94 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
SUPLEMENTASI SYNBIOTIK LACTOBACILLUS CASEI STRAIN HIDUP DAN FRUCTO OLIGOSAKARIDA TERHADAP PENINGKATAN STATUS GIZI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI KOTA MANADO Yohanis Tomastola, Meildy Pascoal, dan Phembriah Kereh Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Manado
ABSTRACT Introduction : Increased pulmonary tuberculosis in Manado City in 2009 amounted to 710 based on clinical symptoms rose to 9,108 cases in 2010 and who has been diagnosed with TB positive and is undergoing treatment as much as 895. One of the problems in patients with pulmonary tuberculosis is a decrease in feed intake followed by weight loss and changes in nutritional status into malnutrition . Lactobacillus strains is one of the normal intestinal flora that can fight against the evil germs and can help improve the absorption of nutrients from the intestine . Methods : This study is an experimental study with a true experimental design. The population in this study were patients with pulmonary tuberculosis were enrolled in some areas health centers in the city of Manado were taken using the inclusion and exclusion criteria, and then randomly divided into 3 groups: a group that received probiotic supplementation , the group receiving probitik and prebiotic oligosaccharides Frukto and control groups . The sample size in this study using a hypothesis test for a population proportion (one- side test) accounted for 78 subjects . Results : There were differences in either body weight or nutrient intake before and after the intervention in subjects given probiotic and prebiotic supplementation compared to control , in other words using probiotic and prebiotic interventions can improve nutrient intake and body weight of the subject. Conclusion : Supplementation of probiotic and prebiotic in patients with pulmonary tuberculosis may improve nutrient intake, body weight and body mass index values of pulmonary tuberculosis patients Keywords : Probiotics , Prebiotics , nutrient intake , nutritional status
PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis (Tb) paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (M.Tb), ditularkan melalui udara yaitu percikan dahak penderita Tb paru (WHO, 2012). Tuberkulosis paru adalah penyakit masyarakat miskin dan melarat yang menginfeksi penduduk usia dewasa muda dalam masa usia produktif mereka. Mengingat pula bahwa 1 penderita Tb paru dapat menularkan infeksi kuman Tb paru kepada orang lain sebanyak 10-15 orang dalam 1 tahun, sekitar 95% kematian Tb paru berada di negara sedang berkembang (WHO, 2012). Jumlah pasien tuberculosis paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis paru di dunia. Diperkira-kan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus pasien tuberculosis paru basil tahan asam (BTA) positif sekitar 110 per 100.000 penduduk (Depkes, 2006). Pasien tuberculosis paru klinis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi 12 bulan terakhir adalah 0.7%. Beberapa provinsi yang memiliki prevalensi diatas angka nasional tertinggi yaitu di Provinsi Papua (1.5%) diikuti oleh provinsi Sulawesi Utara dan banten masing-masing (1.3%) (Balitbangkes 2010). Angka penemuan kasus pasien tuberculosis paru secara klinis di Provinsi Sulawesi Utara sebanyak 43.243 kasus,
95 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
sedangkan kasus pasien tuberculosis paru positif sebanyak 5.035 kasus.(Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2010). Penyakit pasien tuberculosis paru di Kota Manado berdasarkan gejala klinis sebanyak 9.108 kasus dan yang sudah terdiagnosa menderita penyakit pasien tuberculosis paru sebanyak 895 kasus, dan sedang menjalani pengobatan berjumlah 895 kasus, terjadi peningkatan kasus pasien tuberculosis paru dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 710 kasus. (Dinas Kesehatan Provinsu SULUT Tahun 2010). Pasien tuberculosis paru pada akhirnya akan mengalami keadaan gizi buruk dan menurunnya respon imun. Kemoterapi dengan menggunakan obat-obatan tuberculosis merupakan langkah yang efektif untuk mengobati penyakit ini, tetapi mempunyai pengaruh negatif terhadap keseimbangan mikrofola usus inflamasi karena infeksi tuberculosis paru, menurunkan pengaturan sintesa zat gizi dan menurunkan nafsu makan, sehingga terjadi kekurangan gizi (Markwick KJR, Gill HS, 2004) Status gizi yang buruk merupakan salah satu faktor mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru, kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko terkena tuberkulosis paru, cara pengukurannya adalah dengan mem-bandingkan berat badan dan tinggi badan atau Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Ruswanto, 2010). Konsumsi bakteri Lactobacillus casei efektif dalam menormalkan bakteri usus pasien yang mendapat perawatan antibiotik dalam waktu yang panjang. Pengobatan dengan antibiotik dalam waktu yang panjang
Yohanis Tomastola, dkk
dapat menekan bahkan memusnahkan sebagian besar bakteri berguna, menciptakan suatu kondisi dimana bakteri yang merugikan menjadi lebih dominan. Sebagai hasilnya, bakteri patogen atau bakteri merugikan menjadi dominan dan menyebab-kan infeksi tahap kedua. Hal ini juga dapat menyebabkan gejala-gejala yang menyulitkan termasuk diare. Bakteri Lactobacillus casei dapat memainkan peran yang penting dalam mengontrol keseimbangan bakteri usus selama dan sesudah terapi antibiotic(Markwick dan Gill, 2004). Berbagai penelitian menunjukan probiotik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia antara lain : - Mencegah infeksi bakteri & membantu mencegah terjadinya translokasi kuman kedalam dinding usus menuju ke aliran darah. - Menurunkan atau menginaktifkan toksin dalam darah - Menghasilkan vitamin dan pelbagai asam amino - Mingkatkan kekebalan tubuh - Membantu menormalisasikan flora usus selama terapi antibiotika - Memperkuat system imun dengan mekanisme memperkuat perlindungan alamiah diusus besar. - menstimulasi system imun dan meningkatkan aktivitas makrophag - meningkatkan prebioti-antibodi - Melindungi tubuh terhadap serangan dari kuman jahat/patogen melalui kompetitive inhibition - Melindungi tubuh dari kemungkinan “serangan” allergen melalui usus. - Merangsang sistem kekebalan tubuh - Biosintesis vitamin dalam usus : Vit B komplex, vit K - Membantu penyerapan vitamin & mineral - Meningkatkan toleransi terhadap “gula usus’ (Laktosa)(Markwick dan Gill, 2004). Fructo Oligosacharida (FOS) Adalah gabungan antara: molecule glucose & beberapa unit Fructose dengan ikatan “Beta
96 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
chemical bond”, dimana enzyme pencernaan manusia tak dapat memecah/mencerna ikatan tersebut sifat-sifat FOS : • Larut dalam air dan berviskositas rendah. • Tak mengikat mineral seperti Calcium. • Rendah kalori (2 kcal/g) • Tak dicerna di usus halus. • Cocok untuk penderita diabetes. • Secara alamiah tersedia dalam sayur & buah. • Keuntungan rasa: sedikit manis. Peran fisiologis dari FOS : - Bifidogenic effect - Secara selektif meningkatkan pertumbuhan kuman “baik” Bifidobacteria dan Lactobacilli - Menurunkan pH kolon dan menghambat per-tumbuhan kuman patogen seperti: C. Difficile - Meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek - short chain fatty acids (SCFA) - Memperpendek “transit time” di saluran cerna - Meningkatkan keasaman saluran cerna dan meningkatkan berat kotoran/feces (Gubther Boehm & Guido Moro, 2008) Fruktooligosakarida (FOS) merupakan substansikarbohidrat dari prrebiotik fruktan, terdiri dari bermacam-macam gugus polimer fruktosa.Zat ini terdapat pada berbagai jenis tanaman, dan disimpan sebagai karbohidrat oleh tanaman.Dalam penggolongan serat pangan, FOS termasuk dalam serat fungsional karena memiliki efek fisiologis yang berguna bagi kesehatan manusia (Nurul dan Savitri, 2011). Fungsi FOS dalam Saluran Cerna. Peningkatan jumlah sel L dalam usus Konsumsi FOS bermanfaat meningkatkan jumlah sel L usus, terutama yang terletak di proksimal kolon.Studi yang dilakukan pada hewan coba memperlihatkan jumlah sel L usus meningkat dua kali lebih banyak setelah konsumsi FOS selama empat minggu. Penghasil komponen SCFA. Sifat FOS yang tahan terhadap enzim pencernaan saluran cerna bagian atas,
Yohanis Tomastola, dkk
menyebabkan komponen FOS tetap utuh di usus halus.Di kolon, FOS mengalami fermentasi oleh bakteri anaerob dan menghasilkan SCFA (asetat, prebiotic, butirat), asam laktat, serta beberapa gas seperti prebiotik (H2), karbondioksida (CO2), dan metan (CH4). Sebagai Prebiotic FOS berfungsi sebagai prebiotic melalui penurunan pH di dalam kolon yang bermanfaat menghambat pertumbuhan bakteri prebiotik, terutama Escherichia coli, Clostridium spp, dan Bacteroides, serta dapat meningkatkan aktivitas dan pertumbuhan bakteri komensal di kolon.Sebagai prebiotic, FOS dapat dikombinasi dengan probiotik (misalkan dalam yogurt) untuk menghasilkan efek sinbiotik.21 Bahan makanan sumber FOS tersebar luas, tidak hanya dalam jumlah yang kecil, tetapi dapat mencapai beberapa gram dari makanan sehari-hari. Seratus gram bawang putih dapat mengandung 3-6% FOS, sedangkan 100 gram bawang mengandung 26% FOS, sementara 100 gram asparagus mengandung 2-3% FOS.Selain itu, FOS terdapat pada pisang, apel merah, pir, semangka, dan singkong sekitar 0,1 hingga 1,4% dalam 100 gramnya (Nurul dan Savitri, 2011). Kebutuhan tubuh akan FOS belum diketahui secara jelas, tetapi konsumsi rata-rata di 96rebio Eropa sekitar 3–11 gram per hari, dan konsumsi di Amerika Utara sekitar 1–4 gram per hari. Asupan FOS yang dapat ditoleransi per hari adalah sampai 20 gram. Penelitian Roberfroid et al (1999) memperlihatkan bahwa untuk mendapatkan efek prebiotik dibutuhkan dosis minimal FOS sebanyak 4 gram per hari untuk meningkatkan aktivitas bifidobacteria,sedangkan menurut Bouhnik et a (2006) peningkatan aktivitas bifidogenik mulai terjadi dengan meng konsumsi FOS sedikitnya 2,5 gram per hari. BAHAN DAN CARA
97 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni s/d Bulan Agustus 2012 di Wilayah Kota Manado khususnya pada beberapa wilayah Puskesmas dengan angka prevalensi tuberculosis paru yang tinggi antara lain wilayah kerja Puskesmas Tuminting, wilayah kerja Puskesmas Wonasa dan wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado. Jenis penelitian ini adalah penelitian experimental dan menggunakan true eksperimen. Penelitian ini mendeskripsikan tentang hubungan dan pengaruh pemberian suplemen simbiotik (lactobacillus casei starin hidup) dan prebiotic (FOS) terhadap peningkatan asupan zat gizi dan status gizi penderita tuberculosis paru di Kota Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita tuberculosis paru yang terdaftar di beberapa wilayah Puskesmas yang ada di Kota Manado antara lain wilayah kerja Puskesmas Tuminting, wilayah kerja Puskesmas Wonasa dan wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado yang diambil menggunakan criteria inklusi : Pasien tuberculosis paru yang masih dalam pengobatan tetap (kasus baru/kasus lama), bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi subjek penelitian, kooperatif dan mengikuti sampai tuntans proses intervensi.
Bahan Lactobacillus casei, susu bubuk skim, sukrosa, glukosa, perisa, air.
Yohanis Tomastola, dkk
Pengambilan subyek dilakukan melalui screening menggunakan gold standar hasil
diagnose medis TB paru. Penderita tuberculosis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam penelitian. Kemudian secara acak sederhana dialokasikan menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang mendapat probitik (Lactobacillus Casei) dan prebiotik Frukto Oligosakarida (FOS) kelompok kedua adalah yang mendapat suplementasi probiotik (Lactobacillus Casei), kelompok ketiga adalah kelompok control (tidak mendapat perlakuan). Estimasi besar sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus besar sampel hypothesis test for a population proportion (one side test)berjumlah 78 orang yang dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 26.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Probiotik Strain hidup yang digunakan sebagai probiotik dalam penelitian ini adalah Lactobacillus casei yang tersedia dalam produk yakult dengan komposisi bahan dan zat gizi dalam satu kemasan :
Tabel 1. Komposisi Yakult Zat Gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kolesterol Kalsium Natrium Indeks glycaemic Lactobacillus casei
Nilai Gizi/Satuan 50 kcal 0,8 g 0,0 g 11,3 g 0 30 mg 14 mg 46 ( rendah ) 6.5 milyar
2. Prebiotik Bahan dan nilai gizi dari pisang ambon selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
98 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
Tabel 2. Komposisi zat Gizi prebiotic (Pisang Ambon) Bahan Zat Gizi Nilai Gizi/Satuan Pisang Ambon (400 g) Kalori 438 kal FOS 4g Protein 7.0 g Lemak 2.1 g Karbohidrat 107.8 g Serat 10.5 g Kolesterol 0 mg 32 Vitamin A Vitamin C 43 mg Kalsium 43 mg Fe 1.9 mg Zink 1.3 mg Natrium 13.5 mg Kalium 1.849 mg
Prosedur pelaksanaan penelitian ini selengkapnya dilihat pada alur penelitian dibawah ini : Penentuan Populasi dan sampel Kriteria Penetapan sampel Subjek (78 orang) Persetujuan Subjek Proses Acak
Kelompok 1 (26 Orang) Pengukuran Variabel awal
Kelompok 2 (26 Orang) Pengukuran Variabel awal
Kelompok 3 (26 Orang) Pengukuran Variabel awal
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
PROSES Kelompok 1 (26 orang) Mendapat Suplementasi Probiotik (Lactobacillus casei) dan Prebiotik
I N T E R V E N S I (HARI 1-5) Kelompok 2 (26 orang) Mendapat Suplementasi Probiotik (Lactobacillus casei)
Kelompok 3 (26 orang)
Kelompok 1 (26 Orang) Pengukuran Variabel Akhir
Kelompok 2 (26 Orang) Pengukuran Variabel Akhir
Kelompok 3 (26 Orang) Pengukuran Variabel Akhir
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
1. Status Gizi (BB, TB) 2. Food Recall 24 Jam
Kontrol
99 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Data Umum Subjek Penelitian
Yohanis Tomastola, dkk
Karakteristik umum total subjek penelitian sebelum diintervensi selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 3.Data Umum Subjek Penelitian Variabel
Katagori
n
%
Lokasi Penelitian
PKM Kombos PKM Tuminting PKM Wawonasa Total
38 26 16 78
47,71 33,33 20,51 100
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
59 19 78
75,6 24,4 100
Diagnosa Medis
TB Paru TB Paru + DM Total
69 9 78
88,5 11,5 100
Biaya Pengobatan
Jamkesmas Biaya sendiri Total
45 33 78
57,7 42,3 100
Frekuensi Berobat
<5 kali perbulan >5 kali perbulan Total
28 50 78
35.9 64.1 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini sebagian besar berada pada wilayah kerja Puskesmas Kombos dibandingkan Puskesmas Tuminting dan Wonasa walaupun jumlah penderita TB pada 3 wilayah kerja Puskesmas tersebut jumlahnya hampir sama tapi saat pelaksanaan intervensi ada subjek yang tidak berada di tempat, ada yang tidak mengikuti intervensi sampai selesai. Subjek dalam penelitian ini sebagian besar adalah laki-laki dari hasil wawancara dengan subjek sebagian besar menyatakan mempunyai kebiasaan merokok yang biasa mencapai 2-3 bungkus perhari hal ini sama dengan hasil penelitian oleh Jee, et al(2009)Kemungkinan bahwa merokok meningkatkan risiko Tb paru memiliki implikasi kontrol penyakit yang signifikan, terdapat 1,3 juta perokok di dunia, 9 juta kasus insiden Tb paru dan 1,7 juta kematian Tb paru terjadi setiap tahun sejumlah besar studi kasus kontrol yang dilakukan di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di negara
India, menunjukkan bahwa 50% kematian karena Tb paru pada laki – laki terjadi disebabkan karena merokok (Jee, et al, 2009). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 78 subjek terdapat 9 subjek yang menyatakan selain menderita TB paru juga menderita penyakit lain yaitu DM yang tidak tidak ditelusuri lebih jauh apakah DM merupakan penyakit penyerta atau berdiri sendiri atau telah ada sebelum sakit TB paru. Dalam proses pengobatan masih terdapat penderita TB yang membiayai sendiri proses pengobatanTB paru hal ini terjadi karena kurangnya informasi tentang proses pengobatan TB paru menggunakan JAMKESMAS sedangkan frekuensi berobat sebagian besar berobat ke Puskesmas lebih dari 5 kali setiap bulan dan yang berobat kurang dari 5 kali sebulan selalu didatangi oleh petugas kesehatan diwilayah kerja Puskesmas masing-masing untuk memantau proses pengobatan. 2. Status Gizi Subjek Penelitian
100 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
Berikut ini adalah hasil pengukuran masa tubuh selengkapnya dilihat pada antropometri yang konversikan pada tabel 4. penilaian status gizi berdasarkan indeks Tabel 4. Status Gizi Subjek sebelum dan sesudah intervensi Variabel
Katagori
n
%
Status Gizi Awal
Kurus Normal Overweight Total
42 30 6 78
53,8 38,5 7,7 100
Status Gizi Akhir
Kurus Normal Overweight Total
28 44 6 78
35,9 56,4 7.7 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat perbedaan status gizi sebelum dan sesudah intervensi baik pada kelompok kasus maupun kontrol dimana jumlah subjek dengan status gizi awalnya kurus jumlahnya menurun setelah intervensi dan jumlah subjek dengan status gizi normal meningkat hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian tuberkulosis paru, tentu saja hal ini masih tergantung variabel lain yang utama yaitu ada tidaknya kuman tuberkulosis pada paru. Seperti diketahui kuman tuberkulosis bersifat inaktif atau “dormant” (tidur), apabila memiliki kesempatan untuk bangun dan menimbulkan penyakit maka timbullah kejadian penyakit tuberkulosis paru (Croftton,2009). Oleh karena itu salah satu kekuatan daya tangkal adalah status gizi yang baik, baik pada perempuan, laki–laki, anak–anak maupun dewasa (Ruswanto, 2010). Status gizi yang buruk merupakan salah satu faktor mempengaruhi kejadian tuberkulosis paru, kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi dapat meningkatkan risiko terkena tuberkulosis paru, cara pengukurannya adalah dengan mem-bandingkan berat badan dan tinggi badan atau Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai
usia harapan hidup lebih panjang (Ruswanto, 2010). 3. Karakteristik Kelompok
Variabel
masing-masing
Berikut ini adalah karakteristik kelompok intervensi dan kelompok control selengkapnya dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5. Karakteristik Variabel Menurut Umur Variabel
Umur
P1
Mean±SD(Min-Max) P2 Kontrol
45±1.15 (17-58)
34.65±6.60 (24-51)
36.76±7.54 (24-51)
Tabel diatas menunjukkan bahwa rerata sebaran umur kelompok P1 lebih tua dibandingkan kelompok P2 dan control yang relative hamper sama tapi pada kelompok p1 terdapat satu subjek yang tergolong usia mudat yaitu 17 tahun. Hasil penelitian ini sama dengan yang dikemukakan oleh Depkes (2006) bahwa Variabel umur berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis paru, risiko untuk mendapatkan penyakit tuberkulosis paru dapat dikatakan seperti kurva normal terbalik, yakni tinggi ketika awalnya, menurun karena diatas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya tangkal terhadap tuberkulosis paru dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua. Lebih dijelaskan lagi bahwa Jumlah penderita
101 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
tuberkulosis paru di Indonesia diperkirakan 75% adalah usia produktif yaitu 15 hingga 50 tahun (Depkes, 2006). Kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung pertahanan tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal kelahiran pertahanan tubuh sangat lemah dan akan meningkat secara perlahan sampai umur 10 tahun, setelah masa pubertas pertahanan tubuh lebih baik dalam mencegah penyebaran
Yohanis Tomastola, dkk
infeksi melalui darah, tetapi lemah dalam mencegah penyebaran infeksi di paru. Tingkat umur penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat, karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi yang sangat mudah dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan lama pada kedua kelompok umur ini (Croffton, 2009).
Tabel 6. Karakteristik Variabel Menurut Pendapatan biaya makan perbulan dan jumlah anggota keluarga Variabel Pendapatan Keluarga Biaya Makan Perbulan Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Anggota Keluarga yang TB
P1 1.940.000±69.699 (0-3500.000) 1.280.000±43.013 (800.000-2.500.000) 5±1 (3-10) 1±0(1-2)
Mean±SD(Min-Max) P2 Kontrol 2.128.800±61.954 2.330.000±73.621 (1.500.000-3.500.000) (1500.000-3.500.000) 1.428.000±45.523 1.471.000±47.099 (1.000.000-2.500.000) (1.000.000-2.500.000) 4±1 4±1 (3-6) (3-6) 1±0(1-2)
1±0(1-2)
Tabel diatas menunjukkan bahwa rerata pendapat keluarga pada kelompok P1 lebih rendah dibandingkan kelompok p2 dan control dan masih terdapat satu subjek yang tidak mempunyai penghasilan oleh karena tidak bisa bekerja lagi saat pengambilan data subjek tersebut sudah tidak bekerja sejak 2 Tabel 7. Karakteristik Variabel Menurut Berat tahun yang lalu dan tinggal berharap dari Badan dan Nilai Indeks Masa Tubuh Mean±SD(Min-Max) keluarga yang lain. Hal ini sama dengan yang Variabel P1 P2 Kontrol dikemukakan oleh Syafrisal dan Supandi 47.47±8 47.80±4.76 47.46±8.0 dalam Masniarni, dkk, (2007) bahwa BB awal (33-65) (41-57) (33-65) Hambatan ekonomi dan faktor sosioekonomi 48±7.75 47.96±4.43 47.32±7.75 kultural turut berperan dalam peningkatan BB akhir (33-66) (42-57) (33-65) prevalensi penyakit Tb paru. Data diatas juga 18.20±2.96 18.15±2.59 18.69±2.96 menunjukkan bahwa kelompok P2 dan control IMT Awal (13-25) (16-24) (13-25) mempunyai angka rupiah yang relatif hampir 18.69±2.85 18.43±2.41 18.07±2.85 sama dalam pembelian dan pengadaan IMT Akhir (13-26) (17-24) (13-26) bahan makanandibandingkan kelompok P1 dengan jumlah anggota keluarga yang lebih Tabel diatas menunjukkan bahwa banyak dibandingkan kelompok P2 dan terdapat perbedaan baik berat badan, dan control walaupun jumlah penderita TB baik nilai IMT awal dengan berat badan dan IMT pada kelompok P1, P2 dan control sama. akhir pada kelompok yang mendapat probiotik dan prebiotik walaupun belum merubah status gizi subjek demikian juga dengan kelompok yang mendapat probiotik terdapat peningkatan kenaikan berat badan dan niali IMT walaupun belum merubah status gizi subjek dibandingkan control. Hal ini didukung oleh hasil penelitian oleh Ladefoged et al (2010), melaporkan bahwa penderita Tuberkulosis dengan nutrisi kurang
102 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
(Underweight/ IMT (<18,5) mempunyai OR sebesar = 26.06 (95%CI = 6.08–111.8) p.value = ,0.0001, hal ini menunjukkan bahwa penderita tuberkulose dengan nutrisi kurang, kemungkinan untuk menderita penyakit Tb
Yohanis Tomastola, dkk
paru sebesar 26.06 kali lebih besar dibandingkan dengan nutrisi normal, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obese).
Tabel 8. Karakteristik Variabel Asupan Zat Gizi Variabel Asupan energy awal Asupan energy akhir Asupan protein awal Asupan Protein Akhir Asupan lemak awal Asupan Lemak akhir Asupan KH awal Asupan KH Akhir
Mean±SD(Min-Max) l P2 1438±142 (1230-1710) 1693±154 (1491-2019) 35.42±3.60 (30-42) 58.73±5.36 (52-70) 31.50±3.19 (27-38) 42.80±3.91 (38-51) 214.88±21.3 (184-256) 295±27 260-353)
P1 1424±239 (990-1950) 1695±274 (1172-2306) 35.11±5.97 (24-48) 58.92±9.57 (41-80) 31.30±5.27 (22-43) 42±7.05 (29-58) 213±35 (148-292) 296±48 (205-403)
Kelompok yang mendapat perlakuan probiotik dan prebiotic (P1) mempunyai kenaikan nilai asupan zat gizi yang jauh lebih baik dibandingkan kelompok yang hanya mendapat perlakuan probiotik tetapi jika dibandingkan dengan kontrol kelompok P1 dan P2 jauh lebih baik total asupan zat gizinya dibandingkan control. Intervensi menggunakan probiotik dan prebiotic dapat meningkatkan nafsu makan subjek hal ini dibuktikan dengan adanya kenaikan asupan zat gizi sesudah proses intervensi hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa konsumsi bakteri Lactobacillus casei efektif dalam menormalkan bakteri usus pasien yang mendapat perawatan antibiotik dalam waktu yang panjang. Pengobatan dengan antibiotik dalam waktu yang panjang dapat menekan bahkan memusnahkan sebagian besar bakteri
Kontrol 1424±239 (990-1950) 1595±274 (1172-2306) 35.11±5.97 (24-48) 38.92±9.57 (41-80) 31.30±6.27 22-43) 37.80±7.05 (29-58) 213±35.9 (148-292) 296±48 (205-403)
berguna, menciptakan suatu kondisi dimana bakteri yang merugikan menjadi lebih dominan. Sebagai hasilnya, bakteri patogen atau bakteri merugikan menjadi dominan dan menyebab-kan infeksi tahap kedua. Hal ini juga dapat menyebabkan gejala-gejala yang menyulitkan termasuk diare. Bakteri Lactobacillus casei dapat memainkan peran yang penting dalam mengontrol keseimbangan bakteri usus selama dan sesudah terapi antibiotic(Markwick dan Gill, 2004). 4. Analisis Paired T Test kelompok Probiotik+Prebiotik (P1) Berikut ini adalah hasil analisis Uji T tes tidak berpasangan >2 kelompok untuk mengetahui rerata perbedaan berat badan dan rerata asupan zat gizi antara kelompok P1, sebelum dan sesudah intervensi :
Tabel 9. Perbedaan berat badan dan rerata asupan zat giziantara kelompok P1 Mean±SD Variabel
t (CI 95%) (sebelum)
(sesudah)
p
103 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
BB
47,46±8,0
48±7,75
-0,53±0,94(-0,92-0,15)
0,008*
IMT
18.07±2.96
18.69±2.85
-0.61±0.49(-0.81-0.41)
0.000
Asupan Energi
1424±239
1696±274
-2,70±43(-287-253)
0,000
Asupan Protein
35.11±5.97
58.92±9.57
-2.38±3.69(-25.3-22.31)
0.000
Asupan Lemak
31.30±5.27
42.80±7.0
-1.1±1.94(-12.28-10.71)
0.000
Asupan KH
213±35,94
296±48,11
-8,28±12,83(-88,02-77,66)
0,000
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan baik berat badan maupun asupan zat gizi sebelum dan sesudah intervensi pada subjek yang diberikan suplementasi probiotik dan prebiotic dengan kata lain intervensi menggunakan probiotik dan prebiotic dapat meningkatkan asupan zat gizi dan berat badan subjek. Karena hasil uji beda ditas menunjukkan probabilitas yang signifikan maka dilanjutkan dengan analisis
post hoc untuk mengetahui perbedaan sesungguhnya selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini : 5. Analisis Wilcoxon Probiotik+Prebiotik (P1)
kelompok
Berikut ini adalah hasil analisis Wilcoxon perbedaan berat badan, IMT dan asupan zat gizi pada kelompok P1:
Tabel 10. Analisis Wilcoxon pada kelompok Probiotik dan prebiotic (P1) Variabel
N
P
T
p
Berat Badan
3
15
8
0,000*
IMT
0
16
10
0,000
Status Gizi
0
8
18
0,000
As. energi
0
26
0
0,000
As. Protein
0
26
0
0,000
As. Lemak
0
26
0
0,000
As. KH
0
26
0
0,000
Keterangan : N= negative Ranks P= Positive Ranks T= Ties Tabel diatas menunjukkan secara keseluruhan suplementasi probiotik dan prebiotic memberikan efek yang positip terhadap peningkatan asupan zat gizi dan berat badan (Positive Ranks) lebih dominan
6. Analisis Paired T Test kelompok Probiotik (P2) Berikut ini adalah hasil analisis Uji T tes tidak berpasangan >2 kelompok untuk mengetahui rerata perbedaan berat badan dan rerata asupan zat gizi antara kelompok P2, sebelum dan sesudah intervensi :
Tabel 11. Perbedaan berat badan dan rerata asupan zat gizi antara kelompok P2 Mean±SD Variabel (sebelum)
(sesudah)
t (CI 95%)
p
104 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
Berat badan
47.80±4.76
47.96±4.43
-0.15±0.8(-0.50-0.20)
0.381
IMT
18.80±2.59
19.15±2.41
-3.46±0.68(-0.62-0.67)
0.017
As. Energi
1434±142
1693±154
-2,58±29,4 (-270-246)
0,000*
As. Protein
35,42±3,6
58,7±5,3
-2,33±2,0 (-24,1-22,48)
0,000
As. Lemak
31.5±3.19
42.8±3.91
-1.1±1.0(-11.7-10.88)
0.000
214±21
295±27
-8,09±7,20 (-83,8-78,05)
0,000
As. KH
Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan baik berat badan maupun asupan zat gizi sebelum dan sesudah intervensi pada subjek yang diberikan suplementasi probiotik dan prebiotic dengan kata lain intervensi menggunakan probiotik dan prebiotic dapat meningkatkan asupan zat
gizi dan berat badan subjek. Karena hasil uji beda ditas menunjukkan probabilitas yang signifikan maka dilanjutkan dengan analisis post hoc untuk mengetahui perbedaan sesungguhnya selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 12. Analisis Wilcoxon kelompok Probiotik (P2) Variabel
N
P
T
p
Berat Badan
7
10
9
0,371*
IMT
3
12
11
0,020
St. Gizi
1
6
19
0,059
Asupan Energi
0
26
0
0.000
Asupan Protein
0
26
0
0.000
Asupan Lemak
0
26
0
0,000
Asupan Karbohidrat
0
26
0
0,000
Keterangan : N= negative Ranks P= Positive Ranks T= Ties Tabel 15 menunjukkan secara keseluruhan suplementasi probiotik dan prebiotic memberikan efek yang positip terhadap peningkatan asupan zat gizi dan berat badan (Positive Ranks) lebih dominan
Berikut ini adalah hasil analisis Uji T tes tidak berpasangan >2 kelompok untuk mengetahui rerata perbedaan berat badan dan rerata asupan zat gizi antara kelompok Kontrol, sebelum dan sesudah intervensi :
7. Analisis Paired T Test kelompok Kontrol Tabel 13.Analisis Paired T Test kelompok Kontrol Mean±SD (sesudah)
t (CI 95%)
p
(sebelum) Berat Badan
47,3±4,7
46,92±4,75
0,38±0,14 (0,08-0,68)
0,015*
IMT
18,26±2
18,25±1,9
0,10±0,40 (-0,16-0,16)
1,000
1653±142
1653±166
-2,280±32,8 (241,29-214,7)
0,000
Variabel
As. Energi
105 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Yohanis Tomastola, dkk
As. Protein
35,19±3,5
57,38±5,7
-2,21±2,36 (-23,14-21,23)
0,000
As. Lemak
31,34±3,2
41,65±4,2
-1,03±1,15(-10,7-9,83)
0,000
213±21
288±29
-7,54±8,44 (-78,87-72,0)
0,000
As. KH
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan pada berat badan dan IMT saat pengukuran pertama dan kedua dimana terjadi penurunan walaupun sangat kecil pada variabel berat badan dan nilai indeks masa tubuh, walaupun asupan zat gizi secara
keseluruhan saat pengukuran pertama dan terakhir proses penelitian terjadi peningkatan. Perbedaan selengkapnya ditunjukkan dengan analisis Post Hoc menggunakan Wilcoxon test selengkapnya pada table berikut ini :
Tabel 14.Analisis Wilcoxon kelompok Kontrol Variabel
N
P
T
p
Berat Badan
14
4
8
0.018
IMT
2
2
22
1.00
St. Gizi
0
2
24
0.157
Asupan Energi
0
26
0
0.000
Asupan Protein
0
26
0
0.000
Asupan Lemak
0
26
0
0.000
Asupan Karbohidrat
0
26
0
0.000
Keterangan : N= negative Ranks P= Positive RanksT= Ties
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada 14 subjek yang mengalami penurunan berat badan, 22 orang yang nilai IMT tidak berubah atau tetap dan 24 subjek yang status gizinya menurun walaupun asupan zat gizinya meningkat. Hasil wawancara dengan subjek menjelaskan bahwa memang obat Tb paru membuat nafsu makan menurun tapi kami tetap berusaha untuk makan lebih banyak dari biasanya hal inilah yang mungkin merupakan salah satu penyebab proses penyerapan zat gizi tidak sempurna karena tidak adanya keseimbangan populasi kuman baik yang sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa konsumsi bakteri Lactobacillus casei efektif dalam menormalkan bakteri usus pasien yang mendapat perawatan antibiotik dalam waktu yang panjang. Pengobatan dengan antibiotik dalam waktu yang panjang dapat menekan
bahkan memusnahkan sebagian besar bakteri berguna, menciptakan suatu kondisi dimana bakteri yang merugikan menjadi lebih dominan. Sebagai hasilnya, bakteri patogen atau bakteri merugikan menjadi dominan dan menyebabkan infeksi tahap kedua. Hal ini juga dapat menyebabkan gejala-gejala yang menyulitkan termasuk diare. Bakteri Lactobacillus casei dapat memainkan peran yang penting dalam mengontrol keseimbangan bakteri usus selama dan sesudah terapi antibiotic(Markwick dan Gill, 2004). 8. Analisis Friedman Test Perbedaan Status GiziKontrol dengan P1 dan P2 Berikut ini adalah hasil friedman test untuk mengetahu perbedaan status gizi antata kelompok control, P1 dan p2 selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 15. Friedman Test Perbedaan Status Gizi Variabel St Gizi awal Kontrol >
< P2
P 0,047*
106 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Secara statistic terdapat perbedaan status gizi kelompok kasus dan kelompok control dimana kelompok kasus mempunyai kecenderungan status gizi yang naik atau tetap walaupun secara klinis tidak berubah begitu besar tapi jika dibandingkan dengan kelompok control yaitu kelompok control ada kecenderungan terjadi penurunan status gizi
Yohanis Tomastola, dkk
diakhir penelitian hal ini ditunjukkan secara nyata melalui berat badan dan nilai IMT. 9. Analisis Post Hoc (Wilcoxon Test) Perbedaan Status Gizi Kontrol dengan P1 dan P2 Berikut ini adalah analisis Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan asupan zat gizi selengkapnya pada table berikut ini :
Tabel 16. Wilcoxon test Perbedaan Status Gizi Variabel
N
P
T
P
As. KH Kontrol >
0
26
0
0,000
As. KH Kontrol >
0
25
1
0,000
As. KH P1 >
14
12
0
0,949
Keterangan :N= negative Ranks P= Positive Ranks T= Ties Tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat perlakuan probiotik dan prebiotic status gizinya berbeda dengan kelompok control dimana ada kenaikan yang positip terhadap status gizi dibandingkan kelompok control walaupun banyak hal yang mempengaruhi status gizi khususnya pada penderita Tb paru. Fenomena ini sangat relevan dengan teori yang menyatakan bahwa Status gizi pada pasien tuberculosis paru dewasa dipengaruhi oleh berbagai faktor baik langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan makanan dalam keluarga, pendidikan, pengetahuan, kepercayaan dalam makanan dan pelanyanan kesehatan yang termasuk didalamnya konseling individu maupun kelompok, sedangkan penyebab langsung adalah konsumsi makanan yang rendah, absorbsi didalam tubuh rendah, keadaan kesehatan dan penyakit infeksi. Apabila kedua faktor ini tidak diatasi dapat menyebabkan asupan gizi rendah, status gizi rendah dan mudah terjadinya penyakit infeksi seperti tuberculosis Paru (Soekirman, 2000). SIMPULAN 1. Suplementasi probiotik dan prebiotic pada penderita Tb paru dapat meningkatkan asupan zat gizi
2. Suplementasi probiotik dan prebiotic pada penderita Tb paru dapat meningkatkan berat badan dan dan nilai indeks masa tubuh (IMT) SARAN 1. Bagi institusi tempat penelitian sebaiknya lebih proaktif dalam upaya menemukan kasus baru diwilayah kerja masing-masing 2. Perlu sosialisasi tentang pengobatan gratis yang terprogram dan proses pengobatan yang dijamin oleh pemerintah. 3. Untuk peneliti selanjutnya dapat menggantikan bahan makanan prebiotik lain yang banyak mengandung frukto oligosakarida atau makanan fungsional lainnya (functional food) DAFTAR PUSTAKA Balitbangkes, 2010. Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Bouhnik Y, Raskine L, Simoneau G, Paineau D, Bornet F., 2006. The capacity of short chain fructooligosaccharides to stimulate faecal bifidobacteria: a doseresponse relationship study in healthy humans. Nutr J 2006;5:8. Available from: http://www.nutritionj.com/content/pdf/14 75.
107 GIZIDO Volume 5 No. 2 November 2013
Suplementasi Synbiotik
Croffton’s, 2009.Clinical Tuberculosis.Third Edition.Macmillan – Africa, Malaysia. Depkes RI, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi 2 Cetakan Pertama Dinas Kesehatan Provinsi SULUT, 2010. Profil Dinas Kesehatan Provinsu SULUT Tahun 2010.Data Penyakit Tuberkulosis Paru. Gubther Boehm & Guido Moro, 2008.Structural and Functional Aspects of prebiotics used in infant nutrition.J.Nutr 138:1818-1828 Accesed 1 Pebruari 2012 Jee, S.H. Golub,J.E. Jo,J. Park, I.S. Ohrr, H. Samet, J.M. 2009. Smoking and Risk of Tuberculosis Incidence, Mortality, and Recurrence in South Korean Men and Women. American Journal of Epidemiology. Vol. 170. No. 12. Halaman 1-8. Ladefoged, K. Rendal, T. Skifte, T. Andersson, M. Soborg, B. Koch, A. 2011. Risk factors for Tuberculosis in Greenland: Case Control Study. Departement of Epidemiology Research, Statents Serum Institute, Copenhagen, Denmark. Masriani, L. Priyanti, ZS. dan Aditama, T.Y. 2007. Faktorfaktor yang Mempengaruhi Kesembuhan TBParu.Departemen Pulmunologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI–RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo Vo. 27 No.3 Halaman 1 – 10.
Yohanis Tomastola, dkk
Markwick KJR, Gill HS, 2004.Probiotics and Immunomodulation in Hughes DA, Darlington LG, Bendich A ed. Diet and human immune function. New Jersey. 2004 : 327-339 Nurul dan Savitri, 2011.Fruktooligosakarida dan Pengaruhnya terhadap Hormon Glucagon-like Peptide-1 pada Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2.Majalah Kedokt Indonesia, Volume 61 Nomor 2 Februari 2011 Roberfroid MB, 1999. Dietary fiber properties and health benefits of nondigestible oligosaccharides.Dalam: Cho SS, Prosky L, Dreher ML, editor. Complex Carbohydrates in Food. New York: Marcel Dekker; 1999.hal.25-32. Soekirman (2000) Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta. Ruswanto B, 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru Ditinjau dari Faktor Lingkungan dalam dan Luar Rumah di Kabupaten Pekalongan. Tesis Magister Kesehatan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. WHO, 2012.Tuberculosis Control in the South-East Asia Region 2012.