Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.49243/PP/M.XI/99/2013
Jenis Pajak
: Gugatan
Tahun Pajak
: 2009
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 sehingga mengakibatkan timbulnya Jumlah Pajak yang harus dibayar sebesar Rp2.811.634.503,00 dengan jumlah yang tidak disetujui oleh Penggugat sebesar Rp2.811.634.503,00 yang merupakan Denda Pasal 14(4) KUP;
Menurut Tergugat
: bahwa Tim Peneliti sependapat dengan Tim Pemeriksa Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat yang mengenakan sanksi administrasi Deride Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar Rp2.811.634.503,00.
Menurut Penggugat
: bahwa dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa STP PPN Nomor 00048/107/09/057/11 tanggal 04 April 2011 diterbitkan bukan sebagai akibat dari Surat Ketetapan Pajak sehingga menurut Penggugat STP PPN tersebut cacat secara hukum. Fakta dan Data Yang berdomisili di jalan YY adalah Penggugat sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 2372/KM.4/2008 tanggal 15 Oktober 2008 Tentang Penetapan Sebagai Kawasan Berikat dan Pemberian Persetujuan Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) Merangkap Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKP) kepada Penggugat yang berlokasi di Jalan YY. Tidak ada dokumen penjualan yang menyatakan telah terjadi penyerahan lokal Barang Kena Pajak dari Penggugat kepada PT. Sainath Industries yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Semarang selaku pengawas di lokasi pabrik yang merupakan Kawasan Berikat.
Menurut Majelis
: bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 sehingga mengakibatkan timbulnya Jumlah Pajak yang harus dibayar sebesar Rp2.811.634.503,00 dengan jumlah yang tidak disetujui oleh Penggugat sebesar Rp2.811.634.503,00 yang merupakan Denda Pasal 14(4) KUP; bahwa dalam persidangan Tergugat menyampaikan penjelasan lisan yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut; bahwa Pasal 37 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 menyatakan: “Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain: Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; bahwa gugatan Penggugat adalah atas Surat Keputusan Penghapusan / Pengurangan Sanksi Administrasi sehingga berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 bukan merupakan objek gugatan; bahwa menjawab pertanyaan Majelis mengenai pernyatan Tergugat dalam Surat Tanggapan yang menyatakan Surat Gugatan telah memenuhi ketentuan formal, Tergugat menjelaskan bahwa Surat Gugatan memang telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 40 dan 41 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak; bahwa Pasal 40 dan 41 a quo tidak membahas mengenai apakah produk hukum yang digugat merupakan obyek atau bukan obyek gugatan; bahwa Pasal 23 ayat (2) UU KUP mengatur mengenai Surat Ketetapan Pajak, yang berdasarkan Pasal 1 ayat 15 UU KUP dapat berupa SKPKB, SKPKBT, SKPN atau SKPLB, sehingga tidak ada hubungannya dengan Surat Tagihan Pajak yang merupakan alasan Penggugat mengajukan gugatan; bahwa Tergugat mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Penggugat dalam mengajukan gugatan, apakah Pasal 23 ayat (2) huruf c atau huruf d UndangUndang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP;
bahwa dalam persidangan Penggugat menyampaikan penjelasan lisan yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut; bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP menyatakan: Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP a quo, Penggugat berpendapat bahwa produk hukum yang digugat oleh Penggugat adalah merupakan objek gugatan dan oleh karena itu dapat diajukan gugatan kepada Pengadilan Pajak; bahwa Pasal 14 ayat (2) UU KUP menyatakan Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP juga berlaku atas Surat Tagihan Pajak; bahwa produk dari pemeriksaan pajak hanyalah STP, tidak ada SKP. Seandainya terbit SKP yang mendukung penerbitan STP, maka Penggugat dapat mengajukan banding atas SKP tersebut. Jika Penggugat tidak dapat mengajukan gugatan atas STP ini, langkah hukum apa yang dapat Penggugat lakukan, sebab Penggugat tidak dapat mengajukan banding atas STP; bahwa Penggugat pernah mengajukan surat nomor 010/SGI/PJK/2012 tanggal 06 Maret 2012 tentang Permintaan Keterangan Secara Tertulis atas dasar penolakan, namun sampai saat ini belum di jawab; bahwa selanjutnya Penggugat dalam persidangan menyampaikan bantahan tertulis tanpa nomor tertanggal 02 Juli 2012 yang pada pokoknya menyatakan hal-hal sebagai berikut; bahwa STP No. 00048/107/09/057/11 cacat secara hukum karena tidak ada koreksi pajak maupun Surat Ketetapan Pajak yang menjadi dasar penerbitannya. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 tanggal 29 Desember 2011 Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 Tentang Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang KUP Didalam penjelasan Pasal 30 Ayat 2 huruf a menyatakan sebagai berikut : " Yang dimaksud dengan sanksi administrasi meliputi sanksi yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Maupun dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari Surat Ketetapan Pajak " bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan menyatakan sebagai berikut; “Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur lender& Pajak selain : Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan; Surat Keputusan Pembetulan; Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tats cara penerbitan; Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;”
bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan menyatakan sebagai berikut : “ Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap : Pelaksanaan Surat Paksa, Pengumuman Lelang;
Surat
Perintah
Melaksanakan
Penyitaan
atau
Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak; Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tatacara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hanya dapat diajukan kepada Badan Peradilan Pajak.” bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan sebagai berikut : " Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak " bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan pajak menyatakan sebagai berikut : Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud daram ayat (4) adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan. Bahwa dengan demikian, pengajuan gugatan atas Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : 393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 ini, masih dalam tenggang waktu yang diijinkan oleh Undang-Undang Pengadilan Pajak atau setidak-tidaknya antara tenggang waktu pengiriman / pemberitahuan Putusan tersebut dengan pemnohonan gugatan ini belum lewat waktu sebagaimana telah ditentukan oleh peratur an perundangan-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah sepatutnya-Iah permohonan gugatan ini diterima oleh Majelis. bahwa atas bantahan tertulis Penggugat a quo, Tergugat dalam persidangan menyampaikan penjelasan lisan sebagi berikut; bahwa jika yang menjadi dasar hukum gugatan Penggugat adalah Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang Undang KUP, maka seharusnya Penggugat juga memperhatikan ketentuan dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang KUP yang menjelaskan maksud dari Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang disebutkan dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d Undang Undang KUP a quo; bahwa Pasal 1 angka 15 Undang-Undang KUP menyatakan ; “Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar”; bahwa yang diajukan gugatan oleh Penggugat adalah Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 tentang Pengurangan atau
Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Agustus 2009 Nomor : 00048/107/09/057/11 tanggal 04 April 2011; bahwa selanjutnya Pasal 37 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 menyatakan: “Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain: Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; bahwa gugatan Penggugat adalah atas Surat Keputusan Penghapusan / Pengurangan Sanksi Administrasi sehingga berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 sehingga dengan demikian bukan merupakan objek gugatan; bahwa selanjutnya Tergugat dalam persidangan menyampaikan Penjelasan Tertulis Nomor S-5700/PJ.07/2012 tanggal 20 Juli 2012 yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut: bahwa sehubungan dengan sidang perkara gugatan atas nama Penggugat, NPWP 02.193.197.7-057.000 terhadap Keputusan Tergugat Nomor: KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 tentang Pengurangan atau Pembatalan STP yang tidak benar kedua atas STP nomor: 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 Masa Pajak April s.d Agustus 2009 (selanjutnya disebut KEP-393/WPJ.07/2012), untuk melengkapi dalil-dalil yang telah Tergugat sampaikan melalui Surat Tanggapan Nomor S-1600/WPJ.07/2012 tanggal 17 April 2012 maupun secara lisan pada persidangan, dengan ini Tergugat menyampaikan tanggapan tertulis sebagai berikut : POKOK SENGKETA Yang menjadi pokok sengketa pada sidang gugatan yaitu keberatan Penggugat atas dalil Tergugat yang menyatakan bahwa KEP-393/WPJ.07/2012 bukan merupakan objek gugatan sehingga sudah seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad). Pada persidangan, Penggugat menyatakan bahwa dasar penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 telah bertentangan dengan Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011.
FAKTA Penggugat mengajukan permohonan Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak (Surat Tagihan Pajak) yang tidak benar kedua atas STP nomor: 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 Masa Pajak April s.d Agustus 2009 melalui Surat Nomor 029/SGI/PJK/2011 tanggal 21 Oktober 2011 yang diterima Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat pada tanggal 27 Januari 2011 berdasarkan LPAD Nomor PEM:001945\057\oct\2011 tanggal 24 Oktober 2011. Atas permohonan 393/WPJ.07/2012.
Penggugat
tersebut,
Tergugat
telah
menerbitkan
KEP-
Selanjutnya atas KEP-393/WPJ.07/2012 tersebut Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak melalui Surat Gugatan Nomor 011/SGI/PJK/2012 tanggal 7 Maret 2012 yang diterima Pengadilan Pajak pada tanggal 12 Maret 2012. Berdasarkan Surat Gugatan Nomor 011/SGI/PJK/2012 tanggal 7 Maret 2012 diketahui bahwa Penggugat mengajukan gugatan dengan alasan karena permohonan kedua Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 telah ditolak oleh Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus. Namun demikian dalam surat gugatan tersebut tidak dicantumkan atas dasar hukum apa Penggugat mengajukan gugatan.
DASAR HUKUM Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (selanjutnya disebut UU PP), menyatakan: Pasal 1 angka 7 Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 31 ayat (3) Pengadilan Pajak dalam hal Gugatan memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan Pajak atau Keputusan pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU PPN), menyatakan: Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf f Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; Pasal 13 ayat (1) Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a atau huruf f dan/atau Pasal 16D; Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 (selanjutnya disebut UU KUP), menyatakan: Pasal 1 angka 15 dan angka 20 (15) Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. (20) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila: a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu; e pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya;atau 2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hat penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran; f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Penjelasan Pasal 14 ayat (2) Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini disamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Pasal 23 ayat (2) (2) Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang; b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak; c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak. Pasal 36 ayat (1) huruf c (1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;atau Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (selanjutnya disebut PP 74/2011), menyatakan: Pasal 30 ayat (2) huruf a Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan: pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan; Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Yang dimaksud dengan “sanksi administrasi” meliputi sanksi yang terdapat dalam surat ketetapan pajak maupun dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari penerbitan surat ketetapan pajak. Pasal 37 Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain: a. surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan; b. Surat Keputusan Pembetulan; c. Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan; d. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; e. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; f. Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak; g. Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan h. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. PENDAPAT TERGUGAT Pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa KEP-393/WPJ.07/2012 bukan merupakan objek gugatan sehingga sudah seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad), dengan dalil-dalil sebagai berikut:
Pada persidangan tanggal 11 Juni 2012, Penggugat menyatakan bahwa pengajuan gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP, atas dalil Penggugat tersebut Tergugat berpendapat sebagai berikut: KEP-393/WPJ.07/2012 yang digugat Penggugat ke Pengadilan Pajak adalah Keputusan Tergugat tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar atas STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 yang merupakan jawaban dari permohonan Penggugat berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP. Mengacu pada Pasal 37 huruf d PP 74/2011, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi bukan termasuk dalam pelaksanaan keputusan perpajakan yang dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP. Dengan demikian, KEP-393/WPJ.07/2012 bukan merupakan objek gugatan. Oleh karena itu sesuai Pasal 31 ayat (3) UU PP Tergugat berpendapat sudah sepatutnyalah Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad). Sementara itu berdasarkan dalil Penggugat yang disampaikan pada persidangan tanggal 2 Juli 2012 yang didukung pula dengan penjelasan tertulis Penggugat, Penggugat menyatakan bahwa gugatan Penggugat memenuhi syarat formal karena diajukan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP dengan mengutip Pasal 14 ayat (2) UU KUP. Atas dalil Penggugat tersebut Tergugat telah menyatakan bahwa: Penggugat telah salah dan keliru menafsirkan bunyi Pasal 14 ayat (2) UU KUP tersebut. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU KUP, Surat Tangihan Pajak (Surat Tagihan Pajak) bukan termasuk dalam pengertian Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan dalam memahami Pasal 14 ayat (2) UU KUP Penggugat seharusnya juga membaca Penjelasan Pasal 14 ayat (2) UU KUP, dimana dinyatakan bahwa Surat Tagihan Pajak menurut ayat ini disamakan kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Jadi yang disamakan kekuatan hukumnya adalah dalam hal penagihannya, bukan berarti Surat Tagihan Pajak menjadi termasuk dalam pengertian SKP. Oleh karena terbukti STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 bukan termasuk dalam pengertian SKP, maka dalil Penggugat yang menyatakan bahwa pengajuan gugatan berdasarkan pada Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP terbukti telah salah dan keliru. Oleh karena itu sesuai Pasal 31 ayat (3) UU PP Tergugat berpendapat sudah sepatutnya-lah Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad). Alasan Penggugat yang menyatakan bahwa mengajukan gugatan berdasarkan Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP didasarkan pada dalil Penggugat yang menyatakan bahwa terdapat pelanggaran dalam prosedur penerbitan Surat Tagihan Pajak yaitu tidak sesuai dengan Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, dimana penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 telah cacat hukum karena tidak ada koreksi pajak maupun SKP yang mendasari penerbitannya. Atas dalil Penggugat tersebut Tergugat telah menyatakan bahwa: Tergugat menyatakan tidak setuju dan sangat keberatan dengan dalil Penggugat tersebut di atas. Penggugat telah keliru menafsirkan Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011. Dalam memahami Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 seharusnya Penggugat membaca pula Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 karena penjelasan suatu pasal tidak berdiri sendiri dan pasti merupakan penjelasan dari pasal dalam batang tubuh. Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 yang berbunyi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan: a. pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; sementara itu pada Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011, Yang dimaksud dengan “sanksi administrasi” meliputi sanksi yang terdapat dalam surat ketetapan pajak maupun dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari penerbitan surat ketetapan pajak. Maksud dari Pasal tersebut beserta penjelasannya adalah membatasi Wajib Pajak dalam menempuh upaya hukum atas suatu ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Tergugat, sehingga apabila Wajib Pajak menempuh upaya hukum berupa keberatan atas (Pasal 25 UU KUP) maka akan tertutup kemungkinan bagi Wajib Pajak untuk menempuh upaya hukum berupa pengurangan, penghapusan atau pembatalan
sanksi berupa bunga, denda dan kenaikan (sesuai Pasal 36 ayat (1) UU KUP) baik SKP yang sama maupun atas Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari diterbitkannya SKP tersebut. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU KUP, Surat Tagihan Pajak dapat berdiri sendiri tanpa didahului dengan adanya penerbitan SKP. Oleh karena itu telah salah dan keliru dalil Penggugat yang menyatakan bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 tidak sesuai dengan Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 karena telah diterbitkan tanpa adanya penerbitan SKP yang mendahuluinya. Setelah Tergugat membaca dengan teliti Surat Gugatan Nomor 011/SGI/PJK/2012 tanggal 7 Maret 2012 yang diterima Pengadilan Pajak pada tanggal 12 Maret 2012, baik pada bagian pengantar maupun alasan gugatan, Tergugat berpendapat sebagai berikut: Dasar hukum pengajuan gugatan tidak jelas, yaitu tidak diketahuinya berdasarkan Pasal berapa dalam UU KUP Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Oleh karena itu Tergugat berpendapat bahwa gugatan Penggugat tidak jelas atau kabur (obscuur libel) sehingga sudah sepatutnya-lah Majelis Hakim Yang Mulia menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad). Dalil Tergugat tersebut di atas sesungguhnya telah sesuai dengan beberapa pendapat ahli hukum diantaranya: Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Hukum Acara Perdata Indonesia, 2006, Cetakan ke Tujuh, hal. 55, Penerbit Liberty Yogyakarta Bagaimana dengan yang dinamakan “obscuur libel”? Arti obscuur libel itu sendiri adalah “tulisan yang tidak terang”. Adapun yang dimaksud adalah gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain (Stein, 1973: 94). Pada umumnya gugatan yang mengadung obcuur libel berakibat tidak dapat diterimanya gugatan. Berkaitan dengan materi gugatan berkaitan dengan penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11, Tergugat berpendapat sebagai berikut: Terdapat ekspor yang diakui Penggugat sebagai penyerahannya padahal berdasarkan PEB maupun jawaban konfirmasi dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas Nomor S277/WBC.09/KPP.09/KPP/MP.01/2011 tanggal 8 Februari 2011 terbukti bahwa ekspor dilakukan oleh PT Sainath Industries. PT Sainath Industries dengan NPWP/NPPKP 01.000.274.9-057.000 dan 01.000.274.9-518.001 (sebelumnya 01.000.274.9-504.001), sementara Penggugat (PT Sai Garments Industries) dengan NPWP/NPPKP 02.193.197.7-057.000 adalah dua entitas yang berbeda. Tidak ada data atau informasi yang mendukung bahwa NPWP/NPPKP PT Sainath Industries telah dihapus atau dicabut. Penggugat sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sejak 6 Juni 2008. Sementara itu berdasarkan penelitian atas dokumen Penggugat diketahui bahwa benar telah terjadi penyerahan BKP dari Penggugat kepada customer. Oleh karena itu jika tidak terdapat koreksi atas jumlah penyerahan BKP oleh Penggugat hal tersebut telah sesuai dengan fakta. Namun demikian, Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa atas penyerahan tersebut telah diterbitkan Faktur Pajak sebagaimanan diwajibkan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a UU PPN, sebab PEB yang diakui Penggugat terbukti bukan atas nama Penggugat. Mengacu pada Pasal 14 ayat (1) huruf d UU KUP, Tergugat dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak. Dengan demikian penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 Masa Pajak April – Agustus 2009 telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat : c.mengurangkan atau membatalkan membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar;atau. Oleh karena berdasarkan uraian di atas penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 Masa Pajak April – Agustus 2009 telah sesuai dengan ketentuan yang perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka tidak ada alasan bagi Tergugat untuk mengabulkan permohonan
pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar yang diajukan Penggugat. Dengan demikian penerbitan KEP-393/WPJ.07/2012 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan uraian di atas penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 Masa Pajak April – Agustus 2009 dan KEP-393/WPJ.07/2012 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sehingga sudah sepatutnya-lah Majelis Hakim Yang Mulia menolak gugatan Penggugat. KESIMPULAN Berdasarkan fakta, dasar hukum dan pendapat Tergugat di atas, maka dapat disimpulkan: Dasar hukum pengajuan gugatan tidak jelas, dimana dalam Surat Gugatan Nomor 011/SGI/PJK/2012 tanggal 7 Maret 2012 tidak diketahui berdasarkan Pasal berapa dalam UU KUP Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak. Pada dua kali persidangan yaitu tanggal 11 Juni dan 2 Juli 2012, Penggugat menyatakan dasar hukum yang berbeda-beda dalam pengajuan gugatannya. Oleh karena itu Tergugat berpendapat bahwa gugatan Penggugat tidak jelas atau kabur (obscuur libel). Berdasarkan Pasal 37 huruf d PP 74/2011, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi bukan termasuk dalam pelaksanaan keputusan perpajakan yang dapat diajukan gugatan kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP, sehingga KEP-393/WPJ.07/2012 bukan merupakan objek gugatan. STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 bukan termasuk dalam pengertian SKP, maka dalil Penggugat yang menyatakan bahwa pengajuan gugatan berdasarkan pada Pasal 23 ayat (2) huruf d UU KUP terbukti telah salah dan keliru. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU KUP, Surat Tagihan Pajak dapat berdiri sendiri tanpa didahului dengan adanya penerbitan SKP. Oleh karena itu telah salah dan keliru dalil Penggugat yang menyatakan bahwa penerbitan Surat Tagihan Pajak PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 tidak sesuai dengan Penjelasan Pasal 30 ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 karena telah diterbitkan tanpa adanya penerbitan SKP yang mendahuluinya. Berdasarkan pemeriksaan Tergugat atas pembukuan Penggugat terbukti telah terjadi penyerahan BKP kepada customer, namun Penggugat tidak dapat membuktikan bahwa atas penyerahan tersebut telah diterbitkan Faktur Pajak sebagaimanan diwajibkan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a UU PPN, sebab PEB yang diakui Penggugat terbukti bukan atas nama Penggugat. Penggugat berpendapat bahwa penerbitan STP PPN Barang dan Jasa Nomor: 00048/107/09/057/11 Masa Pajak April – Agustus 2009 berdasarkan pada Pasal 14 ayat (1) UU KUP telah benar dan tepat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi Terbanding untuk mengabulkan permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar yang diajukan Penggugat. Dengan demikian penerbitan KEP-393/WPJ.07/2012 telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, Tergugat memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijke velkraad) atau setidak-tidaknya menolak gugatan Penggugat. bahwa menurut Majelis, Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor: KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Agustus 2009 Nomor : 00048/107/09/057/11 tanggal 04 April 2011; bahwa Penggugat melakukan ekspor langsung kepada pembeli/buyer di Luar Negeri dengan nama eksportir PT. Sainath Industries selama masa peralihan dari bulan Januari 2009 s.d. Agustus 2009, sebagaimana ditegaskan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Dan Cukai Madya Pabean Tanjung Emas Semarang dengan suratnya nomor: S-97/WBC.09/KPP.MP.02/2011 tanggal 14 Januari 2011 dan nomor : S-483/WBC.09/KPP.MP.01/2011 tanggal 17 Maret 2011 yang menyatakan : "Bahwa berdasarkan data Sistem Aplikasi Pelayanan Ekspor KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas diketahui bahwa PT. XXX masih mengajukan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (FEB) atas nama PT. Sainath Industries sampai dengan bulan Agustus 2009 yaitu dengan PEB nomor 058970 tanggal 13 Agustus 2009 ".
bahwa Di dalam PEB tercantum nama dan alamat eksportir yaitu PT. Sainath Industries .11. Pelabuhan Nusantara II Tanjung Priok Jakarta Utara Cabang Semarang JL Brigjen Sudiarto KM.12 Semarang, sedangkan PT. Sainath Industries cabang Semarang telah dicabut izin sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) maupun Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 2371/KM.4/2008 tanggal 15 Oktober 2008; bahwa yang berdomisili di JI. YY terhitung sejak tanggal 15 Oktober 2008 adalah Penggugat sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 2372/KM.4/2008 tanggal 15 Oktober 2008 Tentang Penetapan Sebagai Kawasan Berikat dan Pemberian Persetujuan Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) Merangkap Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) kepada Penggugat yang berlokasi di Jalan YY; bahwa berdasarkan jawaban konfirmasi Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas S-2771WBC.09/KPP.MP.01/2011 tanggal 08 Februari 2011 bahwa semua PEB yang dikonfirmasi atas nama PT Sainath Industries. Hasil Cross Check dari portal DJP mengenai informasi data PEB juga menyebutkan nama eksportir Penggugat, sehingga secara material PEB April sampai dengan Agustus 2009 di atas milik Penggugat namun secara formal tidak sesuai pasal 13 ayat 5 UU PPN. bahwa menurut Majelis, Penggugat mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor: KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012; bahwa Keputusan Tergugat Nomor: KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 adalah “Keputusan” atas permohonan Penggugat dalam suratnya nomor 029/SGI/PJK/2011 tanggal 21 Oktober 2011; bahwa Penggugat dengan suratnya nomor 029/SGI/PJK/2011 tanggal 21 Oktober 2011 mengajukan permohonan kedua pengurangan atau pembatalan STP PPN nomor : 00048/107/09/057/11 tanggal 4 April 2011 Masa Pajak April s.d Agustus 2009; bahwa Majelis berpendapat “mengurangkan atau membatalkan STP yang tidak benar “ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang KUP adalah kewenangan Tergugat; bahwa menurut Majelis tidak terdapat kesalahan dalam kewenangan memutus, waktu penerbitan maupun redaksional atas Keputusan Tergugat nomor KEP393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 a quo; bahwa sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf a,b,c dan d, Undang-Undang KUP, pengurangan, pembatalan sanksi administrasi / ketetapan yang tidak benar / hasil pemeriksaan adalah merupakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak; bahwa dengan demikian kewenangan mengenai kebenaran material penerbitan STP a quo adalah pada Tergugat sehingga Majelis berpendapat mempertahankan Keputusan Tergugat nomor KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 dan menolak gugatan Penggugat; Memperhatikan
: Surat Gugatan Penggugat, Surat Tanggapan Tergugat, Surat Bantahan bukti-bukti yang ada dalam berkas gugatan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan tersebut di atas;
Mengingat
: Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
: Menyatakan menolak permohonan gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-393/WPJ.07/2012 tanggal 27 Februari 2012 tentang Pengurangan atau Pembatalan Surat Tagihan Pajak Yang Tidak Benar Atas Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak April sampai dengan Agustus 2009 Nomor : 00048/107/09/057/11 tanggal 04 April 2011, atas nama : XXX, NPWP : YYY;