7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pendekatan Teoritis 2.1.1. Pengertian Hedging Dengan adanya risiko fluktuasi nilai tukar, manajemen perusahaan yang memiliki transaksi internasional berusaha untuk menghindari maupun mengurangi kerugian dari fluktuasi nilai tukar tersebut. Adapun tindakan yang dilakukan pihak manajemen salah satunya dengan menggunakan teknik lindung nilai atau disebut hedging. Hedging berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu “hedge” yang berarti pagar. Kata hedging ini telah menjadi bagian dari perbendaharaan kata dalam manajemen keuangan terutama dalam hal yang berkaitan dengan pembatasan dan pengendalian risiko keuangan. Menurut Madura (2006) hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk melindungi sebuah perusahaan dari exposure nilai tukar. Exposure terhadap fluktuasi nilai tukar adalah sejauh mana sebuah perusahaan dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Shapiro (2007) menjabarkan bahwa hedging adalah : “Hedging a particular currency exposure means establishing an offsetting currency position such that whatever is lost or gained on the original currency exposure is exactly offset by a corresponding foreign exchange gain or lost on the currency hedge.” Artinya hedging atas suatu risiko mata uang berarti membuat suatu posisi mata uang yang berlawanan sedemikian rupa sehingga kerugian atau keuntungan dari risiko mata uang yang semula dihapuskan oleh keuntungan dan kerugian dari mata uang yang di-hedge tersebut. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari hedging adalah melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat pergolakan nilai tukar atau suku bunga. Dengan hedging berarti perusahaan mengambil posisi yang menghindari perusahaan dari akibat fluktuasi nilai aset tertentu. Menurut Madura (2006), kebijakan lindung nilai berbeda tergantung dari tingkat penghindaran risiko tiap manajemen. Suatu Multinational Corporation
8
(MNC) dapat memilih melakukan lindung nilai sebagian besar eksposurnya, tidak melakukan lindung nilai, atau melakukan lindung nilai secara selektif. 2.1.2. Sejarah dan Konsep Hedging Istilah hedging atau lindung nilai umumnya lebih dikenal dalam rangka transaksi yang terkait dengan perbankan. Sebenarnya, hedging ini juga banyak dipakai pada transaksi perdagangan komoditas. Dalam sejarahnya selanjutnya, CBOT (Chicago Board of Trade) yang dibentuk tahun 1848 oleh para pengusaha pertanian di Amerika digunakan sebagai solusi atas fluktuasi harga komoditas biji-bijian (grains). Saat itu diperkenalkan transaksi forward contract yang kemudian berkembang menjadi futures contract (kontrak berjangka). Hal ini merupakan salah satu cikal bakal sistem hedging mulai berkembang. Lalu pada tahun 1949, Alfred Winslow Jones, seorang akademisi dan jurnalis, menulis sebuah artikel di Fortune tentang model baru dalam peramalan keuangan. Karena terpikat atas subjek tulisannya tersebut maka ia mencoba melakukan model tersebut dengan mendirikan AW Jones. Dasar investasi pendekatan Jones adalah dengan menjual saham
pendek lainnya untuk
melindungi saham panjang terhadap risiko pasar yang timbul. Yang kemudian timbul istilah dana hedging. Sejak era Jones tersebut maka banyak berdiri entitas-entitas baru yang bergerak di bidang pengelolaan dana hedging. Tetapi pada era tersebut yang menjadi komoditas hedging adalah pasar saham. Pada era 1990-an baru lah berkembang hedging pada valuta asing. Fenomena yang terkenal adalah hal yang dilakukan oleh George Soros yang terkenal dengan quantum fund. Spekulasi yang dilakukan oleh Soros pada tahun 1992 pada mata uang Inggris yaitu Poundsterling telah menyebabkan guncangan hebat bagi ekonomi Inggris. Sehingga memaksa Inggris untuk menarik diri sementara dari mekanisme nilai kurs demi menstabilkan mata uangnya dengan biaya yang sangat besar tentunya. Pada tahun 1998, Soros dituding sebagai biang keladi terjadinya krisis di asia dan menghancurkan tiang ekonomi negara asia yang dibangun dalam puluhan tahun. Saat ini hedging tidak hanya memberikan efek negatif bagi perekonomian, tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian. Antara lain dilakukan
9
untuk menjaga ekonomi suatu negara dengan menjaga harga suatu komoditas yang merupakan kebutuhan yang vital bagi keberlangsungan ekonomi suatu negara. Misalnya perdagangan minyak bumi dan proyek-proyek pembangunan serta juga komoditas pertanian yang merupakan kebutuhan utama hampir bagi setiap negara. Dalam hal ini kita bisa melihat negara Jepang. Jepang sebagai salah satu negara termaju di Asia merupakan negara dengan mobilitas transaksi internasional yang tinggi. Tidak hanya dalam bidang industri dan teknologi, bidang pertanian Jepang telah berkembang dengan pesat. Perkembangan dengan baik ini telah mendorong futures market komoditas sebagai media untuk melakukan hedging komoditas berkembang dengan pesat. Hedging dilakukan bukan hanya melakukan lindung nilai dengan mata uang saja tetapi juga dilakukan dengan melindungi nilai suatu komoditas dengan komoditas lain yang pergerakan harganya relatif stabil dalam periode waktu tertentu. Alternatif hedging yang dilakukan di Jepang ini diharapkan mempunyai nilai lebih dibandingkan hedging valuta asing karena setiap negara dapat meng-hedge menggunakan komoditas yang banyak diproduksi di negara asalnya sendiri dimana dengan sendirinya pergerakan nilai komoditas tersebut dapat dikendalikan. Madura
(2006)
menjelaskan
jika
suatu
perusahaan
internasional
memutuskan untuk melakukan hedging sebagian atau seluruh eksposur transaksinya, maka perusahaan dapat memilih berbagai teknik hedging berikut: a.
Lindung Nilai Futures Suatu perusahaan yang membeli kontrak futures mata uang memilik hak
untuk menerima sejumlah mata uang tertentu pada kurs yang telah ditetapkan pada tanggal tertentu. Sebagai lindung nilai utang masa depan dalam mata uang asing, perusahaan dapat membeli kontrak futures dalam mata uang yang akan diperlukan dalam jangka pendek. Dengan memiliki kontrak ini, perusahaan telah menetapkan jumlah dalam mata uang asal yang diperlukan untuk melunasi utang. b.
Lindung Nilai Forward Seperti juga kontrak futures, kontrak forward dapat digunakan untuk
menetapkan kurs masa depan yang digunakan perusahaan untuk membeli atau menjual suatu mata uang. Perbedaannya kontrak forward umumnya digunakan
10
untuk transaksi besar, sementara kontrak futures digunakan untuk jumlah yang lebih kecil. Selain itu, perusahaan dapat meminta kontrak forward dalam jumlah yang tepat sama dengan jumlah yang diinginkan, sementara kontrak futures memiliki jumlah unit mata uang yang standar. c.
Lindung Nilai Pasar Uang Lindung nilai pasar uang melibatkan mengambil posisi di pasar uang untuk
menutup posisi utang atau piutang di masa depan. Terdapat dua jenis yakni, lindung nilai pasar uang atas utang dan lindung nilai pasar uang atas piutang. Lindung nilai pasar uang atas utang dilakukan jika perusahaan memiliki kelebihan kas, perusahaan dapat membuat deposito jangka pendek dalam mata uang asing yang akan dibutuhkannya di masa depan. Sedangkan lindung nilai pasar uang atas piutang dilakukan dengan meminjam dalam mata uang tersebut sekarang dan mengkonversinya menjadi dolar. Piutang yang diterima akan digunakan untuk melunasi pinjaman tersebut. d. Lindung Nilai Opsi Mata Uang Opsi mata uang memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis lindung nilai yang sebelumnya yaitu mengisolasi perusahaan terhadap dampak negatif dari pergerakan kurs tetapi membuat perusahaan dapat memanfaatkan dampak positif dari pergerakan kurs. Opsi beli mata uang memberikan hak untuk membeli sejumlah mata uang tertentu dengan harga tertentu (exercise price) selama suatu periode waktu tertentu. Namun tidak ada kewajiban bagi pemiliknya untuk membeli pada harga tersebut ketika kurs spot mata uang ternyata lebih rendah dari harga exercise price-nya. Opsi jual mata uang memberikan hak untuk menjual sejumlah mata uang tertentu pada harga tertentu selama suatu periode waktu tertentu. Perusahaan dapat menggunakan opsi jual sebagai lindung nilai piutang dalam mata uang asing, karena opsi ini menjamin adanya harga tertentu yang digunakan untuk menjual mata uang dari pelunasan piutang. e. Kontrak Forward Jangka Panjang Seperti kontrak forward jangka pendek, forward jangka panjang dapat disesuaikan dengan kebutuhan khusus perusahaan. Untuk mata uang utama, dapat digunakan jangka waktu 10 tahun atau lebih. Karena bank mengandalkan
11
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang sesuai kontrak forward, maka bank hanya memilih konsumen yang dapat dipercaya. f. Swap Mata Uang Swap dapat memiliki berbagai bentuk. Salah satu bentuk swap mata uang melibatkan dua perusahaan yang memiliki kebutuhan jangka panjang yang berbeda. Utuk menciptakan swap mata uang, perusahaan mengandalkan perantara keuangan yang dapat memenuhi kebutuhannya. Bank-bank besar dan perusahaan investasi menggunakan pialang yang bertindak sebagai perantara swap. g. Pinjaman Paralel Pinjaman paralel melibatkan pertukaran mata uang antara dua pihak, dengan perjanjian untuk menukar kembali mata uang tersebut dengan kurs tertentu, pada suatu tanggal tertentu di masa depan. Pinjaman paralel mencerminkan dua swap mata uang, satu kali swap saat penandatanganan kontrak pinjaman dan swap lainnya pada tanggal tertentu di masa depan. Pinjaman paralel dianggap akuntan sebagai pinjaman, dan karenanya disajikan pada laporan keuangan. 2.1.3. Manfaat dan Kegunaan Hedging Manfaat utama dari hedging adalah untuk melindungi perusahaan dari risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar seperti yang dikatakan oleh Shapiro (2007): “The basic value of hedging, therefore is to protect a company unexpected exchange rate change.” Dengan melakukan hedging, maka suatu perusahaan akan dapat menetapkan secara pasti jumlah hutang yang harus dibayar maupun jumlah tagihan yang akan diterima di masa yang akan datang. Dengan melakukan hedging, berarti perusahaan tidak akan dipengaruhi lagi oleh fluktuasi nilai tukar yang terjadi di pasar, sehingga dengan demikian perusahaan akan dapat menetapkan secara lebih akurat anggaran perusahaan yang selanjutnya bermanfaat dalam penetapan strategi dan kebijakan perusahaan. Namun di lain pihak, dengan melakukan hedging, perusahaan tidak bisa lagi mengharapkan keuntungan yang mungkin akan terjadi bila nilai tukar berfluktuasi ke arah yang menguntungkan bagi perusahaan, misalnya bagi perusahaan yang memiliki hutang dalam mata uang asing akan memperoleh
12
keuntungan bila nilai tukar mata uang domestik menguat pada saat hutang jatuh tempo. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakekat hedging yang menguntungkan adalah, perusahaan dapat mengubah kondisi ketidakpastian yang dihadapi menjadi kondisi yang lebih pasti, karena dengan melakukan hedging maka risiko fluktuasi mata uang telah dialihkan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah pihak yang menjual hedging (kontrak). Hedging
merupakan
suatu
perlindungan
terhadap
gerakan
yang
berlawanan dari nilai tukar. Hedging, dengan demikian adalah suatu bentuk jaminan yang membantu untuk mengurangi risiko kerugian.Hedging sangat bermanfaat bagi perusahaan atau negara yang beroperasi dan sering bertransaksi menggunakan suku bunga atau nilai tukar. Menghadapi suku bunga yang cenderung naik dan nilai tukar berfluktuatif, kebutuhan hedging juga dirasakan semakin besar, khususnya bagi perusahaan yang kerap melakukan ekspor dan impor. 2.1.4. Perlu atau Tidaknya Melakukan Hedging Setiap perusahaan yang melakukan transaksi internasional tentu akan mempunyai penerimaan (receivable) dan pengeluaran (payable) dalam berbagai valas. Untuk menentukan apakah perlu dilakukan hedging atau tidak atas receivable atau payable dalam suatu valas, yang pelu diperhatikan adalah fluktuasi (apresiasi/ depresiasi) valas tersebut berdasarkan matriks di bawah ini : Tabel 1 Matriks keputusan hedging Hedging Receivable (inflow)
Valas (Foreign Exchange) Apresiasi (FR>SR)
Depresiasi (FR<SR)
Tidak Perlu (-)
Perlu (-)
Perlu (+)
Tidak Perlu (+)
Payable (outflow) Sumber : Eiteman et al, 2003
Matriks di atas menjelaskan bahwa bila perusahaan memiliki receivable dalam suatu valas yang akan apresiasi (Forward Rate > Spot Rate), hedging tidak perlu dilakukan. Sebaliknya jika valas tersebut akan depresiasi (Forward Rate < Spot Rate), hedging perlu dilakukan.
13
Dan bila perusahaan memiliki payable dalam suatu valas yang akan apresiasi (Forward Rate > Spot Rate), maka hedging perlu dilakukan. Sebaliknya jika valas tersebut depresiasi (Forward Rate < Spot Rate), maka hedging tidak perlu dilakukan. 2.1.5. Motif Hedging Tufano (1996), menguraikan teori-teori motif hedging oleh perusahaan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan
pada
paradigma
maksimisasi
kekayaan
pemegang
saham
(shareholders wealth maximization), dan (2) kelompok teori motivasi hedging yang berdasarkan pada paradigma maksimisasi utilitas manajer (managers utility maximization). Teori-teori motif hedging yang termasuk dalam paradigma pertama adalah : (1) hipotesis insentif atau penghematan pajak, (2) hipotesis pengurangan biayabiaya transaksi yang berkaitan dengan risiko kepailitan, (3) hipotesis peningkatan debt capacity yang juga meningkatkan debt-tax shield dan (4) hipotesis pengurangan permasalahan under-investment dan asset substitution sehubungan dengan agency problem antara pemegang saham dan kreditur. Sedangkan teoriteori motif hedging yang termasuk di dalam kelompok paradigma managers utility maximization adalah : (1) hipotesis perilaku risk aversion dari manajer yang kekayaannya tidak well-diversified, dan (2) hipotesis signaling reputasi, kemampuan dan kompetensi manajer. Meskipun penelitian-penelitian empiris memberikan hasil yang beragam, namun secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan hedging perusahaan lebih dimotivasi oleh keinginan untuk memaksimumkan kekayaaan pemegang saham (shareholder wealth maximization) daripada memaksimumkan utilitas manajer. Dengan demikian diperlukan penelitian untuk menganalisis apakah perusahaan yang melakukan hedging memiliki nilai pemegang saham yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan hedging. Hal ini sangat krusial di dalam membuktikan relevansi nilai dari kebijakan hedging perusahaan. Allayanis dan Weston (2001) adalah satu-satunya peneliti yang melakukan investigasi secara empiris mengenai pengaruh kebijakan hedging perusahaan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan data yang diperoleh dari 720 perusahaan
14
besar non-finansial di Amerika Serikat selama periode 1990-1995, Allayanis dan Weston (2001) menemukan bukti bahwa kebijakan hedging meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menggunakan berbagai variabel kontrol diperoleh estimasi bahwa rata-rata nilai perusahaan yang memiliki eksposur valuta asing dan menggunakan derivatif valuta asing adalah sekitar 4,87 persen lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur yang sama sekali tidak menggunakan derivatif valuta asing. 2.2. Foreign Exchange Exposure Foreign exchange exposure dapat diartikan sebagai suatu risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan yang timbul akibat fluktuasi kurs mata uang. Risiko valuta ini memberikan pengaruh pada arus kas perusahaan dan pada akhirnya berpengaruh pada nilai perusahaan. Menurut Eiteman et al (2003), foreign exchange exposure dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu : 1). Transaction exposure; 2). Operating exposure ; 3). Accounting exposure. Transaction exposure mengukur perubahan pada nilai transaksi yang disebabkan oleh perbedaan kurs valas pada saat transaksi disepakati sampai saat transaksi diselesaikan, jadi exposure ini berhubungan dengan transaksi-transaksi yang sudah ada tetapi belum jatuh tempo. Accounting Exposure, disebut juga translation exposure, yaitu mengukur seberapa jauh laporan keuangan konsolidasi suatu perusahaan MNC dipengaruhi oleh fluktuasi kurs valas. Exposure ini muncul karena kegiatan pembuatan laporan keuangan oleh anak perusahaan (subsidiary) yang dikonsolidasikan oleh perusahaan induk. Economic Exposure , mengelompokkan economic exposure dan transaction exposure menjadi satu exposure yang disebut economic exposure. Economic exposure pada dasarnya menunjukkan dampak fluktuasi kurs valuta terhadap arus kas perusahaan yang merupakan cerminan nilai perusahaan. Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic exposure dan accounting exposure, dapat digambarkan sebagai berikut :
15
Waktu dimana terjadinya perubahan kurs valuta
Accounting Exposure
Economic exposure
Transaction Exposure Sumber : Eiteman et al, 2003
Gambar 2 Perbandingan konseptual antara transaction exposure, economic exposure, dan accounting exposure 2.2.1.
Indikator Economic Exposure Eksposur ekonomi menunjukkan dampak fluktuasi kurs terhadap arus kas
perusahaan di masa depan (Madura 2006). Arus kas perusahaan dapat dipengaruhi oleh perubahan kurs dalam berbagai cara yang tidak langsung terkait dengan transaksi internasional. Karenanya, perusahaan tidak dapat hanya melakukan lindung nilai atas utang atau piutang dalam valuta asing tetapi juga harus berusaha untuk menentukan bagaimana arus kas perusahaan akan dipengaruhi oleh kemungkinan perubahan kurs. Eksposur ekonomi memiliki tiga variabel indikator yaitu Dummy Economic Eksposure (DEE) , Export Ratio (ER) dan Current Ratio (CR) dengan definisi operasional sebagai berikut : a. Dummy Economic Exposure (DEE) Pada penelitian ini metode Sensitivity Of Stock Price To Exchange Rate menurut Madura (2006) dapat digunakan untuk merefleksikan economic exposure. Selain menggunakan arus kas, ada juga beberapa perusahaan dan analisis-analisis yang menggunakan harga sahamnya sebagai proxy untuk nilai perusahaan yang merupakan cerminan aliran kas dimasa mendatang, dan besarnya economic exposure dilihat dari sensitivitas harga saham perusahaan terhadap perubahan kurs yang dapat diukur melalui persamaan sebagai berikut : ∆ Dimana : Rit
= Return realisasi saham perusahaan i pada periode ke t
16 β0
= Konstanta
β1i
= Koefisien regresi perubahan kurs
ΔRst = Perubahan kurs Rupiah terhadap US Dollar β2i
= Koefisien regresi return pasar
Rmt
= Return pasar
εt
= Error term
Dimana besarnya economic exposure yang dihadapi oleh perusahaan ditunjukkan oleh besarnya koefisien regresi β1i. Tahap selanjutnya adalah mengelompokkan perusahaan menjadi dua kelompok, yakni perusahaan yang signifikan terkena eksposur ekonomi dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi yang dilihat dari koefisien regresi. Perusahaan yang signifikan mengalami eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 1 (satu) dan perusahaan yang tidak signifikan terkena eksposur ekonomi diberi nilai DEE sebesar 0 (nol). b. Export Ratio (ER) Ekspor merupakan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan diluar negeri. Dari tingkat ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kita dapat melihat tingkat keterlibatan bisnis internasional yang dilakukan oleh suatu perusahan. Dari laba yang dihasilkan melalui transaksi luar negeri tersebut maka apabila didenominasi dalam mata uang negara yang bersangkutan (dalam hal ini adalah Rupiah), maka jika dihubungkan dengan fluktuasi kurs maka akan terjadi perubahan. Perubahan akan bernilai positif jika mata uang negara asal mengalami depresiasi, sebaliknya apabila mata uang negara asal perusahaan mengalami apresiasi maka perusahaan akan mengalami kerugian. Jorion (1990), diacu oleh He dan Lilian (1998), menunjukkan bahwa depresiasi US$ berhubungan positif dengan ekspor. Export ratio sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut : 100%
c. Current Ratio(CR) Merupakan rasio antara aktiva lancar dengan hutang lancar yang dimiliki perusahaan. Rasio ini mengukur aktiva yang dimiliki perusahaan dalam hutang lancarnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bartram et al (1996),
17
perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan baik dimulai dari yang sifatnya ringan sampai kesulitan keuangan yang sifatnya parah. Sedangkan
menurut
Weston et al(1999) bahwa Current Ratio digunakan untuk mengukur penyelesaian jangka pendek. Sejauh mana tagihan kreditur jangka pendek dapat dipenuhi oleh aktiva yang diharapkan dapat dikonversi ke kas dalam jangka waktu yang kira-kira sama dengan jatuh tempo tagihan. Current Ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
2.2.2. Indikator Financial Distress Apabila perusahaan lebih banyak menggunakan pendanaan dengan hutang, maka perusahaan tersebut akan menghadapi kemungkinan tekanan finansial (financial distress) yang tinggi pada masa yang akan datang. Tekanan finansial dapat mengakibatkan penurunan penjualan, EBIT, nilai saham, nilai utang dan meningkatkan biaya kepailitan (bankrupty cost). Tekanan finansial bermula pada saat ada indikasi bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, atau ketika proyeksi arus kas perusahaan menunjukkan bahwa dalam waktu dekat kewajiban-kewajiban pembayaran utang tidak akan dapat dipenuhi. Salah satu akibat dari tekanan finansial adalah kepailitan. Indikator Financial distress terdiri dari tiga variabel yaitu ROA, DER dan Liability a. Return on Asset (ROA) Mengukur seberapa efisien laba dapat dihasilkan dari asset yang digunakan atau dimiliki perusahaan. ROA yang rendah mengindikasikan pendapatan perusahaan yang rendah terhadap jumlah aset yang dimilikinya. Jadi ROA yang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industrinya menunjukkan adanya penggunaan aset perusahaan yang tidak efisien. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) rumus untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut : 100%
18
b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt on equity ratio didefinisikan sebagai nilai total hutang jangka panjang dibagi dengan total aktiva. Rasio ini menunjukkan tingkat solvabilitas perusahaan, dimana merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Dari pernyataan tersebut maka debt on equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut : 100%
Smith dan Stulz (1985) mengemukakan bahwa hedging dapat mengurangi risiko kebangkrutan akibat fluktuasi kurs, dan juga mengurangi tingkat biaya ekspektasi dari financial distress. Debt on equity ratio merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur tingkat financial distress perusahaan. Perusahaan dengan tingkat DE Ratio yang tinggi cenderung akan menghadapi tingkat biaya financial distress yang tinggi dan atas faktor inilah perusahaan harus melakukan hedging. c. Total Liability Liability merupakan kewajiban atau utang yang dimiliki oleh perusahaan sebagai akibat dari proses kegiatan usaha. Liability dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu current liability atau kewajiban jangka pendek
dan long-term
liability atau kewajiban jangka panjang. Nilai total liability diambil dari neraca laporan keuangan perusahaan. 2.2.3. Indikator Underinvestment Cost Masalah underinvestment terjadi pada saat pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan tetapi berisiko rendah, sehingga tidak terjadi perpindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditor. Dengan hutang berisiko, pemegang saham akan kehilangan nilai jika melakukan investasi berisiko rendah, walaupun investasi itu memiliki NPV positif. Pada hutang berisiko, investasi berisiko tinggi menguntungkan pemegang saham, sebaliknya, investasi berisiko rendah menguntungkan kreditor (Emery dan Finnerty 1997).
19
a.
Price Earning Ratio (PER) PER adalah salah satu ukuran paling dasar dalam analisis saham secara
fundamental. PER digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dimasa yang akan datang. Oleh karena itu maka apabila nilai PER semakin tinggi maka dapat dikatakan perusahaan semakin berisiko. Perhitungan PER dilakukan dengan membagi harga saham dengan Earning per Share (EPS) perusahaan yang tertulis pada laporan keuangan.
b. Market Value (MV) Market value adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa yang ditentukan oleh pelaku pasar. Market value ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran saham barsangkutan di pasar bursa. Market merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukkan fluktuasi dari harga saham. Market value yang tinggi di satu sisi akan mencerminkan kenaikan laba bagi perusahaan. Laba yang diperoleh perusahaan dipakai untuk keputusan investasi dan operasi. Untuk keputusan investasi, investor lebih menyukai perusahaan yang melaporkan laba yang lebih besar (dengan asumsi perusahaan sama dan berada dalam satu industri). Ini bermakna bahwa perbedaan dalam laba mencerminkan perbedaan kinerja perusahaan yang sesungguhnya dan bukan semata-mata karena perbedaan artifisial sebagai akibat pemilihan teknik-teknik akuntansi. Penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap profit margin perusahaan yang akan direspon oleh investor. Market value yang diambil sebagai data adalah harga penutupan akhir dikalikan dengan jumlah saham yang beredar untuk dirata-rata dalam satu periode. Market value dihitung dengan rumus: MV = harga saham x jumlah lembar saham beredar Dimana:
Harga saham
= harga penutupan (closing price)
Saham beredar
= jumlah saham beredar pada periode tersebut
20
Nilai pasar menunjukkan keadaan perusahaan berdasarkan persepsi investor yang teraktualisasi dalam harga saham. Secara garis besar nilai pasar perusahaan merupakan harga seluruh saham yang beredar. Harga pasar merupakan harga jual saham sebagai konsekuensi dari posisi tawar antara penjual dan pembeli saham sehingga nilai pasar menunjukkan fluktuasi dari harga saham. 2.3.
Kebijakan Hedging dan Manajemen Risiko Hedging merupakan tindakan perusahaan dalam rangka pengalihan risiko
nilai tukar yang dihadapi perusahaan. Risiko nilai tukar merupakan potensi penyimpangan pada hasil atau eksposur yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar. Biasanya risiko nilai tukar dikaitkan dengan potensi penyimpangan pada transaksi atau arus kas, laba akuntansi, dan penyimpangan nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham. Kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan merupakan bagian dari pengelolaan risiko yang akan mempengaruhi strategi dan kondisi perusahaan. Pengelolaan risiko mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Hal ini didorong oleh beberapa faktor yaitu, kompleksitas risiko, kondisi eksternal dan ketersediaan produk pengelola risiko. Terkait dengan risiko nilai tukar, kompleksitasnya terkait pada akibat berantai yang ditimbulkan. Misalnya dampak terhadap peningkatan biaya bahan baku per unit produk sehingga akibat berikutnya adalah kenaikan harga jual produk. Sedangkan untuk kondisi eksternal terkait dengan risiko pasar yang semakin besar bila faktor-faktor ekonomi berfluktuasi dengan besar. 2.3.1. Indikator Kebijakan Hedging a. Firm Size (SIZE) Disebut juga ukuran perusahaan adalah logaritma dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Disebut juga ukuran perusahaan adalah logaritma dari total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu firm Size dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut : Firm Size = LN (Total Aktiva Perusahaan) Firm Size dapat juga dijadikan sebagai proksi atas tingkat skala ekonomis perusahaan jika dihubungkan dengan tingkat biaya hedging perusahaan (Nance et
21
al 1993). Perusahaan yang besar mempunyai tingkat akses yang lebih tinggi untuk melakukan hedging atas setiap transaksinya dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil. b. Dummy Hedging (DH) Merupakan
variabel
yang
merepresentasikan
keputusan
hedging
perusahaan. DH bernilai 1 jika perusahaan menggunakan instrumen derivatif dan DH benilai 0 jika perusahaan sampel tidak menggunakan instrumen derivatif. Metode yang digunakan adalah keyword search yaitu mencari kata-kata kunci terkait dengan hedging dan instrumen derivatif yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan. c. Dividend Yield (DY) Menunjukkan rupiah dividen per lembar yang dibayarkan dari harga saham perusahan per lembarnya. Perhitungan variabel ini mengacu pada hasil penelitian Nance et al (1993). Variabel ini merefleksikan motif hedging perusahaan dimana ketika devidend yield semakin kecil maka perusahaan cenderung tidak melakukan hedging. Dividend yield secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut : 100%
d. Quick Ratio (QR) Merupakan variabel yang dapat menunjukkan likuiditas perusahaan. Beberapa aset lebih dekat ke kas dibandingkan aset lainnya. Jika masalah datang, persediaan tidak dapat dijual pada harga berapapun di atas harga obral besarbesaran. Maka manajer sering mengabaikan persediaan dan komponen aset lancar lainnya yang kurang likuid ketika membandingkan aset lancar dengan kewajiban lancar. Sebagai gantinya, mereka memusatkan perhatian pada kas, sekuritas dan tagihan yang belum dibayar pelanggan. Variabel ini telah digunakan oleh peneliti sebelumnya sebagai prediktor eksposur ekonomi yaitu Kurniawati dan Anggraeni (2005). 100%
22
2.4. Manajemen Risiko dan Nilai Perusahaan Menurut Djohanputro (2008) kaitan antara risiko dan tujuan korporat ditunjukkan dalam Gambar 3. Kekayaan perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara. Bagi perusahaan yang sudah go public, ukuran kekayaan sama dengan harga saham dikalikan dengan jumlah saham. , Bagi perusahaan yang belum go public (Tbk), nilai kekayaan bisa dihitung dengan berbagai metode penilaian kekayaan (valuation). Secara garis besar, ada empat cara menghitung kekayaan perusahaan. Yaitu pendekatan aset, pendekatan pendapatan, pendekatan relatif dan pendekatan opsi. Dengan pendekatan aset, nilai kekayaan perusahaan didasarkan atas data yang disajikan dalam neraca yang telah diaudit. Data dalam neraca tersebut dapat digunakan sesuai yang tercatat dalam buku neraca (sehingga disebut nilai buku), atau dilakukan penyesuaian sehingga diperoleh nilai yang lain. Tergantung cara penyesuaiannya, nilai yang diperoleh bisa berupa nilai pasar (market value), nilai likuidasi (liquidation value), atau nilai penggantian (replacement value). Dengan pendekatan pendapatan, terdapat tiga variabel yang perlu diidentifikasi, seperti ditunjukkan dalam gambar.ketiga variabel tersebut adalah arus kas (cash flow), pertumbuhan arus kas, dan tingkat risiko korporat. Pada dasarnya, nilai saham atau ekuitas adalah free cash flow to equity (FCFE) yang dapat dihasilkan perusahaan setelah arus kas tersebut dihitung nilai kininya (present value). Pendekatan relatif pada dasarnya adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan nilai pada perusahaan lain dengan menggunakan angka acuan. Yang menjadi angka acuan adalah angka rasio yang berlaku bersama untuk perusahaan acuan (benchmark) maupun perusahaan yang dihitung nilainya. Salah satu rasio yang dikenal adal PER (Price Earning Ratio). Dasar pemikirannya adalah PER mencerminkan tingkat risiko perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat risiko yang sama, berada dalam satu industri, memiliki PER yang sama pula. Pendekatan Opsi diadopsi dari penghitungan opsi atau option, yang merupakan produk derivatif dalam dunia keuangan korporat.
23
Maximizing Value of Shareholders
Price of Share
Selling Price of Company
Level of Risk
Future Financial Performance
Growth of Performance/ FCFE Future Operating Cash Flow 1 Free Cash Flow to Equity/ FCFE
Sumber: Djohanputro, 2008 Gambar 3. Tujuan dan risiko korporat Secara matematis, risiko merupakan pembagi untuk menghitung nilai perusahaan. Semakin tinggi tingkat risiko maka semakin rendah nilai perusahaan. Dan sebaliknya, semakin rendah tingkat risiko maka semakin tinggi nilai perusahaan. Secara matematis, untuk menghitung nilai perusahaan tingkat risiko dicerminkan dalam bentuk biaya modal (cost of capital) bila ingin menghitung nilai perusahaan, atau biaya ekuitas (cost of equity) bila ingin menghitung nilai ekuitasnya saja. Pada prinsipnya, biaya modal terdiri dari dua komponen utama, yaitu biaya ekuitas (cost of equity) dan biaya pinjaman (cost of debt). Tinggi rendahnya biaya ekuitas ditentukan oleh stabilitas FCFE, dividen, atau laba bersih. Semakin stabil FCFE (dividen, laba bersih) semakin kecil biaya ekuitas.
24
Karena semakin stabil, maka pemegang saham merasa tenang dan aman menginvestasikan uangnya di perusahaan tersebut. Dengan demikian, pemegang saham mendapat keuntungan kecil pun merasa cukup. Tetapi bila FCFE, atau dividen, atau laba bersih, berfluktuasi tidak menentu, investor merasa khawatir. Oleh karena itu, mereka menuntut FCFE atau dividen atau laba bersih yang tinggi, supaya merasa aman. Bila sewaktu-waktu kinerja perusahaan turun, hasil buruk tersebut dikompensasi oleh kinerja yang baik. 2.4.1. Indikator Nilai Perusahaan a. Q-Tobin (TOB) Untuk mengukur nilai perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menngunakan Q-Tobin. Rasio ini dikembangkan oleh Tobin dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan seperti terjadinya perbedaan crossectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi dan kebijakan pendanaan, dividen dan kompensasi. Brealey dan Myers (2000) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Q rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil. Secara umum Tobin’s Q hampir sama dengan market to book ratio, namun menurut James Tobins (dalam Lang dan Stulz 1994), Tobin’s Q memiliki karakteristik yang berbeda antara lain : 1) Replacement Cost vs Book Value Tobin’s
Q
menggunakan
(estimated)
replacement
cost
sebagai
denominator, sedangkan market to book ratio menggunakan book value of total equity. Penggunaan replacement cost membuat nilai yang digunakan untuk menentukan Tobin’s Q memasukkan berbagai faktor, sehingga nilai yang digunakan mencerminkan nilai pasar dari aset yang sebenarnya dimasa kini, salah satu faktor tersebut adalah inflasi. Proses perhitungan untuk menentukan replacement cost merupakan suatu proses yang panjang dan rumit, Black et al. (2003) menggunakan book value of total assets sebagai pendekatan terhadap
25
replacement cost. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan nilai replacement cost dengan nilai book value of total assets tidak signifikan sehingga kedua variabel tersebut saling menggantikan. 2) Total Asset vs Total Equity Market-to-book-value hanya menggunakan faktor ekuitas (saham biasa dan saham preferen) dalam pengukuran. Penggunaan faktor ekuitas ini menunjukkan bahwa market-to-book-ratio hanya memerhatikan satu tipe investor saja, yaitu investor dalam bentuk saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Tobins’ Q memberikan wawasan yang lebih luas terhadap pengertian investor. Perusahaan sebagai entitas ekonomi, tidak hanya menggunakan ekuitas dalam mendanai kegiatan operasionalnya, namun juga dari sumber lain seperti hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu, penilaian yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya dari investor ekuitas saja, tetapi juga dari kreditor. Semakin besar pinjaman yang diberikan oleh kreditur, menunjukkan bahwa semakin tinggi kepercayaan yang diberikan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai pasar yang lebih besar lagi. Dengan dasar tersebut, Tobin’s Q menggunakan market value of total asset. Allayannis dan Weston (2001) menggunakan Q-Tobin sebagai variabel dependen dalam meneliti dampak kebijakan hedging terhadap nilai perusahaan. Menurut Chung dan Pruitt (1994) menyatakan bahwa nilai perusahaan diukur menggunakan Q-Tobin yang dihitung dengan menggunakan rumus :
Q
= Nilai Perusahaan
MVE = Nilai Pasar Ekuitas (market Value of Equity) D
= Nilai buku dari total hutang
BVE = Nilai buku dari ekuitas (Book Value of Equity) MVE diperoleh dari hasil perkalian harga saham dan penutupan (closing price) akhir tahun dengan jumlah saham yang beredar pada akhir tahun. BVE diperoleh dari selisih total aset perusahaan dengan total kewajibannya. b. Market to Book Equity Ratio(MBR) Merupakan rasio yang mengindikasikan mengenai pendapat investor tentang prestasi perusahaan di masa lalu dan prospek untuk masa yang akan
26
datang yang digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perusahaan. Dihitung dengan rumus sebagai berikut : 100%
c. Return on Equity (ROE) Merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham sendiri yang berarti juga untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis. Dengan demikian kegunaan ROE adalah untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan investasi, modal sendiri atau modal asing. ROE dihitung sebagai berikut:
EBIT adalah pendapatan bersih sesudah pajak, tetapi kalau ada keuntungan hak minoritas, maka harus ikut diperhitungkan. Dp merupakan dividen dari saham preferen. Shareholders equity merupakan rata-rata dari modal saham awal tahun dan akhir tahun. d. Harga Saham (PRICE) Harga saham merupakan salah satu parameter pengukuran kinerja dari sebuah organisasi atau dalam penelitian adalah sebuah perusahaan. Harga saham mengindikasikan seberapa besar saham perusahaan yang bersangkutan diminati oleh masyarakat dan mencerminkan nilai suatu perusahaan. Harga yang digunakan adalah harga penutupan (closing price) per tahun. 2.5. Tinjauan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Triki (2005) mengungkapkan terdapat banyak kebingungan seputar interpretasi dari hasil yang diperoleh dari penelitian faktor penentu manajemen risiko. Hampir dalam pengantar di setiap penelitian hanya terdapat sedikit referensi mengenai konsensus teori hedging yang valid dengan hasil empiris yang diuji. Seringkali penelitian tidak menyelidiki pertanyaan empiris yang identik. Menggunakan hasil yang berbeda antara penelitian yang menyelidiki faktor-faktor yang menentukan keputusan hedging dan penelitian lain yang menganalisis penentu rasio hedging adalah hal yang kurang tepat. Banyak penelitian tidak mempertimbangkan
bahwa dua keputusan perusahaan mungkin memiliki
penyebab yang berbeda.
27
Beberapa penelitian mendukung argumen ini; Mardsen dan Prevost (2005) untuk semua risiko, Haushalter (2000) untuk risiko komoditi dan Allayannis dan Ofek (2001) untuk risiko nilai tukar. Juga harus diingat bahwa semua uji teori hedging tidak memperhitungkan jenis risiko yang sama. Manajemen risiko untuk nilai tukar tentu saja dipengaruhi oleh faktor yang berbeda dengan faktor yang mempengaruhi risiko suku bunga atau risiko komoditas. Allayannis dan Weston (2001) melakukan investigasi secara empiris mengenai pengaruh kebijakan hedging perusahaan terhadap nilai perusahaan (firm value). Berdasarkan data yang diperoleh dari 720 perusahaan besar non-finansial di Amerika Serikat selama periode 1990-1995, Allayannis dan Weston menemukan bukti bahwa kebijakan hedging meningkatkan nilai perusahaan. Dengan menggunakan berbagai variabel kontrol (yaitu antara lain : ukuran perusahaan, profitabilitas, hutang, potensi pertumbuhan, kemampuan akses terhadap pasar finansial, diversifikasi dan credit rating), penelitian memperoleh estimasi bahwa rata-rata nilaiperusahaan yang memiliki eksposur valuta asing dan menggunakan derivatif valuta asing adalah sekitar 4,87 persen lebih tinggi daripada perusahaan dengan eksposur yang sama tetapi sama sekali tidak menggunakan derivatif valuta asing.
28
2
Ephraim Clark, Amrit Judge, dan Wing Sang Ngai (2006) The Determinants of Corporate Hedging : An Empirical Study of Hong Kong and Chinese Firms
Tabel 2 Penelitian terdahulu Peneliti, Tahun dan No Judul 1 George Allayannis dan JP. Weston (2001) The Use of Foreign Currency Derivatives and Firm Market Value
Menganalisis faktorfaktor yang menentukan penggunaan derivatif dan pengaruhnya terhadap perusahaan di Cina dan Hongkong. Analisis Multivariat.
Masalah dan Metode Penelitian Mempertanyakan apakah penggunaan instrumen derivatif secara langsung mempengaruhi nilai perusahaan. Analisis Univariat dan Multivariat
Menunjukan hubungan negatif antara hedging dan perusahaan negara. Faktor yang menentukan hedging adalah risiko valuta asing, biaya hedging dan tingkat likuiditas, juga manfaat hutang pajak hedging menambah nilai perusahaan Hong Kong 0,88% dan 0,56 % di Cina.
Dengan mengunakan berbagai variabel kontrol (Firm Size, profitabilitas, hutang, potensi pertumbuhan, diversifikasi dan credit rating), penelitian ini memperoleh estimasi bahwa ratarata nilai perusahaan yang memiliki exposur valas dan menggunakan derivatif valas adalah sekitar 4,87% lebih tinggi daripada nilai perusahaan dengan eksposur sama tetapi tidak menggunakan derivatif valuta asing.
Hasil Penelitian
- Market to Book Value Ratio (MBR)
Konsep yang dirujuk - Q-Tobin
Alat Analisis dan tidak menggunakan variabel Tax Loss, Leverage, R&D expenditure, dan Preference Capital.
Perbedaan dengan Penelitian ini Alat Analisis dan penelitian ini tidak menggunakan variabel independen access to financial markets, leverage, investment growth, industrial and geographic diversification, industry effect, credit rating dan time effects.
28
Peneliti, Tahun dan Judul
Sri Lestari Kurniawati dan Anggraeni (2005), Forex Exposure Pada Berbagai Sektor Industri yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Iman S. Suriawinata (2004) Apakah Kebijakan Hedging Perusahaan dengan Instrumen Derivatif Valuta Asing Meningkatkan Nilai Pemegang Saham? (Bukti Empiris dari PerusahaanPerusahaan Non-Finansial yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta)
No
3
4
Lanjutan Tabel 2
Meneliti secara empiris pengaruh kebijakan hedging perusahaan terhadap nilai pemegang saham. Metode OLS.
Masalah dan Metode Penelitian Mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi economic exposure. Analisis Regresi Berganda
Konsep yang dirujuk Ditemukan 164 perusahaan - Economic sampel yang dilakukan pengujian, Exposure terdapat 35 perusahaan yang - Quick Ratio secara signifikan terkena - DER economic exposure, Variabel export ratio dan DER mempunyai pengaruh positif terhadap economic exposure, Variabel Firm Size, Quick Ratio, BMV, dan Earning Variability mempunyai pengaruh yang negatif terhadap economic exposure Penelitian ini membuktikan - Market to bahwa pasar memberikan nilai book equity lebih terhadap perusahaanratio (MBR) perusahaan yang melaksanakan - Dummy hedging. Namun, keputusan untuk Hedging melakukan hedging saja kurang memadai, yang lebih penting adalah menentukan jumlah nilai nosional instrumen derivatif yang diperlukan. Hasil Penelitian
Perbedaan dalam alat analisis, penelitian ini memunculkan variabel economic exposure dan Q Tobin.
Perbedaan dengan Penelitian ini Perbedaan dalam Alat analisis dan variabel tambahan Q-Tobin dan MBR
29
29
30
Peneliti, Tahun dan Judul
Kevin Aretz and Sohnke M. Bartram (2009) Corporate Hedging and Shareholder Value
John R. Graham and Daniel A. Rogers (2000) Does Corporate Hedging Increase Firm Value? An Empirical Analysis
No
5
6
Lanjutan Tabel 2
Menganalisis penggunaan derivatif di 855 perusahaan Amerika dengan pendekatan empiris dengan analisis univariate dan multivariate.
Masalah dan Metode Penelitian Meneliti hedging dengan instrumen derivatif dan pengaruhnya terhadap nilai pemegang saham secara komprehensif, baik secara teori, dokumentasi dan empiris. Membuktikan bahwa praktek hedging perusahaan sejalan dengan manajemen risiko dan mengindikasikan bahwa hedging perusahaan merupakan respon dari tingginya biaya underinvestment dan financial distress. Hedging meningkatkan nilai perusahaan melalui pengingkatan kapasitas hutang dan mengurangi bunga.
Hedging dapat menciptakan nilai untuk keuntungan bagi pemegang saham seperti biaya financial distress, pembiayaan eksternal, dan juga keuntungan pajak. Penggunaan derivatif merupakan salah satu bagian dari strategi keuangan yang disesuaikan dengan tipe, level risiko keuangan dan kondisi perusahaan.
Hasil Penelitian
- Financial Distress - Underinvestm ent Cost - Firm Value
Konsep yang dirujuk - Financial Distress - Underinvestm ent Cost
Alat analisis yang berbeda dan tidak memasukkan variabel keuntungan atas pajak.
Perbedaan dengan Penelitian ini Alat analisis berbeda dan tidak mempergunakan variabel terkait assymetry information dan hipotesis pajak
30
31
2.6.Pendekatan Analisis 2.6.1. Structural Equation Modeling (SEM) dengan LISREL Dari segi metodologi, menurut Wijanto (2008), SEM memainkan berbagai peran, diantaranya, sebagai sistem persamaan simultan, analisis kausal linier, analisis lintasan (path analysis), analysis of covariance structure, dan model persamaan struktural. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang membedakan SEM dengan regresi biasa ataupun teknik multivariat yang lain, karena SEM membutuhkan lebih dari sekedar perangkat statistik yang didasarkan atas regresi dan analisis varian. Gujarati (1995) menunjukkan bahwa penggunaan variabel-variabel laten pada
regresi
berganda
menimbulkan
kesalahan-kesalahan
pengukuran
(measurement errors) yang berpengaruh pada estimasi parameter dari sudut biased-unbiased dan besar kecilnya varian. Masalah kesalahan pengukuran ini diatasi oleh SEM melalui persamaan-persamaan yang ada pada model pengukuran. Parameter-parameter dari persamaan pada model pengukuran SEM merupakan “muatan faktor” atau “factor loadings” dari setiap variabel laten terhadap indikator atau variabel teramati yang terkait. Dengan demikian, kedua model SEM tersebut selain memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan di antara variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran. Kline dan Klammer (2001) lebih mendorong penggunaan SEM dibanding regresi berganda karena alasan sebagai berikut: 1) SEM memeriksa hubungan di antara variabel-variabel sebagai sebuah unit, tidak seperti regresi berganda yang pendekatannya sedikit demi sedikt (piecemeal) 2) Asumsi pengukuran yang andal dan sempurna pada regresi berganda tidak dapat dipertahankan, dan pengukuran dengan kesalahan dapat ditangani dengan mudah oleh SEM 3) Modification Index yang dihasilkan oleh SEM menyediakan lebih banyak isyarat tentang arah penelitian dan pemodelan yang perlu ditindaklanjuti dibandingkan pada regresi.
32
4) Interaksi juga dapat ditangani oleh SEM 5) Kemampuan SEM dalam menangani non recursive paths. Dalam perkembangannya, pengolahan data untuk analisis SEM menjadi mudah dengan bantuan beberapa peranti lunak (software) statistik, seperti LISREL, AMOS, dan SmartPLS. Pada penelitian ini, analisis SEM dilakukan dengan menggunakan bantuan software LISREL 8.71. 2.6.2. Konsep Dasar SEM Beberapa istilah umum yang berkaitan dengan SEM menurut Wijanto (2008) diuraikan sebagai berikut: 1. Variabel Laten (Latent Variables) Dalam SEM variabel kunci yang menjadi perhatian adalah variabel laten atau konstruk laten. Variabel laten merupakan konsep abstrak dan hanya dapat diamati secara tidak langsung dan tidak sempurna melalui efeknya pada variabel teramati. SEM mempunyai 2 jenis variabel laten yaitu eksogen dan endogen. Variabel eksogen selalu muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan-persamaan dalam model. Sedangkan variabel endogen merupakan variabel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya variabel tersebut adalah variabel bebas. 2. Variabel Teramati (Observed Variables) Adalah variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris dan sering disebut sebagai indikator. Variabel teramati merupakan efek atau ukuran dari variabel laten. Pada metode survei dengan menggunakan kuisioner, setiap pertanyaan pada kuisioner mewakili sebuah variabel teramati. 3. Model Struktural Model struktural menggambarkan hubungan-hubungan yang ada di antara variabel-variabel laten. Hubungan-hubungan ini umumnya linier, meskipun perluasan SEM memungkinkan untuk mengikutsertakan hubungan non-linier. Sebuah hubungan di antara variabel-variabel laten serupa dengan sebuah persamaan regresi linier di antara variabel-variabel laten tersebut. Beberapa persamaan regresi linier tersebut membentuk sebuah persamaan simultan variabelvariabel laten (serupa dengan persamaan simultan di ekonometri).
33
4. Model Pengukuran Dalam SEM, setiap variabel laten biasanya mempunyai beberapa ukuran atau
variabel
teramati
atau
indikator.
Pengguna
SEM
paling
sering
menghubungkan variabel laten dengan variabel-variabel teramati melalui model pengukuran yang berbentuk analisis faktor dan banyak digunakan di psikometri dab sosiometri. Dalam model ini, setiap variabel laten dimodelkan sebagai sebuah faktor yang mendasari variabel-variabel teramati yang terkait. 5. Diagram Jalur (Path Diagram) Diagram jalur adalah sebuah diagram yang menggambarkan hubungan kausal antara variabel. Pembangunan diagram jalur dimaksudkan untuk menvisualisasikan keseluruhan alur hubungan antara variabel. Sebagai contoh, diberikan diagram jalur dari pengaruh Image dan Satisfaction (variabel eksogen) terhadap Loyalitas (variabel endogen). Pada Gambar 4, tanda anak panah (→) menunjukkan pengaruh antara konstrak laten eksogen terhadap konstrak laten endogen.
Image Loyalty Satisfaction
Sumber : Yamin dan Kurniawan, 2009
Gambar 4. Pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen 6. Koefisien Jalur Koefisien jalur adalah suatu koefisien regresi terstandardisasi (beta) yang menunjukkan parameter pengaruh dari suatu variabel eksogen terhadap variabel endogen dalam diagram jalur. Koefisien jalur disebut juga standardized solution. Standardized solution yang menghubungkan antara konstrak laten dan variabel indikatornya adalah faktor loading.
34
7. Simbol-Simbol dalam Analisis SEM Penjelasan simbol-simbol dalam analisis/model SEM divisualisasikan dalam diagram jalur (Output LISREL) berikut.
Sumber: Yamin dan Kurniawan, 2009
Gambar 5. Simbol dalam diagram jalur Keterangan: ξ (KSI)
: konstrak laten eksogen
η(ETA)
: konstrak laten endogen
γ (GAMMA)
: hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel endogen
β (BETA)
: hubungan langsung variabel endogen terhadap variabel endogen
λ (LAMDA)
: hubungan langsung variabel eksogen ataupun endogen terhadap indikatornya
(PHI) δ (DELTA)
: kovarian/korelasi antara variabel eksogen : measurement error (kesalahan pengukuran) dari indikator variabel eksogen
ε (EPSILON)
: measurement error dari indikator variabel endogen
ζ (ZETA)
: kesalahan dalam persamaan, yaitu antara variabel eksogen/endogen dan variabel endogen
ψ (PSI)
: kovarian di antara struktural residu
35
θδ (THETA-DELTA)
:
matriks kovarian simetris di antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari variabel eksogen
θε (THETA-EPSILON) : matriks kovarian simetris di antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari variabel endogen 8. Persamaan Matematis dalam SEM Persamaan matematis model yang telah dijelaskan pada gambar diagram jalur (Output LISREL) adalah. a. Persamaan model struktural
b. Persamaan model pengukuran variabel eksogen
c. Persamaan model pengukuran variabel endogen
9. Efek Dekomposisi (Pengaruh Total dan Pengaruh Tak Langsung) Efek dekomposisi terjadi berdasarkan pembentukan diagram jalur yang bisa dipertanggungjawabkan secara teori. Pengaruh antara konstrak laten dibagi berdasarkan kompleksitas hubungan variabel, yaitu: a. pengaruh langsung (direct effects)
36
b. pengaruh tak langsung (indirect effects) c. pengaruh total (total effects) Pengaruh total merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung, sedangkan pengaruh tak langsung adalah perkalian dari semua pengaruh langsung yang dilewati (variabel eksogen menuju variabel endogen/variabel endogen). Pada software LISREL, pengaruh langsung diperoleh dari nilai output completely standardized solution, sedangkan efek dekomposisi diperoleh dari nilai output standardized total and indirect effects.
ξ
η2
η1
Gambar 6. Efek dekomposisi dalam SEM Pengaruh variabel eksogen (ξ ) terhadap variabel endogen kedua (η2), yaitu: a. (pengaruh langsung ξ terhadap η2 ) = r1 b. (pengaruh tak langsung ξ terhadap η2 ) = (pengaruh langsung ξ terhadap η1 ) + (pengaruh langsung η1 terhadap η2 ) = r2 + r3 c. (pengaruh total ξ terhadap η2 ) = (pengaruh langsung ξ terhadap η2 ) + (pengaruh tak langsung ξ terhadap η2 ) = r1 + r2 + r3