27
2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Desain Kapal Sebuah kapal ikan harus memiliki karakteristik dasar seperti mampu terapung dalam posisi tegak stabil, bergerak dengan kecepatan cukup, mampu melakukan manuver di laut dan di perairan terbatas serta cukup kuat menghadapi cuaca buruk dan hempasan gelombang. Untuk membangun kapal ikan yang memiliki karakteristik seperti ini, perancang kapal ikan harus memiliki pengetahuan tentang dinamika kapal (Nomura dan Yamazaki,1975). Dengan pengetahuan sederhana tentang hidrostatika, perancang kapal ikan dapat menghasilkan sebuah kapal ikan yang mampu terapung tegak stabil pada perairan tenang. Namun kapal ikan jarang berlayar pada perairan tenang. Gelombang laut sangat mempengaruhi keragaan kapal. Keberhasilan desain kapal ikan terutama tergantung pada keragaannya di laut. Perkiraan gerakan, tahanan, tenaga dan muatan struktural kapal di laut merupakan masalah rumit. Hal ini biasanya menyebabkan perancang kapal ikan memilih bentuk badan dan dimensi kapal berdasarkan keragaan di perairan tenang tanpa banyak mempertimbangkan kondisi laut, misalnya cuaca disepanjang rute operasi kapal ikan. Di Portugis di syaratkan kapal pukat cincin yang baru harus di desain memenuhi keselamatan, memperbaiki kodisi tempat kerja dan tempat tinggal anak kapal, memenuhi kebutuhan
operasional dan mekanisasi sehingga
terjamin kualitas produk. Untuk mempelajari pengaruh gelombang laut terhadap dinamika kapal ikan, bahwa gelombang laut bentuknya tidak beraturan dan sangat rumit. ilmu statika dipakai untuk mempelajari tingkah laku gelombang laut yang tidak beraturan dan dipakai untuk mengetahui karakteristik gerakan kapal. Dalam mempelajari tingkah laku kapal ikan di laut, tidak hanya karakteristik gelombang laut yang penting, tetapi juga pengaruh gerak dinamis yang disebabkan oleh gelombang tersebut. Pengaruh ini mencakup air diatas dek, peran haluan dalam menyebabkan hempasan kapal dan pengaruh percepatan yang disebabkan lonjakan, anggukan, olengan atau kombinasi ketiganya.
28
Dalam desain kapal ikan, kecepatan adalah faktor penting. Harus diperhatikan bahwa kecepatan kapal akan berkurang saat berlayar ditengah laut. Hal ini terjadi karena meningkatnya tahanan gerak dan hilangnya efisiensi baling-baling. Akibat selanjutnya adalah konsumsi bahan bakar meningkat sehingga membatasi jarak pelayaran. Uji model dapat digunakan untuk menentukan keakuratan tahanan dan baling-baling kapal ikan di perairan tenang. Kecepatan maksimum yang dapat dicapai oleh kapal ikan ditentukan terutama bukan oleh tenaga yang tersedia, tetapi oleh percepatan yang dialami di laut. Hal-hal umum harus dipertimbangkan saat mendesain kapal ikan yang laik laut sebagai berikut : 1) Gerakan berlebihan, yang tidak diinginkan karena gerakan tersebut dapat mengganggu stabilitas kapal dan menyebabkan ketidak nyamanan bagi anak buah kapal dan penumpang. 2) Tekanan tambahan, yang disebabkan oleh bengkokan kapal atau oleh benturan gelombang laut. 3) Tenaga inersia, yang menyebabkan kerusakan peralatan, struktur alat-alat operasi kapal dan sebagainya. 4) Hempasan. 5) Pengurangan kecepatan dan kondisi baling-baling kapal saat mulai bergerak. 6) Kualitas penanganan kapal. Kapal ikan harus mampu mempertahankan kualitas keragaan yang tinggi pada berbagai macam cuaca agar mampu mencapai tujuan operasinya. Perancang kapal ikan bertugas untuk mengembangkan teknologi pengukuran, perkiraan dan peningkatan kualitas pengaturan gerak dinamis kapal. Tugas ini mencakup aplikasi teknologi bagi desain spesifik identifikasi, kesalahan desain dan perbaikan desain. Dengan demikian perancang kapal ikan memiliki kemampuan yang cukup dalam menentukan keragaan kapal yang diinginkan. Sebagian besar kapal ikan yang beroperasi di Indonesia dibangun secara tradisional dengan mengandalkan kepandaian yang diajarkan sejak dulu secara turun-menurun. Kapal penangkap ikan tersebut dibangun
tanpa
29
menggunakan gambar-gambar disain
seperti general arrangement, lines
plan, deck profile, profile construction, engine seating dan lain-lain. Kapal tersebut tidak dilengkapi dengan perhitungan hidrostatik, stabilitas, trim dan sebagainya (Pasaribu, 1984). Faktor-faktor yang mempengaruhi desain kapal ikan dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian besar (Fyson, 1985) yaitu : 1) Tujuan penangkapan. 2) Alat dan metode penangkapan. 3) Karakteristik geografis daerah penangkapan. 4) Seaworthiness dari kapal dan keselamatan awak kapal. 5) Peraturan-peraturan yang berhubungan dengan disain kapal ikan. 6) Pemilihan material yang tepat untuk konstruksi. 7) Penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. 8) Faktor-faktor ekonomis. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan yang dibangun (Nomura dan Yamazaki, 1975) yakni : 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal. 2) Keberhasilan operasi penangkapan. 3) Memiliki stabilitas yang tinggi. 4) Memiliki fasilitas penyimpangan yang lengkap. Menurut Pasaribu (1984) aspek teknis adalah : 1) Sifat fisik dan mekanik dari jenis kayu yang digunakan. 2) Kelayakan desain dan metode konstruksi kapal. 3) Pengelolaan dan perawatan kapal. Kelengkapan
dari
perencana
disain
dan
konstruksi
dalam
pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plane), tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasi (general arrangement) dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile plan) (Fyson, 1985). Pengembangan bentuk badan kapal rounded telah menunjukkan hasil-hasil dalam aspek hidrodinamik yang lebih baik yaitu hambatan total kapal lebih kecil, propulsi kapal yang lebih efisien dan seekeeping yang lebih baik.
30
Jenis kapal yang dioperasikan pada perikanan di laut dalam adalah kapal tonda, kapal huhate, kapal rawai, kapal pukat cincin. Batasan terhadap nilai-nilai parameter hidrostatik untuk masing-masing jenis kapal merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan dan sesuai dengan kondisi laut dalam di Indonesia. Penentuan kapasitas kapal, perhitungan stabilitas, serta material yang digunakan untuk masing-masing jenis kapal merupakan hal-hal yang juga berperan dalam peningkatan efisiensi dan efektivitas kapal. Kemampuan kapal di laut dalam diuji dengan perhitungan dalam teori perkapalan. Disampng itu pengaruh gaya-gaya yang bekerja terhadap kapal merupakan faktor yang menentukan untuk stabilitas kapal. Untuk mendesain kapal-kapal kayu penangkap ikan, perhatian utama ditujukan kepada dimensi kapal yakni panjang antara garis tegak (L), lebar kapal (B) dan dalam kapal (D). Perbandingan antara L, B dan D dalam bentuk L/B, L/D dan B/D merupakan parameter awal yang menggambarkan bentuk dan jenis kapal (Inamura, 1960). Menurut hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, pada umumnya kapal-kapal kayu di Indonesia kurang mengindahkan parameter tersebut diatas, karena kapal-kapal tersebut dibangun secara tradisional, tanpa menggunakan gambar-gambar dan perhitungan (Pasaribu, 1984). Demikian juga halnya dengan metode konstruksi. Pada umumnya kapal kayu tradisional dibangun menggunakan prosedur yang dibuat oleh Biro Klasifikasi Indonesia. Dalam gambar rancangan umumnya (general requirement) kapal dibagi sebagai berikut : 1) Gudang, sebagai tempat penyimpanan peralatan perkapalan seperti suku cadang, kunci-kunci perbengkelan, tali-temali, jangkar cadangan dan lainlain. 2) Gudang alat tangkap, sebagai tempat penyimpanan alat tangkap ikan berupa jaring, pancang serta peralatan penangkapan lainnya. 3) Palkah, merupakan bagian terbesar pada kapal ini. Salah satu dari ketiga palkah ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan es saat kapal akan beroperasi menuju daerah penangkapan ikan dan sebagai tempat penyimpanan hasil tangkapan saat kembali dari daerah penangkapan ikan.
31
4) Dalam ruang bahan bakar minyak (ruang BBM) ditempatkan tangki bahan bakar dan biasanya para nelayan menyimpan cadangan minyak pelumas pada ruang ini. 5) Ruang mesin sebagai tempat mesin penggerak beserta as propeller menghubungkannya dengan propeller di bagian buritan kapal. Anak buah kapal dapat masuk ke ruang ini untuk mengontrol kerja mesin. 6) Tangki air tawar, sebagai tempat penyimpanan air tawar untuk kebutuhan makan, minum dan bilas ABK, biasanya air tawar ini disimpan dalam wadah berbentuk tangki silindris (drum / tong). Sebagian besar nelayan menggunakan drum dari bahan plastik yang anti korosif dibandingkan yang terbuat dari besi. 7) Ruang kemudi dan ruang ABK, terdapat di bagian atas dek, ruang ABK terletak di belakang ruang kemudi. Ruang ABK ini digunakan oleh ABK untuk berteduh dan istirahat. Ruang kemudi letaknya lebih tinggi dibandingkan ruang mesin yang sama pada kapal tradisional. Hal ini memudahkan nakhoda mengemudikan kapalnya karena dengan letak ruang yang lebih tinggi tersebut memungkinkan nakhoda untuk melihat lebih luas. Prinsip menangkap ikan dengan pukat cincin ialah melingkar gerombolan ikan dengan jaring, sehingga jaring tersebut membentuk dinding vertikal, dengan demikian gerakan ikan kearah horizontal dapat di halangi. Setelah itu, bagian bawah jaring dikerucutkan untuk mencegah ikan lari kebawah jaring. Panjang pukat cincin bergantung pada dimensi kapal , waktu operasi dan jenis ikan yang akan ditangkap. Pukat cincin yang akan ditujukan untuk operasi penangkapan ikan pada siang hari adalah lebih panjang dari pukat cincin yang akan ditujukan untuk operasi penangkapan ikan pada malam hari. Begitu pula untuk jenis ikan untuk menangkap ikan tuna pukat cincin harus lebih panjang karena jenis ikan ini termasuk perenang cepat. Jaring yang terlalu pendek akan kurang berhasil dalam mendapatkan hasil tangkapan dan sebaliknya penambahan jaring yang berlebih-lebihan tidak akan menjamin bertambahnya hasil tangkapan. Jadi perlu ditentukan panjang optimum jaring yang dapat menghasilkan hasil tangkapan paling banyak
32
dalam waktu yang sama. Hasil tersebut perlu ditinjau baik dari segi teknis maupun ekonomis ( Sudirman dan Mallawa, 2004 ). Dimensi kapal, semakin besar dimensi kapal maka kemampuan kapal tersebut untuk membawa jaring dan alat bantu penangkapan ikan tersebut semakin besar, dengan demikian jarak jangkau fishing ground akan semakin luas. Demikian juga lebar (depth) dari purse siene harus ditentukan dengan memperhatikan tingkah laku ikan yang akan ditangkap dan kondisi perairan setempat. Minimum lebar dari jaring dimaksudkan untuk mengikuti swimming depth dari shoaling ikan. Depth dan jaring dikatakan cukup apabila ujung bawah jaring tersebut pada permulaan proses penarikan purse line lebih dalam dari swimming layer shoaling ikan. Satu unit pukat cincin terdiri dari jaring, kapal dan alat bantu1 (roller, lampu, echosounder dan sebagainya). Pada garis besarnya jaring pukat cincin terdiri dari kantong (bag, bunt), badan jaring, tepi jaring, pelampung (float, crack), tali, pelampung
(corck line, float line), sayap (wing), pemberat
(sinker, lead), tali penarik (purse line), tali cincin (purse ring) dan selvage Pada umumnya dalam pengoperasian pukat cincin dikenal dua cara yaitu 1) Pukat cincin dioperasikan dengan mengejar gerombolan ikan, hal yang biasa dilakukan pada siang hari. 2) Menggunakan alat bantu penangkapan seperti rumpon, cahaya fish finder, hal ini dilakukan pada siang hari dan malam hari. Parameter-parameter perubah teknis kapal-kapal pukat cincin dihitung dengan menggunaan formulasi-formulasi berikut : 1)
Menghitung gross tonage kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu : GT = L . B . D .Cb . 0,353 GT = Gross tonnage kapal (ton) L
= Panjang total kapal (meter)
B
= Lebar total kapal (meter)
D
= Tinggi total kapal (meter)
Cb
= Koefisien block
33
0,353= Volume ruang muatan (metrik = 1 m3 (ton)) 2)
Menghitung kecepatan kapal maksimum formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu V2 = IHP x C /Δ 2/3
3)
Menghitung volume displacement tonnage kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu =▼= Σ Σ (y.s’)s x 2/3 x h xk/3
4)
Menghitung stabilitas kapal formulasi Poehl (1977) yaitu :
5)
Menghitung koefisien block (Cb) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cb = ▼ / (Lwl x B wl x d )
6)
Menghitung koefisien penampang tengah (Cm) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cm= Am /(B wl x d)
7)
Menghitung koefisien prisma (Cp) kapal dengan formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cp = ▼ / (Am xL wl )
8)
Menghitung koefisien
penampang garis air (Cw) kapal
dengan
formulasi Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Cw = Aw / (L wl x B wl ) 9)
Menghitung luas bidang-bidang kapal dengan metode Shimpson dalam Nomura dan Yamazaki (1975) yaitu Luas = h/ (yo + 4 y 1+2 y 2+4 y 3+2y4+4y5+y6)
Bagian kapal yang menunjang operasional kapal sesuai tabel 1. Tabel 1. Aspek Teknis Upaya Penangkapan Ikan No 1
Aspek Teknis
Upaya Penangkapan
Palka
Penampungan ikan yang luas / besar dapat meningkatkan upaya penangkapan sehingga menangkap
lebih
banyak,
asalkan
penampungan baik dan tersedia cold storage. 2
Lambung
Lambung
besar
untuk
menampung
hasil
tangkapan dalam jumlah besar. Kapal pukat cincin tidak boleh terlalu gemuk karena berpengaruh buruk terhadap kemampuan olah gerak dan kecepatannya baik saat melaju, mengejar dan melingkari kelompok ikan. 3
Besar Kapal
Dalam banyak hal efisiensi kapal telah berubah dalam beberapa tahun, sering kapal tersebut
34
telah
menjadi
lebih
besar
dan
telah
diperlengkapi dengan baik. 4
Kecepatan(berat &
1) Jumlah kapal.
bentuk kapal)
2) Jumlah hari kapal. 3) Jumlah dari kapal dan tipe kapal. 4) Jumlah hari kapal standar.
5
Kekuatan
mesin
Perubahan
pada
kapal
kaitan dengan
penangkapan
upaya penangkapan ikan dalam peningkatan kekuatan mesin
pada kapal penangkapan
yang digunakan
sesuai dengan stok berat & bentuk kapal. 6 7
Perlengkapan
Hasil tangkapan yang tersimpan dengan baik
storage
akan meningkatkan nilai jual ikan.
Alat penangkapan
Perubahan
upaya penangkapan ikan dalam
kaitan dengan tipe alat penangkapan yang digunakan sesuai dengan stok ikan dan ramah lingkungan. Ukuran dari area yang dipengaruhi oleh alat penangkapan dalam satu unit upaya. 8
Laju hasil tangkapan
Jumlah jam penangkapan dikalikan kekuatan
merupakan
ukuran
mesin merupakan ukuran upaya yang memadai
memadai,
didalam sejumlah perikanan trawl dasar,
yang
bahwa 2 unit dari upaya
jumlah gillnet yang dipasang per hari.
penangkapan
lebih banyak dari 1 unit bila ber operasi pada kondisi sama Sumber : Berbagai referensi, pertanyaan prelim tertulis TKL 2006 Dalam mendesain
kapal pukat cincin hal ini perlu diperhitungkan
karena dimensi utama menentukan kemampuan kapal. Ukuran dimensi utama kapal ( Fyson, 1985) meliputi : 1) Loa (Length over all) : panjang seluruh kapal yang diukur dari bagian paling ujung buritan hingga bagian paling ujung dari haluan kapal.
35
2) Lpp (length perpendicular) : panjang kapal antara after perpendicular (AP) dan fore perpendicular (FP) . (1) AP : garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl pada bagian buritan kapal atau poros kemudi (bagi kapal yang memiliki poros kemudi) (2) FP : garis tegak lurus pada perpotongan antara Lwl dan badan kapal pada bagian haluan (3) Lwl : (Load water line), garis air (wl) pada kondisi kapal penuh. Biasanya tinggi Lwl sama dengan tinggi draft (d) (4) Wl (water line), merupakan garis air sebagai batas kapal terendam air. Pada kapal, wl berbentuk garis lurus tampak depan dan samping dan berbentuk kurva tamak atas. 3) Lw (Length of water line) : panjang garis air yang diukur antara titik perpotongan Lwl pada badan kapal bagian buritan dan badan kapal bagian huluan. 4) B (Breadth) : lebar kapal terlebar yang diukur dari sisi luar kapal yang satu ke sisi lainnya. 5) D (depth) : dalam / tinggi kapal yang diukur mulai dari dek terendah hingga ke bagian bagian kapal terbawah. 6) d (draft) : dalam : sarat kapal yang diukur dari Lwl hingga ke badan kapal terbawah atau lunas bagian atas. Besar kecilnya nilai rasio dimensi dari suatu kapal dapat digunakan untuk menganalisis bentuk (performance) dan kemampuan suatu kapal secara umum. Nilai rasio dimensi utama yang dimaksud adalah L/B, L/D dan B/D. Diketahui bila rasio L/B mengecil akan berpengaruh negatif terhadap kecepatan kapal. Namun bila rasio L/D membesar akan berpengaruh negatif terhadap kekuatan longitudinal kapal, sedangkan jika nilai B/D membesar akan memberi pengaruh positif terhadap stabilitas tetapi berpengaruh negative terhadap propulsive ability (Fyson, 1985). Lpp/B atau Lwl/B yakni perbandingan panjang Lpp dan lebar kapal mempengaruhi tahanan dan stabilitas kapal. B/T yakni perbandingan lebar dan draft kapal yang merupakan faktor yang mempengaruhi tahanan dan stabilitas kapal, LOA/D
36
yakni perbandingan panjang LOA dan dalam kapal yang merupakan ukuran bagi kekuatan longitudinal kapal. Sebagai acuan, dibawah ini disajikan tabel rasio dimensi utama untuk kapal pukat cincin di Jepang yang telah dan masih di operasikan (Tabel 2). Penggunaan nilai acuan adalah sebagai pembanding dan bukan sebagai nilai standarisasi. Dalam hal ini digunakan nilai dimensi utama dari kapal pukat cincin Jepang di karenakan dalam pembangunannya kapal pukat cincin Jepang telah mengikuti prosedur desain dan sesuai dengan peruntukkannya dan keadaan perairannya. Tabel 2. Nilai Rasio Dimensi Utama untuk Kapal Encircling Gear oleh Nomura dan Yamazaki (1975), Fyson (1985) Kel.Kapal Pukat cincin
Panj Kapal (L)
GT
L/B
L/D
B/D
< 22 m
-
4,30
<10.00
>2,15
> 22 m
-
4,50
11.00
2,10
Ayodhyoa (1972) memberikan standar nilai perbandingan antar dimensi utama kapal pukat cincin sebagai berikut sesuai tabel 3 Tabel 3. Standar Nilai Rasio antar Dimensi Utama Kapal Kayu Pukat Cincin Jenis kapal ikan
Lpp (m)
Lpp/B
Lpp/D
B/D
Pukat cincin
<22,00
4,300
10,000
2,150
Pukat cincin
>22,00
4,500
11,000
2,100
2.1.1. Koefisien Bentuk (Coefficient of Fineness) Fyson (1985) menyatakan bahwa bentuk tubuh kapal ada yang langsing dan ada yang gemuk. Koefisien yang menggambarkan bentuk kasko tersebut disebut koefisien bentuk (Coefficient of Fineness), yang terdiri dari Cb (Coefficient of Block), Cp(Coefficient of Prismatics), Cvp (Coefficient of Vertical Prismatic), Cө (Coefficient of Midship) dan Cw (Coefficient of Waerplane). Hubungan antara koefisien ini adalah Cb = Cp x Cө dan dari besar nilainya untuk kapal-kapal ikan mengikuti urutan sebagai berikut : Cb < Cp < Cө Fyson (1985) mengemukakan bahwa koefisien bentuk (Coefficient of Fineness) menunjukan bentuk badan kapal berdasarkan hubungan antara luas
37
area badan kapal yang berbeda dan volume badan kapal terhadap masingmasing dimensi utama kapal, yaitu 1) Cw (Coefficient of Waterplane) menunjukkan perbandingan luas area penampang membujur pada garis water line kapal dengan luas empat persegi panjang pada garis penampang tesebut.. 2) Cb (Coefficient of Block) menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang empat persegi panjang yang mengelilingi tubuh kapal. 3) Cө (Coefficient of Midship) menunjukan perbandingan luas area penampang melintang tengah kapal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. . 4) Cvp (Coefficient of
Vertical Prismatic) menunjukkan perbandingan
volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area waterline dengan draught kapal. 5) Cp (Coefficient of Prismatics) menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal dengan panjang kapal. Nilai Cp juga dapat diperoleh dengan membandingkan dengan nilai Cb dan Cө. Menurut penelitian Rosdianto 2003 di Propinsi Kalimantan Selatan menyatakan nilai CB pada dua kapal pukat cincin yaitu 0,3980 dan 0,3780 pada kapal pukat cincin 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk badan kapal pada draft 0,25 mWL ramping dan kembali gemuk pada draft 0,5 mWL, tapi nilai Cb kapal masih jauh dibawah nilai acuan yang ada. Menunjukkan bahwa kapasitas kapal belum sesuai dengan peruntukkannya sebagai kapal pukat cincin. Hal ini disebabkan karena alat tangkap
pukat
cincin menangkap ikan yang bermigrasi dalam bentuk kelompok (schooling fish) yang memerlukan kecepatan dan stabilitas yang tinggi untuk melingkari gerombolan ikan. Bentuk dari lambung kapal / tubuh kapal sangat menentukan besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan kapal tersebut, artinya hal ini sangat berkaitan erat dengan kecepatan kapal dan mempengaruhi besarnya daya muat, kenyamanan serta ketertarikan dari kapal itu sendiri (Gillmer and
38
Johnson, 1982). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa hal terpenting dari bentuk tubuh kapal adalah besarnya tubuh kapal tersebut yang dapat memberikan rasa aman dan stabilitas yang baik pada saat kapal tersebut melakukan pelayaran. Penggunaan nilai acuan yang berasal dari kapal pukat cincin Jepang dikarenakan kapal pukat cincin Jepang dalam pembangunannya telah mengikuti prosedur desain dan sesuai dengan peruntukkan dan kondisi perairan. Nilai dari beberapa koefisien kapal dapat dilihat pada Tabel 4 Tabel 4. Nilai dari Beberapa Koefisien Kapal Kelompok kapal ikan Encircling gear
Cw
Cb
0,91-0,95
0,57-0,68
Cө
Cvp
0,67-0,78 0,68-0,86
Cp 0,76-0,94
Fyson (1985) menyatakan bahwa selain mesin penggerak, faktor-faktor seperti dimensi utama, displacement, bentuk bagian kapal yang berada dalam air, trim, propulsive engine dan lain sebagainya, akan menentukan kecepatan kapal pukat cincin. Kecepatan suatu kapal umumnya berkorelasi dengan bentuk badan kapal terutama yang berada dibawah air. Fyson (1985) menyatakan bahwa kelangkapan dari perencanaan, desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambargambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar rencana konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile and plane). Iskandar dan Pujiati (1995) menyatakan bahwa di Indonesia pembuatan kapal ikan di galangan rakyat belum melihat kepada fungsi kapal sehubungan dengan alat tangkap ikan dan metode operasi penangkapan ikan yang digunakan. Pengrajin kapal umumnya hanya membuat saja dan pembeli (pengguna ) yang menentukan peruntukkan. Produk yang dihasilkan bukan tidak baik tetapi sering terjadi pemborosan bahan sehingga bobot kapal sering menjadi lebih besar. Hasil penelitian Iskandar (1997) menyebutkan bahwa kesesuaian antara desain kapal dan peruntukkannya belum begitu terlihat di Indonesia, sebagai contoh sebuah kapal cantrang didaerah tertentu dengan dimensi tertentu belum tentu memiliki kesesuaian antara fungsinya sebagai penghela
39
jaring dengan dimensinya serta besar tenaga penggerak kapal yang digunakan. Hal yang sering terjadi adalah pembuat kapal hanya berpatokan pada kapal-kapal yang telah dibangun lebih dulu, selanjutnya masalah tenaga penggerak dan besar alat tangkap yang akan dioperasikan tergantung kepada pemilik kapal.
2.2. Material Kapal 2.2.1. Kayu Fyson (1985) menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam memilih kayu untuk kapal adalah : 1) Kekuatannya. 2) Ketahanannya terhadap pembusukan. 3) Kualitaas, jumlah dan ukuran yang diperlukan. Pasaribu
(1984) menyatakan bahwa sifat fisik kayu meliputi
penyusutan dan berat jenis. Fyson (1985) menyatakan bahwa berat jenis kayu merupakan indikator utama dari sifat mekanis dan sifat fisik kayu. Dari hasil pengamatan Tristianti (2003) di lapangan beberapa jenis kayu yang digunakan untuk konstruksi utama kapal ikan di galangan kapal marunda seperti Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Kayu yang Digunakan untuk Konstruksi Utama Kapal Ikan. No Nama
Nama Ilmiah
Penggunaan Untuk
Daerah 1
Kempas
Koompasia
malaccensis
Lunas
Maing 2
Giam
Cotylelobium spp
Linggi, galar, deck
3
Laban
Vitex pubescens
Gading-gading
4
Kulim
Scorodocarpus
boornensis
Badan Kapal
Becc Dalam penelitian ini luas badan kapal mengalami tekanan gelombang didapat dengan menggunakan hukum Simpson II. Nilai Aw (luas permukaan kapal yang basah) didapat perhitungan adalah 56,863 m2.
40
Material kayu setelah pemakaian mengalami penurunan nilai berat jenis. Penurunan signifikan yang terjadi pada kayu kering sebesar 26,03%. Hal ini disebabkan oleh kondisi kayu kering pada bagian lambung kapal gillnet, dimana kayu mendapat penjemuran paling banyak sehingga mengakibatkan kayu menjadi lebih kering dibanding dibagian kayu transisi dan basah. Penjemuran dalam kurun waktu lama akan menyebabkan keluarnya air dari dalam rongga sel, sehingga akan mulai meninggalkan dinding sel. Hal ini akan berdampak pada hilangnya sebagian massa kayu dan perubahan sifat fisik sehingga kayu menjadi lebih ringan. Bagian kayu transisi dan basah mengalami penurunan nilai berat jenis yang tidak terlalu berbeda, yaitu untuk kayu transisi menurun sebesar 15,07 % dan kayu basah menurun sebesar 16,44%. Kondisi kadang terendam kadang kering pada kayu bagian transisi dari lambung kapal gillnet mengakibatkan kayu mengalami penyerapan air dan pengeringan dalam jangka waktu sekitar 3 tahun secara bergantian. Hal ini menyebabkan massa kayu bagian transisi tidak jauh berbeda dengan kayu basah (Sampurna, 2004 ). Material kayu pada kondisi asli
belum mengalami pengaruh fisik
akibat kontak langsung dengan air laut. Hal ini dapat diartikan bahwa kadar air pada kondisi sebelum pemakaian adalah normal. Bagian kayu setelah pemakaian, yaitu kayu kering mengalami penurunan nilai kadar air sebesar 3%. Hal ini disebabkan olah adanya proses penjemuran dalam kurun waktu 3 tahun, namun hal ini berarti bahwa kayu kering pada bagian lambung kapal selalu dalam kondisi kering terus menerus, kayu juga mengalami penyerapan air dari hujan yang turun. Proses penjemuran akan mengakibatkan keluarnya cairan sel dalam rongga sel dan akan diganti oleh sejumlah uap air dan udara. Sehingga
menyebabkan kayu menjadi kering dan kehilangan sebagian
kandungan air. Lain halnya dengan kayu basah dan transisi, kayu ini mengalami kenaikan kadar air setelah pemakaian. Kayu bagian basah dari lambung kapal berdasarkan hasil uji mengalami kenaikan paling besar yaitu sebesar 7% dan kayu transisi mengalami kenaikan sebesar 1%. Kenaikan kadar air pada kayu basah disebabkan oleh kondisi kayu pada bagian lambung kapal yang selalu terendam air. Hal ini menyebabkan kayu basah mengalami
41
proses penyerapan air yang lebih banyak dibanding kayu transisi, sehingga terjadi penambahan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kayu transisi. Sifat fisik dan mekanik kayu pada konstruksi utama kapal Menurut BKI (1996) 1) Lunas Konstruksi kayu bagian lunas memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Lunas kapal sebaiknya menggunakan balok tunggal dari kayu yang memenuhi standar minimum yaitu kelas kuat I dan kelas awet III. Kayu utuh ini harus terhindar dari cacat kayu. Bagian lunas kapal ikan yang diteliti menggunakan kayu kempas (Koompasia malaccensis maing) yang berbentuk balok tunggal. 2) Linggi Konstruksi kayu bagian linggi memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Kayu utuh yang digunakan untuk linggi kapal harus terhindar dari cacat kayu. Linggi haluan dan buritan kapal ini menggunakan kayu giam (Catylelobium spp ). 3) Gading-gading Gading-gading merupakan tulang atau rangka pembentuk kapal. Gadinggading kayu balok dapat dibuat berupa balok tunggal atau kayu balok berganda. Untuk gading-gading lengkung dapat digunakan kayu yang bentuknya menyerupai bentuk gading-gading. Sortimen memiliki berat jenis minimum 0,7 g/cm3. Berdasarkan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia)
menyatakan kapal
dengan angka penunjuk L (B/3 + H) lebih kecil dari 140, tidak perlu dipasang lunas dalam. Kapal yang lebih besar harus dipasang lunas-dalam (dari linggi buritan sampai linggi haluan ) dan lunas luar. Lunas luar dan lunas dalam dari kapal yang panjang sampai 14 m masing-masing harus dibuat dari satu potong kayu. Lunas luar dari kapal-kapal yang lebih besar, maksimal hanya boleh terdiri dari tiga potong yang satu sama lain disambung. Bagian yang terpendek dari lunas luar tersebut paling sedikit panjangnya harus 6 m. Sambungan lunas dibagian belakang kapal pada kapal-kapal bermotor harus dihindarkan. Sambungan lunas tidak boleh berada dibawah lubang palka atau
42
bukaan-bukaan geladak yang besar. Letak sambungan terhadap sekat yang terdekat paling sedikit harus satu jarak gading-gading, sedangkan terhadap pemikul membujur mesin paling sedikit harus dua jarak gading-gading. Jarak antara sambungan lunas luar dan lunas dalam paling sedikit 5 jarak gadinggading. 2.2.2 Beton Bertulang Beton lebih kuat menahan tekan sedangkan baja lebih kuat menahan tarik sehingga beton bertulang bekerjasama untuk menahan tekan dan tarik pada struktur. Ketentuan SNI 03-2847-2002 adalah : 1) Lebar badan balok tidak boleh diambil kurang dari 1/50 kali bentang bersih. Tinggi balok harus dipilih sedemikian rupa, hingga dengan lebar badan yang dipilih. 2)
Lebar retak beton diluar ruangan bangunan yang tidak terlindung dari hujan dan terik matahari langsung, kontinu berhubungan dengan air dan tanah atau berada dalam lingkungan agresif yaitu 0,1 mm.. Lebar etak dapat dikali dengan 1,5 apabila permukaan beton dilapis dengan lapisan pelindung yang disetujui.
3)
Lendutan izin maksimum λb / 480 bagian dari lendutan total yang terjadi setelah peasangan komponen non struktur (jumlah dari lendutan jangka panjang akibat semua beban tetap yang bekerja dan lendutan seketika, akibat penambahan beban hidup. Menurut Naval Architect Bruce J (198
2.3. Stabilitas Menurut Naval Architect Gillmer dan Johnson (1982) yang terbanyak panjang
kapal jauh lebih
besar dibandingkan
lebar untuk
melawan
perubahan kemiringan (inclination) longitudinal dibanding transversal.
2.4 Gelombang Laut dan Kapal Pergerakan kapal pada permukaan laut hampir selalu dalam gerakan oscillatory sesuai gambar 2 (Bhattacharyya, 1978 ) yaitu : 1)
Surging = a = gerak ke depan dan ke belakang sesuai arah jalan kapal.
2)
Swaying = b = gerak ke kiri dan kanan kapal.
43
3)
Heaving = lonjakan = c = gerak ke atas dan ke bawah.
4)
Rolling = olengan = d = gerak sudut ke kiri , ke kanan sepanjang sumbu longitudinal.
5)
Pitching = anggukan = e = gerak sudut ke depan, ke belakang sumbu vertikal.
6)
Yawing = f = gerakan sudut sepanjang sumbu vertikal.
Z
f Y
c
e b d X
a X = Sumbu longitudinal Y = Sumbu transversal Z = Sumbu vertikal Gambar 2 : Gerakan Oscillatory pada Kapal (Bhattacharyya, 1978 ) Bila tidak ada data tinggi gelombang laut yang berasal dari perairan sekitar dapat digunakan maka menggunakan tinggi gelombang signifikan perairan tertutup Pierson-Moskowitz. Tinggi gelombang laut yang digunakan adalah tinggi gelombang laut terbesar 3.00 m.
2.5. Seakeeping Dari pertimbangan Naval Architecture, tiga domain dipertimbangkan dalam awal tahap desain. Kebutuhan penyelidikan lebih lanjut aspek seakeeping oleh perancang adalah : 1) Variasi gerakan kapal heaving, pitching dan rolling.
44
2) Percepatan disebabkan gerakan (motion). 3) Gerakan ekstrem dan percepatan vessel yang tak nyaman. 4) Steadiness dan kasus dalam gerakan heaving, pitching dan rolling dan tentu saja steadiness termasuk pertimbangan broaching. 5) Gerakan tidak sesuai pada deck wetness, slamming atau percepatan tinggi dihasilkan, tetapi diatas batas spesifik bahwa gaya pengurangan kecepatan atau perubahan. 6) Beban inertial karena gerakan kapal. 7) Strength
struktur
kapal
dalam
seaway
(antara
lain
gelombang
menyebabkan stress dan deflection lambung kapal). 8) Ketersediaan daya yang layak untuk merawat kecepatan kapal pada seaway. 9) Pencelupan (Immersion) cukup pada alat perlengkapan tenaga penggerak dan keberadaan racing engine karena proppelar emergen.
2.6. Struktur Kapal Ikan Lambung kapal pertama-tama harus dapat menahan gaya apung, stabil dan gaya geser adalah V=∫(Qga-mg)dx. Integrasi kedua momen yang disebabkan lengkung longitudinal kapal ditentukan momen lentur adalah M= ∫∫ (Qga-mg) dx dx. Perhatian biasanya terpusat pada longitudinal bending kapal hanya pada vertical plane. Kecuali kalau kapal menggerakkan head long, puncak dua efek lainya akan meningkat yaitu longitudinal bending dalam plane horizontal dan yang kedua adalah twisting atau torsi kapal pada garis pusat longitudinal. Perhitungan bending longitudinal dan shear stress pada struktur kapal. Sekarang perlu mempertimbangkan bagaimana variasi strukstur dapat menahan tegangan tekan. Jika struktur mendapat gaya tekan maka akan mengalami beban kritis dimana tekuk akan terjadi yang berakibat pada lateral deflection dan kemungkinan akan colaps. Gaya tekuk adalah Pcr= π²EI/l².
45
Untuk panel memanjang maka tegangan buckling yaitu longitudinal stiffness adalah ƒcr = π²Ei²/ 3(1-υ²)b². Struktur lambung kapal penerima pertama gaya apung. Kekuatan dan kelaik laut harus layak dan memiliki bentuk memanjang bebas, licin / halus, bentuk dibawah air tahanan minimum. Lambung harus mempunyai gaya keatas cukup dan bentuknya stabil. Harus dibuat batang struktur yang lurus, rangka struktur dipertimbangkan kekuatan menyeluruh kapal dan kekakuan shell / kulit dan plat yang kedap. Struktur rangka, secara umum, berlanjut dari lunas ke galangan. Lantai rangka dalam dari lunas luar ke lambung atau titik dimana garis horizontal dari atas lunas vertikal bertemu dengan samping kapal. Total gaya apung semua bagian harus sama total berat. Andaikata kapal menjadi akhir rangkaian gelombang mempunyai panjang dari puncak ke puncak atau dari lembah ke lembah. Akan menerima dua ekstrem kondisi yaitu : 1) Kapal mempunyai puncak pada amidship gelombang disebut terjadi hogging. 2) Kapal mempunyai lembah pada amidship gelombang disebut terjadi sagging. Struktur biasanya terdiri dari struktur statik tertentu dan struktur statik tak tentu ( statically determinate dan statically indeterminate). Analisis struktur diperhatikan sesuai ketentuan gaya dalam dan deformasi pada batang (member ) struktur, bersama dengan defleksi tiap titik (joint). Ada beberapa prinsip dan teori bilamana digunakan secara extensive pada analisis struktur. Penyebab deformasi dan gaya dalam, tiga kondisi dasar akan selalu membutuhkan pertimbangan dalam melaksanakan analisis struktur. Ada tiga yang harus dipertimbangkan yaitu : 1)
Equilibrium.
2)
Compatibility.
3)
Karakteristik batang.
46
Distribusi gaya apung dan berat / beban gravitasi pada air tenang sepanjang kurva, cocok dalam unit panjang dan tipikal pada diagarm block.
Gambar 3. Hogging pada Air Tenang Gambar 3.
ini memberi hasil titik yang akan membuat lengkung
concave kapal keatas atau hog. Kondisi kebalikan sebagai sagging. Ketika beban penuh, pertimbangan hogging dan sagging air tenang adalah vital Beban dimana balok utama (girder) lambung lengkap, dalam fakta diutamakan: 1) Penyebab distribusi longitudinal berbeda gaya kebawah pada berat dan gaya keatas pada gaya apung, pertimbangan ketenangan pada air tenang. 2) Beban tambahan pada lintasan gelombang berurutan, kapal tetap tenang. 3) Superposition beban gelombang berturutan, gerakan kapal itu melewati air tenang. 4) Variasi distribusi berat karena percepatan disebabkan gerakan kapal. Lentur kapal disebabkan panjang gelombang single sesuai panjang kapal dengan 1). Amidship puncak dan lembah masing-masing dan menyebabkan maksimum hogging.
47
2). Amidship lembah dan puncak masing-masing dan menyebabkan maksimum sagging.
2.7. Gaya Yang Terjadi pada Kapal Tingkah laku dinamik sangat berbeda dari kapal yang sama
karena
perubahan magnitude gaya-gaya hydrodinamik dan momen. Kontrol hidrodinamik dipengaruhi dapat dikelompokkan katagori : 1) Efek air dalam berhubungan dengan draft kapal. 2) Efek lebar channal dan karakter topografi yang berhubungan dengan beam kapal. 3) Perubahan penting pada air dalam atau lebar channel berhubungan dengan ukuran kapal. 4)
Interaksi dua kapal.
5) Kombinasi foregoing. Pada kapal kayu penangkap ikan
tradisional papan lambung
dikonstruksi terlebih dahulu kemudian diikuti pemasangan gading-gading (frame), sedangkan pada kapal kayu penangkapan ikan yang modern sebaliknya dimana gading-gading (frame) dikonstruksi terlebih dahulu. Hasil penelitian Iskandar (1997), menyebabkan kapal kayu penangkap ikan tradisionil sering tidak simetris dan terlalu berat. Taylor (1987) dan Hind (1982) menyebut bahwa stabilitas kapal dipengaruhi
oleh titik-titik
konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga titik tersebut adalah titik B (center of buoyancy) yakni titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya apung pada kapal yang bekerja vertikal keatas, Titik kedua adalah titik G (center of gravity) yakni titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya berat pada kapal yang bekerja vertikal ke bawah. Titik ke tiga adalah titik M (metacentre ) yakni titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan G saat kapal berada posisi titik tegak dengan garis khayal yang melalui kedua titik tersebut saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya pada kapal. Titik M merupakan tinggi maksimum bagi titik G. Hind (1982) menyatakan bahwa posisi G tergantung dari bentuk badan kapal yang terendam didalam air. Diskusi stabilitas kapal, terminologi
48
equilibrium tidak dapat ditinggalkan, Taylor (1987) menerangkan bahwa equlibrium adalah kondisi keseimbangan (balance) yang terjadi akibat bekerja gaya yang berlawanan. Pada kapal, kedua gaya yang berlawanan adalah gaya apung (arah vertikal keatas)
dan gaya berat
(arah vertikal ke bawah).
Interaksi kedua gaya yang berlawanan mempengaruhi stabilitas kapal. Gaya-gaya yang terjadi pada kapal dan berpengaruh pada lunas diantaranya adalah hogging, sagging dan slamming berdasarkan (1989). Hogging adalah gaya yang terjadi pada
Lewis
kapal pada saat kapal
melewati gelombang yang panjangnya lebih panjang dari panjang kapal. Sehingga kapal berada di puncak gelombang. Hal ini mengakibatkan adanya gaya tekan keatas pada kapal. Sagging adalah gaya yang terjadi pada kapal pada saat kapal melewati gelombang yang panjangnya lebih pendek dari panjang kapal. Sehingga terbentuk ruang kosong dibawah kapal. Hal ini mengakibatkan adanya gaya tekan kebawah pada kapal. Slamming adalah hempasan yang terjadi pada kapal setelah melewati suatu gelombang yang pendek. Hal ini biasanya berpengaruh pada linggi dan lunas bagian haluan Regangan hogging, bagian atas tarik dan bagian bawah tekan sebaliknya sagging bagian atas tekan dan bagian bawah tarik. Struktur harus dapat menahan sagging dan hogging pada
geladak utama dan pengupas
(stringers), sheer strake dan plating dibawah , plating diatas dan bawah bilge, kedua inner dan outer bottom, keel, keelson dan rangka longitudinal dan lantai dasar. Menurut Saunders (1965) pada The Society of Naval Architecture bahwa struktur kapal yang diam terapung pada air tenang cendrung mengalami regangan berubah. Ketika rolling dan pitching pada waktu melaut , propelled oleh layar atau uap, gaya bertambah besar, Regangan kapal dibagi pada : 1) Regangan struktural : regangan yang mempengaruhi struktur kapal secara keseluruhan. Di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Regangan cendrung menyebabkan kapal lentur dalam gaya langsung. (2) Regangan cendrung mengubah bentuk transversal kapal.
49
2) Regangan lokal regangan yang mempengaruhi sebagian kapal. Di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Regangan goncangan (panting). (2) Regangan karena berat lokal seperti mesin. (3) Regangan yang disebabkan thrust pada propeler. (4) Regangan karena benturan anjungan. (5) Regangan karena tambat. Mengetahui gaya yang bekerja pada struktur, tegangan diperkiraan dan tiang penunjang sebagian dan hubungan layak untuk memelihara tegangan dengan batas aman. Pada kasus kapal, gaya menerus, variasi tergantung kondisi laut. Juga pada struktur lambung sangat kompleks bahwa tegangan tidak mungkin ditandai tertentu. Untuk alasan ini, sistem ekstrem konvensional beban dan setelah membuat perhitungan standar tegangan yang dihasilkan. Perbandingan ini dibuat antara perbedaan pendekatan struktur lambung dan menyediakan hubungan petunjuk pelayanan untuk praktek. 3) Regangan Lentur Longitudinal. Kapal sebagai balok besar, terutama lentur pada bagian belakang kapal (aft) dan bagian depan (fore). Tiap bagian mempunyai berat dan gaya keatas. Suatu bagian berat melampaui gaya apung, bagian lain gaya apung melampaui berat , Total gaya apung semua bagian harus sama total berat. Andaikata kapal menjadi akhir rangkaian gelombang mempunyai panjang dari puncak ke puncak atau dari lembah ke lembah. Akan menerima dua kondisi yaitu : (1) Kapal diperkirakan mempunyai puncak pada amidship gelombang disebut terjadi hogging. (2)
Kapal di perkirakan mempunyai lembah pada amidship gelombang disebut terjadi sagging.
4) Regangan hogging, bagian atas tarik dan bagian bawah tekan sebaliknya saggin bagian atas tekan dan bagian bawah tarik. Struktur harus dapat menahan sagging dan hogging pada
geladak utama dan pengupas
(stringers), sheer strake dan plating dibawah , plating diatas dan bawah
50
bilge, kedua inner dan outer bottom, keel, keelson dan rangka longitudinal. dan lantai dasar. Untuk perkiraan draft pada L oleh L/20, berikut ditemukan penggunaan’: 1) Keel to C.L pada amidship gelombang = 4/5d hogging. 2) Keel to C.L pada amidship gelombang = 4/5d sagging. Kapal beroperasi dilaut mempunyai gerakan yang menyebabkan gaya dinamis termasuk percepatan. Penyebab utama gaya heaving dan pitching. Analisis short term dapat dibagi dalam 12 grup. Penelitian terbanyak, mempertimbangkan menggunakan 5 (lima) divisi pada intensitas cuaca untuk memperhitungkan range tersebut sesuai Tabel 6 Tabel 6. Hubungan antara Skala Beaufort dan Sea Condition Aktual
Weather group
Beaufort number
Sea condition
I
0-3
Calm or slight
II
4-5
Moderate
III
6-7
Rough
IV
8-9
Very rough
V
10-12
Extremely rough
Distribusi long term probability, total probability akan melampaui nilai xj dalam rup weather khusus dikatakan i, ditemukan oleh kombinasi probability Rayleigh dan probability normal. Jadi total tegangan adalah : Qι (x > xј ) =
∫
+8
-8
2π Si) ¯½ exp (-(√ Eĸ-mј)² / 2 Si ) exp {- xј²/ Eĸ ) d √ E.
Dimana : S
= standar deviasi = {
k =n
∑
( √ Ek-m ) ² / N }½
k =1
k = elastisitas modulus pada nilai k
m=
k =n
∑ k =1
√ Ek / N
51
Tabel 7 Contoh Data Diberikan oleh Waktu pada Tiap Weather Grup Weather Grup I
II
III
IV
V
General routes 0,51
0,51
0,14
0,035
0,005
0,71
0,23
0,055
0,00038
0,0002
Tanker routes
2.8. Sambungan Baut Kepala angkur baut konvensional tertanam pada pondasi beton biasanya hancur / gagal dicabut tegangan kerucut (cone) akibat gaya tarik. Mekanisme keru ntuh an tidak menentu. Baut/angkur diameter 12 dan 16 mm di test dengan ditanam sekitar 40 sampai 160 mm, grouting angkur diameter 16 mm di test pada kedalaman tertanam 80,120,160 mm. Hasil test menujukkan bahwa kapasitas penarikan tidak signifikan mempengaruhi penambahan serat baja (steel fiber)
pada
beton. Defleksi ultimate dan kekerasan, ditingkatkan. Ketentuan sambungan dengan baut sesuai Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia adalah : 1) Alat penyambung baut harus dibuat dari baja ST 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti St.37. 2) Lubang baut harus dibuat secukupnya saja dan kelonggaran tidak boleh lebih dari 1,3 mm. 3) Garis tengah baut
paling kecil harus 10 mm (3/8”) sedang untuk
sambungan, baik bertampang satu maupun bertampang dua, dengan tebal kayu lebih besar dari 8 cm, harus dipakai baut dengan garis tengah paling kecil 12,7 mm (1/2”). 4) Baut harus disertai pelat ikutan yang tebalnya minimum 0,3 d dan maksimum 5 mm dengan garis tengah 3d atau jika mempunyai bentuk persegi empat, lebar 3d, dimana d adalah garis tengah baut. Jika baut hanya sebagai pelengkap maka tebal pelat ikutan dapat diambil minimum 0,2 d dan maksimum 4 mm. 5) Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan menurut kekuatan kayu
52
6) yaitu golongan I, II, III. Agar sambungan dapat memberi hasil kekuatan yang sebaik-baiknya, hendaknya λb = b/d.