4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Perikanan Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 direvisi Undang-Undang
45 tahun 2009, Pengertian perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu bisnis perikanan.
Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang
penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas (UU Perikanan No.45 tahun 2009).
2.2 Unit Penangkapan Ikan Komponen utama dari suatu perikanan tangkap adalah unit penangkapan ikan yang terdiri dari kapal, alat tangkap, dan nelayan. 2.2.1 Kapal Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan
untuk
melakukan
penangkapan
ikan,
mendukung
operasi
penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan (PPN Palabuhanratu 2010). Kapal penangkapan ikan berguna sebagai alat transportasi yang membawa seluruh unit penangkapan ikan menuju fishing ground atau daerah penangkapan ikan, serta membawa pulang kembali ke fishing base atau pangkalan beserta hasil tangkapan yang diperoleh (Inizianti 2010). 2.2.2 Nelayan Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan. Berdasarkan daerah asalnya, nelayan yang ada di wilayah Palabuhanratu dikategorikan sebagai nelayan asli dan nelayan pendatang. Nelayan asli adalah penduduk setempat yang telah turun-temurun berprofesi sebagai nelayan, sedangkan yang dimaksud nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah Palabuhanratu.
Dilihat dari sisi waktu kerja,
nelayan di Palabuhanratu dikelompokkan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang sehari-harinya berprofesi sebagai
4
5
nelayan, sedangkan nelayan sambilan merupakan nelayan yang hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Nelayan di Palabuhanratu juga dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik yaitu orang yang memiliki armada penangkapan ikan atau disebut juragan, sedangkan nelayan buruh adalah orang yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) (Ekasari 2008). 2.2.3 Alat tangkap Alat tangkap ikan adalah alat yang digunakan untuk menangkap atau mengumpulkan ikan (Diniah 2008). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan rumpon di perairan Palabuhanratu diantaranya adalah pancing tonda dan pancing ulur. Alat tangkap pancing tonda merupakan alat tangkap utama yang digunakan untuk memancing ikan umpan. Operasi alat tangkap tonda ini ditarik dengan kapal dan operasi penangkapan dilakukan diburitan kapal. Alat tangkap ini hanya terdiri dari kail yang memiliki umpan buatan yang terbuat dari benang warnawarni dan tali nilon multifilamen. Kail yang digunakan memiliki ukuran no tujuh atau delapan dan tali yang digunakan memiliki ukuran no 100.
Ketika
dioperasikan, nelayan memegangi tali dan melakukan tarik ulur dan panjang tali yang digunakan cukup jauh dari kapal (Jungjunan 2009). Pancing ulur atau hand line adalah suatu konstruksi pancing yang umum digunakan oleh nelayan, khususnya nelayan yang berskala kecil (small scale fishery). Pada umumnya komponen-komponen pembentuk pancing ulur terdiri atas tali utama (main line) dan tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan PA monofilament, swivel yang terbuat dari besi putih, mata pancing (hook) yang terbuat dari besi, dan pemberat (sinkers) yang terbuat dari timah (Subani dan Barus 1989).
Umpan yang digunakan pada pancing ulur adalah layang
(Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.) dan cumi-cumi (Loligo sp.) segar (Saputra 2002). Menurut Ayodhyoa (1981) diacu dalam Inizianti (2010), pengoperasian pancing ulur adalah dengan mengaitkan umpan pada mata pancing yang telah diberi tali dan menenggelamkannya ke dalam air. Ketika umpan dimakan ikan, maka mata pancing akan tersangkut pada mulut ikan dan pancing ditarik ke perahu. Kapal yang biasa digunakan dalam pengoperasian alat tangkap handline
5
6
adalah kapal atau perahu kayu tradisional, bisa juga dengan kapal motor tempel (Inizianti 2010).
Sumber: UPT UPPI Probolinggo 2010
Gambar 1. Pancing Tonda
Sumber: Rahmat 2007
Gambar 2. Pancing Ulur
6
7
2.3
Alat Bantu Penangkapan Ikan (Rumpon) Rumpon merupakan alat bantu penangkapan yang digunakan dalam
pengoperasian unit penangkapan ikan handline dan pancing tonda. Terutama pada unit penangkapan ikan di Teluk Palabuhanratu (Inizianti 2010). Definisi rumpon menurut Kepmen Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004 adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan di perairan laut. Penggunaan dan penelitian rumpon untuk memikat ikan sudah dimulai sejak tahun 1900-an. Rumpon biasanya dijadikan alat bantu penangkapan karena alat ini hanya dijadikan sebagai tambahan yang digunakan sabagai pengumpul ikan pada suatu tempat alat titik untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan berdasarkan alat tangkap yang dikehendaki (Subani 1986 vide Octavianus 2005). Prinsip suatu penangkapan ikan dengan menggunakan alat bantu rumpon adalah untuk mengumpulkan ikan, sehingga nantinya ikan akan lebih mudah ditangkap. Diduga ikan tertarik dan berkumpul disekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat untuk berlindung dan mencari makan. Adanya ikan disekitar rumpon menciptakan suatu hubungan makan dan dimakan, dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga sejak rumpon dipasang diperairan (Subani 1986 vide Octavianus 2005). Ada beberapa prediksi mengapa ikan senang berada di sekitar rumpon (Sudirman dan Mallawa 2004 vide Wahyudin 2007) : 1. Rumpon tempat berkumpulnya plankton dan ikan kecil lainnya sehingga mengundang ikan-ikan yang lebih besar untuk tujuan feeding. 2. Merupakan suatu tingkah laku dari berbagai jenis ikan untuk berkelompok disekitar kayu terapung seperti jenis-jenis tuna dan cakalang. Dengan demikian, tingkah laku ini dimanfaatkan untuk tujuan penangkapan. Kepadatan gerombolan ikan pada rumpon diketahui oleh nelayan berdasarkan buih atau gelembung-gelembung udara yang timbul di permukaan air, warna air yang gelap karena pengaruh gerombolan ikan atau banyaknya ikan kecil yang bergerak di sekitar rumpon. Tujuan penggunaan rumpon di lingkungan perairan laut menurut Wahyudin 2007 adalah : 1) Meningkatkan produksi perikanan 2) Meningkatkan produksi perikanan komersial
7
8
3) Lokasi produksi akuakultur 4) Lokasi rekreasi pancing 5) Mengontrol daya recruitment sumberdaya ikan Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon menurut Monintja 1990 vide Sianipar 2003 antara lain : 1) Ketersediaan bahan baku rumpon 2) Daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi perairan 3) Kemudahan operasi penangkapan Posisi rumpon yang terbaik adalah tempat yang dikenal sebagai lintasan ruaya ikan, daerah upwelling, water fronts, arus eddy, dasar perairan yang datar, tidak dekat dengan karang dan berada di ambang suatu palung laut (Desan 1982 vide Sianipar 2003). Monintja (1990) vide Sianipar (2003), menyatakan bahwa manfaat yang didapat dari penggunaan rumpon adalah sebagai berikut : 1) Efisiensi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian 2) Meningkatkan hasil tangkapan persatuan upaya penangkapan 3) Meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran ikan. 2.3.1 Fungsi rumpon Rumpon dalam penangkapan ikan berfungsi sebagai alat untuk menarik perhatian agar ikan berkumpul pada suatu wilayah sebagai tempat berlindung dan merupakan sumber makanan tambahan bagi ikan-ikan. Pengumpulan ikan-ikan dengan rumpon umumnya untuk ikan-ikan bermigrasi yang secara tidak sengaja melewati keberadaan rumpon dan tertarik untuk diam atau beruaya di sekitar rumpon untuk mencari makan, berlindung atau tujuan lainnya baik untuk sementara maupun permanen (Wahyudin 2007). Prinsip suatu penangkapan ikan dengan rumpon disamping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.
Diduga ikan yang
tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 vide Wahyudin 2007).
8
9
2.3.2 Konstruksi rumpon Tim Pengkaji Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) vide Jeujanan (2008) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah: 1) Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatnya mudah diperoleh. 2) Pemikat (attractor); mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. 3) Tali-temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul. 4) Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta masa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkram. 2.3.3 Informasi mengenai tingkah laku ikan di sekitar rumpon Pengembangan
usaha
dibidang
penangkapan
ikan,
maka
sangat
dibutuhkan pengetahuan tentang tingkah laku ikan yang akan ditangkap. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan terutama faktor makanan, bagaimana ikan disekitar rumpon makan menjadi informasi penting dalam keberhasilan penangkapan. Menurut Asikin (1985) vide Jeujanan (2008), ada beberapa pendapat tentang keberadaan ikan di sekitar rumpon yaitu: 1) Ikan-ikan itu senang bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon; 2) Rumpon itu sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; 3) Rumpon sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu; 4) Rumpon itu sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif. 2.3.4 Mekanisme pengumpulan ikan dengan rumpon Rumpon merupakan suatu tropic level yang lengkap yang terdiri atas fitoplankton sebagai produsen sampai dengan predator sebagai konsumen. Oleh
9
10
karena itu, berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul disekitar rumpon, mulai dari ikan pelagis kecil sampai ikan pelagis besar yang didominasi oleh tuna dan cakalang (Monintja dan Zulkarnain 1995 vide Ardianto 2005). Menurut Bergstrom (1983) vide Imawati (2003) rumpon merupakan suatu arena makanan. Awal terjadinya arena tersebut adalah timbulnya bakteri dan mikroalga ketika rumpon pertama kali dipasang. Makhluk renik tersebut bersama hewan-hewan kecil menarik perhatian ikan pelagis ukuran kecil. Terakhir adalah giliran ikan pelagis kecil yang akan memikat ikan pelagis besar sehingga di sekitar rumpon didapatkan adanya gerombolan ikan yang datang untuk keperluan makan. 2.3.5 Peraturan pemasangan rumpon Pemasangan rumpon tidak hanya menimbulkan efek positif dengan meningkatkan produksi perikanan. Akibat dari pemasangan rumpon yang tidak teratur dan lokasi penangkapan yang berdekatan dapat merusak pola ruaya ikan yang bermigrasi. Kondisi tersebut dapat merusak keseimbangan ekosistem dan menimbulkan konflik baik antar nelayan rumpon maupun antar nelayan rumpon dengan nelayan lainnya selain nelayan rumpon. Selain itu kemudahan menangkap ikan di sekitar rumpon dapat mengakibatkan overfishing (Juklak Petunjuk Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon 2006 vide Jungjunan 2009). Berdasarkan Kepmen Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004, berikut merupakan tata cara pemasangan rumpon: 1. Rumpon dapat dipasang diwilayah: 1) Perairan dua mil laut sampai denga empat mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah. 2) Perairan diatas empat mil laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah. 3) Perairan diatas 12 mil laut dan ZEE Indonesia. 2. Perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu memperoleh ijin. Pengusaha atau nelayan yang akan memasang rumpon mengajukan permohonan izin kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi atau Kabupaten atau Kota sesuai dengan kewenangan pemberi izin. Sesuai dengan Kepmen
10
11
Kelautan dan Perikanan No. Kep 30/MEN/2004 tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon.
2.4
Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan daerah dimana
operasi penangkapan ikan berlangsung yang diduga tempat ikan bergerombol. Ikan merupakan organisme yang bersifat mobile, artinya ikan sering berpindahpindah tempat yang menyebabkan sulitnya menentukan arah dan letak dari daerah penangkapan ikan. Tuna hidup di daerah perairan seperti : pertemuan antara dua arus yang terjadi front, terjadinya upwelling, konvergensi, dan divergensi yang merupakan daerah berkumpulnya plankton, temperatur perairan optimum berkisar antara 150C -300C (Hetharuca 1983 vide Handriana 2007). Penangkapan ikan di teluk Palabuhanratu umumnya dilakukan sepanjang tahun dan dikenal dengan dua musim penangkapan yaitu Musim Timur dan Musim Barat. Musim Timur adalah musim dimana jumlah ikan sangat banyak atau berlimpah, yaitu pada bulan Juni-Oktober. Periode ini ditandai dengan angin yang lemah, keadaan laut yang tenang, dan curah hujan sedikit.
Sedangkan
Musim Barat ditandai dengan sedikitnya hasil tangkapan yang didaratkan akibat keadaan perairan yang cukup membahayakan untuk operasi penangkapan ikan. Musim Barat berlangsung pada bulan November-April atau Mei (Pariwono et al 1998 vide Handriana 2007), sedangkan menurut Tampubolon (1990) vide Handriana (2007), hasil tangkapan di Palabuhanratu dapat digolongkan menjadi tiga musim penangkapan ikan yaitu: 1) Musim banyak ikan (Juni-September) 2) Musim sedang ikan (Maret-Mei dan Oktober-November) 3) Musim kurang ikan (Desember-Februari).
2.5
Hasil Tangkapan Secara umum hasil tangkapan pancing rumpon adalah ikan pelagis yang
bernilai ekonomis tinggi seperti ikan tuna yang sering bergerombol. Kebiasaan bergerombol (schooling) ikan tuna adalah pada saat mencari makan. Schooling tersebut biasanya terdiri dari ikan yang ukurannya sama, hal ini mungkin
11
12
disebabkan oleh kecepatan renang yang relatif sama (Nakamura 1969 vide Handriana 2007).
Daerah penyebarannya secara horizontal meliputi perairan
selatan dan barat Sumatera, perairan Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Laut Banda dan Flores, Laut Sulawesi dan Perairan barat Papua.
Sedangkan
penyebaran secara vertikal sangat dipengaruhi oleh suhu dan swimming layer (Nakamura 1969 vide Handriana 2007). Distribusi ikan tuna di laut sangat ditentukan oleh berbagai faktor, baik faktor internal dari ikan itu sendiri maupun faktor eksternal dari lingkungan. Faktor internal meliputi jenis (genetis), umur, ukuran serta tingkah laku. Sedangkan untuk faktor eksternal merupakan faktor lingkungan diantaranya adalah parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, densitas, kedalaman lapisan termoklin, arus dan sirkulasi massa air, oksigen dan kelimpahan makanan. Tuna mata besar bersifat epipelagik, mesopelagik, berada pada permukaan sampai kedalaman 250 meter. Kedalamam renang tuna bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya tuna tertangkap di kedalaman 0-400 meter. Bigeye kecil dan juvenile bergerombol di permukaan perairan dengan sesama spesiesnya ataupun dengan madidihang dan cakalang, sedangkan ikan dewasanya tinggal di perairan yang lebih dalam (Maury 2005 vide Faizah 2010). 2.5.1 Madidihang (Yellowfin Tuna) Madidihang termasuk dalam ordo Perciformes, famili Scombridae dan genus Thunnus. Ciri-cirinya adalah badan memanjang bulat seperti cerutu. Tapis insang berjumlah 26-34, memiliki 2 lidah diatara kedua sirip perutnya. Jari-jari keras sirip punggung pertama berjumlah 13-14 dan 14 jari-jari lemah pada sirip punggung kedua, dan dilengkapi dengan jari-jari sirip tambahan berjumalah 8-10. Sirip punggung dan sirip dubur tambahan pada ikan dewasa sangat panjang, kemudian badan bersisik-sisik kecil.
Ikan Mandidihang termasuk ikan buas,
karnivor, predator dan panjangnya mencapai 50-150 cm. Ikan ini hidupnya secara bergerombol kecil. Ikan yellowfin tuna merupakan jenis epilagic oceanic fish, hidup di atas dan di bawah thermocline, ada pada temperatur 65 sampaii 880F (18-310C) (Jungjunan 2009).
12
13
Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) : Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class: Teleostei Subclass: Actinopterygii Order: Perciformes Suborder: Scombridae Family: Scombridae Subfamily: Scombrinae Genus: Thunnus Spesies: Thunnus albacores
Sumber: http://www.gofishcabo.com/the-fish/yellowfin-tuna/
Gambar 3 Ikan madidihang (yellowfin tuna) 2.5.2 Cakalang (Katsuwonus pelamis) Menurut Gunarso (1996) vide Jungjunan (2009), cakalang atau skipjack tuna merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting. Ikan cakalang menyebar disekitar daerah tropis, yaitu pada suhu antara 260C – 320C. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan subtropis pada lautan Atlantik, Hindia, dan Pasifik kecuali laut Mediterania.
Penyebarannya dapat
dibagi menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran menurut letak geografis dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut kedalaman 13
14
perairan.
Penyebaran tuna dan cakalang sering mengikuti penyebaran atau
sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah yang kaya akan fitoplankton (Nakamura 1969 vide Jungjunan 2009). Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae. Ciri-ciri morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis insang (gill rakes) berjumlah 53-63 pada helai pertama. Ikan cakalang mempunyai dua sirip punggung yang terpisah, pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet (sirip antara sirip dorsal terakhir dan sirip caudal). Badannya tidak bersisik kecuali pada barut badan dan literal line terdapat titiktitik kecil. Bagian punggung berwarna biru kegelapan disisi bawah dan perut berwarna keperakan, dengan 4-6 buah garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan. Sifat dari ikan cakalang yaitu ikan yang termasuk perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus, selain itu ikan cakalang sering bergerombol, ikan jenis ini biasa bergerombol diperairan pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan cakalang mencari makan berdasarkan penglihatan (Collete 1983 vide Jungjunan 2009). Klasifikasi cakalang menurut Matsumoto, et al. (1984) vide Jungjunan (2009) adalah sebagai berikut: Phylum:Vertebrata Class: Teleostei Order: Perciformes Family: Scombridae Genus: Katsuwonus Spesies: Katsuwonus pelamis
14
15
Sumber: http://www.sustainablesushi.net
Gambar 4 Ikan cakalang (katsuwonus pelamis)
2.5.3 Bigeye (Thunnus obesus) Bigeye merupakan salah satu jenis ikan tuna dengan ukuran besar. Warna bagian bawah perut putih, garis-garis sisi seperti sabuk biru yang membujur di sepanjang badan. Ikan tuna jenis bigeye ini memiliki dua sirip punggung (D1) berwarna kuning terang sedangkan sirip punggung dua (D2) berwarna kuning muda. Penyebaran bigeye dari perairan tropis ke subtropis yang biasanya berada pada kedalaman 200 meter.
Menurut Fukofuka dan Itano (2006) vide Faizah
(2010), ikan tuna mata besar mempunyai ciri-ciri luar sebagai berikut: 1) Sirip ekor mempunyai lekukan yang dangkal pada pusat celah sirip ekor; 2) Pada ikan dewasa matanya relatif besar dibandingkan dengan tuna yang lainnya; 3) Profil badan seluruh bagian dorsal dan ventral melengkung secara merata; 4) Sirip dada pada ikan dewasa, ¼-1/3 kali fork length (FL); 5) Ikan tuna mata besar dengan ukuran <75 cm (10 kg) mempunyai sirip dada yang lebih panjang dari pada ikan tuna sirip kuning dari ukuran-ukuran sebanding.
15
16
Menurut Collete & Nauen (1983) vide Faizah (2010), klasifikasi ikan tuna mata besar adalah sebagai berikut: Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Superclass: Gnathostomata Class: Osteichthyes Subclass: Actinopterygii Suborder: Scombroidei Family: Scombridae Subfamily: Scombrinae Genus: Thunnus Species: Thunnus
Sumber: http://www.sustainablesushi.net
Gambar 5 Ikan tuna mata besar (thunnus obesus)
2.6 Efektivitas Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil yang telah dicapai terhadap suatu tujuan. Efektivitas (Ef) sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen (Gibson 1990 vide Jeujanan 2008). Efektivitas juga bisa diartikan perbandingan-perbandingan antara hasil dengan tujuan dalam persen, dimana apabila efektivitasnya 100% maka dapat dikatakan cukup efektif, sedangkan apabila nilai efektivitasnya dibawah 100% dapat dikatakan kurang efektif, jadi
16
17
efektivitas sama dengan hasil yang telah dicapai atau telah didapatkan dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dinyatakan dalam persen. Efektivitas alat tangkap adalah suatu kemampuan alat tangkap untuk mendapatkan hasil tangkapan yang optimum sesuai dengan tujuan penangkapan. Hasil tangkapan suatu alat tangkap dipengaruhi oleh efektivitas alat dan efisiensi cara operasi. Efektivitas alat tangkap secara umum tergantung pada faktor-faktor parameter alat tangkap itu sendiri (rancang bangun dan konstruksi), pola tingkah laku ikan, ketersediaan atau kelimpahan ikan dan kondisi oseanografi (Fridman 1988 vide Jeujanan 2008).
17