3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Unit Penangkapan Pancing Tonda Unit penangkapan pancing tonda merupakan kesatuan unsur dari kapal
penangkapan ikan, pancing tonda dan nelayan yang mengoperasikannya. Alat tangkap ini diklasifikasikan ke dalam kelompok pancing atau lines. Berikut merupakan uraian lebih rinci tentang unit penangkapan pancing tonda. 2.1.1 Definisi dan klasifikasi Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu motor atau kapal kecil. Pancing tonda merupakan alat tangkap tradisional yang bertujuan untuk menangkap jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan tongkol yang biasa hidup di dekat permukaan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan kualitas daging yang tinggi (Gunarso 1985). Pancing tonda memiliki nama daerah yang beragam, diantaranya pancing irid atau klewer (Jawa), pancing kaladalam atau kabalancam (Sepulu-Madura), pancing lohmoloh atau palanggungan atau lemading (Pegagan-Madura), pancing pengenser (Bawean), Lor bebe (Penarukan-Jawa Timur), pancing pengambes (Puger-Jawa Timur), pancing pemalesan (Bali), dan kakahu atau sela (Ambon, Maluku Selatan) (Subani dan Barus 1989). Pancing tonda dalam klasifikasi von Brandt (2005) digolongkan ke dalam kelompok perikanan pancing (lines). Menurut klasifikasi dalam Statistik Perikanan Indonesia yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan masuk dalam kelompok pancing (hook and line). 2.1.2 Alat penangkapan ikan Pancing tonda adalah alat penangkapan ikan yang terdiri atas seutas tali panjang, mata pancing dan umpan. Konstruksi pancing tonda terdiri atas galah, tali pancing utama, kili-kili, tali pancing cabang dan mata pancing. Mata pancing pada pancing tonda ada yang dilengkapi dengan umpan tiruan (hook with artificial bait), umpan tiruan yang dilengkapi dengan mata pancing (rapala), atau ada juga yang dilengkapi dengan umpan alam (Anonim 2010). Pancing tonda dioperasikan
4
pada siang hari, pengoperasian pancing tonda dilakukan dengan cara ditarik di belakang perahu atau kapal yang bergerak maju secara horizontal menelusuri lapisan permukaan air hingga kedalaman tertentu di wilayah perairan dimana menjumpai kawanan ikan (tongkol dan cakalang) atau di depan gerombolan ikan sasaran dengan kecepatan kapal antara 2-6 knot (Farid et al 1989). Menurut Ayodhyoa 1981, pancing tonda dikelompokkan ke dalam alat tangkap pancing dengan beberapa kelebihan, yaitu : 1. Metode pengoperasian relatif sederhana; 2. Modal yang diperlukan lebih sedikit; 3. Bisa memakai umpan buatan; 4. Dapat bebas memilih fishing ground; 5. Ikan yang tertangkap seekor demi seekor, sehingga kesegarannya dapat terjamin. Beberapa kekurangannya adalah 1. Jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dibandingkan alat tangkap lainnya; dan 2. Keahlian perseorangan sangatlah berpengaruh pada penentuan tempat dan waktu. Parameter utama yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam operasi penangkapan ikan menggunakan pancing tonda adalah ukuran mata pancing. Gambar alat tangkap pancing tonda dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber : www.kp3k.kkp.go.id
Gambar 1 Alat tangkap pancing tonda
5
2.1.3 Kapal Pada umumnya panjang kapal yang mengoperasikan pancing tonda berkisar antara 5-20 m. Kapal memiliki ruang kemudi di bagian depan atau haluan dan dek tempat bekerja berada di bagian belakang atau di buritan (Sainsbury 1971). Perahu yang digunakan oleh nelayan pancing tonda di Palabuhanratu adalah perahu motor tempel dari jenis congkreng dan bercadik memiliki panjang 6 m dan terbuat dari bahan kayu (Nugroho 2002). Kapal yang mengoperasikan alat tangkap pancing tonda biasanya memiliki outrigger sebagai tempat tali pancing diikatkan. Biasanya terdapat satu atau lebih outrigger terpasang pada bagian belakang kapal atau buritan (Sari 2011). 2.1.4 Nelayan Pancing tonda umumnya dioperasikan oleh 4-6 orang nelayan, terdiri atas satu orang fishing master, satu orang juru mesin dan 2-4 orang ABK. Masingmasing ABK mengoperasikan satu atau lebih pancing pada saat operasi penangkapan ikan berlangsung. Pekerjaan juru mudi merangkap sebagai fishing master. 2.1.5 Umpan Umpan yang digunakan adalah umpan segar dan umpan buatan. Umpan buatan yang biasa digunakan adalah bulu ayam (chicken feader), bulu domba (sheep wools), kain perca yang berwarna-warni, maupun bahan sintetis berbentuk miniatur yang menyerupai aslinya. Bentuk umpan buatan antara lain berupa miniatur cumi-cumi dan ikan (Subani dan Barus 1989). 2.1.6 Metode pengoperasian pancing tonda Pancing tonda dioperasikan dengan cara ditarik secara horizontal oleh perahu atau kapal yang bergerak di depan gerombolan ikan sasaran. Pancing diberi umpan segar atau umpan buatan. Umpan buatan dapat bergerak seperti ikan asli, karena adanya pengaruh tarikan dari kapal. Oleh karena itu, ikan pemangsa biasanya langsung menyambarnya. Kecepatan kapal dalam menarik pancing tonda bergantung pada ikan target tangkapan. Kecepatan kapal untuk ikan perenang
6
cepat, seperti tuna dan cakalang, biasanya ditarik dengan kecepatan kapal antara 6-8 knot (Sainsbury 1971). Operasi penangkapan ikan menggunakan pancing tonda biasa dilakukan pada siang hari. Pada saat operasional, satu kapal pancing tonda tidak hanya terdiri atas satu pancing, namun sekaligus beberapa pancing. Penondaan dilakukan dengan mengulurkan tali sekitar dua per tiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan. Penangkapan ikan dapat dilakukan dengan cara menduga-duga dengan berlayar ke sana dan ke sini atau manoevre, bisa juga terlebih dahulu mencari kawanan ikan atau dapat juga dilakukan di sekitar rumpon (Subani dan Barus 1989). 2.1.7 Hasil tangkapan pancing tonda Secara umum hasil tangkapan utama pancing tonda adalah ikan pelagis besar yang bernilai ekonomis tinggi, seperti tuna dan cakalang yang sering bergerombol. Ikan pelagis yang memiliki kualitas tinggi seperti yellowfin tuna, skipjack, sword fish, dan ikan pelagis besar lainnya (Monintja dan Martasuganda 1994). Tuna besar berdasarkan FAO (1983) digolongkan menjadi tujuh spesies yaitu yellowfin
tuna (Thunnus albacares), bigeye
tuna (Thunnus obesus),
southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), northern bluefin tuna (Thunnus thynnus), albacore (Thunnus alalunga), longtail tuna (Thunnus tonggol) dan blackfin tuna. 2.1.8 Daerah pengoperasian pancing tonda Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan daerah operasi penangkapan ikan berlangsung yang diduga sebagai tempat ikan bergerombol. Ikan merupakan organisme yang bersifat mobile, artinya ikan sering berpindahpindah tempat yang menyebabkan sulitnya menentukan arah dan letak dari perpindahan daerah penangkapan ikan (Hetharuca 1983). Jenis ikan yang menjadi target utama penangkapan dengan pancing tonda adalah jenis ikan pelagis yang bernilai ekonomis tinggi, seperti tuna dan cakalang. Oleh karena itu, kedalaman mata pancing tonda disesuaikan dengan swimming layer dari ikan yang menjadi target penangkapan (Handriana 2007).
7
Penangkapan ikan di Perairan Palabuhanratu umumnya dilakukan sepanjang tahun dan dikenal dengan dua musim penangkapan yaitu Musim Timur dan Musim Barat. Musim Timur adalah musim dengan jumlah ikan sangat banyak atau berlimpah yaitu pada Bulan Juni-Oktober. Periode ini ditandai dengan angin yang lemah, keadaan laut yang tenang dan curah hujan sedikit. Musim Barat ditandai dengan sedikitnya hasil tangkapan yang didaratkan akibat keadaan perairan yang cukup membahayakan untuk operasi penangkapan ikan. Musim Barat berlangsung pada Bulan November-April atau Mei (Pariwono et al. 1998). Menurut Tampubolon (1980), berdasarkan
jumlah
hasil tangkapan, di
Palabuhanratu dapat digolongkan menjadi tiga musim penangkapan ikan, yaitu : 1. Musim banyak ikan (Juni – September); 2. Musim sedang ikan (Maret – Mei dan Oktober – November); dan 3. Musim kurang ikan (Desember – Februari). 2.2 Unit Penangkapan Pancing Ulur Unit penangkapan pancing ulur merupakan kesatuan unsur dari kapal penangkapan ikan, pencing ulur dan nelayan yang mengoperasikannya. Pancing ulur ini diklasifikasikan ke dalam kelompok pancing atau lines. Berikut merupakan uraian lebih rinci tentang unit penangkapan pancing ulur. 2.2.1 Definisi dan klasifikasi Pancing ulur adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan yang sudah lama dikenal nelayan dan dioperasikan secara sederhana. Menurut FAO-ISSCFG dan Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia (1989) pancing ulur termasuk dalam klasifikasi pancing (BBPPI 2007). 2.2.2 Alat penangkapan ikan Pancing ulur pada prinsipnya terdiri atas dua komponen utama, yaitu tali (line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasanya terbuat dari benang katun, nilon atau polyethylene. Mata pancing dibuat dari kuningan atau bahan lain yang tahan karat. Pada umumnya ujung mata pancing berkait balik, namun ada juga mata pancing yang tidak berkait balik. Jumlah mata pancing bisa tunggal atau lebih, bahkan banyak sekali mencapai ratusan sampai ribuan. Ukuran mata
8
pancing bervariasi disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan tertangkap (Subani dan Barus 1989). Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh pancing ulur menyebabkan banyak nelayan menggunakannya dan banyak dit emukan pada setiap perkampungan nelayan (Puspito 2009). Gambar alat tangkap pancing ulur dapat dilihat pada Gambar 2.
Sumber : http://jurnal.pdii.lipi.go.id
Gambar 2 Alat tangkap pancing ulur 2.2.3 Kapal Perahu yang digunakan pada pengoperasian pancing ulur terbuat dari kayu sengon dan berukuran LxBxD = 10,70 m x 2,87 m x 1,00 m. Tenaga penggerak yang digunakan adalah sebuah mesin yang ditempatkan di dalam atau inboard engine. Perahu dilengkapi engkapi dengan jangkar, petromak dan cool box box. Cool box yang digunakan terbuat dari styrofoam dengan kapasitas 25 kg dan mempunyai ukuran panjang 74 cm, lebar 32 cm dan tinggi 35 cm (Handriana 2007). 2.2.4
Nelayan Nelayan yang mengoperasikan pancing ulur bia sanya berjumlah dua
sampai tiga orang terdiri atas nelayan pekerja dan pemilik. Pembagian kerja pada saat pengoperasian dilakukan berdasarkan pengalaman. Pada saat pengoperasian pancing ulur, juru mudi berperan sebagai pemancing (Rochmawati 2004).
9
2.2.5
Umpan Umpan yang digunakan adalah umpan segar dan umpan buatan. Umpan
buatan yang biasa digunakan adalah bulu ayam (chicken feader), maupun bahan sintetis berbentuk miniatur hewan yang menyerupai aslinya.
Bentuk umpan
buatan antara lain berupa miniatur cumi-cumi dan ikan. Umpan yang telah dimakan ikan, maka mata pancing akan tersangkut pada mulut ikan dan pancing ditarik ke perahu (Subani dan Barus 1989). 2.2.6
Metode pengoperasian pancing ulur Posisi para pemancing pada saat pengoperasian pancing ulur adalah berada
di bagian haluan, tengah dan buritan. Umpan yang digunakan akan diganti setiap trip. Pada saat pengoperasian, tali pancing diulur ke dalam perairan hingga pemberatnya menyentuh dasar perairan. Jumlah pengangkatan dan penurunan setiap unit pancing tidak sama, karena bergantung pada ikan yang tertangkap (Handriana 2007). 2.2.7
Hasil tangkapan pancing ulur Hasil tangkapan pancing ulur yang dominan adalah ikan layur (Trichiurus
spp.). Ikan layur umumnya hidup di perairan dalam dengan dasar lumpur, meskipun tergolong ikan demersal, umumya ikan layur muncul ke permukaan pada waktu senja (Astuti 2008). 2.2.8 Daerah pengoperasian pancing ulur Pengoperasian alat pancing ini di daerah karang-karang, di perairan dangkal, perairan dalam, di rumpon-rumpon maupun rumpon dengan kedalaman 2-3 meter. Penggunaan pancing ulur banyak digunakan di daerah perairan Tanjung Pasir, Banten (Subani dan Barus, 1989). 2.3
Sumberdaya Ikan Pelagis Besar
2.3.1 Habitat Habitat ikan pelagis besar berada di kolom dan lapisan permukaan perairan. Berdasarkan habitatnya, ikan pelagis dibagi menjadi pelagis kecil dan pelagis besar. Ikan pelagis besar terdiri atas berbagai jenis ikan seperti : Tenggiri (Scomberomous Commerson), Tongkol (Euthynnus spp), Tuna (Thunnus spp).
10
2.3.2
Jenis sasaran tangkap
1)
Tuna Sirip Kuning - Madidihang Madidihang (Thunnus albacares) (Gambar 3) termasuk dalam ordo
Perciformes, famili Scombridae dan genus Thunnus. Ciri-cirinya yaitu bentuk badan yang memanjang, bulat seperti cerutu. Tapisan 26-34 pada busur insang pertama. Memiliki dua cuping atau lidah di antara kedua sirip perutnya. Jari-jari keras sirip punggung pertama 13-14, dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, diikuti 8-10 jari sirip tambahan. Kemudian sirip dubur berjari-jari lemah 14-15, lalu 7-10 jari-jari sirip tambahan. Satu lunas kuat pada batang sirip ekor diapit dua lunas kecil pada ujungnya. Untuk jenis-jenis dewasa, sirip punggung kedua dan dubur tumbuh sangat panjang, sirip dada cukup panjang. Badan bersisik kecil-kecil, korselet (jalur sisik khusus yang mengelilingi badan di daerah sekitar sirip dada) bersisik agak besar tetapi tidak nyata. Madidihang termasuk ikan buas, predator, karnivor, dapat mencapai 195 cm, umumnya 50-150 cm, hidup bergerombol kecil (Ditjen Perikanan 1990).
Sumber: Saanin 1984
Gambar 3 Madidihang - Yellowfin Tuna (Thunnus albacares) Warna tubuh madidihang bagian atas berpadu antara hitam dan keabuabuan, kuning perak pada bagian bawah, sirip punggung dan sirip perut. Sirip tambahan berwarna kuning cerah berpinggiran gelap. Pada perut terdapat kurang lebih 20 garis putus-putus warna putih pucat melintang (Ditjen Perikanan 1990).
11
Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Actinopterygii Order : Perciformes Suborder : Scombroidei Family : Scombridae Subfamily : Scombrinae Genus : Thunnus Species : Thunnus albacares 2)
Tuna Mata Besar (Bigeye Tuna) Bigeye Tuna (Thunnus obesus) (Gambar 4) termasuk ordo Perciformes,
famili Scombridae dan genus Thunnus dan juga termasuk jenis tuna besar, sirip dada cukup panjang pada individu yang besar dan menjadi sangat panjang pada individu yang sangat kecil. Warna bagian bawah dan perut putih, garis sisi pada ikan yang hidup seperti sabuk berwarna biru membujur sepanjang badan, sirip punggung pertama berwarna kuning terang, sirip punggung kedua dan sirip dubur berwarna kuning muda, jari-jari sirip tambahan (finlet) berwarna kuning terang, dan hitam pada ujungnya. Menurut Fukofuka dan Itano 2006 vide Faizah 2010 ikan tuna mata besar mempunyai ciri-ciri luar seperti sirip ekor mempunyai lekukan yang dangkal pada pusat celah sirip ekor, pada ikan dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna-tuna yang lain, profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata, sirip dada pada ikan dewasa 1/4 1/3 kali fork lenght (FL), ikan tuna mata besar dengan ukuran lebih dari 75 cm dengan berat 10 kg mempunyai sirip dada yang lebih panjang dari pada ikan tuna sirip kuning dari ukuran-ukuran yang sebanding.
12
Sumber: Saanin 1984
Gambar 4 Tuna Mata Besar - Bigeye Tuna (Thunnus obesus) Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna mata besar menurut Collette dan Nauen 1983 vide Faizah 2010 : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Osteichthyes Subclass : Actinopterygii Order : Perciformes Suborder : Scombroidei Family : Scombridae Subfamily : Scombrinae Genus : Thunnus Species : Thunnus obesus 3)
Cakalang Cakalang (Katsuwonus pelamis) (Gambar 5) termasuk ke dalam ordo
Perciformes, famili Scombridae dan genus Katsuwonus. Ciri-ciri ikan cakalang adalah badan memanjang seperti cerutu atau torpedo (fusiform) dan bentuk tubuh padat agak membulat, memiliki tapis insang (gill raker) 53-62 buah. Cakalang mempunyai dua sirip dorsal yang terpisah, sirip yang pertama mempunyai 14-16 jari-jari keras, sedangkan sirip kedua mempunyai 7-8 jari-jari lunak. Sirip dada pendek dan pada sirip perut terdapat 7-8 finlet dan terdapat rigi-rigi kedua lebih kecil pada masing-masing sisi perut dan sirip ekor. Pada sirip punggung terdapat 12-16 duri lemah, serta mempunyai 7-9 finlet pada bagian perut. Ikan cakalang
13
tergolong ikan pelagis dan perenang cepat yang mencapai lebih dari 25 mil per jam.
Sumber: Saanin 1984
Gambar 5 Cakalang (Katsuwonus pelamis) Penyebaran cakalang dapat meliputi skala ruang yang luas. Penyebarannya di Indonesia meliputi Samudera Hindia, sepanjang pantai utara dan timur Aceh, pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi habitat suatu perairan seperti : suhu, makanan, massa air, salinitas dan arus. Kisaran suhu optimum untuk ikan cakalang sekitar 14,7oC-30oC. Cakalang merupakan perenang cepat dan melawan arus, mencari makan berdasarkan penglihatan dan sifatnya rakus terhadap makanan. Dalam gerakannya,
cakalang
mengandalkan
loncatan
lamban
lengkungan (Tampubolon 1980). Klasifikasi cakalang menurut Saanin (1984) : Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Pisces Subclass : Actinopterygii Order : Perciformes Suborder : Scombroidea Family : Scombridae Subfamily : Scombrinae Genus : Katsuwonus Species : Katsuwonus pelamis
dan
membentuk
14
2.4
Alat Bantu Penangkapan Rumpon Laut Dalam
2.4.1
Definisi dan klasifikasi Keberhasilan usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya adalah
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan ikan (fishing ground), gerombolan ikan dan potensinya untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan ikan. Beberapa cara untuk mendapatkan atau mengumpulkan kawanan ikan sebelum operasi penangkapan ikan dilakukan ialah menggunakan alat bantu penangkapan ikan.
Alat bantu penangkapan ikan sering disebut Fish Agregating Device.
Bentuk alat bantu penangkapan ikan ini antara lain “Rumpon” dan sinar lampu (Light fisheries). Alat bantu penangkapan ikan berfungsi membantu untuk mengumpulkan ikan pada satu titik atau tempat yang kemudian di tempat itu dilakukan operasi penangkapan ikan (Handriana 2007). Pada prinsipnya, alat bantu rumpon digunakan untuk mengumpulkan ikan agar mudah tertangkap. Ada beberapa dugaan penyebab ikan berkumpul di sekitar rumpon, diantaranya adalah karena rumpon dijadikan sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani dan Barus 1989). Rumpon adalah suatu bangunan yang menyerupai pepohonan yang dipasang atau ditanam di suatu tempat di tengah laut. 2.4.2
Konstruksi dan pemasangannya Pada umumnya rumpon (Gambar 6) terdiri atas empat bagian penting,
yaitu pelampung atau float, pemikat atau atraktor berupa daun kelapa atau daun lontar dan pemberat atau sinker/anchor (Handriana 2007).
Pelampung
(float)
berfungsi sebagai penanda keberadaan rumpon, pada pelampung biasanya dipasang bendera tanda. Tali panjang (rope) berfungsi menghubungkan pelampung dan pemberat, sedangkan pemberat berfungsi sebagai jangkar dengan tujuan agar rumpon menetap pada satu tempat atau tidak berpindah-pindah. Atraktor merupakan bagian yang paling penting karena berfungsi sebagai alat pengumpul ikan. Gambar konstruksi rumpon dapat dilihat pada Gambar 6.
15
Sumber : www.google.com
Gambar 6 Rumpon Menurut kedalamannya, rumpon dibagi dua, yaitu rumpon laut dalam dengan kedalamannya lebih dari 600 m dan rumpon laut dangkal dengan kedalamannya kurang dari 100 m. Rumpon dikenal dengan nama daerah yang berbeda-beda, tendak (Jawa), onjen (Madura), robo (Sumatera Barat), unjang dan ulasan (Sumatera Timur, Sumatera Utara) (Handriana 2007). Rumpon yang dipergunakan sebelumnya sudah berada pada daerah penangkapan ikan yang ditentukan. Metode pengoperasian rumpon sendiri terbilang mudah karena hanya diapungkan saja dalam jangka waktu lama. Menurut Rosana dan Prasita (2008), sebelum melabuhkan rumpon, terlebih dahulu dilakukan survei perairan untuk memperoleh masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk menerjunkan rumpon. Survei perairan di sepanjang landas kontinen Samudera Hindia menggunakan sejumlah peralatan, antara lain: penentuan posisi kapal dan kedudukan rumpon menggunakan GPS dan arah haluan, baringan kapal terhadap benda-benda daratan dilakukan dengan kompas tangan. Penempatan rumpon sebaiknya pada perairan landas kontinen berkisar 1 mil hingga 5 mil dari garis pantai, karena kedalaman perairan pada jarak lebih dari 5 mil di luar garis pantai cenderung berubah tajam memasuki lereng kontinen. Penempatan rumpon pada lereng kontinen sangat riskan bagi rumpon karena beberapa hal, antara lain: jangkar rumpon dapat tergelincir (sliding) ke dasar perairan yang lebih dalam, tali utama dapat bergesekan langsung dengan tubir karang dan hempasan gelombang
16
pada lereng kontinen lebih besar dibandingkan pada landasan kontinen (Rosana dan Prasita 2008). Menurut Rosana dan Prasita (2008) pelaksanaan pemasangan atau penerjunan rumpon sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari, sebab pada saat itu kondisi laut umumnya dalam keadaan tenang. Adapun urutan pelaksanaan penerjunan rumpon dapat dijelaskan sebagai berikut: Pangkal tali atraktor dikaitkan dengan pelampung; 1. Ujung tali atraktor dikaitkan dengan pangkal tali pemberat rangkap dua; 2. Bila kapal sudah mendekati posisi lokasi penerjunan, kapal mengambil posisi melawan arus; 3. Pelampung yang diterjunkan, disusul tali atraktor yang diulur dan dilanjutkan dengan rakitan atraktor diterjunkan secara satu persatu agar tidak saling terkait dan melilit; 4. Rangkaian pemberat diterjunkan secara serentak. 2.5
Aspek Teknik Aspek teknik meliputi evaluasi tentang input dan output dari barang dan
jasa yang akan diperlukan dan dihasilkan oleh proyek (Kadariah et al. 1999). Menurut Umar (2003), analisis teknis digunakan dalam penentuan strategi produksi dan perencanaan produk. Tujuan studi aspek ini adalah untuk meyakini apakah secara teknik suatu usaha dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional. Analisis teknis untuk melihat hubungan faktor-faktor teknis yang mempengaruhi produksi.
Aspek
teknik diperlukan untuk mengetahui produktivitas dari unit penangkapan. Oleh sebab itu, penilaian aspek teknik meliputi produktivitas per alat tangkap, per trip, per nelayan, per biaya operasional dan per biaya investasi (Sparre dan Venema 1999). 2.6
Aspek Finansial Aspek finansial digunakan sebagai salah satu parameter untuk penelitian
tentang
unit
penangkapan
ikan.
Analisis
finansial
penting
dalam
memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan kegiatan unit penangkapan ikan atau proyek. Analisis proyek ini
17
dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek (Kadariah et al. 1999). Gray et al. (2005) mengatakan bahwa analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi.
Analisis usaha yang
dilakukan meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue- Cost Ratio), serta Payback-Period (PP).
Menurut Rangkuti
(2001), Return on Investment (ROI) dilakukan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan
dengan besar investasi yang
ditanamkan. Analisis kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) dan Profitability Ratio (PV’/K).
Setiap kriteria investasi
menggunakan perhitungan nilai sekarang (present value) atas arus benefit dan biaya selama umur proyek (Gray et al. 2005). Dari kelima kriteria tersebut, tiga kriteria pertama yaitu NPV, IRR dan Net B/C lebih umum dipakai dan dapat dipertanggungjawabkan. Penggunaan Gross B/C dan Profitability Ratio didasarkan atas salah pengertian tentang sifat dasar biaya, sehingga dapat menyebabkan kekeliruan dalam penyusunan urutan peluang investasi. Dengan kata lain, kedua kriteria ini tidak dianjurkan untuk dipergunakan di Indonesia (Gray et al. 2005). 2.6.1 Analisis usaha Analisis usaha merupakan pemeriksaan keuangan pada suatu usaha selama usaha itu telah berjalan. Dalam perikanan, analisis usaha penting untuk mengetahui tingkat keuntungan atau keberhasilan dari usaha perikanan yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha meliputi analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio) untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan (Sugiarto et al. 2002), analisis waktu balik modal (Payback Period) agar dapat mengetahui periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan
18
aliran kas, Return on investment (ROI) untuk membandingkan kinerja antar periode atau untuk mengevaluasi proyek investasi. 2.6.2
Analisis kriteria investasi Analisis kriteria investasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan
yang diperoleh selama umur ekonomis proyek. Analisis dilakukan dengan menghitung komponen-komponen Net Present Value (NPV) untuk mengetahui apakah usaha layak dilanjutkan atau tidak, Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) untuk mengetahui besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek., Internal Rate of Return (IRR) untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang diperoleh dari investasi yang ditanamkan (Gray et al. 2005).