111. METODE PENELITIAN
Dalam bab ini dijelaskan lingkup, wilayah, metode, serta data dan perangkat yang digunakan dalam penelitian. Lingkup penelitian dimaksudkan untuk membatasi penelitian hingga berfokus pada pencapaian tujuan penelitian. Kondisi wilayah Delta Mahakam secara singkat diulas dalam bab ini untuk memberikan gambaran mengenai kondisi umum wilayah tersebut. Bagian metodologi mengulas secara rinci tahapan, cara, serta perumusan pemodelan untuk setiap modul pemodelan yang digunakan. Sementara data dan perangkat yang digunakan mencakup penjelasan tentang jenis dan sumber data serta perangkat (lunak dan keras) yang digunakan dalam penelitian ini.
111. 1
Ruang Lingkup dan Wilayah Penelitian
111.1.1
Lingkup Penelitian
Seperti telah dijelaskan dalam tujuan disertasi, penelitian ini berfokus pada pengembangan perangkat pengambilan keputusan bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan melalui proses analisis sistem dan pemodelan yang komprehensif. Berangkat dari masalah yang telah diidentifikasikan dan hipotesis kerja yang diambil, lingkup penelitian disertasi ini adalah: 1.
Membuat suatu model dinamika sistem dan pemanfaatan sumberdaya pesisir Delta Mahakam
2.
Melakukan pemodelan proses dinamika spasial pemanfaatan lahan Delta Mahakam
3.
Menyusun skenario optimum sumberdaya pesisir yang terpadu atas dasar dinamika sistem dan pola spasial pemanfaatan lahan
Lingkup penelitian ini kemudian dikelompokkan menjadi modul -modul penelitian yang sifatnya terkait satu sama lain. Analisis sistem dan pemodelan berbasis spasial dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Kedua konsep ini dianggap sebagai dasar pemodelan. Penelitian dilaksanakan mengikuti proses dengan tahapan yang tertampil pada Gambar (19). Komponen - komponen sistem yang
menjadi fokus penelitian terkait satu sama lain sehingga hasil analisis yang satu akan mempengaruhi hasil analisis yang lain.
+
PERUMUSAN MASALAH
Konversi Lahan
Basis Data Delta Mahakarn
Analisis Spesial: Muffikriteria u/: Menentukan perileku konversi lahan
dengan landcover terbaru
I
Petnodelan spa&/ salinitas
1
Perbandingan model dengen sebaran tambak produktif den ditinggalkan
Analisis Spasial: Muffikriterie u/.Menentukan skenario pengelolean
I Gambar 19
Skenario Pengelolean
Tahapan Penelitian
111.1.2
Wilayah Penelitian
Delta Mahakam merupakan bagian wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara yang mencakup beberapa wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Anggana, Muara Jawa, Muara Badak, dan Samboja (Aspar 2001). Wilayah Delta Mahakam ditampilkan dalam gambar (20).
Karakteristik geologis yang unik memicu kawasan Delta
Mahakam memiliki ekosistem mangrove dan spesies asosiasinya yang ekstensif (Allen and Chambers 1998).
Sungai Mahakam mengalir sepanjang hampir dua pertiga
panjang Kalimantan Timur, yaitu sepanjang 770 km (Hopley 1999). Delta Mahakam melingkup hampir 1500 km persegi dengan jumlah penduduk sekitar 3500 jiwa di tahun 1995 (Suripno and Dutrieux 1995) dan mengalami peningkatan jumlah penduduk secara drastis. Kecamatan Anggana, yang meliput sebagian besar wilayah Delta Mahakam, pada tahun 2001, mencapai tingkat kepadatan penduduk sebesar 10,91 jiwa/km2 atau 19.630 jiwa (Kutai-Kartanegara 2002). Penduduk terdiri dari penduduk asli dan pendatang, terutama suku Bugis dari Sulawesi Tenggara serta Jawa (Bourgeois et al. 2002, Hopley 1999). Delta Mahakam memiliki zona vegetasi dengan pola melingkar. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya ketinggian lahan dari muka delta sebagai titik terendah sejalan dengan pengaruh air tawar dengan arah yang sama (Allen and Chambers 1998, Hopley 1999, Suripno and Dutrieux 1995).
Kawasan ini didominasi oleh vegetasi nipah
(Nypa fructicans) seluas kurang lebih 75,000 hektar atau sekitar 50% dari luas Delta Mahakam (Aspar 2001). Forrnasi vegetasi nipah ini dapat dikatakan sebagai daerah Nipah yang terbesar di dunia (Hopley 1999). Wilayah Delta juga ditutupi oleh berbagai spesies mangrove yaitu Avicenia sp. di wilayah luar delta, Rhizopora sp. sepanjang sisi kana1 utama di dataran rendah delta, mangrove air tawar (Bmguiera Sp.) di wilayah dalam, sedangkan hutan rawa campuran menutup bagian terdalam delta (Hopley 1999, Teknologi~Inventarisasi~Sumberdaya~Alam~(T1SDA) 1998). Deliniasi wilayah penelitian dapat membantu memfokuskan penelitian kepada aspekaspek yang diperlukan dalam pencapaian tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Dengan demikian, karena penelitian difokuskan pada dinamika sistem pada tingkat bentang alam, wilayah penelitian adalah wilayah yang mencakup beberapa kegiatan
ekonomi yang saling mempengaruhi. Wilayah yang dimaksud melinglrup kegiatan operasiod Perusaham Minyak dan Gas Bumi TOTAL FINA ELF, kegiatan pertambakan udang, serta kegiatan pemdaatan sumberdaya pesisir yang dilakukan oleh masyadcat, serta wilayah potensial bagi kegiatan konservasi sumberdaya pesisir tersebut. Selain itu, pemilihan wilayah yang diambil berdasarkan pada wilayah ekologis yang diharapkan luasmya dapat bertepatan dengan wilayah administrasi.
Gambar 20
wilaJ& ~ e l t ~ahakam a
Secara lebih rinci, wilayah penelitian disampaikan pada Bab IV.Sistem Analisis dan
Pernodelan
111.2
Kerangka Penelitian
Delta Mahakam merupakan suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari berbagai komponen sistem. Komponen
-
komponen sistem terdiri dari subsistem mangrove,
subsistem pemanfaatan tambak, subsistem pemanfaatan (eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi), serta subsistem bio
-
geofisik yang masing
-
masing saling
mempengaruhi. Gambar (21) menampilkan hubungan sebab akibat (causal loop) komponen - komponen sistem di Delta Mahakam yang menjadi struktur proses yang dianalisis.
Gambar 2 1
Hubungan Sebab - akibat antara Ekosistem Mangrove, Konversi Lahan menjadi Tambak Udang dan Konversi Lahan menjadi Infiastruktur Produksi Migas
Hubungan sebab -akibat ini kemudian diteljemahkan ke dalam kegiatan pemodelan yang dibagi ke dalam modul -modul.
Gambar (22) menampilkan modul-modul
kegiatan pemodelan yang juga merupakan kerangka proses analisis.
Seperti tercantum dalam gambar 22, kegiatan penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam tiga komponen utama, yaitu: a. pemodelan analisis sistem, b. pemodelan spasial dinamis c. pengembangan skenario pengelolaan Tahap pemodelan analisis sistem dibagi ke dalam:
- modul sistem perubahan tutupan lahan - modul pemodelan dinamika sistem. Fokus analisis sistem di sini adalah komponen-komponen
yang mempengamhi
kondisi ekosistem mangrove yang dikonversikan, baik bagi produksi tambak udang maupun produksi migas.
- modul pemodelan dinamika salinitas melalui pemodelan dihsi Tahap pemodelan spasial dinamis mencakup implementasi pemodelan dinamika salinitas yang dihasilkan ke dalam algoritma yang tersedia dalam perangkat lunak yang ada. Dalam tahap ini pula dikembangkan suatu analisis multi-kriteria yang tujuan untuk melihat latar belakang keputusan pembukaan lahan. Tahap pengembangan skenario pengelolaan diawali dengan analisis multi-kriteria spasial yang menentukan kesesuaian bagi pemanfaatan lahan yang optimum. Skenario pengelolaan kemudian diuji dengan menggunakan analisis bentang alam.
PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN
analisis sistem
PEMODELAN DlNAMlKA SPASIAL
eksplanatory
pemodelan spasial
I
w
prediction
PENGEMBANGAN PEMANFAATAN
pengembangan skenario
Gambar 22
111.3
Modul pemodelan
Metode Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan mencakup kegiatan yang tahapan
-
tahapannya
saling mempengaruhi. Secara lengkap metode penelitian dapat dilihat pada gambar (23).
DELTA MAHAKAM KONDlSl SEBENARNYA
I
t Pernrosesan Citra
[
r^-Produksi MigasJ
1
-
Salinitas
rsi ke rage
1
Observasi
I
1
~~~~~~ 1 - - - - - Kualitas
-
Model lifusi
I
i
Perubahan
Analisis Spasial
Analisis 1 Multikriteria
Difusi Spasial / '
,,
Keputusan Lokasi
,
'.
' ,
I
I Skenario
Gambar 23
111.3.1
Metode Penelitian
Formulasi pemodelan simulasi analisis sistem
Analisis sistem digunakan dalam memilah-milah masalah yang ada dalam pengelolaan sumberdaya alam yang aspek-aspeknya sangat tumpang tindih. Tahap analisis sistem dilakukan untuk melihat dinamika komponen -komponen sistem yang menjadi fokus
penelitian. Ada tiga tahap analisis sistem yang dilaksanakan. Tahapan tersebut mencakup: a. Latar belakang dan tinjauan umum dinamika sistem yang ada di Delta Mahakam, yaitu: sistem geologis, sistem ekologis, sistem sosial ekonomi, serta sistem biofisik kawasan. Tinjauan umum ini melandasi pemilihan komponen sistem yang dimodelkan. b. Analisis citra multitemporal yang digunakan sebagai referensi bagi pemodelan yang dilakukan. Analisis citra multitemporal mencakup 'pemotretan' dinamika kondisi Delta Mahakam sejak tahun 1983 hingga tahun 2001 dari aspek perubahan tutupan lahan serta kondisi dinamika sedimentasi yang saling mempengaruhi. Penggabungan citra dari berbagai format dilakukan melalui data fusion yang memadukan data citra Radarsat@, MSS Landsat4 dan Landsat7 TM untuk kondisi awal tutupan vegetasi di tahun 1983, di tahun 1997, serta tahun 2001.
Data fusion ini juga menghasilkan rekaman deposisi submarin dan atribut garis pantai di wilayah Delta Mahakam.
Data fusion
dilakukan dengan
menggunakan metode Brovey yang menggabungkan ketiga band yang ada. Karena mengambil citra secara aktif dan mengirim sinyal tidak secara vertikal, Radarsat@mampu menampilkan slope dan aspect secara lebih teliti. Selain itu, dengan sistem pengambilan citra yang tidak secara vertikal tadi, masalah tutupan awan yang seringkali menjadi hambatan dapat diatasi.
Dengan
demikian, pada analisis ini data citra dalam Radarsat@ dijadikan referensi dalam data fusion ini. Metode Brovey menggunakan rumus: R(red):
Band 3/(Band 1 + Band 2 + Band 3) * (Data Radarsat')
G(green): Band 3/(Band 2 + Band 2 + Band 3) * (Data Radarsat@) B(B1ue):
Band 3/(Band 4 + Band 2 + Band 3) * (Data Radarsat@)
Dalam analisis dinamika sedimentasi, pola deposisi submarin didapat dengan mengisolasi band 1 dan band 2 dari data citra Landsat4 TM setelah dilakukan
data fusion dengan citra Radarsat@untuk tahun yang sama. Isolasi tersebut dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
If i4 < mask then (il + i2)/i3 else null Dari rurnus ini didapat index kecerahan secara umum. Selanjutnya dengan
NDVI, band 2 dari citra tersebut diekstrapolasi untuk melihat informasi sedimen yang ada. Untuk melihat perubahan kepadatan tutupan vegetasi secara lebih teliti, digunakan vegetation transformation MSS Landsat4 serta ~ a d a r s a t ~Dalam . menganalisis tutupan lahan pada tahun 1983, 1997 digunakan citra MSS Landsat4 dan Landsat7 TM, serta tahun 2001 dengan citra Landsat7 TM.
c. Analisis dinamika sistem dengan memodelkan komponen sistem di Delta Mahakam yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Sistem yang diangkat dan dianggap sebagai sistem penting dalam mengungkapkan fenomena yang terjadi di wilayah penelitian adalah sistem ekologi mangrove yang kemudian dipilah menjadi sub
-
sistem produksi tambak udang dan subsistem minyak
dan gas bumi, selanjutnya dapat menjadi titik awal bagi analisis spasial. Telaah komponen
-
komponen sistem difokuskan kepada konversi lahan mangrove
yang menjadi isu utama pengelolaan wilayah Delta Mahakam.
Setelah
komponen -komponen sistem teridentifikasi, simulasi dilakukan untuk melihat dinamika dan perilaku sistem. Analisis dinamika sistem terdiri dari:
1. Analisis sistem ekologi mangrove Dalam analisis sistem bagi ekosistem mangrove, isu yang menjadi perhatian utama adalah integritas ekosistem yang menentukan ketahanan ekosistem
mangrove
(resilience)
yang
lebih
lanjut
menentukan
berfungsinya ekosistem mangrove tersebut.
Konversi lahan di wilayah Delta Mahakam telah mengakibatkan terfragrnentasinya ekosistem mangrove yang mengurangi keutuhan struktur bentang alam dan menurunkan kemampuan berfungsinya ekosistem mengrove tersebut (Hopley 2001). Dalam analisis sistem ini, ekosistem mangrove ditelaah dari sisi ekologi bentang alam (landscape ecology).
2. Analisis Sistem produksi tambak udang
Isu utama dalam sistem produksi tambak udang adalah daya dukung ekologis wilayah tambak tersebut. Dalam berbagai literatur mengenai produksi tambak, ada beberapa aspek yang menentukan produktivitas dan keberlanjutan usaha budidaya udang (Poernomo 1992, Subandar 2002). Aspek yang menentukan tersebut adalah: i.
Aspek ekologis, yang terdiri dari kualitas air yang merupakan hngsi dari sedimentasi, oksigen terlarut, produktivitas primer, arus pasang surut, klimatologi, salinitas, dan pencemaran. Dalam penelitian ini, aspek ekologis yang dipertimbangkan adalah oksigen terlarut, arus pasang surut serta aspek klimatologi yang berperan kepada kondisi sedimentasi dan salinitas yang penting bagi produktivitas tambak udang. Komponen dipilih dengan asumsi oksigen terlarut serta pencemar meskipun ada, diperkirakan dapat diabaikan mengingat tambak di wilayah Delta Mahakam sifatnya ekstensif (minimum input) (Hopley 2001).
ii.
Aspek biologis jenis benih (post larvae) dan karakteristik udang, serta vegetasi yang ada. Karena benih udang yang digunakan di wilayah penelitian diambil dari alam, vegetasi mangrove dan nipah di kawasan ini menentukan produktifitas tambak melalui penyediaan benih udang. Hubungan luasan wilayah mangrove dan dapat diekspresikan secara logaritmis dapat ditentukan sebagai (Naamin 1988):
...
111.
Y=
- 22750,6383 + 5976,3631ogx
Y=
produksi udang
X=
luas hutan mangrove
(3.0)
Aspek tanah (soil) yang mencakup jenis tanah, topografi, keasaman, dan kedalaman. Wilayah Delta Mahakam memiliki kondisi topografi relatif datar dan keasaman yang merata (Dutrieux 2001), sehingga dalam penelitian ini, komponen komponen tersebut diabaikan.
-
Wilayah Delta Mahakam
memiliki tekstur tanah liat atau tanah liat berlempung.
iv.
Aspek sosial ekonomi yang mencakup lokasi, transportasi, teknologi, pasar, dan tenaga kerja.
Dengan pertimbangan
kondisi wilayah Delta Mahakam yang relatif terbuka, aspek sosial ekonomi ditampilkan dalam kedekatannya dengan kota Samarinda sebagai pusat pasar. v.
Aspek luas lahan yang digunakan sebagai tambak.
3. Sistem produksi minyak dan gas bumi Yang ditinjau dari sistem produksi minyak dan gas bumi terutama pada jaringan produksi yang berakibat pada konversi lahan serta output berupa limbah yang dapat mempengaruhi keberadaan ekosistem mangrove. Sistem ekologi mangrove di kawasan Delta Mahakam memiliki karakteristik yang tergantung dari dua sub sistem yaitu: a. subsistem konversi lahan untuk produksi pertambakan b. subsistem konversi lahan untuk produksi minyak dan gas bumi Konversi lahan dalam ruang yang menjadi "interface" dari ke dua subsistem ini kemudian menentukan integritas ekosistem mangrove serta ketahanannyalmangrove ecosystem resilience yang dapat dianggap sebagai subsistem tersendiri. subsistem bio
-
Kecuali
geofisik yang dalam skala pengelolaan merupakan sistem yang
terbuka, sistem dan subsistem dianggap sebagai stok dan memiliki komponen masukan dan keluaran seperti dilihat dalam tabel (2) berikut:
Tabel 2. Komponen Masukan dan Keluaran dalam dinamika sistem mangrove
bagi produksi migas Perubahan struktur bentang alam Subsistem konversi lahan Luas lahan bagi tambak
Subsistem dinamika laut
Udang
Sedimen
Limbah
Salinitas
Perubahan struktur bentang alam
Gelombang
Volume air
Volume Air
Salinitas
Pasut
Sedimen
Arus
Bahan - bahan terlarut Subsistem
Volume air
dinamika Arus
sungai
Volume air
Salinitas
Bahan - bahan terlarut
Sedimen
Dari sistem ekologi mangrove beserta sub
-
sistemnya, yang menjadi dasar telaah
adalah aspek daya dukung lahan yang diekspresikan dalam kondisi kualitas biofisik air. Dalarn konteks ini dinamika sedimentasi dan salinitas sejauh ini dapat dikatakan sebagai faktor penentu konversi lahan terutama bagi tambak udang. Hal ini karena secara m u m , tambak udang yang ada di kawasan Delta Mahakam merupakan sistem yang ekstensif (minimum input) (Hopley 1999, Hopley 2001, Poernomo 1992) yang pasokan airnya sangat tergantung pada wilayah muara Sungai Mahakam (Malinta 2003, Muhammad 2003). Konversi lahan terutama lahan dengan tutupan nipah (Nypa fmctican) menjadi tambak sangat dominan di wilayah Delta Mahakam. Padahal, dari aspek biofisik dan ekologis, kondisi salinitas di wilayah dengan tutupan nipah secara empiris rendah (kurang dari 15 per mil) (Bengen 1999, Bengen 2001b, Dutrieux 2001, Hopley 2001).
Rendahnya salinitas di wilayah lahan dengan tutupan nipah dan
tingginya laju konversi menjadi tambak udang, sementara pasokan perairan tambak sangat tergantung pada pasokan air di muara sungai Mahakam, menyebabkan dinamika salinitas di muara Sungai Mahakam tersebut diperkirakan sebagai faktor penentu penyebaran tambak udang. Karena itu dinamika salinitas ditelaah. Analisis sistem untuk kawasan Delta Mahakam ini, terutama sub-sistem produksi tambak udang, digunakan juga sebagai dasar penyusunan analisis multi kriteria yang menentukan bagaimana keputusan individu mengkonversi lahan mangrove dan nipah menjadi tambak udang. 111.3.2
Telaah Dinamika Salinitas dalam kawasan
Secara umum, diperkirakan bahwa kondisi salinitas di kawasan estuaria seperti Delta Mahakam sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan jumlah air tawar dari wilayah hulu (Goldberg 1978, Hodel and Menezes 2000). Berdasarkan data yang ada, ditelaah kaitan dinamika keseimbangan air tawar dan air laut melalui dinamika pasang surut yang mempengaruhi kondisi salinitas kawasan delta. Pada dasarnya, dari hukum Fick I dan I1 dinamika persebaran salinitas keseimbangan massa dalam sistem perairan (estuarin) melalui dua proses adveksi dan proses difusi. Proses adveksi dalam estuarin adalah penyebaran massa garam akibat arus yang berasal dari laut. Arus laut terdiri dari arus pasang surut, arus imbuh angin, dan arus global (Officer 1976). Dalam kasus Delta Mahakam, karena kondisi geologisnya, arus yang dominan adalah arus pasang surut, sehingga dengan proses adveksi, penyebaran salinitas akan mengikuti pola arus. Proses difusi adalah proses penyebaran dengan beda konsentrasi.
Di wilayah estuarin, proses ini sangat tergantung dari proses
pengadukan (mixing)yang ada di perairan, antara air tawar dan air laut (Ippen 1966). Menurut klasifikasi estuarin yang umum dipakai, Delta Mahakam termasuk dalam tipe estuarin yang homogen (tipe D) (Dyer 1977). Pada saat adveksi dan difusi bekerja bersamaan, efek dari kedua fenomena ini menjadi bersifat aditif, yaitu:
dimana = difusi
U
= adveksi
ux
= laju
aliran
Untuk situasi lingkungan yang umum persamaan (3.1) dimodifikasi, sehingga persamaan adveksi diganti rata
-
rata penampang kecepatan U, karena distribusi
kecepatan secara lateral dan ditampilkan dalam persamaan:
dimana: C=
penampang rata - rata konsentrasi
U=
penampang rata - rata kecepatan
E=
koefisien dispersi longitudinal
Persamaan (3.2) merupakan persamaan dasar yang digunakan dalam model hidrodinamika (Jorgensen 1988). Delta Mahakam terrnasuk sistem delta yang terbangun karena proses fluvial dan proses pasang surut dengan energi gelombang yang sangat rendah (Haslett 2000). Proses ini kemudian mengakibatkan terbentuknya delta yang menjari.
Kana1
-
kanal yang
terbentuk dari proses tersebut memegang peran penting bagi tambak udang yang ada karena ketergantungan tambak udang pada aspek salinitas dan khususnya di Delta Mahakam, pasokan air tambak sangat tergantung dari perairan di wilayah Delta. Sehingga, penyebaran tambak udang di Delta Mahakam, dimodelkan dengan dasar dinamika salinitas yang dipengaruhi oleh kedua komponen keseimbangan di atas, yaitu: arus pasang surut dan debit air Sungai Delta Mahakam. Dalam pemodelan, kanal diklasifikasi berdasarkan jenisnya, yaitu yang dipengaruhi oleh aliran sungai dan arus pasut dan yang hanya dipengaruhi oleh pasut. Klasifikasi
kanal tersebut kemudian ditampilkan sebagai region - region tertentu. Setelah kanal diidentifikasi dan diklasifikasi, arus pasang surut di masing - masing kanal dihitung komponen
-
komponennya. Ada dua komponen arus pasut yang dihitung, yaitu
komponen amplitudo arus pasut tersebut serta komponen penyusun pasut. Setelah tahap perhitungan arus pasut dilakukan, perhitungan distribusi salinitas yang digenerasi oleh arus pasut kemudian dilakukan. Pemodelan distribusi salinitas dilakukan dengan menggunakan asumsi sebagai berikut: proses adveksi didominasi dalam arah sejajar sungai (arah longitudinal) proses difusi terjadi dalam arah sejajar sungai kondisi estuarin secara vertikal bersifat homogen lebar sungai tetap Dengan asurnsi di atas, persamaan keseimbangan massa (dalam ha1 ini garam) adalah:
h = h(x) kedalaman sungai
dimana:
S
= salinitas
u = arus pasut
K,
=
Koefisien difusitas salinitas yang dihitung secara empirik.
Koefisien difusi salinitas dalam arah horizontal (arah x) koefisien difusi dihitung dengan rurnus (Dyer 1977)
Dimana:
R
= river
A
= penampang sungai
ad/x
discharge
= gradien salinitas dalam arah horizontal
Dengan persamaan kontinuitas:
Kombinasi (3.3) dan (3.5) adalah:
Dimana:
S = So pada x = 0 (di mulut estuari, dengan harga salinitas di tempat tersebut)
S = 0 pada x = L (di batas akhir sungai) Persamaan (3.6) dituliskan dalam bentuk diskret dengan menggunakan teknik finite difference (beda hingga) dengan langkah sebagai berikut:
atau
Pada dasarnya, metode beda hingga adalah ekspansi turunan dalam deret Taylor di sekitar At atau Ax. Dengan merepakan deret Taylor sampai orde dua, persamaan (3.8) menjadi :
nilai u diperoleh dari data arus pasang surut yang diolah melalui demodulasi komponen pasut menjadi nilai elevasi pasang surut dan nilai arus pasut dengan rumus dasar sebagai berikut: qo = ACOS(CO~- 8)
Dimana A = amplitude pasut maksimum
(3.10)
w = frekuensi pasut Dari data pasut dan melalui analisis Fourier didapat amplitudo serta frekuensi penyusunnya (M,S). Perhitungan demodulasi dilakukan dengan pemrograman dalam MatLabO versi 6.1 serta penurunan rumusnya dapat dilihat dalam Lampiran I dan Lampiran 11.
111.3.3
Pemodelan spasial difusi tambak udang dengan Sistem Informasi Geografis
Suatu bentang alam dapat ditampilkan sebagai cellular automata (Camara et al. 1996), dengan masing-masing selnya mewakili suatu luasan tertentu dan memiliki atribut lingkungannya seperti topografi atau vegetasi tutupan lahan.
Dengan demikian
penggunaan formulasi cellular automata dapat digunakan untuk memodelkan berbagai proses difusi dalam suatu bentang alam.
Ada dua tahap yang sifatnya paralel dalam pemodelan difusi salinitas yang dijalankan. Yang pertama adalah membangun model berdasarkan pada 'aturan' (rule -based model) dengan berdasarkan pada komponen pemodelan difwsi spasial yang dibangun berdasarkan Hukum Fick I dan 11. Yang kedua adalah analisis multi -kriteria yang dapat menunjukkan bagaimana individu melakukan pembukaan tambak berdasar pada kriteria tertentu.
a. Pemodelan Difusi Spasial Dalam Sistem Informasi Geografis, pemodelan difusi spasial menggunakan sistem cell-based yang mengkombinasikan model spasial berdasar raster (raster -based, yaitu grid-cell). Data yang digunakan adalah data raster yang memiliki model dengan rule dan model atribut relational serta memiliki hubungan dengan nilai dari setiap sel (ESRI 1992).
Pengembangan model spasial dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak GRIDTM yang merupakan komponen dari perangkat lunak sistem inforrnasi geografis ARCIINFOO.
GRIDTMmerupakan implementasi dari struktur data
raster yang generik (ESRI 1992). GRIDTMmenggunakan blocks dan tiles untuk
pengideksan spasial dan teknik kompresi berdasar pada waktu pengoperasian (runlength compression technique) yang adaptif sehingga menghemat ruang penyimpanan data dalam komputer.
Seperti analisis spasial yang lain, resolusi data sangat tergantung pada kebutuhan analisis yang paling rinci (Gunawan 1994). Pemilihan resolusi penelitian ini dianggap cukup halus untuk menampilkan analisis dengan cukup rinci namun tidak menyebabkan sesaknya ruang penyimpan dalam komputer sehingga menyulitkan analisis.
Seperti dikemukakan dalam tinjauan pustaka, nilai yang diasosiasikan dalam sel adalah suatu identij?er yang menentukan di kelas, kelompok, kategori, atau anggota yang mana suatu sel berada (ESRI 1992). Nilai tersebut berupa angka, baik berupa integer atau titik yang bergerak voatingpoint). Lokasi sel dengan nilai yang sama berada pada zona yang sama. Bila nilai integer yang digunakan, biasanya nilai ini merupakan suatu kode untuk identifikasi yang lebih kompleks.
Misalnya
digunakan nilai 4 yang merupakan kode untuk wilayah zona sonneratia dalam grid ekosistem mangrove. Nilai kode 4 tersebut berkaitan dengan serangkaian atribut seperti luas dan besar wilayah yang dikonversi. Atribut tambahan tersebut dikelola dalam basis data relasional (relational database). Terdapat hubungan one - to
-
many antara nilai (atau kode) sel grid dan jumlah sel yang ditetapkan seperti terlihat dalam gambar (24) berikut: CODE 4
TYPE
LUAS
COWEREION
Somemlla
50
48
COOE TYPE
5
Gambar 24
WP8
LUAS
CONVERSKlN
60
60
Hubungan one -to -many dalam sel grid.
Dalam analisis spasial, penyebaran garam diekspresikan melalui besaran aliran air laut dan air tawar melalui kana1 dengan laju aliran, kecepatan, serta kedalaman
yang berbeda. Estimasi laju aliran atau tinggi muka air pada titik
-
titik terentu
dalam suatu sistem kana1 dapat dihitung dengan mengggunakan routing distribusi aliran (distributedflow routing). Model ini dibangun berdasarkan pada persamaan diferensial parsial yang memungkinkan laju aliran dan tinggi muka air dihitung sebagai fungsi ruang dan waktu (Chow et al. 1988).
Metode numerik
mentransformasikan persamaan persamaan diferensial parsial ke dalam suatu urutan persamaan beda hingga yang bisa berbentuk linear atau non - linear. Rumus yang dikembangkan dari persamaan (3.1) dalam analisis dinamika salinitas dijadikan dasar yang menentukan pemodelan difusi salinitas secara spasial. Model tersebut adalah :
Dimana: T,I~
= A cos(at - 0)
dan
S=
salinitas
U=
arus pasang surut
K,
koefisien difusi salinitas
=
A=
amplitudo
n
index waktu
=
J. =
index ruang
h=
kedalaman rata - rata
x=
jarak
a =
fiekuensi pasang surut
g=
gaya gravitasi bumi
Dalam metode numerik pada SIC, perhitungan dilakukan dengan suatu jaringan berupa grid planar x
-
t.
Grid x
-
t adalah suatu jaringan titik
-
titik yang
ditentukan dengan mengambil penambahan jarak Ax dan penambahan waktu At.
Seperti tertampil pada gambar (25), titik - titik jarak memiliki notasi indeks j dan garis waktu adalah garis sejajar dengan sumbu x melalui titik tertentu pada waktu tertentu, memiliki notasi n. Persamaan beda
-
hingga di atas (3.9) merepresentasikan turunan spasial dan
temporal dalam variabel yang tidak diketahui.
.larak x
Gambar 25
Grid yang digunakan sebagai dasar solusi numerik
b. Analisis multi-kriteria dalam mencari rasional penentuan lokasi tambak Analisis multikriteria yang digunakan disini tidak untuk mencari lokasi optimum pemanfaatan lahan bagi tambak, tetapi mencari rasional dalam keputusan lokasi pembukaan lahan tambak. Dalam analisis sistem produksi tambak udang telah dikemukakan bahwa produksi tambak tergantung pada aspek ekologis, aspek biologis, aspek kondisi tanah, aspek sosial ekonomi, dan luas wilayah (Poernomo 1992). Subandar (2002) mengembangkan analisis multi-kriteria bagi penentuan pengembangan lokasi tarnbak yang berkelanjutan.
Penelitian ini mengadopsi
metode yang dikembangkan Subandar (2002) dalam menentukan rasionale yang mendasari keputusan pembukaan lokasi tambak.
Analisis multi - kriteria oleh Subandar (2002) menggunakan mekanisme turnpang -
susun (overlay) dengan beragam proses pembebanan (weighting process) dari
layer data spasial yang digunakan. Layer data spasial, untuk selanjutnya akan disebut sebagai coverage, dikelompokkan menjadi kendala (teknis dan sosioekonomis) dan faktor (Subandar 2002).
Dalam penelitian ini, kendala teknis
mencakup jarak dengan badan air, tutupan nipah, serta lidah salinitas yang dibangun dari data pasang-surut.
Seperti telah dikemukakan di muka, meskipun secara umum kemiringan lahan kurang dari 2%, atau maksimum 2.5%, karena topografi yang relatif datar, kemiringan lahan tidak perlu dimasukkan sebagai kendala.
Kedekatan dengan
badan air merupakan ekspresi dari pasokan air tawar d m air laut yang tercampur di badan muara Sungai Mahakam. Hal ini diperlukan untuk memelihara kondisi tingkat salinitas yang disyaratkan dalam tambak udang yang optimum, yaitu 15 hingga 23 per mil (Poernomo 1992).
Setelah kendala teknis dapat menentukan coverage dengan wilayah yang memiliki kemungkinan konversi, dilakukan overlay kembali dengan coverage kondisi vegetasi dan coverage pemanfaatan lahan serta jarak dengan kota Samarinda.
Pelaksanaan operasi SIG untuk analisis multi-kriteria pemilihan lokasi tambak ini dilakukan dengan menggunakan Index Overlay Model (Bonham-Carter 1994). Index Overlay Model dapat mengakomodasi bobot pentingnya suatu coverage dibandingkan dengan coverage yang lain. Setiap coverage diberi bobot yang berbeda dan setiap kelas dengan nilai yang berbeda. Pada akhir pengoperasian, serangkaian poligon
(area) diurutkan (di-ranking) dari
yang
memiliki
kemungkinan konversi yang tertinggi (indeks tertinggi) hingga indeks terendah. Rumus yang digunakan dalam Index Overlay Model untuk operasi overlay adalah:
Dimana:
S=
bobot nilai suatu area (poligon)
s..=
nilai dari kelas ke-j dari peta input ke-i
W
bobot untuk peta input ke-i
I/
=
n=
jumlahpeta
Untuk menentukan kategori kemungkinan konversi dari area (poligon), indeks yang didapat pada perhitungan berdasarkan pada rumus di atas dibagi menjadi 4 kategori: rendah - Low, sedang - Mid, tinggi High.
-
High, dan sangat tinggi -Very
Kategori ini ditentukan dengan membagi range indeks terendah dan
tertinggi ke dalam empat interval yang sama.
111.3.4
Pembandingan Hasil Pemodelan dengan Kondisi Perubahan yang Sebenarnya
Hasil pemodelan kemudian dibandingkan dengan kondisi perubahan yang teljadi di kawasan Delta Mahakam.
Pembandingan ini dilakukan dengan data perubahan
melalui citra multi temporal yang tersedia bagi Delta Mahakam dalam berbagai format.
Dalam pemrosesannya, digunakan data fusion yang menghasilkan citra
komposit dari perubahan tutupan lahan mangrove dari tahun 1983 hingga tahun 2001.
Citra komposit ini kemudian dikonversikan kedalam coverage ARC/INFO@ untuk dioverlay dengan hasil pemodelan dengan GRIDTMdan analisis multi -kriteria dengan
SIG. Dari operasi overlay, luas konversi tambak dapat dibandingkan secara ketat dengan perhitungan luas poligon yang terbentuk dalam coverage hasil pemodelan dan coverage hasil konversi citra komposit.
111.3.5
Pengembangan Skenario bagi Pengelolaan Kawasan Delta Mahakam
Saat ini, terlepas dari beragarnnya pengguna, aspek perencanaan pemanfaatan lahan, zoning, serta kebijakan yang berkaitan dengan mekanisme pasar tidak menjadi perangkat pengelolaan di kawasan Delta Mahakam.
Berlawanan dengan kegiatan
pertambakan udang yang ada, dalam sistem kepemilikan lahan (land tenure) yang berlaku hingga saat ini, Delta Mahakam termasuk ke dalam kategori kawasan konservasi (PKSPL-IPB 2002). Dengan demikian, penambahan aspek -aspek tersebut ke dalam coverage hasil pemodelan dapat menjadi dasar usulan pengembangan skenario tata ruang bagi pengelolaan kawasan Delta Mahakam.
Dalam pengembangan skenario pengelolaan, ditambahkan aspek -aspek di atas dalam bentuk data layer sebagai berikut; a. Perencanaan tata pemanfaatan lahan b. Kebijakan mekanisme pasar melalui insentif dan disinsentif bagi petambak dan pengguna kawasan yang lain. c. Rehabilitasi kawasan
Dalam mengembangkan usulan skenario pengelolaan, analisis multikriteria spasial kembali digunakan. Dalam tahap ini analisis multikriteria spasial untuk tujuan ganda digunakan sebagai dasar pengembangan skenario. Skenario yang terbangun kemudian diukur dengan model analisis ekologi bentang alam yang dapat menunjukkan integritas ekosistem suatu kawasan. Pemodelan analisis ekologi pada skala bentang alam dapat dilakukan dengan mengukur indeks struktur bentang alam (Gunawan 1994). Seperti telah diulas dalam kajian pustaka, bentang alam (landscape), sebagai komponen ekosistem memiliki struktur alami seperti patch, koridor, serta matriks yang berfkngsi sebagai media aliran tumbuhan, hewan dan mikro organisme (Forman and Godron 1986).
Berbagai pustaka menyebutkan bahwa perubahan dan ketidaksinambungan
suatu pola bentang alam memiliki korelasi yang sangat tinggi dengan perubahan dan ketidaksinambungan dalam fungsi fisik ekosistem (Turner 1989). Indeks struktur mencerminkan pola bentang alam dan digunakan sebagai indikator kuantitatif dari proses yang terjadi pada bentang alam.
Indikator kuantitatif ini diperlukan untuk
membandingkan jenis bentang alam yang berbeda, untuk mengidentifikasi perubahan
sepanjang waktu, dan membandingkannya dengan fungsi ekologis (Turner 1989). Jenis bentang alam tersebut digunakan sebagai variabel yang menunjukkan jenis ekosistem yang berbeda. Indeks ini memiliki beragam kegunaan mulai dari ukuran keragaman dalam luasan tertentu, hingga ukuran kesinambungan (yaitu kekuatan) pola bentang alam. Pengukuran kesinambungan pola struktur lansekap didapat dengan menghitung kedekatan atribut - atribut sejenis dalam suatu bentang alam tersebut (Turner 1989, Turner et al. 1989). Indeks yang digunakan adalah ukuran keragaman yang biasa disebut dengan indeks tekstur. Ada lima pengukuran tekstur yang biasa digunakan untuk menelaah pola lansekap (Baker and Cai 1992, Turner 1989), yaitu: entropy, contagion (penyebaran), angular second moment, inverse different moment, contrast,
dan juxtaposition (kombinasi). Kelima pengukuran tekstur tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Dalam penelitian ini, pengukuran yang dilakukan adalah: Entropy, yaitu indeks pengukuran isi dari patch. Entropy akan maximum bila setiap
unit lansekap dengan atribut i berada pada jarak maksimumnya. Entropy dirumuskan sebagai:
Dimana: ENT =
Entropy
Po= proporsi lansekap dimana atribut i berdekatan denganj m = jumlah total atribut dalam daerah sampling Juxtaposition, yaitu indeks untuk mengukur kedekatan dan hubungan (linkage) di
antara atribut yang berbeda. Dua atribut yang berdekatan dan memiliki sisi atau batas yang sama dengan ukuran yang tinggi, dianggap memiliki hubungan yang erat, dengan demikian memiliki hubungan ekologis yang signifikan. Pentingnya pasangan atribut yang dibandingkan terhadap yang lain ditampikan sebagai bobot, bila ada m atribut, bobot m x m hams ditentukan. Dengan mengasumsikan bahwa satu unit area atau sel dikelilingi oleh delapan sel,juxtaposition dirumuskan sebagai:
Dimana: ,,$,.=
bobot antar -0.1 hingga 0.1, menunjukkan signikansi atau
I/
kualitas kedekatan mi dan mj konstanta, q,, = 2 bila sel n berdekatan secara vertical atau
qn=
horizontal dan q,
m=
=
1 bila berdekatan secara diagonal
jumlah total atribut di daerah sampel
Dalam SIG, pelaksanaan pengukuran ini dilakukan dengan data raster. Meskipun pengukuran dapat dilakukan untuk daerah (region), unit sainpling, atau dengan moving window (Gambar 26), dalam penelitian ini perhitungan indeks dilakukan dengan menggunakan luas unit dari keseluruhan data coverage.
Rumus untuk setiap
pengukuran diterapkan untuk menghitung indeks untuk area yang dipilih.
Seluruh co~rage/peta
Gambar 26
111.4
region
Pengukuran indeks dalam format raster (Gustafson and Parker 1992).
Data dan Peralatan
Data yang digunakan adalah data sekunder yang dilengkapi dengan observasi lapangan yang menyeluruh sebagai "ground truthing" dari data sekunder yang ada. Serangkaian
wawancara dengan berbagai stakeholder di Delta Mahakam dilakukan untuk melengkapi pengetahuan tentang wilayah penelitian. Kegiatan observasi lapangan dilakukan secara intensif dalam bulan - bulan yang berbeda, yaitu pada bulan Januari untuk mewakili periode musim hujan dan pada bulan Mei untuk mewakili periode musim kering. 111.4.1 Data yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data statistik ekspor udang Kalimantan Timur
2. Data statistik produktivitas perikanan di Kalimantan Timur
3. Data spasial berupa coverage dalam format ARCIINFOO yang mencakup layer: a. Sistem sungai b. Batas administrasi wilayah c. Batimetri d. Fisiografi e. Geologi f. Jenis tanah g. Tutupan lahan h. Data Index Kepekaan Lingkungan tahun 1997
4. Citra satelit multi temporal Wilayah Delta Mahakam dari LANDSAT@ dan RADARSAT@ 5. Data biofisik yang mencakup salinitas dan pasang surut di kawasan Delta Mahakam 6. Data konversi luasan lahan mangrove dan nipah menjadi tambak
7. Data statistik kondisi sosial ekonomi di Delta Mahakam
8. Video overview 111.4.2
Penyiapan Data
Karena berasal dari sumber yang beragam, data yang diperoleh memiliki format dan standard yang beragam pula. Data dari berbagai format tersebut sering kali tidak kompatibel satu sama lain, sehingga standarisasi data, terutama data spasial, hams
dilakukan. Standarisasi data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh memiliki kompatibilitas format dan akurasi data yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam analisis dan pemodelan serta memberikan keluaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Standarisasi data spasial dilakukan melalui: 1. digitasi bila diperlukan
2. penyeragaman proyeksi peta 3. georeferensi
Data tabular kemudian diintegrasikan ke dalam data spasial sehingga dapat secara langsung digunakan dalam pemodelan spasial. Tabel (3) data serta sumber data yang digunakan berdasarkan pada tahapan penelitian
Tabel 3. Data yang digunakan Tahapan penelitian
1. Analisis Sistem Perubahan tutupan lahan
-
Data yang digunakan
Sumber data
Luas lahan konversi untuk tambak Luas lahan konversi untuk instalasi produksi migas
Citra: Radarsat 0 MSS Landsat 4 Landsat 5TM Landsat 7TM Coverage dasar basis data spasial PKSPL (2001)
- Analisis sistem
Luas lahan konversi untuk tambak Luas lahan konversi untuk instalasi produksi migas -Pernodelan dinamika Data Salinitas salinitas Data Pasang Surut 2. Analisis Spasial - Multikriteria Layer: Jarak dengan badan air Tutupan nipah Pemanfaatan lahan (landuse) Data pasang surut
- Pemodelan spasial
Layer: Sistem sungai Batas administrasi wilayah Batimetri Fisiografi Geologi Jenis tanah Tutupan lahan Pemanfaatan lahan
3. Pengembangan skenario
PKSPL (2001) Dishidros (2003) -
-
Coverage Yang dibangkitkan dari coverage tataguna lahan (BPPT 1999) dan CIRAD (2002) Dishidros (2003) Data spasial Delta Mahakam dari: PKSPL IPB (2002) BPPT (1999) CITLAD (2002) REPPROT 1987
3. Pengembangan skenario Pengembangan Coverage hasil pemodelan Coverage skenario Skenario: pemodelan Layer tata pemanfaatan lahan Grid salinitas yang dibangun
- Usulan tata ruang
Coverage hasil pemodelan Coverage Skenario: pemodelan Layer tata pemanfaatan lahan Grid salinitas yang dibangun
hasil
hasil
111.4.2 Perangkat yang digunakan
Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini mencakup: a. Analisis Sistem. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis sistem adalah
[email protected] karena keluwesannya dalam menampilkan dinamika sistem. Keluaran dari pemodelan analisis sistem ini adalah perilaku sistem yang menunjukkan bagaimana lokasi pengembangan tambak ini ditentukan (diputuskan). b. Dinamika Salinitas Perangkat yang digunakan untuk tahap analisis dinamika salinitas adalah
EXCELL'
dari Microsoft serta ~ a t L a b @ Version 6.1 serta pemrograman
~ u i c k b a s i versi c~ 4 c. Analisis Spasial Analisis spasial pemodelan difbsi menggunakan paket GRIDTM dari
ARCIINFO@versi 7.2.1. dan analisis multi kriteria untuk tampilan - tampilan dan pemetaan digunakan paket ARCMAP@versi 8.2.1. Analisis citra multi temporal menggunakan ER MAPPERTM