BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Luka Tembak 2.1.1. Definisi Luka Tembak Luka tembak adalah luka yang disebabkan oleh penetrasi anak peluru atau persentuhan peluru dengan tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada luka perforasi anak peluru menembus objek secara keseluruhan. Luka dalam luka tembak dapat berupa keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi. Peluru yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit dan tengkorak sebelum akhirnya bersarang didalam otak. Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada kepala dan luka perforasi pada tengkorak dan otak (Amir, 2011).
2.1.2. Klasifikasi Luka Tembak 1) Luka Tembak Masuk Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak adalah pemeriksaan luka tembak masuk karena pengertian luka tembak adalah penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu dikaji tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit. Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka dipinggir luka akan terbentuk cincin memar disekeliling luka masuk (contusion ring), sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet. Diameter luka memar ini menggambarkan kaliber peluru yang menembus. Oleh karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar bulat berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong maka peluru menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin memar (Amir, 2011). Bentuk cincin memar tidak bisa teratur, ini dihubungkan dengan kemungkinan peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi karena berubah bentuk, misalnya peluru rikoset karena mengenai benda lain dulu seperti dinding, pohon,
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain atau peluru memuai karena panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah (Amir, 2011). Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan menunjukkan kelainan yang khas, sehingga walaupun pada korban telah mengalami pembusukan masih tetap akan dapat dikenali dari bagian sebelah mana peluru masuk dan pada bagian mana pula peluru tersebut keluar. Luka tembak pada kepala merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan dimaksud (Idries, 1997). a. Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada tabula eksterna akan lebih kecil dibandingkan dengan lubang pada tabula interna, sehingga membentuk corong yang membuka ke dalam. b. Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan lubang pada tabula eksterna, sehingga membentuk corong yang membuka keluar. c. Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan gambaran yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana peluru datang yaitu melihat fragmen tulang yang terangkat atau terdorong, bila peluru datang dari sebelah kanan maka fragmen tulang akan terdorong ke sebelah kiri. d. Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna hitam yang ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar, yang menempel pada tepi lubang yang terbentuk pada tengkorak atau tulang. 2) Luka Tembak Keluar Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bila mana peluru yang masuk kedalam tubuh korban tidak terbentur dengan tulang, maka saluran luka yang terbentuk yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat sesuai dengan tembakan (Idries, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok dengan luka tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet, bentuk luka tembak keluar lebih besar. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah (Idries, 1997): a. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang. b. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini disebut tumbling. c. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing. d. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen ini akan menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar. e. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan (Idries, 1997) : a. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga kerusakannnya, akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan kecepatannya. b. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar, yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk. Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang (stellate) . Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat tembakan dimana tenaganya
diteruskan
ke
segala
arah,
fragmen-fragmen
tulang
yang
terbentuk turut terdorong keluar dan menimbulkan robekan-robekan baru yang dimulai dari pinggir luka dan menyebar secara radier (Idries, 1997). Beberapa variasi luka tembak keluar seperti luka tembak keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga peluru tersebut
Universitas Sumatera Utara
hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah, dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena: a. Peluru
pecah
dan
masing-masing
pecahan
membuat
sendiri
luka
tembak keluar. b. Peluru
menyebabkan
ada
tulang
yang
patah
dan
tulang
tersebut
terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru. c. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak Keluar Luka Tembak Masuk Ukurannya kecil,
Luka Tembak keluar karena
peluru Ukurannya lebih besar dan lebih
menembus kulit seperti bor dengan tidak teratur dibanding luka tembak kecepatan tinggi
masuk,
karena
berkurang
kecepatan
sehingga
peluru
menyebabkan
robekan jaringan Pinggiran
luka
melekuk
kearah Pinggiran luka melekuk keluar karena
dalam karena peluru menembus kulit peluru menujukeluar dari luar Pinggiran luka mengalami abrasi
Pinggiran
luka
tidak
mengalami
abrasi Bisa tampak kelim lemak Pakaian
masuk
Tidak terdapat kelim lemak
kedalam
luka, Tidak ada
dibawa oleh peluru yang masuk Pada
luka
bisa
tampak
hitam, Tidak ada
terbakar, kelim tatu, atau jelaga Pada tulang tengkorak, pinggiran Tampak luka bagus bentuknya
seperti
gambaran
mirip
kerucut
Bisa tampak berwarna merah terang Tidak ada akibat adanya zat karbon monoksida Disekitar
luka
tampak
kelim Tidak ada
ekimosis Perdarahan hanya sedikit
Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau analisa Tidak ada aktivitas
netron
mengungkapkan
adanya lingkaran timah atau zat besi disekitar luka Sumber: Chadha, V.P., 1995. Catatatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Jarak Luka Tembak Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari berbagai jarak. Untuk kepentingan medikolegal penentuan jarak luka tembak ini sangat penting. Jarak luka tembak dibagi atas 4 yaitu: 1) Luka Tembak Tempel (Contact Wounds) Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka masuk biasanya berbentuk bintang (stellate) karena tekanan gas yang tinggi waktu mencari jalan keluar akan merobek jaringan. Pada luka didapati jejas laras, yaitu bekas ujung laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan mesiu yang tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar CO yang tinggi dalam jaringan luka. Luka tembak tempel biasanya didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena itu sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spame). Luka tembak tempel sering didapati di pelipis, dahi, atau dalam mulut (Amir, 2011). Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri: luka berbentuk bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di daerah dahi mempunyai ciri: luka berbentuk bintang dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di dalam mulut mempunyai ciri : luka berbentuk bundar dan kemungkinan besar tidak terdapat jejas laras (Idries, 1997). 2) Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound) Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (± 15 cm), maka akan didapati cincin memar, tandatanda luka bakar, jelaga dan tatu disekitar lubang luka masuk. Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena semburan api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin memar dipinggir luka masuk (Amir, 2011). 3) Luka Tembak Dekat (Near Wound) Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan lubang luka, cincin memar dan tatu disekitar luka masuk. Biasanya karena pembunuhan. Pada luka tembak penting sekali memeriksa baju korban. Harus dicocokkan apakah lubang ditubuh korban setentang dengan lubang dipakaian. Dalam hal ini baik pada luka tembak dekat, sangat dekat, dan juga luka tembak tempel, perlu diperhatikan
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan tertinggalnya materi-materi asap dan tatu dipakaian korban, karena pada tubuh korban hanya didapati luka dengan cincin memar yang memberikan gambaran luka tembak jauh. Oleh karena itu bila korban luka tembak tidak memakai pakaian, jangan menentukan jarak luka tembak sebelum memeriksa pakaiannya (Amir, 2011). 4) Luka Tembak Jauh (Distand Wound) Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh peluru dan cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir tak mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak lebih dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak jauh, karena partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran lagi (Amir, 2011).
2.1.4. Mekanisme Luka Tembak Pada luka tembak terjadi efek perlambatan yang disebabkan pada trauma mekanik seperti pukulan, tusukan, atau tendangan, hal ini terjadi akibat adanya transfer energi dari luar menuju jaringan. Keruskan yang terjadi pada jaringan tergantung pada absorpsi energi kinetiknya, yang juga akan menghamburkan panas, suara serta gangguan mekanik yang lainnya. Energi kinetik ini akan mengakibatkan daya dorong peluru kesuatu jaringan sehingga terjadi laserasi, kerusakan sekunder terjadi bila terdapat ruptur pembuluh darah atau struktur lainnya dan terjadi luka yang sedikit lebih besar dari diameter peluru (Algozi, 2011). Jika kecepatan melebihi kecepatan udara, lintasan dari peluru yang menembus jaringan akan terjadi gelombang tekanan yang mengkompresi jika terjadi pada jaringan seperti otak, hati ataupun otot akan mengakibatkan kerusakan dengan adanya zona-zona disekitar luka. Dengan adanya peluru dengan kecepatan tinggi akan membentuk rongga disebabkan gerakan sentrifugal pada peluru sampai keluar dari jaringan dan diameter rongga ini lebih besar dari diameter peluru, dan rongga ini akan mengecil sesaat setelah peluru berhenti, dengan ukuran luka tetap sama. Organ dengan konsistensi yang padat tingkat kerusakan lebih tinggi daripada organ berongga. Efek luka juga berhubungan dengan gaya gravitasi (Algozi, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Patologi Akibat Luka Tembak 2.1.5.1. Akibat Anak Peluru (Bullet Effect) Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: kecepatan, posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh, bentuk dan ukuran peluru, dan densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk. Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong, hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian (Knight, 1996). Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru (Knight, 1996). a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang. b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan. c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjadi kelim lecet (abrasion ring). d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru. e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan. f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah. g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari bentuk kelim lecet.
Universitas Sumatera Utara
h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut. i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring atau grease mark). j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas
besar
seperti
tulang,
maka
sebagian
tenaga
dari
peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang. k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru. l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze. m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound.
2.1.5.2. Akibat Butir-Butir Mesiu (Gunpowder Effect): Tatu, Stiplin a. Butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit. b.
Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintikbintik hitam dan bercampur dengan perdarahan.
c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar. d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm. e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan grafit.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.3. Akibat Asap (Smoke Effect): Jelaga a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga. b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%), Nitrogen 35%, CO 10%, Hydrogen sulfide 3%, Hydrogen 2% serta sedikit Oksigen dan Methane. c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit. d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm. e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang.
2.1.5.4. Akibat Api (Flame Effect): Luka Bakar a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring). b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar. c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm
2.1.5.5. Akibat Partikel Logam (Metal Effect): Fouling a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut. b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban. c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.6. Akibat Moncong Senjata (Muzzle Effect): Jejas Laras a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact). b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang). c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata. d. Jejas laras dapat pula terjadi jika sipenembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi. e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft contact, jejas laras tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung. f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tatu, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tatu.
2.1.6. Pemeriksaan Luka Tembak 1. Bila memungkinkan korban difoto Rontgen terlebih dahulu untuk memastikan saluran luka dan letak peluru (kalau ada) serta arah pecahan tulang. Tapi di Indonesia biasanya sarana ini tidak ada dibagian forensik. 2. Bentuk luka harus dilukis teliti, bila perlu dengan foto close-up. Luka tembak masuk dan keluar digambarkan dengan membuat proyeksi luka kebagian tengah tubuh dan ketumit setentang. Ini dapat dipakai untuk merekonstruksi arah tembakan. 3. Jumlah luka. Lihat juga kemungkinan anak peluru yang sama mengenai bagian tubuh yang lain. Satu peluru bisa membuat 2 luka masuk dan 2 luka
Universitas Sumatera Utara
keluar, misalnya dari lengan luar menembus lengan dalam dan masuk lagi ke dada dan keluar di tempat lain. 4. Luka dibersihkan dengan kapas yang dibasahi dengan sabun. Kapas tidak dibuang tapi diserahkan kepada penyidik. Jelaga akan terhapus, sementara tatu tetap ada. Penyebarannya dilukis atau difoto. Lihat kemungkinan luka bakar. Partikel mesiu diambil dengan parafin, bila perlu diambil dengan plester lebar. Semua ini penting untuk jarak tembakan. 5. Perhatikan saluran luka waktu autopsi dan letak perdarahan. 6. Cari peluru dan ambil hati-hati tanpa membuat goresan. Bila tertanam di tulang, tulangnya dipotong (jangan coba-coba menariknya dari tulang) dan dikirim ke Laboratorium. 7. Luka tembak masuk sebaiknya di eksisi dan disimpan dalam formalin 10% dan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi untuk pemeriksaan mikroskopis. Pada jaringan luka tembak masuk bisa ditemui sisa-sisa mesiu berupa pigmen-pigmen hitam atau serat-serat pakaian (Amir, 2011).
2.2. Penyebab Kematian Akibat Luka Tembak 2.2.1. Perdarahan Perdarahan luas dan banyak dapat terjadi didalam rongga tubuh atau diluar rongga tubuh. Volume darah ada kira-kira 7-10% atau 1/3 dari berat badan. Kehilangan darah sebanyak 1/3 bagian dari volume darah tubuh secara tiba-tiba dapat
menyebabkan
kematian.
Kehilangan
darah
yang
demikian
ini
mengakibatkan syok dan meninggal bila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat, sedangkan kehilangan darah secara perlahan-lahan tidak begitu membahayakan oleh karena tubuh dapat mengkompensasi. Perdarahan didalam rongga tubuh karena luka tembak sering mengenai organ-organ dalam, jika dijumpai lebih dari satu, maka harus ditentukan yang mana yang menyebabkan kematian korban (Amir, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.3. Senjata Api 2.3.1. Definisi Senjata Api Senjata api adalah senjata yang menggunakan tenaga hasil peledakan mesiu untuk melontarkan proyektil (peluru) yang berkecepatan tinggi melalui larasnya. Senjata api memiliki beberapa komponen penyusun, yaitu pegas pelatuk, selongsong, laras dan proyektil. Alat penarik pelatuk memiliki berbagai ukuran trigger pull yaitu jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk memberikan tarikan pada trigger agar senjata meletus dan menghasilkan tenaga yang mendorong proyektil keluar. Selongsong peluru merupakan tempat mesiu dan proyektil. Pada bagian pangkalnya terletak trigger dimana pembakaran dimulai. Laras merupakan tabung silinder tempat berjalannya proyektil yang ditembakkan. Bagian dalam laras senjata api peluru tunggal dibuat beralur dan berputar agar proyektil yang melewati laras akan terpengaruh sehingga bergerak memutar seperti bor atau giroskopis. Kaliber laras sama dengan kaliber proyektil yang dinyatakan dalam ukuran inci atau millimeter. Karena proyektil melewati bagian dalam laras maka akan timbul goresan pada proyektil, yang akan selalu sama pada setiap proyektil yang keluar dari laras tersebut (Amir, 2011). Dalam kasus luka tembak sangat penting untuk mengetahui dari senjata api mana peluru tersebut ditembakkan. Selongsong juga berguna untuk identifikasi. Walaupun dokter tidak melakukan pemeriksaan terhadap peluru, tetapi peranan dokter akan mempengaruhi hasil pemeriksaan benda bukti di laboratorium, karna dokter yang kurang hati-hati bisa membuat goresan baru yang akan mengacaukan pemeriksaan identifikasi peluru. Oleh karena itu jangan mengambil anak peluru maupun selongsong dengan menggunakan alat-alat seperti: tang, obeng, pinset, scapel dan lain-lain, karena alat tersebut akan menimbulkan goresan yang dapat mengacaukan pemeriksaan.
2.3.2. Jenis Senjata Api Berdasarkan panjang laras, dikenal 2 jenis senjata api: 1. Senjata api berlaras pendek, disebut juga senjata api genggam seperti revolver, pistol.
Universitas Sumatera Utara
2. Senjata api berlaras panjang, seperti senjata api berburu dan senjata api militer. Tetapi sekarang didapati varian lain bahkan pistol dalam bentk pulpen juga bisa dijumpai. Revolver biasa dipakai anggota kepolisian, biasanya kaliber 38 dengan alat penyimpan patrum berupa silinder yang dapat berputar dengan metode single action dimana picu ditarik kebelakang sebelum ditembak dan double action dengan langsung menarik pelatuk (Amir, 2011). Pistol dengan penyimpan patrum berupa magasin yang memuat 5-10 patrum ada 3 model, pistol repetir, semi automatik, dan automatik. Pistol jenis ini biasanya dipakai anggota militer (Amir, 2011). Berdasarkan alur laras, dikenal 2 jenis yaitu: 1. Laras beralur (Rifled Bore) Agar proyektil dapat berjalan stabil dalam lintasannya, permukaan dalam laras dibuat beralur spiral dengan diameter yang sedikit lebih kecil dari diameter proyektil, sehingga proyektil yang didorong oleh ledakan mesiu saat melalui laras dipaksa bergerak maju sambil berputar sesuai dengan porosnya. Hal ini akan menghasilkangaya sentripental sehingga proyektil stabil dalam lintasannya setelah terlepas dari laras. 2.
Laras tidak beralur (Smooth Bore) Senjata api jenis ini dapat melontarkan proyektil dalam jumlah banyak pada satu kali tembakan. Di dalam dunia kriminal, senjata api yang biasa dipergunakan adalah senjata
genggam beralur (rifling), sedangkan senjata api dengan laras panjang dan senjata yang biasa dipakai untuk olahraga berburu yang larasnya tidak beralur jarang dipakai untuk maksud kriminal. Alur mengimpartasikan putaran rotasi proyektil ketika meluncur dalam laras. Kegunaan putaran ini adalah untuk menstabilkan peluncuran proyektil ketika ditembakkan ke udara dan menjaga kejatuhannya (Idries, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Senjata genggam yang banyak dipergunakan untuk maksud kriminal dapat dibagi dalam 2 kelompok, dimana dasar pembagian berikut adalah arah perputaran alur yang terdapat dalam laras senjata (Idries, 1997). 1. Senjata api dengan alur ke kiri yaitu: dikenal dengan senjata api tipe COLT, kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,36; 0,38; 0,45, dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan dan alur yang memutar kearah kiri bila dilihat dari bagian basis anak peluru. 2. Senjata api dengan alur ke kanan yaitu: dikenal sebagai senjata api tipe Smith & Wesson (tipe SW), kaliber senjata yang banyak dipakai: kaliber 0,22; 0,36; 0,38; 0,45; 0,46, dapat diketahui dari anak peluru yang terdapat pada tubuh korban, yaitu adanya goresan dan alur yang memutar kearah kanan bila dilihat dari bagian basis anak peluru. Dalam memberikan pendapat atau kesimpulan dalam visum et repertum, tidak dibenarkan menggunakan istilah pistol atau revolver, oleh karena perkataan pistol mengandung pengertian bahwa senjatanya termasuk otomatis atau semi otomatis, sedangkan revolver berarti anak peluru berada dalam silinder yang akan memutar jika tembakan dilepaskan. Oleh karena dokter tidak melihat peristiwa penembakannya, maka yang akan disampaikan adalah: senjata api kaliber 0,38 dengan alur ke kiri dan sebagainya (Idries, 1997).
2.3.3. Jenis Proyektil (Peluru) Proyektil yang digunakan dapat berupa penabur atau mimis dan peluru tunggal. Terdapat beberapa jenis peluru tunggal, yaitu: a. Peluru timah bulat. b. Peluru timah bulat lonjong. c. Peluru bulat lonjong berselubung tembaga setengah. d. Peluru bulat lonjong berselubung tembaga penuh. e. Peluru khusus.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Visum Et Repertum 2.4.1. Definisi Visum Et Repertum Didalam pengertian secara hukum Visum et Repertum (VER) adalah suatu surat keterangan seorang dokter yang memuat kesimpulan suatu pemeriksaan yang telah dilakukannya, misalnya atas mayat seseorang untuk menentukan sebab kematian dan lain sebagainya, keterangan mana diperlukan oleh hakim dalam suatu perkara (Subekti, 1972; Idries, 1997). Laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan penyidik untuk kepentingan peradilan (Amir, 2011). Surat keterangn tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah/janji (jabatan/khusus), tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya (NY.Karlinah, 1973; Idries, 1997) Menurut Fockeman-Andrea (1977), Visum Et Repertum adalah laporan dari ahli untuk pengadilan, khususnya dari pemeriksaan oleh dokter, dan didalam perkara pidana (Idries, 1997). Suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan (Idries, 1997).
2.4.2 Jenis Visum Et Repertum 1) Untuk Orang Hidup Yang termasuk visum untuk orang hidup adalah visum yang diberikan untuk korban luka karena kekerasan, keracunan, perkosaan, psikiatri, dan lain-lain. Berdasarkan waktu pemberiannya visum untuk orang hidup dapat dibedakan atas: visum seketika (definitive), visum sementara, dan visum lanjutan (Amir, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2) Visum Jenajah Visum jenajah dapat dibedakan atas: visum dengan pemeriksaan luar, visum dengan pemeriksaan luar dan dalam. Jenis visum ini sering menimbulkan permasalahan antara penyidik, dokter, dan masyarakat terutama dalam visum pemeriksaan luar dan dalam (autopsi). Masalah disini adalah adanya hambatan dari keluarga korban bila visum harus dibuat melalui bedah mayat. Dalam KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana) pasal 134 terlihat bahwa pemeriksaan mayat untuk kepentingan peradilan dapat dilakukan melalui pemeriksaan luar saja dan hanya bila perlu dilakukan pemeriksaan bedah mayat (Amir, 2011).
2.4.3. Nilai Visum Et Repertum Dalam KUHAP (kitab undang-undang hukum acara pidana) kedudukan atau nilai Visum Et Repertum adalah salah satu alat bukti yang syah. Alat bukti yang syah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa (Amir, 2011).
2.5. Autopsi 2.5.1. Definisi Autopsi Autopsi adalah pemeriksaan terhadap tubuh mayat, yang meliputi pemeriksaan luar dan dalam untuk kepentingan pendidikan, hukum, dan ilmu kesehatan dengan tujuan merumuskan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan
interpretasi
atas
penemuan-penemuan
tersebut,
menerangkan
penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian (Amir, 2004; Ratih, 2012).
2.5.2. Jenis Autopsi Berdasarkan tujuannya, autopsi dibagi atas: 1) Autopsi Anatomi Autopsi yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran untuk mengetahui susunan jaringan dan organ tubuh. Dalam autopsi ini digunakan
Universitas Sumatera Utara
mayat yang tidak dikenal siapa keluarganya atau kerelaan tertulis dari seseorang yang merelakan tubuhnya dipakai untuk pendidikan (Amir, 2004; Ratih, 2012). 2) Autopsi Klinik Autopsi yang dilakukan pada penderita yang meninggal setelah dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk menentukan proses patologis yang terdapat dalam tubuh korban, menentukan penyebab kematian yang pasti, menganalisis kesesuaian antara diagnosis klinis dengan diagnosis postmortem, perjalanan penyakit, dan sebagainya. Autopsi klinik ini dilakukan dengan persetujuan keluarga mayat tersebut atau apabila tidak ada keluarga terdekat yang datang ke rumah sakit dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam (Amir, 2004; Ratih, 2012). 3) Autopsi Forensik Autopsi forensik dilakukan atas permintaan yang berwenang untuk membantu penegak hukum melakukan penyidikan terhadap mayat yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan, kematian akibat luka tembak, dan kematian yang tidak diketahui sebabnya. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membantu identifikasi korban, mengetahui sebab pasti, mekanisme dan lama kematian, mengumpulkan dan memeriksa barang bukti untuk penentuan identitas pelaku kejahatan, serta membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum. Autopsi forensik harus dilakukan sedini mungkin, lengkap, oleh dokter sendiri, dan seteliti mungkin (Amir, 2004; Ratih, 2012).
2.5.3. Pemeriksaan Mayat 1) Pemeriksaan Luar Pemeriksaan bagian luar tubuh korban seperti pakaian dan benda-benda yang dipakai, identitas korban, tanda-tanda khusus, warna kulit, rambut, perkiraan usia, mata, bagian wajah, leher, dada, perut, ekstremitas, alat kelamin, dan tandatanda kekerasan /luka (Amir, 2004; Ratih, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2) Pemeriksaan Dalam Pemeriksaan dengan membuka semua organ tubuh korban, yaitu rongga kepala, dada, perut, dan panggul. Organ tubuh yang diperiksa dimulai dari lidah, tonsil, kelenjer gondok, kerongkongan (esofagus), batang tenggorok (trakea), tulang lidah, rawan gondok (kartilago tiroidea), rawan cincin (kartilago krikoidea), arteri karotis interna, kelenjer timus, paru-paru, jantung, aorta torakalis, aorta abdominalis, anak ginjal (kelenjer suprarenalis), ginjal, ureter, kandung kencing, hati, kandung empedu, limpa, kelenjer getah bening, lambung, usus halus, usus besar, otak besar, otak kecil, batang otak, dan alat kelamin dalam (Amir, 2004; Ratih, 2012).
2.5.4. Kepentingan Autopsi Pada kasus kematian akibat luka tembak, sangat perlu mendapat perhatian terhadap keadaan korban sebelum kematian, mengingat kemungkinan dalam kematian akibat luka tembak tersebut terdapat unsur kriminal.
Keadaan
lingkungan tempat kejadian perkara juga harus dijadikan perhatian (Amir, 2004). Menurut Chadha untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas, memperkirakan saat kematian, menentukan sebab pasti kematian, menentukan cara kematian (bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan).
Universitas Sumatera Utara