PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Oleh : Reny Eko Afniati 103093029685
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh : Reny Eko Afniati 103093029685
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H ii
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh :
Reny Eko Afniati 103093029685
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Nur Aeni Hidayah, MMSI
Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D
NIP. 19750818 200501 2 008
NIP. 19460404 197611 1 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Sistem Informasi
A’ang Subiyakto, M. Kom NIP. 150 411 252
iii
PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah)” yang ditulis oleh Reny Eko Afniati, NIM : 103093029685 telah diuji dan dinyatakan Lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, tanggal 05 Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.
Jakarta,
Mei 2010
Tim Penguji, Penguji I
Penguji II
Zainul Arham, M. Si
Ir. Bakri La Katjong, MT
NIP. 150 411 259
NIP. 470 035 764 Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Nur Aeni Hidayah, MMSI
Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D
NIP. 19750818 200501 2 008
NIP. 19460404 197611 1 001 Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Sistem Informasi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
A’ang Subiyakto, M. Kom
NIP. 19680117 200112 1 001
NIP. 150 411 252
iv
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Maret 2010
Reny Eko Afniati 103093029685
v
ABSTRAK RENY EKO AFNIATI, Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah), di bawah bimbingan Ibu NUR AENI HIDAYAH dan Bapak MAHDI KARTASASMITA. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan. Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas, oleh karena itu digunakanlah satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Parameter yang digunakan untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit adalah titik panas yang merupakan indikasi terjadinya kebakaran. Untuk mendapatkan sebaran titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah diperlukan data satelit Terra yang terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter, (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter, (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter, dan (4) MOD03 = geolocation hotspot. Kemudian digunakan program imapp2bin yang berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih, sehingga menghasilkan file dalam format ers. Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global, dalam pendeteksian titik panas apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap. Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Titik Panas, MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), algoritma mod14, band 21, serta band 22 xviii + 95 Halaman + 31 Gambar + 13 Tabel + 31 Lampiran + 33 Daftar Pustaka (1994 - 2007) viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)”. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’atnya kepada kita semua. Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari rekanrekan kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yaitu kepada: 1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi. 2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI, selaku pembimbing I yang telah memberikan dorongan agar cepat selesai. 3. Bapak Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D, selaku pembimbing II atau pembimbing lapangan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta waktunya. 4. Alm. Bapak Muji Haryadi, S. Hut, MT, yang pernah membimbing penulis. 5. Bapak A’ang Subiyakto, M. Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem Informasi.
vi
6. Orang Tuaku yang senantiasa memberikan doa, serta suamiku. My Baby “Adi” sebagai pelipur lara dari hati yamg gundah. 7. Bapak Kustio yang telah mengajarkan mengenai pengolahan titik panas. 8. Bu Dianovita yang sebagai perantara Pak Mahdi atau asistennya yang telah banyak membantu penulis. Terima kasih juga kepada staf lainnya seperti Mbak Iken, Mbak Aida, Pak Wiji, serta rekan-rekan kerja sekalian yang tidak disebutkan satu persatu. 9. Terima kasih pula kepada temanku Farrah, Yati, Dede, dan Uut yang telah memberikan saran dan bantuan kepada penulis. 10. Serta teman-teman sekalian SI angkatan 2003 dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung selesainya penulisan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya untuk penulis maupun mahasiswa lain pada umumnya.
Jakarta, Maret 2010
Reny Eko Afniati
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
i
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ..............................................................
iv
PERNYATAAN ............................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
ABSTRAK .....................................................................................................
viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv DAFTAR ISTILAH ......................................................................................
xvi
TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) ............................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 LATAR BELAKANG .................................................................
1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ........................................................
3
1.3 BATASAN MASALAH ..............................................................
4
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT ........................................................ 4 1.4.1 Tujuan .................................................................................
4
1.4.2 Manfaat ...............................................................................
5
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ..................................………….
5
ix
BAB II LANDASAN TEORI ......…………………………………………
7
2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH .....................................
7
2.1.1 Keadaan Geografis ..............................................................
7
2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah .......................
9
2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS .........................................
9
2.2.1 Konsep Dasar Sistem ..........................................................
9
2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi .........................................
10
2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) ..............
10
2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis) ...........................................................................
12
2.2.4.1 Model Data Raster ..................................................
12
2.2.4.2 Model Data Vektor .................................................
12
2.3 PENGINDERAAN JAUH ..........................................................
13
2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh .......................................
13
2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh ................................
14
2.4 KARAKTERISTIK CITRA ........................................................
19
2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM ........
20
2.5.1 Resolusi Spasial ..................................................................
20
2.5.2 Resolusi Spektral ................................................................
21
2.5.3 Resolusi Temporal ..............................................................
24
2.5.4 Resolusi Radiometrik ..........................................................
24
2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS ..........
24
2.6.1 Resolusi Spasial ..................................................................
27
2.6.2 Resolusi Spektral ................................................................
27
2.6.3 Resolusi Temporal ..............................................................
31
2.6.4 Resolusi Radiometrik ..........................................................
32
2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS ...........................................
33
2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN ..................................... 37 2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) ......................................
39
2.9.1 Penggunaan Software MODIS ............................................
39
2.9.2 Algoritma Mod14 ................................................................ 40
x
2.9.3 HDFView 2.3 ......................................................................
40
2.9.4 ER Mapper 7.0 ....................................................................
41
2.9.5 Microsoft Excel 2003 .......................................................... 41 2.9.6 ArcView 3.2 ........................................................................ 2.10
41
TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ...........................
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
48
3.1 ALAT DAN BAHAN ………………………………..…………
50
3.1.1 Alat .....................................................................................
50
3.1.2 Bahan ..................................................................................
50
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...................................
51
3.3 PENGUMPULAN DATA ...........................................................
51
3.4 PENGOLAHAN DATA ..............................................................
52
3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS ...................
52
3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah ....................................
54
3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 .......
55
3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect ..........
61
3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping) ............................................. 63 3.4.6 Pembuatan Layout ............................................................... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
68
4.1 HASIL .........................................................................................
68
4.2 PEMBAHASAN .........................................................................
69
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 93 5.1 KESIMPULAN ............................................................................
93
5.2 SARAN ........................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh …………...………...……..…….....
14
Gambar 2.2 Energi elektromagnetik ……….……………………………....
14
Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik ………..………………………......
18
Gambar 2.4 Inframerah ………………………….…………………….…...
18
Gambar 2.5 Citra Landsat komposit …………………………….. ……......
19
Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
30
Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan ...............…...……………….................
35
Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian ...............…...………………..
49
Gambar 3.2 Quicklook ....................................………….............................
55
Gambar 3.3 Algoritma mod14 ............................……………….................
57
Gambar 3.4 Tampilan HDF ..............................….......................................
58
Gambar 3.5 Tampilan excel ......................……..……………..……...........
58
Gambar 3.6 Open table dbf ................................………..............................
59
Gambar 3.7 Add event theme ....................……..………..………..............
60
Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf ...................……..…...
60
Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect ...............................……...
61
Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers ..........................……….....................
63
Gambar 3.11 Window algorithm ......................…………..........................
64
Gambar 3.12 Raster region ……………………….....................................
65
Gambar 3.13 Hasil cropping .........................………..................................
66
Gambar 3.14 Layout .........................………...............................................
67
Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas ..............…….
68
Gambar 4.2 Peta citra satelit ........................................................................
69
Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 ……....
76
Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi ......... 78 Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi ............
80
Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah ............
81
xii
Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan .. 86 Gambar 4.8 Kombinasi band 721 ……………..……………........................
87
Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah ...........................
88
Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
89
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA ……………………................................................
21
Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh ................................................. 28 Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif ……………………………..................................................
29
Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan ..............................
37
Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ............
71
Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ............
72
Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007 .......................…………....................................................... 74 Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.5 Hasil
sebaran
titik
panas
berdasarkan
76
batas
administrasi pada bulan September tahun 2007 ........................... 77 Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan pada bulan September tahun 2007 ………………………...........
83
Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada bulan September tahun 2007 ............................................... Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah
84 85
Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif ……………………………..................................................
xiv
90
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan berdasarkan peta citra satelit 2. Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) 3. Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) 4. Spatial Resolution 5. Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10) 6. Julian Day Calendar
xv
DAFTAR ISTILAH
Band atau saluran adalah informasi dari range panjang gelombang yang berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band.
Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik.
Koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu.
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari.
Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya.
xvi
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer.
Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada setiap band.
Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra.
Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data.
Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang sama.
Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan mengubahnya dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang ingin disadap (Colwell, 1983).
xvii
TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER) Platform MODIS
Visible Bands (μm)
Near IR Bands (μm)
Thermal IR Bands (μm)
Band 1 (0,620 – 0,670)
Band 2 (0,841 – 0,876)
Band 20 (3,660 – 3,840)
Band 3 (0,459 – 0,479)
Band 5 (1,230 – 1,250)
Band 21 (3,929 – 3,989)
Resolution Imaging
Band 4 (0,545 – 0,565)
Band 6 (1,628 – 1,652)
Band 22 (3,929 – 3,989)
Spectroradiometer)
Band 8 (0,405 – 0,420)
Band 7 (2,105 – 2,155)
Band 23 (4,020 – 4,080)
Band 9 (0,438 – 0,448)
Band 15 (0,743 – 0,753)
Band 24 (4,433 – 4,498)
Band 10 (0,483 – 0,493)
Band 16 (0,862 – 0,877)
Band 25 (4,482 – 4,549)
Band 11 (0,526 – 0,536)
Band 17 (0,890 – 0,920)
Band 27 (6,535 – 6,895)
Band 12 (0,546 – 0,556)
Band 18 (0,931 – 0,941)
Band 28 (7,175 – 7,475)
Band 13 (0,662 – 0,672)
Band 19 (0,915 – 0,965)
Band 29 (8,400 – 8,700)
Band 14 (0,673 – 0,683)
Band 26 (1,360 – 1,390)
Band 30 (9,580 – 9,880) Band 31 (10,780 – 11,280) Band 32 (11,770 – 12,270) Band 33 (13,185 – 13,485) Band 34 (13,485 – 13,785) Band 35 (13,785 – 14,085) Band 36 (14,085 – 14,385)
xviii
Image Size 1000 meter
Pankromatik
Sensor
Satelit
MODIS (Moderate Terra
xix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin
sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, menurunnya populasi satwa, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran hutan atau lahan. Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit. Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Berbeda dengan daerah-daerah di Sumatera, wilayah Kalimantan memiliki daerah-daerah yang termasuk rawan kebakaran hutan dan lahan dengan puncak jumlah titik panas yang hampir sama,
1
yaitu bulan Agustus sampai September. Jumlah titik panas akan benar- benar berkurang mulai Oktober, karena mulai bulan tersebut curah hujan meningkat. Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1). Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang luas. Dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran
Titik
Panas
(Studi
Kasus:
Provinsi
Kalimantan
Tengah)
ini
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan data dari satelit Terra
dengan
sensornya
MODIS
(Moderate
Resolution
Imaging
spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di 2
gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Selain itu dalam Pemanfaataan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Ttik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) sekaligus melakukan proses pengolahan sehingga menghasilkan titik panas, untuk mengetahui jenis penggunaan lahan yang terbakar digunakan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan dan untuk mengetahui informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional).
1.2
PERUMUSAN MASALAH Masalah yang dibahas dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh
untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Bagaimana mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit? 2. Bagaimana penyebaran titik panas pada tiap kabupaten selama 1 bulan? 3. Bagaimana mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar?
3
1.3
BATASAN MASALAH Batasan masalah di dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk
Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Batasan daerah yang diteliti hanya pada Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Waktu yang diteliti selama 1 bulan di bulan September 2007. 3. Sumber data utama yang digunakan yaitu data satelit Terra dengan sensornya
MODIS
(Moderate
Resolution
Imaging
Spectroradiometer).
1.4
TUJUAN DAN MANFAAT 1.4.1
Tujuan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan
Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) bertujuan untuk mengetahui terdeteksinya titik panas dan lokasinya dari data satelit sehingga dapat diperoleh informasi spasial penyebaran titik panas.
4
1.4.2
Manfaat Manfaat-manfaat
yang
diperoleh
dari
Pemanfaatan
Data
Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Memudahkan mendeteksi titik panas secara penginderaan jauh dengan satelit khususnya untuk daerah yang luas seperti Kalimantan Tengah. 2. Hal ini akan mempermudah pemadamannya bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil. 3. Dapat dilakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.
1.5
SISTEMATIKA PENULISAN Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab,
yaitu: BAB I: PENDAHULUAN Bab ini mengemukakan mengenai latar belakang yaitu alasan mengapa topik atau masalah ini dipilih, serta terdapat perumusan masalah yang memaparkan secara ringkas dan jelas tentang permasalahan utama penelitian, batasan masalah yaitu aspek-aspek apa saja yang dikaji dalam penelitian ini, tujuan yaitu menjelaskan hasil yang hendak dicapai setelah penelitian selesai, manfaat yaitu kontribusi yang
5
diberikan atas hasil penelitian, dan sistematika penulisan yaitu sistematika yang direncanakan untuk penulisan skripsi. BAB II: LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau dasar dari penulisan skripsi. BAB III: METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan alur pola pikir penelitian, alat dan bahan yang digunakan, waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang mencakup beberapa proses didalamnya seperti menghasilkan titik panas dengan algoritma mod14, input nilai pada program imapp2bin dan mod2rect, pemotongan citra (cropping), kemudian lakukan pembuatan layout. BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah). BAB V: PENUTUP Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah).
6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2.1.1
Keadaan Geografis Provinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah
khatulistiwa, yaitu 00 45’ LU sampai 30 30’ LS, 1110 BT sampai 1160 BT (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Provinsi Kalimantan Tengah merupakan Provinsi terluas nomor 4 (empat) setelah Provinsi Irian Jaya Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini dihuni oleh 1.958.428 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 12 jiwa/Km2 (Kalimantan Tengah, 2006). Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah 157.983 Km2 mencakup 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan 85 Kecamatan terdiri dari 1.340 Desa dan 101 Kelurahan. Jumlah Kecamatan akan meningkat seiring dengan pemekaran Kabupaten tersebut (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Semula, daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten Otonom berasal dari eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Ketiga Kabupaten otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006).
7
Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa Provinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Kabupaten Barito dimekarkan menjadi Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan, sedangkan Kabupaten Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom Kota diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak tahun 2002 lalu, dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2002, telah berlangsung pemekaran wilayah, ditambah 8 (delapan) Kabupaten baru, sehingga jumlahnya saat ini menjadi 13 Kabupaten dan 1 (satu) Kota,
yaitu
(Portal
Nasional
REPUBLIK
INDONESIA, 2006): (1))Kabupaten Kapuas, (2) Kabupaten Kotawaringin Timur, (3) Kabupaten Kotawaringin Barat, (4) Kota Palangka Raya, (5) Kabupaten Katingan dengan ibukotanya Kasongan, (6) Kabupaten Barito Selatan, (7) Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukotanya Pulang Pisau, (8) Kabupaten Seruyan dengan ibukotanya Kuala Pembuang, (9) Kabupaten Barito Utara, (10) Kabupaten Barito Timur dengan ibukotanya Tamiyang Layang, (11) Kabupaten Murung Raya dengan ibukotanya Puruk Cahu, (12) Kabupaten Gunung Mas dengan ibukotanya Kuala Kurun, (13) Kabupaten Lamandau dengan ibukotanya Nanga Bulik, dan (14) Kabupaten Sukamara dengan ibukotanya Sukamara.
8
2.1.2
Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi
Kalimantan
Tengah
merupakan
urutan
frekuensi
kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal 1).
2.2
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 2.2.1
Konsep Dasar Sistem Penggunaan kata sistem sering dimaksudkan untuk menyatakan
kelengkapan sesuatu yang kompleks, bahwa semua bagian yang ada adalah merupakan bagian keseluruhan dalam bentuk sistem. Pengertian sistem
9
dalam kaitan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah keterkaitan antara berbagai komponen seperti komputer dengan berbagai bagiannya yang bervariasi, perangkat lunak yang rancangannya juga berbeda-beda, dan informasi serta proses-proses analisis yang secara implisit tercakup didalamnya (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Sistem merupakan integrasi pemakai dengan sarana atau alat untuk menghasilkan informasi, untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan dalam suatu organisasi (Meijerink et.al., 1994). 2.2.2
Konsep Dasar Sistem Informasi Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak
yang dapat menjalankan operasi perencanaan pengamatan dan pengumpulan data, penyimpanan, dan analisis data, termasuk penggunaan informasi dalam proses pengambilan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Fungsi sistem informasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu peta merupakan bagian dari sistem informasi spasial. Peta baru dianggap sebagai sistem apabila sudah terjadi interaksi antara pemakai dengan peta itu sendiri. 2.2.3
Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah suatu sistem informasi
yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Pendapat lain mengenai SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan
10
menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990). Disebutkan juga SIG (Sistem
Informasi
Geografis)
telah
terbukti
kehandalannya
untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes mengemukakan bahwa secara umum SIG (Sistem Informasi Geografis) menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial Keuntungan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah kemampuan untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Pendekatan SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk menghitung dampak pengembangan kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi temporal foto udara pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan pada masing-masing kategori landuse (Lo dan Shipman, 1990). Banyak pendekatan aplikasi SIG (Sistem informasi Geografis) terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan deteksi perubahan yang tidak benar karena kompleksitas landscape urban dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data
11
multi sumber. Sehingga, kekuatan fungsi SIG (Sistem Informasi Geografis) memberikan alat untuk pengolahan data multi sumber dan efektif dalam menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi sumber. Banyak penelitian difokuskan pada integrasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis deteksi perubahan yang lebih akurat. 2.2.4
Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis) 2.2.4.1
Model Data Raster Model data raster menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (Prahasta, 2001; hal 146). Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber entity spasial raster adalah citra satelit (misalnya NOAA, SPOT, Landsat, Ikonos). 2.2.4.2
Model Data Vektor Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, atau poligon beserta atributnya (Prahasta, 2001; hal 158). Bentuk-bentuk dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model data vektor,
12
didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di dalam model data spasial vektor, garis merupakan sekumpulan titiktitik terurut yang dihubungkan. Sedangkan area atau poligon juga disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat yang sama (poligon tertutup sempurna).
2.3
PENGINDERAAN JAUH 2.3.1
Konsep Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam Purwadhi, 2001; hal 2). Prinsip dasar penginderaan jauh (inderaja) adalah sumber energi seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dijelaskan bahwa dalam hal ini energi matahari memancarkan gelombang elektromagnetik, apabila gelombang tersebut mengenai permukaan bumi akan terjadi penyerapan dan pemantulan gelombang (Sutanto, 1994; hal 54). Dan ada pula energi yang diserap dipancarkan dalam bentuk panas, dimana semua gelombang elektromagnetik tersebut kemudian direkam oleh sensor. Setiap objek di bumi memiliki daya pantul yang bervariasi, sehingga berdasarkan tinggi rendahnya gelombang elektromagnetik yang terpantul, objek tersebut dapat dideteksi.
13
Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh 2.3.2
Komponen Sistem Penginderaan Jauh Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari
kebanyakan sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor (Yaslinus, 2002). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter yang bisa diukur yaitu: panjang gelombang atau wavelength, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak (Yaslinus, 2002).
Gambar 2.2 Energi elektromagnetik
14
Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua masa di alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi elektromagnetik. Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik (Yaslinus, 2002). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga elektromagnetik, yang meliputi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet, tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio (Purwadhi, 2001; hal 3). Gambar spektrum elektromagnetik di bawah pada gambar 2.3 disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan μm) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan Gamma Ray. Beberapa contoh kelompok energi pada spektrum elektromagnetik yaitu: 1. Radio merupakan energi yang termasuk dalam bentuk level energi elektromagnetik terendah dengan kisaran panjang gelombang dari ribuan Kilometer sampai kurang dari satu Meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar berguna untuk
15
mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar berkisar antara 0,8 Centimeter sampai 100 Centimeter. 2. Microwave: panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara
0,3
Centimeter
sampai
300
Centimeter.
Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan sistem penginderaan jauh aktif. Pada sistem penginderaan jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission’s) TMI (Microwave Imager), yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari spektrum elektromagnetik energi elektromagnetik atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan intensitas hujan. 3. Inframerah atau infrared: radiasi inframerah atau infrared bisa dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan dari sebuah permukaan. Pancaran inframerah atau infrared dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared. Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar nampak dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena
16
posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang near IR atau reflected IR berkisar antara 0,7 μm sampai 3 μm, sedangkan panjang gelombang thermal IR berkisar antara 3 μm sampai 15 μm. Untuk
aplikasi
penginderaan
jauh
lingkungan
hidup
menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5,7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Sebagai contoh, gambar 2.4 menunjukkan suhu permukaan laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan near IR). 4. Visible: posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang berkisar antara 0,4 μm sampai 0,7 μm. Perbedaan panjang gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Gambar 2.5 adalah contoh komposit dari citra Landsat 7. 5. Radiasi ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray berada dalam urutan paling kiri pada spektrum elektromagnetik. Tipe radiasinya berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang radiasi ultraviolet berkisar antara 0,3 μm sampai 0,4 μm.
17
Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan penginderaan jauh.
Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik
Gambar 2.4 Inframerah
18
Gambar 2.5 Citra Landsat komposit 2.4
KARAKTERISTIK CITRA Dalam penginderaan jauh, citra berkaitan dengan representasi pictorial
tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi elektromagnetik (Samsuri, 2004; hal 3). Pendapat lain mengemukakan bahwa secara definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Purwadhi, 2001; hal 22). Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0,3 μm sampai 0,9 μm. Semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua citra dapat dikatakan foto. Sebuah citra terbentuk dalam format digital yang tersusun dari beberapa unsur gambar atau disebut piksel (Samsuri, 2004; hal 3). Tingkat kecerahan piksel ini direpresentasikan oleh nilai numerik atau DN (Digital Number) pada masingmasing piksel. Sensor secara elektronik merekam energi elektromagnetik sebagai sekumpulan DN (Digital Number) yang akan menyusun gambar.
19
2.5
KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM Untuk informasi yang detail (skala besar) dapat menggunakan citra
satelit Quickbird, Ikonos, dan SPOT. Untuk informasi regional (skala menengah) dapat menggunakan citra satelit SPOT, Aster, dan Landsat. Untuk informasi global (skala kecil) dapat menggunakan citra satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer). Salah satu satelit yang sangat terkenal adalah satelit NOAAAVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa Amerika NASA sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global (Anonim, 2007). 2.5.1
Resolusi Spasial Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat
disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra (Purwadhi, 2001, hal 18). Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitas sensornya. Contoh: bila sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter, maka citra yang dihasilkannya ditampilkan dengan resolusi penuh, maka setiap piksel mewakili luasan area 20 x 20 meter di lapangan. Semakin tinggi resolusinya, maka semakin kecil area yang dapat dicakupnya. Contoh lain
seperti
satelit
NOAA
(National
Oceanic
and
Atmospheric
Administration) yang merupakan satelit yang berfungsi mengamati lingkungan dan cuaca dengan ketinggian 850 Kilometer. Luas liputan AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) setara dengan 3000 x
20
3000 Kilometer permukaan bumi. Kelebihan lainnya, sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) dapat dimanfaatkan dalam pemantauan kondisi lingkungan suatu areal pengamatan secara kontinyu dalam suatu periode. 2.5.2
Resolusi Spektral Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan
besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data (Purwadhi, 2001; hal 19). Semakin sempit panjang gelombang, resolusi spektral akan menjadi semakin tinggi, sebagai contoh dapat dilihat tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band pada NOAA Band
Spektrum Radiasi
Panjang
Pemanfaatan
Gelombang (μm) 1
Visibel
0,58 – 0,68
Berpotensi
dalam
perhitungan
albedo permukaan bumi dan puncak awan,
mendeteksi
permukaan
darat
memantau
kondisi
kondisi dan
laut,
vegetasi,
mendeteksi lapisan salju dan es di muka bumi dan mendeteksi jenis awan tertentu
21
Tabel 2.1 (lanjutan) Band
Spektrum Radiasi
Panjang
Pemanfaatan
Gelombang (μm) 2
Inframerah dekat
0,728 – 1,10
Berpotensi
dalam
pemantauan kondisi vegetasi, deteksi es dan salju di muka bumi, dan komputasi albedo permukaan bumi atau puncak awan 3B
Inframerah sedang
3,550 – 3,930 Digunakan dalam estimasi temperatur permukaan laut atau
darat,
mendeteksi
distribusi
awan
pada
pengamatan
malam
hari,
mendeteksi
daerah
hutan
yang rawan kebakaran dan mendeteksi titik panas
22
Tabel 2.1 (lanjutan) Band
Spektrum Radiasi
Panjang
Pemanfaatan
Gelombang (μm) 4
Inframerah jauh
10,30 – 11,30
Berpotensi dalam ekstraksi parameter
temperatur
permukaan bumi atau laut, mendeteksi
awan,
mengestimasi puncak
temperatur
awan
dan
pemantauan bencana alam seperti
letusan
gunung
berapi 5
Inframerah jauh
11,50 – 12,50
Berpotensi dalam ekstraksi parameter
temperatur
permukaan bumi atau laut, mendeteksi
awan,
mengestimasi puncak
temperatur
awan
dan
pemantauan bencana alam seperti berapi
23
letusan
gunung
2.5.3
Resolusi Temporal Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam
suatu daerah yang sama (Samsuri, 2004; hal 4). Contoh : jika citra Landsat TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedangkan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dapat 2 kali sehari melewati daerah yang sama di permukaan bumi. Oleh kerena itu resolusi
temporal
NOAA
(National
Oceanic
and
Atmospheric
Administration) lebih tinggi daripada Landsat TM. 2.5.4
Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang
dimungkinkan pada setiap band (Samsuri, 2004; hal 4). Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bit perekaman. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 255.
Untuk
satelit
NOAA
(National
Oceanic
and
Atmospheric
Administration) mencakup 10 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai 1.023. Resolusi ini lebih tinggi dibanding dengan Landsat TM.
2.6
KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS Pada
tahun
1999,
NASA
(National
Aeronautics
and
Space
Administration) meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang membawa sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer). Kedua satelit
24
tersebut melengkapi sistem pemantauan titik panas menggunakan satelit, sehingga dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda. MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006; hal 1). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 Kilometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) sebanyak 36 band (36 interval panjang gelombang), mulai dari 0,620 μm sampai 14,385 μm (1 μm = 1/1.000.000 meter). MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing System) dan dibawa oleh dua wahana yaitu Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan Aqua pada tanggal 4 Mei 2002 (Darmawan, 2006). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan turunan dari sensor AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea Viewing Wide Field of view sensor), dan HIRS (High Resolution Imaging Spectrometer) yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit (Darmawan, 2006). Layaknya sebuah kamera, satelit-satelit tersebut menangkap citra atau memotret bumi dengan sensor-sensor optiknya. Namun sensor yang digunakan
25
memotret bumi dengan gelombang infra merah dan termal infra merah, karena itu suhu permukaan bumilah yang terpantau oleh sensor tersebut. Dengan berbagai formula yang diterapkan di berbagai stasiun pemantau, jumlah titik panas yang terpantau juga cenderung berbeda-beda. Sebagai contoh data titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) menerapkan ambang batas 3180 Kelvin (0Kelvin = 0Celcius + 273) atau setara dengan 450 Celcius (Anonim, 2007). Artinya adalah jika suatu daerah yang dipantau oleh satelit memiliki suhu diatas ambang batas tersebut, maka areal tersebut terdeteksi sebagai titik panas. Sementara itu MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) menerapkan ambang batas suhu yang lebih tinggi yaitu sebesar 3200 Kelvin atau sekitar 470 Celcius (Anonim, 2007). Sehingga secara teori, jumlah titik panas NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang cenderung lebih banyak dibandingkan data titik panas MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer), jika waktu pemantauannya sama. Namun demikian pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki beberapa kelemahan. Sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. Adapun kelebihan dari MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan waktu mengorbit, peningkatan akurasi atau presisi radiometrik dan peningkatan akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 s.d. 1:1.000.000). MODIS (Moderate
26
Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki beberapa kelebihan dibanding NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution radiometer). Diantara kelebihannya adalah lebih banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan lahan (resolusi spasial) (Mustafa, 2004). Sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dapat digunakan dalam riset untuk pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu permukaan bumi. 2.6.1 Resolusi Spasial Kelebihan dari sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial 250 meter, 500 meter dan 1 Kilometer (Steber, 2007; hal 6). Resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000) (Darmawan, 2006). 2.6.2
Resolusi Spektral MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
mempunyai 36 band atau saluran spektral dapat dilihat pada tabel 2.2, yang terbagi menjadi 2 (dua) gelombang yaitu gelombang reflektif dan gelombang emisif. Gelombang Reflektif cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan transmisi atmosfer tinggi, sedangkan gelombang emisif cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan penyerapan atmosfer rendah (Steber, 2007; hal 8). Namun band atau saluran spektral MODIS
27
(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif terdapat pada tabel 2.3. Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat, laut, dan atmosfer dari jarak jauh (Steber, 2007) Gelombang Reflektif Panjang Gelombang Band
(µm)
Penggunaan
1, 2
0.645, 0.865
Vegetasi darat atau batas awan
3, 4
0.470, 0.555
Darat atau properti awan
5-7
1.24, 1.64, 2.13
Darat atau properti awan
8 - 10
0.415, 0.443, 0.490
Warna laut atau klorofil
11 - 13 0.531, 0.565, 0.653
Warna laut atau klorofil
14 - 16 0.681, 0.75, 0.865
Warna laut atau klorofil
17 - 19 0.905, 0.936, 0.940
Penguapan air atmosfer
26
Awan cirrus
1.375
Gelombang Emisif Panjang Gelombang Band
(µm)
Penggunaan
20 – 23
3.750, 3.959(2), 4.050
Suhu permukaan atau awan
24, 25
4.465, 4.515
Suhu atmosfer
27, 28
6.715, 7.325
Uap air
29
8.550
Suhu permukaan atau awan
30
9.730
Ozon
31, 32
11.030, 12.020
Suhu permukaan atau awan
33 – 34
13.335, 13.635
Properti puncak awan
35 – 36
13.935, 14.235
Properti puncak awan
28
Tabel 2.3
Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif (Steber, 2007)
Band
Panjang
Kegunaan Saluran
Gelombang (µm) 1
0,620 – 0,670
Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan
2
0,841 – 0,876
Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan
7
2,105 – 2,155
Menolak
sunglint
dan
menolak
tanda
kebakaran palsu 20
3,660 – 3,840
Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (3300 Kelvin)
21
3,929 – 3,989
Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (5000 Kelvin)
22
3,929 – 3,989
Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (3310 Kelvin)
31
10,780 – 11,280
Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (3400 Kelvin)
32
11,770 – 12,270 Balutan awan (3880 Kelvin)
Kurva pada gambar 2.6 menunjukkan adanya pergeseran puncak distribusi radiasi benda hitam ke arah panjang gelombang yang semakin pendek apabila suhunya naik (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 7). Dapat diketahui bahwa panjang gelombang dengan pancaran maksimum berbanding terbalik terhadap suhu absolut benda pemancarnya. Contohnya apabila sebuah logam seperti sepotong besi dipanasi, ketika besi tersebut bertambah panas, benda tersebut mulai bersinar dan warnanya berubah
29
secara berurutan ke arah panjang gelombang yang pendek, yaitu dari warna merah bata ke arah oranye, kuning, dan kadang-kadang ke arah warna putih.
Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
Matahari memancarkan dengan cara yang sama seperti sebuah radiator benda hitam, kurva pancaran matahari dengan suhu 60000 Kelvin mencapai radiasi maksimum pada panjang gelombang 0,5 μm (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 9). Oleh karena itu penginderaan jauh yang menggunakan matahari sebagai sumber tenaganya pada umumnya menggunakan spektrum tampak di sekitar panjang gelombang 0,5 μm dan perluasannya. Sebaliknya bagi suhu permukaan bumi (yaitu suhu permukaan obyek seperti tanah, air, dan vegetasi) yang suhu rata-ratanya 3000 Kelvin, pancaran maksimum tercapai pada panjang gelombang 9,7 μm. Oleh karena ini berkaitan dengan
30
panas obyek di bumi, maka disebut tenaga inframerah termal (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 9). Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 10000 Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km2 dan ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 3000 Kelvin sampai 5000 Kelvin. Dari gambar 2.6 diatas, dapat dilihat bahwa pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer, Gelombang ini terdapat pada sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) dan AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Pancaran radiasi darat, awan dan permukaan air pada panjang gelombang 4 mikrometer adalah antara 0,8 sampai 0,9 artinya bahwa bagian matahari yang tidak memancar pada panjang gelombang ini akan direfleksikan dan mempengaruhi sensor dan dapat menyebabkan deteksi kebakaran palsu. Kesalahan seperti ini tidak terjadi pada malam hari. Algoritma otomatis dapat menghitung semua faktor tersebut. 2.6.3
Resolusi Temporal MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
mampu mendatangi lokasi yang sama sebanyak 1 sampai 2 kali setiap harinya dipermukaan bumi (Anonim, 2007). Untuk sebuah satelit pemantau global, hal ini merupakan tingkat kunjungan dengan frekuensi tinggi atau dikenal dengan resolusi temporal yang tinggi. Karena itu kita bisa mendapatkan informasi penyebaran titik panas (hotspot) setiap hari. Hal
31
inilah yang menjadi salah satu alasan penting digunakannya citra satelit dengan resoulsi temporal harian di dalam pemantauan kebakaran secara global. 2.6.4
Resolusi Radiometrik Data yang terkirim dari satelit Terra adalah dengan kecepatan 11
Mega bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit (Mustafa, 2004). Artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 212 (4.096) derajat keabuan (grey levels). Peluang pemanfaatan data satelit generasi EOS (Earth Observing System) (LAPAN, 2005): 1. Data satelit EOS (Earth Observing System) bersifat publik dan ditransmisikan tanpa bayar ke semua stasiun di dunia. 2. Software akusisi dan pengolahan datanya bersifat “open source” dan tersedia di berbagai website. Pengembangan modul aplikasinya di sesuaikan dengan minat : institusi, universitas atau kelompok peneliti di berbagai negara. 3. Sebagian algoritma dan software pengolahannya belum tervalidasi. Sehingga update terus berlangsung (baik karena revisi algoritma, validasi software maupun karena standarisasi format). 4. Modul pengolahan data dengan algoritma yang telah di validasi dan bersifat “standalone” di publikasi melalui “Direct Broadcast”, dan untuk yang dalam proses pengembangan atau validasi, softwarenya di publikasi melalui “Institutional Algorithm”.
32
5. Hingga level tertentu, cukup ideal mengikuti perkembangan yang ada melalui proses integrasi dan adaptasi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Produk
level
1B
MODIS
(Moderate
Resolution
Imaging
spectroradiometer) memiliki informasi geolokasi yang ditempatkan pada file terpisah, sehingga tampilan citra akan ”tidak benar” bila menggunakan modul penampil yang tidak mampu mengintegrasikan data citra dan informasi geometrik secara bersamaan (LAPAN, 2005).
2.7
KARAKTERISTIK TITIK PANAS Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran (WWF Indonesia,
2007). Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit. Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0 sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan sedang bernilai 30 sampai 80, dan tingkatan tinggi bernilai 80 sampai dengan 100.
33
Dapat digambarkan pola pikir pengolahan titik panas dengan menggunakan beberapa persamaan seperti yang terlihat pada gambar 2.7 berikut. Karena data yang dipancarkan satelit dalam bentuk digital yang disebut radiometer count (DNk ), maka konversi radiansi (Lk) dari radiometer count (DNk) dapat dilakukan melalui persamaan linier sebagai berikut: Lk (i, j) = Gk DNk (i, j) + Ik. Sedangkan persamaan untuk konversi temperatur kecerahan dari radiansi adalah sebagai berikut: Tbk
βk ____ .Dimana ln Lk (i, j)-αk Intercept, αk dan βk didapat dari satelit. = __ _
34
nilai
koefisien
Gain,
Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan
35
Keterangan: k
= kanal atau band
DNk (i, j) = radiometer count (latitude, longitude) Lk (i, j) = radiansi (latitude, longitude) Gk = koefisien Gain Ik = Intercept Tbk = suhu kecerahan (brightness temprorary) αk dan βk = konstanta Setelah didapat nilai suhu kecerahan (Tbk), selanjutnya adalah menentukan lokasi dan distribusi titik panas harian menggunakan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan memanfaatkan data suhu kenampakan band 21 atau band 22 (T4) dan band 31 (T11). Adapun kriteria penentuan titik panas yang digunakan adalah sebagai berikut: • Bukan titik panas, apabila: – T4 < 315° Kelvin (305° Kelvin pada malam hari) atau – Δ T41 < 5° Kelvin (3° Kelvin pada malam hari) • Titik panas, apabila satu dari lima kombinasi berikut dipenuhi: – { [(T 4 > T4b + 4 δ T4b) atau T4 > 320° Kelvin (315° Kelvin pada malam hari ) ] dan [( Δ T41> Δ T41b + 4δΔT4
1 b)
atau ΔT41> 20° Kelvin (10°
Kelvin pada malam hari)] } atau – {T4> 360° Kelvin (330° Kelvin pada malam hari) }
36
Dimana: Δ T 41 = T 4 – T 11 T 4b
= suhu kenampakan latar belakang (background temperature) band 4 µm,
................yaitu suhu kenampakan dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel) δ T 4b = standard deviasi suhu kenampakan latar belakang band 4 µ m Δ T 41b = T 4b – T 11b
2.8
KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada
secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang, perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka, penjelasannya dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4
Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan
Kodefikasi 2001
Kelas Penutupan Lahan Hutan
Keterangan Seluruh kenampakan hutan alamiah atau hasil tanaman manusia baik yang berada didaratan maupun yang berada di sekitar pantai
2007
Semak belukar
Seluruh kenampakan bekas hutan yang telah tumbuh kembali namun tidak optimal
37
Tabel 2.4 Kodefikasi 2010
(lanjutan) Kelas Penutupan Lahan Perkebunan
Keterangan Seluruh kenampakan hamparan kebun (perkebunan) yang sudah ditanami
2012
Permukiman
Seluruh
kenampakan
permukiman,
baik perkotaan, perdesaan, industri, dan fasilitas umum 2014
Lahan terbuka
Pada umumnya merupakan daerah tidak bervegetasi seperti lahan terbuka bekas
pembersihan
lahan
(land
clearing) 2500
Awan
Seluruh
kenampakan
awan
dan
bayangan awan 3000 5001
Savanna
(padang Seluruh kenampakan hamparan non
rumput)
hutan alami berupa padang rumput
Tubuh air
Seluruh
kenampakan
perairan,
termasuk laut, sungai, danau, waduk, dan terumbu karang 20091
Pertanian
Lahan pertanian yang bersifat alam maupun buatan manusia
20094
Tambak
Seluruh
kenampakan
aktivitas
perikanan darat (ikan atau udang) atau penggaraman yang dicirikan dengan pola
pematang
(umumnya),
serta
biasanya tergenang dan berada di sekitar pantai 20121
Bandara
Seluruh kenampakan bandara yang berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri
38
Tabel 2.4 Kodefikasi 20122
(lanjutan) Kelas Penutupan Lahan
Keterangan
Transmigrasi
Seluruh
kenampakan
areal
permukiman perdesaan (transmigrasi) beserta pekarangan di sekitarnya 20141
Pertambangan
Seluruh kenampakan lahan terbuka yang
digunakan
pertambangan
untuk
terbuka
aktivitas
(open
pit)
seperti batubara, timah, dan tembaga. Serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasi kenampakan obyeknya seperti tailing ground
(penimbunan
limbah
penambangan) 50011
Rawa
Seluruh kenampakan lahan rawa yang sudah
tidak
berhutan
(tidak
ada
vegetasi pohon)
2.9
PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) 2.9.1
Penggunaan Software MODIS Cygwin
mempunyai
tugas
untuk
menjalankan
program
imapp2bin dan mod2rect (Steber, 2007; hal 64). Dimana program imapp2bin ini berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih.
39
2.9.2
Algoritma Mod14 Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas
secara global (Steber, 2007; hal 31). Pengujian masing-masing piksel ini di kelaskan sebagai berikut: data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak dikenal. Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma ini yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit. Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 dan anomali panas lain untuk MODIS (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22 yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang. 2.9.3
HDFView 2.3 Format standard untuk produk MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) adalah HDF (Hierarchical Data Format) (Steber, 2007; hal 54). Format ini dimaksudkan agar dapat membuat dokumentasi sendiri, yaitu dengan "metadata" yang diimbuhkan didalam setiap produk file nya. HDFView adalah suatu alat bantu berbasis Java untuk
file-file
NCSA
(The
National
Center
for
Supercomputing
Applications) HDF4 dan HDF5 (University of Illinois at UrbanaChampaign, 2005). HDFView ini tersedia
file HDF4 dan file HDF5,
disertai dengan file-file hirarki HDF (Hierarchical Data Format) yang menyediakan akses efisien dan interaktif. HDFView merupakan alat
40
penghubung
yang
dirancang
untuk
memudahkan
pemakai
untuk
menggunakan data-data yang diperoleh dalam format HDF (Hierarchical Data Format) yang termasuk dalam format level 1B. 2.9.4
ER Mapper 7.0 ER Mapper 7.0 adalah salah satu perangkat lunak (software)
pengolah data berbasis raster yang digunakan untuk mengolah data-data citra atau satelit (geographic image processing product) sekaligus merupakan produk dari Earth Resources Mapping, Australia (Hidayat, 2005; hal 1). Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai dengan yang diharapkan. 2.9.5
Microsoft Excel 2003 Penggunaan
Microsoft
Excel
2003
ini
adalah
dengan
memanfaatkan format penyimpanannya sebagai database dengan tipe data DBF 4 (dBASE IV), yang nantinya dapat dipanggil pada software ArcView 3.2 karena mendukung adanya format data dbf. 2.9.6
ArcView 3.2 Arcview 3.2 adalah salah satu perangkat lunak (software)
pengolah data berbasis vektor dan merupakan produk dari ESRI (Environmental Systems Research Institute). Perangkat lunak (software) ini dapat memberikan visualisasi, query, dan analisa secara spasial (keruangan). Selain itu terdapat pula feature-feature dari arcview ini seperti pembuatan
41
layout, model overlay, serta pemanggilan data eksternal tertentu dengan penambahan ekstention pendukungnya.
2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA Beberapa penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan titik panas ataupun kebakaran hutan dan lahan, yaitu: 1. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda, September
2004
dalam penelitiannya
mengenai
pengelolaan
kebakaran hutan dan lahan terpadu di Kalimantan Timur. Penggunaan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan untuk skala wilayah yang luas. Di Kalimantan Timur sudah dibangun sebuah stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dengan bantuan Jerman, tepatnya berada di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda. Data kiriman dari satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High Resolution Radiometer) merupakan deteksi pada waktu sebenarnya. Sebuah titik panas (hotspot) adalah sebuah pixel kebakaran yang mewakili areal 1,1 Km2, ini menunjukkan bahwa ada satu kebakaran atau beberapa kebakaran dalam areal itu, namun itu tidak menjelaskan jumlah, ukuran dan intensitas kebakaran dan areal terbakar. Informasi dari satelit berupa lokasi panas (lokasi hotspot)
42
yang diperoleh setiap hari dari satelit NOAA 12 dan 16. Data ini harus dianalisis untuk memperoleh koordinat hotspot dan di-update secara teratur. Sistem peringatan dini yang dipergunakan adalah Fire Danger Rating (Tingkat Bahaya Kebakaran). Satu indeks bahaya kebakaran sederhana telah diadopsi dan dimodifikasi untuk Kalimantan Timur. Sistem ini disebut Keetch-Byram Drought Index (KBDI) atau Indeks Kekeringan Keetch-Byram. Indeks ini hanya memperhitungkan tiga variabel cuaca yaitu temperatur maksimum harian, curah hujan harian dan rata-rata curah hujan tahunan. KBDI mempunyai kisaran nilai 0 sampai dengan 2.000. Untuk kemudahan interpretasi bagi para manager kebakaran, KBDI dibagi dalam empat kelas yang terkait dengan skala sifat bahaya kebakaran yaitu; - Rendah
:
0 sampai dengan 900
- Sedang
:
1000 sampai dengan 1499
- Tinggi
:
1500 sampai dengan 1749
- Sangat tinggi
:
1750 sampai dengan 2000
2. Muslikh Musawijaya, Agus Hidayat, M. Rokhis Khomarudin, Kustiyo, Maswardi, 2001 dalam penelitiannya mengenai deteksi dan pemantauan kebakaran hutan atau lahan menggunakan data penginderaan jauh data satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) untuk memantau kebakaran hutan atau lahan pada lokasi yang rawan kebakaran yaitu Sumatera dan Kalimantan, dimana intensitas pembakaran dan frekuensi kebakaran
43
cukup tinggi berpotensi menimbulkan gangguan asap lintas batas yang rutin terjadi setiap musim kemarau. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh LAPAN-Pekayon dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001, terlihat peristiwa kebakaran hutan atau lahan menunjukkan hal-hal yang signifikan yaitu terjadi secara periodik setiap tahun dan intensitas kebakaran hutan atau lahan paling tinggi terjadi pada puncak musim kemarau antara bulan Juli sampai dengan bulan September. Metode pemantauan titik panas di permukaan bumi ditentukan berdasarkan pada metode dari (MATSON dan DOZIER, 1981) dengan menghitung temperatur pada band 3 (λ=3.8 μ) dan band 4 (λ=10.8 μ). Untuk meningkatkan kualitas kenampakan titik panas (hotspot), (Lee and Tag, 1990) menyarankan untuk menggunakan kombinasi dari tiga band inframerah AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) yaitu band 3 (3.8 μm), band 4 (10.8 μm), dan band 5 (11.8 μm). Untuk obyek-obyek seperti awan, lahan, dan laut, radiasi yang diterima oleh band 4 dan band 5 jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan radiasi yang diterima oleh band 3. Akan tetapi untuk obyekobyek yang memiliki suhu tinggi keadaannya menjadi sebaliknya, dimana respon tertinggi justru pada band 3. Fenomena ini memungkinkan bagi terdeteksinya titik panas (hotspot) yang lebih kecil dari satu piksel, karena energi yang dikeluarkan oleh titik panas (hotspot) tersebut meningkatkan suhu kecerahan (brightness
44
temperature) jauh lebih tinggi pada band 3 dibanding pada band 4 dan band 5 (Dozeer, 1981; Matson et.al., 1987 dalam Lee and Tag, 1990). Sedangkan dengan menggunakan band 3 dan 4 mampu mendeteksi kebakaran kecil seluas 1 hektar (Flannigan and Haar, 1986). 3. Ety
Parwati,
Muslikh
Musawijaya,
Kustiyo,
2001
dalam
penelitiannya mengenai analisis kebakaran hutan atau lahan menggunakan citra Landsat-TM dengan kombinasi band yang digunakan adalah 542 untuk membantu dalam analisis visual. Citra yang digunakan adalah citra Landsat-TM Pulau Sumatera dengan Path/Row (P/R) 131/56 sampai dengan P/R 123/64 dan Pulau Kalimantan dengan P/R 122/59 sampai dengan 115/59 dikumpulkan, kemudian dipilih daerah yang memiliki titik-titik panas berdasarkan hasil pemantauan menggunakan data NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High Resolution radiometer). Pada kajian ini acuan titik-titik panas yang digunakan adalah hasil pemantauan selama bulan Juli, Agustus, dan September 2001. Citra yang digunakan perlu dilakukan koreksi untuk mengkonversi posisi (baris, kolom) menjadi posisi (lintang, bujur). Sebagai acuan, titik-titik kontrol yang digunakan adalah empat titik pada posisi kiri atas, kanan atas, kiri bawah, dan kanan bawah citra, yang tersedia pada setiap data header. Untuk memudahkan analisis, citra titik panas (hotspot) yang diperoleh
45
dikelompokkan menjadi 3 kelas menurut banyaknya titik panas yang ditemukan. Penentuan kelas tiap kelompok bervariasi setiap waktunya, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Contohnya kelas titik panas (hotspot) di Pulau Kalimantan pada bulan Juli adalah kelas 1 untuk jumlah titik panas = 1, kelas 2 banyaknya titik panas antara 2 sampai 3, dan kelas 3 untuk titik panas yang berjumlah antara 4 sampai dengan 5. Sementara itu pengelompokan untuk citra bulan Agustus adalah kelas 1 untuk citra titik panas yang berjumlah 1 sampai dengan 7, kelas 2 jumlah titik panas 8 sampai dengan 15, dan kelas 3 jumlah titik panas berjumlah lebih dari 15 (Musawijaya, 2001). 4. M. Rokhis Khomarudin, Nur Satriani, Heny Suharsono, dan Muslikh Musawijaya, 2000 dalam penelitiannya mengenai tingkat kerawanan kebakaran hutan di Kalimantan dengan menggunakan data penginderaan dan Sistem Informasi Geografis. Faktor-faktor yang mendorong timbulnya kebakaran hutan adalah bahan bakar, tanah (yang meliputi kadar air tanah dan jenis tanah), cuaca (angin, kelembaban nisbi, hujan, intensitas radiasi matahari, suhu, dan tekanan udara), dan topografi (Hamzah, 1985). Unsur cuaca merupakan unsur yang sangat penting kaitannya dengan kebakaran hutan. Unsur ini merupakan pemicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan yaitu suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan angin (JICA, 2000). Salah satu cara untuk menduga tingkat kebakaran
46
dengan memetakan kerawanan kebakaran hutan. Ada beberapa pendekatan atau metode yang harus dipadukan sehingga hasilnya menjadi suatu sistem informasi kebakaran hutan. Metode yang digunakan adalah pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografis) dengan menggabungkan parameter jumlah hotspot, iklim, IKKB (Indeks Kekeringan Keetch Byram), GVI (Indeks Vegetasi Global), dan TGHK (peta tata guna hutan kesepakatan) pada tahun 1997 sampai dengan 2000. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa tingkat kerawanan kebakaran hutan di Pulau Kalimantan terjadi pada bulan Agustus, sedangkan bulan-bulan yang memiliki tingkat kerawanan tinggi dapat terjadi pada bulan Juli sampai bulan September. Pada kejadian El Nino tahun 1997 sampai dengan 1998 membawa pengaruh terhadap tingkat kerawanan kebakaran hutan dengan luasan kerawanan yang meningkat. Secara umum data yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah dapat menggambarkan tingkat kerawanan kebakaran hutan.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan salah satu ciri utama bagi ilmu pengetahuan. Bagi penginderaan jauh sebagai ilmu baru, metode penelitiannya belum banyak diungkap pada pustaka yang ada (Sutanto, 1994; hal 81). Metode penginderaan jauh secara lengkap, yaitu yang dimulai dari perumusan masalah dan tujuan hingga penyelesaiannya. Pada gambar 3.1 adalah gambaran pola pikir penelitian mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dijelaskan bahwa data bersumber dari data mentah satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yanng memiliki resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1000 meter, serta dilengkapi dengan geolocation. Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi, 2003). Jadi data level 1B diproses menghasilkan Tbk (brightness temprorary) yang berarti suhu kecerahan untuk menentukan titik panas dan menampilan citra dengan menentukan kombinasi band yang digunakan kemudian dilakukan pemotongan citra (cropping) yang kemudian hasilnya dipadukan dengan peta tutupan lahan serta untuk menambah kelengkapan informasi lokasinya ditambahkan data peta batas administrasi sehingga menghasilkan gambaran visual berupa peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas.
48
Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian
49
3.1
ALAT DAN BAHAN 3.1.1
Alat Alat yang digunakan untuk membantu proses pengolahan data
dalam penelitian ini adalah dengan bantuan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Untuk perangkat keras (hardware) yang digunakan yaitu seperangkat komputer yang terdiri dari: (1) Alat untuk masukan data (input) seperti keyboard dan mouse; (2) Alat untuk pengolahan seperti CPU (Central Processing Unit) dengan spesifikasi Intel Pentium D, sistem operasi Microsoft Windows XP Professional Version 2002 Service Pack 2, RAM 1.00 GB, harddisk 306.5 GB dan; (3) Alat untuk keluaran (output) seperti monitor dan printer. Sedangkan untuk perangkat lunak (software) yang digunakan adalah: (1) Cygwin (menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10); (2) Algoritma mod14; (3) ER Mapper 7.0; (4) HDFView 2.3; (5) Microsoft Excel 2003 dan; (6) Arc View 3.2. 3.1.2
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang
di
download
dari
website
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html berupa data dari Satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) pada bulan September tahun 2007, serta data sekunder berupa peta digital tutupan lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan tahun 2003 dan peta digital batas administrasi yang berasal dari
50
Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) tahun 2007.
3.2
WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu 4
bulan, yang dimulai pada tanggal 01 Oktober 2007 sampai dengan tanggal 31 Januari 2008 di Pusat Data Penginderaan Jauh, LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional).
3.3
PENGUMPULAN DATA Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan mengunjugi website
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html untuk mencari daerah yang akan didownload.
Setelah
itu
lakukan
pemesanan
melalui
ftp://ladsweb.nascom.nasa.gov, dan pilih nomor ID sesuai daerah yang ingin diambil untuk penelitian kemudian download data tersebut. Perolehan data tersebut berupa digital number sesuai dengan apa yang telah terekam pada satelit diantariksa disertai quicklook berupa gambar yang direkam satelit, dengan resolusi spasial 250 meter, 500 meter, 1 Kilometer. Serta menggunakan studi pustaka yang mengacu kepada ketentuan dan referensi-referensi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh maupun titik panas.
51
3.4
PENGOLAHAN DATA 3.4.1
Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS Data satelit Terra terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF
(Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM = Quarter Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter (band 1 sampai dengan band 2), (2) MOD02HKM = Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter (band 3 sampai dengan band 7), (3) MOD021KM = 1 Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter (band 8 sampai dengan band 36), dan (4) MOD03 = geolocation hotspot (Steber, 2007; hal 6). Pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) distandarisasi menjadi 5 macam level (tingkat) pengolahan yakni level 0 (L 0), level 1 (L 1), level 2 (L 2), level 3 (L 3), dan level 4 (L 4). Namun yang digunakan pada penelitian ini adalah level L 1B yang merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi, 2003). Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari (Purwadhi, 2001; hal 144). Sedangkan koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang
52
mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu (Purwadhi. 2001; hal 162). Proses perbaikan pada koreksi geometrik yaitu memperbaiki kemencengan, rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, proyeksi dan anotasinya sesuai dengan yang ada pada peta. Adapun data L 1B harus mengikuti ketentuan penamaan file, sebagai berikut (Steber, 2007; hal 63): rrsss_YYYYMMDD_hhmm_MODxxx.hdf Dimana: rr: stasiun penerima (as: Alice Springs, da: Darwin, gd: GSFC/DAAC, ho: Hobart, mu: Murdoch University, wi: University of Wisconsin sss: satelit (t01: Terra online attitude/ephemeris, t11: Terra post processed attitude/ephemeris, a01: Aqua online/predicted attitude/ephemeris, a11: Aqua post processed attitude/ephemeris) YYYY: data set tahun MM: data set bulan DD: data set hari hh: data set jam mm: data set menit xxx: identitas produk (021KM: 1 kilometer data bayangan/radiasi, 02HKM: 500 meter data bayangan/radiasi, 02QKM: 250 meter data bayangan/radiasi, 03: data geolokasi)
53
Contoh: DAAC data set gdt01_20070913_0255_MOD02QKM gdt01_20070913_0255_MOD02HKM gdt01_20070913_0255_MOD021KM gdt01_20070913_0255_MOD03 3.4.2
Quicklook Serta Nilai Yang Diolah Quicklook berupa gambar yang direkam satelit Terra dengan
sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), dari quicklook ini dapat melihat nilai longitude dan nilai latitude yang akan diambil yang kemudian diketahui nilai piksel untuk proses pengolahan selanjutnya. Contoh: pada gambar 3.2 terdapat tanda kotak berwarna merah, pada kotak tersebut ambil nilai yang terdapat pada quicklook yang berada pada sudut kiri atas dan kanan bawah. Sudut kiri atas mempunyai latitude = 7 dan longitude = 108, sedangkan untuk kanan bawah mempunyai latitude = -4 dan longitude = 119. Arti 10 menunjukan bahwa 100 kilometer pada permukaan bumi yang dapat diartikan mempunyai 100 piksel (Steber, 2007). Selisih antara latitude kiri atas atau latitude maksimal dan latitude kanan bawah atau latitude minimal mempunyai selisih nilai 110 begitu juga dengan nilai longitude maksimal dan nilai longitude minimalnya yang berarti menunjukkan 1100 Kilometer pada permukaan bumi dan dapat diartikan memiliki 1100 piksel.
54
L a t i t u d e
Longitude
Gambar 3.2 Quicklook 3.4.3
Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 Mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global
(Steber, 2007; hal 31). Berikut adalah input nilai untuk menghasilkan titik panas dengan perintah: cd\Reny cd 256 mod14 mod14 [-tvgdc] [-c coarse_output] MOD021KM_input MOD03_input output_file
55
input
menurut
perintah
diatas:
mod14
–v
gdt01_20070913_0255_MOD021KM.hdf gdt01_20070913_0255_MOD03.hdf hotspot_20070913.hdf Hasil output dari perintah di atas dapat terlihat pada gambar 3.3. Untuk langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan software HDFView 2.3 untuk melihat nilai-nilai yang telah dihasilkan algoritma mod14, kemudian pilih field-field yang dibutuhkan seperti longitude, latitude, dan confidence lalu copy data ke Microsoft Excel 2003 dengan format penyimpanannya sebagai tipe data DBF 4 (dBASE IV) seperti pada gambar 3.4 dan gambar 3.5, agar nantinya tipe data dbf ini dapat dibaca software Arc View 3.2 sebagai tabel titik panas.
56
Gambar 3.3 Algoritma mod14
57
Gambar 3.4 Tampilan HDF
Gambar 3.5 Tampilan excel
58
Untuk membuka file yang telah disimpan dengan tipe data DBF 4 (dBASE IV) yang diberi nama 20070913.dbf yaitu terlebih dahulu buka software Arc View 3.3 kemudian lakukan langkah seperti yang terlihat pada gambar 3.6 dengan cara klik Tables Æ Add, sehingga muncul tampilan Add Table kemudian cari nama file pada directories yang dituju. Sedangkan untuk menampilkan simbol titik dari format penyimpanan tipe data dbf tadi yaitu dengan cara pilih menu bar View Æ Add Event Theme sehingga muncul tampilan seperti yang terlihat pada gambar 3.7 kemudian tentukan longitude sebagai X field dan latitude sebagai Y field. Setelah simbol titik dari format penyimpanan tipe data dbf tampil, maka langkah selanjutnya adalah lakukan konversi ke tipe data shp sesuai dengan format penyimpanan yang dimiliki oleh software Arc View yaitu dengan cara pilih menu bar Theme Æ Convert to Shapefile sehingga tampilan akan terlihat seperti pada gambar 3.8.
Gambar 3.6 Open table dbf
59
Gambar 3.7 Add event theme
Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf
60
3.4.4
Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect Program imapp2bin berfungsi menyaring band yang diperlukan 4
file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih (Steber, 2007; hal 64). Terlebih dahulu buka cygwin, karena cygwin mempunyai tugas untuk menjalankan program imapp2bin v4.4 dan mod2rect v1.10 seperti perintah yang terlihat di bawah ini: cd Reny cd 256 ls projectl1b.csh /usr/bin/projectl1b.csh base latmin latmax lonmin lonmax maplines mapsamples bandlist input sesuai perintah diatas: projectl1b.csh gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 4400 4400 r1 r2
Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect
61
Keterangan: ls = list files at current directory latmin = latitude minimal latmax = latitude maksimal lonmin = longitude minimal lonmax = longitude maksimal maplines, mapsamples = jumlah piksel Contoh perintah di atas atau yang terlihat pada gambar 3.9 seperti projectl1b gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 4400 4400 r1 r2 merupakan perintah untuk reflektansi. Sedangkan contoh untuk perintah temperatur adalah sebagai berikut: projectl1b gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 1100 1100 t21 t22 t31. Hasil dari program imapp2bin v4.4 dan mod2rect v1.10 adalah berbentuk ers yang sebelumnya bentuk file dengan format penyimpanan tipe data HDF (Hierarchical Data Format). Dari tipe data ers ini sudah dapat terlihat secara visual dengan menggunakan software ER Mapper seperti yang terlihat pada gambar 3.10 dibawah ini.
62
Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers 3.4.5
Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra (cropping) digunakan untuk memperkecil
daerah yang dikaji (Hidayat, 2005; hal 39). Langkah untuk memotong citra (cropping) adalah sebagai berikut: 1. Data dari tiap band yang digabung dibuka, contoh: 256gdt01_20070913_0255. kemudian tampilkan semua band pada file tersebut, lalu ganti
dengan
nama-nama bandnya. 2. Setelah itu dari window Algorithm pilih Edit Æ Add Vector Layer Æ Annotation/Map Compotion, untuk mengeluarkan layer khusus vektor seperti contoh pada gambar 3.11 di bawah. Selanjutnya adalah klik icon
, akan muncul
window Tools kemudian pilih icon load file untuk dapat
63
menampilkan data vektor dengan format penyimpanan tipe data erv.
Klik load file untuk dapat menampilkan data vektor (*.erv)
Gambar 3.11 Window algorithm 3. Setelah selesai simpan dengan memilih icon
pada window
Tools dengan memilih penyimpanan sebagai raster region dan saat penyimpanan sebagai raster dengan tiap band haruslah sama nama file tersebut seperti yang terlihat pada gambar 3.12 berikut.
64
Gambar 3.12 Raster region 4. Langkah selanjutnya adalah memberikan formula untuk memotong citra (cropping) tersebut dengan cara: klik icon pada window Algorithm, kemudian pada window
65
Formula Editor pilih menu Standard Æ Inside region polygon test. Lalu isi INPUT1: B1:r1 dan REGION1: Region_0, lakukan hal tersebut pada tiap band yang ada. 5. Selanjutnya file dapat disimpan dalam bentuk virtual, misal: Crop_256gdt01_20070913_0255.ers (lihat gambar 3.13)
Gambar 3.13 Hasil cropping 3.4.6
Pembuatan Layout Layout merupakan frame atau lembar yang ditujukan untuk
membuat pengaturan layout peta yang interaktif untuk dapat dicetak atau diplotting (Sarip Hidayat, 2005; hal 74). Lembar ini mengorganisir obyekobyek (data spasial, legenda, dan simbol) dan teks. Caranya yaitu dengan membuka semua obyek-obyek yang ingin ditampilkan pada view di Arc View 3.2, misal: Crop_256gdt01_20070913_0255.ers, Titik_panas.shp, Tu2pan_kalteng.shp setelah itu pilih menu bar View Æ Layout, selanjutnya akan muncul template manager dan pilih Landscape Æ OK. Maka secara otomatis semua yang terdapat pada view dapat terlihat di layout seperti yang
66
terlihat pada gambar 3.14, selanjutnya layout tersebut dapat dimodifikasi sesuai keinginan mengenai informasi apa saja yang ingin ditampilkan. Untuk penyimpanan layout, selain tersedia fasilitas penyimpanan dari masing-masing aplikasi mapping, dapat pula menggunakan file image dengan standar format grafik seperti BMP, GIF, dan JPEG. Layout ini berisikan informasi sebaran titik panas dengan nilai confidence tertinggi dan terendah pada tiap Kabupaten, serta informasi tutupan lahan yang terbakar apabila terdapat titik panas dan berpotensi terjadinya kebakaran.
Gambar 3.14 Layout
67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan
Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang telah diproses selama 1 (satu) bulan yaitu pada bulan September tahun 2007 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Gambar 4.1 merupakan tampilan peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dan pada gambar 4.2 merupakan tampilan dari peta citra satelit.
Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas
68
Gambar 4.2 Peta citra satelit 4.2
PEMBAHASAN Pengolahan
data
MODIS
(Moderate
Resolution
Imaging
Spectroradiometer) menghasilkan data sebaran titik panas harian dalam bentuk informasi lokasi geografi yaitu posisi lintang dan bujur. Dimana sebaran titik panas ini dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya kebakaran. Berdasarkan hasil pengolahan titik panas yang terlihat pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik panas disimbolkan berupa titik yang dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya kebakaran dengan dipadukan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan lahannya dan untuk melengkapi adanya informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Untuk melihat peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas harian dan peta citra satelit harian dapat dilihat
69
pada lampiran1. Adapun hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.1. Sedangkan untuk hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.2. Beberapa Kabupaten pada Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak disinggahi titik panas yaitu Kabupaten Seruyan, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Murung Raya.
70
Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 No.
Kelas Penutupan Lahan
Hari 1 2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14
15
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1.
Hutan
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
2
3
0
0
0
1
0
0
0
2.
Semak belukar
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
5
0
0
1
0
11 0
1
1
0
8
0
5
0
0
0
3.
Perkebunan
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4.
Lahan terbuka
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5.
Savanna (padang rumput)
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6.
Pertanian
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
2
0
2
0
1
0
0
1
0
3
0
0
0
0
0
7.
Sawah
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
7
0
1
0
0
2
0
1
0
0
0
8.
Rawa
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
6
3
0
6
0
22 0
5
5
0
13 0
7
0
0
0
71
Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 No.
Kabupaten
Hari 1 2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1.
Kapuas
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
1
0
4
0
2
0
0
1
0
5
0
0
0
2.
Kotawaringin Timur
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
3
0
0
1
0
4
0
1
0
0
0
3.
Kotawaringin Barat
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
3
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
4.
Kota Palangka Raya
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
5.
Katingan
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
2
0
0
2
0
2
0
0
0
0
0
6.
Barito Selatan
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
7.
Pulang Pisau
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
5
0
0
0
0
10 0
2
0
0
2
0
1
0
0
0
8.
Gunung Mas
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
9.
Lamandau
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
10.
Sukamara
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
0 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
6
3
0
6
0
22 0
5
5
0
13 0
7
0
0
0
72
Sedangkan
untuk
tabular
pada
masing-masing
tanggal
dapat
dibandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), seperti yang terlihat pada lembar lampiran 2, sebagai contoh dapat dilihat tabel 4.1. Dengan memperhatikan tabel 4.3 dapat terlihat jelas jumlah titik panas yang dihasilkan pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) sangatlah berbeda, jika pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) jumlah titik panas pada tanggal 20 September tahun 2007 sebanyak 35 titik panas, lain halnya dengan jumlah titik panas pada satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang hanya terdapat 22 titik panas. Selain dikarenakakan menerapkan ambang batas suhu yang berbeda, dalam hal perekamannya pun mempunyai selisih + 3 jam, perbedaan Kabupaten yang disinggahi titik panas antara kedua satelit tersebut yaitu pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) Kabupaten Gunung Mas lebih mendominasi dengan titik panas sebanyak 20 titik panas, sedangkan untuk satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging
73
Spectroradiometer) Kabupaten yang mendominasi dengan jumlah titik panas terbanyak sebanyak 10 titik panas berada pada Kabupaten Pulang Pisau. Persamaan Kabupaten dari kedua satelit tersebut yaitu titik panas terdapat pada Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten Katingan. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan diantaranya yaitu sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. Untuk waktu perekaman yang diperoleh pada penelitian ini adalah UTC (Coordinated Universal Time). UTC (Coordinated Universal Time) adalah dasar waktu legal di seluruh dunia, yang merupakan realisasi dari waktu atom dari UT (Universal Time) atau GMT (Greenwich Mean Time) (Anonim, 2005). Skala waktu UTC (Coordinated Universal Time) ditentukan oleh rotasi bumi, sehingga sedikit demi sedikit mengalami perlambatan. Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.00 UTC
74
Tabel 4.3
(lanjutan)
Bujur Lintang Provinsi Kabupaten 113.3471 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.357 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.9008 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3966 -0.9107 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3966 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3867 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.4659 -1.0097 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3768 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3669 -1.277 Kalimantan Tengah Gunung Mas 114.1094 -1.0196 Kalimantan Tengah Kapuas 113.2976 -1.3562 Kalimantan Tengah Katingan 112.862 -1.4156 Kalimantan Tengah Katingan 112.2284 -1.9304 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0303 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 111.1592 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau 111.1691 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau 111.1592 -1.6631 Kalimantan Tengah Lamandau 111.4166 -2.0987 Kalimantan Tengah Lamandau 112.1393 -2.1482 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 06.18 UTC (13.18 WIB) Jumlah titik panas yang dihasilkan bervariasi setiap harinya dan dalam penelitian yang diambil selama 1 (satu) bulan dibulan September tahun 2007 dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) tidak setiap hari
75
satelit menangkap sensor panas di Provinsi Kalimantan Tengah, hanya terdapat 9 (sembilan) hari adanya titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah, secara visual dapat dilihat pada gambar 4.3 dan untuk tabel dapat dilihat pada tabel 4.4.
Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007 No.
Tanggal
Jumlah Titik Panas
1.
13 September 2007
5
2.
15 September 2007
6
3.
16 September 2007
3
4.
18 September 2007
6
5.
20 September 2007
22
6.
22 September 2007
5
7.
23 September 2007
5
8.
25 September 2007
13
9.
27 September 2007
7
Jumlah
72
76
Jadi, jumlah titik panas secara keseluruhan selama bulan September tahun 2007 seperti yang terlihat pada tabel 4.4 terdapat sebanyak 72 titik panas. Dengan berdasarkan batas administrasi yaitu Kabupaten, maka jumlah titik panas terbanyak dari masing-masing Kabupaten dipimpin oleh Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten Kapuas sebanyak 15 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 11 titik panas, Kabupaten Katingan sebanyak 7 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik panas, Kabupaten Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau sebanyak 3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya masingmasing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten yang mempunyai titik panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten Sukamara dengan 1 titik panas dapat dilihat pada tabel 4.5 dan ditampilkan pula dalam bentuk grafik pada gambar 4.4. Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi pada bulan September tahun 2007 No.
Kabupaten
Jumlah Titik Panas
1.
Kapuas
15
2.
Kotawaringin Timur
11
3.
Kotawaringin Barat
5
4.
Kota Palangka Raya
2
5.
Katingan
7
6.
Barito Selatan
4
7.
Pulang Pisau
22
8.
Gunung Mas
2
9.
Lamandau
3
10.
Sukamara
1
Jumlah
72
77
15%
7%
20%
3%
1%
10%
5% 3%
6%
30% Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0 sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan sedang bernilai 30 sampai 80, dan tingkatan tinggi bernilai 80 sampai dengan 100. Dari proses pengolahan yang dilakukan pada bulan September tahun 2007 menunjukkan bahwa nilai confidence tertinggi pada tiap Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah terdapat pada Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten
78
Lamandau, dan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan masing-masing bernilai 92 seperti yang terlihat pada gambar 4.5. Dari nilai confidence tertinggi tersebut, bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahan maka akan diketahui lokasi keberadaan titik panas seperti pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada Kabupaten Lamandau keberadaan titik panas berada pada lahan pertanian yang ditunjukkan dengan penomoran 20091 pada field Kode04, untuk Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kotawaringin Timur berada pada lahan semak belukar sesuai yang tertera pada field Kode04 dengan penomoran 2007. Sedangkan untuk nilai confidence terendah berada pada Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten Katingan yang masing-masing bernilai 24 seperti pada gambar 4.6. Pada nilai confidence terendah ini bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahannya, maka keberadaan titik panas pada Kabupaten Kotawaringin Barat berada pada area hutan dengan penomoran 2001 pada field Kode04 dan untuk Kabupaten Katingan berada pada lahan pertanian dengan penomoran 20091 pada field Kode04.
79
Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi
80
Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang, perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka. Dari tabel 4.6 dengan memperhatikan jumlah titik panas yang tersebar diberbagai jenis kelas penutupan lahan dapat diketahui objek penggunaan lahan yang dikategorikan
81
sangat rawan terbakar yaitu semak belukar. Dari tabel 4.6 dapat pula diidentifikasi tiga jenis tutupan lahan yang dominan terbakar masing-masing adalah semak belukar, hutan, dan pertanian. Selama bulan September 2007 di Provinsi Kalimantan Tengah, tutupan lahan yang banyak disinggahi titik panas adalah semak belukar, ini dikarenakan hutan-hutan yang telah dibalak, mengalami degradasi, dan ditumbuhi semak belukar jauh lebih rentan terhadap kebakaran (Schindler, 1989). Selain itu penyebaran titik panas yang muncul di penutupan lahan biasanya cenderung lebih menyebar dan tidak membentuk sebuah kelompok besar. Berdasarkan pantauan di lapangan, fenomena ini didominasi oleh upaya pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar (Anonim, 2007). Penyebab kebakaran hutan dan lahan umumnya akibat perbuatan manusia, karena aktifitas membakar lahan yang dipandang sebagai cara paling murah, mudah dan cepat. Pengembangan alternatif lain untuk pembukaan lahan tanpa bakar yang dapat diaplikasikan masyarakat belum dapat dikembangkan.
82
Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan pada bulan September tahun 2007 No.
Kelas
Kapuas
Penutupan
Kotawaringin
Kotawaringin
Kota
Timur
Barat
Palangka
Lahan 1.
Hutan
2.
Semak belukar
3.
Perkebunan
4.
Lahan
Katingan
Barito
Pulang
Gunung
Selatan
Pisau
Mas
2
1
11
1
Raya 1
8
1
7
1
3
2
3
1
1
terbuka 5.
Lamandau Sukamara
2
Savanna (padang rumput)
6.
Pertanian
7.
Sawah
8.
Rawa Jumlah
1 3
2
6 1 15
11
5
2
83
2
1
1
6
1
1
7
4
22
2
2
3
1
Secara keseluruhan dari hasil pengolahan terhadap penyebaran titik panas selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 berdasarkan peta tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan disertai pula gambar grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada gambar 4.7. Hampir sebagian lebih Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah disinggahi titik panas pada tutupan lahan berjenis semak belukar dengan luas sebesar 3.854.499,8040 hektar. Pada Provinsi Kalimantan Tengah, kelas penutupan lahan yang mendominasi Provinsi tersebut adalah hutan sebanyak 58%, diikuti dengan semak belukar yaitu 25%, luas kelas penutupan lahan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada bulan September tahun 2007 No.
Kelas Penutupan Lahan
Jumlah Titik Panas
1.
Hutan
8
2.
Semak belukar
34
3.
Perkebunan
1
4.
Lahan terbuka
2
5.
Savanna (padang rumput)
1
6.
Pertanian
10
7.
Sawah
13
8.
Rawa
3
Jumlah
72
84
Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah No.
Kelas Penutupan Lahan
Luas (ha)
1.
Hutan
8919470,9490
2.
Semak belukar
3854499,8040
3.
Perkebunan
432204,8580
4.
Permukiman
57671,3240
5.
Lahan terbuka
199306,5330
6.
Awan
6410,8900
7.
Savanna (padang rumput)
54336,8100
8.
Tubuh air
133682,9410
9.
Pertanian
1008811,8250
10.
Sawah
258984,7720
11.
Tambak
2187,8080
12.
Bandara
292,7990
13.
Transmigrasi
49360,0400
14.
Pertambangan
41662,6330
15.
Rawa
349849,6450
Jumlah
15368733,6310
85
47%
11%
5%
1%
3%
19%
1%
13% Gambar 4.7
Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan
Kombinasi band yang digunakan adalah 721 untuk menghasilkan citra berwarna yang disebut juga citra komposit atau RGB (Red Green Blue) yang artinya merah untuk band 7, hijau untuk band 2, dan biru untuk band 1 dapat terlihat pada gambar 4.8. Melalui penggabungan dari ketiga citra hitam putih tersebut tampak jelas bahwa informasi citra baru (citra komposit) jauh lebih lengkap dari citra hitam putih yang asli. Manfaat dari tiap-tiap band yang dipilih yaitu band 7 mempunyai kisaran panjang gelombang 2,105 µm sampai dengan 2,155 µm dengan manfaat yang berada pada daerah inframerah gelombang pendek (short wave infrared atau SWIR). Alaminya tanah kosong seperti juga gurun, cocok di segala gelombang yang digunakan pada kombinasi band ini, tetapi
86
lebih banyak pada SWIR (short wave infrared) sehingga tanah akan sedikit berwarna kemerahan. Panjang gelombang pada band 7 akan menampilkan bekas kebakaran dengan warna merah terang. Band 2 mempunyai panjang gelombang 0,841 µm sampai dengan 0,876 µm dengan manfaat yang berada pada daerah inframerah dekat cocok untuk vegetasi, yang menunjukkan bahwa sekecil apapun titik vegetasinya akan tampak berwarna hijau terang. Sedangkan untuk band 1 mempunyai panjang gelombang 0,620 µm sampai dengan 0,670 µm.
Gambar 4.8 Kombinasi band 721 Pada gambar 4.9 merupakan peta citra satelit yang tidak terlalu banyak tertutup oleh awan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 di Provinsi Kalimantan Tengah.
87
Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah 88
Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 10000 Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km2 dan ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 3000 Kelvin sampai 5000 Kelvin. Band yang dapat mendeteksi titik panas yaitu band 21, band 22, dan band 31. Dari gambar 4.10 bila dicocokkan dengan band 21 atau band 22 berdasarkan panjang gelombangnya yang dapat dilihat pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer. Sedangkan pancaran maksimum untuk band 31 berada pada gelombang 11 mikrometer.
Wild fires
Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
89
Tabel 4.9
Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif (Steber, 2007)
Band
1
Panjang Gelombang (µm) 0,620 – 0,670
Kegunaan Saluran
Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan
2
0,841 – 0,876
Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran palsu dan balutan awan
7
2,105 – 2,155
Menolak
sunglint
dan
menolak
tanda
kebakaran palsu 20
3,660 – 3,840
Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran aktif (3300 Kelvin)
21
3,929 – 3,989
Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif (5000 Kelvin)
22
3,929 – 3,989
Saluran jangkauan rendah untuk deteksi kebakaran aktif (3310 Kelvin)
31
10,780 – 11,280
Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran tertentu dan balutan awan (3400 Kelvin)
32
11,770 – 12,270 Balutan awan (3880 Kelvin) Pendeteksian titik panas menggunakan algoritma mod14. Pengujian
masing-masing piksel ini di kelaskan sebagai data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak dikenal. Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 untuk MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22 yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang.
90
Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma mod14 yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit. Tidak ada algoritma deteksi kebakaran yang sempurna dan akan selalu ada kesalahan diantaranya kebakaran yang terjadi dibawah awan atau asap sulit terdeteksi karena tidak terlihat atau kelihatan pada gelombang manapun sehingga yang tidak dianggap sebagai titik panas merupakan titik panas sebenarnya. Manfaat yang diperoleh dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) yang memadukan data sekunder berupa peta digital tutupan lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan dan peta digital batas administrasi yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei Lapangan) adalah menyajikan informasi visual tentang sebaran titik panas di suatu Kabupaten yang kemudian dari informasi tersebut dapat dijadikan sebagai data dasar untuk selanjutnya dilakukan pencegahan atau pemulihan hutan. Hal yang terpenting adalah penyebarluasan informasi situasi dan kondisi kebakaran ke berbagai pihak terkait seperti Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Data dan informasi mengenai situai kebakaran secara rutin dapat disebarluaskan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota beserta instansi terkait didalamnya. Dapat pula data titik panas disebarkan kepada pihak terkait yang lokasi atau arealnya terdeteksi titik panas. Hal ini dimaksudkan untuk pencegahan guna mengantisipasi apabila keberadaan letak titik panas berada pada area hutan maka
91
mempunyai
potensi
adanya
kebakaran
hutan,
maka
agar
ditingkatkan
kewaspadaan adanya kebakaran hutan berskala besar yang dikhawatirkan berada pada area hutan yang sulit diketahui oleh penduduk sekitar atau jauh dari tempat permukiman. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap. Selain itu perlu adanya pengembangan teknik pembukaan lahan tanpa bakar karena pada umumnya fenomena ini didominasi oleh upaya pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar lahan yang dipandang sebagai cara paling murah, mudah dan cepat. Serta perlu adanya pelarangan atau pembatasan pembukaan lahan dengan membakar pada musim kemarau.
92
BAB V PENUTUP
5.1
KESIMPULAN Berdasarkan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa pernyataan sebagai berikut: 1. Telah dilakukan pemantauan atau pendeteksian titik panas dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya
MODIS
(Moderate
Resolution
Imaging
Spectroradiometer) dengan cakupan Provinsi Kalimantan Tengah selama 1 bulan yaitu bulan September tahun 2007. Untuk mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit adalah dengan menggunakan algoritma mod14 yang merupakan algoritma yang digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global. 2. Penyebaran titik panas pada tiap Kabupaten selama 1 (satu) bulan yaitu terkonsentrasi pada Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki titik panas sebanyak 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten Kapuas sebanyak 15 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 11 titik panas, Kabupaten Katingan sebanyak 7 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik panas, Kabupaten Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau sebanyak 3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya
93
masing-masing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten yang mempunyai titik panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten Sukamara dengan 1 titik panas. 3. Untuk mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar yaitu dengan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan lahannya.
5.2
SARAN Masih terdapatnya kekurangan serta keterbatasan dalam penulisan
skripsi ini. Adapun beberapa usulan yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya guna melengkapi dari kekurangan penulisan skripsi mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah: 1. Untuk batasan daerah selanjutnya diharapkan cakupan daerah yang diteliti tidak hanya pada tingkat Provinsi seperti Provinsi Kalimantan Tengah saja, melainkan dapat berdasarkan Pulau Kalimantan atau membandingkan pada tiap Provinsi pada Pulau Kalimantan. 2. Selain itu dalam hal waktu penelitian dapat lebih lama, misalnya dalam kurun waktu beberapa bulan untuk dapat mengetahui tingkat perbedaan penyebaran titik panas.
94
3. Agar dilakukan verifikasi untuk memastikan adanya titik panas, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan data yang memiliki resolusi yang lebih tinggi, misal: Landsat, SPOT, dan Ikonos. 4. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan yaitu sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. 5. Dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini, diharapkan selanjutnya dapat dibuat suatu simulasi pencegahan terjadinya kebakaran hutan secara terpadu yang dimulai dari cara mengantisipasinya sampai kepada pemulihan keadaan hutan yang rusak akibat terbakar tersebut.
95
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (21/09/2007, 5:17 PM), “Hotspot, Kebakaran dan Kabut Asap”, 09 Februari 2007, http://www.alesklar.wordpress.com/2007/02/09/4/
Anonim, (10/11/2007, 6:14 PM), “Sumatera dan Kalimantan dalam Kabut Asap”, Sumatera Selatan, 06 Juli 2004, http://www.ssffmp.or.id/ssffmp/news2.asp?id=49
Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), “UTC”, Indonesia, 2 Agustus 2005, http://www.id.wikipedia.org/wiki/UTC
Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), “Waktu Atom Internasional”, Indonesia, 29 Juli 2005, http://www.id.wikipedia.org/wiki/Waktu_Atom_Internasional
Barus Baba, Wiradisastra, “Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen Sumberdaya”, Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor, Maret 1997
Darmawan Soni, Wikantika Ketut, Cempaka Rinny, (23/10/2007, 9:57 AM), “Teknologi Satelit Inderaja Untuk Sektor Pertanian“, Bandung, 24 Maret 2006,
http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2006/042006/20/cakrawala/lainnya03.htm
Dewanti Ratih, Sariwulan Betty, Khomarudin Rokhis M., Asriningrum Wikanti, Winarso Gathot, Haryani Suryo Nanik, “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Satelit dan SIG dalam Penyediaan Informasi untuk Mitigasi Rawan Bencana”, Penerbit Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, 2002
Fire Bulletin, (18/9/2007, 6:06 PM), “Titik Panas Utama dan Analisis”, Indonesia, 18
January
2007,
http://www.fire.uni-
freiburg.de/GFMCnew/2007/01/0119/Fire Bulletin Special Edition-End of Year_18Jan07.pdf
Giglio Louis, (1/4/2008, 9:02 PM), “MODIS Collection 4 Active Fire Product User’s
Guide
Version
2.3”,
28
February
2007,
http://www.maps.geog.umd.edu/product/MODIS Fire Users Guide 2.3.pdf
Gunawan Hidayat, Bagdja Widya Islam, Suhermanto, (22/10/2007, 10:34 AM), “Instalasi dan Integrasi SW Open Source Untuk Re-konstruksi dan Pengolahan (Sistematik dan Informasi) Data MODIS, AIRS/AMSU/HSB, AMSR-E”,
Jakarta,
11
Agustus
http://www.lapanrs.com/Integrasi_SW_MODIS_HGun_Islam_LPN.pdf
2005,
Hidayat Sarip, Siwi Estuti Sukentyas, Novita Dian, “Pengantar Diklat Penginderaan Jauh”, Parepare, 13 Juni 2005
Justice Christopher, Giglio Louis, Boschetti Luigi, Roy David, Csiszar Ivan, Morisette Jeffrey, Kaufman Yoram, “MODIS Fire Products Version 2.3”, October 2006
Kalimantan Tengah, (18/9/2007, 5:01 PM), “Profil Kalimantan Tengah”, Indonesia,
15
Desember
2006,
http://www.regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=62
LAADS Web, (22/10/2007, 10:06 AM), “Search for Level 1 and Atmosphere Products”,
United
States,
2007,
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html
Lillesand M. Thomas, Kiefer W. Ralph, “Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra”, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997
Mulyadi, Damanik NRT Milton, Soelaeman Slamet, Purwanti Endang, Parwoto, Rushadi, “Pengembangan Modul Modis Level 2 (Aerosol, SST, NDVI)”, Penerbit Pusat Data Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, 2003
Musawijaya Muslikh, Hidayat Agus, Khomarudin Rokhis M., Kustiyo, Maswardi, “Deteksi dan Pemantauan Kebakaran Hutan/Lahan Menggunakan Data Penginderaan Jauh”, Penerbit Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, 2002
Mustafa Junjunan Adi, (23/10/2007, 10:04 AM), “MODIS, Mengamati Lingkungan
Global
dari
Angkasa”,
8
September
2004,
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2004-09-08-MODIS,Mengamati-Lingkungan-Global-dari-Angkasa.shtml
Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, (18/9/2007, 4:57 PM), “Provinsi Kalimantan
Tengah”,
Palangka
Raya,
2006,
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id =2575&Itemid=1352
Prahasta Eddy, “Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis”, Penerbit Informatika, Bandung, 2002
Purwadhi Hardiyanti Sri, “Interpretasi Citra Digital”, Penerbit Grasindo, Jakarta, 2001
Roswintiarti Orbita, Zubaidah Any, Suwarsono, “Sistem Informasi Mitigasi Bencana Alam Berbasis Data Penginderaan Jauh”, Penerbit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, 2005
Samsuri, (21/9/2007, 4:47 PM), “Aplikasi Penginderaan Jauh Dalam Pengelolaan Sumberdaya
Hutan”,
Sumatera
Utara,
2004,
http://www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-samsuri4.pdf
SIMBA-LAPAN, “Sistem Informasi Untuk Mitigasi Bencana Alam Menggunakan Data
Penginderaan
Jauh
”,
Jakarta,
24
Oktober
2007,
http://www.lapanrs.com/SMBA/smba.php?agr=1&hal=3&kat=hs&per=bl&dr h=kal
Steber Mike, (28/9/2007, 12:46 PM), “Installing Cygwin & MODIS Software”, 2007, http://www.landgate.wa.gov.au
Steber Mike, (24/7/2007, 1:25 PM), “Introduction to MODIS”, 2007, http://www.landgate.wa.gov.au
Suhermanto, (23/10/2007, 11:16 AM), “Integrasi dan Pengembangan Software Open Source Untuk Penerimaan, Perekaman, dan MWD MODIS TerraAqua”,
Jakarta,
11
Agustus
2005,
Integrasi_MWD_MODIS_Suhermanto-1.pdf
http://www.lapanrs.com/
Sutanto, “Penginderaan Jauh”, jilid 1, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994
University of Illinois at Urbana-Champaign, “HDFView User’s Guide”, 21 November 2005, http://www.hdf.ncsa.uiuc.edu
UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda, (16/8/2007, 10:17 AM), “Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu di Kalimantan Timur”, Pelatihan Kebakaran Hutan dan Lahan di Jayapura, Papua. Samarinda,
September
2004,
http://www.papua.go.id/bkpbapedalda/Makalah%20rian%20Jaya.htm
WFP-LAPAN Early Warning Bulletin, (10/11/2007, 6:17 PM), “Indonesia Early Warning Bulletin on Natural Hazards”, Indonesia, 20 November 2006, http://www.lapanrs.com/SMBA/pdf/WFP-LAPAN Early Warning Bulletin 20November06.pdf
WWF Indonesia, (18/9/2007, 4:29 PM), “Luas Areal Hutan Terbakar vs Jumlah Titik
Panas”,
Jakarta,
30
April
2007,
http://www.wwf.or.id/index.php?fuseaction=newsroom.detail&id=NWS11779 46373&language=i
Yaslinus, (27/11/2007, 3:29 PM), “Radiasi Elektromagnetik”, Jakarta, 2002, http://www.geocities.com/yaslinus/pj_02.html
LAMPIRAN 1 Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan berdasarkan peta citra satelit SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 13 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 15 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 16 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 18 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 20 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 22 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 23 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 25 SEPTEMBER 2007
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 27 SEPTEMBER 2007
LAMPIRAN 2 Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) PERBANDINGAN PADA TANGGAL 13 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.55 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 112.2795 -2.7424 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2894 -2.7424 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2894 -2.7523 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2993 -2.7523 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.49 UTC (12.49 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 15 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.45 UTC
BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 112.3498 -1.1702 Kalimantan Tengah Katingan 112.3597 -1.1702 Kalimantan Tengah Katingan 112.3498 -1.1801 Kalimantan Tengah Katingan 112.3597 -1.1801 Kalimantan Tengah Katingan 112.726 -1.1999 Kalimantan Tengah Katingan 112.7062 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan 112.7161 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan 112.726 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan 112.7359 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan 111.637 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6469 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6568 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6667 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6469 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6568 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6667 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 111.6766 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 114.3397 -0.695 Kalimantan Tengah Murung Raya 113.5279 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5378 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5477 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5576 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5279 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5378 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5477 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya 111.7855 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan 111.7954 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan 111.8053 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan 111.8053 -1.3088 Kalimantan Tengah Seruyan 111.9043 -1.3385 Kalimantan Tengah Seruyan 111.8944 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan 111.9043 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan 111.9142 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan 111.8944 -1.3583 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.29 UTC (12.29 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 16 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.25 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 112.5392 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 112.5491 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 112.559 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 112.5689 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 112.5788 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.5094 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5193 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5292 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5094 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5193 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5292 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya 113.5391 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.19 UTC (12.19 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 18 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.15 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 115.1316 -2.004 Kalimantan Tengah Barito Timur 115.1415 -2.004 Kalimantan Tengah Barito Timur 115.1316 -2.0139 Kalimantan Tengah Barito Timur 115.1415 -2.0139 Kalimantan Tengah Barito Timur Sumber: LAPAN, waktu perekaman 08.05 UTC (15.05 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 20 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.00 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI 113.3471 -0.8909 Kalimantan Tengah 113.357 -0.8909 Kalimantan Tengah 113.3669 -0.8909 Kalimantan Tengah 113.3768 -0.8909 Kalimantan Tengah 113.3867 -0.8909 Kalimantan Tengah 113.3768 -0.9008 Kalimantan Tengah 113.3966 -0.9107 Kalimantan Tengah 113.3867 -0.9206 Kalimantan Tengah 113.3966 -0.9206 Kalimantan Tengah 113.3669 -0.98 Kalimantan Tengah 113.3768 -0.98 Kalimantan Tengah 113.3867 -0.98 Kalimantan Tengah 113.3768 -0.9899 Kalimantan Tengah 113.3867 -0.9899 Kalimantan Tengah 113.4659 -1.0097 Kalimantan Tengah 113.3669 -1.2671 Kalimantan Tengah 113.3768 -1.2671 Kalimantan Tengah 113.3669 -1.277 Kalimantan Tengah 113.3768 -1.277 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas
BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 114.1094 -1.0196 Kalimantan Tengah Kapuas 113.2976 -1.3562 Kalimantan Tengah Katingan 112.862 -1.4156 Kalimantan Tengah Katingan 112.2284 -1.9304 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0303 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0105 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 113.0204 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur 111.1592 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau 111.1691 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau 111.1592 -1.6631 Kalimantan Tengah Lamandau 111.4166 -2.0987 Kalimantan Tengah Lamandau 112.1393 -2.1482 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 06.18 UTC (13.18 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 22 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.50 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI 115.367 -0.9314 Kalimantan Tengah 115.3769 -0.9314 Kalimantan Tengah 113.6246 -0.6443 Kalimantan Tengah 113.7434 -0.9215 Kalimantan Tengah 113.7533 -0.9215 Kalimantan Tengah 113.8622 -0.971 Kalimantan Tengah 113.8721 -0.971 Kalimantan Tengah 113.8622 -0.9809 Kalimantan Tengah 113.8721 -0.9809 Kalimantan Tengah 113.2286 -1.0799 Kalimantan Tengah 113.3474 -1.0799 Kalimantan Tengah 113.2187 -1.0898 Kalimantan Tengah 113.3375 -1.0898 Kalimantan Tengah 113.3474 -1.0898 Kalimantan Tengah 113.2682 -1.169 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Barito Utara Barito Utara Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas
BUJUR LINTANG PROVINSI 113.2682 -1.1789 Kalimantan Tengah 113.3771 -1.4066 Kalimantan Tengah 113.3771 -1.4165 Kalimantan Tengah 113.684 -0.575 Kalimantan Tengah 114.1394 -0.5948 Kalimantan Tengah 114.1394 -0.6047 Kalimantan Tengah 113.9909 -0.7433 Kalimantan Tengah 114.1592 -0.7433 Kalimantan Tengah 114.1691 -0.7433 Kalimantan Tengah 114.179 -0.7433 Kalimantan Tengah 113.9909 -0.7532 Kalimantan Tengah 114.1691 -0.7532 Kalimantan Tengah 114.3374 -1.0106 Kalimantan Tengah 114.3473 -1.0106 Kalimantan Tengah 114.3671 -1.0403 Kalimantan Tengah 114.377 -1.0403 Kalimantan Tengah 114.3671 -1.0502 Kalimantan Tengah 114.377 -1.0502 Kalimantan Tengah 114.2384 -1.0799 Kalimantan Tengah 114.2186 -1.0997 Kalimantan Tengah 114.2285 -1.0997 Kalimantan Tengah 114.2384 -1.1096 Kalimantan Tengah 114.4463 -1.1492 Kalimantan Tengah 114.4562 -1.1591 Kalimantan Tengah 114.2978 -1.1789 Kalimantan Tengah 114.2978 -1.1888 Kalimantan Tengah 112.9811 -1.5947 Kalimantan Tengah 112.991 -1.5947 Kalimantan Tengah 112.9811 -1.6046 Kalimantan Tengah 112.8425 -2.2778 Kalimantan Tengah 112.8524 -2.2778 Kalimantan Tengah 112.8425 -2.2877 Kalimantan Tengah 114.4463 -0.2384 Kalimantan Tengah 114.4463 -0.2483 Kalimantan Tengah 114.4562 -0.2483 Kalimantan Tengah 114.2384 -0.7037 Kalimantan Tengah 114.2483 -0.7136 Kalimantan Tengah 114.2483 -0.7235 Kalimantan Tengah 114.3671 -0.7334 Kalimantan Tengah 114.377 -0.7334 Kalimantan Tengah 114.3671 -0.7433 Kalimantan Tengah 114.377 -0.7433 Kalimantan Tengah 114.3671 -0.7532 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Katingan Katingan Katingan Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya Murung Raya
BUJUR LINTANG PROPINSI KABUPATEN 114.377 -0.7532 Kalimantan Tengah Murung Raya 112.1891 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2089 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2188 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan 112.2188 -2.0204 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.57 UTC (12.57 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 23 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.30 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI 114.828 -0.8972 Kalimantan Tengah 114.8379 -0.8972 Kalimantan Tengah 115.0359 -0.8972 Kalimantan Tengah 115.0458 -0.8972 Kalimantan Tengah 114.828 -0.9071 Kalimantan Tengah 114.5706 -1.0457 Kalimantan Tengah 114.7389 -1.1744 Kalimantan Tengah 114.7488 -1.1942 Kalimantan Tengah 114.7587 -1.1942 Kalimantan Tengah 114.7488 -1.2041 Kalimantan Tengah 114.7587 -1.2041 Kalimantan Tengah 114.9369 -1.214 Kalimantan Tengah 114.9666 -1.2437 Kalimantan Tengah 115.0161 -1.313 Kalimantan Tengah 113.4717 -0.8279 Kalimantan Tengah 113.4816 -0.8378 Kalimantan Tengah 113.6994 -0.9665 Kalimantan Tengah 113.7093 -0.9764 Kalimantan Tengah 113.6994 -0.9863 Kalimantan Tengah 113.7093 -0.9863 Kalimantan Tengah 113.7192 -0.9962 Kalimantan Tengah 113.937 -1.0061 Kalimantan Tengah 113.7489 -1.016 Kalimantan Tengah 113.937 -1.016 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Barito Utara Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas
BUJUR LINTANG PROVINSI 113.9469 -1.016 Kalimantan Tengah 113.739 -1.0259 Kalimantan Tengah 113.7489 -1.0259 Kalimantan Tengah 113.739 -1.0358 Kalimantan Tengah 113.7489 -1.0358 Kalimantan Tengah 113.64 -1.1249 Kalimantan Tengah 113.64 -1.1348 Kalimantan Tengah 113.2539 -1.2239 Kalimantan Tengah 113.2638 -1.2239 Kalimantan Tengah 113.2638 -1.2338 Kalimantan Tengah 113.6004 -1.2932 Kalimantan Tengah 113.3628 -1.412 Kalimantan Tengah 113.3727 -1.412 Kalimantan Tengah 113.3826 -1.412 Kalimantan Tengah 113.9073 -0.7289 Kalimantan Tengah 114.0162 -0.8081 Kalimantan Tengah 114.0162 -0.818 Kalimantan Tengah 114.0261 -0.818 Kalimantan Tengah 114.036 -0.818 Kalimantan Tengah 114.036 -0.9467 Kalimantan Tengah 114.036 -0.9566 Kalimantan Tengah 114.0954 -1.0259 Kalimantan Tengah 114.333 -1.0358 Kalimantan Tengah 114.3429 -1.0358 Kalimantan Tengah 114.333 -1.0457 Kalimantan Tengah 114.0558 -1.0655 Kalimantan Tengah 114.0558 -1.0754 Kalimantan Tengah 114.0657 -1.0754 Kalimantan Tengah 114.3825 -1.2635 Kalimantan Tengah 114.3924 -1.2635 Kalimantan Tengah 114.5904 -1.3724 Kalimantan Tengah 114.6003 -1.3724 Kalimantan Tengah 114.5904 -1.3823 Kalimantan Tengah 114.234 -1.4516 Kalimantan Tengah 114.234 -1.4615 Kalimantan Tengah 112.8876 -0.8378 Kalimantan Tengah 112.8777 -1.016 Kalimantan Tengah 112.848 -1.3427 Kalimantan Tengah 112.848 -1.3526 Kalimantan Tengah 113.0361 -1.3526 Kalimantan Tengah 112.8579 -1.3625 Kalimantan Tengah 113.0262 -1.3625 Kalimantan Tengah 113.0361 -1.3625 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan
BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 112.0065 -2.1248 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 112.0164 -2.1248 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat 114.6597 -0.3329 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.6696 -0.3329 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.0558 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.0657 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.6597 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.0558 -0.3527 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.0657 -0.3527 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.4617 -0.6101 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.4716 -0.6101 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.4518 -0.62 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.4617 -0.62 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.2538 -0.7685 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.2538 -0.7784 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.6003 -0.7784 Kalimantan Tengah Murung Raya 114.135 -3.1247 Kalimantan Tengah Pulang Pisau 114.1449 -3.1247 Kalimantan Tengah Pulang Pisau 114.135 -3.1346 Kalimantan Tengah Pulang Pisau 114.1449 -3.1346 Kalimantan Tengah Pulang Pisau 112.1253 -1.9268 Kalimantan Tengah Seruyan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.46 UTC (12.46 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 25 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.20 UTC
BUJUR LINTANG PROVINSI 115.1407 -1.8678 Kalimantan Tengah 115.1506 -1.8678 Kalimantan Tengah 113.9131 -1.0065 Kalimantan Tengah 113.923 -1.0065 Kalimantan Tengah 113.9131 -1.0164 Kalimantan Tengah 113.923 -1.0164 Kalimantan Tengah 113.9824 -1.0164 Kalimantan Tengah 113.9725 -1.0263 Kalimantan Tengah 113.9824 -1.0263 Kalimantan Tengah 113.8042 -1.0362 Kalimantan Tengah 113.8141 -1.0362 Kalimantan Tengah 113.824 -1.0362 Kalimantan Tengah 113.8042 -1.0461 Kalimantan Tengah 113.8141 -1.0461 Kalimantan Tengah 113.824 -1.0461 Kalimantan Tengah 113.9824 -1.0461 Kalimantan Tengah 113.9131 -1.0659 Kalimantan Tengah 113.329 -1.2045 Kalimantan Tengah 113.3092 -1.2144 Kalimantan Tengah 113.3191 -1.2144 Kalimantan Tengah 113.329 -1.2144 Kalimantan Tengah 113.3191 -1.2243 Kalimantan Tengah 114.0319 -0.9372 Kalimantan Tengah 114.0418 -0.9372 Kalimantan Tengah 114.0517 -0.9372 Kalimantan Tengah 114.0319 -0.9471 Kalimantan Tengah 114.0418 -0.9471 Kalimantan Tengah 114.0022 -1.0065 Kalimantan Tengah 114.0121 -1.0065 Kalimantan Tengah 113.9923 -1.0164 Kalimantan Tengah 114.0022 -1.0164 Kalimantan Tengah 113.9923 -1.0263 Kalimantan Tengah 113.9923 -1.0362 Kalimantan Tengah 114.0022 -1.0362 Kalimantan Tengah 113.9923 -1.0461 Kalimantan Tengah 114.0022 -1.0461 Kalimantan Tengah 114.0121 -1.0461 Kalimantan Tengah 113.9923 -1.056 Kalimantan Tengah 114.0022 -1.056 Kalimantan Tengah 114.0616 -1.2837 Kalimantan Tengah 114.0319 -1.2936 Kalimantan Tengah 114.0418 -1.2936 Kalimantan Tengah 114.0517 -1.2936 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Barito Timur Barito Timur Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas
BUJUR LINTANG PROVINSI 114.0418 -1.3035 Kalimantan Tengah 114.0517 -1.3035 Kalimantan Tengah 114.418 -1.452 Kalimantan Tengah 114.4279 -1.452 Kalimantan Tengah 114.4378 -1.452 Kalimantan Tengah 114.418 -1.4619 Kalimantan Tengah 114.4279 -1.4619 Kalimantan Tengah 114.4378 -1.4619 Kalimantan Tengah 114.4477 -1.4619 Kalimantan Tengah 114.4972 -2.4915 Kalimantan Tengah 114.5071 -2.4915 Kalimantan Tengah 114.4873 -2.5014 Kalimantan Tengah 114.4972 -2.5014 Kalimantan Tengah 114.5071 -2.5014 Kalimantan Tengah 114.5269 -2.5014 Kalimantan Tengah 114.517 -2.5113 Kalimantan Tengah 114.5962 -2.5311 Kalimantan Tengah 114.6061 -2.5311 Kalimantan Tengah 114.616 -2.5311 Kalimantan Tengah 114.6061 -2.541 Kalimantan Tengah 114.616 -2.541 Kalimantan Tengah 112.9825 -1.0164 Kalimantan Tengah 112.9627 -1.0263 Kalimantan Tengah 112.9726 -1.0263 Kalimantan Tengah 112.9825 -1.0263 Kalimantan Tengah 113.23 113.2102 113.2201 113.23 113.2201 113.23 113.2201 113.23 113.2399 113.2498 113.2201 113.23 113.2399 113.2498 111.8044 111.8143 111.8242 111.7945 111.8044 111.8143
-1.4421 -1.452 -1.452 -1.452 -1.5213 -1.5213 -1.5312 -1.5312 -1.5312 -1.5312 -1.5411 -1.5411 -1.5411 -1.5411 -2.2242 -2.2242 -2.2242 -2.2341 -2.2341 -2.2341
Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
KABUPATEN Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Kapuas Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Katingan Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat Kotawaringin Barat
BUJUR 111.8242 112.7053 112.7152 112.7251 112.7053 112.7152 112.7251 112.2499 112.24 113.7151 113.725 113.7151 113.725 112.1311 112.141 112.1509 112.141 112.2796 112.2697 112.2796
LINTANG -2.2341 -1.4718 -1.4718 -1.4718 -1.4817 -1.4817 -1.4817 -2.0262 -2.0361 -1.4025 -1.4025 -1.4124 -1.4124 -1.9074 -1.9074 -1.9074 -1.9173 -2.3034 -2.3133 -2.3133
PROVINSI Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah Kalimantan Tengah
KABUPATEN Kotawaringin Barat Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Kotawaringin Timur Palangka Raya Palangka Raya Palangka Raya Palangka Raya Seruyan Seruyan Seruyan Seruyan Seruyan Seruyan Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.26 UTC (12.26 WIB)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 27 SEPTEMBER 2007
Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.10 UTC BUJUR LINTANG PROVINSI 113.3718 -1.1555 Kalimantan Tengah 113.3817 -1.1555 Kalimantan Tengah 113.3916 -1.1555 Kalimantan Tengah 113.4015 -1.1555 Kalimantan Tengah 113.352 -1.1654 Kalimantan Tengah 113.3619 -1.1654 Kalimantan Tengah 113.3718 -1.1654 Kalimantan Tengah 113.3817 -1.1654 Kalimantan Tengah 113.3916 -1.1654 Kalimantan Tengah 113.4015 -1.1654 Kalimantan Tengah
KABUPATEN Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas Gunung Mas
BUJUR LINTANG PROVINSI KABUPATEN 113.4114 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.352 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3619 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3718 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3817 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3916 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.4015 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3619 -1.1852 Kalimantan Tengah Gunung Mas 113.3718 -1.1852 Kalimantan Tengah Gunung Mas 114.9502 -1.4096 Kalimantan Tengah Barito Utara 114.9403 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan 114.9502 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan 114.9601 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.07 UTC (12.07 WIB)
LAMPIRAN 3 Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) No. Level 1.
L0
Definisi Level ini diproduksi oleh instrumen dari EDOS (EOS Data and Operation System) dan disimpan dalam hard disk, berisi paket data telemetri dikuantisasi dalam sistem biner 12 bit. Kode pengolahan MODPRO1. Telemetri: (1) ilmu tentang pengukuran jarak dengan telemeter, (2) pengiriman data rekaman dengan cara radio, telepon, atau telegraf.
2.
L 1A
Adalah data level 0 yang telah direformat dan ditambahkan data ancilary. Informasi Geolocation juga ditambahkan pada resolusi spasial 1 km. Kode pengolahan MODPRO 3.
3.
L 1B
Data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya. Kode pengolahan MODPRO2.
4.
L2
Data geofisik tang dapat diturunkan dari data L 1B menggunakan algoritma parameter geofisik.
No. Level 5.
L 2G
Definisi Adalah data L2 tetapi tiap-tiap pixel dapat dipetakan dalam grid tertentu.
6.
L3
Parameter geofisik telah mengalami proses perataan dengan mengganti ukuran pixel dengan orde lebih luas (misal 4 km), dengan menggabungkan data yang berbeda baik waktu dan tempatnya.
7.
L4
Model output atau hasil analisis dari level lebih rendah tetapi variabel yang dijelaskan melalui berbagai pengukuran.
LAMPIRAN 4 Spatial Resolution is based on (Steber, 2007): The relationship between latmin latmax lonmin lonmax maplines mapsamples. Since 10 of latitude or longitude approximates 100 km the following relationships can be used depending which bands are being used.
For 1km resolution
maplines = 100 * (latmax – latmin) mapsamples = 100 * (lonmax –lonmin)
For 500m resolution maplines = 200 * (latmax – latmin) mapsamples = 200 * (lonmax –lonmin)
For 250m resolution maplines = 400 * (latmax – latmin) mapsamples = 400 * (lonmax –lonmin)
LAMPIRAN 5 Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program mod2rect v1.10) #!/bin/tcsh # Modified : 23/03/2007 - Changed exscalev for t23 to 0.1. if($#argv < 8) then echo "USAGE: $0 base latmin latmax lonmin lonmax maplines mapsamples bandlist" exit -1 endif set bands = (r1 r1fk r2 r2fk l2fk r3 r3fk l3fk r4 l4fk r5 l5fk r6 l6fk r7 r7fk l7fk l17 l18 l19 t20 t21 t22 t23 t31 t32 vz va sz sa r4fk) set exfile = (B1REF B1FKREF B2REF B2FKREF B2FKRAD B3REF B3FKREF B3FKRAD B4REF B4FKRAD B5REF B5FKRAD B6REF B6FKRAD B7REF B7FKREF B7FKRAD B17RAD B18RAD B19RAD B20TEM B21TEM B22TEM B23TEM B31TEM B32TEM SENSORZENITH SENSORAZIMUTH SOLARZENITH SOLARAZIMUTH B4FKREF) set exscale = (B1REFSCALE B1FKREFSCALE B2REFSCALE B2FKREFSCALE B2FKRADSCALE B3REFSCALE B3FKREFSCALE B3FKRADSCALE B4REFSCALE B4FKRADSCALE B5REFSCALE B5FKRADSCALE B6REFSCALE B6FKRADSCALE B7REFSCALE B7FKREFSCALE B7FKRADSCALE B17RADSCALE B18RADSCALE B19RADSCALE B20TEMSCALE B21TEMSCALE B22TEMSCALE B23TEMSCALE B31TEMSCALE B32TEMSCALE DUMMY DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFSCALE) set exscalev = (0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.01 0.0001 0.0001 0.01 0.0001 0.01 0.0001 0.01 0.0001 0.01 0.0001 0.0001 0.01 0.01 0.01 0.01 0.1 0.1 0.1 0.1 0.01 0.01 0 0 0 0 0.0001)
set exoffset = (B1REFOFFSET B1FKREFOFFSET B2REFOFFSET B2FKREFOFFSET B2FKRADOFFSET B3REFOFFSET B3FKREFOFFSET B3FKRADOFFSET B4REFOFFSET B4FKRADOFFSET B5REFOFFSET B5FKRADOFFSET B6REFOFFSET B6FKRADOFFSET B7REFOFFSET B7FKREFOFFSET B7FKRADOFFSET B17RADOFFSET B18RADOFFSET B19RADOFFSET B20TEMOFFSET B21TEMOFFSET B22TEMOFFSET B23TEMOFFSET B31TEMOFFSET B32TEMOFFSET DUMMY DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFOFFSET) set exfill = (B1REFFILL B1FKREFFILL B2REFFILL B2FKREFFILL B2FKRADFILL B3REFFILL B3FKREFFILL B3FKRADFILL B4REFFILL B4FKRADFILL B5REFFILL B5FKRADFILL B6REFFILL B6FKRADFILL B7REFFILL B7FKREFFILL B7FKRADFILL B17RADFILL B18RADFILL B19RADFILL B20TEMFILL B21TEMFILL B22TEMFILL B23TEMFILL B31TEMFILL B32TEMFILL DUMMY DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFFILL) set exsat = (B1REFSAT B1FKREFSAT B2REFSAT B2FKREFSAT B2FKRADSAT B3REFSAT B3FKREFSAT B3FKRADSAT B4REFSAT B4FKRADSAT B5REFSAT B5FKRADSAT B6REFSAT B6FKRADSAT B7REFSAT B7FKREFSAT B7FKRADSAT B17RADSAT B18RADSAT B19RADSAT B20TEMSAT B21TEMSAT B22TEMSAT B23TEMSAT B31TEMSAT B32TEMSAT DUMMY DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFSAT) set ex1km = (0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1) set exhkm = (0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0) set exqkm = (1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0) set exgeo = (0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0)
set i = 8 set IN1KM = "" set IN500 = "" set IN250 = "" set OUT1KM = "" set OUT500 = ""
set OUT250 = "" set need1km = 0 set needhkm = 0 set needqkm = 0 while($i <= $#argv) set j = 1 foreach band ($bands) if($band == $argv[$i]) break; @ j++ end if($j > $#bands) then echo band $argv[$i] not supported exit endif setenv $exfile[$j] $band setenv $exscale[$j] $exscalev[$j] setenv $exoffset[$j] 0 setenv $exfill[$j] -32767 setenv $exsat[$j] 32767 if($ex1km[$j]) then set IN1KM = ${IN1KM}${band}":" set OUT1KM = ${OUT1KM}${1}_${band}_map":" set need1km = 1 endif if($exgeo[$j]) then set IN1KM = ${IN1KM}${band}":" set OUT1KM = ${OUT1KM}${1}_${band}_map":" endif if($exhkm[$j]) then set IN500 = ${IN500}${band}":" set OUT500 = ${OUT500}${1}_${band}_map":" set needhkm = 1 endif if($exqkm[$j]) then set IN250 = ${IN250}${band}":" set OUT250 = ${OUT250}${1}_${band}_map":" set needqkm = 1 endif
@ i++ end
if($need1km) setenv MOD021KM ${1}_MOD021KM.hdf if($needhkm) setenv MOD02HKM ${1}_MOD02HKM.hdf if($needqkm) setenv MOD02QKM ${1}_MOD02QKM.hdf if($IN1KM != "") then setenv IN1KM $IN1KM setenv OUT1KM $OUT1KM endif if($IN500 != "") then setenv IN500 $IN500 setenv OUT500 $OUT500 endif if($IN250 != "") then setenv IN250 $IN250 setenv OUT250 $OUT250 endif setenv MOD03 ${1}_MOD03.hdf setenv LATITUDE lat setenv LONGITUDE lon setenv LATITUDE lat setenv LONGITUDE lon setenv MAPLINES $6 setenv MAPSAMPLES $7 setenv FILLVALUE -32767 echo extracting setenv LATMIN `echo $2 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'` setenv LATMAX `echo $3 | awk '{printf "%f", $1 + 1}'` setenv LONMIN `echo $4 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'` setenv LONMAX `echo $5 | awk '{printf "%f", $1 + 1}'` imapp2bin switch( $status ) case 0: breaksw case 1: exit breaksw
default: echo ":ERROR extracting" exit endsw
echo remapping setenv LATMIN $2 setenv LATMAX $3 setenv LONMIN $4 setenv LONMAX $5 mod2rect if($status) then echo ":ERROR remapping" exit endif echo removing temporary files set i = 8 while($i <= $#argv) rm -f $argv[$i] @ i++ end rm -f lat lon
echo creating header files set xdim = `echo $4 $5 $7 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'` set ydim = `echo $2 $3 $6 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'` set i = 8 while($i <= $#argv) echo "DatasetHeader Begin" >${1}_$argv[$i]_map.ers echo " DataSetType = ERStorage" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " DataType = Raster" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " ByteOrder = LSBFirst" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateSpace Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo ' Datum = "WGS84"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo ' Projection = "GEODETIC"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateType = EN" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Rotation = 0:0:0.0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CoordinateSpace End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RasterInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellType = Signed16BitInteger" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " NullCellValue = -32767" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " Xdimension = $xdim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Ydimension = $ydim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " CellInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " NrOfLines = $6" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " NrOfCellsPerLine = $7" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCoord Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Eastings = $4" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " Northings = $3" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCoord End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCellX = 0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RegistrationCellY = 0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " NrOfBands = 1" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo " RasterInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers echo "DatasetHeader End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers @ i++ end echo done
LAMPIRAN 6 Julian Day Calendar Leap years: (1988, 1992, 1996, 2000, 2004, 2008, 2012, ...) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 32 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336 1 2 33 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337 2 3 34 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338 3 4 35 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339 4 5 36 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340 5 6 37 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341 6 7 38 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342 7 8 39 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343 8 9 40 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344 9 10 10 41 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345 11 11 42 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346 12 12 43 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347 13 13 44 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348 14 14 45 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349 15 15 46 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350 16 16 47 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351 17 17 48 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352 18 18 49 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353 19 19 50 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354 20 20 51 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355 21 21 52 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356 22 22 53 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357 23 23 54 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358 24 24 55 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359 25 25 56 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360 26 26 57 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361 27 27 58 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362 28 28 59 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363 29 29 60 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364 90 121 151 182 212 243 274 304 335 365 30 30 91 152 213 244 305 366 31 31
Regular years: (2001, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, ...) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 32 60 91 121 152 182 213 244 274 305 335 1 2 33 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336 2 3 34 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337 3 4 35 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338 4 5 36 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339 5 6 37 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340 6 7 38 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341 7 8 39 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342 8 9 40 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343 9 10 10 41 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344 11 11 42 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345 12 12 43 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346 13 13 44 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347 14 14 45 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348 15 15 46 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349 16 16 47 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350 17 17 48 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351 18 18 49 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352 19 19 50 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353 20 20 51 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354 21 21 52 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355 22 22 53 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356 23 23 54 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357 24 24 55 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358 25 25 56 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359 26 26 57 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360 27 27 58 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361 28 28 59 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363 29 29 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364 30 30 90 151 212 243 304 365 31 31
LAMPIRAN