sinar Baru Algensindo, hal. 3 – 4. 15 Ibid, hal. 209 – 211. 16 Qodir, Abdul, (1999), Penelitian Kualitatif, Palangka Raya: Tidak diterbitkan.
mengkaji setiap peristiwa yang terjadi dengan maksud agar peneliti dapat mengetahui dan menggambarkan secara jelas sesuai dengan data dan fakta yang terjadi di lapangan yang berkaitan dengan bagaimana manfaat Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” sebagai salah satu media pembelajaran di Kalimantan Tengah, serta berusaha menganalisa aspek-aspek lain yang ada hubungannya dengan permasalahan. b. Subyek Penelitian. Subyek yang akan diteliti adalah pihak pengelola museum “Balanga”, yaitu Kepala Museum, Kasubag Tata Usaha, Kasie Koleksi Konservasi dan Preparasi, Kasie Penyajian dan Tata Pameran, Kasie pelayanaan. Untuk melengkapi data penulis juga menggunakan beberapa pengunjung sebagai informan. 2.
Teknik Pengumpulan Data Dalam menggali data penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.
E. Hasil Penelitian 1. Museum Negeri “Balanga” Propinsi Kalimantan Tengah Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” sebelumnya bernama Gedung Monumen Dewan Nasional (GMDN) yang beralamat jalan Raya Tangkiling – sekarang jalan Tjilik Riwut – yang didirikan oleh pemerintah daerah Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 1966-1970, lingkungan Gedung Monumen Dewan Nasional (GMDN) tersebut tidak terawat bahkan beberapa bagian sempat terbakar. Kemudian pada tahun 1972, Kantor Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Tengah mengajukan rencana untuk mendirikan sebuah Museum Daerah dan memugar reruntuhan eks Gedung Monumen Dewan Nasional (GMDN) menjadi Gedung Museum. Pada tahun Anggaran 1972/1973 kegiatan pembangunan Museum Daerah mulai dimasukkan ke dalam PELITA Daerah. Pada tanggal 6 April 1973 Museum Daerah Kalimantan Tengah diresmikan dengan nama museum “Balanga”. Kemudian pada tanggal 26 Nopember 1990 akhirnya museum “Balanga” diresmikan menjadi Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” oleh GPH. Vooger. Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” ini terletak di jalan Tjilik Riwut km. 2,5 Kota Palangka Raya, ibu kota Propinsi Kalimantan Tengah. 2. Pemanfaatan Museum Negeri “Balanga” sebagai Media Pembelajaran di Propinsi Kalimantan Tengah Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” merupakan sebuah lembaga atau tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji dan mengkomunikasikan
koleksi benda warisan alam kepada masyarakat untuk menambah wawasan tentang keanekaragaman budaya daerah. Selain itu, museum bertugas menyediakan sarana untuk kegiatan penelitian bagi siapa pun, di samping museum bertugas melaksanakan kegiatan penelitian itu sendiri dan menyebarluaskan hasil penelitian tersebut untuk pengembangan ilmu pengetahuan umumnya. Dalam kaitannya dengan pendidikan, museum Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” merupakan salah satu alat pembelajaran yang realistis, yang dapat memberikan suatu gambaran yang kongkrit tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan bahan pelajaran di sekolah sehingga dapat menjadi sebuah media pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, hampir semua negara dan bangsa telah memiliki museum, termasuk di Propinsi Kalimantan Tengah yang diberi nama “Balanga”. Untuk mengetahui sejauh mana manfaat Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” sebagai salah satu media pembelajaran peneliti melakukan wawancara langsung dengan 5 orang subjek penelitian yang dalam hal ini adalah pengelola museum “Balanga”, serta 6 orang siswa sebagai informan pendukung, baik dilihat dari segi intensitas, kegiatan maupun tujuan pengunjung datang ke museum, yaitu sebagai berikut: a.
Intensitas pengunjung ke Museum Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola museum diperoleh informasi bahwa keberadaan museum “Balanga” selama ini sepertinya belum sepenuhnya dikenal dan belum sepenuhnya berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Pengunjung yang datangpun masih jauh dari yang ditargetkan. Orang kurang berminat untuk berkunjung karena di museum “Balanga” memang tidak ada sesuatu yang sangat menarik, dari halaman depannya saja tidak bagus dan koleksi yang barupun masih belum ada. Selain itu, memang karena kurangnya promosi sehingga masih banyak masyarakat yang tidak tahu akan adanya museum ini. Informasi yang diperoleh dari informan juga menyatakan bahwa hanya ada beberapa orang yang lebih dari satu kali datang ke museum “Balanga”, sementara yang lainnya rata-rata hanya pernah satu kali berkunjung ke museum dan itu pun lantaran diajak guru karena ada kaitan dengan mata pelajaran di sekolah dan karena ada undangan wajib kunjung. Bahkan tidak sedikit dari pelajar yang belum pernah sama sekali datang ke museum dan belum mengetahui tentang museum “Balanga”. Sedangkan kurangnya minat pengunjung disebabkan oleh keadaan bangunan museum yang kurang menarik, kemudian kurang disosialisasikan kepada masyarakat, letaknya yang kurang strategis dan agak jauh dari pusat keramaian, penataan benda yang kurang menarik dan kurang terawat kebersihannya, kurangnya sosialisasidari pihak pengelola museum.
Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan sosialisasi dari pihak museum masih belum menyentuh kepada masyarakat luas. Selain itu juga karena kurangnya perhatian masyarakat dan pemerintah daerah akan kemajuan dan perkembangan museum “Balanga” tersebut. Dengan demikian berdasarkan hasil wawancara dengan subjek dan informan terlihat bahwa intensitas pengunjung ke Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” masih minim dan masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari pengunjung yang datang tersebut sepertinya masih belum ada kesadaran sendiri yang datang karena betul-betul merasa membutuhkan museum, kebanyakan dari mereka datang ke museum cuma karena diundang, karena ada surat wajib kunjung dan cuma karena ada kegiatan yang diarahkan oleh sekolah bukan atas keinginan anak didik itu sendiri. Selain itu, bahwa keberadaan Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” memang masih belum banyak dikenal oleh masyarakat. Hal ini disebabkan beberapa faktor diantaranya: kurangnya daya tarik yang ada pada museum itu sendiri, seperti fasilitas dan tata bangunan yang kurang menarik, kurangnya sosialisasi, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya museum tersebut untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Mengenai jumlah pengunjung yang datang ke Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” dalam satu hari tersebut tidak menentu, kadang banyak tetapi kadang-kadang minim bahkan biasa dalam satu hari tidak ada pengunjungnya. Namun rata-rata dalam sehari sekitar 5 orang dan apabila ada rombongan dari sekolah jumlahnya berkisar 1-40 orang. Pengunjung akan banyak datang pada waktu kunjungan kelompok, kunjungan dari sekolah dan moment-moment tertentu yang diselenggarakan oleh pihak pengelola museum. Adapun moment-moment yang sering diadakan oleh pengelola museum adalah seminar, kegiatan lomba olah raga tradisional, dan pameran. b. Tujuan Pengunjung ke Museum Dari informasi yang dikumpulkan dari beberapa informan diketahui bahwa tujuan mereka berkunjung ke museum “Balanga” khususnya kalangan pelajar memang bermacam-macam, ada yang datang untuk belajar dan menambah wawasan tentang aneka ragam budaya daerah Kalimantan Tengah, ada yang lantaran diajak guru sebagai kunjungan yang bersifat rombongan dari sekolah, dan ada juga yang datang hanya sekedar menemani teman, ingin jalan-jalan dan semata-mata untuk melihat-lihat benda. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tujuan orang berkunjung ke museum bermacam-macam, tergantung dari keperluan orang tersebut. Namun jika diklasifikasi maka tujuan mereka berkunjung ke museum ini terbagi menjadi dua macam, yang
pertama dari kalangan masyarakat umum biasanya tujuan mereka ingin menggali dan mengetahui nilai-nilai budaya tradisional dan juga sekedar rekreasi, sedangkan kalangan pelajar dan mahasiswa selain tujuan di atas, biasanya mereka bertujuan untuk melaksanakan tugas dari sekolah yang berhubungan dengan mata pelajaran/mata kuliah, diantaranya kimia, biologi, sejarah, dan lain-lain. c.
Aktivitas Pengunjung Museum Museum sebagai salah satu media pembelajaran tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung museum selama berada di museum. Dari kegiatan-kegiatan itulah nantinya dapat diketahui untuk apa mereka datang ke museum, dan untuk apa museum itu dimanfaatkan, jika kegiatan mereka mencatat atau mendengarkan dengan sungguh-sungguh penjelasan dari petugas museum tentang keterangan benda, membaca/meminjam buku di perpustakaan museum, maka kedatangan mereka berarti untuk memanfaatkan museum sebagai salah satu media pembelajaran. Namun jika kegiatan mereka selama berada di museum hanya berjalan keliling ruang pameran kemudian langsung pulang tanpa ada kegiatan apa-apa berarti keberadaan museum itu digunakan hanya sebagai tempat rekreasi. Berdasarkan hasil observasi peneliti, ada beberapa pengunjung yang datang ke museum “Balanga” cuma melihat-lihat saja, tidak ada kegiatan mencatat keterangan benda bahkan tidak masuk ke ruang perpustakaan museum, namun ada juga yang datang dan melihat benda sambil mencatat semua keterangan benda serta ada pula yang mencari keterangan benda dari buku-buku yang ada di perpustakaan museum. Selanjutnya dari wawancara dengan pengelola dan informan diketahui bahwa kegiatan yang dilakukan pengunjung di museum bermacam-macam, diantaranya jalan-jalan di ruang pameran, melihat-lihat benda, membaca keterangan benda yang ada di label, kemudian mencatat keterangan benda, bertanya kepada pembimbing tentang hal-hal yang belum jelas mengenai benda tersebut.
d. Layanan dan Bimbingan terhadap Pengunjung Museum Setiap pengunjung yang datang ke Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” selalu diberi layanan yang baik serta bimbingan dan penjelasan mengenai keterangan benda koleksi, ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan pengelola museum untuk memberikan kenyamanan terhadap pengunjung. Dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa pelayanan yang ada pada museum “Balanga” sudah cukup baik, namun masih belum total. Sehingga masih perlu ditingkatkan lagi agar setiap pengunjung yang datang semuanya diberi pelayanan dan bimbingan agar semua
pengunjung benar-benar merasa puas dan jelas sehingga merasa lebih tertarik dan berminat untuk berkunjung lagi ke museum. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari pengelola dan informan dapat disimpulkan bahwa setiap pengujung yang datang ke Museum Negeri Propinsi Kalimantan Tengah “Balanga” telah dan selalu diberi pelayanan yang baik dan dibimbing serta diberi penjelasan oleh pihak museum mengenai keterangan benda koleksi, agar pengunjung dapat mengetahui asal-usul benda, nama, serta keterangan benda. Selain itu juga pihak pengelola museum membuat label keterangan benda koleksi untuk memberikan keterangan benda tersebut. Hal ini adalah salah satu upaya dalam rangka menarik dan meningkatkan minat masyarakat untuk berkunjung ke museum, oleh karena itu pihak museum berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin demi kepuasan pengunjung. e. Perawatan Benda Koleksi Museum “Balanga” Banyak upaya yang dilakukan pengelola museum untuk meningkatkan minat masyarakat terutama pelajar untuk berkunjung ke Museum Negeri “Balanga”. Dintaranya adalah penataan gedunggedung pameran temporer tempat benda-benda dan juga peningkatan mutu benda koleksi itu sendiri. Dengan upaya peningkatan kualitas benda serta penataan benda-benda koleksi secara lebih rapi dan menarik, diharapkan dapat menarik serta meningkatkan pula minat pengujung untuk datang ke museum. Pihak pengelola museum selama ini memang sudah melakukan perawatan benda-benda koleksi secara periodik setiap tahunnya, namun upaya tersebut masih belum maksimal dilakukan. Hal ini dikarenakan minimnya dana taktik untuk perawatan benda itu, selain itu juga kendala sumber daya manusianya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola diketahui bahwa yang melakukan perawatan terhadap benda koleksi di museum “Balanga” bukan semua pegawai yang ada dimuseum melainkan bagian yang memang memiliki pengetahuan dibidang tersebut, yakni bagian Koleksi, Konservasi dan Prevarasi. Bagian inilah yang melakukan perawatan benda karena mereka memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara perawatan benda tersebut, tertutama yang berkaitan dengan zat-zat kimia. Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa gedung/ruang pameran serta benda-benda koleksi yang ada di museum “Balanga” masih belum mendapat perawatan yang maksimal. Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dengan informan diperoleh informasi bahwa upaya perawatan yang dilakukan oleh pihak pengelola museum terhadap benda koleksi masih perlu ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari sudut-sudut ruangan dan pada benda koleksi masih terdapat kotoran berupa debu
dan sarang laba-laba kebersihannya.
sehingga
harus
lebih
diperhatikan
f.
Pemberlakuan Retribusi Setiap pengunjung yang datang ke museum akan dikenakan retribusi karena sesuai dengan PERDA dari pemerintah daerah, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang pengelola: “setiap pengunjung yang datang ke museum akan dikenakan retribusi dan itu sudah ada PERDAnya. Sesuai dengan PERDA tersebut retribusi yang dikenakan kepada pengunjung adalah untuk siswa/pelajar Rp.1,000,perorang, sedangkan untuk mahasiswa/dewasa/umum Rp. 2.500,- perorang.” Berdasarkan wawancara dengan subjek dan informan mengenai retribusi untuk pengujung dan pengaruhnya terhadap minat untuk berkunjung ke museum, ternyata dapat disimpulkan bahwa setiap pengujung dikenakan retribusi karena sesuai dengan PERDA yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Adapun tarif karcis masuk yang diberlakukan di museum “Balanga” adalah untuk dewasa Rp. 2.500,/orang, untuk anak-anak atau pelajar Rp. 1.000,-/orang. Sementara menurut pengelola dengan adanya retribusi yang dikenakan kepada pengunjung ternyata tidak ada pengaruhnya terhadap minat masyarakat dan pelajar untuk berkunjung ke museum. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan meskipun dipungut bayaran mengalami peningkatan walaupun masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pengelola museum.
g.
Sosialisasi Museum Untuk meningkatkan mutu Museum Negeri “Balanga” Propinsi Kalimantan Tengah dan juga minat pengunjung khususnya para pelajar untuk datang ke museum, maka pihak museum berusaha semaksimal mungkin melaksanakan kegiatan sosialisasi museum kepada masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola diketahui bahwa dalam sosialisasi tentang museum, ternyata banyak sekali upaya yang dilakukan oleh pengelola museum dalam hal sosialisasi, diantaranya adalah: (a) Mengadakan pameran, kegiatan lomba olah raga tradisional, seminar serta lomba karya tulis; (b) Promosi melalui media cetak dan elektronik (koran, televisi, brosur, leftlet, buku-buku); (c) Mengadakan pameran setiap tahun; (d) Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota untuk menginformasikan kepada sekolah-sekolah agar wajib kunjung pada hari-hari libur. Dari wawancara di atas dapat dipahami bahwa waktu kegiatan sosialisasi museum negeri “Balanga” dilakukan secara periodik setiap tahunnya melalui kegiatan pameran temporer. Selain itu juga kegiatan sosialisasi dilakukan pada saat ada kesempatan seperti mengadakan kegiatan seminar, lomba-lomba dan kegiatan
lainnya. Kemudian dalam sosialisasi Museum Negeri “Balanga” pihak museum menyampaikan beberapa peran dan fungsi dari museum itu sendiri, selain itu juga menyampaikan keunikan dan nilai budaya yang dimiliki oleh museum, lebih memperkenalkan museum kepada masyarakat serta memberikan pemahaman kepada mereka tentang keanekaragaman budaya daerah, khususnya budaya Kalimantan Tengah sehingga masyarakat diharapkan merasa lebih tertarik dan berminat untuk berkunjung ke museum. F. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Museum Negeri “Balanga” sudah dimanfaatkan sebagai salah satu media pembelajaran, hal ini nampak dari daftar pengunjung yang ada, dimana sebagian pengunjung tersebut memang menggunakan museum untuk keperluan belajar. Namun demikian, meski museum sudah dimanfaatkan sebagai salah satu media pembelajaran, tetapi jika dilihat dari segi intensitas, jumlah dan tujuan pengunjung masih belum maksimal sebagaimana yang diharapkan sebab intensitas dan jumlah pengunjung masih relatif rendah dan juga dilihat dari tujuan pengunjung yang datang ke museum, masih banyak yang datang hanya sekadar untuk kepentingan rekreasi dan jalan-jalan saja bukan dalam rangka untuk belajar.
DAFTAR PUSTAKA Asiarto, Luthfi, dkk. (2000), Buku Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Edukatif, Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Asnawir, dan M. Basyiruddin Usman, M.Pd, (2002), Media Pembelajaran, Jakarta: Ciputat Pers. Arsyad, Azhar. (2000), Media Pengajaran, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Arikonto, Suharsimi, Prof. Drs., (2002), Prosedur Penelitian Pendekatan Praktik Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Banjar, Ancis, Dokumentasi, Publikasi, Pelayanan Dan Promosi Museum, Penyuluhan Kebudayaan dan Permuseuman Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Juni 2004. Depdikbud, (1990), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. ______(1995), Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka.
Hermine. L, Erni, , dkk. (2000), Museum Negeri Kalimantan Tengah “BALANGA”, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Harjanto, Drs. (2000), Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rinaka Cipta. Haryono, S.H., Manajemen Pengelolaan Koleksi Museum, Penyuluhan Kebudayaan dan Permuseuman Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Juni 2004. Husni, Muhammad, Pemahaman Umum Tentang Kebudayaan Dalam Kaitannya Dengan Kebijakan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Kalimantan Tengah, Penyuluhan Kebudayaan dan Permuseuman Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Juni 2004. Kusumo, Pratameng., (1989), Menimba Ilmu Dari Museum, Jakarta: PT Kincir Buana. Kamis,
Medie, Pemahaman Umum Tentang Permuseuman Dan Pengembangannya Di Kalimantan Tengah, Penyuluhan Kebudayaan dan Permuseuman Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Juni 2004.
Kemp, J.E. & Dayton, D.K. (1985). Planning and Producing Instructional Media. New York: Harper & Row Publishers Cambridge. Moleong, J. Lexy, Dr., MA., (2004), Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Qodir, Abdul, (1999), Penelitian Kualitatif, Palangka Raya: Tidak diterbitkan. Rohani, Ahmad, (1997), Media Intruksional Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta. Susilo, Tedjo., dkk. (2000), Kecil Tetapi Indah (Pedoman Pendirian Museum), Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Saloh, Bakri Y., Konservasi, Preparasi, Dan Penataan Pameran Koleksi Museum, Penyuluhan Kebudayaan dan Permuseuman Kalimantan Tengah di Palangka Raya, Juni 2004. Sutaarga, Moh. Amir., (2000), Capita Selecta Museografi Dan Museologi, Jakarta: Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta. Sudjana, Nana, dan Ahmad Riva’i. (2002), Media Pengajaran, Bandung: CV. Sinar Baru Algensindo. Sadiman, Arief., dkk. (1996), Media Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Shalahuddin, Mahfudh, (1986), Media Pendidikan Agama, Surabaya: PT Bina Ilmu. Usman, M. Basyiruddin, dan Prof. Dr. H. Asnawir, (2002), Media Pembelajaran, Jakarta: Delia Citra Utama. Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Bandung; Focus Media.