SKRIPSI
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI RUANG REHABILITASI RSU KUTACANE TAHUN 2015
Oleh : DENI HIDAYAT 11 02 057
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI RUANG REHABILITASI RSU KUTACANE TAHUN 2015
Proposal ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh : DENI HIDAYAT 11 02 057
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
i
PERNYATAAN
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI RUANG REHABILITASI RSU KUTACANE TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak ada terdapat karya atau pendapat yang pernah tertulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Agustus 2015
(Deni Hidayat)
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1.
Identitas Diri Nama
: Deni Hidayat
Tempat/Tanggal Lahir : Kutacane, 25 November 1991
2.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Anak ke
: 1 dari 3 bersaudara
Nama Ayah
: Ibnu Hakim
Pekerjaan
: PNS
Nama Ibu
: Aninyah
Alamat
: Terutung Megara LW Pasaran
HP
: 082311262082
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1.
Tahun 1999 – 2005 : SD LW Perlak
2.
Tahun 2005 – 2008 : SMP Darul Iman
3.
Tahun 2008 – 2011 : SMA 1 Kutacane
4.
Tahun 2011 - 2013 : Sedang Menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan di Program
Studi
Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
iii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, Agustus 2015 Deni Hidayat Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 xii + 66 Hal + 5 Tabel + 1 Skema + 9 Lampiran
ABSTRAK Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin dan usia. Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlunya peran keluarga karena proses penyembuhan stroke membutuhkan waktu yang relatif lama. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015. Metode penelitian deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga yang merawat penderita pasca stroke di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 sebanyak 126 orang (rawat jalan). Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu sebanyak 96 orang. Hasil penelitian dengan uji statistik Korelasi Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,350 dengan nilai p= 0,001 (p<0,05) artinya seamakin baik peran keluarga dalam merawat penderita pasca stroke maka klien akan patuh dalam mengikuti Rehabilitasi. Saran pada penelitian ini diharapkan perawat dan ahli terapis di Unit Rehabilitasi Medik RSU Kutacane dapat memberikan pedoman untuk dibaca dan dilakukan keluarga untuk merawat pasien pascastroke dirumah dan menjelaskan betapa pentingnya memberikan dorongan dan motivasi kepada penderita agar penderita patuh mengikuti rehabilitasi sehingga mencapai kualitas hidup yang baik.
Kata Kunci Daftar pustaka
: Peran Keluarga, Kepatuhan, Stroke : 44 ( 1992– 2013)
iv
PROGRAM STUDY NURSES FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, August 2015 Deni Hidayat The role of family relationships in Caring Patients with Post-Stroke Rehabilitation Adherence in Patients Following Rehabilitation in Kutacane Hospital 2015 xii + 66 Sheet + 5 Table + 1 Schema + 9 Appendix
ABSTRACT Stroke is a health problem that needs special attention and can affect anyone, regardless of race, gender and age. For patients who have had suffered a stroke, medical rehabilitation intervention is essential to restore the patient to the independence of the activities of daily life without being a burden to his family. The need for the role of the family as stroke healing process requires a relatively long time. The purpose of this study was to determine Family Relations Role in Caring for Patients with Post-Stroke Rehabilitation Adherence in Patients Following Rehabilitation in Kutacane Hospital 2015. The research method descriptive correlation with cross sectional approach. The population in this study are all family members who care for patients with post-stroke rehabilitation Kutacane Hospital 2015 as many as 126 people (outpatient). Sampling using purposive sampling as many as 96 people. Results of research by Spearman correlation statistical test values obtained correlation coefficient of 0.350 with p = 0.000 (p <0.05) means good seamakin Family Role in Caring for Post-Stroke Patients then the client will be obedient in following rehabilitation. Suggestions in this study is expected to nurses and therapists at Medical Rehabilitation unit Kutacane Hospital can provide guidance to read and do pederita pascastroke family to take care of home and explain the importance of providing encouragement and motivation to the patient so that the patient dutifully follow the rehabilitation so as to achieve a good quality of life.
Keywords Refrences
: The role of family, Obedience, Stroke : 44 (1992- 2013)
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi adalah : Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015”.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terimakasih yang setulusnya kepada yang terhormat Bapak/Ibu : 1.
Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan
2.
Dr. Ivan Elisabeth
Purba, M. Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia. 3.
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4.
Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners sekaligus Ketua penguji yang telah membimbing peneliti dengan sabar, tekun, bijaksana memberikan masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.
5.
Ns. Rosetty Sipayung, S.Kep, M.Kep, selaku Penguji I yang telah memberikan saran maupun kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.
6.
Ns. Bunga Purba, S.Kep, M.Kep, selaku Penguji II yang telah memberikan saran maupun kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Ns. Henny Syafitri, M.Kep, selaku Penguji III yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dengan sabar, membantu, serta memberikan motivasi, petunjuk dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Dosen dan seluruh staf pegawai di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
vi
9.
Teristimewa Ayah tercinta dan Ibu tercinta serta keluarga peneliti yang tidak henti memberikan
dukungan
moril
maupun
materil,
sehingga
peneliti
dapat
menyelesaikan skripsi ini. 10. Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan Mahasiswa/i PSIK di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia yang telah banyak memberikan bantuan kepada peneliti.
peneliti berusaha untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
Namun, peneliti mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih.
Medan, Agustus 2015 Peneliti
( Deni Hidayat )
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. PERNYATAAN ................................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... ABSTRAK .......................................................................................................... ABSTRACT ......................................................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ....................................................................................................... DAFTAR SKEMA ............................................................................................. DAFTAR TABEL .............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... BAB I
BAB II
Hal i ii iii iv v vi viii x xi xii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. B. Rumusan Masalah ......................................................................... C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1. Tujuan Umum .......................................................................... 2. Tujuan Khusus ......................................................................... D. Manfaat Penelitian ........................................................................
1 5 5 5 5 5
TINJAUAN TEORITIS A. Keluarga ....................................................................................... 1. Pengertian Keluarga .............................................................. 2. Struktur Keluarga ................................................................. 3. Tipe Keluarga ...................................................................... 4. Fungsi Keluarga .................................................................... 5. Peran Keluarga ..................................................................... 6. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan ................................... 7. Interaksi Antar Sehat/Sakit Keluarga ................................... B. Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pascastroke ............... 1. Membantu Aktifitas Fisik ..................................................... 2. Menangani Kebersihan Diri .................................................. 3. Menangani Masalah Makan dan Minum .............................. 4. Kepatuhan Program Pengobatan di Rumah .......................... 5. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif ........................ 6. Pencegahan Cedera/Jatuh ..................................................... C. Stroke dan Rehabilitasi Pasca Stroke ........................................... 1. Pengertian Stroke .................................................................. 2. Etiologi ................................................................................. 3. Patofisiologi ......................................................................... 4. Tanda dan Gejala .................................................................. 5. Faktor Resiko Stroke ...........................................................
7 7 8 9 12 15 16 18 19 20 21 22 23 24 25 26 26 28 28 29 30
viii
D.
E. F. G.
6. Rehabilitasi Pasca Stroke ..................................................... 7. Intervensi Rehabilitasi .......................................................... 8. Prinsip-prinsip dan Tahapan rehabilitasi ............................. Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi .............................. 1. Pengertian Kepatuhan ........................................................... 2. Faktor yang Mendukung Kepatuhan ..................................... Hubungan peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Reabilitasi .................... Kerangka Konsep .......................................................................... Hipotesis Penelitian ......................................................................
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .......................................................................... B. Populasi dan Sampel ..................................................................... 1. Populasi .................................................................................... 2. Sampel ...................................................................................... C. Lokasi Penelitian .......................................................................... D. Waktu Penelitian .......................................................................... E. Defenisi Operasional ..................................................................... F. Aspek Pengukuran ........................................................................ G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 1. Alat ........................................................................................... 2. Prosedur.................................................................................... H. Etika Penelitian ............................................................................. I. Pengolahan dan Analisa Data ...................................................... 1. Pengolahan Data ....................................................................... 2. Analisa Data ............................................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian ............................................................................ 3. Analisa Univariat .................................................................... 4. Analisa Bivariat ....................................................................... B. Pembahasan .................................................................................. 1. Peran Keluarga di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane ........... 2. Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 ................................. 3. Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 ................. C. Keterbatasan Penelitian ................................................................ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
31 35 36 38 38 38 42 43 43
46 46 46 46 47 47 47 47 49 49 49 50 51 51 52
53 53 54 55 55 57
61 63
65 65
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 Patofisiologi Stroke ........................................................................... Skema 2.2. Kerangka Konsep ..............................................................................
x
30 44
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 3.1 Defenisi Operasional ........................................................................... Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kaarakteristik Responden ............................................................................................ Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Keluarga ............................. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi ........................................................................................ Tabel 4.4 Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 .............................
xi
48 53 54 54
54
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10
Surat Izin Memperoleh Data Dasar Universitas Sari Mutiara Indonesia Surat Balasan Memperoleh Data Dasar RSU Kutacane Aceh Lembar Kuesioner Lembar Permohonan Menjadi Responden Persetujuan Menjadi Responden Surat Izin Penelitian Universitas Sari Mutiara Indonesia Surat Balasan Izin Penelitian Universitas Sari Mutiara Indonesia Master Data Hasil Output SPSS Lembar Perbaikan Skripsi
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Stroke merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dan dapat menyerang siapa saja dan kapan saja, tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau usia (Junaidi, 2011).
Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke sebanyak 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk membiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun (Medicastore, 2011).
1
2
Di Indonesia, stroke merupakan penyebab kematian utama. Peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per 1.000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 (Untuk stroke responden usia 15 tahun ke atas).Umur 15-24 th (0,2 per seribu), umur 25-34 tahun (0,6 per seribu), umur 35-44 tahun (2,5 per seribu), umur 45-54 tahun (10,4 per seribu), umur 55-64 tahun (24 per seribu), umur 65-74 tahun (33,2 per seribu) dan umur > 75 tahun (43, 1 per seribu). Prevalensi pada laki lebih banyak dari pada wanita. Laki 7,1 per seribu, dan wanita 6,8 per seribu (Depkes RI, 2013).
Banyak gejala yang timbul bila terjadi serangan stroke, seperti badan lumpuh, bicara pelo, sulit menelan, sulit berbahasa, tidak dapat membaca dan menulis, kepandaian mundur, mudah lupa, penglihatan terganggu, pendengaran terganggu, perasaan penderita lebih sensitif, gangguan seksual, bahkan sampai mengompol dan tidak dapat buang air besar sendiri (Yerika, 2009).
Stroke lebih sering meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60 tahun. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi
pasien
dan
keluarganya,
juga
bagi
negara.
Kondisi
ini
belum
memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang merawatnya. Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat penting. Upaya pencegahan antara lain berupa kontrol terhadap faktor risiko stroke dan perilaku hidup yang sehat (Primary prevention). Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke
untuk
mencegah
timbulnya
komplikasi
tirah
baring dan
stroke
(Bogousslavsky et al, 2005).
Program rehabilitasi atau pengobatan stroke meliputi terapi fisik dan pekerjaan, atau latihan untuk mengontrol gerakan pasien. Terapi atau latihan tersebut juga
3
dapat membantu mempelajari cara baru untuk melakukan sesuatu, sebagai kompensasi adanya kelemahan pada tungkai atau bagian tubuh pasien lainnya. Sebagai contoh, terapi rehabilitasi pasca stroke mungkin berupa belajar mandi, berpakaian, atau makan hanya dengan satu tangan. Terapi bicara diperlukan untuk mempelajari cara berkomunikasi seandainya kemampuan bicara pasien ikut terkena efek stroke. Akan tetapi hal diatas tersebut dapat terlaksanakan apabila seseorang itu mempunyai motivasi dan dukungan yang kuat terlebih dahulu (Damayanti, 2007).
Status sehat dan status sakit anggota keluarga saling mempengaruhi satu sama lain. Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan pasien. Apabila dukungan tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan dan pemulihan (rehabilitasi) akan sangat berkurang. Peran keluarga berperan sangat penting untuk menjaga dan memaksimalkan pemulihan fisik dan kognitif. Peran keluarga dalam rehabilitasi atau pemulihan anggota keluarga dengan pasca stroke dapat dilakukan melalui pelaksanaan fungsi keluarga yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan. Dari ke lima fungsi tersebut, fungsi keluarga yang paling relevan dengan kesehatan adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga (Friedman, 2002).
Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau umur terlalu muda, mempertahankan suasana rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada (Setiadi, 2010).
Keluarga secara mandiri dapat melatih dan memotivasi anggota keluarga dengan pasca stroke untuk kembali melakukan aktifitas sehari- hari (Activity Of Daily Living = ADL) tanpa tergantung orang lain. Selanjutnya dalam hal ini keluarga
4
dapat berkolaborasi dengan perawat komunitas yang mempunyai andil atau kontribusi terhadap pelayanan kesehatan di tingkat individu, keluarga di rumah (home care) sehingga keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam merawat
anggota
keluarga
dengan
pasca
stroke
di
rumah
(Mulyatsih & Ahmad, 2010).
Rehabilitasi dirumah sakit menjadi prioritas utama. Sebab disini tidak hanya pasien mengetahui bagaimana pemulihannya yang mesti dikerjakan. Tetapi keluarga juga harus mengetahui bagaimana rehabilitasi medis yang mesti dilakukan sehingga diperlukan kesabaran dan ketenangan dari pasien dan keluarga pasien. Sehingga bila pasien sudah diperbolehkan pulang, keluarga bisa melakukannya sendiri. Perlunya peran keluarga karena proses penyembuhan stroke membutuhkan waktu yang relatif lama (Sutrisno, 2007).
Hasil penelitian oleh Haryanto dan Basuki (2013), dengan judul Studi Deskriptif Dukungan Keluarga pada Pasien Stroke Dalam Menjalani Rehabilitasi Stroke di RSUD Bendan Pekalongan Tahun 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang, dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga pada pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi stroke yaitu 51,6% kurang dan 48,4% baik.
Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan di RSU Kutacane diperoleh Jumlah penderita stroke yang mengikuti rehabilitasi Tahun 2014 sebanyak 126 orang (Rawat Jalan) dimana penderita mayoritas usia 55-60 tahun. Didukung oleh hasil wawancara pada 10 orang penderita, 6 orang menjelaskan bahwa mereka tidak patuh karena mereka berfikir penyakit mereka tidak akan bisa sembuh, penderita menganggap dirinya tidak berguna lagi, keluarga tidak mengikutkan penderita dalam membuat keputusan, keluarga tidak memberikan motivasi ataupun semangat, keluarga tidak mempunyai waktu untuk menemani klien untuk mengikuti rehabilitasi, keluarga tidak pernah melibatkan diri dalam proses perawatan di rumah maupun di rumah sakit, keluarga jarang menanyakan bagaimana perkembangan kesehatan klien, keluarga tidak pernah mengingat jadwal terapi, sedangkan 4 orang
5
klien mengatakan semangat untuk menjalankan program rehabilitasi karena penderita selalu berfikiran bahwa dirinya pasti bisa normal kembali dan keluarga sangat mendukungnya yaitu keluarga selalu mengingatkan jadwal terapi serta selalu meluangkan waktu untuk menemani menjalankan rehabilitasi, keluarga memberi dorongan/motivasi supaya klien menganggap dirinya masih berguna bagi keluarga maupun orang lain. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti meneliti “Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena, rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015.
2.
Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015
b.
Mengidentifikasi Kepatuhan Penderita dalam Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015.
6
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan dapat memberikan sumbangan saran dan informasi bagi pimpinan rumah sakit tentang metode yang tepat tentang peran keluarga dalam merawat dan memotivasi penderita stroke dalam menjalankan program rehabilitasi.
2.
Pendidikan Keperawatan Diharapkan dapat memberikan masukan pada calon perawat yang melakukan praktik keperawatan sebagai acuan dalam meningkatkan kemandirian keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan bagi perkembangan ilmu di bidang kesehatan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Keluarga 1.
Pengertian Keluarga Menurut Harnilawati (2013), bahwa pengertian keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini bergantung kepada orientasi dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam mendefenisikan. Ada beberapa pengertian keluarga yang perlu diketahui, antara lain : a.
Bussard dan Ball Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Dikeluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran, kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi hubungan anak dengan lingkungannya.
b.
WHO Keluarga adalah anggota rumah tangga yang salaing berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan
c.
Duval Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
d.
Helvie Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu ruma tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
7
8
e.
Depkes RI Keluarga adalah unit terkecil dari masarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberaa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
f.
Bailon dan Maglaya Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
g.
Johnson’s Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
2.
Struktur Keluarga Menurut Friedman dalam Murwani (2007), struktur keluarga terdiri atas: a.
Pola dan proses komunikasi Pola interaksi keluarga yang berfungsi : bersifat terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan konflik keluarga, berpikiran positif, tidak mengulang-ulang isu dan pendapat sendiri. Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk : 1) Karakteristik pengirim : yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik. 2) Karakteristik penerima : siap mendengarkan, memberi umpan balik, melakukan validasi.
9
b.
Struktur peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya sebagai suami, istri, anak dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masingmasing individu dengan baik. Ada beberapa anak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka entah kemana atau malah berdiam diri dirumah.
c.
Struktur kekuatan Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kearah positif.
d.
Nilai-nilai keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.
3.
Tipe Keluarga Menurut Harnilawati (2013), Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat harus memahami tipe keluarga yang ada. a.
Secara Tradisional 1) The Nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
10
2) The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.
4) The childless family Keluarga
tanpa
anak
karena terlambat menikah dan
untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
5) The extended family Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
6) The single parent family Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)
7) Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
8) Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
11
9) Kin-network family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
10) Blended family Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
11) The single adult living alone/single adult family Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)
b.
Non-Tradisional 1) The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah
2) The stepparent family Keluarga dengan orang tua tiri
3) Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
4) The nonmarital heterosexsual cohabiting family Keluarga yang hidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan
12
5) Gay and lesbian families Seseorang
yang
mempunyai
persamaan
sex
hidup
bersama
sebagaimana ”marital pathners”
6) Cohabitating couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu
7) Group-marriage family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.
8) Group network family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah
tangga
bersama,
pelayanan,
dan
bertanggung
jawab
membesarkan anaknya
9) Foster family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
10) Homeless family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengaan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
13
11) Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang
dalam
kekerasan
dan
kriminal
dalam
kehidupannya.
4.
Fungsi Keluarga Menurut Friedman dalam Ali (2009), menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal.Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. a.
Fungsi afektif dan koping Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.
b.
Fungsi sosialisasi Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.
c.
Fungsi reproduksi Keluarga
melahirkan
anak,
menumbuh-kembangkan
anak dan
meneruskan keturunan.
d.
Fungsi ekonomi Keluarga
memberikan
kepentingan di masyarakat
finansial
untuk
anggota
keluarganya
dan
14
e.
Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan Mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agat tetap memiliki produktivitas tinggi. Fungsi ini dikembangan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan.
Sedangkan Fungsi keluarga menurut Undang-undang No.10 dalam Ali (2009), antara lain: a.
Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.
b.
Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk normanorma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
c.
Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga
d.
Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman
e.
Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga
f.
Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik
anak sesuai dengan
tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik g.
Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, untuk
pengaturan penggunaan penghasilan keluarga
memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi
kebutuhan keluarga di masa datang h.
Fungsi pembinaan lingkungan membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup eksternal keluarga, membina kesadaran, sikap, dan praktik, pelestarian lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbangntara lingkungan keluarga dan lngkungan hidup sekitar.
15
5.
Peran Keluarga Menurut Setiadi (2008), mengatakan peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan yang akan dicapai. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. sehingga
peranan
keluarga
menggambarkan
seperangkat
perrilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. dalam uu kesehatan no.23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan :”setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan”. dari pasal tersebut jelaslah bahwa keluarga berkewajiban
menciptakan
dan
memelihara
kesehatan
dalam
upaya
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing yang antara lain adalah : a.
Ayah Ayah sebagai pimpinan keluarga mempunyaiperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
b.
Ibu Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga serta sebagai anggota masyarakat atau kelompok tertentu.
c.
Anak Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
16
6.
Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan Menurut Suprajitno (2004), sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatanyang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi : a.
Mengenal masalah kesehatan keluarga Kesehatan merupakan kebuttthan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berartidan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahanpeubaan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubaan keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
b.
Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan indakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang dilingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
c.
Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. Peratawan dapat dilakukan di institusi pelayanan
17
kesehatan atau dirumah apabila keluarga telah memimiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d.
Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
e.
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga
Menurut Friedman dalam Murwani (2007), mengatakan bahwa tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut : a.
Mengenal masalah kesehatan : kemampuan keluarga dalam mengetahui penyebab, tanda gejala, komplikasi, serta pencegahan suatu masalah kesehatan
b.
Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat : kemampuan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi suatu masalah kesehatan
c.
Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit : kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit dan upaya-upaya apa saja yang di lakukan untuk merawat anggota keluarga yang sakit
d.
Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat : kemampuan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang sakit dengan cara merubah atu memodifikasi tempat tinggal
e.
Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat : kemampuan keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan misalnya puskesmas di lingkungan tempat tinggalnya.
7.
Interaksi Antara Sehat/Sakit Keluarga Menurut Ali (2009), status sehat/sakit para anggota keluarga dan keluarga saling memengaruhi satu dengan yang lainnya.Menurut Friedman, ada 6 interaksi antara sehat/sakit dan keluarga : a.
Tahap pencegahan sakit dan penurunan Resiko Keluarga dapat memainkan peran vital dalam upaya penngkatan dan penrunan resiko, misalnya : mengubah gay hiidup dari kurang sehat ke ara
18
lebih sehat (berhenti merokok, latihan yang teratur, mengatur pola makan yang sehat).
b.
Tahap gejala penyakit yang dialami oleh keluarga Setela gejala diketahui, diinterpretasikan keparahannya, penyebabnya dan urgensinya, beberapa masalah dapat ditentukan. Dalam berbagai studi disimpulkan bahwa keputusan tentang keseatan keluarga dan tindakan penanggulangannya banyak ditentukan oleh ibu, yaitu 67,7% sedangkan ayah hanya 15,7%. Oleh karena itu, tidak sedikit masalah kesehatan yag ditemukan pada keluarga yang kacau/tertekan, diantaranya adala TBC, artritis, gangguan mental, hipertensi dan stroke.
c.
Tahap mencari perawatan Apabila keluarga telah menyatakan anggota keluarganya sakit dan membutuhkan pertolongan, setiap orang mulai mencari informasi tentang penyembuhan, kesehatan, dan validasi profesional dari keluarga besar, teman, tetangga, an nonprofesional lainnya. Setelah informasi terkumpul, keluarga melakukan perundingan untuk mencari penyembuhan/ perawatan klinik, rumah sakit, dirumah dan lain-lain.
d.
Tahap kontak keluarga dengan institusi kesehatan Setelah ada keputusan untuk mencari perawatan, dilakukan kontak dengan institusi kesehatan baik profesional atau nonprofesional sesuai dengan tingkat kemampuan , misalnya kontak dengan rumah sakit, puskesmas, praktik dokter swasta, dll.
e.
Tahap respon sakit terhadap keluarga dan pasien Setela pasien menerima perawatan dari prakisi, suda tentu ia menyeahkan beberapa hak istimewa dan keputusannya kepada orang lain dan menerima peran baru sebagai pasien. Ia harus mengkuti aturan atau nasehat dari tenaga proesional yang merawatnya dengan harapan agar cepat sembuh
19
f.
Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan Adanya suatu penyakit yang serius dan kronis pada dir seseorang anggota keluarga biasanya memiliki pengaruh yang mendalam pada sistem keluarga, khususnya pada sektor perannya dan pelaksanaan fungsi keluarga.
Untuk
mengatasi
hal
tersebut,
pasien/keluarga
harus
mengadakan penyesuaian atau adaptasi. Besarnya daya adaptasi yang diperlukan dipengaruhi oleh keseriusan penyakitnya dan sentralitas pasien dalam unit keluarga.
B. Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke Perawatan pascastroke merupakan perawatan yang paling tersulit dan terlama. Di sini diperlukan kesabaran dan ketenangan dari pasien dan keluarga pasien. Makin cepat ditangani dan melakukan rehabilitasi, makin besar kemungkinan mencegah meluasnya gangguan pada otak dan mengurangi akibat yang ditimbulkan stroke. Tahap yang harus dilakukan setelah pasien selesai menjalani terapi dirumah sakit adalah rehabilitasi medis. Rehabilitasi dirumah sakit menjadi prioritas utama. Sebab di sini tidak hanya pasien mengetahui bagaimana pemulihannya yang mesti dikerjakan. Tetapi keluarga juga harus mengetahui bagaimana rehabilitasi medis yang mesti dilakukan. Sehingga bila pasien sudah diperbolehkan pulang, keluarga bisa melakukannya sendiri. Perlunya peran keluarga karena proses penyembuhan stroke membutuhkan waktu yang relatif lama (Sutrisno, 2007).
Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
20
Menurut Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009), mengemukakan bahwa pasien dan orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain. Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan oleh keluarga di rumah 1.
Membantu Aktivitas Fisik Penderita stroke perlu melakukan kembali aktivitas sebelumnya sebanyak mungkin. Jenis aktivitas yang mungkin dilakukan bergantung pada efek stroke. Penderita stroke yang tidak banyak mengalami masalah fisik dapat mencoba berjalan, menggunakan sepeda statis, dan melakukan aktivitas olahraga yang biasa mereka lakukan. Penderita stroke yang masalahnya lebih berat, misalnya penderita stroke dengan hemiplegia, mungkin memerlukan bantuan ahli fisioterapi atau spesialis olahraga. Secara umum, seperti pada orang lain, sebaiknya penderita stroke melakukan sekitar setengah jam aktivitas yang menyebabkan pasien merasa hangat, sedikit terengah-engah, dan sedikit berkeringat, tiga kali seminggu atau lebih. (Thomas, 2000).
Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia sering membutuhkan bantuan untuk mengenakan busana karena ketidakmampuan menggunakan kedua lengan dengan benar, bahkan meskipun mereka tidak mengalami kelemahan yang nyata pada anggota badan. Penderita stroke dengan masalah orientasi ruang atau apraksia kadang-kadang mengenakan busana di bagian yang salah dan sering tidak dapat memasukkan kancing.
21
Penting bagi orang yang merawat penderita untuk berhati-hati agar sendi yang lumpuh tidak teregang, terutama sendi bahu. (Graham, 2006).
2.
Menangani Kebersihan Diri Penderita stroke juga memerlukan bantuan keluarga dalam memenuhi perawatan diri. Kemunduran fisik akibat stroke menyebabkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilisasi atau perawatan diri. Perawatan kulit sangat penting untuk mencegah dekubitus (luka karena tekanan) dan infeksi kulit. Adanya dekubitus dan infeksi luka menunjukkan bahwa perawatan penderita stroke kurang optimal. Keduanya sebaiknya dicegah karena dekubitus dapat menimbulkan nyeri dan memiliki proses penyembuhan luka yang lama dan jika terinfeksi, luka ini dapat mengancam nyawa. Penderita stroke dapat mengalami dekubitus karena berkurangnya sensasi dan mobilitas. Inkontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi juga meningkatkan risiko timbulnya dekubitus dan menghambat proses penyembuhan luka (Pudjiastuti, 2003). Penderita stroke yang tidak dapat bergerak harus sering digerakkan dan direposisi. Hal yang perlu diperhatikan keluarga dalam perawatan kulit dapat meliputi perhatian terhadap kondisi seprai tempat tidur penderita stroke harus terpasang kencang dan perhatian terhadap bagian-bagian tubuh yang paling berisiko pada penderita yang hanya dapat berbaring atau duduk di kursi roda, antara lain punggung bawah (sakrum), paha, tumit, siku, bahu, dan tulang belikat (skapula). Keluarga dapat menggunakan spons kering untuk membantali titik-titik tekanan ini sekali sehari agar mencegah tertekannya saraf dan terbentuknya dekubitus. Keluarga memeriksa ada tidaknya abrasi, lepuh, dan kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan karena hal-hal ini menunjukkan awal dekubitus. Selain itu, kulit penderita stroke harus dijaga kering dan diberi bedak (Leigh, 2005).
Stroke dapat mempengaruhi indra penglihatan. Jika penderita stroke selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Keluarga dapat menggunakan kain
22
lembab yang bersih untuk membersihkan kelopak mata pasien jika diperlukan. Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas. Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).
3.
Menangani Masalah Makan dan Minum Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu makan penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi-kalori yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2-3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi. Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alat-alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan, seperti mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004; Lotta, 2006; David 2002).
4.
Kepatuhan Program Pengobatan di Rumah Menurut Waluyo (2009), masa-masa awal pemulihan pasien pascastroke merupakan masa-masa yang sangat sulit, bagi penderita maupun bagi anggota keluarganya. Rehabilitasi pasien stroke tidak hanya melibatkan pasien dan dokter, melainkan juga melibatkan seluruh anggota keluarga pasien. Keluarga harus mengetahui bagaimana rehabilitasi harus dilakukan karena akan berlanjut dirumah. Di rumah, pasien sangat bergantung pada keluarga selama dia masih
23
dalam kondisi tidak berdaya. Tidak hanya bergantung secara fisik, tetapi juga kejiwaan karena pasien pasti stres karena tidak berdaya.
Pelayanan
kesehatan
berperan
dalam
upaya
promotif,
pencegahan,
diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit. Peran keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan
terhadap
program
pengobatan
jangka
panjang.
Keluarga
bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 2003).
Peran keluarga sangat besar. Terutama dalam hal pendampingan latihan kegiatan sehari-hari seperti latihan yang dilakukan sesuai dengan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan yaitu makan, minum membersihkan diri, membaca, menulis, berdandan, berpakaian, memakai sendal dan sepatu setelah pasien diperbolehkan pulang. Dalam keadaan tidak berdaya, setiap anggota keluarga wajib membantu dan melimpahinya dengan perhatian dan kasih sayang, untuk memberdayakan anggota keluarganya yang kena stroke agar kondisi fisik dan kejiwaannya tidak menjadi semakin buruk, namun segera pulih kembali. Dalam arti mampu mandiri karena pulih 100% sulit diharapkan (Waluyo, 2009).
5.
Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya
24
ada hal-hal yang dapat dikerjakan untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka. Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006).
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi
secara
substansial
dengan
mendorong
penderita
stroke
membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke lain (Lotta, 2006).
25
Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling individual atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin
menganjurkan
obat
antidepresan
(misalnya,
fluoksetin
dan
amitriptilin) atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat, terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).
Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir, memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal-hal ini sering menjadi komplikasi stroke, mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak penderita stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya. Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas. Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang parah, misalnya demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah mengalami beberapa kali stroke serta mengidap penyakit-penyakit lain (John, 2004). 6.
Pencegahan cedera/ jatuh Thomas
(2000)
dan
Leigh
(2005), menyatakan
faktor
risiko
yang
mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan keseimbangan, obat-obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan tungkai bawah.
26
Yudi (2007), menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap-tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat.
Selain itu, Graham (2006), menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintupintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi dan adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.
C. Stroke dan Rehabilitasi Pasca Stroke 1.
Pengertian Stroke Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Rumantir, 2007).
27
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi dua : a.
Stroke Non Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
b.
Stroke Hemoragik Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
28
2.
Etiologi Menurut Smeltzer & Bare (2002), stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu: a.
Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
b.
Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
c.
Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
d.
Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi. Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah: a.
Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
b.
Dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
3.
Patofisiologi Menurut Wanhari (2008), mengatakan otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu : a.
Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
29
b.
Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan (hemorhage).
c.
Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.
d.
Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen. 4.
Tanda dan Gejala Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006), tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
30
Skema 2.1 Patofisiologi Stroke
Sumber : Satyanegara, 1998
5.
Faktor Resiko Stroke Menurut Goetz (2007), mengatakan secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak
31
dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Didukung oleh teori yang dikemukan oleh Lumbantobing (2007), faktor resiko ini dapat dibagi atas: a.
Faktor resiko mayor, yang terdiri dari : Tekanan darah tinggi (hipertensi), Penyakit jantung (infark miokard,penyakit katub jantung, gagal jantung kongestif), Sudah ada manifestasi aterosklerosis secara klinis (gangguan pembuluh darahkoroner (angina pektoris), gangguan pembuluh darah karotis (bising karotis), Diabetes melitus, Polisitemia, Pernah mendapat stroke dan Merokok
b.
Faktor resiko minor, yang terdiri dari : Kadar lemak yang tinggi di darah , Hematokrit tinggi, Kegemukan, Kadar asam urat tinggi, Kurang gerak badan/olah raga, Fibrinogen tinggi.
6.
Rehabilitasi Pasca Stroke Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001), tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi medikal, sosial, dan vokasional.
Pemulihan stroke sendiri tergantung pada banyak hal seperti bagian otak mana yang terkena serangan stroke, keadaan kesehatan penderita stroke, personality dari penderita stroke, dukungan keluarga, perawatan yang didapatkan oleh penderita stroke. Rehabilitasi yang dilakukan pada pasien stroke semakin lama akan semakin aktif disesuaikan dengan keadaan kesehatan pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam program rehabilitasi stroke di rumah. Ketika
32
penderita stroke sudah kembali ke rumah penderita stroke akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya dibandingan dengan terapis yang hanya datang beberapa jam ke rumah (Brass, 1992).
Sebagai upaya mengembalikan kemampuan motorik dan meningkatkan kualitas hidup, para penderita stroke dapat menjalani program rehabilitasi neurologis dengan dipandu oleh terapis dan dokter. Rehabilitasi pasca stroke yang dini dan teratur dapat mengembalikan kemampuan motorik para penderitanya secara bertahap hingga kesehatan mereka dapat pulih kembali secara total. Latihan terapi fisik yang secara rutin dijalankan oleh penderita stroke telah berhasil menunjukkan hasil positif berupa peningkatan kemampuan anggota gerak bawah (lower limb), mobilitas fungsional (keseimbangan dan berjalan) dan kualitas hidup (Dalgas et al., 2008; Motl dan Gosney, 2008).
Belum banyak studi yang meneliti efektivitas terapi rehabilitasi anggota gerak atas (upper limb rehabilitation) untuk penderita stroke. Rehabilitasi anggota gerak atas sangat penting bagi penderita stroke, mengingat disfungsi bagian tubuh atas sangat berpengaruh terhadap kapasitas mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari (activities of daily living/ADL) seperti makan/minum (self feeding), mandi, berpakaian, mengkonsumsi obat dan lain sebagainya. Pemulihan stroke sendiri tergantung pada banyak hal seperti bagian otak mana yang terkena serangan stroke, keadaan kesehatan penderita stroke, personality dari penderita stroke, dukungan keluarga, perawatan yang didapatkan oleh penderita stroke. Rehabilitasi yang dilakukan pada pasien stroke semakin lama akan semakin aktif disesuaikan dengan keadaan kesehatan pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam program rehabilitasi stroke di rumah. Ketika penderita stroke sudah kembali ke rumah penderita stroke akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya dibandingan dengan terapis yang hanya datang beberapa jam ke rumah. Rehabilitasi stroke merupakan sebuah program yang
terkoordinasi
yang
memberikan
perawatan
restoratif
untuk
33
memaksimalkan pemulihan dan meminimalisasi impairment, disability, dan hadicap yang disebabkan oleh stroke (Widiyanto, 2009).
Menurut Wirawan (2009), Disability atau ketidakmampuan didefinisikan sebagai keterbatasan atau hilangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas yang umum dilakukan orang normal akibat impairment yang dideritanya. Terdapat 6 prinsip dasar pada rehabilitasi stroke sebagai berikut: a.
Gerak merupakan obat yang paling mujarab.
b.
Latihan yang digunakan pada terapi gerak sebaik merupakan gerak fungsional.
c.
Pasien diarahkan untuk melakukan gerak dengan keadaan senormal mungkin.
d.
Latihan gerak fungsional dapat dilakukan setelah stabilitas tubuh sudah tercapai.
e.
Terapi gerak diberikan kepada pasien yang siap secara fisik maupun mental.
f.
Hasil terapi akan optimal jika ditunjang dengan kemampuan fungsi kognitif, persepsi, dan modalitas sensoris yang baik.
Menurut Bastian (2011), rehabilitasi medik pasca stroke dapat terbagi menjadi dua fase berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari program rehabilitasi. Fase awal bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Fase ini dimulai sedini mungkin ketika keadaan umum telah memungkinkan. Fase lanjutan bertujuan untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan ADL. Fase lanjutan dimulai ketika IPS sudah stabil secara medik. Fase ini melibatkan berbagai jenis terapi antara lain fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, ortotik prostetik, dan psikologi. Pemilihan jenis terapi yang dilakukan pada suatu program rehabilitasi medis tergantung pada dampak sisa yang dialami oleh penderita stroke.
34
Didukung oleh teori Wirawan (2009), membagi fase rehabilitasi pasca stroke berdasarkan tujuan dan intervensi yang diberikan. Rehabilitasi terbagi menjadi tiga fase yaitu fase akut, fase sub akut, dan fase kronis. Hasil rehabilitasi yang dicapai seorang IPS (Insan Pasca Stroke ) terbagi ke dalam lima tingkatan, yaitu : a.
Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit.
b.
Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai kondisi.
c.
Mandiri penuh namun tidak bekerja.
d.
Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain.
e.
Aktivitas sehari-sehari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
Terapi yang dibutuhkan oleh setiap penderita stroke dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal tersebut tergantung pada kebutuhan dan symptom yang dimiliki oleh penderita stroke. Terapi yang biasa dilakukan oleh penderita stroke antara lain adalah fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi tersebut dapat dilakukan satu per satu maupun dipadukan. Tujuan utama dari fisioterapi adalah membantu penderita stroke untuk dapat kembali berjalan. Terapi ini dimulai dengan latihan-latihan yang sederhana untuk meningkatkan kemampuan penderita stroke untuk bergerak dan melatih otot sampai dengan latihan IPS mampu berjalan. Terapi okupasi bertujuan untuk membantu penderita stroke mendapatkan kembali koordinasi otot-otot yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas dasar atau ADL. Activities of Daily Living (ADL)
merupakan
sesuatu
yang
penting
untuk
mempertahankan
keberlangsungan hidup (Legg, 2007).
Kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari merupakan tujuan utama dari rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi okupasi merupakan suatu elemen penting pada rehabilitasi pasca stroke. Terapi okupasi telah terbukti meningkatkan performansi kemandirian penderita stroke ketika melakukan ADL. Tingkat ketergantungan penderita stroke dalam melakukan suatu
35
aktivitas merupakan suatu ukuran yang penting dalam mengukur tingkat keberhasilan suatu program rehabilitasi pasca stroke. Latihan pada terapi okupasi menggunakan gerakan fungsional yang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan gerak dasar karena gerak fungsional memiliki nilai lebih baik. Terapis okupasi dan keluarga menjadi fasilitator yang membantu penderita stroke untuk melakukan terapis (Bastian, 2011).
Dampak sisa lainnya dari serangan stroke dapat berupa gangguan bicara. Terapi wicara dilakukan dengan melakukan latihan pernapasan, menelan, meniup, latihan artikulasi, serta latihan gerak bibir, lidah, dan tenggorokan. Terapi dapat dilakukan dengan bantuan terapis wicara dan keluarga (Wirawan, 2009).
7.
Intervensi Rehabilitasi Medis Menurut Wirawan (2009), Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam beberapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu: a.
Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan stroke Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik. Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas lebih lanjut dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan spesialistik di rumah sakit.
b.
Stroke fase subakut: antara 2 minggu - 6 bulan pasca stroke Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan
36
penanganan rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih.
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai kemampuan fungsional optimal
yang dapat
memungkinkan
gerak
dicapai yang
oleh
pasien,
melalui
sirkuit
yang
lebih
terarah
dengan
menggunakan
energi/tenaga se-efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
c.
8.
Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
Prinsip-prinsip dan Tahapan Rehabilitasi Prinsip-prinsip rehabilitasi menurut Harsono dalam Purwanti dan maliya (2008), adalah: a.
Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dikatakan bahwa rehabilitasi segera dimulai sejak dokter melihat penderita untuk pertama
37
kalinya b.
Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan komplikasi
c.
Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya
d.
Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas perawatan
e.
Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaiki dengan latihan
f.
Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan serangan berulang.
g.
Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek. Pihak medis, paramedik, dan pihak lainnya termasuk keluarga berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat.
Tahap Rehabilitasi menurut Harsono dalam Purwanti dan maliya (2008), adalah: a.
Rehabilitasi stadium akut Sejak awal tim rehabilitasi medik suidah diikutkan, terutama untuk mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan. Sejak awal Speech terapi diikutsertakan untuk melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog dan Pekerja Sosial Medik untuk mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.
b.
Rehabilitasi stadium subakut Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukan tanda-tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada post GPDO pola kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Kita berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai kondisi klien.
c.
Rehabilitasi stadium kronik Pada saat ini terapi kelompok telah
38
ditekankan, dimana terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
D. Kepatuhan Penderita mengikuti Rehabilitasi 1.
Pengertian Kepatuhan Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang disarankan (Smet, 1994).
Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh (total compliance) dimana pada kondisi ini penderita patuh secara sungguh-sungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non compliance) dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan diet terhadap hipertensi.
2.
Faktor yang Mendukung Kepatuhan Menurut Faktul (2009), ada beberapa faktor yang mendukung sikap patuh, diantaranya a.
Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha
manusia meningkatkan
kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan
manusia
dengan
jalan
membina
dan
mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Domain pendidikan dapat diukur dari (Notoatmodjo, 2003): Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan (knowledge), Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude) dan praktek atau tindakan sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan.
39
b.
Akomodasi Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.
c.
Modifikasi faktor lingkungan dan sosial. Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.
d.
Perubahan model terapi . Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
e.
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.
f.
Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.
Carpenito (2000), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya : a.
Pemahaman tentang instruksi tidak seorang pun mematuhi instruksi jika dirinya salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (1967), menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita. Kesalahan pemahaman ini juga dapat terjadi pada lanjut usia penderita hupertensi. Instruksi dokter untuk melakukan diet rendah garam ini disalah artikan oleh lanjut usia penderita hipertensi dengan hanya tidak boleh menambahkan garam pada makanan.
40
b.
Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu. Gunarso (1990 dalam Suparyanto, 2010) mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. Lanjut usia sebagai kelompok usia yang telah lanjut mengalami kemunduran daya ingat, sehingga terkadang tidak dapat mencerna kepatuhan untuk diet rendah garam dengan sempurna, namun hanya berkeinginan untuk menuruti keinginannya yaitu makan dengan rasa yang diinginkannya.
c.
Kesakitan dan pengobatan. Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan yang kompleks, pengobatan dengan efek samping, perilaku yang tidak pantas sering terabaikan. d. Keyakinan, sikap dan kepribadian. Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang gagal berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya, memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya
penguasaan
terhadap
lingkunganya.
Variabel-variabel
demografis juga digunakan untuk meramalkan ketidak patuhan. Bagi lanjut usia yang tinggal di daerah sepanjang Pantura mungkin makanan yang terasa asin akan lebih nikmat karena kebiasaan yang sudah dialami sebelumnya.
41
d.
Dukungan Keluarga Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta menentukan program pengobatan yang akan mereka terima. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial, secara negatif berhubungan dengan kepatuhan.
e.
Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.
f.
Dukungan sosial Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor penting dalam. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan. Dukungan sosial nampaknya efektif di negara seperti Indonesia yang memiliki status sosial lebih kuat, dibandingkan dengan negara-negara barat.
E. Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuan Penderita Mengikuti Rehabilitasi Program rehabilitasi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial, educational vocational yang bertujuan mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin dan mencegah serangan berulang. Dalam pelayanan rehabilitasi ini merupakan pelayanan dengan pendekatan multidisiplin yang terdiri dari dokter ahli syaraf, dokter rehabilitasi medik, perawat, fisioterapis, terapi occupational, pekerja sosial medik, psikolog serta klien dan
42
keluarga turut berperan. Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitasi awal dari kondisi penyakit tertentu, dalam hal ini pada klien yang mengalami serangan stroke sehingga terhindar dari komplikasi (Purwanti dan Muliya, 2008).
Stroke dapat terjadi pada umur berapa saja, musim apa saja, kapan saja, semua suku bangsa,baik wanita maupun pria Penyakit yang mendasari terjadinya stroke disebut faktor resiko (Mansjoer,dkk, 2000). Apabila pengendalian faktor resiko dapat dicegah dengan baik, maka biaya upaya tersebut jauh lebih murah dibanding dengan perawatan stroke. Perawatan stroke, termasuk upaya rehabilitasi. Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya (Harsono, 1996).
Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001), tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi medikal, sosial, dan vokasional. Rehabilitasi medik merupakan upaya mengembalikan kemampuan klien secara fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Rehabilitasi sosial merupakan upaya bimbingan sosial berupa bantuan sosial guna memperoleh lapangan kerja Rehabilitasi vokasional merupakan upaya pembinaan yang bertujuan agar penderita cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya.
Rehabilitasi pasien pasca stroke perlu sekali untuk dilakukan. Beberapa metode rehabilitasi dapat dilakukan oleh keluarga pasien maupun pasien di Rumah dan di instansi pelayanan kesehatan. Mengingat pentingnya rehabilitasi pada klien post stroke, maka perlu ditingkatkan motivasi klien untuk mencegah komplikasi dengan cara menekankan manfaat latihan, serta menjelaskan bahwa pemulihan terjadi secara berangsur-angsur sehingga perlu ketekunan dalam latihan dan perlunya
43
meningkatkan partisipasi keluarga yang menunggu dalam membantu pelaksanaan mobilisasi dini (Purwanti dan Muliya, 2008).
Hasil penelitian oleh Haryanto dan Basuki (2013), dengan judul Studi Deskriptif Dukungan Keluarga pada Pasien Stroke Dalam Menjalani Rehabilitasi Stroke di RSUD Bendan Pekalongan Tahun 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang, dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga pada pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi stroke yaitu 51,6% kurang dan 48,4% baik. Hasil penelitian Sukmana (2000), dengan judul “Hubungan peran serta keluarga dalam membantu pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak di IRNA II RSUD DR. Sardjito Yogyakarta”. Menggunakan metode deskriptif analitik, dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan rata-rata adalah cukup 72% dan hasil observasi peran keluarga adalah cukup 75%.
F. Kerangka Konsep Skema 2.2 Kerangka Konsep Independen Peran Keluarga
Dependen Kepatuhan Penderita Mengikuti rehabilitasi
G. Hipotesis Penelitian Ha
: Ada Hubungan yang signifikan antara Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif corelasi dengan pendekatan cross sectional. Bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015
B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh anggota keluarga yang merawat penderita pasca stroke di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 sebanyak 126 orang (rawat jalan).
2.
Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum sampel penelitian dari suatu populasi berdasarkan pertimbangan ilmiah. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : (1)Pasien rehabilitasi yang rawat jalan, (2) Pasien usia > 35 tahun, (3) Pasien dengan riwayat stroke Non Hemoragik, (4) Pasien didampingi oleh keluarga, (5) Pasien maupun keluarga bersedia menjadi responden. Untuk mendapatkan sampel yang tepat menggunakan rumus dari Nursalam (2009): n
44
45
Maka jumlah sampel yang harus diteliti adalah sebanyak 96 orang.
C. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane
D.
Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan pada bulan Juni- Juli 2015.
E. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Variabel
Defenisi Operasional
Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi
F.
Tindakan yang diberikan oleh keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sedang menderita stroke agar dapat mempercepat proses penyembuhan penderita stroke yang akan dicapai.
Alat ukur/ cara ukur
Skala Ukur
Lembar Kuesioner
1. Baik : 51 - 68 2. Cukup : 34 - 50
Lembar Kuesioner
1. Patuh : 24 - 32 2. Kurang patuh :16 - 23 3. Tidak patuh : 8 - 15
3. Kurang : 17-33
Ketaatan dan keikut sertaan klien dalam mengikuti jadwal Rehabilitasi yang telah ditentukan oleh tim medis (terapi obat, terapi fisik, terapi diet)
Aspek Pengukuran 1.
Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke Untuk mengukur Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke , digunakan dalam bentuk pernyataan terdiri 17 item dengan pilihan jawaban menggunakan skala likert yaitu: SS: Sangat Sering, S : Sering, J: Jarang, TP: Tidak Pernah. Jawaban SS
46
diberi score 4, S diberi score 3, J diberi score 2 dan TP diberi score 1. Maka score tertinggi yang didapat adalah 68 dan nilai terendah adalah 17. Penentuan panjang kelas berdasarkan rumus statistik menurut Notoatmodjo (2005) sebagai berikut :
Keterangan: P
= Panjang Pengukuran
Rentang
= Nilai tertinggi – Nilai terendah
Banyak kelas
= Jumlah kategori
Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dikategorikan sebagai berikut :
2.
Baik
: 51 - 68
Cukup
: 34 - 50
Kurang
: 17 – 33
Kepatuhan Penderita Mengikuti rehabilitasi Untuk mengukur kepatuan penderita mengikuti reabilitasi, digunakan kuisioner dalam bentuk pernyataan terdiri 8 item dengan pilihan jawaban menggunakan skala likert yaitu: SS: Sangat Sering, S : Sering, J: Jarang, TP: Tidak Pernah. Jawaban SS diberi score 4, S diberi score 3, J diberi score 2 dan TP diberi score 1. Maka score tertinggi yang didapat adalah 32 dan nilai terendah adalah 8. Penentuan panjang kelas berdasarkan rumus statistik menurut Notoatmodjo (2005), sebagai berikut :
47
4
Keterangan: P
= Panjang Pengukuran
Rentang
= Nilai tertinggi – Nilai terendah
Banyak kelas
= Jumlah kategori
Kepatuhan penderita dalam mengikuti rehabilitasi dikategorikan sebagai berikut : Patuh
: 24 - 32
Kurang patuh
: 16 - 23
Tidak patuh
: 8 – 15
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data Data Primer Data Primer, Data yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang telah disediakan dan disebarkan langsung pada responden. Data Sekunder, Data yang diperoleh dari Rekam Medik di RSU Kutacane yaitu Jumlah penderita stroke yang menjalani rehabilitasi (rawat jalan).
2. Prosedur Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data akan dilaksanakan setelah mendapat izin survey awal tertulis dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia, Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi izin pelaksanaan dari RS. Kutacane digunakan peneliti sebagai lokasi penelitian. Setelah mendapat izin dari RS. Kutacane maka peneliti mengadakan pendekatan psikologis dengan melakukan perkenalan diri kepada keluarga pasien pasca sroke yang sedang mengikuti rehabilitasi.
48
Setelah mendapatkan persetujuan dari kepala intalasi atau pegawai ruangan, peneliti membuat kontrak dengan responden. Sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, peneliti datang sesuai dengan hari dan jam yang telah ditentukan. Selanjutnya peneliti menjelaskan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk mengisi kuesioner yang berisi tentang peran keluarga selama mengikuti rehabilitasi pasca stroke.
H. Etika Penelitian Menurut Hidayat (2008), dalam melakukan penelitian ini, terutama yang menjadi subjek penelitian ini adalah manusia, maka peneliti menggunakan etika penelitian meliputi: 1.
Lembar persetujuan menjadi responden Lembar persetujuan diberikan pada partisipan sebelum penelitian dilakukan. Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan, jaminan kerahasiaan partisipan dan terbebas dari bahaya. Jika partisipan bersedia ditelii maka harus menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesediaan partisipan. Namun, jika partisipan menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati partisipan.
2.
Tanpa nama (anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, peneliti tidak akan mencantumkan nama partisipan pada lembar pedoman kuesioner atau hasil penelitian yang akan disajikan. Peneliti hanya akan menggunkan kode pada lembar pedoman kuesioner dan mengunakan inisial dalam penyajian hasil penelitian.
3.
Kerahasiaan (confidentialy) Kerahasiaan informasi partisipan dan hasil penelitian, termasuk masalahmasalah lainnya dijamin sepenuhnya oleh peneliti. Informasi hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
49
I.
Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut (Notoatmodjo, 2010), Pengolahan data yang digunakan adalah : a. Editing Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh. Peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data, jika ada data yang salah, maka data tersebut tidak dipakai.
b. Coding Setiap jawaban untuk memudahkan peneliti dengan mengubah data yang sudah diedit dalam bentuk angka, dengan memberikan kode pada usia responden diberi kode 1untuk umur <50 tahun, 2 untuk umur >50 tahun,. Jenis kelamin diberikan kode 1 laki-laki, 2 perempuan. Pendidikan diberikan kode 1 (SD), 2 (SMP), 3(SMA) dan 4 (PT). Pekerjaan diberikan kode 1 (Petani), 2 (Wiraswasta), 3 (PNS). Peran Keluarga diberi kode 1 (Baik), 2 (Cukup), 3 (Kurang). Kepatuhan dalam mengikuti rehabilitasi diberi kode 1 (patuh), 2 (kurang patuh), 3 (tidak patuh).
c. Tabulasi/Entry data Adalah suatu kegiatan memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam tabel/data base komputer berdasarkan kriteria yang telah ada.
d. Cleaning data Proses yang dilakukan setelah data masuk ke komputer data akan diperiksa apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah di periksa oleh proses cleaning ini
50
2. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa Univariat digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, analisa yang bersifat univariat untuk melihat kelayakan data yang dikumpulkan apakah dalam keadaan optimal atau tidak untuk dianalisa selanjutnya. Analisa univariat dalam penelitian ini memusat tentang karakteristik responden
b. Analisa Bivariat Pada tahap ini diteliti hubungan antara dua variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat, untuk membuktikan adanya Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi yaitu menggunakan Uji Chi Square untuk melihat adanya perbedaan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi dengan tingkat kepercayaan C1 95% dan nilai α<0,05.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitaian 1.
Analisa Univariat a.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 (n=96) Karakteristik Umur Pendidikan
Pekerjaan
Jenis Kelamin
Kategori < 50 tahun > 50 tahun SD SMP SMA PT Petani Wiraswasta PNS Laki-laki Perempuan
n 50 46 2 21 59 14 9 51 36 18 78
% 52,1 47,9 2,1 21,9 61,5 14,6 9,4 53,1 37,5 18,8 81,2
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa mayoritas responden berada pada umur < 50 tahun yaitu sebanyak 50 orang (52,1%), mayoritas responden dengan pendidikan SMA sebanyak 59 orang (61,5%), mayoritas responden pekerjaannya Wiraswasta yaitu sebanyak 51 orang (53,1%) dan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 78 orang (81,2%).
b.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Keluarga Tabel 4.2 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan Peran Keluarga di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 (n=96) Karakteristik Peran Keluarga
Kategori Baik Cukup
51
n 89 7
% 92,7 7,3
52
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa mayoritas peran keluarga baik yaitu sebanyak 89 keluarga (92,7%).
c.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi Tabel 4.3 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 (n=96) Karakteristik Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi
Kategori Patuh Kurang Patuh
n 88 8
% 91,7 8,3
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa mayoritas Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi pada kategori patuh yaitu sebanyak 88 keluarga (91,7%).
2.
Analisa Bivariat Tabel 4.4 Tabulasi Silang Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 (n=96) Kepatuhan
Peran Keluarga
Patuh
Baik
n 84
% 87,5
Kurang Patuh n % 5 5,2
Cukup Total
4 88
4,2 91,7
3 8
3,1 8,3
Total
%
n 89
% 92,7 7,3 100
7 96
P
0,001
Berdasarkan tabel 4.4, diketahui bahwa dari 89 orang (92,7%) yang peran keluarga yang berkategori baik diperoleh 84 orang (87,5%) yang patuh dalam mengikuti rehabilitasi dan 5 orang (5,2%) yang kurang patuh dalam mengikuti rehabilitasi sedangkan dari 7 orang (7,3%) yang peran keluarga yang berkategori cukup diperoleh 4 orang (4,2%) yang patuh dalam mengikuti rehabilitasi dan 3 orang (3,1%) yang kurang patuh dalam mengikuti rehabilitasi. Dari hasil uji statistik chi square di dapatkan ada Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan
53
Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 dengan p value = 0,001 (p< 0.05) dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,350, artinya semakin baik peran keluarga dalam merawat penderita pascastroke maka klien akan patuh dalam mengikuti rehabilitasi. B. Pembahasan 1.
Interprestasi dan diskusi hasil a. Peran Keluarga di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 Hasil penelitian menunjukkan mayoritas peran keluarga baik yaitu sebanyak 89 keluarga (92,7%) artinya semakin baik peran keluarga makan akan mendorong semangat klien untuk sembuh. Peran keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan
terhadap
program
pengobatan
jangka
panjang.
Keluarga
bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat-alat khusus, dan menjalankan latihan. Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit (Friedman, 2003).
Teori Batticaca (2008), juga mengatakan penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala stroke.
Teori Sutrisno (2007), menjelaskan bahwa perawatan pascastroke merupakan perawatan yang paling tersulit dan terlama. Di sini diperlukan kesabaran dan
54
ketenangan dari pasien dan keluarga pasien. Makin cepat ditangani dan melakukan rehabilitasi, makin besar kemungkinan mencegah meluasnya gangguan pada otak dan mengurangi akibat yang ditimbulkan stroke. Perlunya peran keluarga karena proses penyembuhan stroke membutuhkan waktu yang relatif lama.
Didukung ole teori Vallery (2006), bahwa keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Menutut Lotta (2006), mengatakan bahwa sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan-jalan, berbelanja, bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke lain.
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya
55
menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka. Orang yang pernah mengalami stroke sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan-jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Edmund, 2007)
Berdasarkan teori dan hasil penelitian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa peran keluarga sangat dibutuhkan meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Terutama dalam hal penampingan latihan kegiatan seharihari seperti latihan yang dilakukan sesuai dengan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan yaitu makan, minum membersihkan diri, berpakaian. Dalam keadaan tidak berdaya, setiap anggota keluarga wajib membantu dan melimpahinya dengan perhatian dan kasih sayang, untuk memberdayakan anggota keluarganya yang kena stroke agar kondisi fisik dan kejiwaannya tidak menjadi semakin buruk, namun segera pulih kembali maka semakin baik peran keluarga akan mendorong semangat klien untuk pulih kembali.
b. Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 Hasil penelitian menunjukkan mayoritas Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi pada kategori patuh yaitu sebanyak 88 keluarga (91,7%) artinya semakin klien patuh dalam mengikuti program rehabilitaasi maka akan mempercepat proses penyembuhan klien. Teori Price & Wilson (2006), mengatakan stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.
56
Pemulihan stroke sendiri tergantung pada banyak hal seperti bagian otak mana yang terkena serangan stroke, keadaan kesehatan penderita stroke, personality dari penderita stroke, dukungan keluarga, perawatan yang didapatkan oleh penderita stroke. Rehabilitasi yang dilakukan pada pasien stroke semakin lama akan semakin aktif disesuaikan dengan keadaan kesehatan pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam program rehabilitasi stroke di rumah. Ketika penderita stroke sudah kembali ke rumah penderita stroke akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya dibandingan dengan terapis yang hanya datang beberapa jam ke rumah (Brass, 1992).
Sebagai upaya mengembalikan kemampuan motorik dan meningkatkan kualitas hidup, para penderita stroke dapat menjalani program rehabilitasi neurologis dengan dipandu oleh terapis dan dokter. Rehabilitasi pasca stroke yang dini dan teratur dapat mengembalikan kemampuan motorik para penderitanya secara bertahap hingga kesehatan mereka dapat pulih kembali secara total. Latihan terapi fisik yang secara rutin dijalankan oleh penderita stroke telah berhasil menunjukkan hasil positif berupa peningkatan kemampuan anggota gerak bawah (lower limb), mobilitas fungsional (keseimbangan dan berjalan) dan kualitas hidup (Dalgas et al., 2008; Motl dan Gosney, 2008).
Menurut Bastian (2011), rehabilitasi medik pasca stroke dapat terbagi menjadi dua fase berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari program rehabilitasi. Fase awal bertujuan untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Fase ini dimulai sedini mungkin ketika keadaan umum telah memungkinkan. Fase lanjutan bertujuan untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan ADL. Fase lanjutan dimulai ketika IPS sudah stabil secara medik. Fase ini melibatkan berbagai jenis terapi antara lain fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, ortotik prostetik, dan psikologi. Pemilihan jenis terapi yang dilakukan pada suatu program rehabilitasi medis tergantung pada dampak sisa yang dialami oleh penderita stroke. Menurut
57
Stanley (2007), mengatakan bahwa kepatuhan merupakan tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter.
Didukung oleh teori Carpenito (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa mayoritas responden dengan pendidikan SMA sebanyak 59 orang (61,5%). Dimana teori Faktul (2009), mengatakan pendidikan merupakan
suatu kegiatan, usaha manusia meningkatkan
kepribadian atau proses perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan
kehidupan
manusia
dengan
jalan
membina
dan
mengembangkan potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan jasmani. Kesimpulannya adalah semakin tinggi pendidikan seseorang maka mengetahui apa yang harus dilakukan ketika sedang menderita suatu penyakit.
Didukung oleh teori Suparyanto (2010), mengemukakan bahwa semakin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur-umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berusia belasan tahun, dengan demikian dapat disimpulkan faktor umur akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang akan mengalami puncaknya pada umur tertentu dan akan menurun kemampuan penerimaan atau mengingat sesuatu seiring dengan usia semakin lanjut. Hal ini menunjang dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah. Lanjut usia sebagai kelompok usia yang telah lanjut mengalami kemunduran daya ingat, sehingga terkadang tidak dapat mencerna kepatuhan untuk diet rendah garam dengan
58
sempurna, namun hanya berkeinginan untuk menuruti keinginannya yaitu makan dengan rasa yang diinginkannya.
Tingkat ekonomi juga mempengaruhi kepatuhan dalam mengikuti rehabilitasi dimana kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa mayoritas responden pekerjaannya Wiraswasta yaitu sebanyak 51 orang (53,1%).
Menurut penelitian American Stroke Association International Stroke Conference (2010), proporsi pasien usia di bawah 45 tahun makin meningkat dan tingkat kejadiannya juga naik. Begitu juga dengan hasil penelitian bahwa mayoritas usia responden <50 tahun sebanyak 50 orang (52,1%). Penelitian terbaru menunjukkan adanya peningkatan jumlah pasien stroke pada usia 2045tahun, yang makin meprihatinkan para peneliti, persentase pasien stroke pada usia 20- 45 tahun meningkat hingga 7,3% pada tahun 2005. Padahal, kurun waktu 1993-1994, persentasenya hanya sebesar 4,5%.
Maka dapat disimpulkan bahwa Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu kepatuhan penuh dimana pada kondisi ini penderita patuh secara sungguhsungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh dimana pada keadaan ini penderita tidak melakukan diet terhadap hipertensi. Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan adalah pendidikan dan pekerjaan dimana jika semakin tinggi pendidikan klien maka akan lebih cepat penanganannya dibanding yang berpendidikan rendah. Begitu juga pekerjaan dimana semakin besar penghasilannya maka akan lebih mudah membiayai semua program pengobatan dan perawatan.
59
c.
Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan
Kepatuhan
Penderita
Mengikuti
Rehabilitasi
di
Ruang
Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 Dari hasil uji statistik Korelasi Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,350 dengan nilai p= 0,000 (p<0,01). Hal ini menunjukkan danya korelasi negatif yang sangat signifikan antara Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane. Artinya semakin baik peran keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke maka semakin klien akan semakin patuh Mengikuti Rehabilitasi begitu juga dengan sebaliknya semakin kurang baik peran keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke maka semakin klien akan semakin tidak patuh Mengikuti Rehabilitasi.
Upaya yang dilakukan pasien pascastroke diantaranya adalah program rehabilitasi atau pengobatan stroke meliputi terapi fisik dan pekerjaan atau latihan untuk mengontrol gerakan pasien. Program rehabilitasi atau pengobatan stroke meliputi terapi fisik dan pekerjaan, atau latihan untuk mengontrol gerakan pasien. Terapi atau latihan tersebut juga dapat membantu mempelajari cara baru untuk melakukan sesuatu, sebagai kompensasi adanya kelemahan pada tungkai atau bagian tubuh pasien lainnya. Sebagai contoh, terapi rehabilitasi pasca stroke mungkin berupa belajar mandi, berpakaian, atau makan hanya dengan satu tangan. Terapi bicara diperlukan untuk mempelajari cara berkomunikasi seandainya kemampuan bicara pasien ikut terkena efek stroke. Akan tetapi hal diatas tersebut dapat terlaksanakan apabila seseorang itu mempunyai motivasi dan dukungan yang kuat terlebih dahulu (Damayanti, 2007).
Teori Purwanti dan Muliya (2008), mengatakan program rehabilitasi merupakan bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik, psikososial, educational vocational
yang bertujuan mencapai
kemampuan fungsional semaksimal mungkin dan mencegah serangan
60
berulang. Dalam pelayanan rehabilitasi ini merupakan pelayanan dengan pendekatan multidisiplin yang terdiri dari dokter ahli syaraf, dokter rehabilitasi medik, perawat, fisioterapis, terapi occupational, pekerja sosial medik, psikolog serta klien dan keluarga turut berperan. Mobilisasi merupakan salah satu bentuk rehabilitasi awal dari kondisi penyakit tertentu, dalam hal ini pada klien yang mengalami serangan stroke sehingga terhindar dari komplikasi.
Teori Ibrahim (2001), juga mengatakan bahwa program rehabilitasi tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi medikal, sosial, dan vokasional. Rehabilitasi medik merupakan upaya mengembalikan kemampuan klien secara fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Rehabilitasi sosial merupakan upaya bimbingan sosial berupa bantuan sosial guna memperoleh lapangan kerja Rehabilitasi vokasional merupakan upaya pembinaan yang bertujuan agar penderita cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kemampuannya.
Kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari merupakan tujuan utama dari rehabilitasi stroke fase subakut. Terapi okupasi merupakan suatu elemen penting pada rehabilitasi pasca stroke. Terapi okupasi telah terbukti meningkatkan performansi kemandirian penderita stroke ketika melakukan ADL. Tingkat ketergantungan penderita stroke dalam melakukan suatu aktivitas merupakan suatu ukuran yang penting dalam mengukur tingkat keberhasilan suatu program rehabilitasi pasca stroke. Latihan pada terapi okupasi menggunakan gerakan fungsional yang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan gerak dasar karena gerak fungsional memiliki nilai lebih baik. Terapis okupasi dan keluarga menjadi fasilitator yang membantu penderita stroke untuk melakukan terapis (Bastian, 2011)
61
Teori diatas didukung oleh Hasil penelitian oleh Haryanto dan Basuki (2013), dengan judul Studi Deskriptif Dukungan Keluarga pada Pasien Stroke Dalam Menjalani Rehabilitasi Stroke di RSUD Bendan Pekalongan Tahun 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 31 orang, dapat diambil kesimpulan bahwa dukungan keluarga pada pasien stroke dalam menjalani rehabilitasi stroke yaitu 51,6% kurang dan 48,4% baik. Hasil penelitian Sukmana (2000), dengan judul “Hubungan peran serta keluarga dalam membantu pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak di IRNA II RSUD DR. Sardjito Yogyakarta”. Menggunakan metode deskriptif analitik, dengan rancangan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga pasien. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan asuhan keperawatan rata-rata adalah cukup 72% dan hasil observasi peran keluarga adalah cukup 75%.
Cepat lambatnya proses kesembuhan pasien stroke dari kecacatan dipengaruhi juga oleh tingkat kepatuhan pasien stroke melakukan rehabilitasi. Oleh karena itu, pentingnya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan rehabilitasi bagi pasien pascastroke. Semakin teratur pasien stroke dalam melakukan rehabilitasi maka resiko kompikasi yang ditimbulkan dapat dicegah dan pengembalian fungsi dengan cepat, sebaliknya jika rehabilitasi tidak dijalani dengan sungguhsungguh dan teratur maka dapat mempercepat terjadi kelumpuhan permanen pada anggota tubuh yang pernah mengalami kelumpuhan dan salah satu yang mempengaruhi kepatuhan klien ini adalah peran keluarga.
2. Keterbatasan Penelitian a. Waktu Keterbatasan waktu sangat peneliti rasakan mulai dari pelaksanaan penelitian, sampai dengan pengolaha data. Dimana peneliti memerlukan waktu yang lebih lama untuk meneliti Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke
62
dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi. Waktu penelitian yang lebih lama tentu akan memperoleh hasil penelitian yang baik.
b. Pelaksanaan dan Pengumpulan Data Dalam melakukan pengumpulan data sebenarnya dibutuhkan lebih banyak lagi sarana yang mendukung untuk melihat kepatuhan dalam mengikuti rehabilitasi seperti halnya melihat kepatuhan berdasarkan tingkat ekonomi, sedangkan hal tersebut tidak dilakukan di RSU Kutacane. Karena hal tersebut peneliti hanya melihat peran keluarga saja. Dalam melakukan pengumpulan data juga peneliti dibantu oleh pegawai yang sedang dinas di ruang rehabilitasi.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 dengan menggunakan Uji Chisquare, maka dapat disimpulkan bahwa : 1.
Mayoritas peran keluarga baik yaitu sebanyak 89 keluarga (92,7%).
2.
Mayoritas Kepatuhan mengikuti Rehabilitasi
pada kategori patuh yaitu
sebanyak 88 keluarga (91,7%). 3.
Terdapat hubungan signifikan antara Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015 dengan nilai (p = 0.001) dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,350, artinya semakin baik peran keluarga dalam merawat penderita pascastroke maka klien akan patuh dalam mengikuti rehabilitasi.
B.
Saran 1.
Bagi Rumah Sakit Sebagai saran kepada perawat dan ahli terapis di Unit Rehabilitasi Medik RSU Kutacane dapat memberikan pedoman untuk dibaca dan dilakukan keluarga untuk merawat pederita pasca stroke dirumah dan menjelaskan betapa pentingnya memberikan dorongan dan motivasi kepada penderita agar penderita patuh mengikuti rehabilitasi sehingga mencapai kualitas hidup yang baik.
2.
Bagi Institusi Pendidikan Penelitian
diharapkan
dapat
menjadi
masukan,
saran
dan
bahan
pertimbangan bagi institusi pendidikan keperawatan bahwa pentingnya peran
63
64
keluarga dimana salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien dalam mengikuti program rehabilitasi.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Di harapkan
dapat
mengembangkan
hasil
penelitian
ini
dengan
menambahkan variabel lain yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam mengikuti program rehabilitasi dan menambahkan waktu lebih banyak untuk melakukan penelitian agar hasil penelitian lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina,dkk. 2009. Kajian Kebutuhan Perawatan di Rumah bagi Klien dengan Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Diakses dari http://pustaka.unpad.ac.id, pada tanggal 20 Maret 2015. Ali, H. Zaidin. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Bastian, Y. D. 2011. Rehabilitasi Stroke. RS. Mitra Keluarga. Diakses dari: http://www.mitrakeluarga.com/depok/rehabilitasi-stroke/# tanggal 10 April 2015. Batticaca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Brass, L., 1992. Stroke. Diakses dari: doc.med.yale.edu/heartbk/18.pdf, tanggal 25 Maret 2015. Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, Jakarta: EGC. Dalgas, 2008. Multiple sclerosis and physical exercise. Recommendations for the application of resistance-, endurance- and combined-training. Dalgas,et al. 2008. Multiple sclerosis and physical exercise: recommendations for the application of resistance-, endurance- and combined-training. David, Machio. 2002. Stroke Rehabilitation. Diakses tanggal 20 Maret 2015 dari http://www.strokebethesda.com. Denny, A & Sukirno. 2011. Menkes : Stroke Penyebab Utama Kematian di Republik Indonesia. Diakses dari: http://kosmo.vivanews.com/news/read/259794- menkes-stroke-tidak-kenal-umur, tanggal 10 April 2015. Departemen Kesehatan RI (2013). Laporan Riskesdas 2013, dalam http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/Laporan_riskesdas_2013. pdf, diakses tanggal 20 April 2015. Edmund, Harrison. 2007. Dr. Stroke Strategy And Stroke Rehabilitation. Diakses tanggal 20 Maret 2015 dari http://www.heartandstroke.ca. Friedman, et al. 2003. Buku Ajar Keperawaan Keluarga: Riset, Teori dan Praktek. Edisi 4. Jakarta: EGC. Goetz, Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,3rd ed. Philadelphia : Saunders.
Lampiran 3
Graham. 2006. Measurement in stroke: activity and quality of life. Cambridge University Press. Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan : Pustaka As Salam. Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada Press. Haryanto dan Basuki. 2013. Studi Deskriptif Dukungan Keluarga pada Pasien Stroke Dalam Menjalani Rehabilitasi Stroke di RSUD Bendan Pekalongan Tahun 2013. Diakses dari : http://www.digilib.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p =fstr eam-pdf&fid =405&bid=460, tanggal 27 Mei 2015. Ibrahim , A. S. 2001. Stroke. Medika (Feb). vol XVIII no 2. John, Stuard. 2004. Stroke And Neurological Rehabilitation Program. Diakses tanggal 20 Maret 2015 dari http://www.stjohnsrehab.com. Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi. Legg, L. 2007. Occupational Therapy for Patients with Problem in Personal Activities of Daily Living After Stroke : Systematic Review of Randomised Trials. BMJ. Diakses dari: http://www.bmj.com/content/early/2006/12/31/bmj .39343.466863 .55. pdf%2Bhtml tanggal 10 April 2015. Leigh , Hale A. 2005. Home Base Stroke Rehabilitation . Diakses tanggal 22 Maret 2015 dari http://www.globalheath.com.au Lotta, Holmvisqt. 2006. Stroke Rehabilitation In Home Setting. Diakses tanggal 22 Maret 2015 dari http://www.karoliska_institutet.com Lumbantobing, S.M. 2007. Stroke : Bencana Peredaran Darah di Otak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Masjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid Kedua. Jakarta: Media Ausculapius FKUI. Motl dan Gosney. 2008. Effect of exercise training on quality of life in multiple sclerosis: a meta-analysis. Multiple Sclerosis. Motl, R. W., Gosney, J. L., 2008. Effect of exercise training on quality of life in multiple sclerosis: a meta-analysis Mulyatsih E & Ahmad A. 2010. Stroke; Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Lampiran 3
Murwani, A. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep dan Aplikasi Kasus. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Pudjiastuti. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. yogyakarta: Nuha Medika. Purwanti dan Maliya. 2008. Rehabilitasi Pasien Pasca Sroke. Diakses pada situs : https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/471/1h.pdf?sequen ce=1 tanggal 09 April 2015. Rumantir, CU. 2007. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. Satyanegara. 1998. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu. Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Vol 3. Jakarta:EGC. Sutrisno, Alfred. 2007. Stroke. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Waluyo, Srikandi. 2009. Stroke. Jakarta : PT. Alex Media Komputindo. Wanhari, M.A. 2008. Asuhan Keperawatan Stroke. Diakses dari : http://askepsolok. blogspot.com/2008/08/stroke. html. Diakses 10 April 2010. Widiyanto. 2009. Terapi Gerak Bagi Penderita Stroke. Universitas Negeri Yogyakarta. Indonesia. Wirawan, R. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Volume 59. Majalah Kedokteran Indonesia. Jakarta. Diakses dari: indonesia.digitaljournals.org/ tanggal 10 April 2015. Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Diaksed pada situs http://www.yastroki.or.id tanggal 20 April 2015.
Lampiran 3
Yudi,
Ganardi. 2007. Stroke. http://blog.familiamedika.com.
Diakses
tanggal
22
Maret
2015
dari
Lampiran 3
Lampiran 3
Lampiran 3
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI RUANG REHABILITASI RSU KUTACANE TAHUN 2015
A. Identitas Responden No responden
:
Umur
:
Pendidikan Terakhir
:
Pekerjaan
:
Jenis kelamin
:
1. Laki - laki 2. Perempuan
B. Petunjuk Pengisian 1.
Berikan tanda chek list (√) pada jawaban yang anda pilih dengan keadaan yang sebenarnya.
2.
Pada setiap pertanyaan terdapat empat alternatif jawaban yaitu : SS = Sangat Sering S
= Sering
J
= Jarang
TP = Tidak Pernah 3.
Pahamilah bahwa jawaban anda merupakan kenyataan yang sesungguhnya yang anda alami, bukan merupakan rekayasa.
A. Peran Keluarga Dalam Merawat Penderita Pasca Stroke Jawaban No
Pernyataan SS
1
Anda membantu klien melakukan aktivitas fisik seperti berjalan dan mengenakan busana.
2
Anda membantu klien dalam memenuhi perawatan diri seperti mandi
3
Anda memeriksa ada tidaknya kemerahan kulit yang tidak hilang ketika ditekan
4
Anda memberikan perhatian kepada klien, seperti menanyakan apakah sudah makan, mandi, atau bagaimana perasaan Anda saat ini
5
Anda memberi makan klien dalam posisi duduk
6
Anda membantu untuk mempertahankan hubungan dengan dunia luar dan orang lain sama seperti sebelum dia menderita stroke, misalnya dengan membawa klien bertemu teman- temanya
7
Anda mengajak klien berkonsultasi dengan dokter secara teratur?
8
Anda membuat catatan mengenai kemajuan klien
9
Anda mengajak klien untuk bersamasama mengambil keputusan dalam keluarga
10
Anda selalu mengajak klien untuk ikut serta dalam acara keluarga
S
J
TP
11
Anda membantu klien naik/turun ketempat tidur
12
Anda menyediakan tempat duduk yang tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah pada klien
13
Anda menjaga agar lantai tidak licin
14
Anda memperhatikan / mendengarkan jika klien memberikan usulan dalam keluarga
15
Anda merasa jengkel tetapi anda tidak memperlihatkannya kepada klien
16
Anda membawa klien untuk pergi rekreasi atau jalan–jalan ketempat yang klien suka
17
Anda selalu mengingatkan jadwal untuk terapi
B. Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi Pascastroke Jawaban No
Pernyataan SS
1
Klien makan sesuai dengan diet yang diajarkan oleh tim medis
2
Klien latihan sesuai dengan saran tim medis
3
Klien makan obat sesuai dengan waktunya
4
Klien rutin mengikuti jadwal rehabilitasi
5
Klien selalu memberitahu anda tentang kemajuan yang dialaminya
6
Klien mentaati semua aturan yang telah ditentukan
7
Klien selalu mengingatkan anda tentang jadwal rehabilitasinya
8
Klien
mengalami
kemajuan
setelah
mengikuti rehabilitasi selama 1 bulan ini
S
J
TP
Lampiran 4
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Skripsi
: Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015
Nama
: Deni Hidayat
Nim
: 11-02-057
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan proses belajar dalam mata kuliah riset keperawatan yang bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir di program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat suka rela. Anda mempunyai hak bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden dan jika anda tidak bersedia menjadi responden maka saya akan tetap menghargainya dan tidak akan mem pengaruhi proses penelitian ini.
Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban yang anda berikan. Jika anda mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, maka peneliti dengan senang hati akan memberikan penjelasan. Atas kesediaan anda saya ucapkan terima kasih.
Responden
(
Peneliti
)
(Deni Hidayat)
Lampiran 5
PERSETUJUAAN MENJADI RESPONDEN
Berdasarkan penjelasan dan permohonan penulis yang sudah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian tentang “Hubungan Peran Keluarga dalam Merawat Penderita Pasca Stroke dengan Kepatuhan Penderita Mengikuti Rehabilitasi di Ruang Rehabilitasi RSU Kutacane Tahun 2015”.
Demi membantu dan berpartisipasi dalam penelitian tersebut saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Peneliti
( Deni Hidayat )
Medan,
Juni 2015
( Responden )
Lampiran 8
MASTER DATA HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PENDERITA PASCA STROKE DENGAN KEPATUHAN PENDERITA MENGIKUTI REHABILITASI DI RUANG REHABILITASI RSU KUTACANE TAHUN 2015 NR
U
KU
P
PJ
JK
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
PK
PKE
K
KEP
1
50
1
3
2
1
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
64
1
K1
K2
K3
K4
K5
K6
K7
K8
30
1
2
53
2
3
2
1
4
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
60
1
28
1
3
47
1
3
2
1
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
2
50
2
22
2
4
43
1
3
2
2
4
4
4
4
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3
3
3
2
55
1
26
1
5
45
1
3
2
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
66
1
24
1
6
50
1
3
2
2
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
54
1
28
1
7
55
2
3
2
2
4
3
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
60
1
26
1
8
54
2
2
1
2
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
4
56
1.
25
1
9
56
2
3
3
1
58
1
23
2
10
55
2
3
3
1
54
1
26
1
11
54
2
4
2
2
55
1
27
1
12
47
1
4
3
2
67
1
30
1
13
55
2
4
2
2
48
2
20
2
14
54
2
4
2
2
51
1
28
1
15
56
2
4
2
1
66
1
24
1
16
50
1
4
2
2
54
1
26
1
17
58
2
3
3
2
54
1
28
1
18
50
1
3
3
2
58
1
26
1
19
53
2
3
3
1
55
1
24
1
20
48
1
3
3
2
56
1
25
1
21
51
2
3
3
2
60
1
30
1
22
47
1
3
3
2
60
1
28
1
23
43
1
3
3
2
56
1
28
1
24
45
1
3
2
2
57
1
26
1
25
50
1
3
3
2
58
1
26
1
26
55
2
3
2
1
54
1
24
1
27
58
2
3
2
2
58
1
20
2
28
50
1
3
2
2
56
1
24
1
29
53
2
3
3
2
58
1
26
1
30
48
1
3
3
2
58
1
26
1
31
51
2
3
3
1
58
1
30
1
32
47
1
3
3
1
54
1
30
1
33
43
1
3
3
2
64
1
32
1
34
45
1
3
3
2
51
1
30
1
35
50
1
3
3
2
58
1
24
1
36
58
2
3
3
2
66
1
32
1
37
50
1
3
3
2
64
1
30
1
38
53
2
2
2
2
62
1
30
1
39
48
1
2
2
2
62
1
20
2
40
51
2
2
2
2
58
1
24
1
41
44
1
2
1
1
56
1
26
1
42
47
1
2
1
2
58
1
26
1
43
45
1
2
2
1
60
1
30
1
44
50
1
2
2
2
65
1
30
1
45
55
2
3
2
2
50
2
32
1
46
51
2
2
2
2
67
1
28
1
47
52
2
3
2
2
62
1
22
2
48
54
2
3
2
1
62
1
28
1
49
49
1
3
2
2
62
1
26
1
50
50
1
2
3
2
64
1
24
1
51
47
1
3
2
2
63
1
25
1
52
47
1
3
2
2
50
2
30
1
53
45
1
3
2
2
50
2
22
2
54
50
1
3
1
2
52
1
28
1
55
55
2
1
1
2
54
1
26
1
56
51
2
2
1
2
55
1
20
2
57
55
2
2
2
2
57
1
24
1
58
51
2
2
1
2
60
1
26
1
59
52
2
1
2
1
60
1
26
1
60
54
2
3
2
1
65
1
30
1
61
49
1
2
2
2
62
1
30
1
62
50
1
4
3
2
60
1
24
1
63
47
1
2
1
2
60
1
25
1
64
47
1
4
1
2
65
1
30
1
65
45
1
2
2
2
56
1
28
1
66
50
1
2
2
2
58
1
28
1
67
45
1
2
2
2
57
1
26
1
68
53
2
3
2
2
56
1
26
1
69
47
1
2
2
2
56
1
30
1
70
43
1
2
2
2
59
1
30
1
71
45
1
3
2
2
59
1
24
1
72
50
1
3
2
2
53
1
25
1
73
55
2
4
2
2
54
1
30
1
74
54
2
4
2
2
58
1
28
1
75
56
2
3
2
2
58
1
28
1
76
55
2
3
2
2
55
1
26
1
77
54
2
3
3
1
57
1
26
1
78
47
1
3
2
2
60
1
30
1
79
55
2
3
3
1
60
1
30
1
80
54
2
2
3
2
65
1
24
1
81
56
2
3
3
2
62
1
25
1
82
50
1
3
3
2
60
1
30
1
83
58
2
3
3
2
58
1
28
1
84
50
1
4
3
2
57
1
28
1
85
55
2
3
3
2
56
1
28
1
86
54
2
3
2
2
50
2
28
1
87
56
2
3
3
2
50
2
26
1
88
55
2
4
3
2
52
1
26
1
89
54
2
4
2
1
52
1
30
1
90
47
1
3
2
2
59
1
30
1
91
55
2
3
2
2
60
1
30
1
92
54
2
4
2
2
62
1
30
1
93
42
1
3
3
2
64
1
24
1
94
45
1
3
3
2
58
1
25
1
95
50
1
3
3
2
66
1
30
1
96
47
1
3
3
2
60
1
28
1
Lampiran 9
HASIL OUTPUT SPSS
PENDIDIKAN N
Valid
JENIS KELAMIN
PEKERJAAN
PERAN KELUARGA
KEPATUHAN
96
96
96
96
96
0
0
0
0
0
Mean
2.89
2.28
1.81
1.07
1.08
Median
3.00
2.00
2.00
1.00
1.00
Std. Deviation
Missing
.663
.627
.392
.261
.278
Minimum
1
1
1
1
1
Maximum
4
3
2
2
2
UMUR Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
<50 TAHUN
50
52.1
52.1
52.1
>50 TAHUN Total
46 96
47.9 100.0
47.9 100.0
100.0
PENDIDIKAN Frequency Valid
SD SMP SMA PT Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2
2.1
2.1
2.1
21 59 14 96
21.9 61.5 14.6 100.0
21.9 61.5 14.6 100.0
24.0 85.4 100.0
PEKERJAAN Frequency Valid
PETANI
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
9.4
9.4
9.4
WIRASWASTA
51
53.1
53.1
62.5
PNS
36
37.5
37.5
100.0
Total
96
100.0
100.0
JENIS KELAMIN Frequency Valid
Percent
LAKI-LAKI
18
PEREMPUAN
78
Total
96
Valid Percent 18.8
Cumulative Percent 18.8
18.8
81.2
81.2
100.0
100.0
100.0
PERAN KELUARGA Frequency Valid
BAIK CUKUP Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
89
92.7
92.7
92.7
7
7.3
7.3
100.0
96
100.0
100.0
KEPATUHAN
Frequency Valid
PATUH KURANG PATUH Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
88
91.7
91.7
91.7
8
8.3
8.3
100.0
96
100.0
100.0
Case Processing Summary Cases Valid N PERAN KELUARGA KEPATUHAN
Missing Percent
*
96
N
100.0%
Total Percent
0
N
Percent
.0%
96
100.0%
PERAN KELUARGA * KEPATUHAN Crosstabulation KEPATUHAN PATUH PERAN KELUARGA
BAIK
CUKUP
Count
Total
84
5
89
% within PERAN KELUARGA
94.4%
5.6%
100.0%
% within KEPATUHAN
95.5%
62.5%
92.7%
% of Total
87.5%
5.2%
92.7%
4
3
7
57.1%
42.9%
100.0%
% within KEPATUHAN
4.5%
37.5%
7.3%
% of Total
4.2%
3.1%
7.3%
88
8
96
91.7%
8.3%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
91.7%
8.3%
100.0%
Count % within PERAN KELUARGA
Total
KURANG PATUH
Count % within PERAN KELUARGA % within KEPATUHAN % of Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.001
7.410
1
.006
7.006
1
.008
11.658
1
.001
11.781 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Exact Sig. (2-sided)
.012 96
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,58. b. Computed only for a 2x2 table
Nonparametric Correlations Correlations
Exact Sig. (1-sided)
.012
PERAN KELUARGA Spearman's rho
KEPATUHAN
PERAN KELUARGA
Correlation Coefficient
1.000
.350**
KEPATUHAN
Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient
. 96 .350**
.000 96 1.000
.000 96
. 96
Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).