2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapal Perikanan Soekarsono (1995) kapal adalah suatu bentuk konstruksi yang dapat terapung (floating) di air dan mempunyai sifat muat berupa penumpang atau barang, yang sifat geraknya dapat menggunakan dayung, angin dan mesin yaitu: 1) Penggerak dayung Kapal yang digerakan oleh tenaga manusia dengan dayung (oar) di samping kiri dan kanan lambung (hull) kapal. 2) Penggerak angin Kapal yang konstruksinya menggunakan tiang-tiang layar dan beberapa macam layar (sail) untuk memanfaatkan tenaga hembusan angin pada layar kapal. 3) Tenaga mesin Kapal yang mempunyai tiang mesin di dalam lambung kapal dimana mesin tersebut
mampu
menggerakkan
baling-baling
(propeller)
kapal
sebagai
pendorong/penggerak kapal. Kapal-kapal yang dipakai dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya hayati perikanan dikenal dengan nama kapal perikanan. Kapal perikanan mempunyai peranan sangat penting dalam tujuan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan serta jenis dan bentuk yang berbeda sesuai dengan tujuan usaha, keadaan perairan, fishing ground, dan lain sebagainya (Pasaribu 1985). Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha menangkap atau mengumpulkan sumber daya perairan, pekerjaan-pekerjaan riset, guidance, training, kontrol, dan sebagainya yang berhubungan dengan usaha tersebut diatas (Ayodhyoa, 1972). Perahu atau kapal yang digunakan untuk mengangkut nelayan alat-alat penangkap dan hasil tangkapan dalam rangka penangkapan dengan bagan, sero, kelong, dan lain-lain termasuk perahu atau kapal penangkap (Dirjen Perikanan Tangkap, DKP 2002). Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), kapal ikan berbeda dengan kapal jenis lainya, sehingga kapal ikan memiliki beberapa karakteristik dan keistimewaan. Karakteristik dan keistimewaan tersebut adalah:
4
1) Kecepatan kapal Kecepatan kapal ikan yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kebutuhan penangkapan. 2) Olah gerak kapal Olah gerak khusus yang baik pada saat pengoperasiannya seperti kemampuan steerability yang baik, radius putaran (turing circle) dan daya dorong (propulsive engine) yang dapat dengan mudah bergerak maju dan mundur. 3) Kelaiklautan kapal (seaworthiness) Layak laut untuk digunakan dalam operasi penangkapan ikan cukup tahan untuk melawan kekuatan angin, gelombang, stabilitas yang tinggi dan daya apung yang cukup diperlukan untuk menjamin keamanan dalam pelayaran. 4) Lingkup area pelayaran Lingkup area pelayaran ikan luas, karena pelayarannya ditentukan oleh pergerakan kelompok ikan, daerah musim ikan dan migrasi ikan. 5) Konstruksi kapal yang kuat Konstruksi kapal harus kuat, karena dalam operasi penangkapan ikan akan menghadapi kondisi alam yang berubah-ubah dan konstruksi kapal harus mampu menahan bebas getaran mesin yang timbul. 6) Mesin-mesin penggerak Kapal ikan membutuhkan mesin penggerak yang cukup besar, sedangkan volume mesin dan getaran yang ditimbulkan harus kecil karena dapat mempengaruhi keberadaan ikan di suatu perairan. 7) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan Kapal ikan dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan ikan hasil tangkapan dalam ruangan tertentu (palka) berpendingin terutama untuk jenis kapal yang memiliki trip cukup lama, terkadang dilengkapi dengan ruang pembekuan serta pengolahan. 8) Mesin bantu penangkapan Kapal ikan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu seperti winch, power block, line hauler, dan sebagainya.
Desain dan konstruksi kapal ikan untuk
ukuran tertentu harus dapat menyediakan tempat yang sesuai untuk hal ini.
5
Nomura dan Yamazaki (1977) juga mengemukakan bahwa persyaratan umum (general requirement) yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal ikan antara lain : 1) Memiliki suatu kekuatan struktur badan kapal; 2) Keberhasilan operasi penangkapan ikan; 3) Memiliki stabilitas yang tinggi; dan 4) Memiliki fasilitas penyimpanan yang lengkap. Brown (1957), menjelaskan bahwa kesanggupan kapal berlayar di laut dengan baik mengandung arti lebih jauh daripada sekedar tetap terapung dilaut. Sebuah kapal bukan hanya dibuat dengan baik, tetapi juga mempunyai stabilitas yang baik. Semua syarat tersebut harus dipenuhi sebelum suatu bentuk dasar ditentukan guna merencanakan kapal yang layak laut, karena stabilitas berpengaruh besar terhadap keseimbangan pergerakan kapal. Stabilitas adalah kehendak dari kapal untuk kembali kepada kedudukan semula apabila kapal tersebut mendapat tenaga atau gaya dari luar. Gaya dari luar yang dapat menimbulkan kapal menjadi bergerak, oleng atau miring (mengangguk) ialah (1) angin; (2) keadaan laut atau gelombang; (3) kebocoran yang disebabkan oleh benturan dan kekandasan (Handriyanto, 1982).
2.2 Perahu Bercadik Cadik merupakan kayu penyeimbang yang dikonstruksi secara melintang pada badan perahu sehingga perahu tidak mudah terbalik, perahu bercadik terinspirasi dari perahu jenis katamaran. Perahu katamaran merupakan satu unit perahu/kapal dengan kuat oleh palang-palang bersilang, menjadi satu kesatuan yang kokoh dan dikemudikan sebagai satu kapal (Mac Lear, 1967 diacu vide Darmawan, 1986). Perahu dengan cadik dari bambu pada kedua sisinya banyak digunakan di pulau-pulau di asia tenggara sedangkan perahu dengan satu cadik pada salah satu sisinya dominan digunakan di pulau-pulau tropik pasifik.
Menurut Masengi
(1991) diacu vide Liberty (1997) seluruh perahu di Jawa lebar dan tidak mempunyai cadik. Perahu bercadik ditemukan di Palabuhanratu dan Cilacap di
6
Pesisir Samudera Hindia, serta Tuban dan Rembang di pesisir laut jawa. Perahu “sekong” di rembang adalah perahu dengan satu cadik (dutch sprit-sail). Menrut Firnasari (2004) pada dasarnya perahu bercadik adalah jukung yang diberi tambahan papan di atas sheer-nya. Jukung merupakan perahu yang dibuat dari satu kayu utuh. Pada kayu utuh tersebut dibuat ruang dengan cara diketam pada bagian tengah kayu dengan arah memanjang. Pada perahu bercadik, bagian kayu utuh ini merupakan bagian dasar perahu, dibagian atas dari sheer ditambah beberapa bilah papan agar ruang yang terbentuk menjadi lebih besar dan juga agar air laut tidak mudah masuk.
2.3 Desain Kapal Desain dapat digambarkan sebagai proses merumuskan perincian dan menghasilkan gambar dari sebuah objek untuk tujuan pembuatan dan pengoperasiannya. Di dalam praktek desain kapal, displacement dan panjang kapal diasumsikan mempunyai pengaruh yang lebih penting atas biaya produksi dan operasi kapal. Oleh karena itu diusahakan mencapai penyelesaian desain dengan displacement dan panjang kapal terkecil yang dimungkinkan (Fyson, 1985). Fyson (1985) menyatakan kelengkapan dari perencanaan desain dan konstruksi kapal ikan adalah dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), table offset, gambar rencana pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement), dan gambar konstruksi beserta spesifikasinya. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), dimensi utama kapal terdiri dari atas panjang (L), lebar (B), dan tinggi (D) ini merupakan tiga dimensi utama yang digunakan untuk menentukan kapasitas kapal itu sendiri, sehingga harus dicermati dari awal pembangunan kapal. Dimensi utama kapal ada beberapa (Gambar 1), diantaranya adalah: 1) Loa (length over all) : panjang seluruh kapal yang diukur sejajar dengan garis air dari bagian paling ujung haluan hingga bagian paling ujung dari buritan. 2) Lpp/Lbp (length perpendicular/ length between perpendicular) : panjang kapal antara fore perpendicular (FP) dan after perpendicular (AP).
7
(1) AP: garis tegak lurus perpotongan antara Lwl dengan badan kapal di bagian buritan. (2) FP: garis tegak lurus perpotongan antar Lwl dengan badan kapal di bagian haluan. 3) Lwl (length of water line): panjang garis air yang diukur antar titik perpotongan garis sarat air haluan hingga buritan. 4) B (Breadth) : lebar badan kapal yang terlebar, diukur dari sisi luar kapal yang satu ke sisi kapal yang lainnya. 5) D (Depth) : dalam atau tinggi kapal yang diukur mulai dari dek terendah hingga ke bagian badan kapal terbawah. 6) d (draft) : sarat kapal yang diukur dari Lwl (Load Water Line) hingga badan kapal terbawah atau lunas bagian atas.
D D d
Lwl FP
Lpp
AP
LO A B
Sumber : Nomura dan Yamazaki (1977)
Gambar 1 Dimensi utama kapal. Fyson (1985) mengelompokan faktor-faktor yang mempengaruhi desain kapal ikan adalah sebagai berikut: 1) sumberdaya yang tersedia; 2) alat dan metode penangkapan; 3) karakteristik geografi dari area penangkapan;
8
4) kelaikan laut kapal dan keamanan awak kapal; 5) undang-undang dan peraturan yang berhubungan dengan desain kapal ikan; 6) pemilihan bahan konstruksi; 7) penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan, dan; 8) faktor ekonomi. Proses desain dan konstruksi kapal perikanan menurut Fyson (1985) adalah sebagai berikut:
9
Latar belakang bahan Kalkulasi dimensi utama, volume, dan berat kapal Garis besar dan syarat umum
Desain pendahuluan
Estimasi parameter bentuk
Rencana rancangan umum dengan mengatur fishing equipment, deck equipment, kapasitas palka Perhitungan berat, trim dan stabilitas Midship dan longitudinal section scantling Tahanan, kekuatan dan karakteristik
Tender
Spesifikasi kapal Estimasi biaya
Kontrak desain
Cek kembali parameter desain Rencana penguatan umum
Klasifikasi gambar
Spesifikasi kontrak
Mengerjakan gambar
Pembangunan di galangan kapal Evaluasi test dan trial Menggambar dan kalkulasi untuk operasi kapal Pengiriman/peluncuran
Opersional kapal
Evaluasi terhadap hasil operasional kapal Sumber : Fyson (1985)
Gambar 2 Diagram proses desain dan konstruksi.
10
2.4 Kontruksi Kapal 2.4.1
Sistem kerangka kapal Sistem kerangka/konstruksi kapal (framing system) dibedakan menjadi dua
jenis utama; yaitu sistem kerangka melintang (transverse framing system) dan sistem membujur atau memanjang (longitudinal framing system). Dari kedua sistem utama ini maka dikenal pula sistem kombinasi (combination/mixed framing sistem). Suatu kapal dapat seluruhnya dibuat dengan sistem melintang, atau hanya bagian-bagian tertentu saja (misalnya kamar mesin dan ruangan-ruangan) yang dibuat dengan sistem melintang sedangkan bagian utamanya dengan sistem membujur atau kombinasi, atau seluruhnya dibuat dengan sistem membujur. Pemilihan jenis sistem untuk suatu kapal sangat ditentukan oleh ukuran kapal (dalam hal ini panjangnya sehubungan dengan kebutuhan akan kekuatan memanjang), jenis/fungsi kapal menjadikan dasar pertimbangan-pertimbangan lainnya, menurut Djaya (2008a) dijelaskan: 1) Sistem konstruksi melintang Pada sistem ini gading-gading (frame) dipasang vertikal (mengikuti bentuk body plan) dengan jarak antara (spacing) ke arah memanjang kapal, satu sama lain yang rapat (sekitar antara 500 mm – 1000 mm, tergantung panjang kapal). Pada geladak, baik geladak kekuatan, dipasang balok-balok geladak (deck beam) dengan jarak antara yang sama seperti jarak antara gading-gading. Ujung masingmasing balok geladak ditumpu oleh gading-gading yang terletak pada vertikal yang sama. Pada alas dipasang wrang dengan jarak yang sama pula dengan jarak antara gading-gading sedemikian rupa sehingga masing-masing wrang, gading-gading dan balok geladak membentuk sebuah rangkaian yang saling berhubungan dan terletak pada satu bidang vertikal sesuai penampang melintang kapal pada tempat yang bersangkutan. Jadi, sepanjang kapal berdiri rangkaian-rangkaian (frame ring) ini dengan jarak antara yang rapat sebagaimana disebutkan di atas. Rangkaian ini hanya ditiadakan apabila pada tempat yang sama telah dipasang sekat melintang atau rangkaian lain, yaitu gading-gading besar. Gading-gading besar (web frame)
11
adalah gading-gading yang mempunyai bilah (web) yang sangat besar (dibandingkan bilah gading-gading utama). Gading-gading besar ini dihubungkan pula ujung-ujungnya dengan balok geladak yang mempunyai bilah besar (web beam).
Gading-gading besar ini
umumnya hanya ditempatkan pada ruangan-ruangan tertentu (misalnya kamar mesin), tetapi dapat juga di dalam ruang muat bila memang diperlukan sebagai tambahan penguatan melintang.
Tergantung kebutuhan, gading-gading besar
demikian ini umumnya dipasang dengan jarak antara sekitar 3 – 5 m. Sekat-sekat melintang, gading-gading, balok-balok geladak merupakan unsur-unsur penguatan melintang badan kapal. Elemen-elemen yang dipasang membujur dalam sistem melintang ini hanyalah: (1) Pada alas : penumpu tengah (center girder) dan penumpu samping (side girder). Penumpu tengah adalah pelat yang dipasang vertical memanjang kapal tepat pada bidang paruh (center line). Pada alas ganda tinggi penumpu tengah ini merupakan tinggi alas ganda.
Sedangkan pada alas tunggal
penumpu alas ini dinamakan juga “keeleon” (luas dalam). Penumpu alas ini memotong wrang-wrang tepat pada bidang paruh. Penumpu samping (side girder, atau side keelson) juga merupakan pelat vertikal yang dipasang membujur pada alas. Penumpu samping ini dipasang di sebelah penumpu tengah.
Suatu kapal dapat memiliki satu atau lebih penumpu samping,
tergantung lebarnya, pada setiap sisi; dapat juga tidak memiliki penumpu samping. Jarak penumpu samping terhadap penumpu tengah, jarak satu sama lain dan jaraknya terhadap sisi kapal dibatasi maksimum sekitar 1,8 m – 3,5 m. (2) Pada sisi : senta sisi (side stringer). Senta sisi pada umumnya hanya dipasang pada tempat-tempat tertentu (terutama di dalam ruangan dan kamar mesin), dapat juga di dalam ruang muat, tergantung kebutuhan setempat. Jarak antara (spacing) senta-senta sisi demikian ini tergantung kebutuhan, tetapi di dalam kamar mesin dan ceruk-ceruk dibatasi minimum 2,6 m (Biro Klasifikasi Indonesia, 1996b). (3) Pada geladak : penumpu geladak (deck girder atau carling) Untuk kapal barang dengan satu buah lubang palkah pada tiap ruang muat pada geladak
12
yang bersangkutan, dapat dipasang 1-3 buah penumpu geladak, tergantung lebarnya.
Penumpu geladak di pasang tepat pada bidang paruh dan/atau
menerus dengan penumpu bujur lubang palka (hatchside girder), yaitu penumpu-penumpu yang tepat berada di bawah ambang palkah yang membujur. Dengan demikian terlihat bahwa dalam sistem melintang, elemenelemen konstruksi/kerangka yang dipasang membujur jauh lebih sedikit jumlahnya daripada elemen-elemen kerangka yang merupakan bagian dari penguatan melintang. 2) Sistem konstruksi memanjang Pada sistem ini gading-gading utama tidak dipasang vertikal, tetapi dipasang membujur pada sisi kapal dengan jarak antara, diukur ke arah vertikal, sekitar 700 mm-1000 mm. Gading-gading ini (pada sisi) dinamakan pembujur sisi (side longitudinal). Pada setiap jarak tertentu (sekitar 3-5 m) dipasang gading-gading besar, sebagaimana gading-gading besar pada sistem melintang, yang disebut pelintang sisi (side transverse). Pada alas, dan alas dalam, juga dipasang pembujur-pembujur seperti pembujur-pembujur sisi tersebut di atas dengan jarak antara yang sama pula seperti jarak antara pembujur-pembujur sisi. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur-pembujur alas (bottom longitudinal) dan, pada alas dalam, pembujur alas dalam (inner bottom longitudinal). Pada alas juga dipasang wrang-wrang, dan dihubungkan pada pelintang-pelintang sisi. Tetapi umumnya tidak pada tiap pelintang sisi; yaitu setiap dua atau lebih pelintang sisi.
Wrang-wrang pada
sistem membujur juga dinamakan pelintang alas (bottom transverse). Penumpu tengah dan penumpu samping sama halnya seperti pada sistem melintang.
Pada geladak juga dipasang pembujur-pembujur seperti halnya
pembujur-pembujur yang lain tersebut di atas. Pembujur-pembujur ini dinamakan pembujur geladak (deck longitudinal). Balok-balok geladak dengan bilah yang besar dipasang pada setiap pelintang sisi; dan disebut pelintang geladak (deck transverse).
Konstruksi
lainnya (penumpu geladak, sekat, dsb) sama seperti halnya pada sistem melintang. Dengan demikian terlihat bahwa dalam sistem membujur elemen-elemen
13
kerangka yang dipasang membujur jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang
merupakan penguatan melintang. 3) Sistem konstruksi kombinasi Sistem kombinasi ini diartikan bahwa sistem melintang dan sistem membujur dipakai bersama-sama dalam badan kapal. Pada sistem ini geladak dan alas dibuat menurut sistem membujur sedangkan sisinya menurut sistem melintang. Jadi, sisi-sisinya diperkuat dengan gading-gading melintang dengan jarak antara yang rapat seperti halnya dalam sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya diperkuat dengan pembujur-pembujur. Dengan demikian maka dalam
mengikuti peraturan klasifikasi (rules) sisi-sisi kapal tunduk pada ketentuan yang berlaku untuk sistem melintang, sedangkan alas dan geladaknya mengikuti ketentuan yang berlaku untuk sistem membujur, untuk hal-hal yang memang diperlukan secara terpisah.
2.4.2
Sistem konstruksi badan kapal Sistem konstruksi badan kapal dalam pembuatannya dibedakan menjadi dua
sistem pelapisan yakni konstruksi single skin dan sistem konstruksi sandwich, menurut BKI (1996a):
1) Konstruksi single skin adalah konstruksi yang terdiri dari satu panel FRP yang terbentuk dengan penguatan fiberglass dan resin;
2) Konstruksi sandwich adalah konstuksi yang memiliki lapisan FRP melekat di kedua sisi material inti, lapisan inti dapat berupa busa pelastik keras, balsa, kayu (termasuk kayu lapis/tripleks) dan lain sebagainya.
FRP inti FRP Sumber : Harbrian (2007)
Gambar 3 Sistem konstruksi sandwich.
14
2.5 Cetakan Kapal Fiberglass Djaya (2008b) menyatakan dalam proses pembuatan kapal dengan bahan dasar fiberglass dibutuhkan suatu cetakan. Pembuatan cetakan FRP terbagi ke dalam dua macam cara yaitu dibuat secara permanen dan semi permanen. Menurut Timang vide Kelananingtyas (1994), Proses pembuatan cetakan (mould) kapal fiberglass terdapat dua tahap, yaitu: 1) Pembuatan plug; dan 2) Pembuatan cetakan yang sebenarnya. Plug adalah cetakan untuk membuat cetakan yang sebenarnya, bentuknya sama dengan barang yang akan dibuat. Plug biasanya terbuat dari kayu, setelah plug selesai dibuat dengan keadaan permukaan yang dipakai sudah baik, plug kemudian dilapisi dengan bahan pemisah. Cetakan terbuat dari bahan fiberglass, cara pembuatan cetakan ini dimulai dengan memoleskan lilin (wax) pada plug yang dilakukan beberapa kali pemolesan agar antara plug dengan cetakan dapat dipisahkan dengan mudah. Bagian luarnya dipasang penguat (dari FRP, pipa, profil baja atau kayu) untuk menghindari perubahan selama masa pemakaiannya.
2.6 Material Kapal 2.6.1 Fiberglass reinforcement plastic (FRP) Plastik
untuk
konstruksi
kapal
ikan
biasanya
adalah
fibergelass
reinforcement plastic dibuat dari dua komponen, resin plastik polyester dan sebuah penguat serat gelas. Fiberglass adalah sebuah gabungan dari dua bahan yang mempunyai karakter fisik yang berbeda dan saling melengkapi (Fyson, 1985). Menurut Deere (1959) vide Kelananingtyas (1994), FRP adalah kombinasi antara polyester dan serabut gelas yang berdiameter 5-20 mikrometer, kekuatan kombinasi ditentukan oleh serabut-serabut gelas yang membentuk kombinasi tersebut. Marten dan Paranoan vide Widodo (1994) menjelaskan beberapa sifat yang menguntungkan dari kapal fiberglass jika dibandingkan dengan kapal jenis lainnya, yaitu :
15
1) Dilihat dari berat konstruksi, kapal fiberglass merupakan kapal yang paling ringan jika dibandingkan dengan kapal dengan bahan material kayu, ferrocement dan terlebih lagi baja pada ukuran yang sama. 2) Dilihat dari kekuatannya maka kapal fiberglass mempunyai kekuatan konstruksi yang cukup kuat. 3) Dilihat dari ketahanan materialnya pada air laut maka kapal fiberglass memberikan hasil yang sangat baik (Tabel 2). 4) Pada kapal fiberglass pertumbuhan binatang-binatang laut pada badan kapal dapat dieliminir dengan penambahan racun-racun tertentu pada campuran gelcoat. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan kekuatan dan umur kapal. 5) Permukaan luar kapal fiberglass lebih licin dibandingkan dengan kapal jenis lain, yang berarti koefisien gesek dengan air akan lebih kecil. Sehingga pada model/bentuk kapal, ukuran dan daya mesin yang sama tentunya kapal fiberglass akan mempunyai kecepatan yang lebih tinggi. 6) Dilihat dari bentuk akhir yang mewah, menawan dan warna yang menarik untuk jenis kapal yang sama, dan akan mengundang minat untuk memilikinya dibandingkan dengan kapal dari material lain. Table 2 Perbandingan ketahanan material pembuat kapal terhadap jenis kerusakan kimiawi oleh air laut Jenis material Kayu Baja Ferro cement Fiberglass
Alumunium
Jenis kerusakan kimiawi oleh air laut Terjadi pelapukan serta termakan oleh binatang-binatang laut tertentu. Terjadi korosi. Kerusakan disebabkan oleh sulfat dan air laut membentuk Cement Bacillus. Terjadinya gelembung udara (blasen) yang ada di dalam atau permukaan laminat dengan ukuran yang bermacam-macam. Hal ini disebabkan masuknya air laut karena kerusakan laminat. Kerusakan lain berupa sifat gelas yang disebabkan karena pengaruh sinar ultraviolet. Kerusakan yang disebabkan oleh garam-garam alkali dari air laut membentuk kalium aluminat atau natrium aluminat.
Sumber : Marten dan Paranoan vide Lilik Widodo , 1994
16
Sedangkan kelemahan kapal fiberglass antara lain: 1) Stabilitas terlihat lebih buruk daripada kapal dengan material lain; 2) Kapal mudah terbawa oleh angin; 3) Pada kapal ikan, enaga untuk menarik peralatan penangkapan terlihat lebih lemah daripada kapal dengan material lain; 4) Teknik khusus dikehendaki dalam membangun kapal FRP; 5) Material tidak cukup kuat bila bergesekan dengan peralatan penangkapan; dan 6) Material mudah terbakar semudah kayu.
2.6.2 Fiberglass Komponen penguat adalah suatu filament gelas yang dibuat bundle atau helaian, yang kemudian terbentuk woven atau cloth atau mat dengan tingkatan bervariasi sesuai dengan kekuatan yang diinginkan.
Penguatan ini dengan
mengisikan sebuah resin secara kimiawi, yang ditentukan keras atau rapuh, bersifat kedap air dan alat pengeras untuk serabut gelas yang lemas dan dapat ditembus air (Fyson, 1985). Serabut gelas yaitu campuran benang-benang sutera dengan gelas yang diolah dan diproses, sehingga bentuk akhirnya merupakan serabut-serabut yang berdiameter 5-20 mikro meter. Ada dua cara memperoleh serabut glass berupa serat-serat halus yang panjang-panjang, yaitu: a. Lelehan dan b. Marmer (batu pualam). Menurut Djaya (2008b) cara lelehan lebih banyak dipakai pada saat ini, campuran bahan-bahan mentah untuk peleburan glass serabut dimasukkan ke dalam tangki penyampuran, kemudian campuran tersebut meleleh dan mengalir ke dalam saluran atau perapian depan. Di bawah perapian depan ada serentetan bushing, tiap bushing mempunyai beberapa ratus lubang dengan ukuran yang teliti. Glass mengalir tegak lurus melalui bushing-bushing oleh gaya beratnya sendiri dan serat-serat yang halus ditarik ke bawah secara mekanis untuk memperkecil serat tersebut, serat-serat halus yang keluar dari lubang-lubang tiap bushing melewati suatu roda pengumpul untuk membentuk suatu serat. Seratserat ini digulung pada tabung dan merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat segala jenis serabut.
17
Tangki penyampuran
perapian
bushing Sumber : Djaya (2008b)
Gambar 4 Proses pembuatan fiberglass.
Djaya (2008b), menyatakan ada beberapa jenis serat penguat antara lain:
1) Serat E-glass (Electrical glass), glass), adapun data teknis serat gelas adalah sebagai berikut: Massa jenis : 2.55 gr / cm3 Modulus elastisitas ( Ef ) : 72 GPa Angka Poisson : 0.2 Kekuatan tarik (σuf (σ ) : 2.4 GPa
2) Serat S2 – glass (Strength glass) Massa jenis : 1.50 gr / cm3 Modulus elastisitas ( Ef ) : 88 GPa Angka Poisson : 0.2 Kekuatan tarik (σuf (σ ) : 60 GPa
3) High strength carbon Massa jenis : 1.74 – 1.81 gr / cm3 Modulus elastisitas ( Ef ) : 248 – 345 GPa Kekuatan tarik (σuf (σ ) : 3.1 – 4.5 GPa
4) Aramid ( Kevlar 49 ) Massa jenis : 1.45 gr /cm3 Modulus elastisitas ( Ef ) : 124 GPa Kekuatan tarik (σuf (σ ) : 2.8 GPa Serat penguat yang sering digunakan untuk bangunan kapal adalah jenis E-
glass (Electrical glass), sedangkan jenis high strength carbon hanya digunakan
18
untuk keperluan khusus yaitu untuk mempertinggi kekakuan, dalam hal ini untuk mempertinggi ketahanan tembakan pada daerah kritis di lambung atau bangunan atas, sedangkan jenis serat S2-glass banyak digunakan untuk konstruksi pesawat, adapun jenis serat aramid memiliki kekuatan tarik yang sangat tinggi dipakai sebagai serat penguat pada matriks mettalic atau ceramic dan dianjurkan digunakan untuk mempertinggi ketahanan ledak/tembak.
Serat penguat yang
umum dipakai untuk bangunan kapal terdiri dari beberapa jenis menurut bentuk dan konfigurasi dari serat penguat. Penguatan yang paling umum digunakan pada lapisan badan kapal adalah : 1) Chopped Strand Mat Chopped Strand Mat, dalam pemakaian di industri sering disebut Mat atau Matto, berupa potongan-potongan serat fiberglass dengan panjang sekitar 50 mm yang disusun secara acak dan dibentuk menjadi satu lembaran.
Jenis ini
merupakan serat penguat dengan konfigurasi serat acak dan merupakan serat penguat tidak menerus, serat penguat yang digunakan yaitu E-glass. Pada proses pembuatan laminasi perbandingan antara berat serat matto dengan resin sekitar 25-35% matto dan 65-75% resin polyester.
Laminasi
chopped strand mat ini biasanya digunakan sebagai lapisan pengikat antara, supaya tidak mudah terkelupas maupun selip pada proses laminasi berikutnya. Juga sering digunakan sebagai laminasi awal dan akhir dengan tujuan bagian sisi tersebut menjadi rata. Pada pemakaian sehari-hari dan yang umum digunakan untuk bangunan kapal, serat chopped strand mat terdiri dari: (1) Chopped strand mat 300 gram/ m2 (mat 300) dengan data teknis sebagai berikut: Berat spesifik (W/m2)f : 300 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 213 MPa Modulus elastisitas ( Ef ) : 16 GPa Angka poisson (υf ) : 0.2 (2) Chopped strand mat 450 gram/ m2 (mat 450) dengan data teknis sebagai berikut: Berat spesifik (W/m2)f : 450 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 213 MPa
19
Modulus elastisitas (Ef) : 16 GPa Angka Poisson (υf ) : 0.2 2) Woven roving Jenis woven roving merupakan serat penguat menerus berbentuk anyaman dengan arah yang saling tegak lurus. Pada proses laminasi perbandingan berat antara serat woven roving dengan resin adalah 45-50% woven roving 50-55% resin polyester dari fraksi berat, untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai komposisi 50% woven roving dengan 50% resin, woven roving ini digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik maupun lengkung yang lebuh tinggi dibandingkan laminasi matto. Pada proses pembuatan laminasi serat woven roving lebih sulit untuk dibasahi oleh resin dan terkadang larutan resin relatif sulit untuk mengisi celah anyaman serat woven roving. Dengan kandungan resin polyester yang relatif lebih sedikit dibandingkan laminasi matto maka laminasi serat woven roving ini memiliki ketahanan terhadap resapan air yang kurang baik. Untuk memperbaiki kondisi ini maka biasanya laminasi serat woven roving dilapisi lagi dengan dua lapisan matto pada bagian sisi luar yang memiliki kandungan resin polyester yang relatif lebih banyak. Adapun jenis serat penguat gelas tersebut: (1) Woven roving 400 gram/ m2 ( WR 400 ) dengan data teknis sbb: Berat spesifik (W/m2)f : 400 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 512 MPa Modulus elastisitas ( Ef ) : 38.5 GPa Angka Poisson (υf ) : 0.2 (2) Woven roving 600 gram/ m2 ( WR 600 ) dengan data teknis sbb: Berat spesifik (W/m2)f : 600 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 512 MPa Modulus elastisitas ( Ef ) : 38.5 GPa Angka Poisson (υf ) : 0.2 (3) Woven roving 800 gram/ m2 (WR 800 ) dengan data teknis sbb: Berat spesifik (W/m2)f : 800 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 512 MPa Modulus elastisitas ( Ef ) : 38.5 GPa
20
Angka Poisson (υf ) : 0.2 3) Woven cloth Seperti pada woven roving, beberapa gulungan dari serat dipintal menjadi satu kemudian dianyam yang mana bentuknya seperti kain. Cloth menambah ketebalan dengan sangat lambat, lebih ekonomis jika digunakan tersendiri. Cloth dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan lapisan. 4) Triaxial Jenis
Triaxial
merupakan
serat
penguat
menerus
(Continuous
fibrereinforced) dengan konfigurasi serat penguat terdiri dari tiga layer yaitu layer pertama 45° terhadap prinsipal axis dan arah layer kedua 0º terhadap prinsipal axis serta arah layer ketiga – 45° terhadap prinsipal axis. Perbandingan berat antara serat triaxial dengan resin yang digunakan adalah 45-50% serat triaxial dan 50-65% resin polyester dari fraksi berat namun untuk bangunan kapal umumnya sering dipakai 50% : 50% dalam satu laminasi.
Laminasi serat triaxial ini
digunakan sebagai laminasi utama yang memberikan kekuatan tarik dan lengkung lebih tinggi dibandingkan laminasi serat woven roving. Adapun data teknis sbb: Berat spesifik (W/m2)f : 1200 gram/ m2 Kekuatan tarik (σuf ) : 820 MPa Modulus elastisitas (Ef ) : 61.5 GPa Angka poisson (υf ) : 0.2 FRP woven roving lebih kuat jika dibandingkan dengan alumunium, FRP mat dan baja lebih kaku dari mat dan baja walaupun alumunium yang paling kaku. Dengan berat yang sama, kayu (dalam keadaan basah) lebih kaku dari FRP cloth dan juga lebih kuat dari FRP mat, tapi FRP woven roving lebih kuat dari kayu . Untuk mengetahui lebih jauh masalah fiberglass berikut ini akan dijelaskan sifatsifat dari material itu sendiri sebagai berikut: 1) Tensile strenght yang tinggi; 2) Penyerapan air rendah, glassnya sendiri tidak menyerap air tetapi telah terbentuknya tenun/lembaran akan meresap air dan lembab diantara celahcelah tenun/lembaran; 3) Tahan suhu tinggi; 4) Kestabilan ukuran baik;
21
5) Tidak mudah terbakar; 6) Sifat-sifat aliran listrik yang baik; 7) Tidak mudah terbakar; 8) Tidak akan membusuk, menjamur, dan berkurang kwalitasnya; 9) Tahan minyak, asam, dan hama yang merusak, dan; 10) Elongation tinggi pada elastic limit yield point dan break point sama.
2.6.3 Resin Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Resin sebagai cairan pengikat konstruksi kapal FRP merupakan campuran batu bara, air, udara, minyak, batu gamping dalam proporsi yang seimbang (FOS vide Silalahi, 1994). Untuk tujuan pembangunan kapal biasanya resin diset dalam 30 menit. Resin berbentuk cairan kental berbau spesifik (styrol) dan bersifat thermosetting. Resin yang terbuat dari campuran batu bara, udara, minyak, atau gamping di bawah suatu pengawasan khusus agar hasil yang diinginkan menyerupai ester disebut polyester resin (polyester).
Proses ini berlangsung
sebagai addisi polymerisasi yaitu reaksi gabungan dari micro molekul monomer ester menjadi makro molekul polymer ester sambil melepaskan molekul air. Dalam hal ini cairan resin mengadakan polymerisasi membentuk polyester. Proses polymerisasi inilah yang menyebabkan resin mudah bercampur dengan bahan-bahan FRP lainnya sehingga keuntungan sifat ini dapat di aplikasikan ke berbagai bidang pembuatan FRP. Polyester memiliki lima tipe yaitu: 1) Polyester (Orthophthalic), resin type ini sangat tahan terhadap proses korosi air laut dan asam encer, banyak dipakai oleh umum dan harganya lebih murah dibanding tipe yang lain.
Contohnya Yukalac 157 BQTN-Ex. Adapun
spesifikasi teknisnya adalah sebagai berikut: Massa jenis : 1.23 gr / cm3 Modulus elastisitas (Ef ) : 3.2 GPa Angka poisson (υf ) : 0.36
22
Kekuatan tarik (σuf ) : 65 MPa 2) Polyester (Isophthalic), resin type ini tahan terhadap panas dan larutan asam dan kekerasannya lebih tinggi serta kemampuan menahan resapan air (adhesion) yang paling baik dibandingkan dengan resin type Ortho. Penggunaan resin type ini hanya pada kondisi tertentu, sering dipakai untuk pembuatan gelcoat. Contohnya Yukalac 150 HR-BQTN. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: Massa jenis : 1.21 gr / cm3 Modulus elastisitas (Ef ) : 3.6 GPa Angka poisson (υf ) : 0.36 Kekuatan tarik (σuf ) : 60 MPa 3) Epoxy, resin type ini mampu menahan resapan air (adhesion) sangat baik dan kekuatan mekanik yang paling tinggi. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: Massa jenis : 1.20 gr / cm3 Modulus elastisitas (Ef ) : 3.2 GPa Angka poisson (υf ) : 0.37 Kekuatan tarik (σuf ) : 85 MPa 4) Vinyl Ester, resin type ini mempunyai ketahanan terhadap larutan kimia (Chemical Resistance) yang paling unggul.
Adapun spesifikasi teknisnya
adalah berikut: Massa jenis : 1.12 gr / cm3 Modulus elastisitas (Ef ) : 3.4 GPa Kekuatan tarik (σuf ) : 83 MPa 5) Resin tipe Phenolic, resin type ini tahan terhadap larutan asam dan alkali. Adapun spesifikasi teknisnya adalah berikut: Massa jenis : 1.15 gr / cm3 Modulus elastisitas (Ef ) : 3.0 GPa Kekuatan tarik (σuf ) : 50 MPa Adapun jenis resin yang umum dipakai untuk bangunan kapal adalah type orthophthalic polyester resin. Resin type ini harganya paling murah dibandingkan type lainnya dan tahan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut
23
sehingga cocok untuk bahan material bangunan kapal. Dengan sifat ini kerusakan yang disebabkan karena proses korosi dapat dihindari sehingga biaya perawatan untuk kulit lambung dari material logam maupun kayu. Menurut Fyson (1985), resin yang digunakan dalam pembangunan kapal ikan adalah turunan dari senyawa thermosetting polyester dan epoxy. Polyester lebih banyak digunakan dari pada epoxy karena lebih murah. Polyester adalah hasil dari reaksi polymerasasi dari monomer ester menjadi polymer dari ester. Proses ini berlangsung sebagai addisi polymerisasi, yaitu reaksi dari penggabungan mikromolekul monomer ester menjadi makromolekul polymer ester serta melepaskan molekul air.
Selanjutnya, polyester mempunyai daya
adhesi yang lebih besar dan penyusutannya kecil.
Resin polyester memiliki
beberapa keunggulan dan kekurangan. Keunggulan resin ini ialah: (1) Viskositas yang rendah sehingga mempermudah proses pembasahan/ pengisian celah antara pada serat penguat (Woven Roving) (2) Harga relatif lebih murah (3) Ketahanan terhadap lingkungan korosif sangat baik kecuali pada larutan alkali Sedangkan kekurangannya ialah: (1) Pada saat pengeringan terjadi penyusutan dan terjadi kenaikan temperatur sehingga laminasi menjadi getas.
Hal ini biasanya disebabkan oleh
penambahan katalis dan accelerator yang berlebih sehingga waktu curing menjadi lebih cepat. (2) Mudah terjadi cacat permukaan/goresan. (3) Mudah terbakar Resin tipe ini temasuk thermosetting plastic yaitu proses perubahan sifat fisik dari cairan menjadi bentuk padat (polymerization) melalui proses panas. Proses perubahan bentuk resin polyester ini dapat terjadi karena proses panas yang dihasilkan dari dalam resin polyester sendiri (exothermic heat) dan bisa juga karena pengaruh pemberian panas dari lingkungan luar atau penggabungan keduanya. Proses kimia dari dalam resin yang dimaksud adalah adanya penambahan zat/bahan katalis yang menimbulkan reaksi kimia awal dan accelerator untuk
24
mempercepat proses polimerisasi pada larutan polyester. Resin polyester juga bisa berubah dari bentuk cair menjadi bentuk padat karena pengaruh lingkungan luar yang berlangsung secara menerus dalam jangka waktu yang lama. Untuk mencegah proses ini biasanya kedalam larutan resin polyester tersebut ditambahkan zat inhibitor. Kualitas fisik FRP ditentukan oleh tipe dan jumlah penguatan gelas yang digunakan, dengan penggunaan kombinasi yang berbeda dari jumlah dan tipe penguatan, tingkat kualitas fisik dapat bervariasi.
2.6.4 Bahan pendukung Pada proses pembuatan laminasi ada beberapa material pendukung yang berpengaruh terhadap karakteristik laminasi sehingga perlu diketahui fungsi, komposisi dan pengaruh dari masing-masing bahan pendukung tersebut diantaranya: 1) Katalis (Catalyst) Katalis berfungsi untuk memulai proses awal perubahan bentuk resin dari cair menjadi padat (polymerization) pada temperature kamar (27° Celcius). Umumnya pemberian katalis ini adalah sekitar 0.5 – 4% dari fraksi volume resin. Misalnya pemberian katalis 2% maka resin akan mengalami proses perubahan dari cair ke bentuk agar (gel) sekitar 15 menit pada suhu 27° C. Katalis ini tidak berfungsi bila bercampur dengan air, katalis yang umum dipakai untuk polyester resin adalah Metil Ethyl Keton Peroksida (MEKP). 2) Accelerator (Promotor) Accelerator adalah bahan pendukung yang berfungsi supaya katalis dan polyester resin dapat berpolymerisasi pada temperatur kamar dengan waktu relatif lebih cepat, dalam hal ini proses polimerisasi terjadi tanpa adanya pemberian panas dari luar. Adapun promotor ini paling tinggi 1% dari fraksi volume resin polyester. Promotor yang sering digunakan adalah Cobalt naphthenate. Untuk bangunan kapal promotor biasanya sudah langsung dicampur pada resin polyester (diproses oleh produsen resin) misalnya polyester resin SHCP 268 BQTN dan Yukalac 157 BQTN EX.
25
3) Sterin (Styene Monomer) Sterin merupakan bahan pendukung berupa cairan encer bening tidak berwarna yang berfungsi untuk mengencerkan. Adapun penambahan sterin ini adalah sekitar 35-40% dari fraksi volume resin yang akan diencerkan. 4) Gelcoat Gelcoat termasuk salah satu jenis resin polyester dan fungsi utamanya yaitu sebagai lapisan pelindung laminasi kulit FRP dari goresan atau gesekan benda keras pada permukaan kulit, lapisan gelcoat merupakan lapisan terluar dari laminasi maka sebaiknya resin gelcoat (misalnya jenis gelcoat yang dipakai gelcoat 2141 TEX) mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap pengaruh cuaca/ lingkungan luar. Pada lapisan luar gelcoat ini diberi pewarna (pigmen) dan pemberian campuran zat pewarna tidak boleh lebih dari 15% dari resin gelcoat dengan ketebalan maksimum 15µ merupakan permukaan yang berhubungan langsung dengan cetakan (mold) saat proses laminasi. 5) Pigmen (pewarna) Pigmen (pewarna) adalah campuran yang digunakan untuk memberikan warna pada lapisan luar yang dikehendaki yang dicampurkan pada gelcoat, misalnya: Pigmen white super, pigmen color. 6) Parafin Parafin adalah cairan yang berfungsi memberikan kesan cerah pada gelcoat yang telah diberi pigmen, pemakaiannya sedikit hampir sama dengan cobalt. 7) Lapisan pelepas (mold release) Lapisan pelepas (mold release) merupakan lapisan yang berfungsi untuk mencegah laminasi tidak lengket dengan cetakan.
Lapisan ini yang umum
digunakan yaitu untuk lapisan pertama adalah mold release wax (misalnya mirror glaze) dan lapisan berikutnya PVA. 8) Talk Talk yaitu sejenis bubuk kapur yang dapat berfungsi sebagai dempul setelah dicampur dengan resin dan katalis. Katalis dan akselerator tidak pernah boleh dicampur langsung secara bersamaan, karena komponen ini dapat meledak (Rocca, 1967).
26
2.6.5 Lapisan inti Lapisan inti (Lapisan/Bahan Pengisi) ialah bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk konstruksi fiberglass, ada beberapa lapisan inti yang digunakan antara lain: 1) Kayu, multipleks/tripleks dan polywood merupakan bahan pengisi yang umum digunakan pada deck, sekat dan bangunan atas dari kapal (Gambar 5), kerusakan yang sering terjadi disebabkan proses pelapukan kayu. 2) Pelat baja dan pelat besi digunakan untuk pondasi/ pangkon dari mesin utama, mesin bantu, mesin-mesin geladak dan sebagai pelat mata (untuk mengangkat hasil laminasi misalnya lambung). 3) Pelat Fiberglass digunakan sebagai siku/ bracket-bracket dan sekat pada tangki bahan bakar, oil dan air (Wash Bulkhead) 4) Firet Coremat (Coad Matto), berbentuk lembaran kain busa digunakan sebagai pengganti matto maupun woven roving pada konstruksi yang menerima beban relatif rendah contohnya bangunan atas. 5) Foamed Plastik (Hard Plastic Foams), foamed plastik yang sering digunakan adalah Polystyrene, Polyurethane dan Polyvinyl Chloride (PVC), material tersebut berbentuk foam (gabus) dengan variasi massa jenis. (1)Polystyrene memiliki kemampuan menahan resapan air yang kurang baik, mudah lapuk (decay) dan ketahanan tumbukan sangat rendah serta rentan terhadap pengaruh temperatur rendah dalam hal ini tidak bisa digunakan pada temperatur kurang dari - 4°C.
Harga dari polystyrene ini paling
murah. Foam ini dengan kepadatan 30 berbentuk sheet (lembaran dengan ukuran 2x1 m) berwarna putih digunakan pada bagian tangki, palkah dan sekat palkah. (2)Polyurethane memiliki kemampuan menahan resapan air, ketahanan terhadap proses pelapukan dan ketahanan tumbuk lebih baik dibandingkan polystyrene, foam ini berbentuk lembaran dengan ukuran 200 x 100 x 7,5 cm berwarna kekuningan digunakan pada gading-gading, pembujur pada lambung kapal. (3)Polyvinyl Chloride (PVC) merupakan foamed plastic yang memiliki keunggulan yang terbaik yaitu tahan terhadap pengaruh lingkungan korosif,
27
ringan serta kemampuan menahan resapan air sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk bangunan kapal. Salah satu contoh pemakaian PVC yaitu pemakaian pipa PVC setengah lingkaran untuk penegar sekat ruang tali induk kapal ikan tuna 20 ton. Di negara maju (USA) dipakai Divinycell H Grade buatan Barracuda Tecnologies dimana material ini bisa digunakan pada temperatur -2000C s/d 700 C, material Divinycell ini terdiri dari dua type yaitu: Plate score dan grade score, dimana plate score ini berupa lembaran Divinycell menerus seperti plat datar sedangkan grade score berupa lembaran Divinycell dengan potongan celah yang saling tegak lurus. Tujuan dari pemberian celah pada lembaran Divinycell ini yaitu untuk memudahkan lembaran Divinycell mengikuti bentuk kurva (konstruksi kapal). Bahan pengisi celah pada Divinycell tipe grade score yang umum dipakai adalah divilette. Divilette yang dipakai untuk bangunan kapal yaitu Divilette 600 dengan data teknis sebagai berikut: • Kekuatan tarik : 10 MPa • Modulus Elastisitas : 1000 MPa • Water absorption : 80 mg • Elongation at Break : 3 % • Liner shrinkage : 1.2 % 6) Honeycomb Cell Paper merupakan lapisan pengisi diantara dua laminasi kulit fiberglass dan diantara laminasi kulit tersebut dibatasi oleh lapisan tipis adhesive film. Honeycomb Cell Paper ini umumnya terbuat dari aluminium sehingga sangat ringan, namun ketahanan terhadap pengaruh lingkungan korosif sangat rendah sehingga kerusakan akibat korosi sangat dominan.
28
Divinycell H Grade
cetakan Lapisan dalam
Sumber : Djaya (2008b)
Gambar 5 Divinycell H Grade GS sebagai lapisan
2.7 Galangan Kapal Galangan kapal adalah landasan di tepi laut/perairan yang dipergunakan untuk membangun/merakit kapal. Umumnya landasan tersebut miring kearah permukaan air dan memanjang sampai ke bawah permukaan air yang dimaksudkan untuk meluncurkan kapal ke air setelah selesai dibangun. Galangan kapal di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu (1) galangan kapal perairan terbuka; (2) galangan kapal perairan tertutup. Galangan kapal perairan terbuka merupakan galangan kapal dengan posisi yang menghadap ke perairan laut secara langsung. Galangan kapal dengan posisi seperti ini biasa digunakan untuk membangun kapal berukuran besar hingga kecil.
Galangan
kapal perairan tertutup dibangun di tepi kanal sungai yang memiliki luas perairan yang sempit.
Kapal yang dapat dibangun di galangan kapal jenis ini hanya
berukuran kecil dan menengah yang dibangun secara melintang (Soekarsono, 1995). Galangan kapal ikan merupakan tempat yang khusus digunakan untuk membangun kapal perikanan yang baru. Pekerjaan yang dilakukan di dalam pembangunan kapal tersebut adalah (1) mengkonstruksi lambung kapal dan bagian-bagiannya; (2) memasang instalasi mesin utama dan mesin bantu; (3) memasang instalasi pipa; (4) memasang peralatan khusus sesuai dengan metode
29
penangkapan yang dilakukan; dan (5) mengkonstruksi palkah ikan dengan berbagai sistem pendingin (Lubis, 1983 vide Parulian, 1986). Fungsi galangan kapal adalah untuk membangun, memperbaiki, dan merawat kapal.
Pada pembangunan sebuah kapal, kemampuan dan kualitas
sebuah galangan kapal memegang peranan penting dalam menghasilkan sebuah kapal yang dapat dioperasikan dengan sempurna. Djatmiko (1983) vide Kalvana (2004), menyatakan fasilitas-fasilitas yang harus dimiliki oleh galangan-galangan di Indonesia adalah: 1) Bengkel dan peralatan; 2) Ruangan yang dapat dipakai; 3) Jumlah landasan pembangunan (building berth); 4) Kemungkinan adanya kerjasama antara galangan dengan perusahaan; 5) Kemungkinan adanya sub kontraktor untuk berbagai jenis pekerjaan dan suppliers.
2.8 Tekno Ekonomi Kapal Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), ekonomi adalah ilmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, dan perdagangan); pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga; tata kehidupan perekonomian (suatu negara); cakupan urusan keuangan rumah tangga (organisasi, negara). Pada bentuk perusahaan, perdagangan secara modern dalam bentuk perusahaan yang dilakukan secara besar-besaran dengan ciri seperti harga barang tetap ditentukan menurut perhitungan besarnya modal dan segala pembiayaan untuk produksi, standarisasi barang, peniadaan tindakan tawar-menawar harga, dan penggunaan iklan untuk penawaran kepada khalayak. Konsep efisiensi ekonomi adalah suatu ukuran jumlah relative dari beberapa input yang digunakan untuk output tertentu. Konsep ekonomi mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi (Kadariah et al, 1976) Fyson (1985), menyatakan bahwa evaluasi tekno-ekonomi merupakan prosedur paling penting dalam merancang kapal-kapal baru.
Evaluasi tekno
30
ekonomi dari kapal-kapal ikan membutuhkan suatu tim untuk bekerjasama seperti desainer, ekonomi perikanan, ilmuwan, operator dan investor. Langkah-langkah rencana kerja yang dapat ditempuh oleh desainer dan ekonomi perikanan menurut Fyson (1985), adalah sebagai berikut: 1) Pengumpulan data dari industry penangkapan yang sudah ada; 2) Mendefinisikan parameter-parameter desain dasar dari kapal-kapal baru; 3) Membuat gambar-gambar awal dan daftar dari bahan dan alat yang akan dibutuhkan oleh kapal-kapal baru; 4) Menghitung biaya investasi; 5) Membandingkan keuntungan dari kapal-kapal, dan; 6) Menyelesaikan analisis dengan hati-hati. Secara umum perlu diperhatikan cara pembangunan konstruksi kapal dalam hal sarana dan prasarana dengan memililih cara/metode yang lebih efisien. Kemampuan konstruksi diartikan sebagai pemakaian ilmu dan pengalaman konstruksi dalam perencanaan, perancangan (desain), operasi lapangan untuk memperoleh objektifitas proyek keseluruhan.
Untuk tujuan ini, putusan
kemampuan konstruksi diarahkan sebagai berikut : 1) Pengurangan jumlah waktu konstruksi, dengan cara menciptakan kondisi memaksimalkan potensi untuk konstruksi secara bersamaan dan mengurangi kerja ulang serta waktu terbuang; 2) Pengurangan biaya peralatan konstruksi dengan cara pemakaian peralatan lebih efisien, mengurangi keperluan biaya tinggi; 3) Pengurangan biaya material, dengan memperbaiki kualitas desain, material yang lebih murah dan meminisasi sisa material yang tak terpakai. Sukirno (2005), menyatakan di dalam teori ekonomi, dalam menganalisis produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi yaitu tanah, modal dan keahlian keusahawanan adalah tetap jumlahnya. Tenaga kerja dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya.
Di dalam menggambarkan
hubungan di antara faktor produksi yang digunakan dan tingkat produksi yang dicapai, yang digambarkan adalah hubungan diantara jumlah tenaga kerja yang digunakan dan jumlah produksi yang dicapai.
31
2.9 Biaya Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk jadi yang siap dijual. Menurut buku Syamsuddin, et-al (1995) Terdapat tujuh macam biaya produksi yaitu: 1) Biaya tetap (total fixed cost) adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. Contoh biaya penyusutan, sewa gedung, pemasangan listrik dan telepon; 2) Biaya variable adalah biaya yang jumlahnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Contoh : biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung; 3) Biaya total (total cost) adalah keseluruhan biaya yang di keluarkan untuk menghasilkan barang; 4) Biaya tetap rata-rata (average fixed cost) adalah rata-rata biaya tetap yang dibebankan pada satu unit produksi; 5) Biaya tidak tetap rata-rata (average variable cost) adalah rata-rata biaya tidak tetap yang dibebankan pada satu unit produksi; 6) Biaya rata-rata (average cost) adalah rata-rata biaya yang dibebankan pada satu unit produksi; dan 7) Biaya marginal (marginal cost) adalah tambahan biaya untuk setiap satu unit produksi. Berdasarkan penjelasan Fyson (1985), dalam bab ekonomi pada desain kapal perikanan, biaya awal kapal biasanya jauh melebihi biaya bagian terbesar yang terdapat pada perhitungan cash flow karena banyak komponen-komponen biaya pelaksanaan/operasi maupun pendapatan dari operasi yang cenderung menjadi sangat terkait pada biaya penanaman modal awal.
Perancang kapal
adalah seorang yang memiliki pengetahuan sempurna mengenai seluruh macam komponen kapal, tentu saja merupakan juru kunci untuk pembuatan perkiraan yang baik dari biaya-biaya ini. Pada pembuatan kapal ikan akan dibutuhkan biaya-biaya yang terjadi dalam produksi selama suatu periode, biaya tersebut biaya pabrik (manufacturing cost). Soemarsono (2004), mengelompokan biaya pabrik tersebut adalah sebagai berikut:
32
1) Biaya bahan baku (raw material), yaitu biaya untuk barang-barang yang dapat dengan mudah dan langsung diidentifikasikan dengan barang jadi; 2) Biaya buruh langsung (direct labor), adalah biaya untuk buruh yang menangani secara langsung proses produksi atau dapat diidentifikasikan langsung dengan barang jadi; 3) Biaya pabrik (overhead), adalah biaya-biaya pabrik bahan baku dan buruh langsung. Menurut Assauri (1993), proses pembuatan kapal termasuk proses produksi yang terputus-putus (intermittent processes). kekurangan/kerugian dari proses yang terputus-putus adalah sebagai berikut: 1) Scheduling routing untuk pengerjaan produk yang akan dihasilkan sangat sukar dilakukan karena kombinasi urutan-urutan pekerjaan yang banyak sekali didalam memproduksi satu macam produk, dan disamping itu dilakukan scheduling dan routing yang banyak sekali karena produknya yang tersedia tergantung dari pemesannya; 2) Oleh karena pekerjaan routing dan scheduling banyak sekali dan sukar dilakukan, maka pengawasan produk (production control) dalam proses produksi seperti ini sangat sukar dilakukan; 3) Dibutuhkannya investasi yang cukup besar dalam persediaan bahan mentah dan bahan-bahan dalam proses, karena prosesnya terputus-putus dan produk yang dihasilkan tergantung dari pemesanan, dan; 4) Biaya tenaga kerja dan biaya pemindahan bahan sangat tinggi , karena banyak dipergunakannya tenaga manusia dan tenaga yang dibutuhkan adalah tenaga kerja ahli dalam pengerjaan produk tersebut. Assauri (1993) memaparkan bahwa proses adalah cara, metode, dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan, dan dana) yang diubah untuk memperoleh suatu hasil. Sedangkan produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahanbahan, dan dana) yang ada. Pada dasarnya sewa ekonomi dapat diartikan sebagai harga yang dibayar atas penggunaan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya yang jumlah
33
penawarannya tidak dapat diubah, yaitu jumlahnya tidak dapat dikurangi, sedangkan tenaga kerja merupakan faktor produksi yang jumlahnya dapat berubah (Sukirno, 2005). Mulyadi (2005), memberikan pengertian dari biaya tenaga kerja adalah harga yang disebabkan untuk penggunaan tenaga manusia tersebut.
2.10 Cost per Cubic Number (CUNO) Fyson (1985), menjelaskan untuk perhitungan biaya kapal dibuat berdasarkan ukuran kapal (LPP × B× D). Untuk tujuan biaya, ukuran adalah hitungan terbaik pada pengukuran volume, isi, dan metode yang terbaik untuk digunakan adalah Cost per Cubic Number (CUNO). Selain itu CUNO dapat dijadikan nilai patokan material yang dibuat oleh seorang kepala tukang atau galangan kapal dalam pembuatan kapal tanpa harus menghitung satu persatu unit material yang dibutuhkan dan mengelompokan jenis-jenis biaya yang dibutuhkan.
2.11 Kelayakan Usaha Komponen yang digunakan dalam analisis usaha adalah penerimaan usaha, pengeluaran usaha, dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Pendapatan (keuntungan) adalah penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi biaya total (Total Cost = TC). Jika total penerimaan lebih besar dari total biaya maka usaha yang dijalankan layak untuk dilanjutkan, Jika total penerimaan sama dengan total biaya maka usaha tidak untung dan tidak rugi atau biaya yang dikeluarkan dan penerimaan sama besar.
Tetapi apabila total
penerimaan lebih kecil dari total biaya maka usaha yang dijalankan mengalami kerugian sehingga usahan yang dijalankan tidak layak untuk dilanjutkan. Analisis R/C adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh setiap rupiah biaya yang digunakan dapat memberikan nilai penerimaan sebagai manfaat. Jika R/C lebih besar dari 1 (satu) maka kegiatan usaha tersebut untung sehingga usaha tersebut layak untuk dilanjutkan, jika R/C sama dengan 1 (satu) maka kegiatan usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (impas). Tetapi Jika R/C lebih kecil dari total biaya maka usaha rugi/tidak layak untuk dilanjutkan.
34
Payback periode merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas. Break Even Point (BEP) adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel didalam kegiatan perusahaan (Umar, 2003).