4
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan informasi yang didapat untuk menciptakan gambaran sesuatu yang memiliki arti (Kotler, 2004). Menurut Mulyana (2004) persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah tahap terpenting dalam komunikasi dan merupakan inti dari persepsi. Menurut Mulyana (2004) beberapa prinsip penting mengenai persepsi adalah sebagai berikut: 1. Persepsi terbentuk berdasarkan pengalaman Persepsi manusia terhadap seseorang, objek, atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu terbentuk berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka terhadap seseorang, objek, atau kejadian serupa. Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek jelas akan membuat seseorang menafsirkan objek tersebut berdasarkan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. Bila berdasarkan pengalaman sering melihat bahwa suatu objek diperlakukan dengan cara yang lazim, kita mungkin akan bereaksi lain terhadap cara memperlakukan objek tersebut, berdasarkan persepsi yang lama. 2. Persepsi bersifat selektif Informasi atau rangsangan (stimulus) indrawi yang diperoleh seseorang jumlahnya sangat banyak sekali sehingga perlu proses selektifitas atas rangsangan-rangsangan tersebut. Atensi seseorang merupakan faktor utama yang menentukan proses selektifitas tersebut. Atensi seseorang terhadap objek persepsi akan membentuk persepsi terhadap objek tersebut. Atensi dipengaruhi oleh oleh faktor biologis, faktor fisiologis, faktor-faktor sosial, dan faktor-faktor psikologis. Semakin besar perbedaan aspek-aspek tersebut antar individu, semakin besar perbedaan persepsi mereka mengenai realitas.
5
3. Persepsi bersifat dugaan Persepsi yang terbentuk berupa dugaan apabila seseorang tidak memungkinkan memperoleh informasi yang lengkap mengenai objek persepsi melalui pengindraan. Proses persepsi yang bersifat dugaan memungkinkan seseorang mengisi ruang kosong untuk melengkapi dan menyediakan informasi yang hilang dengan membuat suatu kesimpulan terhadap suatu objek persepsi. Asumsi-asumsi itu akan mewarnai apa yang kita lihat yang melandasi persepsi kita terhadap objek. 4. Persepsi bersifat evaluatif Seseorang mempersepsikan
orang lain
atau
sesuatu
berdasarkan
pengalaman masa lalu dan kepentingannya. Persepsi bersifat pribadi dan subjektif karena persepsi mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan seseorang untuk memaknai objek persepsi.
Persepsi adalah suatu
proses kognitif psikologis dalam diri yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan untuk memaknai objek persepsi. 5. Persepsi bersifat kontekstual Suatu rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh yang ada dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Konteks yang melingkungi kita ketika kita melihat seseorang, suatu objek atau suatu kejadian sangat mempengaruhi struktur kognitif, pengharapan dan oleh karenanya juga persepsi kita. Interpretasi makna dalam konteksnya adalah suatu faktor penting dalam memahami komunikasi dan hubungan sosial. Menurut Mulyana (2004) persepsi kita sering tidak cermat. Salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita. Kita mempersepsi sesuatu atau seseorang sesuai dengan pengharapan kita.
Beberapa bentuk kekeliruan dan
kegagalan persepsi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kesalahan atribusi Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara. Kesalahan lainnya dalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan
6
pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap. 2. Efek Halo Kesalahan persepsi yang disebut efek halo (halo effects) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. Kesan menyeluruh diperoleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. 3. Stereotip Kesulitan
komunikasi
akan
muncul
dari
penstereotipan,
yakni
menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orangorang dan objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai . 4. Prasangka Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata Latin praejudicium yang berarti suatu presenden, atau suatu penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu.
2.2 Perikanan Tangkap Berdasarkan UU No.31 tahun 2004 tentang perikanan, kegiatan penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang
menggunakan
kapal
untuk
memuat,
mengangkut,
menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan atau mengawetkannya. Perikanan tangkap menurut Mulyadi (2005) umumnya terdiri atas dua macam berdasarkan pada skala usaha, yaitu perikanan skala besar dan perikanan skala kecil. Usaha perikanan skala besar diorganisasikan dengan cara yang serupa dengan perusahaan agroindustri yang secara relatif lebih padat modal, dan
7
memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari pada perikanan sederhana, baik untuk pemilik perahu maupun awak perahu, kebanyakan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang memasuki pasaran ekspor. Usaha perikanan skala kecil umumnya terletak di daerah pedesaan dan pesisir. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan ikan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Definisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dimaksud adalah bertujuan untuk mendapatkan keuntungan baik secara finansial, maupun untuk memperoleh nilai tambah lainnya, seperti penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan protein hewan, dan pendapatan Negara (Monintja, 1994).
2.2.1 Alat tangkap Klasifikasi alat atau metode penangkapan yang ada di Indonesia menurut Statistik Perikanan Indonesia Tahun 2005 dibagi menjadi sembilan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2006) yaitu: 1. Pukat udang (trawl), yaitu suatu jarring kantong yang ditarik oleh kapal menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis ikan domersal lainnya; 2. Pukat cincin (purse seine), yaitu jaring yang dioperasikan dengan melingkari segerombolan ikan dengan bantuan satu atau dua kapal; 3. Pukat kantong (seine net), yaitu pukat yang berbentuk kantong yang ditarik langsungoleh nelayan. Kelompok ini diantaranya: dogol, paying dan pukat pantai; 4. Jaring insang (gillnet), yaitu alat tangkap yang dioperasikan secara pasif dengan cara penangkapan ikan terjerat di bagian insangnya maupun secara terpuntal. Kelompok ini diantaranya: jaring hanyut, jaring insang lingkar, jaring klitik, jaring insang tetap dan trammel net; 5. Jaring angkat (lift net), yaitu alat tangkap yang dioperasikan dengan cara mengangkat jaring. Kelompok ini diantaranya: bagan perahu, bagan tancap, sero, anco dan jaring angkat lainnya;
8
6. Pancing (hook and line), yaitu alat tangkap yang menggunakan kail dengan bantuan umpan asli maupun umpan buatan. Kelompok ini diantaranya rawai tuna, rawai tetap, rawai dasar, huhate, pancing tonda, pancing ulur, pancing cumi dan pancing yang lainnya; 7. Perangkap (traps), yaitu alat tangkap pasif menunggu ikan masuk ke dalamnya. Kelompok alat tangkap ini antara lain sero, bubu, jermal dan penangkap lain; 8. Alat pengumpul dan penangkap. Kelompok alat tangkap ini diantaranya alat pengumpul rumput laut, alat penangkap kerang, alat penangkap teripang dan alat penangkap kepiting; 9. Alat tangkap lainnya, yaitu alat tangkap selain yang disebutkan di atas diantaranya muroami, jala tebar, garpu dan tombak.
2.2.2 Kapal Menurut Undang-Undang Perikanan No.31 Tahun 2004, kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung opersai penangkapan ikan, pembudiyaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan eksplorasi perikanan. Kapal perikanan berdasarkan fungsinya dalam Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004, meliputi: 1. Kapal penangkapan ikan 2. Kapal pengangkutan ikan 3. Kapal pengolah ikan. 4. Kapal latih perikanan 5. Kapal penelitian eksplorasi perikanan 6. Kapal pendukung operasi penangkapan ikan dan pembudiyaan ikan.
2.2.3 Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya
tergantung langsung umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003). Menurut
9
Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Berdasarkan waktu kerjanya nelayan digolongkan menjadi: 1. Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan; 2. Nelayan sambilan utama, merupakan nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan; 3. Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Menurut Mulyadi 2005 dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Nelayan buruh, yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain; 2. Nelayan juragan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain; 3. Nelayan perorangan, yaitu nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengopersiannya tidak melibatkan orang lain.
2.3 Wanita Nelayan Pengertian wanita tani-nelayan menurut Departemen Pertanian dalam Siregar (1995) adalah istri petani-nelayan yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan usaha tani dan kegiatan lain yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesejahteraan keluarganya. Wanita nelayan adalah istri nelayan yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dan ikut bertanggung jawab dalam memilih kegiatan usaha serta kegiatan lain. Wanita nelayan adalah suatu istilah untuk wanita yang hidup di lingkungan keluarga nelayan, baik sebagai istri maupun anak dari nelayan pria (Indrawati, 2005).
Kaum wanita di keluarga nelayan umumnya terlibat dalam aktivitas
mencari nafkah untuk keluarganya. Selama ini wanita nelayan bekerja menjadi pengumpul kerang-kerangan, pengolah hasil ikan, pembersih perahu yang baru mendarat, pengumpul nener, membuat atau memperbaiki jaring, pedagang ikan dan membuka warung. Namun peran wanita di lingkungan nelayan ini belum
10
dianggap berarti, sebagai penghasil pendapatan keluarga ataupun dianggap income tambahan.
2.4 Karakteristik Wanita Nelayan Karakteristik individu ialah sifat-sifat yang ditampilkan seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya di dunia atau lingkungannya sendiri (Reksowardoyo 1983 dalam Mardiana 2004). Jadi karakteristik wanita nelayan adalah sifat atau ciri yang ditampilkan wanita nelayan yang berhubungan dengan aspek kehidupannya. Ada tiga macam pendekatan yang biasa dipakai untuk mengidentifikasi karakteristik wanita nelayan, yaitu pendekatan geografis, sosiografis, dan psikografis (Siregar dan Pasaribu 2000 dalam Mardiana 2004). Pendekatan geografis adalah cara mengenali khalayak dengan mempertimbangkan faktor tempat tinggal. Pendekatan sosiografis adalah cara mengenali khalayak dengan mempertimbangkan latar belakang seseorang, antara lain seperti : usia, jenis kelamin, pendidikan, perekonomian, dan posisi seseorang dalam kehidupan sosial. Pendekatan psikografis adalah cara mengenali karakteristik khalayak dengan mempertimbangkan kecenderungan psikologi seseorang dengan yang meliputi faktor-faktor motivasi, kebutuhan rasa aman, kesenangan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan cita rasa.
2.5 Pemanfaatan Waktu Wanita Nelayan Kebanyakan masyarakat penangkap ikan memiliki sosio budaya khusus, dengan ciri seperti : tradisional, mobilisasi horizontal, penghargaan waktu kurang, produktivitas rendah dan keterkaitan dengan sektor lain lemah. Akibatnya daerah pesisir sering tidak produktif (Siregar, 1995). Di dalam masyarakat pemanfaatan waktu mempunyai pengertian kerja. Bekerja diartikan dengan arti yang berbedabeda, tidak saja meliputi pengertian ekonomis, tetapi juga psikologis, sosial dan simbolik. Tujuan mula-mula dari kerja adalah menguasai alam untuk memenuhi kebutuhan manusia (pangan, pemukiman, dan sandang) memasukkan unsur-unsur kebudayaan ke dalam pola hubungan tersebut (Siregar, 1995).
11
Para wanita nelayan menggunakan waktunya untuk melakukan peran reproduktifnya atau domestiknya seperti membersihkan rumah, mencuci, dan menyiapkan makanan mencapai angka 80 % dari alokasi waktu setiap harinya, ketika mereka melakukan aktivitas produktif di pesisir seperti menjual ikan, mengolah hasil laut untuk di jual, peran reproduktifnya ditinggalkan sementara dan diserahkan kepada anak atau ibu atau nenek mereka (Suadi, 2006) Pemanfaatan waktu bagi wanita nelayan berarti waktu wanita nelayan untuk kegiatan di luar kegiatan reproduktif atau domestiknya untuk bekerja yang dapat menghasilkan produksi berupa jasa atau barang sehingga dapat menambah pendapatan keluarga.
2.6 Peranan dan Pemberdayaan Wanita Nelayan Istilah peranan menggambarkan perilaku yang diharapkan dari pemegang suatu posisi atau status tertentu, dan peranan suatu posisi berhubungan dengan posisi lainnya, sehingga suatu peranan dapat dipandang sebagai kewajiban dan hak dari pemegang posisi (Rinaldi, 1999). Apabila seorang telah melaksanakan hak-hak dan kewajibannya, maka dia telah menjalankan peranannya. Peranan menentukan sesuatu yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatankesempatan yang diberikan masyarakat kepadanya. Peranan mengatur perilaku seseorang dan juga menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga dengan demikian orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilakunya dengan perilaku orang sekelompoknya (Soekanto, 1990).
Wanita menjalankan peranan ganda yang
sangat nyata, yaitu terlibat secara nyata sekaligus dalam kegiatan reproduksi yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, dan kegiatan produksi yang langsung menghasilkan pendapatan (Rinaldi, 1999). Peran Perempuan yang dicatumkan dalam kebijakan pembangunan Indonesia dalam Hubeis (1992) adalah: 1.Peran sebagai isteri yang mampu mendampingi suami dengan baik dan mampu menopang karier suami.
12
2.Peran sebagai ibu yang mampu mendidik dan membian generasi muda, jasmani dan rohani, agar kelak mempu menghadapi tantangan zaman dan menjadi wanita yang berguna. 3. Peran sebagai pengatur rumah tangga yang mampu menciptakan suasana aman dan damai untuk seluruh anggota keluarga. 4. Peranan sebagai tenaga kerja yang mampu menambah pendapatan keluarga untuk mencapai keluarga yang sehat sejahtera. 5. Peran sebagai anggota masyarakat yang aktif dalam kegiatan sosial. 6. Peran
sebagai
manusia
pembangunan
yang
berkemampuan
mengembangkan karier dan profesinya. Menurut Pudjiwati (1983) dalam Darmawangsa (2005) peran wanita adalah: 1. Peran wanita yang terfokus dalam pekerjaan rumah tangga. 2. peran ganda wanita yaitu dalam mencari nafkah dan pekerjaan rumah tangga. Menurut Departemen Pertanian dalam Darmawangsa (2005) menyatakan bahwa dalam perikanan terdapat jenis kegiatan yang dilakukan oleh wanita: 1. Persiapan penangkapan seperti menjurai jaring atau alat tangkap, menyiapkan bahan-bahan pengawet ikan (garam, es), dan menyiapkan bekal makanan untuk suaminya yang akan melaut. 2. Pengolahan hasil laut seperti: mengasap, memindang, mengasinkan, mengeringkan, membuat terasi, kerupuk dan lain-lain. 3. Pemasaran perikanan seperti melelang ikan, menjual pada agen, pengecer dan lain-lain. 4. Kerajinan (industri rumah tangga) misalnya: membuat keranjang atau bakul tempat ikan, membuat jaring, dan lain-lain. 5. Pemeliharaan tambak atau kolam seperti memberi pakan ikan dan memanen ikan. Menurut Indrawati (2005) dalam usaha pelestarian alam wilayah pesisir dan laut, wanita nelayan juga memiliki peran, sehingga sudah seharusnya dilibatkan dan diberdayakan peran wanita nelayan dengan harapan mereka dapat merubah sikap terhadap konservasi alam dan mewujudkannya dalam aksi. Melalui pendidikan informal yang dilakukan wanita nelayan kepada keluarga dan
13
lingkungan sekitarnya, diharapkan dikemudian hari akan terbentuk generasi muda yang berwawasan lingkungan dengan melakukan pemanfaatan SDA secara lestari. Pendidikan lingkungan tersebut sebaiknya menggunakan landasan keilmuan, teknologi, agama dan kesenian agar lebih menarik perhatian audiens dan membentuk sikap baru yang positif. Kegiatan pemberdayaan wanita nelayan melalui pendekatan ekonomi masyarakat dengan mengembangkan potensi wanita nelayan, ternyata dapat menghasilkan berbagai produk unggulan dari potensi kelautan dan dengan pendampingan manajemen dan kewirausahaan serta teknologi tepat guna yang mengarah pada peningkatan mutu atau kualitas produk, tentu hal ini akan semakin meningkatkan peran wanita nelayan tersebut untuk perekonomian keluarga (Indrawati, 2005). Contoh lain adalah wanita nelayan Indonesia dapat dilibatkan dalam usaha pembudidayaan ini, sebagaimana yang telah dilakukan oleh wanita nelayan di India dan Bangladesh. Semuanya ini dapat dilakukan melalui pendidikan non formal berupa penyuluhan-penyuluhan baik kepada nelayan dan wanita nelayan. Penyuluhan kepada wanita nelayan pun harus langsung ditujukan kepada wanita itu sendiri, bukan dengan mewakilkannya kepada kaum prianya (Indrawati, 2005).