4
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Kapal Perikanan Kapal ikan merupakan kapal yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan atau mengumpulkan sumber daya perairan, penggunaan dalam beberapa aktivitas riset, kontrol dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut (Ayodhyoa, 1972). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam dunia usaha perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumberdaya perairan, mengelola usaha budidaya perairan dan juga penggunaan dalam beberapa aktivitas (seperti untuk research, training, dan inspeksi sumberdaya perairan) (Nomura & Yamazaki, 1977). Kapal ikan memiliki kekhususan tersendiri yang disebabkan oleh bervariasinya kerja yang dilakukan pada kapal tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi pencarian fishing ground, pengoperasian alat, pengejaran ikan, dan sebagai wadah hasil tangkapan. Hal tersebut membuat kapal ikan harus memiliki persyaratan minimal agar dapat digunakan untuk operasi penangkapan (Nomura & Yamazaki, 1977) sebagai berikut: 1) Memiliki kekuatan struktur badan kapal; 2) Menunjang keberhasilan operasi penangkapan; 3) Memiliki stabilitas yang tinggi, dan 4) Memiliki fasilitas penyimpanan hasil tangkapan ikan. Menurut (Statistika Perikanan Indonesia, 1994), klasifikasi kapal berdasarkan tingkat usahanya dapat digolongkan sebagai beikut: 1) Perahu tanpa motor a) Jukung b) Perahu papan -
Kecil (perahu yang panjangnya kurang dari 7 meter)
-
Sedang (perahu yang panjangnya dari 7 sampai 10 meter)
-
Besar (perahu yang panjangnya 10 meter atau lebih)
2) Perahu motor tempel 3) Kapal motor (inboard engine) a) Kurang dari 5 GT
5
b) 5-10 GT c) 10-20 GT d) 20-30 GT e) 30-50 GT f) 50-100 GT g) 100-200 GT h) 200 GT ke atas Kapal ikan juga memiliki karakteristik/keistimewaan yang dapat membedakan kapal ikan dengan kapal lainnya (Ayodhyoa, 1972), yaitu: 1) Kecepatan kapal (speed) Kecepatan yang dibutuhkan kapal ikan disesuaikan dengan kebutuhan penangkapan. 2) Olah gerak kapal (manouverability) Olah gerak khusus yang dilakukan secara baik pada saat pengoperasian. Hal tersebut meliputi kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turning circle), dan daya dorong (propulsive engine) yang dapat mudah bergerak maju dan mundur. 3) Layak laut (seaworthiness) Meliputi hal seperti ketahanan dalam melawan kekuatan angin dan gelombang, stabilitas yang tinggi, serta daya apung yang cukup. Hal ini diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran dan operasi penangkapan ikan. 4) Luas lingkup area pelayaran Luas lingkup yang dimaksud adalah luas area pelayaran yang ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah, musim ikan, dan migrasi. 5) Konstruksi Konstruksi kapal perikanan yang kuat sangat diperlukan karena dalam operasi penangkapan ikan, kapal akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah. Konstruksi kapal harus mampu menahan beban getaran mesin yang timbul. 6) Mesin penggerak Kapal ikan membutuhkan tenaga mesin penggerak yang cukup besar, tetapi volume mesin dan getaran yang dihasilkan diusahakan harus kecil. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan
6
Umumnya kapal ikan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan seperti: cool room, freezing room, processing machine. 8) Mesin bantu penangkapan (fishing equipment) Fishing equipment berbeda untuk setiap kapal, tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan. Metode pengoperasian kapal ikan berbeda antara satu dengan yang lain tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan. Menurut Iskandar dan Pujiati (1995), kapal
ikan
dikelompokkan
menjadi
4
kelompok
berdasarkan
metode
pengoperasian alat yang dioperasikannya, yaitu: 1) Kapal yang mengoperasikan alat yang statis (static gear) seperti gillnet, longline, liftnet, pole and line; 2) Kapal yang mengoperasikan alat yang ditarik (towed gear/dragged gear), seperti tonda; 3) Kapal yang mengoperasikan alat yang dilingkarkan (encircling gear) seperti purse seine, payang, dogol; 4) Kapal yang mengoperasikan lebih dari dua alat tangkap yang berbeda pengoperasiannya (multipurpose). 2.2 Desain dan Konstruksi Fyson 1985, menyatakan bahwa kelengkapan dari perencanaan desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu; 1) Profil kapal, rencana dek, rencana bawah dek; 2) Gambar garis dan tabel offset; 3) Profil konstruksi dan perencanaan; 4) Bagian-bagian konstruksi; dan 5) Gambar penyambungan. Desain dapat dijelaskan sebagai proses perumusan spesifikasi dan proses menghasilkan gambar dari suatu objek yang bertujuan untuk keperluan pembuatan dan pengoperasiannya (Fyson, 1985). Pada proses pembuatan kapal, berat dan panjang kapal memiliki pengaruh cukup besar dalam biaya produksi dan operasinya.
Selanjutnya,
Fyson
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
mempengaruhi desain suatu kapal dapat dikelompokkan sebagai berikut ;
yang
7
1) Sumberdaya yang tersedia; 2) Alat dan metode penangkapan; 3) Karakteristik geografi suatu daerah penangkapan; 4) Seaworthiness kapal dan keselamatan anak buah kapal; 5) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan; 6) Pemilihan material yang tepat untuk konstruksi; 7) Penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan; dan 8) Faktor-faktor ekonomis. Proses mendesain suatu kapal perikanan terdiri dari berbagai tahapan. Fyson (1985) menyebutkan ada beberapa tahap pembuatan kapal mulai dari outline dan general arrangement yang diinginkan pihak pemilik kapal, preliminary design, proses penggambaran, perhitungan-perhitungan yang di butuhkan, hingga tahap tryout dan evaluasi dari hasil pengoperasian kapal sebelum kapal tersebut selesai dan diberikan kepada pemilik. Penjelasan prosesnya disampaikan pada Gambar 1.
8
Pemilihan Material Perhitungan Dimensi Utama, Volume
Outline dan GA
Estimasi Parameter-parameter
(spesifikasi pemilik)
Preliminary Design
Berat, Trims dan Perhitungan
Midship dan Bagian Longitudinal,
Tender Ketahanan Gerak, Karakteristik
Kontrak Desain
Spesifikasi
Estimasi Biaya Klasifikasi Gambar
Penggambaran
Cek Parameter-parameter Preliminary
Rencana GA Pembangunan di Galangan
Spesifikasi Kontrak
Tes dan Evaluasi Penggambaran dan Perhitungan untuk
Penyerahan Kapal
Operasional Kapal
Evaluasi Hasil Pengoperasian Kapal
Sumber: Fyson (1985)
Gambar 1 Diagram proses desain dan konstruksi kapal ikan.
9
Sesuai dengan perbedaan jenis-jenis kapal ikan yang ada, desain dan konstruksi kapal ikan dibuat berbeda-beda pula sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis pengoperasian kapal tersebut. Perbedaan-perbedaan dalam desain ini terlihat dalam dimensi utama kapal, besaran koefisien, besaran tinggi metacenter, rancangan umum kapal dan rancangan penggunaan (Pasaribu, 1985). Dimensi utama yang terdiri dari panjang (L), lebar (B) dan dalam (D) sangat menentukan kemampuan dari suatu kapal. Oleh sebab itu dalam mendesain suatu kapal, hal ini perlu diperhatikan dengan teliti. Adapun ukuran dimensi kapal menurut Dohri dan Soedjana (1983) meliputi: 1) Panjang kapal (Length/L) Panjang kapal terdiri dari : (1) Panjang total atau LOA (Length Over All) adalah jarak horisontal, diukur mulai dari titik terdepan dari linggi haluan sampai dengan titik terbelakang dari buritan.
Panjang total ini merupakan panjang yang terbesar dari
sebuah kapal dan diukur sejajar dengan lunas kapal. Penjelasan disampaikan pada Gambar 2.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 2 Ukuran panjang total kapal (LOA). (2) Jarak sepanjang garis tegak atau LPP/LBP (Length Perpendicular/Length Between Perpendicular) adalah jarak horisontal yang dihitung dari garis tegak haluan sampai dengan garis tegak buritan. Garis tegak haluan (Fore Perpendicular) adalah garis khayal yang terletak tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan. Garis tegak buritan (After Perpendicular) adalah sebuah garis khayal yang terletak pada bagian buritan atau di belakang poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi). Penjelasan disampaikan pada Gambar 3.
10
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 3 Ukuran panjang garis tegak (LBP). (3) Panjang garis air atau LWL (Length of Water Line) adalah jarak horisontal dihitung dari titik perpotongan antara garis air (water line) dengan linggi haluan sampai dengan titik perpotongan antara garis air dengan linggi buritan. Penjelasan disampaikan pada Gambar 4.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983)
Gambar 4 Panjang garis air (LWL). 2) Lebar kapal (Breadth/B) Lebar kapal terdiri dari : (1) Lebar terbesar atau Bmax (breadth maximum) adalah jarak horisontal pada lebar kapal yang terbesar di tengah-tengah kapal, dihitung dari salah satu sisi terluar (sheer) yang satu ke sisi (sheer) lainnya yang berhadapan. (2) Lebar dalam atau Bmoulded (breadth moulded) adalah jarak horisontal pada lebar kapal yang terbesar, diukur dari bagian dalam kulit kapal yang satu ke bagian dalam kulit kapal lainnya yang berhadapan. Penjelasan disampaikan pada Gambar 5.
11
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan: 1. Lebar terbesar (breadth maximum) 2. Lebar dalam (breadth moulded) 3. Gading (frame) 4. Kulit kapal (plate) 5. Garis air (water line)
Gambar 5 Lebar kapal. 3) Dalam kapal (Depth) Dalam kapal terdiri dari (penjelasan disampikan pada Gambar 6): (1) Dalam atau D (depth) adalah jarak vertikal yang diukur dari dek terendah kapal sampai titik terendah badan kapal. (2) Sarat kapal atau d (draft) adalah jarak vertikal yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan titik terendah badan kapal. (3) Lambung bebas (freeboard) adalah jarak vertikal/tegak yang diukur dari garis air (water line) tertinggi sampai dengan sheer.
Sumber: Dohri dan Soedjana (1983) Keterangan : 1.Dalam (Depth) 2.Sarat kapal (draft) 3.Lambung bebas (free board)
Gambar 6 Dalam kapal. Besar kecilnya nilai rasio dimensi utama kapal (L,B,D) dalam membangun kapal dapat digunakan untuk menganalisa performa (bentuk) dan mempengaruhi
12
kemampuan dari suatu kapal. Nilai perbandingan L/D, L/B, dan B/D perlu diperhatikan dalam perhitungan teknis, jenis bahan maupun ketentuan yang berlaku. Menurut Fyson (1985), dalam desain sebuah kapal, karakteristik perbandingan dimensi-dimensi utama merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Perbandingan tersebut meliputi: 1) Perbandingan antara panjang dan lebar (L/B) yang mempengaruhi tahanan dan kecepatan kapal. Semakin kecilnya nilai perbandingan L/B akan berpengaruh pada kecepatan kapal/kapal menjadi lambat; 2) Perbandingan antara lebar dan dalam (B/D) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap stabilitas. Jika nilai B/D membesar akan membuat stabilitas baik, tetapi di sisi lain mengakibatkan propulsiveability memburuk; dan 3) Perbandingan antara panjang dan dalam (L/D) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal. Jika nilai L/D membesar akan mengakibatkan kekuatan longitudinal kapal melemah. Berikut Tabel 1 yang berisikan nilai rasio L/D, L/B, dan B/D. Tabel 1 Nilai rasio dimensi kapal untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear) Kelompok Kapal Alat Tangkap yang di Tarik Alat Tangkap Pasif
Alat tangkap yang dilingkarkan
Panjang Kapal (L) <22 m <20 m
<22 m
GT
L/B
L/D
B/D
<5 5-10 10-15 >15 -
<6,3 <5,0 5,0 5,0 5,0 4,3
<11,5 >11,0 11,0 10,5 10,0 <10,0
>1,75 >2,5 2,2 2,1 2,0 >2,15
Sumber: Ayodhyoa (1972), Fyson (1985), diacu dalam Iskandar dan Pujiati (1995)
Analisis kesesuaian antara desain kapal dengan fungsi dan peruntukkannya perlu dilakukan karena menurut Fyson (1985), rasio antara panjang dan lebar (L/B) berpengaruh pada resistensi kapal.
Rasio antara panjang dan dalam (L/D)
berpengaruh pada kekuatan memanjang kapal, serta rasio antara lebar dan dalam berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Fyson (1985), mengemukakan bahwa koefisien bentuk (Coefficient of fineness) menunjukkan bentuk tubuh kapal berdasarkan hubungan antara luas area badan
13
kapal yang berbeda dan volume tubuh kapal terhadap masing-masing dimensi utama kapal (penjelasan disampaikan pada Gambar 7, 8, 9, dan 10) . Adapun koefisien bentuk badan kapal, terdiri dari: 1) Coefficient of block (Cb) menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. A P
Lp p
F P d
B
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 7 Coefficient of Block (Cb). 2) Coefficient of prismatic (Cp) menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (A⊗) dan panjang kapal pada garis air tertentu (Lwl). 3) Coefficient vertical prismatic (Cvp) menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal.
A P
Lp p
A
d
Aw F P B
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
14
Gambar 8 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp). 4) Coefficient of waterplan (Cw) menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Lwl
B
Aw
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 9 Coefficient of waterplane (Cw). 5) Coefficient of midship (C⊗) menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut.
d
A
B
Sumber: Iskandar dan Novita (1997)
Gambar 10 Coefficient of midship (C⊗). Berikut Tabel 2 yang menyajikan nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap. Tabel 2 Nilai koefisien bentuk untuk kelompok kapal perikanan dengan metode pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towed/dragged gear), alat tangkap pasif (static gear), dan alat tangkap yang dilingkarkan (encircling gear) Kelompok Kapal
Cb
Cp
C⊗
Cw
Alat Tangkap yang di Tarik
0,58-0,67 0,66-0,72 0,88-0,93
Alat Tangkap Pasif
0,63-0,72 0,83-0,90 0,65-0,75 0,91-0,97
Alat tangkap yang dilingkarkan 0,57-0,68 0,76-0,94 0,67-0,78 0,91-0,95
15
Sumber: Nomura dan Yamazaki (1977)
2.3 Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP) Fibreglass Reinforcement Plastic (FRP) atau yang lebih dikenal dengan fibreglass merupakan kombinasi dari dua komponen yang mempunyai karakteristik fisik berbeda, akan tetapi keduanya memiliki sifat saling melengkapi (Fyson, 1985). Dua komponen yang membentuk FRP yaitu resin plastic polyester dan sebuah penguatan serabut gelas (Verweij, 1967 diacu dalam Liberty,1997). Menurut (Kusna, 2008), pemakaian fibreglass sebagai material bangunan kapal mempunyai beberapa keuntungan yaitu: 1) Tidak berkarat dan daya serap air kecil; 2) Pemeliharaan dan reparasi mudah serta proses pengerjaannya cepat; 3) Tidak memerlukan pengecatan, karena warna/ pigmen telah dicampurkan pada bahan (gelcoat) pada proses laminasi; dan 4) Untuk displacement yang sama, fibreglass konstruksinya lebih ringan.
Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada beberapa jenis resin (menurut Kusnan, 2008)antara lain: 1) Polyester (Orthophthalic), resin jenis ini sangat tahan terhadap proses korosi air laut dan asam encer. Adapun spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: a) Massa jenis : 1.23 gr / cm3 b) Modulus Young : 3.2 Gpa c) Angka Poisson : 0.36 d) Kekuatan tarik : 65 MPa 2) Polyester (Isophthalic), resin jenis ini tahan terhadap panas dan larutan asam dan kekerasannya lebih tinggi serta kemampuan menahan resapan air (adhesion) yang paling baik dibandingkan dengan resin type ortho. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: a) Massa jenis : 1.21 gr / cm3 b) Modulus young : 3.6 GPa c) Angka Poisson : 0.36 d) Kekuatan tarik : 60 MPa
16
3) Epoxy, resin jenis ini mampu menahan resapan air (adhesion) sangat baik dan kekuatan mekanik yang paling tinggi. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: a) Massa jenis : 1.20 gr / cm3 b) Modulus Young : 3.2 GPa c) Angka Poisson : 0.37 d) Kekuatan tarik : 85 MPa 4) Vinyl Ester, resin jenis ini mempunyai ketahanan terhadap larutan kimia (Chemical Resistance) yang paling unggul. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: a) Massa jenis : 1.12 gr / cm3 b) Modulus Young : 3.4 GPa c) Kekuatan tarik : 83 MPa 5) Resin type Phenolic, resin jenis ini tahan terhadap larutan asam dan alkali. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: a) Massa jenis : 1.15 gr / cm3 b) Modulus Young : 3.0 GPa c) Kekuatan tarik : 50 MPa Adapun jenis resin yang umum dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis orthophthalic polyester resin. Resin jenis ini harganya paling murah dibandingkan type lainnya dan tahan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut sehingga cocok untuk bahan material bangunan kapal. Dengan sifat ini kerusakan yang disebabkan karena proses korosi dapat dihindari sehingga biaya perawatan untuk kulit lambung dari material logam maupun kayu. Resin polyester memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan. Keunggulan dari resin ini adalah: 1) Viskositas yang rendah sehingga mempermudah proses pembasahan/pengisian celah antara pada serat penguat (woven roving) 2) Harga relatif lebih murah 3) Ketahanan terhadap lingkungan korosif sangat baik kecuali pada larutan alkali Sedangkan kekurangannya ialah:
17
1) Pada saat pengeringan terjadi penyusutan dan terjadi kenaikan temperatur sehingga laminasi menjadi getas. Hal ini biasanya disebabkan oleh penambahan katalis dan accelerator yang berlebih sehingga waktu kering menjadi lebih cepat. 2) Mudah terjadi cacat permukaan/goresan. 3) Mudah terbakar Resin jenis ini temasuk thermosetting plastik yaitu proses perubahan sifat fisik dari cairan menjadi bentuk padat (polymerization) melalui proses panas. Proses perubahan bentuk resin polyester ini dapat terjadi karena proses panas yang dihasilkan dari dalam resin polyester sendiri (exothermic heat) dan bisa juga karena pengaruh pemberian panas dari lingkungan luar atau penggabungan keduanya. Proses kimia dari dalam resin yang dimaksud adalah adanya penambahan zat/bahan katalis yang menimbulkan reaksi kimia awal dan accelerator untuk mempercepat proses polimerisasi pada larutan polyester. Resin polyester juga bisa berubah dari bentuk cair menjadi bentuk padat karena pengaruh lingkungan luar yang berlangsung secara menerus dalam jangka waktu yang lama. Untuk mencegah proses ini biasanya kedalam larutan resin polyester tersebut ditambahkan zat inhibitor. Serat penguat merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan dan kekuatan tarik yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi. Adapun fungsi dari serat penguat adalah: 1) Meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan lengkung; 2) Mempertinggi kekuatan tumbuk; 3) Meningkatkan rasio kekuatan terhadap berat; dan 4) Menjaga/mempertahankan kestabilan bentuk. Ada beberapa jenis serat penguat (menurut Kusnan, 2008) antara lain: 1) Serat E-glass (Electrical glass), adapun data teknis serat gelas adalah sebagai berikut: a) Massa jenis : 2.55 gr / cm3 b) Modulus Young : 72 GPa c) Angka Poisson : 0.2 d) Kekuatan tarik : 2.4 GPa
18
2) Serat S2 – glass (Strength glass) a) Massa jenis : 1.50 gr / cm3 b) Modulus Young : 88 GPa c) Angka Poisson : 0.2 d) Kekuatan tarik : 60 GPa 3) High strength carbon a) Massa jenis : 1.74 – 1.81 gr / cm3 b) Modulus Young : 248 – 345 GPa c) Kekuatan tarik : 3.1 – 4.5 GPa 4) Aramid (Kevlar 49) a) Massa jenis : 1.45 gr /cm3 b) Modulus Young : 124 GPa c) Kekuatan tarik : 2.8 GPa Serat penguat yang sering digunakan untuk bangunan kapal adalah jenis E-glass (Electrical glass), sedangkan jenis high strength carbon hanya digunakan untuk keperluan khusus yaitu untuk mempertinggi kekakuan, dalam hal ini untuk mempertinggi ketahanan tembakan pada daerah kritis di lambung atau bangunan atas, sedangkan jenis serat S2-glass banyak digunakan untuk konstruksi pesawat, adapun jenis serat aramid memiliki kekuatan tarik yang sangat tinggi dipakai sebagai serat penguat pada matriks metalik atau keramik dan dianjurkan digunakan untuk mempertinggi ketahanan ledak/tembak (Kusnan, 2008). Serat penguat yang umum dipakai untuk bangunan kapal terdiri dari beberapa jenis menurut bentuk dan konfigurasi dari serat penguat. Adapun jenis serat penguat gelas (menurut Kusnan, 2008) antara lain: 1) Chopped Strand Mat, dalam pemakaian di industri sering disebut Mat atau Matto, berupa potongan-potongan serat fibreglass dengan panjang sekitar 50 mm yang disusun secara acak dan dibentuk menjadi satu lembaran. Jenis ini meupakan serat penguat dengan konfigurasi serat acak dan merupakan serat penguat tidak menerus, serat penguat yang digunakan yaitu E-glass. Pada proses pembuatan laminasi perbandingan antara berat serat matto dengan resin sekitar 25-35% matto dan 65-75% resin polyester. Laminasi chopped strand mat ini biasanya digunakan sebagai lapisan pengikat antara, supaya tidak
19
mudah terkelupas maupun selip pada proses laminasi berikutnya. Juga sering digunakan sebagai laminasi awal dan akhir dengan tujuan bagian sisi tersebut menjadi rata. Dalam pemakaian sehari-hari dan yang umum digunakan untuk bangunan kapal, serat chopped strand mat terdiri dari: (1) Chopped strand mat 300 gram/ m2 (mat 300) dengan data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 300 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 213 MPa c) Modulus elastisitas : 16 GPa d) Angka poisson : 0.2 (2) Chopped strand mat 450 gram/ m2 (mat 450) dengan data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik ( W/m2 )f : 450 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 213 MPa c) Modulus elastisitas : 16 GPa d) Angka Poisson : 0.2 2) Jenis Woven roving merupakan serat penguat menerus berbentuk anyaman dengan arah yang saling tegak lurus. Pada proses laminasi perbandingan berat antara serat woven roving dengan resin adalah 45-50% woven roving 50-55% resin polyester dari fraksi berat, untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai komposisi 50% woven roving dengan 50% resin, woven roving ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik maupun lengkung yang lebih tinggi dibandingkan laminasi matto. Dalam proses pembuatan laminasi serat woven roving lebih sulit untuk dibasahi oleh resin dan terkadang larutan resin relatif sulit untuk mengisi celah anyaman serat woven roving. Dengan kandungan resin polyester yang relatif lebih sedikit dibandingkan laminasi matto maka laminasi serat woven roving ini memiliki ketahanan terhadap resapan air yang kurang baik. Untuk memperbaiki kondisi ini maka biasanya laminasi serat woven roving dilapisi lagi dengan dua lapisan matto pada bagian sisi luar yang memiliki kandungan resin polyester yang relatif lebih banyak. Dalam pemakaian di bangunan kapal terdiri dari:
20
(1) Woven roving 400 gram/ m2 ( WR 400 ) dengan data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik (W/m2)f : 400 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 512 MPa c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa d) Angka Poisson : 0.2 (2) Woven roving 600 gram/ m2 ( WR 600 ) dengan data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik (W/m2)f : 600 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 512 MPa c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa d) Angka Poisson : 0.2 (3) Woven roving 800 gram/ m2 (WR 800 ) dengan data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik (W/m2)f : 800 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 512 MPa c) Modulus elastisitas : 38.5 GPa d) Angka Poisson : 0.2 3) Jenis Triaxial merupakan serat penguat menerus (Continuous fibre reinforced) dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer yaitu layer pertama 45o terhadap prinsipal axis dan arah layer kedua 0o terhadap prinsipal axis serta arah layer ketiga – 45o terhadap prinsipal axis. Perbandingan berat antara serat triaxial dengan resin yang digunakan adalah 4550% serat triaxial dan 50-65% resin polyester dari fraksi berat namun untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai 50% : 50% dalam satu laminasi, Laminasi serat triaxial ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik dan lengkung lebih tinggi dibandingkan laminasi serat woven roving. Adapun data teknis sebagai berikut: a) Berat spesifik (W/m2)f : 1200 gram/ m2 b) Kekuatan tarik : 820 MPa c) Modulus elastisitas : 61.5 GPa d) Angka poisson : 0.2
21
Dalam proses pembuatan laminasi ada beberapa material pendukung yang berpengaruh terhadap karakteristik laminasi sehingga perlu diketahui fungsi, komposisi dan pengaruh dari masing-masing bahan pendukung tersebut diantaranya: 1) Katalis (Catalyst) berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk resin dari cair menjadi padat (polymerization) pada temperatur kamar (27o Celcius). Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi volume resin. Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami proses perubahan dari cair ke bentuk gel sekitar 15 menit pada suhu 27o C. Katalis ini tidak berfungsi bila bercampur dengan air, katalis yang umum dipakai untuk polyester resin adalah Metil Ethyl Keton Peroksida (MEKP); 2) Accelerator (Promotor) adalah bahan pendukung yang berfungsi supaya katalis dan polyester resin dapat berpolymerisasi pada temperatur kamar dengan waktu relatif lebih cepat, dalam hal ini proses polimerisasi terjadi tanpa adanya pemberian panas dari luar. Adapun promotor ini paling tinggi 1% dari fraksi volume resin polyester. Promotor yang sering digunakan adalah Cobalt naphthenate. Untuk bangunan kapal promotor biasanya sudah langsung dicampur pada resin polyester (diproses oleh produsen resin) misalnya polyester resin SHCP 268 BQTN dan YUKALAC 157 BQTN EX; 3) Sterin (Styene Monomer) merupakan bahan pendukung berupa cairan encer bening tidak berwarna yang berfungsi untuk mengencerkan. Adapun penambahan sterin ini adalah sekitar 35-40% dari fraksi volume resin; 4) Gelcoat termasuk salah satu jenis resin polyester dan fungsi utamanya yaitu sebagai lapisan pelindung laminasi kulit FRP dari goresan atau gesekan benda keras pada permukaan kulit, lapisan gelcoat merupakan lapisan terluar dari laminasi maka sebaiknya resin gelcoat (misalnya jenis gelcoat yang dipakai gelcoat 2141 TEX) mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap pengaruh cuaca/lingkungan luar. Pada lapisan luar gelcoat ini diberi pewarna (pigmen) dan pemberian campuran zat pewarna tidak boleh lebih dari 15% dari resin gelcoat dengan ketebalan maksimum 15µ merupakan permukaan yang berhubungan langsung dengan cetakan (mold) saat proses laminasi;
22
5) Pigmen (pewarna) adalah campuran yang digunakan untuk memberikan warna pada lapisan luar yang dikehendaki yang dicampurkan pada gelcoat, misalnya: pigmen white super, pigmen color; 6) Parafin ialah cairan yang berfungsi memberikan kesan cerah pada gelcoat yang telah diberi pigmen, pemakaiannya sedikit hampir sama dengan cobalt; 7) Lapisan pelepas (mold release) merupakan lapisan yang berfungsi untuk mencegah laminasi tidak lengket dengan cetakan. Lapisan ini yang umum digunakan yaitu untuk lapisan pertama adalah mold release wax (misalnya mirror glaze) dan lapisan berikutnya PVA; dan 8) Talk yaitu sejenis bubuk kapur yang dapat berfungsi sebagai dempul setelah dicampur dengan resin dan katalis. Resin yang biasa digunakan untuk membuat kapal adalah 3.115 SHCP unsaturated polyester resin.
Serabut gelas adalah campuran benang-benang
sutera dengan gelas yang diolah dan diproses sedemikian rupa sehingga bentuk akhirnya merupakan serabut-serabut yang berdiameter 5-20 µm. Bahan ini memberikan kekuatan tambahan polyester. Serabut gelas yang biasanya digunakan dalam pembuatan kapal fibreglass adalah Matt 300 dan 450 dan Woven Roving 600 (Imron, 2004). Kekuatan kombinasi ditentukan oleh serabut-serabut gelas yang membentuk kombinasi tersebut. Kualitas fisik FRP ditentukan oleh tipe dan jumlah penguatan gelas yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang berbeda dari jumlah dan tipe penguatan gelas maka tingkat kualitas fisik dapat bervariasi (Verweij, 1967 diacu dalam Liberty,1997). Penggunaan material fibreglass reinforcement plastic (FRP) untuk pembuatan kapal-kapal ukuran kecil pada kegiatan perikanan mulai berkembang sejak awal tahun 1960-an.
Negara-negara produsen seperti Amerika Serikat dan Jepang
berusaha memasarkan jenis material ini ke negara-negara lainnya, termasuk Indonesia pada tahun 1970-an sebagai alternatif pengganti kayu dan besi (Pasaribu, 1985). Menurut Pasaribu (1985), karakteristik kapal ikan yang dibuat dari bahan FRP memiliki ciri sebagai berikut: 1) Konstruksi tidak memerlukan sambungan-sambungan; 2) Daya tahan pemakaian lebih lama;
23
3) Kapal lebih ringan; 4) Mengapung lebih cepat; 5) Memiliki nilai stabilitas yang rendah; dan 6) Mudah mengalami defleksi. Menurut Imron (2004), tahapan pekerjaan pembuatan kapal fibreglass adalah sebagai berikut: 1) Pembuatan plug dan pelapisannya dengan bahan pemisah; 2) Pembuatan cetakan kapal; 3) Meyiapkan bahan dan pencampuran bahan baku; 4) Pengecoran gelcoat; 5) Pelapisan matt 300; 6) Penempatan lapisan-lapisan lainnya; 7) Pelepasan hasil dari cetakan; 8) Penyatuan bolder dan ujung deck dengan deck; 9) Pemasangan sekat plywood; 10) Pemasangan lantai/ floor; 11) Penggergajian pisang-pisang; 12) Penyatuan deck pada hull; 13) Pemasangan gading-gading dan papan tiang layar; dan 14) Pengecatan, pendempulan dan pengampelasan. Menurut Imron (2004), sistem kerja dalam pembuatan kapal dari bahan fiberglass menggunakan sistem blok, yaitu dengan memisahkan seluruh bagian kapal (masing-masing bagian hull, deck, pemotongan plywood, gading-gading dan finishing). Setiap bagian kapal dibuat pada tempat terpisah sehingga tiap pekerja memiliki tugas masing-masing. Penyatuan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dilakukan apabila masing-masing bagian telah selesai di buat. Gambar 11 berikut menunjukkan bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.
24
Bahan Baku
Deck
Hull
Pelepasan dari Cetakan
Gadinggading
Pelepasan dari Cetakan
Pemasangan Sekat
Penggergajian Pisang-pisang
Finishing Pemasangan Lantai
Penyatuan Hull dan Deck
Pengeboran
Pemasangan Gading-gading
Pengecatan dan Pengampelasan
Kapal Jadi
Sumber: Imron (2004)
Gambar 11 Bagan kerja pembuatan kapal ikan fibreglass.
Plywood
25
2.4 Stabilitas Kapal Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembangunan kapal adalah masalah stabilitas. Stabilitas kapal adalah kemampuan kapal untuk kembali ke posisi semula (tegak) setelah menjadi miring akibat bekerjanya gaya dari dalam maupun dari luar, pada kapal tersebut (Hind, 1982). Stabilitas kapal dibagi ke dalam stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis (initial stability) adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Stabilitas kapal merupakan salah satu syarat utama yang menjamin keselamatan kapal dan kenyamanan kerja di atas kapal. Stabilitas sebuah kapal dipengaruhi oleh letak ketiga titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga titik tersebut adalah titik B (centre of buoyancy), titik G (centre of grafity), dan titik M (metacentre). Posisi titik G bergantung dari distribusi muatan. Posisi titik B bergantung pada bentuk kapal yang terendam di dalam air. 2.4.1 Titik-titik penting/utama Titik-titik penting/utama yang menentukan keseimbangan awal adalah: 1) Titik berat (G) Titik berat (centre of gravity) disingkat dengan titik G, merupakan titik tangkap/titik pusat dari gaya-gaya berat yang menekan tegak lurus ke bawah. a) Letak titik berat kapal (G) selalu berada pada tempatnya, yaitu pada sebuah bidang datar yang dibentuk oleh lunas (keel) dan haluan kapal, dimana letak kapal simetris terhadap bidang ini. Bidang tersebut di atas, disebut juga bidang simetris (centre line) disingkat dengan CL. b) Letak titik berat kapal (G) akan berubah bilamana dalam kapal tersebut terjadi penambahan, pengurangan, dan pergeseran muatan.
Dalam
stabilitas awal walaupun titik G keluar dari bidang simetris, tetapi tetap tidak mempengaruhi keseimbangan kapal.
Pada kapal dalam keadaan
tegak, titik G selalu berada pada bidang simetris. 2) Titik apung (B) Titik apung (centre of bouyancy) atau disingkat dengan titik B, merupakan titik tangkap dari semua gaya yang menekan tegak lurus ke atas, dimana gaya-gaya tersebut berasal dari air. Keadaan titik B tergantung dari bentuk bagian kapal
26
dibawah garis air (WL), dan tidak pernah tetap selama adanya perubahan sarat (draft) kapal. 3) Titik metacentre (M) Titik metacentre adalah titik yang terjadi dari perpotongan gaya yang melalui titik B pada waktu kapal tegak dan pada waktu kapal miring atau sebuah titik batas dimana titik G tidak melewatinya, supaya kapal selalu mendapat stabilitas yang positif. 2.4.2 Macam-macam keseimbangan Titik G hanya akan berubah bebas bila ada perubahan, pengurangan, atau pemindahan muatan. Sehubungan dengan perpindahan titik G sepanjang bidang simetri, serta letak dari kedua titik utama dan lainnya, maka keseimbangan kapal dapat dibedakan dalam 3 macam dan dijelaskan pada Gambar 12, yaitu: 1) Keseimbangan positif/stabil (stable equilibrium) Keseimbangan kapal disebut positif, apabila: (1) Titik G berada dibawah titik M; (2) GZ positif dengan momen penegak positif; dan (3) Momen penegak ini sanggup mengembalikan kapal ke posisi tegak semula. 2) Keseimbangan negatif/labil (unstable equilibrium) Kapal mempunyai keseimbangan negatif (labil), apabila : (1) Titik G berada di atas titik M; dan (2) GZ negatif, momen penegak tidak mampu untuk mengembalikan kapal ke posisi tegak semula, sehingga kemungkinan kapal akan terbalik. 3) Keseimbangan netral (neutral equilibrium) Keseimbangan netral, apabila : (1) Letak titik G dan M berimpit; dan (2) Sehingga apabila kapal miring, akan tetap miring, karena tidak ada lengan penegak, dengan sendirinya momen penegak tidak ada.
27
Sumber: Hind (1982) Keterangan: (a) : Posisi keseimbangan (b) : Keseimbangan yang stabil (c) : Keseimbangan yang tidak stabil (d) : Keseimbangan netral B : Titik pusat apung G : Titik pusat gravitasi
M GZ K WL W θ
: Titik metacentre : Lengan pengembali : Lunas : Garis air : Gaya yang bekerja : Sudut oleng
Gambar 12 Posisi keseimbangan kapal.