4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Unit Penangkapan Payang Berdasarkan klasifikasi International Standard Statistical Classification of Fishing Gear (ISSCFG) dalam Adhiar (2007), payang digolongkan kedalam boat seine. Desain payang terdiri dari dua buah sayap, badan jaring, yang dalam banyak segi sangat mirip dengan jaring trawl. Jaring ini dioperasikan dengan cara ditarik dari kapal mengunakan dua buah tali selambar. Menurut klasifikasi Von Brandt (1984), jaring payang termasuk kedalam kelompok besar Seine net atau Danish seine, yaitu alat tangkap yang memiliki sayap dan warp penarik yang sangat panjang dengan atau tanpa kantong, sedangkan menurut Nomura dan Yamazaki (1977), payang termasuk kedalam kelas Towing net dan sub kelas Danish seine, yang tujuan utamanya menangkap ikan pelagis. Alat tangkap ini membatasi gerak renang ikan sehingga ikan terkurung pada badan jaring dan selanjutnya masuk kedalam kantong. Ciri khusus dari jaring payang adalah tali ris atas lebih panjang dibanding tali ris bawah atau bibir bawah lebih panjang dibanding bibir atas, hal ini dimaksudkan agar ikan tidak lolos ke arah bawah. Jaring payang dioperasikan dekat permukaan laut yang ditujukan untuk menangkap jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, misalnya ikan terbang (Clupea. sp), kembung (Rastrelliger sp), layang (Decapterus sp), tongkol (Euthynnus sp), cakalang (Katsuwonus pelamis) (Mawardi, 1990). Menurut Sari N (2004) terdapat berbagai macam tipe dari alat tangkap payang. Dapat dikatakan setiap daerah mempunyai bentuknya sendiri. Berikut ini beberapa contoh tipe-tipe dari alat tangkap payang. 1) Payang uras. Payang uras termasuk salah satu jenis payang yang menggunakan lampu sebagai alat bantu sewaktu dilakukannya proses penangkapan. Hal yang membedakan jenis payang ini dari payang yang lain adalah perbedaan dari cara penggunaannya.
5
2) Jala oras. Jala oras adalah tipe payang yang dikhususkan untuk menangkap ikan roa/julung-julung. Berbeda dengan jenis payang pada umumnya, jala oras mempunyai kantong yang relatif besar. 3) Payang rebon. Payang rebon adalah jenis payang yang dikusukan untuk menangkap jenis udang rebon. Hal yang membedakan payang rebon dengan jenis payang lainnya adalah pada ukuran mata jaringnya yang lebih kecil karena dikhususkan untuk menangkap udang rebon yang berukuran kecil. Alat tangkap ini tidak dimasukkan ke dalam jenis alat tangkap pukat udang karena secara metode operasi dan konstruksinya memiliki kesamaan dengan metode dan konstruksi pukat kantong (payang). 4) Payang besar. Payang besar adalah jenis payang yang dikhususkan untuk menangkap ikan layang. Hal yang membedakan jenis payang besar dengan jenis payang yang lain adalah pada semua ukuran panel jaring yang digunakan. Sesuai dengan namanya, panel-panel yang digunakan pada alat tangkap payang besar ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan ukuran panel payang pada umumnya. Hal ini menyebabkan ukuran jaring pada payang besar lebih besar dari payang bisa. 5) Payang klitik. Payang klitik adalah jenis payang yang terdiri dari dari kantong, badan (ulon), dan sayap (sikil). Targen utama dari Jenis payang ini adalah menangkap jenis ikan teri, sehingga ukuran mata jaring yang digunakan adalah mata jaring yang berukuran kecil. Mata jaring yang digunakan berbeda-beda semakin kearah kantung maka ukuran mata jaring akan semakin kecil. Hal ini untuk mencegah lolosnya hasil tangkapan ketika berada di bagian kantong. Bagaian badan terletak antara cakem babak (bibir atas) dan cakel (bibir bawah). Bagian badan terdiri atas beberapa lembar jaring dengan penamaan yang berbeda-beda. Bagian badan dimulai dari payang 400 hingga payang 900.
6
Penaman ini diambil dari jumlah mata jaring dalam keliling badan. Ukuran mata jaring pada bagian badan semakin kecil kearah kantong Perahu yang digunakan dalam unit penangkapan payang ini terbuat dari bahan kayu, ciri khusus perahu payang adalah adanya tiang pengamat di atas dek yang disebut tiang Kakapa dan adanya meja dibagian belakang yang berfungsi untuk menaruh pemberat saat dilakukan penarikan jaring. Perahu ini menggunakan tenaga gerak berasal dari motor tempel. Jumlah nelayan dalam satu unit penangkapan payang sekitar 12-20 orang dengan pembagian tugas sebagai berikut (Mawardi, 1990): 1. Juru mudi, bertugas untuk mengemudikan perahu dan bertanggung jawab terhadap kondisi mesin; 2. Pengawas, bertugas untuk mencari atau mengintai gerombolan ikan (Schooling) 3. Petawur, bertugas untuk melemparkan jaring; 4. luru batu, bertugas untuk membereskan pemberat, pelampung dan jaring sebelum dan setelah operasi penangkapan dilakukan; 5. Bubulung, bertugas untuk memperbaiki jaring yang rusak saat operasi penangkapan; 6. Pandega, bertugas untuk menarik jaring.
2.2 Metode Pengoperasian Payang Metode pengoperasian payang adalah dengan cara melingkarkan jaring pada area atau wilayah seluas-luasnya dan kemudian menariknya ke perahu. Saat arah pergerakan renang ikan sudah diketahui, perahu akan mengejar sejajar dengan arah pergerakan ikan kemudian memotongnya dan melemparkan pelampung tanda yang pertama. Pelingkaran jaring dilakukan dengan kondisi mesin motor dipacu dengan kecepatan penuh, setelah semua jaring diturunkan dan tali selambar yang depan telah bertemu dengan selambar belakang, jaring mulai diangkat keatas perahu dengan kondisi mesin motor dimatikan Bagian yang pertama kali diangkat adalah pelampung tanda yang pertama. Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang dapat dilakukan baik pada malam maupun siang hari. Operasi penangkapan pada
7
malam hari terutama pada hari-hari gelap dengan menggunakan alat bantu lampu petromaks dan penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon atau kadang-kadang tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikan atau dengan cara mencari gerombolan ikan. Penangkapan dengan payang dapat dilakukan baik dengan menggunakan perahu layar atau dengan menggunakan kapal motor. Penggunaan tenaga kerja manusia berkisar antara 6 orang untuk payang berukuran kecil dan 16 orang untuk payang besar (Subani dan Barus, 1989).
2.3 Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan adalah tempat dimana ikan terdapat dan alat tangkap dapat dioperasikan. Daerah operasi penangkapan alat tangkap payang tidak jauh dari pantai dan kedalaman yang relatif dangkal, hal ini disebabkan karena keterbatasan perahu yang digunakan relatif kecil sehingga tidak bisa digunakan pada perairan yang bergelombang besar. Secara umum alat tangkap payang dapat dioperasikan dimana saja, tetapi dalam kegiatan penangkapannya payang banyak dioperasikan didaerah-daerah yang memiliki kedalaman antara 40-200 m, atau daerah yang mempunyai substrat lumpur dan berpasir. Payang tidak dapat dioperasikan pada daerah yang bersubstrat karang karena apabila jaring sampai ke dasar perairan dapat menyebabkan
kerusakan
pada
jaring.
Daerah
penangkapan
payang
di
Pelabuhanratu dapat dibagi menjadi dua daerah utama, yaitu daerah sebelah selatan dan daerah sebelah barat. Pada bagian barat, daerah penangkapannya adalah Cisolok, Tanjung Layar, Bayah, dan yang pa1ing jauh Binuangeun, Pulau Tinjil dan Pulau Deli. Sebelah selatan adalah daerah Cisaat, Karang Bolong, Ciletuh, Karang Antu, dan yang paling jauh yaitu sekitar Ujung Genteng. Penangkapan dengan menggunakan payang dapat dilakukan sepanjang tahun kecuali pada bulan-bulan tertentu dimana terjadi musim barat. Pada musim barat biasanya gelombang sangat besar sehingga nelayan tidak berani untuk melaut karena dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka, selain itu pada musim barat hasil tangkapannya relatif sedikit.
8
2.4 Metode Penentuan Daerah Penangkapan Hal yang harus diketahui oleh nelayan sebelum melakukan operasi penangkapan ialah mengetahui keberadaan ikan yang menjadi sasaran penangkapan berdasar pada spesies dan musimnya. Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu : 1) Memperkirakan bahwa daerah tersebut cocok dengan tingkah laku ikan yang akan ditangkap berdasar kepada data-data oseanografi dan meteorologi. 2) Memperkirakan musim dan daerah yang cocok dari pengalaman menangkap ikan sebelumnya. 3) Memilih daerah penangkapan ikan secara ekonomis berdasar kepada jarak dari Fishing base (pelabuhan), kepadatan gerombolan ikan, kondisi oseanografi, meteorologi dan lain-lain. Hal lainnya yang sangat penting untuk diperhatikan dalam menentukan daerah penangkapan ikan ialah dengan memperhatikan karakteristik dan kondisi dari daerah tersebut. Karakteristik dan kondisi yang diperlukan dalam menentukan daerah penangkapan ikan tersebut yaitu : 1) Daerah tersebut harus mempunyai kondisi dimana ikan akan datang secara bergerombol dan daerah tersebut merupakan daerah yang cocok bagi habitat ikan tersebut, 2) Daerah tersebut harus mempunyai karakteristik, dimana alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah oleh nelayan, 3) Daerah tersebut secara ekonomis tidak terlalu jauh dari pelabuhan. Dalam praktek penangkapan di lapangan metode yang dapat digunakan untuk mencari gerombolan ikan (schooling) ikan diantaranya ialah : 1) Cara langsung, yaitu mencari gerombolan ikan secara langsung di lapangan baik dengan menggunakan alat bantu maupun secara manual tanpa alat bantu apapun. Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mencari gerombolan ikan diantaranya ialah fish finder, sonar, echosounder dan lain-lain, sedangkan tanpa penggunaan alat bantu elektronik dapat dilakukan dengan cara melihat indikator lingkungan. Menurut Ayodhyoa
9
(1982), indikator dalam menentukan gerombolan (schooling) ikan pelagis, ialah : a) Adanya perubahan warna pennukaan air laut, karena gerombolan ikan berenang dekat pada permukaan air, b) Adanya ikan-ikan yang melompat ke permukaan, c) Adanya buih-buih di permukaan laut akibat udara yang dikeluarkan ikan, dan d) Adanya burung-burung laut yang menyambar permukaan laut. 2) Cara tidak langsung, yaitu mencari gerombolan ikan dengan menggunakan alat bantu satelit, dalam hal ini cara yang dilakukan dengan melihat citra yang didapat dari satelit Landsat maupun NOAA. Dengan cara ini pencarian gerombolan ikan dilakukan dengan melihat warna permukaan laut, kemudian dari warna tersebut akan diketahui sebaran suhu permukaan laut yang optimum untuk plankton yang merupakan sumber makanan bagi ikan pelagis.
2.5 Cuaca dan Iklim Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbeda-beda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (± minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya: 1) Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan 2) Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis. Perbedaan ini menyebabkan timbulnya penyerapan panas matahari oleh bumi sehingga besar pengaruhnya terhadap kehidupan di bumi. Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi cuaca dan iklim yaitu suhu, curah hujan, dan angin. Angin merupakan faktor yang paling penting dalam
10
usaha penangkapan ikan karena nelayan tradisional masih tergantung kepada kondisi angin dalam melakukan operasi penangkapannya (Hutabarat & Evans, 1985). 2.5.1 Suhu dan perpindahan panas Kemampuan daratan dalam menyimpan panas tidak sama dengan air, akibatnya daratan akan semakin cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi daripada lautan. Sebaliknya, daratan akan lebih cepat pula menjadi dingin ketika tidak ada insolation (pemanasan sinar matahari yang diterima permukaan bumi. Perpindahan panas yang terjadi antara udara dengan lautan atau tanah di bawahnya akan menyebabkan kenaikan tekanan atmosfer pada daerah di sekitarnya. Udara cenderung berpindah dari daerah yang bertekanan atmosfer tinggi ke daerah bertekanan rendah. Kadaan inilah yang menyebabkan terjadinya sistem angin di dunia. 2.5.2 Curah hujan dan Siklus air Sebagian besar air (97.3%) yang terdapat di permukaan bumi berasal dari lautan di seluruh dunia. Sedangkan yang berasal dari atmosfer yang berbentuk uap air berjumlah sangat kecil yaitu 0.01% dari seluruh air yang terdapat di bumi ini. Hilangnya air dari lautan sebagian besar disebabkan karena penguapan yang kemudian menjadi uap air di atmosfer. Besarnya penguapan yang terjadi selalu seimbang dengan curah hujan yang terjadi. Hal ini biasanya dikenal sebagai hydrologic cycle. Hal yang menyebabkan tidak seimbangnya hydrologic cycle adalah adanya perbedaan yang sangat besar antara penguapan dan curah hujan di beberapa daerah tertentu. Penguapan cenderung lebih tinggi pada daerah yang mempunyai suhu tinggi, angin kuat dan kelembaban rendah. 2.5.3 Tekanan Udara dan Angin Angin disebabkan karena adanya perbedaan tekanan udara yang merupakan hasil ketidakseimbangan pemanasan matahari pada tempat-tempat berbeda di permukaan bumi. Seluruh permukaan bumi dapat dibagi menjadi beberapa daerah utama yang mempunyai tekanan rendah dan tinggi yang tergantung kepada letak lintang. Hal ini menyebabkan timbulnya tiga sistem angin utama yaitu: 1) Angin yang terletak pada lintang antara 0 º dan 30º yang dikenal sebagai
11
Trade Winds dimana angin bertiup dari arah timur ke barat. 2) Angin yang terletak antara lintang 30º dan 60º yang bertiup dari arah barat ke timur. 3) Angin yang terletak di daerah kutub (antara 60º sampai ke kutub) yang umumnya bertiup dari arah timur ke barat.
2.6 Adaptasi Nelayan Payang Masyarakat yang memiliki daya tahan yang paling tinggi terhadap kemiskinan adalah nelayan (Kusnadi 2003) karena dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan memiliki sifat otonom dan independensi yang tinggi dalam hal mengatasi kebutuhan hidup mereka sehari-hari sehingga strategi adaptasi yang mereka lakukan telah melalui proses yang panjang. Strategi adaptasi merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial-politik-ekonomi-ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup (Barlett, 1993 yang diacu dalam Kusnadi, 2000). Pemilihan tindakan tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dilingkungannya guna mengatasi tekanan-tekanan sosial ekonomi. Beberapa
strategi
adaptasi
yang
dikembangkan
untuk
menjaga
kelangsungan hidup di kalangan penduduk miskin pedesaan (Corner, 1988 dalam Adhiar, 2007) adalah: 1) Melakukan beraneka ragam pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Pekerjaan-pekerjaan yang tersedia di desa dan dapat merendahkan martabat pun akan tetap diterima, kendatipun upahnya rendah. 2) Jika kegiatan-kegiatan tersebut masih kurang memadai, penduduk miskin akan beralih pada sistem penunjang yang ada di lingkungannya. Sistem ikatan kekerabatan, ketetanggaan, dan pengaturan tukar menukar secara timbal balik merupakan sumberdaya yang sangat berharga bagi penduduk miskin. Dalam menghadapi penghasilan dan peluang yang semakin kecil, penduduk miskin masih dapat bertahan dengan harapan para kerabat dan keluarganya untuk berbagi kelebihan apapun yang mereka miliki. Polapola hubungan sosial demikian dapat memberikan rasa aman dan perlindungan bagi masyarakat miskin.
12
3) Bekerja lebih banyak meskipun lebih sedikit pemasukan. Strategi yang bersifat ekonomis ini ditempuh untuk mengurangi tingkat kebutuhan konsumsi sehari-hari. 4) Memilih alternatif lain jika ketiga alternatif diatas sulit dilakukan dan kemungkinan hidup di desa sudah sangat kritis. Rumah tangga miskin tersebut harus menghadapi pilihan terakhir agar segera meninggalkan desa dan bermingrasi ke kota. Keputusan
ini dipertimbangkan sebelumnya
dimana mereka memiliki anggota keluarga lainnya yang telah bekerja di kota sehingga dapat mencari pekerjaan dan memperoleh penghasilan. sehingga rumah tangga miskin dapat memperoleh sumber-sumber pendapatan dari luar desa. Keempat pola strategi di atas akan terus berputar di sekitar akses sumberdaya dan pekerjaan. Dalam perebutan sumberdaya ini, kelompokkelompok miskin tidak hanya bersaing dengan pihak kaya dan kuat tetapi juga dengan pihak mereka sendiri. Adaptasi nelayan merupakan sebuah sistem atau cara yang dilakukan nelayan agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang dihadapi. Tujuan dari jenis adaptasi ini adalah agar nelayan dapat melakukan aktifitasnya seperti biasa maupun untuk memperoleh keuntungan lebih.
2.7 Interaksi Sosial Proses interaksi sosial rnerupakan cara untuk menciptakan hubungan sosial yang terpola yang disebut jaringan-jaringan hubungan sosial atau pengorganisasian sosial dan struktur sosial. Kata sosial menyatakan bahwa lebih dari seorang yang terlibat, dan interaksi berarti bahwa terjadi saling mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soekanto (1985), interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-perorang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorang dengan kelompok manusia. Soekanto (1985) rnengemukakan, bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah: (1) proses belajar yang
13
meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berfikir dan aspek merasa), (2) proses penyampaian
dan
penerimaan
lambang-Iambang
(komunikasi),
dan
(3)
mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permainan peran, identifikasi, proyeksi, agresi, dan sebagainya. Suatu interaksi sosial tidak mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak adalah salah satu hal yang terpenting untuk mendekatkan pihak-pihak yang saling berinteraksi. Makin sering kontak makin dekat antara pihak-pihak yang tadinya saling tidak mengenal, saling bersikap negatif, atau saling bermusuhan (Sarwono, 2005). Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu: (1) hubungan perorangan, misalnya antara nelayan buruh dengan juragannya, (2) antara individu dengan suatu kelompok, misalnya antara nelayan dengan pihak HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), dan (3) antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya, misalnya kelompok nelayan payang dan kelompok nelayan gillnet Kontak sosial bisa bersifat positif atau negatif. Kontak sosial positif, mengarah pada kerjasama yang mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif), sedangkan kontak sosial negatif rnengarah pada suatu pertentangan yang saling menjauhkan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan interaksi sosial (disosiatif) (Sarwono, 2005). Salah satu bentuk interaksi sosial dalam bidang perikanan adalah hubungan antara kelompok elit dan nelayan. Sarwono (2005) menyatakan hubungan tersebut berbentuk hubungan bapak-anak buah atau (Patron-Client Relationship). Fungsi hubungan bapak-anak buah ini mendukung terbentuknya hubungan ketergantungan golongan ekonomi lemah pada golongan ekonomi kuat. Hal ini dapat berarti adanya hubungan kekuasaan yang dicirikan oleh kemampuan pihak yang kuat untuk mempengaruhi tingkah laku pihak lain.
2.8 Musim Penangkapan Ikan Menurut Nontji (1987), pola musim berlangsung di suatu perairan dipengaruhi oleh pola arus dan perubahan pola arah angin. Arus permukaan di Indonesia akan selalu berubah tiap setengah tahun akibat adanya arah angin disetiap musimnya. Angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson.
14
Berdasarkan arah utama angin yang bertiup (secara periodik) di atas wilayah Indonesia, maka dikenal dengan istilah musim barat dan musim timur. Berhubungan dengan musim penangkapan ikan di Indonesia dikenal adanya empat musim yang sangat mempengaruhi kegiatan penangkapan, yaitu musim barat, musim timur, musim peralihan awal tahun dan musim peralihan akhir tahun. Kedua musim peralihan tersebut sering disebut sebagai musim pancaroba. Pada bulan Desember hingga Februari adalah musim dingin di belahan bumi bagian utara dan musim panas di belahan bumi bagian selatan, dimana saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, yang di Indonesia dikenal sebagai angin musim barat. Selama bulan Maret, angin barat masih bertiup tetapi kecepatan dan kemantapannya berkurang. Pada bulan April and Mei arah angin sudah tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim peralihan atau pancaroba awal tahun. Sedangkan pada bulan Juni hingga Agustus terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Asia sehingga di Indonesia berhembuslah angin musim timur. Kemudian memasuki bulan Oktober dan November arah angin tidak lagi menentu, maka periode ini dikenal sebagai musim peralihan atau pancaroba akhir tahun. Pada daerah-daerah di sebelah selatan khatulistiwa, umumnya musim barat banyak membawa hujan, dimana curah hujan ini mempengaruhi sebaran salinitas di permukaan lautan (Nontji, 1987).
2.9 Hasil Tangkapan Hasil tangkapan adalah spesies ikan maupun binatang air lainnya yang tertangkap saat kegiatan operasi penangkapan. Jenis sumberdaya ikan yang diperbolehkan ditangkap di kawasan konservasi laut dalam persepektif hukum nasional adalah semua jenis ikan yang tidak dilarang dan tidak terancam punah serta usaha penangkapannya tidak menyebabkan kerusakan. Namun jenis ini dapat berbeda untuk setiap kawasan konservasi laut, tergantung dari fungsi kawasan, daya dukung dan pola pengembangan kawasan. Hasil tangkapan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama adalah
15
hasil tangkapan yang menjadi target utama penangkapan nelayan. Hasil tangkapan sampingan menurut Hall (1999) diacu dalam Jayanti (2009) dibedakan lagi menjadi dua kategori, yaitu : 1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), merupakan hasil tangkapan yang sesekali tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari unit penangkapan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh nelayan. 2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), merupakan bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomis (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau spesies ikan yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi. Tujuan utama dari operasi penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di Palabuhanratu adalah jenis-jenis ikan pelagis yang hidup bergerombol, seperti: cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis thazard), ikan terbang (Clupea sp.), layang (Decapterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), dan lain-lain.