STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN MULTIFINANCE SYARIAH DAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
Oleh: RACHMAT NIM: 103046128316
KONSENTRASI MUAMALAT PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN MULTIFINANCE SYARIAH DAN PEMBIAYAAN KONVENSIONAL PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Oleh:
RACHMAT NIM : 103046128316
Di Bawah Bimbingan
Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA NIP.19560906 198203 1 004
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 H / 1431 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul STUDI PERBANDINGAN LEMBAGA PEMBIAYAAN ANTARA PEMBIAYAAN MULTIFINANCE SYARI’AH DAN PEMBIAYAAN KONVENSONAL PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE ( FIF) telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 2 September 2010 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
1. Ketua
: DR. Euis Amalia, M.Ag.
(…………………………)
NIP. 197107011998032002 2. Sekretaris
: H.Ah. Azharudin Lathif, M.Ag,MH (…………………………) NIP. 197407252001121001
3. Pembimbing: Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA.
(…………………………)
NIP. 195609061982031004 4. Penguji I
: Dr. Jaenal Arifin, M.Ag
(…………………………)
NIP. 197210161998031004 5. Penguji II
: A.M. Hasan Ali, MA.
(…………………………)
NIP. 197512012005011005
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Juni 2010
Rachmat
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah melimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga, para sahabat, para tabi’in dan pengikutnya. Penulisan karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu bagian syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Suatu anugrah kenikmatan dari Allah SWT. yang diberikan kepada penulis hingga dapat mempersembahkan yang terbaik kepada orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya kepada penulis. Dengan tersusunnya karya ilmiah ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya sebagai penghargaan yang tinggi yaitu kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat serta Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, sebagai Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.
iv
3. Dr. Afifi Fauzi Abbas, MA, sebagai dosen pembimbing yang telah sempat meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan literature dalam proses penulisan karya tulis skripsi ini. 4. Yoelhandry Barda, SE., selaku Supervisor Divisi Syariah PT. Federal International Finance, yang telah memberikan informasi berupa data sebagai pemenuhan kebutuhan karya tulis ilmiah ini. 5. Lilik Istiqoriyah, S.Ag, SS., selaku kaur perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, beserta staf-stafnya dan segenap pengurus dan pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanannya dalam penyediaan data-data kepustakaan untuk proses penulisan skripsi ini. 6. Orang tuaku tercinta, dengan curahan kasih sayang dan doanya yang tak bisa aku membalas sepenuhnya. Semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada mereka, dan untuk ayahku yang ada di alam kubur semoga Allah memberikan rahmat-Nya, diampuni segala dosa dan diterima amal perbuatan baiknya, Amiin. 7. Kakakku Maryono yang ku cinta, yang telah membantuku hingga dapat kuliah di kampus tercinta ini baik berupa materi ataupun non materi, serta saudarasaudaraku yang ku sayangi semuanya, 8. Teman-teman sekelas: Reva Arbano, Abdi, Eldri, Budi yang telah memberikan bantuannya baik dalam proses penulisan skripsi ataupun inspirasinya, serta semua teman-teman kelas PS-C 2003 yang tidak disebutkan namanya, terima kasih atas pertemanan dalam belajar bersamanya.
v
9. KH. M. Rojun, KH. Zuhri Ali, Ust. Abdul Karim, Ust. Akrom Khasani, S.Ag, & Ust. Taufiqurrahman, guru-guruku yang atas ilmu serta doanya yang telah diberikan kepadaku dengan ikhlas, semoga Allah SWT. membalas atas semuanya, 10. Muhammad Dhiya selaku manager saya, yang telah baik hati memberikan izin cuti kerja untuk proses penulisan skripsi ini, serta teman-teman kerja KOPKAR PT. Enseval “WADHIKA” terima kasih atas kerjasamanya. Hanya doa yang ku panjatkan untuk semuanya semoga Allah SWT. membalasnya dengan karunia nikmat yang berkah kepada mereka semuanya, atas amalnya yang telah memberikan bantuan dan dukungannya hingga dapat terselesaikannya skripsi ini. Jakarta, September 2010
Rachmat
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH..................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................................
iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................................
8
D. Objek Penelitian......................................................................................
9
E. Kajian Pustaka .......................................................................................
9
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep...................................................
11
G. Metodologi Penelitian.............................................................................
14
H. Sistematika Penulisan .............................................................................
17
KONSEP MULTIFINANCE SYARIAH DAN KONVENSIONAL A. Tinjauan Umum Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional .......
19
1. Pengertian Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional ..........
19
2. Tujuan dan Manfaat Multifinance ....................................................
20
3. Jenis-Jenis Kegiatan Usaha Multifinance.........................................
22
4. Batasan Kegiatan Usaha Multifinace ...............................................
33
B. Landasan Hukum Islam Mengenai Multifinance....................................
34
vii
C. Konsep
Pembiayaan
Motor
Pada
Multifinance
Syariah
dan
Konvensional .......................................................................................... BAB III
37
PRODUK PEMBIAYAAN MOTOR DI PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF) A. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. FIF ..........................................
45
B. Gambaran Umum Tentang Produk Pembiayaan Motor Syariah dan
BAB IV
Konvensional ..........................................................................................
48
C. Perkembangan Mengenai Pembiayaan Motor Pada PT FIF ...................
50
ANALISIS
PERBANDINGAN
ANTARA
PEMBIAYAAN
MOTOR SYARIAH DAN KONVENSIONAL A. Perbedaan
Lembaga
Pembiayaan
Motor
syari’ah
dan
konvensional .................................................................................
54
B. Perbedaan Mekanisme Operasional Multifinance syari’ah dan
Konvensional di PT. FIF pada pembiayaan motor........................
59
C. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor
BAB V
syariah dan konvensional pada PT FIF. .......................................
72
D. Tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah
75
PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................
79
B. Saran..............................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki prospek yang baik dalam kegiatan ekonomi, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya lembaga keuangan bank dan non bank yang berkembang dengan baik. Pengembangan keuangan Indonesia juga ditandai dengan adanya diversifikasi produk keuangan, yaitu dengan bermunculannya lembaga pembiayaan di luar bank yang dapat dijadikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pembiayaan yang diinginkan. Semakin berkembangnya lembaga keuangan non bank yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan akan lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternatif bagi dunia usaha serta kebutuhan masyarakat Indonesia dalam sistem perekonomian Indonesia. Perluasan lembaga pembiayaan disambut baik oleh pemerintah, yaitu dengan adanya Kepres No 61 Tahun 1988, dimana dalam Kepres ini di dalamnya terdapat landasan operasional yang jelas. Adapun beberapa jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sewa guna usaha (leasing), modal ventura (venture capital), kartu plastik, anjak piutang, (factoring), pembiayaan konsumen (consumers finance), dan perdagangan surat berharga. 1 Melihat
1
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006)., h.248
1
2
karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering disebut dengan multifinance company. 2 Dalam
perkembangan
selanjutnya,
landasan
hukum
perusahaan
pembiayaan semakin kuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan, yang menjelaskan bahwa : “Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan” 3 Peraturan Menteri Keuangan inilah yang membuat posisi lembaga pembiayaan memiliki peluang yang besar dalam mengembangkan dan menguatkan lembaga pembiayaan di Indonesia. Secara umum perusahaan pembiayaan berfungsi menyediakan produk yang berkualitas dan pelayanan yang profesional. Selain beroperasi menggunakan system keuangan konvensional, lembaga pembiayaan ini juga dapat melakukan kegiatannya dengan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dimana pada saat ini prinsip syariah sedang berkembang dalam berbagai transaksi keuangan di Indonesia sebagai alternatif pembiayaan yang adil dan berkah bagi individu yang menjalankannya. Peningkatan pendapatan masyarakat dan kemajuan dunia usaha secara tidak langsung berpengaruh terhadap kebutuhan akan dana atau sumber dana yang dapat memenuhi keinginan mereka. Masyarakat akan terus mencari sumber dana
2 3
Andi Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana 2009).,h.332 Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
3
yang paling tepat sesuai dengan kebutuhannya. Selain bank, lembaga pembiayaan dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat akan dana. Lebih dari itu, lembaga pembiayaan ternyata dapat memberikan berbagai kemudahan dibandingkan dengan bank. Kemudahan tersebut menjadikan lembaga pembiayaan mengalami perkembangan yang cukup tinggi di negara kita. 4 Islam sebagai agama yang rahmatan lil ’alamin (kasih sayang untuk seluruh alam) mengajarkan bagaimana hubungan antara sesama manusia (mu’amalat) dengan tidak saling merugikan atau tidak saling mendzalimi antar sesamanya. Hal ini yang disebut dengan ekonomi Islam (mu’amalat) yang mana bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (falah). Falah berarti terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan keseimbangan makro ekonomi (kepentingan sosial), keseimbangan ekologi dan tetap memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma. Sistem keuangan Islam yang bebas dari prinsip bunga diharapkan mampu menjadi
alternatif
terbaik
dalam
mencapai
kesejahteraan
masyarakat.
Penghapusan prinsip bunga ini memiliki dampak makro yang cukup baik bagi perkembangan ekonomi Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan banyaknya lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatannya. 5 Untuk mewujudkan sistem keuangan yang adil dan efisien, maka
4 5
Ade & Edia, Bank & Lembaga., h. 247 Ibid., h. 5
4
setiap tipe dan lapisan masyarakat harus terwadahi keinginannya dalam berinvestasi dan berusaha, sesuai dengan kemampuan dan keinginan mereka. Lembaga pembiayaan harus memfasilitasi hal tersebut guna menampung seluruh keinginan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan akan sumber dana yang mereka inginkan. Disamping itu, peran dan kinerja perbankan tidak akan optimal tanpa didukung oleh sistem keuangan yang tangguh (robust financial system). Sistem keuangan yang tangguh harus mampu menghindari dan memecahkan masalah keuangan yang dihadapi, yaitu potensi adanya resiko sistemik ketidakstabilan sistem keuangan (sistemik risk), potensi adanya resiko bank run, resiko kelebihan atau kekurangan likuiditas perbankan, dan resiko terhadap buruknya pelayanan yang diberikan oleh bank. Dengan alasan itulah, maka diperlukan institusi-institusi pendukung dalam sistem keuangan, seperti lembaga pembiayaan yang ada saat ini. 6 Seperti yang diketahui bahwa struktur sistem keuangan di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh perbankan dan lembaga pembiayaan konvensional lainnya, namun perlahan geliat lembaga pembiayaan dengan prinsip syariah juga semakin tumbuh. Menurut data DSN MUI pada tahun 2008 terdapat 11 lembaga pembiayaan syariah, salah satunya adalah perusahan pembiayaan PT. Federal International Finance (FIF). 7 PT. Federal International Finance (FIF) adalah perusahaan pembiayaan, yaitu badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan Bank, yang khusus 6 7
Ibid., h. 7 - 8 Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah.,h.346
5
didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan Dari usaha-usaha perusahaan pembiayaan PT. FIF fokus pada usaha pembiayaan konsumen, lebih khususnya lagi pembiayaan sepeda Motor Honda untuk End User (pengguna), baik baru maupun bekas. Pada tanggal 1 Oktober 2005, PT. Federal International Finance (FIF) – anak perusahaan PT. Astra International Tbk- meluncurkan produk baru pembiayaan sepeda motor Honda berupa Pembiayaan Syari’ah. PT. FIF merupakan perusahaan pertama yang menjalankan multifinance dengan prinsipprinsip dasar syari’ah. Dalam bisnis ini (syari’ah), unsur transparansi, openness, fairness dan unversalitas merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam menjalankan akad atau perjanjian dengan konsumen. FIF merupakan perusahaan pembiayaan yang paling besar omset transaksi pembiayaan konsumen dan keuangannya. Menurut data yang diperoleh perusahan ini sudah membuka 123 cabang di seluruh Indonesia, dengan target pembiayaan yang telah tercapai pada tahun ini meningkat hingga mencapai Rp12,5 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar Rp12 triliun, karena pada Oktober 2009 penyaluran kredit telah mencapai Rp10 triliun atau 85% dari target perseroan yang sebelumnya dipatok Rp12,3 triliun. 8 Pada tahun ini FIF juga membukukan laba Rp570,9 miliar, naik hingga 20% dari Rp471,6 miliar pada September tahun lalu seiring dengan pendapatan pembiayaan konsumen yang juga tinggi, yaitu mencapai Rp2,7 triliun. 8
Harian Bisnis Indonesia - Senin, 23 November 2009, h.5
6
Unit usaha milik PT Federal International Finance (FIF) menunjukan peningkatan yang baik. Sampai akhir Juni lalu, pembiayaan syariah yang dikeluarkan FIF telah sesuai target, sehingga pada tahun ini FIF mampu mencapai target pembiayaan unit syariah menjadi 12% dari total pembiayaan FIF. Di tahun sebelumnya, unit syariah hanya mencapai 7% dari total pembiayaan perusahaan, dengan target pembiayaan untuk seluruh FIF adalah 800.000 unit kendaraan. Sebagai gambaran profit FIF secara keseluruhan bisa meningkat hingga 20% pada tahun ini dibandingkan dengan posisi pada tahun lalu. 9 Hadirnya FIF Syari’ah ini merupakan sebuah penawaran alternatif kepada masyarakat, saat ingin memilih lembaga pembiayaan kredit sepeda motor. Dengan adanya pilihan ini, maka masyarakat bisa menentukan mana yang cocok dengan keuangannya, serta sesuai dengan selera hatinya. Khususnya bagi kaum muslimin yang ingin membeli kendaraan bermotor secara tidak tunai atau dengan cara mengangsur yang sesuai dengan syari’at Islam. FIF Syari’ah hadir untuk memberikan ketenangan kepada kaum muslimin yang ingin membeli sepeda motor secara angsur dengan tidak ada keraguan dalam melakukan praktek-praktek mu’amalat yang sesuai dengan syari’at Islam. 10 Dengan hadirnya FIF dalam memberikan alternatif pembiayaan baik itu konvensional maupun syariah menunjukan bahwa perusahaan ini memiliki komitmen tinggi dalam penguatan ekonomi bangsa ini. Dalam prosesnya tentunya
9
Harian Bisnis Indonesia - Jum'at, “FIF lonjakkan pembiayaan syariah” 9 Oct 2009, h.6 www.republika.co.id
10
7
berbeda antara sistem konvensional dan syariah dalam mekanisme pembiayaan, serta hal-hal yang terkait di dalamnya, oleh karena itu permasalahan yang akan penulis teliti adalah mengenai gambaran perbandingan pembiayaan syariah dan konvensional pada perusahaan FIF. Dengan bertitik tolak pada pemaparan di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai “Studi Perbandingan Lembaga Pembiayaan antara Pembiayaan Multifinance Syari’ah dan Pembiayaan Konvensonal pada PT. Federal International Finance ( FIF)”.
B. Perumusan Masalah Perumusan yang akan diteliti adalah : 1. Apa
perbedaan
antara
multifinance
syariah
dengan
multifinance
konvensional? 2. Bagaimana mekanisme operasional multifinance syari’ah dan konvensional di PT. FIF pada pembiayaan motor ? 3. Bagaimana perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor sayariah dan konvensional pada PT FIF ? 4. Apa tantangan dan peluang pembiayaan multifinance syari’ah pada pembiayaan motor PT FIF Syariah ? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mencoba untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang ekonomi Islam dalam praktik kelembagaan
8
keuangan syari’ah kepada masyarakat umum dan para akdemisi khususnya untuk lebih mengenal pembiayaan multifinance syari’ah dan konvensional. Penelitian ini berupaya mendeskripsikan secara empiris beberapa permasalahan yang diangkat: 1. Perbedaan multifinance syari’ah dengan multifinance konvensional 2. Mekanisme operasional multifinance syari’ah dan konvensional di PT. FIF dalam pembiayaan motor. 3. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor syariah dan konvensional pada PT FIF. 4. Tantangan dan peluang pembiayaan multifinance syari’ah. Adapun kegunaan dari penelitian ini baik bagi peneliti dan masyarakat umum adalah: 1. Kegunaan Teoritis a. Untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya kalangan akademisi mengenai pembiayaan syari’ah b. Sebagai bahan pustaka yang nantinya diharapkan dapat menambah pemahaman secara mendalam mengenai pembiayaan syari’ah. 2. Kegunaan Praktis a. Dengan adanya penulisan skripsi ini diharapkan menambah sumbangan pemikiran bagi wacana ekonomi Islam tentang pembiayaan multifinance syari’ah pada perusahaan pembiayaan.
9
b. Memberikan pemahaman kepada praktisi ekonomi Islam sebagai acuan dalam melaksanakan prinsip-prinsip perekonomian syari’ah yang sesuai dengan aturan serta landasan syari’at islam.
D. Objek Penelitian Dalam pembahasan ini yang menjadi objek penelitian adalah PT. Federal International Finance, perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan konsumen dengan menggunakan dual system ekonomi yaitu system konvensional dan system syari’ah. PT. Federal International Finance (FIF) adalah perusahaan pembiayaan yang fokusnya memberikan pembiayaan motor baik yang masih baru atau yang sudah bekas kepada konsumen. Selain itu PT. FIF juga memberikan pembiayaan barang – barang elektronik atau kebutuhan rumah tangga.
E. Kajian Pustaka Sebelum pembahasan skripsi ini lebih mendalam, penulis mencoba mengkaji karya-karya skripsi yang temanya hampir sama tetapi lain pembatasan masalahnya atau obyeknya sama tetapi temanya beda. Ada beberapa skripsi yang temanya mendekati dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis, diantaranya adalah: 1. Skripsi yang berjudul “Leasing Menurut Ekonomi Islam (pada PT. Adira Dinamika Multi Finance,Tbk) oleh Rohayati (2006), mahasiswi UIN Syarif
10
Hidayatullah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program Studi Mu’amalat, Konsentrasi Perbankan Syari’ah. Rumusan masalahnya adalah 1). Bagaimana konsep leasing dalam perspektif Ekonomi konvensional dan Islam?, 2). Bagaimana leasing di PT. Adira Dinamika Multifinance?, 3). Bagaimana praktek leasing di PT. Adira Dinamika Multifinance sesuai dengan konsep Ijaroh dalam Ekonomi Islam. Adapun sumber data yang diperoleh adalah 1). Data primer; data yang didapat langsung dari sumbernya melalui wawancara dengan pihak pengelola di PT. Adira Dinamika Multifinance., 2). Data sekunder; data yang berasal dari kepustakaan dan sumber yang telah disediakan oleh perusahaan. Pendekatan yang digunakan adalah survei sosial. Temuan yang diperoleh dalam karya tulis ini adalah; adanya persamaan dan perbedaan dalam praktek leasing dengan konsep Ijaroh dari segi; 1). Objek yang disewakan, 2). Metode pembayaran, dan 3). Pemindahan kepemilikan. Judul skripsi diatas hanyalah tinjauan atau pandangan ekonomi Islam terhadap praktek leasing baik dari segi hukum syari’at Islam maupun analisis dampak positif dan negatifnya terhadap kegiatan ekonomi baik secara mikro ataupun makro. Berbeda dengan judul yang akan dibahas, objek penelitiannya lebih luas yaitu multi finance dengan membahas pembiayaan dalam beberapa macam transaksi dan akan dibandingkan antara sistem syari’ah dengan konvensional. Sehingga pembaca akan memahami lebih dalam tentang multi finance, baik yang dengan sistem syari’ah maupun konvensional, baik konsep, mekanisme maupun operasionalnya.
11
2. Skripsi berjudul “Mekanisme Leasing pada PT. Swadharma Surya Finance menurut Hukum Positif & Hukum Islam, oleh Rica Anggraeni (2006), mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Program Studi Mu’amalat, Konsentrasi Perbankan Syari’ah. Dalam penelitian ini pembatasan masalahnya adalah bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap praktek leasing. Perbedaan skripsi diatas dengan penelitian yang akan dibahas oleh penulis yaitu skripsi diatas hanya membahas suatu tinjauan atau pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap leasing, dengan berfokus hanya pada analisis hukum. Sedangkan skripsi yang akan dibahas oleh penulis adalah membahas bukan hanya leasing tetapi beberapa macam transaksi pembiayaan yang disebut dengan multifinance dan yang akan diteliti adalah konsep, mekanisme dan operasional multifinance dengan membandingkan antara multifinance syari’ah dan konvensional.
F. Kerangka Teori Ilmu tentang perbankan dan lembaga keuangan sangat dinamis karena perubahan perekonomian dan keuangan suatu negara sangat berpengaruh terhadap kondisi lembaga keuangan di negara tersebut. Kondisi ini terjadi pada negara kita, dimana perubahan besar perekonomian di Indonesia, ternyata berdampak langsung pada perbankan dan lembaga keuangan serta sektor-sektor lain yang terkait. Dengan demikian, ilmu mengenai lembaga keuangan baik perbankan
12
maupun bukan bank haruslah dinamis, sehingga informasi yang tepat dapat diterima oleh masyarakat dengan baik. 11 Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif. Lembaga pembiayaan di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan dunia usaha serta pendapatan masyarakat, karena secara umum Indonesia telah menunjukkan peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya setelah melewati masa krisis (tahun 1997/1998). Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Beberapa jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Sewa guna usaha (leasing) 2. Kartu kredit (credit card) 3. Pembiayaan konsumen (consumer finance) 11
Ade & Edia, Bank & Lembaga., h. xv
13
4. Modal ventura 5. Anjak piutang Melihat karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut dengan multifinance company Dengan semakin berkembangnya lembaga pembiayaan, maka kebutuhan masyarakat akan pembiayaan pun semakin tinggi, termasuk juga jenis dan prinsip yang digunakan oleh lembaga pembiayaan. Untuk menjawab semua kebutuhan masyarakat Indonesia, lembaga pembiayaan pun menggunakan prinsip syariah sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat. Dalam melaksanakan kegiatan usaha antara multifinance syariah dan konvensional berbeda dalam hal prinsip, yaitu dalam pengambilan margin keuntungan, kegiatan usaha yang menggunakan prinsip syariah dalam pengambilan margin menggunakan akad bagi hasil dan sewa (ijarah) sedangkan yang menggunakan prinsip konvensional hanya menggunakan bunga. Kegiatan usaha pada lembaga pembiayaan memiliki batasan dalam melakukan kegiatan usahanya, antara lain perusahaan pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk :Giro, Deposito, Tabungan, Surat Sanggup Bayar (Promissory Nota. Hal ini dilakukan guna pengontrolan terhadap lembaga pembiayaan dapat dengan mudah dipantau oleh Menteri Keuangan.
14
G. Metode Penelitian Metodelogi penelitian adalah cara untuk menjawab dan memecahkan masalah yang timbul dalam perumusan masalah. Penulisan ini menggunakan 2 (dua) jenis penelitian, yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu suatu penelitian yang bertujuan mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji. 12 a. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini adalah data sekunder. b. Bahan Penelitian 1) Bahan Penelitian Primer Yaitu bahan penelitian yang memberi petunjuk dan menjelaskan bahan penelitian primer yang terdiri dari: a) Buku-buku berkaitan mengenai Multifinance diantaranya adalah: 1. Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, pengarang; Ade Arthesa & Edia Handiman (Jakarta: PT. Indeks, 2006). 2. Bank & Lembaga Keuangan Syari’ah, pengarang; Andri Soemitra (Jakarta: Kencana, 2009) b) Artikel, majalah, Perbankan Syariah, karya ilmiah, dan bahanbahan penelitian yang relevan terhadap penulisan skripsi ini. 12
Moh.Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 2003. cet ke I, h.193
15
2) Bahan Penelitian Sekunder Yaitu bahan Penelitian yang menjelaskan bahan primer, yang terdiri dari data-data elektronis (dari Internet) yang dapat diakses untuk penulisan peenelitian ini. c. Alat Penelitian Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, dilakukan dengan cara melakukan studi dokumen untuk memperoleh abstraksi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian lapangan dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang diperlukan. Dengan mengamati bentuk transaksi yang ada dalam pembiayaan motor di PT. FIF cabang Rawamangun Jakarta yang melibatkan Kepala Kredit setempat. Dan penulis melakukan tanya jawab dengan mencatat dari jawaban – jawaban yang diberikan serta mendapatkan data berupa print out. a. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di FIF Rawamangun Jakarta. b. Cara Pengambilan Sampel Untuk memperoleh gambaran tentang permasalahan dengan lebih jelas dilakukan penelitian secara langsung ke lapangan dengan cara melakukan wawancara in-depht interview dengan tipe open ended questions (pertanyaan tak berstruktur), yang akan dikembangkan lebih lanjut selama
16
wawancara berlangsung. Dalam hal ini yang menjadi responden adalah Yoelhandri Barda selaku Supervisor Syari’ah di PT. FIF dilakukan pada tanggal
11 Februari 2010. Pertanyaan pokok yang diajukan adalah
sebanyak 9 butir dan dikembangkan menjadi 28 butir pertanyaan. Teknik yang digunakan adalah tanya jawab secara langsung yang menggunakan alat perekam dengan orang yang terkait, dan pertanyaan yang diajukan telah disiapkan sebelumnya. Dari hasil rekaman yang didapat penulis mencatat semua hasil rekaman tersebut. Dengan demikian wawancara kepada narasumber maka dapat diperoleh jawaban yang proporsional dengan tujuan penelitian. c. Jenis Data Jenis data yang diperoleh dalam penelitian lapangan ini adalah data primer kualitatif yang diperoleh langsung dari Supervisor Syariah pada PT. FIF. d. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa pedoman wawancara. e. Analisis Data 1) Deskriptif Yaitu menggambarkan suatu gejala data-data dan informasi yang berdasarkan pada fakta yang di peroleh dari lapangan. 13 Kemudian
13
h.35
Irawan Suhartono, Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 1995), Cet ke I,
17
berdasarkan data-data yang ada penulis akan menganalisa hal-hal yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. 2) Kualitatif Yaitu mengelompokkan dan memilih data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti menurut kualitas dan kebenarannya sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. f. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam penelitian ini penulis menggunakan buku panduan penelitian yang diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, penulis menyusunnya kedalam lima bab. Bab-bab tersebut secara keseluruhan saling berkaitan satu sama lain, dimana diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan bab penutup yang berupa kesimpulan dan saran. Adapun gambaran sekilas mengenai bab-bab tersebut adalah sebagai berikut: Bab satu berisi pendahuluan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
18
Bab kedua berisi tinjauan teoritis tentang konsep multifinance konvensional dan syari’ah mengenai tinjauan umum, landasan hukum Islam, dan konsep pembiayaan motor pada multifinance syari’ah dan konvensional Bab ketiga berisi produk pembiayaan motor di PT. FIF, mengenai sejarah singkat, gambaran umum tentang produk pembiayaan motor syari’ah dan konvensional, dan perkembangan mengenai pembiayaan motor pada PT. FIF. Bab keempat berisi tentang analisis perbandingan antara pembiayaan motor konvensional dan syari’ah mengenai perbedaan lembaga pembiayaan motor syari’ah dan konvensional, perbedaan mekanisme operasional multifinance syari’ah dan konvensional di PT. FIF pada pembiayaan motor, perbandingan laba yang diperoleh, dan tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah. Bab kelima berisi penutup, penulis memberikan kesimpulan dan saran mengenai penulisan skripsi ini.
BAB II KONSEP MULTIFINANCE SYARIAH DAN MULTIFINANCE KONVENSIONAL
A. Tinjauan Umum Tentang Multifinance Syariah dan Konvensional 1. Pengertian Multifinance Syariah dan Konvensional Lembaga pembiayaan atau dikenal dengan multifinance merupakan salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif. Lembaga pembiayaan di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kemajuan dunia usaha serta pendapatan masyarakat, karena secara umum Indonesia telah menunjukkan peningkatan pendapatan per kapita masyarakatnya setelah melewati masa krisis (tahun 1997/1998). Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan 1 Secara umum pengertian multifinance antara konvensional dengan syariah adalah sama, yaitu perusahaan pembiayaan yang menyediakan produk berkualitas dan mempunyai aktivitas membiayai kebutuhan masyarakat baik 1
Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan
19
20
bersifat produktif maupun konsumtif. 2 Mengenai perbedaan antara keduanya adalah operasional serta mekanisme dalam pembiayaan produk, multifinance syariah dalam dalam melakukan pembiayaan harus berdasarkan prinsip syariah, yaitu pembiayaan yang harus berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil atau dengan akad-akad syariah yang lainnya seperti mudharabah, musyarakah, ijarah, salam, istisna dan murabahah, sedangkan lembaga pembiayaan konvensional tidak melakukan persetujuan dengan pihak yang dibiayai mengenai penetapan imbalan yang berupa bunga. 3 Dapat dilihat dengan jelas bahwa multifinance syariah dan konvensional dalam hal pengertian memiliki definisi yang sama, hanya saja dalam hal konsep dan mekanisme yang membedakan antara keduanya. 2. Tujuan dan Manfaat didirikannya Multifinance Perkembangan lembaga keuangan di Indonesia dari tahun ketahun semakin pesat terbukti dengan menjamurnya berbagai lembaga keuangan, baik itu lembaga perbankan maupun lembaga keuangan bukan bank. Awal munculnya kebangkitan perusahaan pembiayaan terjadi pada krisis ekonomi 2
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006)., h. 247. 3 Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: PER03/BL/2007 tentang Kegiatan Perusahaan Berdasarkan Prinsip Syariah. Disetujui oleh DSN-MUI melalui surat Nomor B-323/DSNMUI/XI/2007
21
pada tahun 1997/1998 ketika industri perbankan mengalami ketepurukan yang mengakibatkan
bank
sangat
berhati-hati dalam menyalurkan kredit,
perusahaan pembiayaan mengambil celah tersebut dengan melakukan ekspansi kredit konsumtif dan disambut positif oleh masyarakat, karena kebutuhan masyarakat terus mengalami peningkatan. 4 Tujuan paling utama dari lembaga pembiayaan, pertama adalah pemenuhan kebutuhan pembiayaan terhadap permintaan masyarakat yang semakin meningkat, baik kebutuhan yang bersifat konsumtif maupun produktif, kedua untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alterantif bagi dunia usaha dan memperkuat sistem keuangan nasional sehingga dapat memberikan alternatif yang lebih banyak lagi bagi pengembangan sektor keuangan. 5 Kemudian manfaat yang diperoleh dengan adanya multifiance, yaitu mempermudah masyarakat dalam mendapatkan semua kebutuhan akan dana dan juga multifinance dikenal dapat memberikan berbagi kemudahan di bandingkan dengan bank termasuk pelayanan yang cepat dan prosedur yang tidak rumit serta persyaratan yang mudah. Itulah tujuan dan manfaat didirikannya multifinance yang hingga saat ini masih banyak diminati oleh masyarakat luas, terutama pada pembiayaan konsumtif. 6
4
Ade & Edia, Bank & Lembaga,.h.246. Andri Soemitra, Bank &Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009)., h.331. 6 Ade & Edia, Bank & Lembaga ....,h.247. 5
22
3. Jenis-jenis Kegiatan Usaha Multifinance Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20 Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan istilah lembaga pembiayaan yakni badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Beberapa jenis usaha dalam lembaga pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Sewa Guna Usaha Sewa guna usaha (leasing) meupakan kegiatan sewa atau menyewakan aktiva tetap, khususnya barang modal. Leasing di Indonesia mulai diperkenalkan sejak tahun 1974 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dan Koperasi
No.
Kep-122/MK/IV/I/1974,
No.
32/M/SK/2/1974,
No.
30/Kpb/I/1974. Keputusan tersebut menjelaskan bahwa leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barangbarang modal untuk digunakan oleh perusahaan tertentu dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala, disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Sedangkan definisi
23
leasing menurut Keputusan Menkeu No. 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991, leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lesse selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. 7 Kegiatan sewa guna usaha yang menggunakan prinsip syariah dilakukan berdasarkan akad ijarah dan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik. Akad ijarah adalah penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barangdalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa, antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (Mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. 8 Terdapat empat pihak yang berkepentingan dalam kegiatan sewa guna usaha atau leasing, yaitu sebagai berikut: 1) Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan atau penyewaaan kepada konsumen dalam bentuk barang modal. 2) Lessee adalah seseorang atau perusahaan yang mendapatkan jasa pembiayaan dari perusahaan leasing atau lessor.
7 8
Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 Soemitra, Bank dan Lembaga, h.349
24
3) Lender atau kreditur adalah pihak yang memberikan penyediaan dana bagi berkembangnya usaha leasing tersebut. 4) Supplier, merupakan perusahaan atau pihak-pihak yang menyediakan barang-barang modal sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau penyewa / lessee. 9 Adapun prosedur atau mekanisme transaksi leasing digambarkan sebagai berikut: 1) Pihak lessee melakukan negosiasi dengan pihak supplier dan memilih jenis barang modal yang dibutuhkan. 2) Pihak lessee kemudian menghubungi perusahaan leasing atau pihak lessor dan melakukan negosiasi atas pilihan barang modal dari supplier tertentu. 3) Pihak lessor melakukan analisis terhadap permohonan pembiayaan tersebut, terutama terhadap kemampuan keuangan lessee yang terkait dengan kewajiban pembayaran sewa perbulannya. 4) Pihak
lessor
maupun
supplier
dapat
menggunakan
fasilitas
pembiayaan dari bank jika ada permohonan dari lessee, apabila ternyata mereka kekurangan dana untuk memenuhi permohonan lessee tersebut. 5) Pihak lessor melakukan kontrak pembelian barang modal kepada supplier. 9
Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.249 - 250.
25
6) Pihak supplier segera mengirimkan barang kepada pihak lessee. 7) Setelah barang diterima, pihak lessee menandatangani tanda penerimaan barang dan menyerahkannya kembali ke pihak supplier. 8) Pihak supplier menyerahkan tanda penerimaan barang yang telah ditandatangani oleh pihak lessee kepada lessor. Tanda terima barang itu merupakan salah satu bukti pemilikan dan pemindahan kepemilikan ke pihak lessor. 9) Pihak lessor membayar pembelian barang modal tersebut sesuai dengan harga yang telah disepakati. 10) Pihak lessee membayar biaya leasing secara periodik kepada lessor sesuai dengan perjanjian tertulis yang telah disepakati. 10 Setelah dijelaskan mengenai mekanisme dan transaksi pada leasing di bawah ini akan dijelaskan mengenai cara pembiayaan leasing. Terdapat dua cara pembiayaan pada leasing, yaitu sebagai berikut: 1) Menggunakan Hak Opsi, Leasing dengan hak opsi atau dikenal dengan finance lease adalah pembiayaan yang memberikan hak kepada lessee untuk memiliki barang modal tersebut sesuai dengan harga residual atau nilai sisa barang tersebut. 2) Tanpa Hak Opsi, Leasing tanpa hak opsi atau dikenal dengan operating lease adalah pembiayaan yang tanpa memberikan hak kepada lessee untuk memiliki barang modal tersebut. Pihak lessee 10
Ibid.,h.250 - 252
26
hanya membayar sewa guna barang modal tersebut selama jangka waktu yang telah disepakati. 11 b. Modal Ventura Modal ventura adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal perusahaan tertentu ke perusahaan lainnya. Pembiayaan ini telah dilakukan cukup lama di negara kita, namun baru mendapat pengesahan secara hukum pada tahun 1988, melalui Keppres No. 61/1988 tentang
Lembaga
Pembiayaan
dan
Keputusan
Menkeu
No.
1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 12 Definisi Perusahaan Modal Ventura menurut Keppres No. 61/1988 dan Keputusan Menkeu No. 1251/KMK.013/1988: Perusahaan modal ventura adalah sebuah badan usaha yang melakukan aktivitas pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke perusahaan pasangan (investor company). Pembiayaan ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan umumnya perusahaan modal ventura adalah perusahaan yang memiliki keuangan yang stabil dan kuat, yang kemudian memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan yang lebih kecil atau perusahaan yang baru berkembang.
11 12
Ibid.,h.252 - 253 Ibid,.h.254
27
Di negara kita, perusahaan modal ventura lebih berwujud ke perusahaan pembiayaan atau pemberi pinjaman. Terdapat tiga jenis pola pembiayaan, yaitu sebagai berikut: 1) Partisipasi Modal, perusahaan ventura menjadi pemegang saham dan menyetorkan modalnya, selanjutnya perusahaan yang dibiayai harus mengembalikannya ke ventura. 2) Obligasi Konversi, perusahaan ventura memberikan pinjaman yang suatu saat dapat ditukarkan menjadi kepemilikan di perusahaan yang diberikan modal. 3) Bagi Hasil, perusahaan ventura dan nasabah yang dibiayai membuat kesepakatan bagi hasil keuntungan pada awal periode pinjaman. 13 Mengenai teknis pembiayaan dengan modal ventura dapat dilakukan dalam beberapa aktivitas usaha. Penyertaan ini tidak hanya dilakukan ke perusahaan yang baru memulai aktivitasnya, namun dapat juga diberikan ke perusahaan pada tahap pengembangan usaha. Tahapan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1) Usaha yang Baru Berdiri Usaha yang baru berdiri memberikan dua kemungkinan bagi kelanjutan usahanya, yaitu berhasil atau gagal, sehingga menimbulkan risiko bagi perusahaan yang berniat melakukan penyertaan melalui modal ventura. Namun, beberapa perusahaan besar beranggapan 13
Ibid,.h.257
28
bahwa mendidik pengusaha baru dapat memberikan hasil yang lebih optimal, selama bisnis yang dikembangkan masih berkaitan dengan bisnis perusahaan modal ventura. Penyertaan modal ke perusahaan kecil yang dapat menyediakan pasokan bahan baku merupakan alternatif terbaik untuk dapat saling menjaga kebutuhan kedua belah pihak. Usaha yang baru berdiri itu diberi pelatihan, baik teknis maupun keuangan dan menjual hasil usahanya ke perusahaan besar. Hal ini akan meminimalisir risiko kegagalan usaha dan memberikan keuntungan baik pada perusahaan modal ventura maupun perusahaan pasangan usahanya. 2) Usaha yang Memerlukan Pengembangan Usaha jenis ini telah memiliki pengalaman dalam menjalankan usahanya, namun mereka tidak dapat berkembang karena tidak memiliki modal yang cukup untuk menambah modal kerja atau investasi. Meskipun berpengalaman, perusahaan modal ventura harus tetap melakukan analisis yang mendalam sebelum menyalurkan dananya ke perusahaan pasangan usaha. Analisis dan evaluasi itu dilakukan untuk meminimalkan risiko kegagalan yang mungkin terjadi. 3) Diversifikasi Usaha Diversifikasi usaha atau pengalihan jenis usaha umumnya dilakukan apabila pengusaha kecil mengalami penurunan di bidang
29
usahanya akibat dari terjadinya perubahan perekonomian secara makro.
Beberapa
kebijakan
atau
regulasi
pemerintah
juga
menyebabkan sebagian usaha tertentu mengalami penurunan usaha. Selain itu, krisis ekonomi juga mengakibatkan kerugian yang besar bahkan mengakibatkan penutupan usaha. Diversifikasi merupakan jalan yang harus dilakukan oleh pengusaha untuk dapat tetap bertahan dalam dunia usaha. Perusahaan modal ventura dapat menjembatani kesulitan tersebut dan melakukan penyertaan modal ke pengusaha kecil tesebut sesuai dengan perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. 14 Bentuk-bentuk penyaluran dana atau penyertaan modal dari perusahaan modal ventura ke perusahaan pasangan usahanya adalah sebagai berikut: 1) Saham 2) Obligasi 3) Pinjaman dengan persyaratan lunak serta dapat dikonversikan menjadi saham. Pinjaman ini bersifat penyertaan sehingga tidak perlu dikembalikan selama perusahaan itu dinilai belum mampu, atau dikembalikan dalam jangka panjang.
14
Ibid,.h.256 - 258
30
4) Lain-lain, selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai modal ventura. 15 c. Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) Perusahaan Anjak Piutang (Factoring Company) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Penjual Piutang (Klien) adalah perusahaan yang menjual dan atau mengalihkan piutang atau tagihannya yang timbul dari transaksi perdagangan kepada Perusahaan Anjak Piutang. 16 Kegiatan Anjak Piutang dilakukan dalam bentuk : 1) Pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari suatu transaksi perdagangan dalam dan luar negeri. 2) Penata usahaan penjualan kredit serta penagihan pitang perusahaan klien Dalam aktivitas anjak piutang terdapat tiga pihak, yaitu perusahaan anjak piuang, klien dan pelanggan (customer). Klien merupakan perusahaan yang mempunyai piutang atau menjual barang dengan cara kredit kepada pihak pelanggan, dan berkaitan dengan piutang tersebut klien menggunakan jasa perusahaan anjak piutang. Pelanggan adalah
15 16
Ibid,.h.258 Ade dan Edia, Bank & Lembaga.,h.258.
31
pihak yang membeli barang kepada klien dengan membayar secara kredit, sehingga pihak pelanggan adalah pihak yang berhutang. 17 Dalam prinsip Islam kegiatan ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah, yaitu pelimpahan kuasa oleh satu pihak kepada pihak yang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan (ujrah). 18 Kartu plastik adalah benda berbentuk kartu yang berbahan dasar plastik serta digunakan untuk kebutuhan transaksi keuangan. Transaksi keuangan yang dilakukan dengan menggunakan kartu plastik ini berbedabeda sesuai dengan jenis kartu yang digunakan. Jenis kartu yang umum digunakan adalah kartu kredit dan kartu ATM yang juga berfungsi sebagai kartu debit. Kartu plastik diterbitkan oleh lembaga keuangan terutama oleh perbankan. Saat ini sebagian besar perbankan telah mengeluarkan produk kartu plastik sebagai upaya memberikan kepuasan kepada nasabah. Kartu plastik yang dominan adalah jenis kartu untuk pengambilan uang tunai di automatic teller machine (ATM) atau dikenal dengan kartu ATM. Kartu ATM ini diberikan ke setiap penabung yang ingin memiliki kartu untuk kemudahan melakukan transaksi keuangan. Beberapa bank juga memberikan fasilitas kartu debit pada kartu ATM yang dapat digunakan 17
Dahlan Siamat, Mnajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), Edisi Ketiga, 2001, h.363. 18 Soemitra, Bank dan Lembaga.,h.360.
32
untuk transaksi pembelian barang. Jenis kartu plastik lainnya yaitu kartu kredit juga banyak digunakan oleh nasabah, namun pemberian fasilitas kartu kredit terbatas kepada nasabah dengan kriteria tertentu. Fungsi kartu plastik bagi pemilik kartu adalah kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan. Pada dasarnya kartu plastik mengurangi penggunaan uang tunai dalam melakukan berbagai transaksi keuangan. Hal ini dilakukan dengan alasan kemudahan serta keamanan. Dalam mekanisme pada kartu plastic ada beberapa pihak-pihak terkait dalam pelaksanaannya, antara lain : 1) Issuer, yaitu dikenal dengan penerbit yang berbentuk lembaga keuangan dimana penerbit t tersebut menerbitkan kartu kredit 2) Pengelola, atau dikenal dengan acquirer adalah pihak yang melaksanakan pengelolaan kartu kredit, seperti mencari nasabah, penagihan pembayaran menjembatani antara pihak bank dengan merchant. 3) Card holder, adalah pemegang kartu kredit atau nasabah pengguna jasa tersebut Merchant, adalah pihak penjual barang dan jasa yang menerima transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit.. 19
19
Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.1361.
33
Dalam prinsip syariah mengenai penggunaaan kartu plastik digunakan tiga akad, antara lain kafalah, qard, ijarah. Di samping itu kartu plastic syariah memiliki batasan-batasan, yaitu tidak menimbulkan riba, tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah, tidak
mendorong
pengeluaran
yang
berlebihan,
harus
memiliki
kemampuan finansial untuk melunasi pada waktunya, tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah. d. Pembiayaan Konsumen (consumer finance) Pembiayaan
konsumen
adalah
kegiatan
pembiayaan
yang
dilakukan oleh lembaga keuangan bagi konsumen dan ditujukan untuk pembelian barang-barang yang bersifat konsumtif dan bukan untuk keperluan produktif, dengan cara pembelian diangsur. Untuk kegiatan usaha ini yang menggunakan prinsip syariah akad yang digunakan adalah murabahah. 20 Melihat karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut dengan multifinance company. 4. Pembatasan Lembaga Pembiayaan Agar lembaga pembiayaan tidak menyerupai perbankan dalam melakukan aktivitas usahanya maka perusahaan
20
Soemitra, Bank dan Lembaga., h. 379.
34
a. pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk : Giro, Deposito, Tabungan, Surat Sanggup Bayar (Promissory Nota) b. Perusahaan Pembiayaan dapat menerbitkan Surat Sanggup Bayar hanya sebagai jaminan atas hutang kepada bank yang menjadi pemberi dananya. Surat sanggup tersebut tidak dapat dialihkan dan dikuasakan pada pihak manapun. c. Memberikan jaminan dalam segala bentuknya kepada pihak lain.
B. Landasan Hukum Islam Mengenai Multifinance Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai keadilan, dan Islam merupakan sebuah ajaran yang selalu mengedepankan rasa keadilan terutama dalam hal muamalat. Dalam konteks lembaga pembiayaan multifinance Islam memiliki pandangan mengenai konsep ridha antara pembiayaan multifinance dengan konsumen, yang menjadi perhatian khusus bagi Islam yaitu riba. Dalm bab ini akan dipaparkan mengenai landasan hukum Islam mengenai multifinance. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam, antara lain. Mengenai hal ini Allah Swt. mengingatkan dalam firman-Nya:
35
(29 : )اﻟﻨﺴﺎء
☺
⌧
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.” (Q.S. An-Nisaa: 29) dan juga dalam surat lain seperti dibawah ini:
⌧ ⌧ (39 : )اﻟﺮوم ☺ Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S.Ar-Ruum: 39) Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat tersebut, Ibnu Al Arabi Al Maliki, dalam kitabnya Ahkam Al Qur’an, menjelaskan: “Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat Qur’ani yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah.” 21
21
Ibnu Al Arabi Al Maliki, Ahkam Al Qur’an, hlm.54
36
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Swt. mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.
⌧
☺
⌧
(161 – 160 : )اﻟﻨﺴﺎء Artinya : “Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161) Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman:
⌧ (130 : )ال ﻋﻤﺮان
37
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”(Q.S. Ali Imran: 130). Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual-beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai nilai ekonomisnya pasti menurun, jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual-beli si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta pengkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat. Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secara konvensional si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut. 22
22
hlm. 2
Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005)
38
C. Konsep Pembiayaan Motor Pada Multifinance Syariah dan Konvensional. 1. Konsep Pembiayaan Motor Syariah Mekanisme
pembiayaan
utang
pada
perusahaan
pembiayaan
konvensional berbeda dengan pembiayaan syariah. Ada dua jenis utang yang berbeda sama sekali, yaitu utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan barang. Utang yang terjadi karena pinjam meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lain yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deplasi tidak diperbolehkan, dan mekanisme inilah yang berlaku pada perusahaan pembiayaan konvensional. Kemudian ada utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang, utang seperti ini harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh yang disebut harga jual. Harga jual itu terdiri atas harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual disepakati, selamanya tidak boleh berubah naik karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Mekanisme pembiayaan seperti ini berlaku pada perusahaan pembiayaan syariah. 23 Jadi utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan konvensional adalah utang uang dan utang yang terjadi pada perusahaan pembiayaan syariah adalah utang pengadaan barang.
23
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001),h.60.
39
Pembiayaan syariah upaya menghidarkan diri dari riba. Secara etimologis riba berarti perluasan, pertambahan dan pertumbuhan. Baik berupa tambahan material maupun immaterial. Pada masa pra-Islam, kata riba menunjukkan satu transaksi bisnis tertentu, dimana transaksi-transaksi tersebut mengindikasikan jumlah tertentu di muka (a fixed amount) terhadap modal yang digunakan. Secara garis besar, riba terjadi pada utang pitutang dan jual beli. 24 Umar Chapra mengutip Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab, mengatakan bahwa pengertian riba secara harfiah berarti peningkatan, pertambahan, perluasan, atau pertumbuhan. Tetapi tidak semua peningkatan atau pertumbuhan terlarang dalam Islam. Keuntungan juga menyebabkan peningkatan atas jumlah pokok, tetapi tidak dilarang. 25 Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Pembiayaan motor syariah merupakan salah satu produk yang disediakan lembaga pembiayaan syariah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat yang bersifat konsumtif, produk ini terdapat pada jenis usaha
24
Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2, hlm. 128 25 Umer Chapra, Prohibition of Interest: does It Make Sense?, (Durban South Africa: IDM Publication, 2001), hlm. 2.
40
multifinance yaitu pembiayaan konsumen syariah. Pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dengan pembayaran secara angsuran dengan prinsip syariah, antara lain murabahah, salam, istisna. Pembiayaan motor syariah dapat dilakukan dengan akad yang paling sering digunakan, yaitu murabahah. Murabahah adalah penjualan dengan batas laba yang disetujui bersama antara pembeli dan penjuala dengan pembayaran harga dapat dilakukan dengan tunai ataupun cicilan sesuai dengan kesepakatan. 26 Akad ini dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Agar lebih jelas mengenai konsep pembiayaan motor syariah di bawah ini akan dijelaskan hak dan kewajiban serta persyaratan antara perusahaan pembiayaan dengan pembeli/konsumen. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai kewajiban perusahaan pembiayaan dalam hal mekanisme pembiayaan motor syariah a. Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai penjual (ba’i), antara lain: 1) Menyediakan motor sesuai yang disepakati bersama dengan konsumen sebagai pembeli (musytari) 2) menjamin motor/objek akad tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik b. Hak perusahaan pembiayaan
26
M Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (PT.Dana Bhakti Prima Yasa Jakarta, 1997. h.224.
41
1) Memperoleh pembayaran dari konsumen sebesar harga motor secara angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan 2) Mengambil kembali motor apabila konsumen tidak mampu membayar angsuran 3) Menentukan penyedia motor (supplier) dalam pembeliannya. Dalam menyediakan objek akad perusahaan pembiayaan dapat mewakilkan pembelian barang tersebut kepada konsumen berdasarkan prinsip wakalah, yaitu perjanjian di mana pihak yang memberi kuasa muwakil memberikan kuasa kepada pihak yang menerima kuasa wakil untuk melakukan tindakan tertentu. c. Hak dan kewajiban konsumen 1) Menerima objek akad dalam keadaan baik dan siap dioperasikan 2) Membayar angsuran dan biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan 3) Mengembalikan atau menitipjualkan objek yang dibiayai. d. Ketentuan objek akad 1) Dapat dinilai dengan uang 2) Dapat diterima oleh konsumen 3) Tidak dilarang oleh syariat islam 4) Spesifikasinya harus dinyatakan dengan jelas melalui identifikasi fisik, kelaikan, dan jangka waktu pemanfaatannya. e. Persyaratan penetapan harga
42
1) Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu perjanjian. 2) Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau angsuran 3) Diperkenkan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda 4) Harga yang disepakati adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan kepada konsumen. f. Dalam kontrak akad Murabahah paling kurang memuat hal-hal sebagai beikut: 1) Identitas perusahaan pembiayaan dan konsumen 2) Spesifikasi objek akad meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran dan tipe. 3) Harga jual, harga beli, dan cara pembayaran angsuran 4) Jangka waktu 5) Ketentuan jaminan dan asuransi 6) Ketentuan mengenai uang muka 7) Ketentuan mengenai diskon/potongan 8) Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo 9) Ketentuan mengenai wanprestasi dan sanksi bagi konsumen yang menunda pembayaran pengangsuran. 10) Hak dan tanggung jawab masing – masing pihak 27
27
Soemitra, Bank dan Lembaga., h.366-369.
43
Dalam penjelasan di atas dapat dipahami bahwa konsep pembiayaan motor syariah berbeda dalam hal ketentuan yang berlaku dalam aplikasi pembiayaan motor, karena dalam pembiayaan motor syariah terdapat prinsip yang harus dijalankan, yaitu seperti: a. Prinsip
Jual
Beli Syariah
Menempatkan
nilai-nilai
religi
saat
menjalankan idealisme usaha dalam bingkai semangat yang dilandasi nilai - nilai universal untuk kemaslahatan ummat dalam mewujudkan transaksi yang adil dan mencegah kerugian atau beban yang memberatkan di kemudian hari. b. Universal : Tidak membeda-bedakan latar belakang suku, agama, ras dan golongan dalam memberikan pelayanan. c. Jelas: Prinsip ini tercermin dari penyampaian informasi dalam kontrak mengenai tanggung jawab dari kondisi pembiayaan yang disepakati bersama. d. Bersih: Hanya menggunakan tata cara pembiayaan Syariah untuk menjamin semua transaksi dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syariah. e. Terbuka Penawaran harga disampaikan secara detail dan transparan mengenai harga pokok produk dan margin keuntungan yang diinginkan oleh FIF sebagai total biaya yang harus ditanggung oleh pembeli sesuai dengan kesepakatan bersama.
44
f. Adil : Melalui pembiayaan Syariah, FIF menempatkan nasabah pengguna dana dalam hak, kewajiban, keuntungan dan resiko yang berimbang. g. Jujur : Jujur dalam menyampaikan informasi yang ada. 28
2. Konsep Pembiayaan Motor Konvensional Secara umum pembiayaan motor konvensional termasuk pada kategori pembiayaan konsumen, konsep dari pembiayaan motor konvensional menggunakan bunga sebagai keuntungan yang diperoleh perusahaan pembiayaan. Aktivitas pembiayaan konsumen dilakukan karena tidak semua konsumen mampu membeli barang konsumsi secara tunai sehingga perusahaan pembiayaan akan menangani pembayaran dengan cara tunai ke pihak penjual. Selanjutnya konsumen membayar barang tersebut dengan cara mengangsur selama jangka waktu tertentu kepada perusahaan pembiayaan. Dalam aktivitas pembiayaan motor, terdapat tiga pihak yang terkait yaitu perusahaan pembiayaan sebagai pemberi jasa pembiayaan, supplier sebagai penyedia barang yang dibutuhkan, dan konsumen sebagai pembeli barang. Dalam pembiyaan motor konvensional mengenai pembayaran dilakukan dengan cara diangsur. 29 Dalam instrumen yang digunakan guna memperoleh keuntungan, yaitu dengan cara menggunakan bunga untuk mendapatkan keuntungan yang diperoleh.
28
“Prinsip Pembiayaan Syariah“, Diakses dari http://www.fifkredit.com/syariah.asp Pada Tanggal 24 Januari 2010. 29 Ade & Edia, Bank & Lembaga.,h.267.
45
BAB III PRODUK PEMBIAYAAN MOTOR DI PT.FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE (FIF)
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT FIF PT Federal International Finance (FIF) didirikan pertama kali pada bulan Mei 1989 dengan nama PT Mitrapusaka Artha Finance. Berdasarkan ijin usaha yang diperolehnya, maka Perseroan bergerak dalam bidang Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang dan Pembiayaan Konsumen. Perusahaan memperoleh izin untuk menjalankan usaha sebagai perusahaan pembiayaan berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan tertanggal 17 Oktober
1989
No.
1151/KMK.013/1989
dan
surat
keputusan
No.
1004/KMK.013/1990 tanggal 30 Agustus 1990 dan memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1989. Sebagai perusahaan pembiayaan sepeda motor terdepan, FIF memiliki kurang lebih 2,6 juta pelanggan aktif, dengan jaringan terbesar yang meliputi 113 kantor cabang dan 290 Point Of Sales (POS) di seluruh Indonesia dan menjalin kerjsama dengan kurang lebih 1.400 dealer resmi Sepeda Motor Honda. 1 Sejak tahun 1996, perseroan memutuskan untuk memusatkan kegiatan usahanya pada pembiayaan retail kendaraan bermotor untuk produk sepeda motor Honda yang diproduksi PT Astra Honda Motor, sebuah anak perusahaan PT Astra 1
”Sejarah FIF”, Artikel Diakses dari www.fifkredit.com
45
46
International, Tbk. Pada tahun 1991, Perseroan merubah nama menjadi PT Federal International Finance Namun seiring dengan perkembangan waktu dan guna memenuhi permintaan pasar, Perseroan mulai memfokuskan diri pada bidang pembiayaan konsumen secara retail pada tahun 1996. Ketika badai krisis moneter terjadi pada tahun 1997, saat itu pula merupakan titik balik bagi Perseroan untuk melakukan konsolidasi internal dalam rangka persiapan menuju ke suatu sistem komputerisasi yang tersentralisasi dan terintegrasi. Walaupun krisis moneter tersebut di luar dugaan berkembang menjadi krisis multidimensi, namun berkat kerja keras jajaran Direksi beserta seluruh karyawan Perseroan tetap dapat berjalan. 2 Perseroan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT Astra International, Tbk ini, tahun demi tahun lebih memantapkan dirinya sebagai perusahaan pembiayaan terbaik dan terpercaya di industrinya sekaligus meberikan instruksi untuk membatasi cakupan usaha yang dijalani oleh FIF pada waktu itu, yaitu lebih memfokuskan pada pembiayaan konsumen agar lebih fokus dan professional di bidangnya. Dari tahun ke tahuin FIF mampu menunjukan perkembangan yang baik, terbukti dengan munculnya FIF sayariah pada bulan Oktober tahun 2005 yang mana pada waktu itu pendirian FIF syariah berdiri pertama kali di kota Bandung. Hal ini dilandasi dengan adanya masukan dari Aa Gym, dan juga adanya permuintaan dari konsumen agar pembiayaan motor syariah dapat terbit guna 2
”Perkembangan FIF”, Artikel Diakses dari www.fifkredit.com Pada Mei 2010
47
memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan munculnya FIF syariah maka pada tahun 2008 PT FIF membentuk office cheneling pada setiap cabang atau deler yang ada di seluruh penjuru Indonesia. FIF syariah dibentuk oleh Astra Group yang mana sebelumnya ditangani oleh PT AMF (Astra Multi Finance), namun seiring berjalannya waktu FIF syariah mengambil alih perusahaan sehingga masuk dalam PT FIF. Dari tahun 2005 hingga tahun 2009 FIF syariah mampu mencakup 165 cabang di seluruh Indonesia, dan perusahaan ini hanya menjual produk Honda saja dalam pembiayaan motor karena Honda masih dalam satu anak perusahaan PT Astra Tbk. Munculnya kebijakan Multifinance dikarenakan terbitnya peraturan Menteri keuangan sekitar tahun 1990. kebijakan tersebut muncul juga karena adanya dorongan dari masyarakat, selain itu yang menjadi cikal bakal munculnya perusahaan ini karena PT Astra mendirikan pabrik AHM dimana Astra memiliki perusahaan ASO (Astra Sales Operation) yang sekarang dikenal dengan FIF. Saat ini FIF syariah berkembang menjadi perusahaan yang besar dan mampu bersaing dengan perusahaan multifinace lainnya sehingga FIF mampu berkiprah di bidangnya. 3
3
2010.
Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Februari
48
B. Gambaran Umum Tentang Produk Pembiayaan Motor Syariah dan Konvensional 1. Produk Pembiayaan Motor Konvensional Seiring berjalannya waktu PT FIF memberikan fasilitas pembiayaan konvensional yaitu terdapat beberapa produk yang ditawarkan kepada konsumen, antara lain : Pembiayaan motor baru yaitu diberikan kepada konsumen yang menginginkan pembiayaan pada motor baru, selain itu FIF juga menawarkan kepada konsumen pembiayaan pada motor bekas sehingga cakupan pasar menjadi lebih luas dan memberikan manfaat bagi konsumen dalam hal pemilihan sepada motor terutama pada masalah harga. Dalam rangka pengembangan PT FIF untuk menjadi perusahan yang kuat, maka perusahaan ini bekerjasama dengan pihak Bank guna menunjang kegiatan usaha pada pembiayaan motor dan mensuport dana kepada.FIF secara proposional. Saat ini FIF telah mengembangkan jaringan di seluruh wilayah Indonesia untuk penunjang kemudahan bagi konsumen, yaitu terdapat 76 cabang dan hampir 200 pos di berbagai wilayah Indonesia. FIF juga termasuk sebagai salah satu anak perusahaan dari PT.Astra International Tbk, yang mana bergerak di bidang multifinance khusus pembiayaan konsumen, sehingga dalam penjualan motor FIF mensuport penuh pada penjualan motor yang dikeluarkan PT Astra. Dalam perkembangannya FIF dapat meraih
49
penghargaan sebanyak tiga kali, ini menunjukan bahwa peusahaan ini mampu membuktikan kinerjanya yang baik di bidangnya. 4 Mengenai produk pembiayaan motor konvensional, PT FIF hanya memiliki tiga produk pembiayaan, yaitu Pembiayaan motor baru, pembiayaan motor bekas dan pembiayaan elektronik. Walaupun PT FIF pada dasarnya secara hukum berbentuk multifinance namun produk yang dikeluarkan hanya tiga saja, dikarenakan perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari PT Astra, jadi ruang lingkup usaha pun dibatasi. Untuk ruang lingkup yang lain seperti mobil sudah ada, yaitu ACC yang menangani pembiayaan mobil, hal ini dilakukan agar FIF mampu bersaing dengan perusahaan pembiayaan motor yang lain dan tetap fokus dalam menjalani kegiatan usaha pada bidang pembiayaan motor sehingga mampu mempercepat perkembangan PT FIF sebagai perusahaan yang mampu memimpin dalam bidang pembiayaan motor. 5 2. Produk Pembiayaan Motor Syariah Sejauh ini produk pembiayaan motor syariah dan konvensional, pada dasarnya adalah sama jenisnya yang membedakan hanya terletak pada nilai moralitas dan penerapan akadnya, artinya produk pembiayaan motor syariah sangat memperhatikan prinsip syariah dan menjunjung tinggi nilai moralitas.
4
“FIF lonjakkan pembiayaan syariah”. Diakses dari www.inilah.com/berita/ekonomi. Bisnis Indonesia-Jum'at, 09 Oktober 2009 5 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi.
50
Akad yang digunakan dalam pembiayaan motor syariah menggunakan murabahah yaitu jual beli dengan cara dicicil.
C. Perkembangan Mengenai Pembiayaan Motor PT FIF PT Federal International Finance (FIF) dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang baik, dapat dilihat melalui data yang diperoleh bahwa FIF mampu mencapai pangsa pasar pembiayaan sepeda motor hampir selalu berada di atas 50% selama 5 tahun terakhir sejak 2004. Pada 2004, pangsa pasar FIF mencapai 58% dari total pembiayaan kendaraan roda dua. Setelah itu meningkat pada 2005 menjadi 67%. Pada pembiayaan tahun 2009 meningkat hingga mencapai Rp12,5 triliun lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebesar Rp12 triliun. Pencapaian target pada Oktober 2009, penyaluran kredit sudah menembus Rp10 triliun atau 85% dari target perseroan yang sebelumnya dipatok Rp12,3 triliun. Dapat dilihat bahwa secara umum kinerja keuangan PT FIF sangat baik, terlihat dari tingkat keuntungan yang meningkat signifkan, sehingga ekuitas perusahaan pun meningkat. 6 Seiring dengan meningkatnya kinerja perusahaan tren pinjaman multifinance secara umum kepada bank hingga September 2009 semakin meningkat terutama berasal dari bank lokal seiring dengan longgarnya likuiditas dan upaya lembaga keuangan tersebut dalam memasuki pasar ritel pembiayaan. Berdasarkan data Bank 6
“FIF Optimistis Pembiayaan Naik”(Harian Bisnis Indonesia - Senin, 23 November 2009
51
Indonesia, pinjaman multifinance terus meningkat sejak Juli tahun ini hingga September 2009. Dapat dilihat dari sebagian pelaku usaha menyatakan ketatnya likuiditas pada awal tahun 2009 kian tidak terasa. Menurut data yang dipeoleh pada bulan Juli tahun 2009, pinjaman multifinance kepada bank mencapai Rp98,5 triliun kemudian meningkat menjadi Rp101,2 triliun dan akhirnya mampu menembus Rp101,5 triliun pada September. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu di mana hanya mencapai Rp97 triliun, utang multifinance ini meningkat 4,6% pada tahun 2009. Perusahaan pembiayaan yang memiliki kebutuhan pendanaan besar seperti PT Federal International Finance (FIF), menyiapkan dua opsi pendanaan sekaligus. FIF berniat mencari dana melalui joint financing serta menerbitkan obligasi. Diperkirakan sebanyak 50% kebutuhan dana akan ditutup oleh joint financing dan separuhnya lagi akan melalui penerbitan obligasi. FIF berharap mapu mendapat joint financing dari bank yang sudah menjadi mitra mereka, seperti Bank Permata dan Bank Mega. FIF juga berniat melanjutkan rencana penerbitan obligasi senilai Rp 2 triliun yang semula dijadwalkan tahun ini. Kebutuhan pendanaan FIF cukup besar karena perusahaan itu memasang target pembiayaan sebesar Rp 12 triliun di tahun 2010. PT Federal International Finance (FIF) sejak tahun 2005 hinga sekarang mengalami perkembangan yang baik, seperti data yang diperoleh pada tahun 2010 FIF berencana menambah portofolio pembiayaan unit
52
syariah dari 10% menjadi 15% dari total seluruh pembiayaan pada tahun 2010 guna mendorong pertumbuhan kredit perusahaan. Untuk penyaluran kredit unit syariah komposisinya adalah 10% dari total pembiayaan FIF keseluruhan sepeda motor baru. Dalam mengembangkan unit pembiayaan syariah FIF menitikberatkan kepada pengembangan cabang-cabang yang sudah ada untuk efisiensi dan efektivitas pemasaran.pembiayaan motor syariah, yaitu difokuskan kepada sedikitnya 20 cabang dari total cabang FIF saat ini yang mencapai 123 cabang. FIF juga menggunakan salah satu strategi pemasaran digunakan yaitu dengan menggandeng beberapa institusi pendidikan Islam seperti pesantren, sehingga pada akhir Juni lalu, pembiayaan syariah yang dikucurkan FIF telah sesuai target yaitu mencapai 12%. Dimana pada tahun sebelumnya, unit syariah hanya kebagian menyumbang 7% dari total pembiayaan perusahaan. Sampai akhir Juli tahun 2009, unit syariah FIF sudah menyalurkan pembiayaan bagi pembelian 51.600 unit kendaraan bermotor. Jika satu unit kendaraan diasumsikan memiliki harga Rp 12 juta, maka unit syariah FIF sudah menyalurkan kredit Rp 619,2 miliar. Dan pada akhir tahun 2009 FIF syariah mampu mencapai Rp 1,2 triliun atau setara dengan pembiayaan 96.000 unit kendaraan. Strategi perusahaan untuk menghadapi paruh kedua tahun ini, ujarnya, juga dengan membuat program kredit yang menarik dan inovatif baik bagi deler maupun customer pembeli sepeda motor Honda secara kredit
53
Menurut data yang diperoleh booking FIF untuk sepeda motor baru Honda hingga Agustus tahun 2009 mencapai 545.000 unit, sehingga dengan komposisi pembiayaan syariah 10% berarti sekitar 54.500 unit. Pihaknya menargetkan booking hingga akhir tahun 2009 menembus angka 900.000 unit. Adapun, untuk booking sepeda motor bekas FIF sudah membiayai 130.000 unit dengan target akhir tahun 2009 di atas 180.000 unit. Selain itu FIF Syariah tidak hanya melayani pembiayaan motor baru, melainkan juga melayani pembiayaan pada motor bekas dan juga elektronik lainya. 7
7
FIF lonjakkan pembiayaan syariah, Harian Bisnis Indonesia - Jum'at, 09 Oktober 2009)
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PEMBIAYAAN MOTOR SYARIAH DAN KONVENSIONAL
A. Perbedaan Lembaga Pembiayaan Motor syariah dan Lembaga Pembiayaan
Motor Konvensional Perkembangan mengenai lembaga pembiayaan motor di Indonesia berkembang dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyaknya lembaga pembiayaan motor yang bermunculan dan mampu mengembangkan berbagai cabang di seluruh wilayah Indonesia. Dan juga munculnya berbagai lembaga pembiayaan motor yang menggunakan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya, perusahaan pembiayaan motor yang mampu menjalankan dua prinsip sekaligus, yaitu PT FIF yang saat ini mampu merespon pasar dengan baik, terbukti dengan berdirinya FIF Syariah sebagai wujud dari keseriusan perusahaan ini dalam melayani keinginan masyarakat Indonesia. Dalam proses pembiayaan motor yang dijalankan oleh PT FIF antara konvensional dan syariah terdapat perbedaan yang mendasar, antara lain instrumen yang digunakan dalam pengambilan keuntungan. Sudah jelas tentunya dalam lembaga pembiayaan motor konvensional dalam memperoleh keuntungan menggunakan bunga sebagai instrumen dalam menjalankan kegiatan usaha, keuntungan diperoleh melalui angsuran yang dibayar yaitu pokok ditambah bunga yang disepakati, dan perusahaan memperoleh keuntungan melalui bunga yang 54
55
dibayar oleh konsumen sesuai dengan perjanjian.dan sifatnya sama seperti pinjaman, artinya perusahaan membiayai kebutuhan konsumen dan konsumen berhutang kepada perusahaan, kemudian di setiap bulannya konsumen akan membayar dengan cara mencicil ditambah dengan bunga sebagai keuntungan perusahaan. Dalam lembaga pembiayaan motor syariah tidak dikenal adanya bunga sebagai instrumen untuk memperoleh keuntungan bagi perusahaan, karena pada dasarnya pembiayaan motor syariah dalam melakukan transaksi usaha menggunakan akad jual beli atau dikenal dengan murabahah, yaitu akad yang digunakan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih sebagai laba. 1 Bila lembaga pembiayaan motor konvensional sifatnya membiayai hutang, maka lembaga pembiayaan motor syariah bersifat jual beli sesuai dengan akad yang digunakan FIF syariah dalam pembiayaan motor. Bila dilihat antara lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional sangat berbeda dalam hal kebijakan dan perlakuan terhadap nasabah, juga terhadap moralitas dan nilai yang ada pada lembaga pembiayaan motor syariah. Seperti yang dijelaskan di atas tadi bahwa pembiayaan motor syariah harus memberikan informasi harga motor dengan jelas dan transparan, seperti biaya
1
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta :PT Kencana, 2009, h.365.
56
yang harus ditanggung oleh konsumen pada saat membeli motor, konsumen harus mengetahuinya agar saling ridho antara perusahaan pembiayaan dan konsumen. 2 Perbedaan selanjutya diantara kedua lembaga ini terletak pada struktur organisasi yang mana FIF syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang direkomendasikan oleh MUI untuk mengawasi dan memberikan masukan kepada perusahaan dalam hal produk yang hendak dikeluarkan agar nantinya dalam membuat produk baru tidak menyimpang dari koridor syariah. DPS dalam struktur organisasi sejajar dengan Direktur namun dalam hal ini DPS hanya mengurus rekomendasi, monitoring dan operasional perusahaan, dan DPS banyak berhubungan dengan divisi marketing. Hal yang berbeda terjadi pada FIF konvensional karena di dalam struktur organisasi tidak ada pengawas yang ditunjuk seperti DPS yang ada pada FIF syariah, karena dalam menentukan produk yang hendak dikeluarkan tidak perlu adanya peertimbangan prinsip syariah yang harus dijalankan. 3 Poin yang terpenting mengenai perbedaan diantara keduanya adalah nilainilai yang dimiliki oleh lembaga pembiayaan motor syariah tidaklah sama dengan lembaga pembiayaan motor konvensional, yakni mengenai pemilihan konsumen yang akan dibangun berdasarkan kebutuhan akan kemaslahatan, baik maslahat yang diterima di dunia maupun di akhirat. Maslahat yang dimaksud adalah setiap keadaan yang membawa manusia kepada derajat yang lebih tinggi sebagai 2
Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi, Jakarta, 11 Februari
3
Soemitra, Bank & Lembaga.,h.368.
2010.
57
mahluk yang sempurna, sedangkan maslahat akhirat adalah berupa pahala yang akan diberikan di akhirat sebagai akibat perbuatan mengikuti ajaran Islam. 4 Islam tidak mengarahkan konsumen untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan semata yang didasarkan pada rasionalitas yang sempit sesuai dengan anggaran yang dimilikinya, akan tetapi syarat dengan nilai-nilai kerohanian yang secara tidak langsung mengarahkan konsumen agar tidak konsumtif dan menjaga kemaslahatan untuk lebih memprioritaskan kewajibannya terlebih dahulu, seperti nafkah keluarga, zakat, nazar yang telah jatuh tempo. Setelah itu uang dapat digunakan untuk kegiatan sunah seperti sedekah, infak, wakaf, wasiat baru kemudian uang dapat digunakan untuk kegiatan yang mubah seperti, perdagangan, kerja sama dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya. 5 Agar dapat lebih jelas untuk memahami perbedaan keduanya secara terperinci akan dipaparkan di bawah ini. Secara teori, ada tiga hal yang menjadi penciri dari pembiayaan berbasis syariah, yaitu (1) bebas bunga, (2) berprinsip bagi hasil dan risiko, dan (3) perhitungan bagi hasil tidak dilakukan di muka. Berbeda dengan kredit konvensional yang memperhitungkan suku bunga di depan, ekonomi syariah menghitung hasil setelah periode transaksi berakhir. Hal ini berarti dalam pembiayaan syariah pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar hasil perhitungan spekulatif. Sistem bagi hasil ini dipandang lebih sesuai 4
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3I), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.174-175 5 Soemitra, Bank & Lembaga,. h.365.
58
dengan iklim bisnis yang memang mempunyai potensi untung dan rugi. Baik sistem bunga maupun bagi hasil sebenarnya sama-sama dapat memberikan keuntungan bagi pemilik dana (bank/lembaga keuangan), namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Secara ringkas perbedaan yang jelas secara garis besar antara lembaga pembiayaan syariah dan konvensional, dapat penulis sajikan uraiannya dalam bentuk tabel berikut ini: 6
Tabel 4.1 Perbedaan antara pembiayaan dengan sistem bunga dan bagi hasil. 7 Lembaga Pembiayaan Syariah
Lembaga Pembiayaan Konvensional
Sifatnya jual beli
Sifatnya kredit
Menggunakan akad murabahah dalam
Menggunakan bunga sebagai
memperoleh keuntungan, yaitu harga
instrument dalam memperoleh
pokok+keuntungan yang disepakati
keuntungan
Adanya Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat Dewan Pengawas
dalam struktur organisasi perusahaan
Syariah dalam struktur organisasi.
sebagai pengawas dan monitoring terhadap operasional perusahaan Tidak ada yang meragukan keabsahan
Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak
bagi hasil.
dikecam) oleh semua agama.
Tabel di atas sangat jelas memberikan gambaran perbedaan secara umum mengenai perusahaan pembiayaan syariah dan konvensional. 6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001),hlm.60 7 Ibid,.hlm. 61
59
B. Analisis Perbandingan Mekanisme Operasional Multifinance syari’ah dan
konvensional PT. FIF pada Pembiayaan Motor Dalam hal mekanisme operasional pada PT FIF antara syariah dan konvensional keduanya secara umum masih memiliki beberapa kesamaan, akan tetapi juga terdapat perbedaan yang terlihat diantara keduanya. Untuk dapat dengan jelas memahami perbandingan mekanisme operasional FIF syariah dan konvensional di bawah ini akan dipaparkan persamaan dan perbedaan terkait mekanisme operasional. Pertama akan dipaparkan mrngrnai persamaan mekanisme operasional kedua lembaga tersebut. Persamaan keduanya antara lain terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen, Suplier, dan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsumen memberikan jasa pembiayaan, suplier menyediakan barang yang dibutuhkan dan konsumen adalah pembeli barang yang menggunakan jasa pembiayaan tersebut.selain ketiga pihak tersebut Bank juga memiliki keterkaitan dengan perusahaan pembiayaan, antara lain karena adanya join fainancing yang dilakukan bank dengan perusahaan pembiayaan, dalam hal ini bank membiayai kebutuhan perusahaan pembiayaan dalam memnuhi kebutuhan konsumen, jadi yang digunakan perusahaan pembiayaan untuk membiayai pembelian motor adalah bank, atau dapat juga dikatakan perusahaan pembiayaan motor menjadi agen bank dalam penyaluran pembiayaan konsumtif
60
yang dimiliki oleh bank. 8 Dalam pembiayaan syariah hubungan bank dengan FIF syariah yang digunakan adalah akad wakalah yaitu FIF mewakili bank dalam menyalurkan
pembiayaan
konsumtif
yang
seharusnya
dilakukan
oleh
bank.Mengenai mekanisme tersebut di atas yang membedakan adalah mengenai kerja sama antara perusahaan pembiayaan dengan bank, bila FIF Syariah maka bank yang dapat diajak kerjasama adalah bank yang berlandaskan prinsip syariah begitu juga sebaliknya. Mekanisme yang digunakan oleh FIF syariah dan konvensional dalam pengajuan kredit motor adalah sama, yaitu yang pertama konsumen datang ke deler untuk mengajukan pembiayaan motor, kemudian dealer memberikan pengajuan tersebut kepada FIF untuk dianalisa dan selanjutnya di survey apakah konsumen yang mengajukan pembiayaan pantas diberikan pembiayaan atau tidak, setelah disetujui maka FIF mengadakan perjanjian dengan konsumen dan selanjutnya dealer mengirimkan barang yang diinginkan konsumen, setelah itu konsumen membayar dengan cara dicicil.9 Setelah mengetahui persamaan mekanisme operasional antar FIF syariah dan konvensional, akan dijelaskan mengenai beberapa perbedaan yang dimiliki keduanya. Melihat penjelasan di atas mengenai bentuk mekanisme operasional adalah sama, namun akan dijelaskan cecara rinci mengenai mekanisme operasional FIF syariah.
8 9
Soemitra, Bank & Lembaga, h.355 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
61
FIF melakukan pembelian secara tunai dari pemasok yang di kehendaki oleh nasabahnya. Kemudian menjualnya secara tangguh kepada nasabah yang bersangkutan. Dalam kontrak murabahah. FIF Syariah akan membeli barang (sepeda motor Honda) dari dealer secara tunai atas nama BSMI sebagai pemilik dana seutuhnya, lalu menjualnya kepada nasabahnya dengan mengambil margin keuntungan. FIF Syariah memberikan waktu tangguh bayar kepada nasabahnya selama jangka waktu yang disepakati bersama antara perusahaan dengan nasabah. Melalui akad murabahah nasabah dapat memenuhi kebutuhan untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan, dalam hal ini sepeda motor Honda, tanpa harus menyediakan uang tunai lebih dulu dngan kata lain nasabah telah memperoleh pembiayaan dari FIF Syariah untuk dapat memiliki barang tersebu. 10 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menetapkan syarat untuk akad murabahah yang diterapkan dalam Usaha Syariah, diantaranya: a. Harus ada akad antara perusahaan dan nasabah b. Komoditas yang diperjualbelikan bukan barang barang haram. c. Perusahaan membeli barang untuk nasabah atas nama perusahaanya sendiri kemudian menjual kembali kepada nasabah sesuai dengan harga beli di tambah margin. d. Apabila perusahaan mendapat potongan dari pemasok, maka harga beli yang diperhitungkan adalah setelah adanya potongan tersebut.
10
Adiwarman A. Karim, “Bank Islam; Analisis fiqih dan Keuangan” (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 103
62
e. Perusahaan dapat meminta uang muka kepada nasabah yang dapat diperhitungkan
sebagai
pembayaran
cicilan
utang
nasabah
kepada
perusahaan. 11 Berdasarkan dari syarat akad murabahah yang telah ditetapkan oleh MUI tersebut diatas maka FIF Syariah telah memenuhi syarat-syarat tersebut. Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai mekanisme pembiayaan motor syariah pada FIF. Gambar 4.1 Skema pembiayaan pada FIF Syariah adalah sebagaimana berikut. 12 Channeling (Wakalah)
Tabarru’
FIF Syariah
Asuransi
0% : 100%
Bank Syariah
4 Pencairan
3
2
6 Angsuran Murabahah
1
Dealer
Customer 5 Sepeda Motor HONDA
11 12
Ibid.,h.105. Data diperoleh dari dokumen FIF Syariah pada Mei 2010.
63
Keterangan skema pembiayaan Murobahah pada FIF Syariah: 1. Penawaran & permintaan dealer dan customer, customer memberikan syaratsyarat kepada dealer. 2. Dealer memberikan data custemer (syarat-syarat) ke FIF Syariah. 3. FIF Syariah mensurvei dan menganalisis kelayakan untuk diberikan pembiayaan kepada customer, setelah dinyatakan layak FIF Syariah melakukan perjanjian atau akad dengan customer 4. FIF Syariah memberikan informasi bahwa customer layak untuk mendapatkan pembiayaan dan FIF Syariah membayar cash kepada dealer. 5. Dealer mengirim barang kepada customer. 6. Customer membayar cicilan sesuai dengan perjanjian yaitu dengan akad Murabahah. Adapun akad yang digunakan FIF Syariah dengan Bank Syariah adalah dengan akad Wakalah bil Ujroh yaitu Bank Syariah memberikan kuasa untuk menggunakan produknya kepada FIF Syariah dengan imbalan pemberian Ujroh / fee. Sedangkan FIF Syariah dengan asuransi adalah dengan akad tabarru’ yaitu akad tolong menolong. Pertama dealer memberikan sepeda motor kepada customer setelah adanya kesepakatan. Sebelumnya dari pihak dealer menawarkan calon customer untuk menggunakan pembiayaan FIF konvensional atau Syariah. Setelah disepakati menggunakan pembiayaan syariah, FIF Syariah kemudian mencairkan dana tunai sebagai pembiayaan sepeda motor yang di kredit oleh customer kepada dealer.
64
Dana tersebut didapat dari akad wakalah (channeling) atau FIF dengan pihak Bank Syariah dalam hal ini bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). BSMI sepenuhnya yang menjadi penanggung jawab dana (Funding). Lalu setiap bulanya customer membayar angsuran motor kepada FIF Syariah sebesar jumlah yang telah disepakati bersama yaitu harga pokok perolehan barang ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan disebut diawal selama dalam jangka waktu tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab di atas mengenai pebandingan lembaga pembiayaan motor syariah dan konvensional, bahwa sifat dari pembiayaan motor syariah adalah jual beli dengan menggunakan akad murabahah, yaitu akad jual beli atas barang tertentu dimana penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan kepada pembeli termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Penjabaran dan implementasi akad murabahah yang berlaku pada perusahaan pembiayaan syariah adalah sebagai berikut:
1. Akad murabahah merupakan akad kesepakatan yang didasarkan atas suka sama suka (suka rela) 2. Akad murabahah adalah akad jual beli dan bebas dari unsur riba 3. Barang yang diperjual-belikan adalah barang yang tidak diharamkan oleh syariat Islam.
65
4. Harga penjualan adalah gabungan antara harga modal ditambah margin keuntungan. 5. Masa pembayaran sesuai jangka waktu tertentu. 6. Diperolehkan membayar uang muka atau uang panjar atau urbun. 13 Perbedaan selanjutnya adalah mengenai penanganan terhadap kredit macet. Apabila pada waktunya customer tidak dapat/ lalai melakukan kewajibanya yaitu berupa pembayaran angsuran, maka akan dikenakan penalty. Dalam konvensional jika hal ini terjadi customer akan dikenakan bunga yang besarnya telah ditentukan. Penalty yang dikenakan oleh FIF Syariah ada dua yaitu sebagai berikut: 1. Dana sosial (Fatwa No. 17/DSN-MUI/IX/2002): a. Sebesar Rp 5000 dari jumlah angsuran yang terlambat b. Tidak boleh din nego/di hapus c. Dibukukan sebagai “Dana sosial” 2. Ganti Rugi (Fatwa No. 43/ DSN-MUI/VIII/2004): a. Sebesar 0,5% X total angsuran X jumlah hari b. Boleh dinego / di hapus. c. Dibukukan sebagai pendapatan lainanya.
13
Adiwarman, Bank Islam., h.100
66
Gambar 4.2 Skema penyelesaian masalah nasabah: 14 MASALAH CUSTOMER
MAU TAPI TIDAK MAMPU
UNABE
-
Maintain Longterm W / O Policy ??
CRITER
?
UNWILLING
EXECUTE !!!
MAMPU TAPI TIDAK MAU
Dalam FIF Syariah, customer / nasabah yang tidak melakukan pembayaran asuransi saat tiba waktunya dalam beberapa bulan angsuran akan dibedakan menjadi dua, yaitu nasabah yang mau membayar tetapi tidak mampu membayar karena satu dan lain hal; dan nasabah yang mampu membayar tetapi tidak mau membayar. Pada dasarnya apabila hal ini terjadi maka barang akan ditarik/ diambil kembali oleh FIF Syariah untuk kemudian dijual untuk memenuhi angsuran nasabah yang menunggak tadi. Akan tetapi untuk nasabah yang berada dalam kreteria yang pertama tadi akan diberikan sedikit kemudahan atas dasar itikad bank yang ditunjukkan oleh nasabah.
14
hlm.20
Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005)
67
Bagi nasabah atau customer yang tidak mampu melanjutkan pembayaran angsuran akan dikenakan sebagai berikut 15 1. Objek dan jaminan lainya ditarik/diambil dan dijual dengan harga pasar yang di sepakati. 2. Nasabah melunasi sisa hutangnya dari hasil penjualan objek jaminan tersebut. 3. Apabila hasil penjualan tersebut lebih maka sisanya dikembalikan kepada nasabah. 4. Apabila kurang, maka tetap menjadi hutang nasabah yang harus dilunasi. 5. Apabila benar-benar tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka FIF Syariah dapat membebaskannya. Dalam melakukan eksekusi diatas FIF Syariah tentunya mengutamakan prinsip-prinsip kemanusiaan. Karena dalam Islam tidaklah diperbolehkan menggunakan cara-cara yang tidak baik dan dapat melukai fisik maupun perasaan seseorang. Mengenai permasalahan Asuransi antara FIF syariah dan konvensional sangat berbeda, yaitu dalam mekanisme mengenai asuransi FIF konvensional apabila memperoleh laba dan tidak ada klaim dari nasabah maka keuntungan tersebut akan dimasukan menjadi keuntungan perusahaan tanpa sepengetahuan nasabah. Berbeda dengan FIF Syariah uang muka atau DP yang diserahkan oleh customer diawal dihitung sebagai angsuran pertama ditambah dengan biaya asuransi. Asuransi yang digunakan oleh FIF Syariah adalah asuransi Astra cabang 15
Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
68
Syariah. Asuransi Syariah menggunakan akad dengan niat tabaru’ (aqad Takaful), yaitu suatu niat tolong menolong pada sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Pada akhir priode asuransi, jika perusahaan asuransi memperoleh laba dan konsumen tidak pernah mengajukan klaim, maka konsumen yang bersangkutan berhak atas nisbah (hadiah/bonus) dengan jumlah tertentu sesuai tingkat investasi tahun tersebut. Apabila nisbah yang menjadi hak konsumen tidak diambil dalam jangka waktu yang disepakati, maka dans yang mengendap tersebut akan diserahkan sebagai dana sosial. 16 Gambar 4.3 17 Simulasi Refund Nisbah Tabarru FIF Syariah: Titipan Premi Tabarr
Rp. 600.000
Rp. 600.000
Rek. AAB
Investasi di : -
Nisbah/ Bagi Hasil Rp. 200.000
Deposito Syariah Obligasi Syariah Reksa Dana Syariah
Jika Terjadi Claim Rp. 75.000 AAB Rp. 50.000
Nisbah NET: Rp. 50.000 Rp. 600.000
16 17
Ibid. Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah,.h.25.
AAB 50 %
Nasabah 50 %
69
Dari simulasi diatas, diketahui bahwa nisbah nett. Bagi hasil dari pendapatan investasi dibagi dua antara perusahaan asuransi (AAB) dengan nisbah. Berikut hal-hal yang terdapat pada asuransi syariah: 1. Produk Asuransi Syariah merupakan asuransi berlandaskan syariah dengan prinsip tolong-menolong sesama anggota (Ta’awun). Dimana peserta menyerahkan pengelolaan keuangan ke AAB dengan jasa 45% dari premi sedangkan 55% untuk di kelola oleh pihak asuransi dalam kumpulan dana tabaru (Tabaru Fund) 2. Pengelolaan dana tabarru dilakukan melalui investasi secara syariah antara lain pada deposito syariah, obligasi syariah dan reksadana syariah dan juga usaha-usaha lainya. 3. Apabila total biaya klaim yang di keluarkan dalam suatu priode lebih kecil dari dana tabarru, maka akhir priode akan diberikan kelebihan dana tersebut (berupa Nisbah/Bonus / hadiah) 4. Perhitungan nisbah / bonus dilakukan di akhir priode pertanggungan jika tidak pernah klaim selama priode pertanggungan. 5. Apabila nisbah / keuntunganlebih kecil lebih kecil dari Rp 10.00, akan hibahkan ke dinas sosial melalui perusahaan asuransi. Dalam mekanisme operasional pembiayaan motor konvensional sifat nya sangat berbeda dengan pembiayaan motor syariah pada PT FIF, karena FIF
70
konvensional sifatnya adalah membiayai dengan menggunakan bunga sebagai perolehan keuntungan bagi perusahaan. Di bawah ini akan dipaparkan secara terperinci mengenai ketentuan yag berlaku pada FIF syaraiah dan konvensional Tabel 4.2 : Perbedaan Mekanisme Operasional FIF Syariah dengan Konvensional No Aspek 1. Kerangka hukum 2
3 4 5
FIF Syariah Mengacu kepada hukum syariah dan hukum positif Isi perjanjian Dijelaskan secara rinci biaya modal, margin, asuransi, administrasi dan lain-lain Tingkat keuntungan Margin laba Denda Menjadi dana social Jika ada pelunasan lebih awal
Nasabah tidak dikenakan biaya administrasi (Administrasi Nol) 6 Jika pelunasan lewat Tidak ada istilah bunga jatuh tempo berjalan 7 Bentuk transaksi Murabahah dengan obyeknya barang sehingga merupakan transaksi jual beli 8 Discount Apabila ada discount unit, maka discount menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual 9 Asuransi Memakai asuransi Asra Buana Syariah 10 Refund premi Apabila tidak ada klaim tetap ada nisbah bagi hasil
FIF Konvensional Mengacu kepada hukum positif saja Tidakdijelaskan secara rinci Bunga uang Menjadi pendapatan perusahaan Nasabah tetap dikenakan biaya administrasi Dikenakan bunga berjalan Pinjam meminjam obyeknya uang dengan mekanisme bunga Apabila ada discount unit, maka discount bisa untuk dealer atau milik nasabah
Memakai asuransi Astra Buana Konvensional Apabila tidak ada klaim akan menjadi pendapatan perusahaan asuransi 11 Pengawasan Dewan Penasehat Syariah dan Bapepam LK Bapepam LK 12 Sumber Dana Bank Syariah Bank Konvensional Sumber : Modul Pelatihan FIF Syariah Cabang Yogyakarta, 2007
71
Selanjutnya akan dijelaskan secara lebih jelas di bawah ini mengenai tabel di atas mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku pada FIF syariah dan konvensional, antara lain mengenai: 1. Denda : mengenai permasalahan denda yang timbul akibat keterlambatan, dalam hal ini FIF syariah mengenakan Penalti atas keterlambatan pembayaran akan dikenakan denda, dan uangnya dijadikan dana sosial sebesar Rp. 5.000,dari jumlah angsuran yang terlambat dan tidak boleh dinego atau dihapuskan. Sedangkan FIF konvensional apabila terdapat keterlambatan pembayaran angsuran maka uang tersebut akan menjadi pebdapatan perusahaan 2. Pelunasan awal : Pada FIF syariah apabila terdapat pelunasan awal artinya konsumen melunasi sebelum jatuh tempo maka tidak dikenakan biaya administrasi, sedangkan FIF konvensional apabila terdapat pelunasan awal maka biaya administrasi tetap akan dikenakan kepada konsumen. 3. Pelunasan lewat jatuh tempo: FIF syariah tidak terdapat bunga berjalan, namun pada FIF konvensional dikenakan bunga berjalan. 4. Discount : Apabila ada discount unit maka discount tersebut menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual motor, sedangkan FIF konvensional discount tersebut bisa menjadi milik nasabah ataupun perusahaan. 5. Asuransi : FIF syariah dalam hal asuransi menggunakan rekanan asuransi syariah dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka nasabah tetap mendapatkan bagi hasil dari asuransi, sedangkan FIF konvensional
72
menggunalan asuransi konvensional sebagai rekanan dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka akan menjadi pendapatan perusahaan. 18
C. Perbandingan laba yang diperoleh antara pembiayaan motor syariah dan
konvensional pada PT FIF. Saat ini kuantitas yang diperoleh FIF syariah terhadap seluruh jumlah pembiayaan motor pada PT FIF berkisar pada 15 % dari total keseluruhan pembiayaan motor FIF konvensional, karena pada dasarnya FIF syariah hadir sebagai alternatif pembiayaan motor bagi masyarakat Indonesia. Dalam hal ini PT FIF syariah dan konvensional dalam menentukan laba tidak terdapat perbedaan, karena PT FIF menghindarinya terjadinya persaingan antara cabang ataupun deler baik itu syariah dan konvensional. Dalam menentukan margin PT FIF selalu mengikuti terhadap pembiayaan yang dikeluarkan bank-bank yang melakukan join financing jadi dalam penentuan laba FIF masih bergantung pada bank yang bekerjasama dengan FIF. Seperti yang kita lihat tidak terdapat perbedaaan harga antara pembiayaan motor syariah dengan konvensional mengenai angsuran per bulan, agar lebih jelas maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai penghitungan pembiayaan motor syariah. 19 Terdapat perbedaan dalam menentukan margin antara FIF syariah dan konvensional, yaitu terletak pada penentuan keuntungan berdasarkan waktu. Kita 18
Manajemen FIF Syariah, Akad Perjanjian Murabahah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance Unit Syariah, 2008 19 Yoelhandri, Supervisor Syari’ah PT. FIF, Wawancara Pribadi
73
juga mengetahui bahwa dalam sejarahnya, perputaran uang selalu didasarkan kepada pembayaran bunga. Sistim bunga yang dimaksud di sini adalah bunga majemuk (compound interest), bukan bunga tunggal (single interest). Apa kaitannya dengan hal ini Tentu saja hal ini terkait erat sekali dengan kemampuan membayar para debitur. Sistim bunga majemuk sebagai ruh dari konsep time value of money menjelaskan bahwa bunga berkembang menurut deret ukur, 1, 2, 4, 8, 16,…..dstnya. Sebagai sebuah contoh, jika seseorang berhutang sebesar Rp. 1.000, (seribu rupiah) sekarang kepada lembaga kredit (bank maupun non-bank) dengan bunga pertahun 10 %, maka dalam 2 tahun saja maka hutangnya sudah menjadi : FV =
PV (1 + i) n
FV =
1.000 (1+0,1) 2
=
1.210
Apa artinya ini ?. Artinya, hanya dalam 2 tahun, nilai hutangnya sudah bertambah Rp. 210 dari nilai semula. Dengan kata lain, mengalami kenaikan nilai sebesar 21 % = (1.210 – 1.000)/1.000. Nah, bagaimana dengan kemampuan membayar si penghutang ?. Tentu untuk melunasi hutangnya, minimal dalam jangka waktu 2 tahun dia juga harus mendapatkan tambahan penghasilan sebesar 21 % tadi. Jadi, walaupun prasyarat pertama sudah terpenuhi, artinya hutang tadi memang digunakan untuk berproduksi namun apakah nilai tambahnya sebanding
74
dengan nilai akhir hutang tadi ?. Nah, kalau melihat contoh di atas, kira-kira apa jenis pekerjaan yang bisa memberi kenaikan gaji/penghasilan sebesar 21 % dalam 2 tahun atau rata-rata 10,5 % per tahun. Jadi secara tegas, kita dapat menyimpulkan bahwa ketika kenaikan penghasilan (X) debitur pertahun kecil dari bunga (Y) maka debitur akan gagal membayar hutang-hutangnya (X < Y = GAGAL BAYAR). Untuk itu, maka prasyarat yang dibutuhkan supaya hutang tadi bermanfaat bagi semua pelaku yang terkait di dalam transaksinya adalah sebuah patokan suku bunga kredit yang telah memperhitungkan secara baik kemampuan bayar debitur. Kalau bisa, malah mengeliminasi sistem bunga dan menggantinya dengan sistem margin keuntungan (murabahah). Selain itu, setiap transaksi kredit dengan sistem bunga ini akan menciptakan uang-uang (semu) yang baru. Bertambah satu transaksi kredit bertambah uang sebesar bunga yang dikenakan sehingga jumlah uang yang beredar lebih besar dari barang yang ada di pasar. Hal inilah yang ditakuti oleh otoritas moneter. Bila keseimbangan umum antara pasar uang dan pasar barang tidak tercapai maka hal ini akan memicu inflasi. 20 Margin yang ditentukan oleh FIF Syariah adalah 24 % untuk 2 tahun. Akad antara FIF Syariah dengan customer adalah akad murabahah dengan
20
Davy Hendri, “Transaksi Jual Beli Kredit dari Presepektif Sosial Ekonomi”, Artikel Diakses dari www.geocities.com Pada Juni 2010.
75
pembayaran diangsur. Sedangkan antara dealer dengan FIF Syariah adalah akad jual beli tunai. Contoh perhitungan murabahah: Harga – On The Road
Rp 11.000.000
DP Gross
Rp 3.500.000
Administrasi
Rp
Asuransi
Rp. 350.000 –
150.000
DP Nett
Rp. 3.000.000 –
Harga Beli/Pokok Pembiayaan
Rp. 8.000.000
Jangka Waktu
:24 Bulan
Margin/ Tingkat Keuntungan
Rp. 3.500.000 +
Harga Juala
Rp.11.500.000
Angsuran / Bulanan = 11.500.000 : 24 Bulan = Rp 480.000
D. Tantangan dan peluang pembiayaan motor multifinance syari’ah
Dari segi sumber daya manusia, FIF Syariah memiliki problem yang tidak berbeda dengan bank syariah, yaitu SDM profesionalitas dirasakan sangat minim sekali. Hal ini terbukti dari sulitnya mendapatkan informasi yang jelas dan akurat tentang mekanisme pembiayaan syariah, dimana info yang didapat masih sangat kabur dan berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain pada perusahaan yang sama.
76
Kemudian dari segi penerapan nilai-nilai syariah, perusahaan pembiayaan yang satu ini, masih dirasakan sangat kaku dan terkesan ragu-ragu. Boleh jadi hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor: Pertama, kurangnya SDM pengelolaan sebagaimana telah disebutkan di atas. Kedua, perusahaan pembiayaan syariah ini masih berada satu atap dengan perusahaan pembiayaan konvensional, yaitu samasama di bawah PT Astra International yang notabenenya adalah “Konvensional” sehingga visi dan misinya masih terlalu kuat berorientasi pada maksimalisasi keuntungan. Sebagai buktinya adalah ternyata FIF Syariah tidak lebih murah dari FIF Konvensional. Ketiga, pembukaan unit-unit syariah hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang lagi menjadi trend kecenderungan masyarakat seiring dengan pesatnya perkembangan produk-produk yang berbau syariah itu sendiri. Jadi, spirit syariahnya bukan murni berasal dari dalam FIF Syariah, melainkan merupakan dorongan dan tuntutan pasar. 21 Oleh karena itu, sebagai rekomendasi yang patut dipertimbangkan untuk menghilangkan
kekakuan
dan
keraguan
dalam
mekanisme
perusahaan
pembiayaan ini, juga agar FIF Syariah dapat berkembang dan mendapat dukungan masyarakat, maka kiranya FIF Syariah perlu: 1. Menjadikan perusahaan pembiayaan syariah ini, independen atau berdiri sendiri dan terpisah dengan induknya yang konvensional. Kalau tidak demikian, maka sulit rasanya untuk bisa ‘benar-benar syariah” karena ia terus dibayang-bayangi dan dipengaruhi oleh induknya yang konvensional tadi. 21
Ibid
77
2. Merekrut sejumlah SDM tenaga kerja yang betul-betul mengerti mekanisme pembiayaan secara syariah dan mengerti perbedaannya dengan mekanisme konvensional. Sehingga diharapkan bisa mengembangkan produk syariah dengan baik dan benar, tidak hanya asal mengikuti perintah semata-mata. 3. Melakukan sosialisasi produk terus-menerus secara rutin dan terencana terhadap semua pihak baik karyawan, konsumen dan pihak terlibat lainnya. Terlepas dari itu semua tantangan yang ada, bagaimanapun juga FIF Syariah sudah selangkah lebih maju dibanding yang lainnya, karena telah berani tampil dengan bangganya sebagai lembaga pembiayaan syariah. Kekurangan dan kelemahan, sedikit demi sedikit akan dapat diperbaiki. Beberapa hal yang terpenting adalah bagaimana FIF mampu berdiri sendiri dan memiliki kebijakan yang tidak sama dengan FIF konvensional, karena bila dilihat saat ini FIF syariah hadir hanya sebagai alternatif pembiayaan bagi masyarakat Indonesia dimana tidak terdapat perbedaan dalam hal penetapan margin sehingga pengaruhnya sangat kecil bagi pertumbuhan PT FIF secara umum, belum lagi masyarakat yang masih banyak menganggap bahwa FIF syariah dan konvensional adalah sama karena masyarakat belum teredukasi dengan baik mengenai pembiayaan murabahah. Mengenai peluang pembiayaan motor FIF syariah terbuka sangat lebar dimana mulai berjamurnya BMT da koperasi syariah dapat dijadikan sebagai mitra dalam menyalurkan pembiayaan motor syariah sehingga pangsa pasar pembiayaan motor syariah dapat lebih jelas dan bertambah volumenya dalam hal keuntungan,
78
sekaligus menguatkan citra syariah yang baik bagi perusahaan FIF. Ditambah dengan banyaknya lulusan Sarjana Ekonomi Islam yang memiliki tanggung jawab untuk terus memberikan edukasi dan pemahaman mengenai ekonomi islam sehingga para umat Islam sadar dan mau menggunakan produk yang islami sesuai dengan Syariah yang berlaku. Dari segi akad yang digunakan pada FIF Syariah, pada prinsipnya adalah sama dengan akad pembiayaan pada bank syariah, yaitu akad murabahah. Oleh karena itu, FIF Syariah hanya dinilai sebagai produk adopsi-adopsian saja, dan bukan merupakan pengembangan esensi produk ekonomi syariah itu sendiri. Trend akad murabahah saat ini, ternyata tidak hanya mendominasi produk bank syariah, melainkan juga menjadi unggulan produk pada FIF Syariah. Kendati FIF Syariah secara akad dinilai sebagai produk adopsi dari bank syariah, tetapi dari segi kepemilikan barang yang menjadi objek murabahah, ia memiliki keunggulan lebih dari bank syariah. Dimana kalau pada bank syariah, barang yang menjadi obyek akad adalah bukan murni milik bank, tetapi pada FIF Syariah barang yang menjadi obyek akad adalah memang barang milik sendiri karena FIF Syariah masih satu group perusahaan dengan produsen sepeda motor Honda yaitu group Astra International, sehingga barang tersebut masih bisa dikatakan sebagai milik sendiri. Inilah yang menjadi keunggulan perusahaan FIF Syariah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Perbedaan yang mendasar diantara lembaga pembiayaan syariah dan konvensioanal adalah pada instrumen dalam memperoleh keuntungan yaitu pembiayaan syariah menggunakan bagi hasil sedangkan konvensional menggunakan bunga, kemudian bentuk dari pembiayaan syariah bersifat jual beli karena akad yang digunakan adalah murabahah sedangkan konvensional bersifat membiayai hutang. Dalam struktur organisasi pun berbeda lembaga pembiayaan syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah DPS sedangkan konvensional tidak memiliki, 2. Perbandingan mengenai mekanisme operasional antara FIF syariah dan konvensional terdapat persamaan dan perbedaan, antara lain persamaan tersebut adalah terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu perusahaan pembiayaan konsumen, Suplier, dan konsumen. Perusahaan pembiayaan konsumen memberikan jasa pembiayaan, suplier menyediakan barang yang dibutuhkan dan konsumen adalah pembeli barang yang menggunakan jasa pembiayaan tersebut.selain ketiga pihak tersebut Bank juga memiliki keterkaitan dengan perusahaan pembiayaan. Dalam mekanisme pengajuan pembiayaan motor pun sama antara keduanya, yaitu yang pertama konsumen datang ke deler untuk mengajukan pembiayaan motor, kemudian dealer memberikan pengajuan 79
80
tersebut kepada FIF untuk dianalisa dan selanjutnya di survey, setelah disetujui maka FIF mengadakan perjanjian dengan konsumen dan selanjutnya dealer mengirimkan barang yang diinginkan konsumen, setelah itu konsumen membayar dengan cara dicicil. Perbedaan diantara keduanya adalah mengenai masalah denda akibat keterlambatan bayar, FIF syariah mengenakan denda sebesar Rp.5000 yang disebut dana sosial dan tidak dijadikan keuntungan, namun FIF konvensional apabila terdapat denda akibat keterlambatan bayar maka itu akan menjadi keuntungan perusahaan. Pelunasan awal : Pada FIF syariah apabila terdapat pelunasan awal artinya konsumen melunasi sebelum jatuh tempo maka tidak dikenakan biaya administrasi, sedangkan FIF konvensional apabila terdapat pelunasan awal maka biaya administrasi tetap akan dikenakan kepada konsumen. Pelunasan lewat jatuh tempo: FIF syariah tidak terdapat bunga berjalan, namun pada FIF konvensional dikenakan bunga berjalan. Discount : Apabila ada discount unit maka discount tersebut menjadi milik nasabah dengan mengurangi harga jual motor, sedangkan FIF konvensional discount tersebut bisa menjadi milik nasabah ataupun perusahaan. Asuransi : FIF syariah dalam hal asuransi menggunakan rekanan asuransi syariah dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka nasabah tetap mendapatkan bagi hasil dari asuransi, sedangkan FIF konvensional menggunalan asuransi konvensional sebagai rekanan dan apabila tidak terdapat klaim asuransi maka akan menjadi pendapatan perusahaan.
81
3. Mengenai perbandingan laba antara FIF syariah dan konvensional terdapat perbedaan, karena kebijakan mengenai margin laba ditentukan standar yang sama agar tidak terjadi persaingan antar FIF Syariah dan Konvensional 4. Tantangan yang dihadapi FIF syariah dalam pembiayaan motor adalah profesionalitas SDM yang masih sangat kurang mengenai konsep pembiayaan syariah itu sendiri, dimana FIF syariah harus mampu memahami sepenuhnya mekanisme pembiayaan syariah, kemudian perusahaan pembiayaan syariah ini masih berada satu atap dengan perusahaan pembiayaan konvensional, yaitu sama-sama di bawah PT Astra International yang notabenenya adalah “Konvensional” sehingga visi dan misinya masih terlalu kuat berorientasi pada maksimalisasi keuntungan. Sebagai buktinya adalah ternyata FIF Syariah tidak lebih murah dari FIF Konvensional. Ketiga, pembukaan unitunit syariah hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangsa pasar yang lagi menjadi trend kecenderungan masyarakat seiring dengan pesatnya perkembangan produk-produk yang berbau syariah itu sendiri. Peluang dari FIF Syariah sangat besar dimana saat ini banyaknya BMT dan Koperasi syariah yang bias dijadikan mitra untuk lebih mengoptimalkan pembiayaan motor syariah sekaligus mampu menguatkan citra syariah pada PT FIF syariah. Mengenai akad yang digunakan pada PT FIF Syariah adalah adopsi dari Bank syariah, akan tetapi FIF memiliki keunggulan dari pada bank syariah, yaitu mengenai kepemilikan obyek akad karena FIF syariah masih
82
satu grup dengan PT Astra sebagai penyedia obyek akad sehingga FIF mampu lebih maksimal dalam penyediaan obyek akad
B. Saran 1. Menjadikan perusahaan pembiayaan syariah ini, independen atau berdiri sendiri dan terpisah dengan induknya yang konvensional. Kalau tidak demikian, maka sulit rasanya untuk bisa ‘benar-benar syariah” karena ia terus dibayang-bayangi dan dipengaruhi oleh induknya yang konvensional tadi. 2. Merekrut sejumlah SDM tenaga kerja yang betul-betul mengerti mekanisme pembiayaan secara syariah dan mengerti perbedaannya dengan mekanisme konvensional. Sehingga diharapkan bisa mengembangkan produk syariah dengan baik dan benar, tidak hanya asal mengikuti perintah semata-mata. 3. Melakukan sosialisasi produk terus-menerus secara rutin dan terencana terhadap semua pihak baik karyawan, konsumen dan pihak terlibat lainnya. 4. Membuiat kerjasama dengan BMT dan koperasi syariah sebagai mitra untuk menyalurkan pembiayaan motor agar lebih berkembang dengan cepat mengenai tingkat pertumbuhan perusahaan serta pencitraan yang baik terhadap perusahaan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. Indeks, 2006) Adiwarman A. Karim, “Bank Islam; Analisis fiqih dan Keuangan” (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 103 Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009) Dahlan Siamat, Mnajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), Edisi Ketiga, 2001 Data diperoleh dari dokumen FIF Syariah pada Mei 2010. Davy Hendri, “Transaksi Jual Beli Kredit dari Presepektif Sosial Ekonomi”, Artikel Diakses dari www.geocities.com Pada Juni 2010. Ega, Modul Pelatihan FIF Syariah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance, 2005) Endy Muhammad Astiwara, Investasi Islami di Pasar Modal, (Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Muhammad, 1999), Tesis S2 Harian Koran Bisnis Indonesia http://www.fifkredit.com http://www.republika.co.id Ibnu Al Arabi Al Maliki, Ahkam Al Qur’an Irawan Suhartono, Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja Rosdakaya, 1995, Cet ke I M Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (PT.Dana Bhakti Prima Yasa Jakarta, 1997. Manajemen FIF Syariah, Akad Perjanjian Murabahah, (Yogyakarta: PT Federal International Finance Unit Syariah, 2008 Moh.Nazir, Ph.D, Metode penelitian, Bandung: Ghalia Indonesia, 2003. cet ke I
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001) Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Peraturan Menteri Keuangan No 84 /PMK.012/ 2006, Tentang Perusahaan Pembiayaan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3I), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) Umer Chapra, Prohibition of Interest: does It Make Sense?, (Durban South Africa: IDM Publication, 2001) Veithzal Rivai, dkk., Bank and Financial Institution Management, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007
Lampiran 1: Teks Interview dengan Yoelhandri Barda, Supervisor Syari’ah PT. FIF Pada tanggal 11 Februari 2010.
1. Bagaimana Sejarah Lahirnya FIF di Indonesia? Pada Tahun 1989 Cikal Bakal munculnya FIF bertempat di Jakarta pusat yang sebelumnya bernama.. Tahun 1991 perusahaan tersebut berubah Menjadi PT FIF di sunter, kemudian pada tahun 2005 fif syariah lahir tepatnya pada tanggal 1 oktober.cikal bakal yang mengawali berdirinya FIF syariah yaitu dengan adanya kerjasama suatu acara antara PT FIF dengan Darut Tauhid yang dipelopori oleh AA Gym di Bnadung, berawal dari kerjasama itulah, para konsumen menyarankan agar FIF memiliki pembiayaan motor syariah ditambah dengan adanya dorongan dan support dari Darut Tauihid atas permintaan konsumen itulah maka PT FIF menyediakan pembiayaan motor syariah di hampir seluruh cabang FIF seluruh Indonesia dengan cara office chenelling seperti UUS di Bank jadi pada setiap deler FIF memiliki pelayanan fif syariah sehingga omset lebih banyak dari bank yaitu sebanyak 118. kantor fif syariah sampai ke cabang. Tahun 2008 perusahaan syariah di bawah anak perusahaan Astra di take over FIF. September 2008. astra multifinance bidangnya sama dengan fif anak perusahaan fif, mengcreate perusahaan ini mjd cikal bakal FIF syariah di take over fif pada oktober 2009. Pada tahun 2008 FIF 165 cabang, 65 cabang AMF.kenapa FIF lebih condong pada Honda?karena masih satu perusahaan dengan Astra satu grup.dan FIF hanya mendukung penjualan Motor Astra adalah FIF
2. Kapan mulainya ada kebijakan multifinance? Tahun 89 belum ada, fif ada karena kebutuhan dari masyarakat dan peraturan Menteri Keuangan, cikal bakal adanya FIF karena berawal dari Astra AHM Pabrik, ASO Astra seles Operation, yang merupakan awal dari FIF
3. Bagaimana proses PT FIF disetujui oleh MUI? Menurut peraturanya lembaga pembiayaan di bawah Depkeu dan Bapepam LK, jika FIF syariah melaksanakan perijinan ke MUI, kemudian meminta rekomendasi DSN MUI untuk menunjuk Dewan Pengawas Syariah, perijinan FIF Syariah dilaksanakan pada oktober 2005, kita membuat proposal segala instrumen untuk menjalankan FIF syariah kemudian di presentasikan.rekomendasi tsbt diawasi oleh DPS, setelah semua siap maka perusahaan boleh beroperasi. DPS mendapat rekomendasi dari MUI terkait operasional, dan otoritas pengurusan di depkeu. Syarat Struktur organisasi: kedudukan DPS sejajar dengan presdir dan bnyak berhubungan dengan divisi marketing dsb.tidak berhubungan langsung hanya saja laporan kepada presdir, DPS mengurusi rekomendasi, monitoring, operation. 4. Apakah ada jadwal waktu DPS bertemu dengan karyawan? Kita syariah tapi semua orangnya bukan syariah, finance syariahnya bukan finance murni, untuk pertemuan fleksibel tidak ada batasan. Nama anggota DPS? Yang mengawali menyarankan FIF syariah adalah MUI Bnandung
5. Kendala komunikasi Dengan MUI? Terletak pada pemahaman antara fif dengan DPS karena basic masing2 berbeda
6. Bagaimana Perbandingan pelaksanaan dari awal sampai akhir proses aplikasinya?dari marketingnya kalo kita main di deler volum bookingnya sama tidak ada yg berubah, penjualan sama berarti jumlahnya sama krn sama main di dealer jadi hanya dibagi volumnya Yang kita bidik jadi selain dealer masuk ke komunitas BMT, Koperasi, BPRS dan juga deler, packing sama,harga sama, jadi kita tdk mau menghantam konvensional jika kemasan berbeda, masuk pembiayaan aplikasi berbeda akad perjanjian pembiayaan konvensional, syariah jual beli, sistemnya berbeda
sedikit,
perjanjian
sama
hanya
saja
ditambah
poin
syariahnya,
pembukkuanya dibedakan. Jadi sistem konvensional bersifat umum syariah bersifat khusus, hanya saja syariah dapat mengadaptasi konvensional sedangkan konvensional tidak dapat mengadaptasi syariah. di syariah terdapat dana sosial atas keterlambatan pembayaran cicilan. Perjanjian sama kontrak berbeda sedikit. Dana sosial didapat dari keterlambatan, apliksi kwitansi sama, form juga sama.kalo ada klaim motor ilang konvensional ganti unit, kl ga hilang ada bonus untuk syariah konvensional tidak ada. 7. Apakah ada akad khiyar/memilih? Tidak ada karena akadnya jual beli, penawaran sifatnya fix sebelum tandatangan kontrak atau akadnya terjadi,krn kontrak nya sudah pasti krn sudah harga resmi, bisa dengan kondisi pasar yang tertentu
8. Apa yang membedakan transaksinya antara syariah dan konvensional? Biasanya yang membeddakan konsumen menayakan apa benefitnya mana yg lebih menguntungkan, transaksinya sama, syariah lebih transparan, konsep sistemnya pada dasarnya sama, benefit sama, yang membedakan poainnya, objek sama struktur kreditnya bisa sama bisa tidak krn asuransinya mau dimasukin atau tidak, syariah dimasukin.poinya berbeda
9. Apakah akad Murabahah harus transparan mengenai harganya? apakah ada dalam akadnya?membiayai tidak kena pajak akad perjanjian sepakat di depan, di kontrak margin juga dicantumkan koreksi fif bukan beli barang sifatnya membiayai, tetapi konsumen akadnya membeli krn nanti fif kena pajak,fif melink kan kl harga motor baru ga masalah, intinya kesepakatan di awal krn intinya murabhah sepakat didepan, bila harga sepakat dp sepakat kontrak sepajkat maka tidak jadi masalah 10. Apakah FIF banyak membiayai produk yg lain krn fif multifinance bkn hanya membiayai yg sifatnya konsumtif saja, melainkan produktif ada ga?, atau hanya motor saja karena termasuk dalam multifinance?sebenarnya adalah FIF syariah adl leasing, jadi kita sifatnya hanya membiayai, bila membiayai ada line transaksinay jadi ada barang yg harus dibiayai. Beda dengan modal ventura sifatnya uang, kita ga boleh ngasih uang kita ga bisa ngasih uang ke masyarakat, kl fif hanya membiayai msyarakat mau apa kita biayai brangnya apa pun boleh, mau alat berat boleh, bukan hanya motor kkonsepnya tidak mengeluarkan uang cash keapda masyarakat
11. Berarti di fif tidak hanya motor?apakah di bedakan pembiayaaan motor dengan yg lainnya?aplikasinya beda, formnya beda. Kalo motor cm satu Kl elektronik akadnya apa selain murabahah, apakah ada akad ijarah?kita ga maen ijarah krn kita gak maen sewa ada juga yg ngomong pembiayaaan motr itu imbt, kl jual beli kan jual beli kan kena pajak kl ijarah kan sewa, IMBT di akhir kontrak ada opsi mau dimiliki menjadi hak milik atau tidak. krn pada umumnya semua menggunakan murabahah maka kita pake murabahah krn bank menggunakan murabahah kita juga menggunakan murabahah.tp sekarang murabahah oleh bapepam tidak dikenakan dobel tax lg.jd sekarang tidak masalah.
12. Produk FIF apa saja mengenai motor?motor baru motor bekas dan eletronik, jadi fif hanya main di motor untuk mobil kita ga main krana msh ada ACC,
13. Berarti tidak ada untuk brg produktif ?produktif juga ada apa bila ada underlyingnya, contoh tukang ojek digunakan untuk bekerja lagi.tapi untuk minjem uang tidak boleh pada dasarnya hrus ada barang.
14. Bisa ga apabila ada perusahaan minta mesin kemudian FIF menyediakan?kl dulu ada sekarang sudah di pegang star finance, sekarang kita hanya fokus pada motor dan elektronik untuk mobil ACC.secara izin boleh
15. Bagaimana fif dalam pengadakan barang tidak membeli dahallu, bagaimana mekanismenya, bagaimana akadnya?pertama konsemen minta barang ke deler kemudian deler ke FIF, kedua fif menyetujui kemudian deler mengiirm brg, kemudian konsumen isi perjanjian persetujuan, setelah barang terkirim konsumen membeli brg. Pertama konsumen dtg ke deler, deler memberikan ke fif, kedua fif mensurvey, fif mengadakan perjanjian fif memberitaahukan ke deler, deler kirim barang, lalu konsumen membayar. Jadi fif hanya membiayai mefasilitasi konsumen sec kredit, jadi fif membayar cash ke deler, konsumen mebayar ke fif kredit.
16. Apa akad FIF ke deler apa?kl sama bank wakalah, jadi kita menjual produknya bank, krn kita menjual produknya syariah jd akadnya murabahah, jadi deler hanya penyedia barang. Kita dapet uang dari bank
17. Berarti fif dapet modal dari bank, jadi fif membeli motor dari bank?iya Kenapa kadnya wakalah? Krn seharusnya Bank yg turun, tp ini tdk kita menjadi agen dari bank, mewakili bank.
18. Jadi bank membeli barang ke deler?tidak membeli barang, krn nanti kita kena pajak,kita menggambatrkannya ada org yg mau membeli barang secara kredit, jd barang ada d deler jadi nati kita byr ful ke deler biar ga kena pajak setelah fif memberikan surat keterangan kepada deler bahwa konsumen layak untuk dibiayaai
19. Jadi deler juga pake akad wakalah juga?kita ga ada mou wakalah karena transaksinya awalnya uang dari bank saja, krn deler hanya menyediakan barang saja
20. Jadi ada nassabah bank ingin pembiayaan barang kemana?fif boleh deler boleh, jadi bank hanya punya kepentingan menyalurkan dana saja fif sebagai agen mencari konsumen, deler hanya barang.
21. Jadi barang dibayar kontan oleh fif?langsung setelah persetujuan dengan konsumen maka fif kirim po ke deler itu persetujuan agar deler bisa kirim ke konsumen, setelah itu deler menagih ke fif dipotong DP yg sudah diabyar konsumen.
22. Bank mana saja yang kerjasama dg fif?permata dan niaga syariah sama bsm.kita ganti2 tergantung kontrak kerjasama tergantung volum
23. Mengenai resiko kredit macet?kl di syariah kredit macet kl konvensional langsung ditarik tanpa ada kebijakan dikembalikan uang sisanya, kl konvensional sama dengan syariah?kl masalah perjanjian sma kl ada keterlambatan harus bayar, kl dia tdk bisa bayar dalam waktu tertentu motor bisa ditarik dengan persetujuan konsumen kl ada sisa untuk membayar hutang dikembalikan kl kurang untuk membayar angsuran maka konsumen harus membayar sisanya.jadi pada dasarnya samadengan konvensional
24. Perbedaanya asuransi utk motor syariah dan konvensional?premi sama, kl dikonvensional tdk pernah klaim motor hilang maka pendapatan premi dan mendapatksn bonus kl di syariah tdk pernah klaim motor hilang, krn pola beda konvensio nal transfer resiko.kl syariah sharing resiko jadi masuknya dana tabarukdan itu dikelola kl bagus konsumen dapat benefit
25. Apa tujuan multifinacre syariah?awalnya ada permintaan dari masyarkat dari drutauhid,
26. Dari segi keunggulan mana yg unggul antara syariah dan konvensional? Hanya sebagai pemilihan pangsa pasar sebgai alternatif pembiayaan bagi masyarakat jadi sama aja
27. Perbedaan keuntungan antara konvensional dan syariah? Sama krn tidak mau bersaing dengan produk konvensional, kl dulu ada persaingan sekarang tidak ada.
18. Adakah dasar2 yang mempengaruhi adanya fif syariah?krn ada nya fatwa riba, fif merespon kemauan masyarakat sebagai alternatif pembiayan yang halal, dan yg dikedepankan nilai2 syariahnya, dan juga potensial untuk dijalankan krn mayoriyas indonesia muslim
19. Perbedaan mendasar konsep syariah dan konven?kita mendapat nilai plus dari sisi konsumen ada asuransi ada bonusnya, ada dana sosial kemudian dia mau plunasan maju administrasi tdk ada, untuk lebih meningkatkan percepatan image syariahnya
20. Untuk survey kriterianya seperti apa?standar pada umumnya, antara gaji dengan angsuran sudah ada pada sistem otomatis
21. Kuantitas konsumen antara konvensional dari syariah?15% dari jumlah kkonvensional
22.
Strategi
marketing
apa
yg
bis
amenunjang
perkembangan
fif
syariah?program syariah banyak ikut kepada konvensional jadi masih berkiblat kepada masyarakt, tp tidak semua Jadi konsumen melihat syariah bukan karena hanya loyalitas karena konsumen pada intinya mencari angsuran yg kevil dg hadiah yg besar. Jadi penjualan syariah tidak lebih murah dari konvensional, krn itu hanya program saja.
23. Dana sosial apa?berarti masuk ke fif untuk sunatan masal untuk sekolah, kl konvensional kena denda untuk pendapat, dana sosial bila terlambat per bulan nya Rp.5000,
24. Penetapan laba untuk harga ?dihitung dari pinjaman bank berapa, operasional kita berapa, keuntungan kita berapa, jadi banyak faktor untuk menentukan laba,
25. Penetapan margin untuk penghitungan jangka waktu ? sama saja dengan konvensional, tergantung dari bank yang jaoin dengan fif
26. Mengenai jangka waktu syariah menggunakan konsep seperti apa?kl konvensional waktu adalah uang syariah seperti apa?syariah hanya menggunakan aspek moral dan prsaingan di lapangan, yg penting konsumen sepakat dengan perjanjian kita, yg penting ada keuntungan dari murabahah dan yg penting ada kesepakatan
27. Alasan apa yg tepat dalam hal jangka waktu untuk syariah dalam menetapkan margin?krena bank seperti itu sistemya, yang penting poinnya tidak ada perbedaan di antara cabang fif Penetapan margin tergantung pada bank nya, jadi fif melihat resiko tergantung waktu semakin lama resiko semakin tinggi
28. Berapa persen margin yang diperoleh fif syaiah?tergantung bank, operasional, pinjaman bank, dan banyak hal yg lain Alsan perbedaan margin karena waktu yang berbeda karena dari bank melakukan hal yang sama, dan FIF mengikuti apa yang bank minta.