BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk alat penangkap ikan yang aktif, dan juga ramah lingkungan. Pengoperasian alat relatif sederhana, tidak banyak menggunakan peralatan bantu seperti halnya alat tangkap pukat ikan dan pukat cincin. Pancing ulur (hand line) adalah alat penangkap ikan jenis pancing yang paling sederhana. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun 2008, pancing ulur termasuk dalam klasifikasi alat tangkap hook and line.
Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur
7
8
Struktur utamanya terdiri dari pancing, tali pancing dan pemberat atau umpan. Alat tangkap pancing ulur tersebar luas di Indonesia dan merupakan alat tangkap yang sering digunakan nelayan tradisional. Pancing ulur tidak banyak menggunakan alat bantu seperti alat tangkap pukat ikan dan pukat cincin, pengoperasiannya yang sederhana, merupakan alat tangkap aktif, ramah lingkungan dan dapat dioperasikan diberbagai jenis perairan. Pancing ulur juga relatif mudah dibuat dan umumnya para nelayan dengan skala kecil membuatnya sendiri. Waktu pengoperasian pancing ulur dapat dilakukan baik pada siang hari ataupun malam hari. Daerah pengoperasiannya cukup terbuka dan beragam, dari perairan laut atau tawar, di tengah perairan atau di sisi perairan maupun disekitar permukaan sampai dengan dasar perairan (Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur 2011). Daerah penangkapan ikan (fishing ground) untuk mengoperasikan pancing ulur cukup terbuka dan bervariasi karena pancing ulur dapat dioperasikan disekitar permukaan sampai dengan di dasar perairan, disekitar perairan pantai maupun di laut dalam. Limitasi daerah penangkapan untuk pancing ulur adalah : Daerah perairan yang dilarang sebagai areal penangkapan ikan (perairan tempat meliter melakukan latihan). Pada alur pelayaran umum karena akan mengganggu kapal bernavigasi, terutama untuk pancing ulur yang dioperasikan pada sekitar permukaan. Hasil tangkapan ikan yang sering tertangkap dengan pancing ulur memiliki ukuran dan jenis yang tidak seragam. Jenis ikan yang tertangkap oleh pancing ulur adalah tongkol, cakalang, kembung (Rastreliger kanagurta), layang (Decapterus russelli), bawal (Pampus chinensis), kakap (Lutjanus sp), dan lain sebagainya. Seringkali ikan yang berukuran besar juga tertangkap seperti hiu (Carcharhinus longimanus) , tuna (Thunnus sp), marlin dan lain sebagainya. Di perairan Cirebon, jenis ikan pelagis yang sering tertangkap oleh alat tangkap pancing ulur adalah tenggiri. Pada tahun 2011, jumlah ikan tenggiri
9
yang tertangkap sebanyak 105,17 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat 2011). Hasil tangkapan ikan demersal diperairan Indonesia pada umumnya adalah kakap merah/bambangan (Lutjanus spp), peperek (Leiognatus spp), manyung (Arius spp), kurisi (Nemipterus spp), kuniran (Upeneus spp), tiga waja (Epinephelus spp), bawal (Pampus chinensis) dan lain-lain .Ikan demersal yang seringkali tertangkap oleh pancing ulur di pantai Cirebon adalah ikan kakap merah dan kerapu bebek. Total tangkapan sepanjang tahun 2011 di Jawa Barat ikan kakap merah 540,25 ton dan 5,80 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat 2011).
2.2 Rumpon Rumpon adalah alat bantu penangkapan yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan sehingga dengan demikian lebih memudahkan penangkapannya. Jenis-jenis ikan-ikan yang berkumpul di sekitar rumpon terdiri dari ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang, tongkol dan ikan pelagis kecil seperti selar, layang, tembang, lemuru, dan kembung. Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan telah lama dikenal di Indonesia terutama di daerah Sulawesi Selatan yang dikenal dengan “rumpon mundar” atau rompong, yang dipasang di perairan laut untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang di Laut Kawa dan Selat Malaka yang dikenal sebagai rumpon laut dangkal untuk penangkapan ikan pelagis kecil (Barus et al 1992). Pada prinsipnya rumpon adalah suatu alat bantu pengumpul ikan yang fungsi utamanya menarik perhatian ikan-ikan supaya berkumpul di sekitarnya dalam waktu tertentu, sehingga nelayan mempunyai arah/tujuan dalam mengoperasikan alat tangkapnya dengan kata lain Fishing Ground yang dituju sudah pasti yaitu ke arah rumpon miliknya. Ditinjau dari konstruksi dan lokasi pemasangannya rumpon dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumpon dangkal dan rumpon laut dalam. Rumpon laut dangkal pada umumnya diusahakan oleh nelayan skala kecil dan dipasang tidak jauh dari
10
pantai sesuai dengan kemampuan perahu (kapal motor) yang dimiliki oleh nelayan (Barus et al 1992). Dewasa ini, dengan diciptakannya alat pendeteksi bawah air (fish finder) yang cukup terjangkau harganya. Rumpon tidak lagi dibuat untuk menciptakan rantai makanan, tapi rumpon dimanfaatkan sebagai attractor di fish ground yang telah diketahui melalui fish finder. Ditinjau dari segi pengoperasiannya dibagi menjadi dua pula, yaitu rumpon tidak tetap (rumpon kenvensional yang berasal dari Tegal, Pekalongan, dan sekitarnya), dan rumpon tetap (rompong di Sulawesi dan payaos dari Filipina). Sedangkan ditinjau dari segi bahan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan 2. Rumpon yang terbuat bukan tumbuhan 3. Rumpon yang terbuat dari gabungan tumbuhan dan bukan tumbuhan.
Gambar 3. Rumpon Bambu Sumber: Dinas Perikanan, Peternakan dan Pertanian Kota Cirebon
11
Jenis rumpon yang banyak digunakan di PPI Cangkol adalah jenis rumpon yang terbuat dari bagian tumbuhan, yaitu rumpon bambu dengan daun kelapa sebagai atraktor. Adapun jenis rumpon yang digunakan selain rumpon bambu (Gambar 3) adalah rumpon rumpon yang terbuat dari bahan ban bekas yang di bentuk sedemikian rupa. Salah satu jenis rumpon lain yang juga ada di PPI Cangkol adalah “fish apartement”. Fish apartement adalah salah satu jenis rumpon yang terbuat dari plastik dengan tali rafia sebagai atraktornya. 2.3 Nelayan Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. (Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat 2011). Menurut Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, definisi nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan
penangkapan
ikan.
Hampir
semua
nelayan
dikategorikan sebagai seseorang yang pekerjaannya maenangkap ikan dengan alat tangkap yang sederhana, mulai dari pancing, jaring hingga bubu dengan perahu yang dilengkapi dengan alat tangkap ikan, metode, teknologi tertentu. 2.3.1 Klasifikasi Nelayan Townsley (1998) dalam Widodo dan Suadi (2008) menyatakan bahwa beberapa kelompok nelayan memiliki beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial dan kependudukan. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada kelompok umur, pendidikan, status sosial, dan kepercayaan. Dalam satu kelompok nelayan juga sering ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam pengertian hubungan di sesama nelayan maupun di dalam hubungan bermasyarakat. Menurut Charles (2001) dalam Supriadi (2012) membagi kelompok nelayan dalam empat kelompok, yaitu : 1). Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
12
2). Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan yang sedikit banyak memiiliki karakter yang sama dengan kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan aktifitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil. 3). Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya sekedar untuk kesenangan atau olaah raga. 4). Nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Kelompok nelayan ini dibagi dua, yaitu nelayan skala kecil dan skala besar. Murdiyanto (2004) menyatakan bahwa tidak ada definisi dan standar yang jelas untuk membedakan keduanya, akan tetapi perbedaan dapat dilihat pada operasi dan tipe teknologi yang digunakan, besarnya modal investasi yang ditanamkan, tenaga kerja dan kepemilikan usaha. Maka dalam perikanan industri tentunya dapat dibayangkan sebagai kegiatan usaha penangkapan ikan yang modalnya besar, teknologinya lebih tinggi dan modern, administrasi dan organisasinya lebih teratur sebagai suatu perusahaan. Selain pengelompokkan tersebut, terdapat beberapa terminologi yang sering digunakan untuk menggambarkan kelompok nelayan, seperti nelayan penuh untuk mereka yang menggantungkan keseluruhan hidupnya dari menangkap ikan ; nelayan sambilan untuk mereka yang hanya sebagian dari hidupnya tergantung dari menangkap ikan (lainnya dari akativitas seperti pertanian, buruh dan tukang) ; juragan untuk mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi untuk usaha perikanan seperti kapal dan alat tangkap ; dan anak buah kapal (ABK/pandega) untuk mereka yang mengalokasikan waktunya dan memperoleh pendapatan dari hasil mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti kapal milik juragan (Widodo dan Suadi, 2008).
13
Sedangkan Klasifikasi nelayan berdasarkan waktu kerja (Monintja, 1989) adalah sebagai berikut : 1) Nelayan Penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 2) Nelayan Sambilan Utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 3) Nelayan Sambilan Tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 2.4 Pengertian Pendapatan Pendapatan merupakan sejumlah penghasilan yang diterima oleh suatu rumah tangga yang berasal dari suatu pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan. (Subono 2013). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam (Subono 2013) mendefinisikan pendapatan sebagai imbalan atau penghasilan selama sebulan baik berupa uang maupun barang yang diterima oleh seseorang yang bekerja dengan status pekerja bebas di pertanian atau pekerjaan bebas di non pertanian. BPS memberikan pengertian pendapatan yang digolongkan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut: a. Pendapatan berupa uang, yaitu sebagai penghasilan berupa uang yang sifatnya regular dan biasanya diterima sebagai balas jasa atau kontraprestasi yang meliputi: 1. Gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja lembur, kerja sampingan dan kerja kadang-kadang. 2. Pendapatan dari usaha sendiri yang meliputi hasil bersih usaha sendiri, konsumsi dan penjualan dari kerajinan rumah tangga. 3. Pendapatan dari hasil investasi seperti bunga, modal dan tanah. 4. Pendapatan dari keuntungan sosial (dari kerja sosial). b. Pendapatan berupa barang, adalah sebagai penghasilan yang sifatnya reguler akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa yang diterima dalam bentuk barang dan jasa. Barang atau jasa yang diperoleh dinilai dengan harga pasar
14
sekalipun tidak disertai transaksi uang oleh yang menikmati barang atau jaa tersebut. c. Penerimaan yang bukan merupakan pendapatan, yaitu penerimaan yang berupa pengambilan tabungan, penjualan barang-barang yang dipakai, pinjaman uang, hadiah, warisan dan sebagainya.