2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Unit Penangkapan Payang Payang merupakan unit penangkapan ikan yang memiliki konstribusi
terbesar dalam penyediaan stok ikan pada tahun 2011, yaitu sebesar 62,88% dari total volume produksi PPN Palabuhanratu (PPN Palabuhanratu 2011). Unit penangkapan payang terdiri atas alat tangkap, kapal dan nelayan.
Berikut
merupakan penjelasan tentang unit penangkapan payang secara lengkap. 2.1.1
Alat tangkap Payang (Gambar 1) merupakan pukat kantong lingkar yang terdiri atas
bagian kantong (bag), badan (body), dan dua buah sayap di bagian kiri dan kanan (wing), serta tali ris. Menurut von Brandt (2005), payang termasuk ke dalam kelompok seine net.
Menurut Badan Standardisasi Nasional (2005), payang
merupakan salah satu pukat tarik yang pengoperasiannya menggunakan satu kapal.
Menurut SNI yang dikeluarkan oleh BSN tersebut, payang memiliki
beberapa bagian, diantaranya sayap atau kaki jaring (wing) yang terdiri atas sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing), medan jaring bawah (bosoom), badan jaring (body), kantong jaring (cod end), tali ris atas (head rope), tali ris bawah (ground rope), dan tali selambar (warp rope).
Alat ini dioperasikan
dengan tali selambar di permukaan perairan dengan cara melingkari area seluasluasnya pada gerombolan ikan pelagis, kemudian penarikan dan pengangkatan jaring ke atas kapal.
Pada payang tali ris atas lebih panjang dari pada tali ris
bawah dengan tujuan agar ikan dapat masuk ke dalam kantong jaring dengan mudah dan mencegah lolosnya ikan ke arah vertikal bawah. Payang merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari jaring. Jaring yang biasa digunakan terbuat dari bahan nilon.
Menurut Subani dan Barus
(1989), payang digunakan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang hidup di lapisan atas air dan mempunyai sifat cenderung lari ke lapisan bawah perairan apabila telah terkurung jaring. Ukuran mata jaring payang mulai dari ujung kantong sampai ke ujung kaki berbeda-beda, yaitu kira-kira 1 cm di bagian kantong dan semakin besar hingga di bagian ujung kaki atau sayap sekitar 40 cm.
7
Parameter utama dari alat tangkap ini adalah kesempurnaan mulut jaring dalam membuka. Menurut Monintja (1991), secara rinci alat tangkap payang terdiri atas bagian-bagian: 1) Sayap, terdiri atas sayap kiri dan sayap kanan yang merupakan lembaranlembaran jaring yang disatukan dan berfungsi sebagai pengurung ikan; 2) Badan, merupakan lembaran jaring yang disatukan berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan dan biasanya mata jaring pada badan lebih kecil dari sayap; 3) Kantong, merupakan satu kesatuan lembaran jaring yang berbentuk kerucut terpacung, semakin ke ujung jumlah mata jaringnya berkurang dan ukurannya semakin kecil; 4) Tali ris, terdiri atas tali ris atas dan tali ris bawah, berfungsi untuk merentangkan jaring; 5) Pelampung, berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaring sesuai dengan yang diinginkan dan juga memelihara jaring agar tetap terapung; dan 6) Pemberat, berfungsi untuk memberikan daya berat ke bawah.
Gambar 2 Konstruksi payang ( Sari 2011)
2.1.2 Kapal Kapal payang adalah salah satu jenis kapal ikan yang mengoperasikan alat tangkap payang dengan cara mengejar ataupun melingkari kelompok ikan (Saptaji 2005). Kapal payang memiliki konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Ayodhyoa 1981). Kapal atau perahu yang digunakan dalam unit penangkapan payang terbuat dari bahan kayu. Perahu ini menggunakan
8
tenaga penggerak motor tempel berkekuatan 40 PK. Bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien. Perahu ini tidak mempunyai rumah-rumahan (deck house), dengan tujuan agar luasan di atas dek saat pengoperasian alat cukup luas, sehingga tidak mengganggu berlangsungnya operasi penangkapan ikan (Suharyadie 2004). 2.1.3
Nelayan Nelayan yang mengoperasikan alat tangkap payang berjumlah 6 orang
untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani dan Barus 1989). Menurut Saptaji (2005), jumlah nelayan dalam satu unit penangkapan payang di Palabuhanratu adalah 15-25 orang. Jumlah nelayan yang dipakai ditentukan berdasarkan jenis ikan sasaran penangkapan serta ukuran kapal yang digunakan.
Tiap nelayan mempunyai tugas masing-masing yang
merupakan satu kesatuan kerja dalam mengoperasikan alat tangkap payang. Ayodhyoa (1981) mengungkapkan bahwa nelayan telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master. Pembagian tugas tersebut adalah 1) Tekong, merupakan kapten kapal yang bertanggung jawab atas keberhasilan operasi penangkapan ikan; 2) Juru mudi, bertugas mengemudikan kapal menuju fishing ground sampai kembali ke fishing base, serta bertanggung jawab terhadap kondisi mesin kapal; 3) Juru batu, bertugas dalam merapikan alat tangkap sebelum atau sesudah hauling di atas kapal; 4) Pengawas, bertugas mengawasi keberadaan ikan target penangkapan; dan 5) Tukang renang, bertugas menakut-nakuti ikan agar tidak lolos melewati bagian bawah kapal dan sayap payang. Tukang renang akan meloncat ke dalam air dan dilakukan berulang-ulang. 2.2
Hasil Tangkapan Hasil tangkapan adalah spesies ikan yang tertangkap saat kegiatan operasi
penangkapan.
Hasil tangkapan yang diperoleh alat tangkap payang
sangat
9
bergantung pada keadaan daerah dan jumlah ikan yang berkumpul di daerah penangkapan. Hasil tangkapan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan.
Menurut Mawardi (1990)
menjelaskan bahwa sasaran utama dari pengoperasian payang di Perairan Teluk Palabuhanratu adalah jenis-jenis ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting seperti : cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard) dan banjar (Euthynus alleratus). Hasil tangkapan sampingan, yang diperoleh adalah spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch). 2.3
Alokasi Waktu Menurut Sayogyo (1982), penggunaan waktu di rumah tangga pedesaan
ada perbedaan antara rumah tangga miskin dan rumah tangga kaya.
Rumah
tangga miskin menggunakan waktu kerja lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga kaya, sedangkan imbalan yang diperoleh dalam bentuk upah sangat kecil. Hasil penelitian Aryani (1994) di Desa Pasir Baru, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi tentang curahan kerja dan kontribusi penerimaan keluarga nelayan terungkap bahwa semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan melaut terhadap total penerimaan rumah tangga maka semakin baik kondisi ekonomi rumah tangga. Intensitas sumbangan curahan tenaga kerja rumah tangga terlihat dari tingkat partisipasi dan tingkat waktu kerja. Prasodjo (1993) mengungkapkan bahwa faktor musim mempengaruhi keragaan pola kerja antara pria dan wanita dalam rumah tangga nelayan dengan ekspansi demografi yang berbeda-beda.
Perubahan dari normal ke musim
paceklik direspon oleh rumah tangga nelayan dengan meningkatkan pola nafkah ganda.
Dengan kata lain, pengalokasian tenaga kerja wanita rumah tangga
nelayan pada musim paceklik tidak optimal karena masih terdapat potensi tenaga kerja wanita dan waktu luang yang cukup besar. Pekerjaan sebagai nelayan tidak diragukan lagi adalah pekerjaan yang sangat berat. 2.4
Pendapatan Keluarga (Family Income) Pengertian penerimaan adalah seluruh penerimaan semua anggota rumah
tangga ekonomi, baik berupa barang maupun jasa. mencakup:
Adapun penerimaan ini
10
1) Pengambilan tabungan atau simpanan 2) Penjualan atau pengadaan barang 3) Penerimaan piutang Kiriman atau hadiah dari keluarga atau pihak lain secara tidak rutin, warisan atau hibah dan lainnya (Biro Pusat Statistik 1993). Menurut Biro Pusat Statistik (1993), pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan terdiri dari: 1) Pendapatan dari upah atau gaji yang mencakup upah atau gaji yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh. 2) Pendapatan dari hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih nilai jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. 3) Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar upah atau gaji yang menyangkut usaha lain dari; (a) perkiraan sewa rumah milik sendiri, (b) bunga, deviden, royalti, paten, sewa atau kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, dsb, (c) buah hasil usaha sampingan yang dijual, (d) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, (e) kiriman keluarga atau pihak lain secara rutin, ikatan dinas, beasiswa, dsb. Fenomena keberagaman sumber pendapatan rumah tangga relative lebih nyata pada rumah tangga petani dibandingkan pada rumah tangga nelayan dan buruh perkebunan. Besar pendapatan dari berbagai sumber relatif lebih merata, sedangkan pada rumah tangga nelayan dan buruh perkebunan pendapatan rumah tangga lebih mengandalkan pada pekerjaan utamanya (Sujana 1992). 2.5
Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat
memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk.
Semakin tinggi
pendapatan, maka porsi pengeluaran akan bergeser dan pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran untuk bukan makanan (Biro Pusat Statistik 1999). Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga sebulan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Pengeluaran atau konsumsi rumah
11
tangga dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi makanan dan bukan makanan tanpa memperhatikan asal barang dan terbatas pada pengeluaran untuk kebutuhan rumah tangga saja, tidak termasuk konsumsi atau pengeluaran untuk keperluan usaha rumah tangga atau yang diberikan kepada pihak lain (Badan Pusat Statistik 2000). Menurut Hanafiah (1984), pos-pos atau bagian mata anggaran rumah tangga perikanan (RTP) dan rumah tangga buruh perikanan (RTBP) dibagi dalam empat kelompok masing-masing adalah sebagai berikut: 1) Kebutuhan pokok; pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, penerangan rumah, dan perbaikan rumah. 2) Sumbangan Sosial dan Keagamaan; upacara keagamaan, sumbangan sosial, sumbangan keamanan, Pajak atau Iuran Pembangunan Daerah atau lain-lain. 3) Pengeluaran yang dipandang mengandung unsur pemborosan; pengeluaran untuk rokok, minuman keras, pesta dan hiburan. 4) Tabungan dan Bayar Hutang; sisa pendapatan yang merupakan potensi untuk “saving” dan bayar hutang. 2.6
Tingkat kemiskinan Tingkat kemiskinan masyarakat dapat digambarkan dengan pendapatan
atau penghasilannya. sandang dan papan.
Pengeluaran rumah tangga dibedakan menurut pangan, Menurut Esmara diacu dalam Primayuda (2002)
mengemukakan pada garis kemiskinan berdasarkan ukuran “dibawah rata-rata” yaitu: 1) Konsumsi beras dalam jumlah kilogram untuk setiap orang 2) Konsumsi 9 bahan pokok 3) Pengeluaran rumah tangga 4) Konsumsi kalori dan protein setiap orang per hari secara terpisah dengan membedakan nilai rata-rata menurut Daerah Jawa dan lain daerah, desa atau kota. Di bawah rata-rata itulah yang disebut miskin. Sajogyo (1996) mengatakan bahwa “garis kemiskinan” mempunyai ciriciri spesifikasi atas tiga garis kemiskinan yang mencakup nilai ambang kecukupan pangan dan menghubungkan tingkat pendapatan rumah tangga dengan ukuran
12
kecukupan pangan. Garis kemiskinan ciri pertama dinyatakan dalam rupiah per tahun, tetapi dalam bentuk ekuivalen nilai tukar beras dengan ukuran kilogram setiap orang per bulan agar dapat saling dibandingkan nilai tukar antar daerah dan antar zaman sesuai dengan harga beras setempat. Klasifikasi tingkat kemisikinan untuk perkotaan, antara lain : 1) Tidak miskin, pendapatan per kapita per tahun diatas 480 kg beras, nilai tukar beras per orang dalam setahun; 2) Miskin untuk pedesaan ialah pendapatan per kapita per tahun rumah tangga di bawah 480 kg beras, nilai tukar beras per orang dalam setahun; 3) Miskin sekali, pangan tak cukup di bawah 360 kg beras, nilai tukar beras per orang dalam setahun; dan 4) Paling miskin, pendapatan per kapita per tahun di bawah 270 kg beras, nilai tukar beras per orang per tahun. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah, mengklasifikasikan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimal yang dipergunakan sebagai tolok ukur yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kg garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar dan 2 meter batik kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan sebagai batas garis kemiskinan. Dengan menggunakan tingkat pengeluaran setara dengan pengeluaran untuk konsumsi sembilan bahan pokok. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah membagi tingkat kemiskinan menjadi empat golongan, yaitu : 1) Tidak miskin : Apabila tingkat pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari 200 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok; 2) Hampir miskin : Apabila tingkat pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari 126-200 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok; 3) Miskin : Apabila tingkat pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari 75125 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok; 4) Miskin sekali : Apabila tingkat pengeluaran per kapita per tahun lebih besar dari 75 % dari total pengeluaran 9 bahan pokok.
13
2.7
Tingkat Kesejahteraan Menurut
Gunawan
(2007),
peningkatan kesejahteraan
kebijakan
khusus
pemerintah
dalam
masyarakat guna menanggulangi kemiskinan
merupakan bagian integral pembangunan nasional yang harus mempunyai arah pembangunan yang jelas.
Arah pembangunan tersebut harus ditindaklanjuti
melalui strategi peningkatan kesejahteraan dan dijabarkan melalui kebijakan peningkatan kesejahteraan guna menanggulangi kemiskinan.
Kesejahteraan
bersifat subyektif, setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Nilai tukar nelayan digunakan sebagai pendekatan untuk mengetahui perkembangan tingkat kesejahteraan nelayan. UU No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila. Badan
Pusat
Statistik
(2009)
menentukan
tingkat
menyangkut segi-segi yang dapat diukur (measurable welfare).
kesejahteraan Indikator yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah: 1) Pendapatan rumah tangga; 2) Konsumsi rumah tangga; 3) Keadaan tempat tinggal; 4) Fasilitas tempat tinggal; 5) Kesehatan anggota rumah tangga; 6) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga medis atau paramedis, termasuk didalamnya kemudahan mengikuti Keluarga Berencana (KB) dan memperoleh obat-obatan; 7) Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan; 8) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi; 9) Kehidupan beragama;
14
10) Perasaan aman dari gangguan tindak kejahatan; dan 11) Kemudahan dalam melakukan olahraga.