HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS PADA PASIEN GASTRITIS DI POLI PENYAKIT DALAM INSTALASI RAWAT JALAN RSAU DR. M. SALAMUN KOTA BANDUNG TAHUN 2014 Lanny Helfiani Murdiana¹ Program Studi Diploma III Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung Email :
[email protected]
Abstract Gastritis is one of the digestive disorders that can experience a recurrence in the sufferer. Recurrence in gastritis can be affected by several factors, one of which is eating habits. This study aims to determine the relationship between eating habits with recurrence of gastritis in gastritis patients in Poli Penyakit Dalam Instalasi Rawat Jalan RSAU DR..M. Salamun Kota Bandung. This research type is observasional with analytic approach and use cross sectional study design. Sampling method used is purposive sampling. The data were collected through questionnaires. To know the relationship between two variables is done by using Chi-Square test. The results showed that 88.9% of the samples had a recurrence of gastritis, 50% of the sample included into the category of eating lots of foods at risk of gastritis and included into the frequency category often consume the type of food at risk. The regularity of eating a sample of 41.7% was included into the irregular category and 96.1% of the samples had poor eating habits. In bivariate results showed that there is no relationship between eating habits of the sample with recurrence of gastritis (p = 1,000). Researchers suggest that recurrent samples may limit the consumption of foods at risk of gastritis recurrence such as spicy, sour, gassy, caffeine, soft drinks and alcoholic beverages. Keywords: Gastritis, Relapse Gastritis, Eating Habits 1.
PENDAHULUAN
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Terdapat dua jenis gastritis yaitu, gastritis akut dan gastritis kronis. Prevalensi penderita gastritis yang melakukan pengobatan secara rawat jalan yaitu 2,33% usia 15-24 tahun dan 3,74% usia > 65 tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Bandung tahun 2012, penderita gastritis yang melakukan pengobatan secara rawat inap yaitu 1,59% usia 5-14 tahun; 3,21% usia 15-24 tahun; dan 2,36% usia 25-44 tahun. Gastritis menempati posisi kelima dalam sepuluh besar kasus rawat inap dan menempati posisi keenam dalam sepuluh besar kasus rawat jalan (Rahma, 2012). Prevalensi penderita gastritis yang melakukan pengobatan rawat jalan di Poli Penyakit Dalam RS dr. M.
Salamun pada bulan September – November 2013 secara berturut-turut adalah 393 orang, 355 orang, dan 207 orang. Beberapa gejala yang biasa dialami saat terjadi kekambuhan diantaranya nyeri epigastrum, rasa panas terbakar didada, kembung setelah makan, perut terasa penuh, mudah merasa kenyang, mual, muntah, dan sering bersendawa, gejala-gejala tersebut dikenal dengan istilah sindrom dispepsia. Kekambuhan pada gastritis dapat dipicu oleh beberapa faktor diantaranya, kebiasaan makan, obat-obatan, dan faktor psikologis. Kebiasaan makan merupakan gambaran dari perilaku seseorang yang berhubungan dengan makanan seperti frekuensi makan dan pola makan yang dimakan (Gustin, 2011). Penelitian Sulastri et al (2012)
menunjukan bahwa sebesar 63,2% sampel yang memiliki jadwal makan yang tidak teratur mengalami frekuensi kekambuhan gastritis yang sering. Beberapa jenis makanan seperti makanan yang banyak mengandung gas, makanan asam, makanan pedas dan mengandung bumbu merangsang, minuman berkarbonasi, alkohol, dan minuman yang mengandung kafein termasuk kedalam makanan dan minuman yang beresiko merangsang saluran cerna (Hardjodisastro, dkk, 2006). Berdasarkan penelitian Mawaddah Rahma et al (2012), kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang beresiko merangsang saluran cerna lebih dari satu kali dalam seminggu dapat menimbulkan gastritis. Pada penelitian Rahma (2012), sebanyak 69,6% sampel yang menderita gastritis memiliki riwayat penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Faktor psikologis seperti stres yang dialami penderita dapat mempengaruhi frekuensi terjadinya kekambuhan gastritis (Sulastri, 2012). Gastritis yang terjadi dalam jangka panjang dan terus menerus dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya ulkus peptikum, gangguan absorbsi vitamin B12 dan zat besi, serta kanker lambung. Gangguan absorpsi vitamin B12 selanjutnya dapat menyebabkan anemia pernisiosa (Soeparman, 1990). Kekambuhan yang terjadi lebih dari dua kali dalam sebulan secara terus-menerus dapat meningkatkan resiko kerusakan epitel lambung yang menyebabkan melemahnya mekanisme proteksi lambung secara menetap dan mengikis lapisan lambung sehingga lama-kelamaan dinding lambung menjadi tipis dan mengalami atropi (Chang dalam Handayani, dkk, 2012). Pentingnya pencegahan terhadap kekambuhan gastritis yang terjadi secara terus-menerus dapat mencegah terjadinya komplikasi dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. METODE PENELITIAN Kekambuhan pada pasien gastritis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kebiasaan makan pasien. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang merangsang saluran cerna, seperti makanan pedas, bergas, dan minum minuman yang mengandung kafein dapat meningkatkan produksi asam lambung. Peningkatan asam lambung yang berlebih dapat menimbulkan efek nyeri pada bagian epigastrum yang disebabkan iritasi pada dinding lambung. Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Kebiasaan Makan :
Jenis Makanan Berisiko Frekuensi Makanan Berisiko Keteraturan Makan
Kekambuhan Gastritis
GAMBAR 2.1 KERANGKA KONSEP HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN GASTRITIS
Keterangan : Variabel dependen gastritis Variabel independen
: Kekambuhan : Kebiasaan makan
Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Cross Sectional yaitu rancangan penelitian dimana variabel dependen (kekambuhan gastritis) dan variabel independen (kebiasaan makan) diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Poli Penyakit Dalam RS. Dr. Salamun Kota Bandung. pada bulan Februari 2014.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 3.1 Distribusi Kebiasaan Makan dengan Kekambuhan Gastritis Kebiasa an Makan
Kekambuhan Gastritis Ya %
Tid ak 4
Tidak Baik
27
87 ,1
Baik
5
4, 6
0
88 ,9
4
Jumlah`
32
Total % N
%
1 2, 9 0
1 0 0 1 0 0 1 0 0
1 1, 1
3 1 5
3 6
Nil ai P 1,0 0
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 32 orang sampel yang mengalami kekambuhan gastritis, ditemukan lebih banyak sampel yang memiliki kebiasaan makan tidak baik yaitu 27 orang (87,1%) sampel. Sedangkan dari 4 orang sampel yang tidak mengalami kekambuhan gastritis, semuanya memiliki kebiasaan makan tidak baik. Hasil analisis secara statistik menggunakan uji fisher exact dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan nilai p sebesar 1,00 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan makanan dengan kekambuhan gastritis atau secara statistik dapat dikatakan bahwa hasilnya tidak bermakna. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Gustin (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan dengan kejadian gastritis. Namun, berdasarkan hasil pengkajian data antara kebiasaan makan dengan kekambuhan gastritis diperoleh kecenderungan jumlah sampel yang memiliki kebiasaan makan tidak baik lebih banyak yang mengalami kekambuhan dibandingkan dengan yang tidak mengalami kekambuhan gastritis.
Kebiasaan makan merupakan istilah yang menggambarkan perilaku seseorang yang berhubungan dengan makan seperti, frekuensi makan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan keteraturan makan. Kejadian gastritis pada umumnya terjadi akibat asam lambung yang tinggi atau terlalu banyak makan makanan yang merangsang saluran cerna. Pola makan yang tidak teratur, seperti bila telat makan 2-3 jam maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung dan menimbulkan rasa nyeri disekitar epigastrum (Gustin, 2011). Faktor risiko lain yang dianggap dapat berpengaruh pada kekambuhan gastritis adalah dengan mengonsumsi jenis makanan dan minuman yang berisiko terhadap gastritis. Makanan berisiko yang dimaksud diantaranya adalah makanan yang bergas, pedas, asam, minuman bersoda, berkafein, dan minuman beralkohol. Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Apabila keadaan tersebut terjadi secara terus-menerus pada akhirnya akan menurunkan kekuatan dinding lambung dan menyebabkan penyakit gastritis atau meningkatkan kekambuhannya (Sulastri, 2011). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Anggita (2012) menyebutkan pula bahwa jumlah responden dengan frekuensi konsumsi makanan pedas sering lebih banyak yang mengalami gangguan lambung dibandingkan yang tidak mengalami gangguan lambung.
4.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Sebagian besar sampel pada penelitian ini berusia > 20 tahun (97,2%), berjenis kelamin perempuan (91,7%), memiliki tingkat pendidikan tinggi (66,7%). Status pekerjaan sampel sebagian
besar adalah tidak bekerja (ibu rumah tangga dan pensiunan 66,7%) dan memiliki aktivitas sedang (50%). Sebagian besar sampel termasuk kedalam kategori tidak merokok (83,3%). Sebagian besar sampel mengalami kekambuhan gastritis dengan > 3 gejala kekambuhan (88,9%). Berdasarkan kategori kebiasan makan, sebagian besar sampel termasuk kedalam kategori tidak baik (86,1%). Distribusi sampel berdasarkan jumlah konsumsi jenis makan berisiko gastritis adalah sama pada kedua kategori yaitu, 50% pada kategori banyak dan 50% pada kategori sedikit. Distribusi sampel berdasarkan frekuensi konsumsi makanan berisiko gastritis adalah sama pada kedua kategori yaitu, 50% pada kategori sering dan 50% pada kategori jarang. Berdasarkan kategori keteraturan makan, sebagian besar sampel termasuk kedalam kategori tidak teratur (58,3%) Tidak ada hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan gastritis dengan nilai p = 1,000 (p < α).
Saran
Bagi sampel, sebaiknya menghindari konsumsi jenis makanan yang berisiko terhadap kekambuhan seperti makanan pedas, makanan bergas, asam, minuman bersoda, beralkohol, dan minuman yang mengandung kafein. Bagi tenaga kesehatan khususnya ahli gizi, sebaiknya melakukan promosi kesehatan terkait faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kekambuhan gastritis, baik dalam bentuk penyuluhan maupun
konseling langsung sebagai salah satu upaya pencegahan terjadinya kekambuhan gastritis. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor pengaruh konsumsi obat-obatan anti inflamasi non steroid dan keadaan stres sampel dengan kekambuhan gastritis.
REFERENSI Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Anastasia, Devi. Frekuensi Konsumsi Bahan Makanan Sumber Kalsium Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama Di Depok. Universitas Indonesia, 2008. Anggita, Nina. Skripsi. Hubungan Faktor Konsumsi dan Karakteristik Individu Dengan Presepsi Gangguan Lambung Pada Mahasiswa Penderita Gangguan Lambung Di Pusat kesehatan Makasiswa (PKM) Universitas Indonesia Tahun 2011. Universitas Indonesia, 2012. Chandra, Budiman. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta :EGC Dewi, Githa. 2012. Hubungan Faktor Perilaku Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Inap Usia 20-64 Tahun Di RS Kristen Lende Moripa Kabupaten Sumba Barat. Dinas Kesehatan Kota Bandung. Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2012. Bandung Dugdale, David C. 2011. National Library of Medicine. Dwijayanthi, Linda. 2008. Ilmu Gizi Menjadi Sangat Mudah Edisi 2. Jakarta: EGC.
Fitri, Ririn, dkk. Deskripsi Pola Makan Penderita Maag Pada Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Fitriana, Nurlaely. Karya Tulis Ilmiah. Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik, Dan Status Gizi Mahasiswa Mayor Ilmu Gizi Dan Mayor Konservasi Sumber Daya Hutan Dan Ekowisata. Institut Pertanian Bogor, 2011. Gustin, Rahmi Kurnia. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Yang Berobat Jalan Di Puskesmas Gulai Bancah Kota Bukittinggi Tahun 2011. Guyton, AC. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC. Handayani, Siska, dkk. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Gastritis Di Puskesmas Jatinangor. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran.
Yang Berobat Di Puskesmas Cilembang Tahun 2012. Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi Dan Penyakit Tropik Universitas Siliwangi, 2012 Lombard, Martin. 2004. Gastoenterology Second Edition. London. Mosby. McGuigan, James E. 2000. “Gastritis” dalam Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam volume 4. Jakarta : EGC. 1549 Nataatmaja, Ferry. 2012. Hubungan Antara Humor Styles Dan Stress Pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas “Y” Universitas “X” Bandung. Universitas Kristen Maranatha, 2012. Nurjamillah, Sanni Yasmi. Karya Tulis Ilmiah. Hubungan Antara Konsumsi Buah Dan Sayur Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Puskesmas Balai Kota Bandung. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung Jurusan Gizi, 2010.
Hardjodisastro, Daldiyono dkk. 2006. Dukungan Nutrisi Pada Kasus Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Nurlina dkk. 2012. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Beresiko Gastritis dan Stress Dengan Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44 Tahun Yang Berobat Di Puskesmas Cilembang Tahun 2012.
Harrison,2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4. Jakarta: EGC.
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hirlan, 2006. “Gastritis” dalam Sudoyo. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 335-337.
Rahma, Mawwadah, dkk. 2012. Faktor Resiko Kejadian Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Gowa Kampili Kabupaten Gowa. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Makassar.
Karwati, Dewi. Karya Tulis Ilmiah. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Berisiko Gastritis Dan Stress Dengan Kejadian Gastritis Pada Wanita Usia 20-44 Tahun
Siregar, Mukhlidah Hanun. 2011. Redakan Stress Dengan Makanan-
Makanan Khusus. Jakarta : FlashBooks. Soeparman, dkk. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:Balai Penerbit FKUI. Sulastri dkk. 2012. Gambaran Pola Makan Penderita Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Kiri Hulu Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Riau Tahun 2012. Susanti, Andri, dkk. 2011. Faktor Risiko Dispepsia Pada Mahasiswa
Institut Pertanian Bogor. Voleme 2 No.1 hal.80 Suhardjo.1989. Sosio Budaya Gizi. IPB-PAU Pangan dan Gizi. Bogor Supariasa, I Dewa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Uripi. 2002. http://jovande.multiply.com/journal dikutip tanggal 3 April 2013