Putusan Pengadilan Pajak Nomor
:
Put-58606/PP/M.VIB/13/2014
Jenis Pajak
:
Pajak Penghasilan Pasal 26
Tahun Pajak
:
2006
Pokok Sengketa
:
bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 sebesar Rp9.977.269.587,00;
Menurut Terbanding
:
bahwa Pemohon Banding pada tahun 2006 melakukan jasa pengangkutan batu bara didalam daerah pabean Indonesia dan untuk menjalankan kegiatan usahanya tersebut Pemohon Banding menggunakan kapal milik perusahaan pelayaran lain yang berada di Indonesia maupun luar negeri dengan cara sewa, baik sewa sistem bare boat charter maupun time charter;
Menurut Pemohon Banding
:
bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Pemohon Banding berpendapat koreksi Terbanding tidak tepat dan seharusnya Pemohon Banding memperoleh pengurangan 50% dari tariff pajak normal;
Menurut Majelis
:
bahwa perhitungan koreksi adalah sebagai berikut: DPP PPh Pasal 26 cfm Terbanding DPP PPh Pasal 26 cfm Pemohon Banding Koreksi
Rp. Rp Rp.
9.977.269.587,00 0,00 9.977.269.587,00
bahwa Pemohon Banding menjalankan kegiatan usaha dibidang jasa pengangkutan batu bara didalam daerah pabean Indonesia. Pemohon Banding menyewa kapal milik perusahaan pelayaran lain, baik dari perusahaan pelayaran yang berada di Indonesia maupun di luar negeri dengan cara charter (sewa); bahwa dalam pelaksanaannya sewa kapal tersebut dilaksanakan dengan ketentuan bahwa selama kapal disewa oleh Pemohon Banding, kapal tersebut tidak boleh mengangkut penumpang dan/atau barang milik perusahaan lain selain yang ditentukan oleh Pemohon Banding, sehingga Pemohon Banding (penyewa kapal) memiliki kendali penuh atas perjalanan kapal selama kapal-kapal tersebut disewa oleh Pemohon Banding; bahwa yang dibayar Pemohon Banding adalah biaya sewa, bukan biaya pengangkutan dengan kapal; bahwa transaksi sewa kapal milik perusahaan pelayaran luar negeri yang dikoreksi menjadi objek PPh Pasal 26 adalah: Fortune Ocean, Singapore Liga Ship Management PTE Ltd SIngapore Topniche Associates PTE LTD, Singapore Jumlah
Rp Rp Rp Rp
5.051.150.000,00 1.910.218.868,00 3.015.900.719,00 9.977.269.587,00
bahwa koreksi positif objek Pajak Penghasilan Pasal 26 karena pembayaran sewa kapal milik perusahaan luar negeri (Singapore) merupakan objek PPh Pasal 26, dengan alasan bahwa perusahaan pelayaran luar negeri pemilik kapal tidak memiliki BUT di Indonesia;
bahwa Terbanding melakukan koreksi positip atas PPh Pasal 26 terutang sebesar 20% dari jumlah bruto nilai sewa kapal, yaitu sebesar Rp.1.995.453.917,00; bahwa Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 menyatakan: bahwa atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan; a. dividen b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang c. royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan e. hadiah dan penghargaan; f. pension dan pembayaran berkala lainnya Penjelasan Pasal 26 UU PPh: ketentuan Pasal 26 UU PPh ini mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap; bahwa dalam tax treaty Indonesia-Singapura tidak diatur secara khusus atas biaya sewa, dimana biaya sewa ini adalah biaya penggunaan atas harta; bahwa berdasarkan uraian tersebut Majelis berpendapat koreksi Terbanding sudah benar sehingga tetap dipertahankan dan karenanya menolak permohonan banding Pemohon Banding; bahwa dalam musyawarah yang dilakukan pada hari Senin tanggal 24 November 2014, salah satu Majelis Hakim yaitu Hakim Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dengan uraian sebagai berikut: bahwa menurut Terbanding, Pemohon Banding menjalankan kegiatan usaha dibidang jasa pengangkutan didalam daerah pabean Indonesia dengan menggunakan kapal milik perusahaan pelayaran lain dengan cara charter (sewa), baik bare boad charter maupun time charter; bahwa pemilik kapal yang disewa oleh Pemohon Banding adalah Fortune Ocean Pte Ltd , Liga Ship Management PTE, Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd yang merupakan Wajib Pajak dan berkedudukan di Singapore; bahwa menurut Terbanding pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management PTE, Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd merupakan pembayaran sewa; bahwa pembayaran tersebut dikatakan pembayaran sewa karena terkait dengan sifat perjanjiannya, dimana kapal tersebut secara ekslusif selama 3 (tiga) bulan hanya boleh digunakan oleh Pemohon Banding; bahwa meskipun yang mengoperasikan kapal tersebut adalah pihak pemilik kapal, namun
karena kekhususan kapal tersebut yaitu hanya bisa digunakan oleh Pemohon Banding,maka transaksi ini merupakan transaksi sewa, baik tanpa awak maupun dengan awak; bahwa sehubungan dengan sewa kapal Terbanding mengakui adanya karakter sewa yang meliputi sewa dengan awak, sewa tanpa awak dan sewa dengan waktu, yang mana semuanya terpisah dengan karakter jasa pengangkutan; bahwa menurut Terbanding karena dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura tidak diatur mengenai penghasilan dari sewa, maka sesuai Article 21 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura tersebut, hak pemajakan atas penghasilan sewa tersebut adalah di negara sumber penghasilan yaitu Indonesia, dengan menggunakan undang-undang yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, khususnya Pasal 26 ayat (1) huruf c yang mengatur “Atas penghasilan tersebut dibawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan: c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta” bahwa Terbanding melakukan koreksi positif objek PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto nilai sewa kapal karena pembayaran sewa kapal milik perusahaan pelayaran luar negeri (Singapura) merupakan objek PPh Pasal 26 dengan alasan perusahaan pemilik kapal tidak memiliki BUT di Indonesia; bahwa atas pendapat Pemohon Banding yang menyatakan transaksinya merupakan transaksi jasa pelayaran sehingga penghasilan yang diterima lawan transaksi termasuk kategori laba usaha sesuai Pasal 8 P3B, Terbanding berpendapat bahwa apabila transaksi penggunaan kapal tersebut merupakan jasa pelayaran umum, seharusnya kapal tersebut tidak bersifat eklusif, boleh digunakan oleh pihak lain, tidak terbatas pada Pemohon Banding saja; bahwa menurut Terbanding, yang diatur dalam Pasal 8 P3B antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah SIngapura adalah profit yang dihasilkan dari perusahaan pelayaran dari jasa yang dikembangkan dalam jalur internasional, penerbangan internasional dan jalur internasional; bahwa oleh karenanya menurut Terbanding profit yang diterima dari jasa atau laba yang diterima perusahaan pelayaran dari konsumen yang banyak adalah bukan sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan, walaupun yang dikatakan oleh Pemohon Banding dalam charter Party dengan kedua belah pihak bahwa sewa dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan; bahwa Pemohon Banding menyampaikan penjelasan bahwa pihaknya hanya menyewa kapal untuk mengangkut barang ke tujuan tertentu, sedangkan pengoperasian oleh pemilik kapal, sehingga tanggungjawab muatan dan kru kapal bukan pada Pemohon Banding melainkan pada pemilik kapal; bahwa Pemohon Banding menyampaikan penjelasan tertulis melalui surat nomor Ref.11/TPM/DIR/JKT/III/14 tanggal 27 Maret 2014 mengenai Sewa Menyewa kapal yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis sebagai berikut:
1. Sewa Kapal tanpa awak bahwa penyewaan kapal tanpa awak kapal, berasal dari hukum asing, yang dalam hukum Indonesia dapat disamakan dengan istilah "menyewa" untuk mana pengaturannya terdapat pada Bab VII Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang sewa menyewa, dalam bagian 1 ketentuan umum dijelaskan "sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak lain selama waktu tertentu. Dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak". Didalam sewa kapal tanpa awak Pemilik kapal menyewakan kapal untuk ketentuan, dimana pihak penyewa diberikan hak pengoperasian kapal dan juga diberikan tanggung jawab mengawaki dan merawat kapal karena penyewa bertindak sebagai pemilik kapal dalam semua aspek sepanjang masa sewanya. Penyewa diberikan penguasaan penuh atas kapal dan segala biaya balk yang menyangkut kapal maupun operasional seperti Perbaikan dan perawatan kapal, biaya gaji, tunjangan dan perlengkapan seluruh awak kapal ditambah dengan membayar Biaya Bunker (BBM), Agency (Keagenan), Pelabuhan (Port Charges) dan lain-lain; bahwa latar belakang adanya sewa kapal tanpa awak sebagai alternative bagi mereka yang dapat mengelola kapal, namun tidak memiliki modal cukup untuk membeli kapal; 2. Sewa Kapal dengan awak bahwa penyewaan kapal dengan awak atau yang biasa disebut dengan Pencharteran Kapal dalam hukum Indonesia terdapat pada Bab V Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang banyak mengatur mengenai pengangkutan laut. Adapun yang dimaksud dengan pencharteran kapal adalah pemakaian kapal milik orang lain yang sudah dilengkapi awak kapal beserta peralatannya dengan imbalan bayaran; bahwa pada Bab V Buku II Kitab Undang-Undang Hukum dagang Pasal 453 membagi pencharteran dalam 2 jenis yaitu: - Charter menurut waktu, - Charter menurut perjalanan, Charter Menurut Waktu (Time Charter) bahwa dalam Pasal 453 KUHD yang dimaksud percharteran menurut waktu ialah "Perjanjian di mana pihak yang (yang mencharterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk bagi pihak lainnya (pencharter), agar digunakan untuk keperluannya guna pelayaran di laut, dengan membayar suatu harga yang dihitung menurut lamanya waktu"; bahwa dalam Bab V Buku II KUHD Pasal 460 ditegaskan tanggung jawab pemilik kapal yaitu: "Bila diadakan pencharteran menurut waktu, yang mencharterkan harus menyediakan kapalnya untuk digunakan oleh pencharter dan selama berlangsungnya perjanjian itu menjaga agar tetap dalam keadaan cukup terpelihara, cukup dilengkapi dan diberi anak buah kapal dan cocok untuk penggunaan seperti yang ditunjuk dalam charter party (perjanjian charter)"; bahwa tanggungan pemilik kapal yaitu Awak Kapal, Reparasi/Docking, Survey, Asuransi dan seluruh biaya yang menyangkut kapal tersebut;
bahwa tanggungan pencharter yaitu Biaya bahan bakar, bea-bea pelabuhan, bongkar muat, keagenan dan seluruh biaya yang menyangkut operasional; bahwa latar belakang pengadaan time charter yaitu pencharter tidak menginginkan pengelolaan atas kapal tersebut tetapi menginginkan kapal yang siap pakai; Charter Menurut Perjalanan (Voyage Charter) bahwa dalam pasal 453 KUHD percarteran menurut perjalanan ialah perjanjian di mana pihak yang satu (yang menchaterkan) mengikatkan diri untuk menyediakan penggunaan sebuah kapal yang ditunjuk untuk seluruhnya atau untuk sebagian bagi pihak lainnya (penchater), agar baginya dapat diangkut orang atau barang melalui laut dengan satu perjalanan atau lebih dengan membayar harga tertentu untuk pengangkutan ini; bahwa Pemilik kapal akan menanggung semua biaya-biaya kapal baik saat kapal berada di pelabuhan, dalam proses pengangkutan dan semua biaya-biaya kebutuhan kapal termaksud bahan bakar. Pencharter hanya membayar Biaya Charter Kapal berdasarkan banyaknya muatan dan jarak tempuh kapal tersebut; bahwa latar belakang pengadaan voyage charter yaitu pencharter memerlukan angkutan untuk memenuhi volume tertentu dan ketiadaan kapal pada jurusan tertentu; bahwa dalam KUHD BAB VA tentang pengangkutan barang-barang dijelaskan : Pasal 466 : "Pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikat diri (pemilik kapal), balk dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan"; Pasal 468 : "Perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahannya"; bahwa sesuai peraturan tersebut menurut Pemohon Banding dalam charter menurut waktu atau menurut perjalanan, pemilik kapalIah yang bertanggung jawab mengoperasikan/mengelola kapal termasuk penunjukan/pengangkatan awak kapal, navigasi, manajemen dan segala sesuatu yang terjadi atas muatan atau kapal tersebut selama perjalanan menjadi tanggung jawab pihak pemilik kapal; bahwa dalam Surat Direktorat Jenderal Pajak Nomor: S-852/PJ.341/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Penegasan Perlakuan PPh atas Sewa Kapal ditegaskan bahwa: Angka 8: • Apabila charter/sewa kapal didasarkan atas pemakaian ruang, waktu dan/atau sewa dengan awaknya dan digunakan untuk pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan pasal 15 UU PPh jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 417/KMK.04/1996 sebagaimana ditegaskan lebih lanjut dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996; • Apabila charter/sewa kapal didasarkan atas sewa kapal tan pa awak, maka perlakuan perpajakannya sesuai ketentuan pasal 23 Ayat (1) Huruf c UU PPh yaitu : Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2);
bahwa dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor : SE-32/PJ.4/1996 Tanggal 29 Agustus 1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak di Bidang Usaha Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar negeri menyebutkan: a.
peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke Pelabuhan di luar negeri;
b.
Besarnya Norma Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada butir 3 adalah sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto; bahwa menurut Pemohon Banding, jenis sewa seperti yang dilakukan oleh Pemohon Banding disebut sebagai charter kapal; bahwa menurut Pemohon Banding, perjanjian dengan pemilik kapal adalah sebagai berikut: a.
b.
c.
kontrak dengan Fortune Ocean Pte, Ltd: sesuai Charter Party (perjanjian charter), Charter kapal menggunakan dasar waktu (Time Charter), yaitu per 3 (tiga) bulan. Kewajiban dari pemilik kapal (Fortune Ocean Pte, Ltd) yaitu mebayar biaya Docking dan seluruh biaya yang menyangkut kapal tersebut seperti Perbaikan dan perawatan, gaji dan perbekalan crew dan asuransi. Kewajiban dari Pemohon Banding yaitu membayar biaya charter, fuel oil (Bahan Bakar), Insentif Crew, Agency (Keagenan), pelabuhan (port charges) dan seluruh biaya yang menyangkut operasional; kontrak dengan Topniche, Pte Ltd, sesuai Charter Party (perjanjian charter), Charter kapal menggunakan dasar trip/perjalanan (Voyage Charter). Kewajiban dari pemilik kapal (Topnichae Pte, Ltd) yaitu menanggung seluruh biaya yang menyangkut kapal dan biaya operasional kapal. Kewajiban dari Pemohon Banding hanya membayar biaya charter berdasarkan banyaknya muatan dan jarak tempuh kapal tersebut; kontrak dengan Liga Ship Management, PTE LTD: sesuai Charter Party yang dibuat oleh kedua belah pihak yaitu Charter kapal menggunakan dasar Trip/Perjalanan (Voyage Charter), Kewajiban membayar dari pemilik kapal (Topniche, PTE LTD) yaitu menanggung seluruh biaya yang menyangkut kapal dan seluruh biaya yang menyangkut operasional. Kewajiban membayar dari pihak pencharter (PT. Trans Power Marine) yaitu hanya membayar Biaya Charter Kapal berdasarkan banyaknya muatan dan jarak tempuh kapal tersebut
bahwa berdasarkan kontrak tersebut maka sewa yang dilakukan oleh Pemohon Banding termasuk sebagai Time Charter dan Voyage Charter dan penghasilan yang diterima lawan transaksi termasuk laba dari usaha perkapalan dan penerbangan; bahwa menurut Pemohon Banding, Pasal 8 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura telah mengatur pengenaan atas laba dari usaha perkapalan dan penerbangan sebagai berikut: “Laba yang diperoleh suatu perusahaan dari suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada persetujuan dari pengoperasian kapal – kapal laut di jalur lintas internasional dapat dikenakan pajak dinegara lain pada persetujuan tetapi pajak yang dikenakan di negara lain tersebut akan dikurangi sebesar 50%” bahwa Pemohon Banding sudah menyampaikan Surat Keterangan Domisili atas Fortune Ocean Pte, Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd dari pihak otoritas perpajakan yang berwenang di Singapura sebagai syarat administrasi penggunaan tax
treaty; bahwa dengan demikian menurut Pemohon Banding, atas pembayaran charter kapal yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte, Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd dapat diberlakukan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura, sehingga pajak yang terutang mendapat pengurangan tarif sebesar 50%; bahwa berdasarkan fakta, data dan keterangan sebagaimana diuraikan di atas, Hakim Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA berpendapat sebagai berikut: bahwa koreksi Terbanding adalah atas transaksi pembayaran kepada Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte Ltd sehubungan dengan penggunaan kapal milik kedua perusahaan tersebut, dimana Terbanding berpendapat pembayaran tersebut merupakan sewa; bahwa dengan demikian atas transaksi antara Pemohon Banding dengan Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte Ltd harus mengacu pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura; bahwa menurut dalil Terbanding bahwa dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura tidak ada pasal yang mengatur mengenai sewa; bahwa Terbanding mendalilkan bahwa sesuai ketentuan Article 21 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura, bahwa tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai sewa, maka hak pemajakan atas penghasilan sewa tersebut di atas ada di negara sumber penghasilan yaitu Indonesia dengan menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan sebesar 20% dari jumlah bruto nilai sewa kapal; bahwa Hakim Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA terlebih dahulu melakukan pemeriksaan apakan pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Fortune Ocean Pte, Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd merupakan pembayaran sewa sebagaimana didalilkan Terbanding ataukah pembayaran ‘jasa’ pelayaran sebagaimana didalilkan Pemohon Banding; bahwa dengan melihat perjanjian antara Pemohon Banding dan lawan transaksi, dimana Pemohon Banding mendapat hak ekslusif untuk menggunakan kapal yang diperjanjikan, maka Hakim Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA berpendapat pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan pembayaran sewa dalam bentuk ‘charter’, baik Time Charter maupun Voyage Charter; bahwa dalam persidangan, kedudukan pemilik kapal yaitu Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management Pte Ltd dan Topniche Marine Pte Ltd sebagai wajib pajak Singapura sudah dibuktikan dengan diperlihatkannya Surat Keterangan Domisili dari pihak yang berwenang; bahwa dengan demikian atas transaksi antara Pemohon Banding dengan Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management Pte Ltd, Liga Ship Management Pte Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd harus mengacu pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura; bahwa Hakim Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA berpendapat bahwa Article 21 Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura mengatur tentang “INCOME NOT EXPRESSLY MENTIONED; The Laws in force in each Contracting State shall continue to govern the taxation of income in the respective Contracting State except where express provision to the contrary has been made in this agreement” bahwa Article 21 aquo muncul setelah Article 6 sampai dengan Article 20 yang mengatur penghasilan terkait dengan: Income from Immovable Property (article 6), Business Profits (Article 7), Shipping and Air Transport ( article8), Dividens (Article 10), Interest (Article 11), Royalties (Article 12), Independent Personal Services (Article 13), Dependent Personal Services ( Article 14), Director’s Fee (Article 15), Artistes and Athletes (Article 16), Pensions (Article 17), Government Service (Article 18), Teachers and Researchers (Article 19), Students and Trainees (Article 20); bahwa dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura tidak ada Pasal yang mengatur secara khusus tentang penghasilan berupa sewa; bahwa dalam hal Terbanding mendalilkan bahwa pengeluaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding merupakan sewa, maka pengaturannya harus mengacu pada Pasal 7 ayat (1) dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura, dan tidak dapat mengacu pada Pasal 21; bahwa ketentuan dalam Article 7 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura mengatur mengenai active income/business profit (laba usaha) sebagai berikut: “ Laba suatu perusahaan yang berkedudukan di suatu Negara pihak pada Persetujuan hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika perusahaan itu menjalankan usaha di negara pihak pada persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap. Apabila perusahaan itu menjalankan usaha seperti tersebut di atas, maka laba perusahaan itu dapat dikenakan pajak di Negara lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang dianggap berasalah dari bentuk usaha tetap, atau atas penjualan barang atau barang dagangan yang sejenis seperti yang dijual atau transaksi usaha lainnya yang sejenis yang dilakukan, melalui bentuk usaha tetap”; bahwa terbukti Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd adalah Wajib Pajak yang terdaftar pada otoritas perpajakan Singapura dan terbukti tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; bahwa apabila pembayaran Pemohon Banding dianggap sebagai sewa sedangkan penghasilan sewa tersebut termasuk active income/business profit (laba usaha) dan penerima penghasilan tesebut tidak memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, maka seharusnya hak pemajakan atas penghasilan sewa a quo ada di negara Singapura; bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, dalil Terbanding yang menyatakan pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding kepada perusahaan pemilik kapal adalah merupakan sewa, yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; bahwa atas dalil Pemohon Banding yang mendasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996, dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak di Bidang Usaha Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri, Majelis berpendapat sebagai berikut:
bahwa Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri menyatakan: “Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri “ bahwa Pasal 2 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Yang Bergerak di Bidang Usaha Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri menyatakan: “ Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia” bahwa menurut Hakim Tri Hidayat Wahyudi, Ak, MBA, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996, ditujukan untuk penghitungan pajak terkait Pajak Penghasilan Badan dari suatu Bentuk Usaha Tetap; bahwa dalam sengketa ini yang menjadi pokok permasalahan adalah Pajak Penghasilan Pasal 26 yang merupakan pajak pemotongan dan pemungutan; bahwa dengan demikian, penerapan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tanggal 14 Juni 1996 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tanggal 29 Agustus 1996 dalam sengketa ini adalah tidak tepat; bahwa mengingat jenis transaksi Pemohon Banding dengan Wajib Pajak Luar Negeri adalah pembayaran sewa kapal berupa Time Charter dan Voyage Charter, maka seharusnya atas transaksi tersebut diberlakukan aturan pada Pasal 8 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura; bahwa Pasal 8 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura menyatakan “Laba yang diperoleh suatu perusahaan dari suatu Negara pihak pada persetujuan dari pengoperasian kapal-kapal laut di jalur lintas internasional dapat dikenakan pajak di negara pihak lain pada persetujuan tetapi pajak yang dikenakan di negara pihak lain tersebut akan dikurangi sebesar 50%” bahwa oleh karena atas transaksi pembayaran yang dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd berupa sewa kapal dalam bentuk Time Charter dan Voyage Charter seharusnya diberlakukan Pasal 8 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura, maka Pemohon Banding berhak mendapatkan pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal; bahwa berdasarkan uraian tersebut koreksi Terbanding atas pembayaran sewa kepada Fortune Ocean Pte Ltd, Liga Ship Management, Pte Ltd dan Topniche Marine Pte, Ltd tidak dapat dipertahankan dan karenanya mengabulkan banding Pemohon Banding; Menimbang
:
bahwa sesuai dengan Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak diatur: “Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak”; bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim adalah berketetapan koreksi Terbanding sudah benar sehingga tetap dipertahankan dan karenanya menolak banding Pemohon Banding; bahwa oleh karena itu atas jumlah Pajak Penghasilan yang disengketakan oleh Pemohon Banding seluruhnya tidak dapat dikabulkan oleh Majelis, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding; Mengingat
:
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
:
Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-664/WPJ.06/2013 tanggal 23 Mei 2013, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Nomor 00001/204/06/027/12 tanggal 29 Februari 2012, Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2006 atas nama: PT XXX. Demikian diputus di Jakarta berdasarkan musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada hari Kamis tanggal 22 Mei 2014 oleh Majelis VI B Pengadilan Pajak, dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut: Tri Hidayat Wahyudi Ak, MBA Drs. Aman A Sinulingga, Ak Wishnoe Saleh Thaib, Ak, M.Sc Redno Sri Rezeki
sebagai Hakim Ketua sebagai Hakim Anggota sebagai Hakim Anggota sebagai Panitera Pengganti
dan putusan nomor Put-58606/PP/M.VIB/13/2014 diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari Rabu tanggal 17 Desember 2014 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut: Tri Hidayat Wahyudi, Ak, MBA Wishnoe Saleh Thaib, Ak, MSc Naseri SE, MSi Redno Sri Rezeki
sebagai Hakim Ketua, sebagai Hakim Anggota, sebagai Hakim Anggota, sebagai Panitera Pengganti
dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti serta tidak dihadiri oleh Terbanding dan dihadiri oleh Pemohon Banding.