Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.42997/PP/M.XIII/99/2013
Jenis Pajak
: Gugatan
Tahun Pajak
: 2010
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah gugatan terhadap Keputusan Tergugat Nomor KEP-2259/WPJ.07/2011 tanggal 13 September 2011 mengenai Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Januari sampai dengan November 2010 Nomor 00010/106/10/058/11 tanggal 12 Januari 2011.
Menurut Tergugat : bahwa STP tersebut diterbitkan berdasarkan Pasal 25 UU KUP. Besarnya angsuran adalah PPh terutang menurut SPT PPh Badan Tahun Pajak 2009 dikurangi PPh yang dipotong/dipungut oleh pihak lain, PPh yang dibayar/dipotong di luar negeri dan PPh ditanggung pemerintah, kemudian dibagi 12. bahwa Penggugat untuk Masa Pajak Januari dan Februari 2010 melaporkan PPh Pasal 25 Nihil, untuk Masa Pajak Maret-November 2010 Penggugat tidak melaporkan PPh Pasal 25. Penggugat harus menghitung PPh Pasal 25 yang besarnya sesuai SPT PPh Tahun Pajak 2008 untuk Masa Pajak Januari s.d. Februari 2010 dan untuk Masa Pajak Maret s.d. November 20010 angsurannya berdasarkan SPT PPh Tahun 2009. Menurut Penggugat : bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 pajak Penggugat sejak berdiri bersifat final karena jasa konstruksi, sehingga pada SPT PPh tidak terdapat pemisahan pajak final dan non final, dan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 Penggugat tidak diwajibkan membayar PPh Pasal 25 karena penghasilan Penggugat bersifat final. Pendapat Majelis : bahwa Tergugat telah menerbitkan Surat Tagihan Pajak Nomor 00010/106/10/058/11, tanggal 12 Januari 2011 kepada Penggugat, karena Penggugat tidak menyetorkan PPh. Pasal 25 nya, dengan perhitungan yang di dasarkan pada SPT Penggugat, sebagai berikut: No. 1 2 3 4
5
URAIAN Pajak yang harus dibayar Telah dibayar Kurang dibayar (1-2) Sanksi Administrasi a. Denda Pasal 7 KUP e. Bunga Pasal 14 (3) KUP Jumlah yang masih harus dibayar
Jumlah Rupiah Menurut Penggugat STP 888.580.759 888.580.759 0 0 888.580.759 888.580.759 1.000.000 107.386.755 996.967.514
bahwa dasar hukum yang dipakai oleh Penggugat adalah Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan diatur bahwa “Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi; ........ dst. bahwa Penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, diatur : ... agar kondisi usaha Jasa Konstruksi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi, perlu diberikan perlakukan tersendiri terhadap
pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi yaitu dengan dikenakan pajak yang bersifat final ... dst. bahwa kemudian dalam bagian batang tubuh Peraturan Pemerintah tersebut di atas diatur: Pasal 2 atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. bahwa menurut Penggugat, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi untuk tahun pajak 2009, merupakan masa transisi dimana atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dapat dikenakan PPh Pasal 23 atau PPh Final tergantung dari tanggal ditandatanganinya berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan, sedangkan untuk tahun pajak 2010, atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan PPh yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. bahwa berdasarkan Pasal 8C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi, diatur bahwa Bagi Wajib Pajak yang hanya memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi, sejak Tahun Pajak 2009 tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai Peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan. bahwa menurut Penggugat, ketentuan Pasal 25 UU PPh, yang terkait dengan Pasal 17 UU PPh, merupakan ketentuan umum bagi seluruh Wajib Pajak (lex generalis) kecuali bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh sebagaimana tersebut di atas. bahwa menurut Penggugat, sengketa ini terjadi karena kekeliruan Tergugat memberikan KLU kepada Penggugat, yaitu KLU telekomunikasi, padahal sejak awal berdiri Penggugat bergerak pada jasa konstruksi pembangunan BTS, bukan penyedia jasa telekomunikasi. bahwa pada akhir Tahun 2009 Penggugat telah mengajukan perubahan KLU yang disetujui oleh Tergugat pada tahun 2010 tetapi karena pada tahun 2009 masih menggunakan KLU lama maka pada tahun 2010 masih terdapat angsuran PPh Pasal 25 sampai kemudian diubah menjadi Konstruksi Sentral Komunikasi (45235). bahwa Penggugat sudah mengajukan permohonan perubahan KLU pada bulan Desember 2009. bahwa tindak lanjut KPP PMA Lima atas permohonan Penggugat tersebut hanya penerbitan SKT yang diterbitkan pada bulan Januari 2010 (Penggugat tidak mempunyai arsip), namun SKT tersebut hilang dan Penggugat mengajukan permohonan pencetakan ulang SKT kepada KPP PMA Lima dan SKT tersebut dicetak ulang pada tanggal 25 oktober 2010 (ada filenya) dan menurut pihak KPP PMA Lima KLU berlaku diawal tahun mulai. bahwa berdasarkan keterangan KPP PMA Lima, SKT tersebut berlaku mulai awal tahun 2010. bahwa pada periode pemecahan KPP tidak ada tindak lanjut dari KPP PMA Lima untuk memindahkan Penggugat ke KPP PMA Enam.
bahwa menjawab pertanyaan Majelis dimana Penggugat mengetahui kalau SKT tersebut merupakan jawaban surat Penggugat tentang perubahan KLU, Penggugat yakin SKT yang hilang merupakan tindak lanjut dari permohonan Penggugat. bahwa mulai bulan Januari 2010 Penggugat tidak lagi membayar angsuran PPh Pasal 25 karena terdapat perubahan KLU berdasarkan SKT yang hilang tersebut. bahwa sampai dengan bulan Desember 2009 Penggugat masih membayar angsuran PPh Pasal 25. bahwa sesuai Pasal 14 ayat (1) UU : "Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; ........ dst. bahwa selanjutnya sesuai Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 189/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak, diatur bahwa "Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diterbitkan setelah dilakukan penelitian administrasi perpajakan atau berdasarkan hasil pemeriksaan pajak". bahwa berdasarkan ketentuan tersebut Penggugat belum pernah melihat atau mengetahui apakah Tergugat benar-benar melakukan penelitian sebelum menerbitkan STP. bahwa menurut Majelis adanya Surat nomor S-613/WPJ.07/KP.0607/2010 tanggal 13 Oktober 2010 dari Tergugat c.q. KPP PMA Lima yang telah melakukan himbauan untuk menyetorkan PPh Pasal 25, mulai masa April 2009 s.d. Maret 2010 sebesar Rp 83.074.221,00 per bulan dan mulai masa April 2010 s.d Maret 2011 sebesar Rp 79.919.762,00 per bulan kepada Penggugat, dapat dimaknai bahwa Tergugat telah melakukan penelitian sebelum diterbitkannya STP. bahwa menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 189/PMK.03/2007 : Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak Masa Pajak yang bersangkutan bahwa menurut Penggugat berdasarkan ketentuan tersebut, seharusnya Tergugat menerbitkan STP untuk suatu Masa Pajak dan bukan beberapa Masa Pajak, sehingga ketentuan Pasal 2 ayat (2) tersebut terpenuhi. bahwa menurut Majelis ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) PMK tersebut hanya mengatur saat penerbitan STP, bukan mengatur mengenai jumlah masa pajaknya. bahwa dengan demikian menurut Majelis prosedur penerbitan STP oleh Tergugat telah sesuai dengan ketentuan yang ada. bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas …. Dst. bahwa Pasal 12 ayat (2) KUP dinyatakan bahwa “Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan”.
bahwa menurut Pasal 12 ayat (3) “Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang”. bahwa di dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.d. Nomor 36 tahun 2008 Pasal 25 ayat (1) mengatur bahwa “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:....... dst. bahwa Pasal 25 ayat (2) mengatur “Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan ..... dst. bahwa Pasal 7 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP537/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000, menyatakan bahwa “Apabila sesudah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25, ...... dst. bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa apa yang disampaikan dalam SPT seharusnya merupakan data yang benar, karena merupakan pernyataan yang langsung dari Penggugat (Wajib Pajak), dan jumlah pajak yang terutang yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. bahwa untuk meyakinkan Tergugat bahwa yang disampaikan Penggugat di dalam SPT itu benar, maka di dalam SPT juga dicantumkan pernyataan Wajib Pajak yang menyatakan : “Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya termasuk sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, saya menyatakan bahwa yang telah beritahukan diatas beserta lampiran-lampirannya adalah benar, lengkap dan jelas.” yang kemudian Penggugat juga membubuhkan tandatangannya. bahwa berdasarkan dokumen yang diberikan oleh Penggugat dan Tergugat, diketahui bahwa sesuai SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008/2009 yang disampaikan Penggugat ke Tergugat, penghasilan Penggugat yang dikenakan PPh Final adalah Nihil dan Penggugat melaporkan Kredit Pajak PPh Pasal 23 yang dipotong pihak lain. bahwa SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009 Penggugat yang telah disampaikan ke Tergugat pada tanggal 28 April 2010 dengan nomor LPAD : S-00001919/PPWBIDR/WPJ.07/KP.0603/2010, dengan perincian sebagai berikut: Penghasilan Neto Fiskal Kompensasi Kerugian Fiskal Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang Kredit pajak dalam negeri PPh yang harus dibayar sendiri
Rp 4.936.935.213,00 Rp Rp 4.936.935.213,00 Rp 1.382.341.800,00 Rp 423.304.659,00 Rp 959.037.141,00
bahwa menurut Tergugat, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 mulai Masa Pajak April 2010 sampai dengan November 2010 sesuai dengan SPT tersebut menjadi sebagai berikut :
a. PPh yang harus dibayar sendiri b. Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak April 2010 s.d. November 2010 (1/12 x a)
Rp 959.037.141,00 Rp 79.919.762,00
bahwa sesuai dengan data dalam SIDJP dan informasi Penggugat melalui surat Nomor 367/qdc/VII/11 tanggal 28 Juli 2011, Penggugat tidak melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2009. bahwa menurut Tergugat SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008 Penggugat telah disampaikan kepada Tergugat pada tanggal 30 Juni 2009 dengan rincian sebagai berikut: Penghasilan Neto Fiskal Kompensasi Kerugian Fiskal Penghasilan Kena Pajak PPh Terutang Kredit pajak dalam negeri PPh yang harus dibayar sendiri
Rp 11.176.418.241,00 Rp Rp 11.176.418.241,00 Rp 3.335.425.400,00 Rp 2.338.534.747,00 Rp 996.890.653,00
bahwa berdasarkan SPT tersebut , penghitungan angsuran PPh Pasal 25 mulai Masa Pajak Januari 2010 sampai dengan Maret 2010 menurut Tergugat menjadi sebagai berikut : a. PPh yang harus dibayar sendiri b. Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Januari 2010 s.d. Maret 2010 (1/12 x a)
Rp 996.890.653,00 Rp 83.074.221,00
bahwa menurut Tergugat, sesuai dengan data dalam SPT Tahunan PPh Badan Tahun Pajak 2008 dan 2009, Penggugat tidak melaporkan Penghasilan yang dikenakan Final; bahwa menurut Majelis apabila memang Penggugat mempunyai penghasilan yang semata-mata diperoleh dari Jasa konstruksi, maka seharusnya Penggugat melaporkan dalam SPT nya jumlah penghasilan yang dikenakan Final, dan apabila Penggugat mengetahui bahwa pengisian SPT tersebut tidak benar, maka Penggugat harus membetulkannya; bahwa penghitungan STP oleh Tergugat di dasarkan pada angka yang tertera pada ke-2 SPT tersebut di atas, dengan demikian menurut Majelis penerbitan STP tersebut sudah benar karena sudah berdasarkan ketentuan yang berlaku. Memperhatikan
: Surat Gugatan, Surat Tanggapan Tergugat, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis tersebut di atas.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 2. Ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan ini.
Memutuskan
: Menyatakan menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-2259/WPJ.07/2011 tanggal 13 September 2011, tentang Pengurangan atau Pembatalan atas Surat Tagihan Pajak Pajak Penghasilan Masa Pajak Januari sampai dengan November 2010 Nomor : 00010/106/10/058/11 tanggal 12 Januari 2011.