Putusan Pengadilan Pajak : Nomor Jenis Pajak :
Put-41148/PP/M.XIII/15/2012
Tahun Pajak
:
2007
Pokok Sengketa
:
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi atas Koreksi Penghasilan dari Luar Usaha sebesar Rp. 1.115.282.963.880,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding;
Menurut Terbanding
: bahwa berdasarkan fakta tersebut di atas, Terbanding berpendapat bahwa sebenarnya hutang yang dikonversi menjadi penyertaan modal kepada PT. TH Indo Industries Sdn Bhd adalah sebesar Rp. 162.000.000.000,00 dan terdapat keuntungan karena pembebasan (penghapusan) hutang sebesar Rp. 1.115.282.963.880,00 yang belum dilaporkan Pemohon Banding sebagai berikut :
Pajak Penghasilan Badan
Hutang Pemohon Banding kepada LTH Nilai Nominal Saham Baru Koreksi Penghapusan Hutang
Rp. Rp. Rp.
1.277.282.963.880,00 162.000.000.000,00 1.115.282.963.880,00
bahwa dengan demikian koreksi Terbanding sudah benar dan diusulkan untuk menolak permohonan banding Pemohon Banding atas Penghasilan dari Luar Usaha berupa penghapusan piutang sebesar Rp. 1.115.282.963.880,00; Menurut Pemohon Banding
: bahwa menurut Pemohon Banding bahwa agio saham merupakan bagian daripada penyertaan modal (bukan merupakan penghasilan dari pembebasan utang) sehingga tidak terdapat konsekuensi perpajakan karena konversi tersebut, dengan demikian maka keberatan yang Pemohon banding ajukan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga pajak terhutang Rp. 7.431.305.900,00;
Menurut Majelis
: bahwa Terbanding melakukan koreksi karena tidak diketahui dasar perhitungan yang menyatakan bahwa nilai saham pada saat dilakukan konversi adalah Rp 7.564,00 per lembar saham, selain itu tidak ada data/dokumen yang dapat membuktikan bahwa harga pasar pada saat dilakukan konversi adalah Rp 7.564,00 per lembar saham; bahwa oleh karena itu Terbanding berpendapat bahwa sebenarnya hutang yang dikonversi menjadi penyertaan modal kepada TH indo Industries Sdn.Bhd adalah sebesar Rp 162.000.000.000,00 dan terdapat keuntungan karena pembebasan (penghapusan) hutang sebesar Rp 1.115.282.963.880,00 yang belum dilaporkan oleh Pemohon Banding; bahwa menurut Pemohon Banding sebagaimana tertuang dalam matriks sengketa banding mengemukakan sebagai berikut: bahwa Pemohon Banding ingin memperbaiki neraca keuangannya agar lebih sehat dengan debt to equity ratio yang lebih baik; bahwa jika tidak dilakukan konversi hutang menjadi penyertaan modal ini, maka Pemohon Banding tidak akan dapat beroperasi dengan baik; bahwa Pemohon Banding merupakan perusahaan tertutup (bukan perusahaan go publik) sehingga dalam menentukan suatu kebijakan, cukup hanya dengan rapat Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); bahwa terkait dengan hal itu, berdasarkan Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran
Dasar PT Multigambut Industri (sekarang PT XXX) telah menyetujui konversi sebagian utang perseroan menjadi tambahan penyertaan modal dan menyetujui juga TH Indo Industries SDN BHD sebagai pihak yang ditunjuk oleh Lembaga Tabung Haji untuk mengambil saham baru dalam perseroan sebagai konversi sebagian utang perseroan; bahwa dalam ”Conversion Agreement” antara Pemohon Banding dengan TH Indo Industries SDN BHD disepakati untuk menerbitkan saham baru Seri A sebanyak 162.000.000 lembar saham dengan nilai Rp 7.564,00 per lembar saham; bahwa dalam hal kesepakatan harga ini adalah telah sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999 pada Pasal 2; bahwa jumlah setoran modal yang diterima dari pengeluaran saham tersebut jumlahnya lebih besar dari nilai nominal, maka atas kelebihan tersebut dibukukan sebagai ”agio saham” sebagai hasil dari (Rp 7.564,00-Rp 1.000,00) x 162.000.000 lembar saham = Rp1.063.368.000.000,00; bahwa atas transaksi di atas, Pemohon Banding menjelaskan hal-hal sebagai berikut: bahwa transaksi ini adalah transaksi Neraca (bukan transaksi Rugi Laba) dimana hanya terjadi perubahan pencatatan dari Utang menjadi Penyertaan Modal; bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-200/PJ.313/1995 tanggal 15 Desember 1995 tentang Agio Saham Perusahaan Bukan Go Publik, pada angka 5 dijelaskan bahwa ”yang tidak termasuk sebagai objek pajak adalah harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal” dan pada angka 6 dijelaskan bahwa ”agio saham merupakan bagian dari penyertaan modal yang disetor, bukan merupakan laba atau penghasilan dan oleh karena itu bukan merupakan obyek pajak penghasilan”; bahwa berdasarkan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-298/PJ.42/2003 tanggal 3 Juni 2003, angka 5 huruf b menjelaskan bahwa: ”Transaksi perubahan utang menjadi modal (debt to equity swap) merupakan peleburan dari dua transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu transaksi pelunasan utang dan transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas”; ”atas transaksi perubahan utang menjadi modal, sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dengan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku terakhir, maka tidak ada konsekuensi perpajakan seketika”....dan seterusnya.... ”Banyaknya jumlah lembar saham yang diperoleh dari transaksi debt to equity swap tersebut tergantung pada nilai saham yang dijadikan acuan. Lazimnya setoran modal didasarkan atas nilai nominal, kecuali apabila terdapat kesepakatan debitur dengan kreditur untuk menggunakan nilai tertentu atau dalam hal penyertaan modal dilakukan melalui initial publik offering (IPO) yang menggunakan harga pasar. Dalam hal digunakan kesepakatan atau harga pasar, maka akan menimbulkan agio atau disagio penyertaan modal bagi eks kreditur yang bersangkutan yang tidak ada konsekuensi perpajakannya seketika”; bahwa banyak lagi Surat Direktur Jenderal Pajak lainnya yang berisikan dan memiliki tujuan yang sama, seperti: - Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-289/PJ.42/2003 tanggal 28 Mei 2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Konversi Utang menjadi Penyertaan Modal; - Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-298/PJ.42/2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perubahan Utang Menjadi Modal (Debt to
Equity Swap); - Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-722/PJ.312/2003 tanggal 3 Oktober 2003 tentang Perlakukan Pajak atas Agio Saham dan Kompensasi Kerugian; - Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-141/PJ.42/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Perlakuan Perpajakan atas Konversi Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap); bahwa dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-289/PJ.42/2003 tanggal 28 Mei 2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Konversi Utang menjadi Penyertaan Modal antara lain dinyatakan: “konversi utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap) pada dasarnya merupakan peleburan dari dua transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu : - Transaksi pelunasan utang, dan - Transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas; bahwa sepanjang debt to equity swap dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku utang terakhir, maka tidak ada konsekuensi perpajakan seketika, dalam hal utang (sebesar nilai buku terakhir) dilunasi melalui perubahan untuk menjadi penyertaan modal yang jumlahnya lebih kecil, maka selisihnya merupakan keuntungan karena pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang oleh kreditur berdasarkan suatu perjanjian, sebaliknya apabila jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi maka selisihnya merupakan penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur”; bahwa dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-298/PJ.42/2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perubahan Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap) antara lain dinyatakan: ”Transaksi perubahan utang menjadi modal (debt to equity swap) merupakan peleburan dari dua transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu transaksi pelunasan utang dan transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas”; ”atas transaksi perubahan utang menjadi modal, sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dengan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku terakhir, maka tidak ada konsekuensi perpajakan seketika”....dan seterusnya.... ”Banyaknya jumlah lembar saham yang diperoleh dari transaksi debt to equity swap tersebut tergantung pada nilai saham yang dijadikan acuan. Lazimnya setoran modal didasarkan atas nilai nominal, kecuali apabila terdapat kesepakatan debitur dengan kreditur untuk menggunakan nilai tertentu atau dalam hal penyertaan modal dilakukan melalui initial publik offering (IPO) yang menggunakan harga pasar. Dalam hal digunakan kesepakatan atau harga pasa, maka akan menimbulkan agio atau disagio penyertaan modal bagi eks kreditur yang bersangkutan yang tidak ada konsekuensi perpajakannya seketika”; bahwa dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-722.PJ.312/2003 tanggal 3 Oktober 2003 tentang Perlakukan Pajak atas Agio Saham dan Kompensasi Kerugian antara lain dinyatakan: • “Perubahan utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap), sepanjang jumlah nilai penyertaan modal tersebut dibukukan sama dengan jumlah nilai buku utang pada saat konversi baik dalam pembukuan pihak kreditur maupun dalam pembukuan pihak kreditur tidak menimbulkan konsekuensi perpajakan; • Pada principnya ketentuan PSAK nomor 21 paragraf 15 tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan, karena agio saham merupakan bagian dari penyertaan modal”;
bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-141/PJ.42/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Perlakuan Perpajakan atas Konversi Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap) antara lain dinyatakan: "Atas transaksi perubahan utang menjadi modal (debt to equity swap), sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dengan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku terakhir maka tidak terdapat konsekuensi perpajakan seketika"; bahwa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999 tanggal 25 Februari 1999 tentang Bentuk-Bentuk Tagihan Tertentu yang dapat Dikompensasi sebagai Setoran Saham, antara lain dinyatakan: “Bentuk tagihan tertentu dapat dikompensasikan oleh perseroan dengan kewajiban penyetoran atas harga saham perseroan yang diambil oleh pihak yang mempunyai tagihan kepada perseroan” “Kompensasi atas bentuk tagihan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan berdasarkan kompensasi yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan persetujuan Rapat Umum Pemengang Saham atas kompensasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemengang Saham” “Keputusan Rapat Umum Pemengang Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sah, apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 75 Undang-undang Nomor 1 tentang Perseroan Terbatas” “Dalam hal perseroan berbentuk Perseroan Terbatas berlaku peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal” “Penyetoran atas saham yang dilakukan sebagai akibat dari kompensasi bentuk tagihan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian” bahwa dari data tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa konversi nilai saham dari Rp1.000,00 menjadi Rp7.564,00 adalah sah karena sesuai dengan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham; bahwa konversi dari utang menjadi saham merupakan transaksi yang sah demikian juga nilai agio yang telah dibukukan Pemohon Banding sah sesuai dengan ketentuan; bahwa dalam sidang pada tanggal 9 Juni 2011, Terbanding menyatakan bahwa harga yang seharusnya digunakan adalah harga pasar wajar dan karena tidak Go Publik, maka tidak dapat diketahui dan menurut Terbanding yang wajar adalah nilai nominal yang tercantum dalam lembar saham; bahwa atas pendapat Terbanding, Majelis berpendapat karena Pemohon Banding bukan perusahaan go publik maka tidak ada harga pasar wajar; harga ditentukan menurut Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) dan harga didasarkan pada tujuan untuk memperbaiki keadaan keuangannya supaya lebih sehat dengan debt equity ratio yang lebih baik; bahwa dalam sidang pada tanggal 9 Juni 2011, Pemohon Banding menyatakan bahwa menurut Terbanding agio saham tidak boleh dikonversi, karena menurut Pemohon Banding bisa sehingga dipertanyakan dimana ketentuan yang mengatur mengenai hal tersebut, karena dalam SE-07/PJ.03/2007 tanggal 6 Agustus 2007 mengatur memberi izin atau membolehkan;
bahwa atas hal tersebut dengan mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999 tanggal 25 Februari 1999 dimana diatur bahwa bentuk tagihan tertentu dapat dikompensasikan oleh perseroan dengan kewajiban penyetoran atas harga saham perseroan yang diambil oleh pihak yang mempunyai tagihan kepada perseroan dan Kompensasi atas bentuk tagihan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan berdasarkan kompensasi yang telah diperjanjikan sebelumnya dengan persetujuan Rapat Umum Pemengang Saham atas kompensasi tersebut dilaksanakan berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemengang Saham, Majelis berpendapat bahwa konversi utang menjadi saham dan agio yang dilakukan Pemohon Banding adalah sah; bahwa berdasarkan RUPS tanggal 29 November 2006, diputuskan untuk meningkatkan modal saham menjadi 324.000.000 lembar saham dan saham baru 162.000.000 lembar saham dilepas dengan nilai Rp7.564,00 dimana agionya Rp6.564,00 per lembar saham; bahwa fakta tersebut di atas, menunjukkan konversi utang menjadi modal bukan pembebasan utang sebagaimana Terbanding; bahwa berdasarkan uraian di atas, Majelis berpendapat koreksi Terbanding atas agio saham sebesar Rp. 1.115.282.963.880,00 tidak dipertahankan;
Menimbang
: bahwa dalam banding ini tidak terdapat sengketa mengenai tarif pajak, bahwa dalam banding ini tidak terdapat sengketa mengenai kredit pajak; bahwa dalam perkara banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; bahwa oleh karena tidak terdapat selisih jumlah yang lebih bayar menurut Pemohon Banding dan Majelis, sehingga banding dapat dikabulkan seluruhnya oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding;
Mengingat
: Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini,
Memutuskan
: Menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-563/WPJ.07/2010 tanggal 10 Juni 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2007 Nomor : 00019/206/07/057/09 tanggal 30 Maret 2009, atas nama: PT. XXX, dengan Perhitungan jumlah Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2007 yang masih harus (lebih) dibayar menjadi sebagai berikut: Jumlah Penghasilan netto Kompensasi kerugian Penghasilan kena pajak Pajak Penghasilan terutang Kredit pajak Pajak yang lebih dibayar Sanksi administrasi Jumlah yang lebih dibayar
Rp 270.627.709.214,00 (Rp 270.627.709.214,00) Rp 0,00 Rp 0,00 Rp 1.817.742.324,00 (Rp 1.817.742.324,00) Rp 0,00 (Rp 1.817.742.324,00)