BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan melalui panca indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2. Tingkatan Pengetahuan 2.1.2.1. Tahu ( Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Disebut juga dengan istilah recall (mengingat kembali) terhadap suatu yang spesifik terhadap suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2.2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2.3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau konsolidasi riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. (Notoaatmodjo, 2003)
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam suatu komponen – komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan, memisahkan (Notoatmodjo, 2003) 2.1.2.5. Sintesis (Sinthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2.6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap Suatu materi atau obyek penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada sebelumnya (Notoatmodjo, 2003).
2.1.3. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2003). a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75% -100% b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60% - 75% c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60% 2.1.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor: a) Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
b) Umur Makin tua seseorang, maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik. Akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini, maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur - umur tertentu atau menjelang usia lanjut, kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang (Notoatmodjo, 2003). c) Tingkat Pendidikan Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akam mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah (Notoatmodjo, 2003). d) Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif atau negatif (Notoatmodjo, 2003). e) Sumber Informasi Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah, tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik makan pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku (Notoatmodjo, 2003). f) Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia
Universitas Sumatera Utara
akan mampu menyediakan atau membeli fasilitas – fasilitas sumber informasi (Notoatmodjo, 2003). g) Sosial Budaya Kebudayaan
setempat
dan
kebiasaan
dalam
keluarga
dapat
mempengaruhi pengetahuan persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Makanan Tambahan 2.2.1. Definisi Makanan Tambahan Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan atau makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya, MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan, dan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga, pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004). 2.2.2. Tujuan dan Manfaat Pemberian Makanan Tambahan Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi diantaranya untuk melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya usia bayi atau anak, mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur dan rasa, melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi, serta mengembangkan kemampuan untuk mengunyah dan menelan makanan (Sulistijani, 2001) Makanan tambahan pada bayi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan
Universitas Sumatera Utara
tambahan merupakan salah satu proses pendidikan yang mengajarkan bayi untuk mengunyah dan menelan makanan padat serta menerima bermacam-macam makanan (Krisnatuti, 2000). 2.2.3. Komposisi Makanan Tambahan Karbohidrat diperlukan sebagai sumber energi yang paling murah. Untuk mencukupi kebutuhan energi dianjurkan sekitar 60 sampai 70% energi total berasal dari karbohidrat. Pada ASI dan sebagian besar susu formula bayi, 40 sampai 50% kandungan kalorinya berasal dari karbohidrat terutama laktosa (Krisnatuti,2000). Protein ASI rata-rata sebesar 1,15g/100ml sehingga apabila bayi mengkonsumsi ASI selama 4 bulan pertama itu sekitar 600-900ml/hari. Bertambahnya usia bayi maka suplai protein yang dibutuhkan oleh bayi semakin meningkat. Pertambahan protein pada bayi yang diberi makanan tambahan ASI untuk pertama kalinya (6-12 bulan) pertambahan proteinnya tidak terlalu besar. Setelah menginjak usia satu tahun bayi membutuhkan protein sekitar dua kali lipat pada masa sebelumnya (Krisnatuti,2000). Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati yang baik untuk bayi dan sebagai bahan campurannya digunakan tempe kedelai dan kacang tanah. Sumber protein hewani seperti daging, telur, atau susu mengandung profil asam amino yang lengkap termasuk asam amino esensial yang mutlak dibutuhkan untuk perkembangan tubuh manusia. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh manusia dan karenanya hanya dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi. Berdasarkan kelengkapannya, kualitas protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati. Susu merupakan salah satu sumber protein terbaik. Namun demikian, bukan berarti kita boleh mengabaikan peran sumber protein nabati. Bahkan dalam tumpeng gizi seimbang yang dianjurkan ahli gizi, disarankan untuk mengombinasikan konsumsi protein hewani dan nabati, yakni masing-masing 2-3 porsi sehari (Baso, 2007) Lemak merupakan sumber energi dengan konsenstrasi cukup tinggi. Lemak berfungsi sebagai sumber asam lemak esensial, pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta pemberi rasa gurih dan sedap pada makanan. Apabila energi dan protein sudah terpenuhi maka kecukupan gizi lemak yang dianjurkan tidak
Universitas Sumatera Utara
dicantumkan karena secara langsung kecukupan lemak sudah terpenuhi (Krisnatuti, 2000). Vitamin yang dibutuhkan terdiri dari vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak terdiri atas vitamin A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut dalam air terdiri dari vitamin C, B1, riboflavin, niasin, B6, B12, asam folat, dan vitamin lain yang tergolong vitamin B kompleks (Krisnatuti, 2000). ASI tidak mengandung vitamin D dalam konsentrasi yang dibutuhkan bayi. Vitamin ini secara alami dihasilkan oleh kulit ketika terpajan sinar matahari, dan bila bayi dibiarkan sering berjemur di daerah panas atau matahari beberapa kali seminggu maka kulitnya akan menghasilkan semua vitamin D yang dibutuhkan bayi (Satyanegara, 2004). Mineral dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Unsur Fe (besi) dan I (iodium) merupakan dua jenis mineral bayi yang jarang terpenuhi yang mengakibatkan anemia dan gondok. Bayi tidak dilahirkan dengan cadangan zat besi yang memadai yang akan melindungi bayi dari anemia. Jika bayi diberi ASI, terdapat cukup zat besi yang dapat diserap baik untuk memberikan pasokan yang memadai pada bayi sehingga tidak dibutuhkan tambahan. Setelah bayi berusia enam bulan, bayi harus mulai diberikan makanan yang mengandung zat besi (sereal, daging, sayuran hijau), yang dapat menjamin pasokan zat besi yang mencukupi untuk pertumbuhan yang sehat (Satyanegara, 2004). Jenis mineral lainnya yang dibutuhkan bayi seperti kalsium, fosfor dan seng (Krisnatuti, 2000). Menurut Sjahmien Moehji (1988) campuran bahan pangan untuk makanan bayi terdiri dari dua jenis: -
Campuran dasar (basic mix), terdiri dari serelia (biji-bijian) atau umbiumbian dan kacang-kacangan. Campuran ini belum memenuhi kandungan zat gizi yang lengkap sehingga masih perlu tambahan zat gizi lainnya seperti zat vitamin dan mineral.
-
Campuran ganda ( multi mix) terdiri dari makanan pokok sebagai bahan pangan utama dan merupakan sumber karbohidrat seperti serelia; laukpauk (hewani ataupun nabati) sebagai sumber protein, misalnya susu, daging, sapi, ayam, ikan, telur, da kacang-kacangan; sumber vitamin dan
Universitas Sumatera Utara
mineral, berupa sayuran dan buah-buahan yang berwarna(terutama hijau tua dan jingga), dan tambahan energi berupa lemak, minyak, atau gula yang berfungsi untuk meningkatkan kandungan energi makanan campuran. 2.2.4. Jenis Makanan Tambahan a. Makanan Tambahan Lokal Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah di rumah tangga atau di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi. Makanan tambahan lokal ini disebut juga dengan makanan pendamping ASI lokal (MP-ASI lokal) (Depkes RI, 2006). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan makanan bayi di rumah diantaranya menyiapkan makanan bayi dengan mengikuti cara-cara yang bersih dan higiene, menggunakan bahan makanan yang segar dan beku, melakukan metode masak yang baik diantaranya pengukusan lebih baik dari perebusan dan penyaringan lebih baik dari penggorengan, menambahkan sedikit gula bila dibutuhkan dan tidak memberika madu pada tahun pertama usia bayi karena ada kemungkinan madu mengandung Clostrridium Botulinum yang tidak aman bagi bayi, menghaluskan atau membuat pure (bubur ) buah segar yang telah dicuci bersih dan dikupas seperti pisang, papaya, pir, dan melon, serta makanan bayi yang dimasak di rumah dan segera dibekukan atau disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan di dalam lemari es selama satu atau dua hati kemudian dipanaskan dan segera diberi kepada bayi (Krisnatuti, 2000). Jenis makanan pendamping ASI yang dapat diberikan mulai bayi berusia lebih dari 4 bulan adalah makanan bentuk setengah padat dapat berupa : Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah. Pilihlah buahbuahan yang sudah masak betul dan daging buahnya lembut seperti pisang ambon, papaya, jeruk manis, tomat dan sebagainya. Hindarkan pemberian buah-buahan yang daging buahnya keras seperti nenas.
Universitas Sumatera Utara
b.
Makanan Tambahan Olahan Pabrik Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan
dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energi dan zat-zat gizi esensial pada bayi (Depkes RI, 2006). Makanan tambahan pabrikan disebut juga makanan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan) atau makanan komersial. Secara komersial, makanan bayi tersedia dalam bentuk campuran instan atau biskuit yang dapat dimakan secara langsung atau dapat dijadikan bubur (Krisnatuti, 2000). 2.2.5
Jumlah, Waktu, dan Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan Keragaman aneka sumber makanan dapat diperkenalkan setelah bayi
berusia enam bulan. Beberapa sumber makanan yang dapat diperkenalkan yaitu sumber karbohidrat seperti nasi, ubi jalar, singkong, jagung, kentang, terigu. Aneka sayuran dan buah-buahan (pada tahap usia ini dihindari konsumsi buah yang memiliki sifat merangsang peningkatan asam lambung (nangka dan durian), kacang-kacangan, dan aneka sumber hewani seperti telur, ayam, sapi, dan ikan (Dep.Pertanian, 2008). Jumlah energi yang diperlukan oleh bayi dan anak berdasarkan kelompok umur oleh Brown dkk (1995), dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Estimasi Jumlah Energi yang dibutuhkan dari MP-ASI menurut Kelompok Usia KEBUTUHAN
USIA 6-8 bulan
9-11 bulan
12-24 bulan
Asupan energi yang dianjurkan (Kkal/hari)
783
946
1170
Jumlah ASI yang dikonsumsi ( gr/24 jam)
673
592
538
Asupan energi dari ASI (Kkal/hari)
437
387
350
Energi yang dibutuhkan dari MP ASI
346
561
820
(Kkal/hari)
Sumber: (Brown, dkk., 1995 dalam Baso, 2007) Tabel di atas menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan sesuai usia anak dan jumlah energi yang diperoleh dari ASI menurun dari bulan ke bulan. Hal ini menyebabkan kebutuhan energi meningkat pada setiap pertambahan usia bayi. Jumlah zat gizi yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh bayi dapat dilihat pada setiap Recommended Dietary Allowance (RDA) yang telah diestimasi berdasarkan kelompok usia, seperti tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Estimasi Kecukupan Gizi Yang dianjurkan Untuk Anak Indonesia Standar Berat Badan
Umur
Tinggi Badan dan Kecukupan Zat Gizi
0-6 bulan
7-12 bulan
12-24 bulan
Berat badan (kg)
5,5
8,5
12
Tinggi badan(cm)
60
71
90
Energi (Kkal)
560
800
1250
Protein
12
15
23
Vitamin A (RE)
350
350
350
Ribovlavin (mg)
0,3
0,5
0,6
Niasin (mg)
2,5
3,8
5,4
Vitamin B12 (mg)
0,1
0,1
0,5
Asam folat
22
32
40
Vitamin C (mg)
30
35
40
Kalsium (mg)
600
400
500
Fosfor (mg)
200
250
250
Magnesium (mg)
35
55
75
Besi (mg)
3
5
8
Seng (mg)
3
5
10
Yodium (mg)
50
70
70
Selenium (mg)
10
15
20
Sumber: (SK.Menkes No.332/Menkes/SK/IV/1994 dalam Baso, 2007)
Angka kebutuhan di atas bukanlah suatu kebutuhan minimum dan maksimum, akan tetapi dapat dipakai untuk mengetahui tingkat konsumsi dari suatu populasi. Beberapa contoh menu sehat makanan untuk bayi sesuai dengan kebutuhan nutrisi seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Jadwal pemberian makanan tambahan pada bayi (Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia/IDAI) 0-6 bulan Pukul
ASI
06.00
demand
Pukul
ASI
08.00
demand
6-7 bulan
7-9 bulan
9-12 bulan
>12 bulan
on ASI
ASI/PASI
ASI/ PASI
ASI/PASI
on Bubur susu
Bubur
Nasi
tim Makanan
menuju nasi menuju
(makan
tim
pagi)
keluarga
makanan keluarga
Pukul
ASI
10.00
demand
Pukul 12.00
ASI
(makan
demand
on Buah segar/ Buah segar/ Buah biskuit on ASI
Snack
biskuit
segar/biskuit
Bubur
Nasi
tim Makanan
menuju nasi menuju
siang)
tim
keluarga
makanan keluarga
Pukul
ASI
14.00
demand
Pukul
ASI
16.00
demand
Pukul
ASI
18.00
demand
on ASI
ASI/PASI
ASI/PASI
Makanan keluarga
on Buah segar/ Buah segar/ Buah
Snack
biskuit
biskuit
segar/biskuit
on Bubur susu
Bubur
Nasi
menuju nasi menuju tim
tim Makanan keluarga
makanan keluarga
Pukul
ASI
21.00
demand
in ASI
ASI/PASI
ASI/PASI
ASI/PASI
Sumber: (Sembiring,T.dkk, 2009)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pemberian Makanan Tambahan Menurut Usia Bayi 2.3.1. Makanan Tambahan Bayi Usia 6-9 Bulan Pemberian ASI diteruskan serta pemberian makanan tambahan mulai diperkenalkan dengan pemberian makanan lumat dua kali sehari. Pemberian makanan tambahan pada usia 6-9 bulan diperkenalkan karena keadaan alat cerna sudah semakin kuat. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak seperti santan atau minyak kelapa (margarin). Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A dan gizi lain yang larut dalam lemak (Satyanegara, 2004). Antara usia 6-9 bulan, ASI (atau susu formula yang diperkaya zat besi) masih menjadi sumber nutrisi bagi bayi. Sebagian besar nutrisi yang diperlukan bayi tetap berasal dari ASI dan susu formula, meskipun telah ditambahkan makanan padat kedalam menu makanan bayi. ASI menyediakan nutrisi yang diperlukan bayi, seperti kalsium, zat besi, protein, dan zink (zat seng). Pada usia ini bayi biasanya membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang kandungan yang ada di dalam ASI (dan susu formula) dan pada usia ini, tambahan nutrisi dapat diperoleh dari makanan padat dalam porsi kecil (Moehji, 1988). 2.3.2. Makanan Tambahan Bayi Usia 9-12 bulan Usia sembilan bulan merupakan usia peralihan kedua dalam pengaturan makanan bayi. Makanan bayi yang dulunya bertumpu pada ASI sebagai pemberi zat gizi utama, Setelah usia sembilan bulan akan beralih ke makanan sapihan dan ASI
hanya
sebagai
pelengkap
saja.
Makanan
sapihan
penting
untuk
mempersiapkan agar bayi tidak kaget dan sudah terbiasa makan makanan yang bermacam-macam dalam keluarga (Moehji, 1998). Pada umur sepuluh bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap. Karena merupakan makanan peralihan ke makanan keluarga, bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, selanjutnya akan mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga. Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini setelah bayi berusia enam bulan akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari
Universitas Sumatera Utara
(Satyanegara, 2004). Apabila sewaktu-waktu pemberian ASI dihentikan sama sekali, tidak akan terjadi kesulitan dalam pemberian makanan pada bayi di kemudian hari (Moehji, 1998). Bayi pada usia 9-12 bulan sangat aktif dan cenderung sulit untuk berhenti bergerak. Makanan bayi akan semakin bervariasi dan bertekstur kasar. Frekuensi makan juga bisa ditingkatkan menjadi 2-3 kali dengan 1-2 kali makanan selingan (Moehji, 1988).
Universitas Sumatera Utara