Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
PENGARUH MODEL PENDAMPINGAN TERHADAP TERKONTROLNYA DIABETUS MELITUS PADA PENDERITA DM TIPE II DI WILAYAH PUSKESMAS GAMPING II SLEMAN
Rosa Delima Ekwantini*, Induniasih*, Umi Istianah*, Agus Sarwo P*
ABSTRACT Background : prevalence of diabetes Tipe II gradually increase in Indonesian. WHO was predicted the number of Diabetic patients in the world was projected rise from 171 million people in 2000 to 366 million people in 2030. Indonesia was fourth rank of the number diabetes around the world. Objective : to study percentage of glicemic control among people who suffer from tipe II diabetic patient, influence of “Health education model” to improving glycemic control in tipe II diabetic patient Design: A quasi experiment with pre test-post test design with control group Setting and participants : Patients with uncomplicated type 2 (n = 15) diabetes mellitus recieving care primary health care in a group-model health education in PublicHealth Center. Method : Patients were randomized in blocks to receive either usual care or health education model (intervention). Health education model was provided by a nurse. Health education model consisted of an initial assessment, a week follow-up visit for a month. Methods to achieve glycemic control included medication adjustments, meal planning, and exercise. Main outcome measures Hemoglobin A1c (HbA1c) levels after two month of intervention. Self-reported health status questions on general status, physical function, body weight, blood pressure, and adverse events (severe hypoglycemia and emergency department and hospital admissions) also were assessed. Results : From 30 enroled patient with diabetes Tipe II,12 pateints (80 %) have poorly glycemic control, 3 patients (20 %) have satisfy glycemic control and none have good glicemic control in both intervention and control group. Health education model rises 6 patients from poorly glycemic control to satisfy glycemic control and from satisfy glycemiccontrol to good glycemic control, and 9 patients constant with wilcoxon rank test 0,014 inintervention group. In control group were 1 patient decrease from satisfy glycemic control to poorly glycemic control and 2 patients increas from satisfy glycemic control to good glycemic control, and 12 patients constant with wilcoxon rank test 0,564. Conclusion : In a group intervention, the implementation of health education model by nurse case managers can help improve glycemic control in patients with diabetes Tipe II
Key words : diabetus melitus, education model, HbA1c *= Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta, Jurusan Keperawatan PENDAHULUAN Penyakit Diabetus Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah, sebagai akibat dari pola hidup yang tidak sehat seperti makan berlebihan, makan makanan berlemak, kurang aktivitas, stress dan faktor keturunan. Jenis DM yang banyak diderita masyarakat adalah DM tipe II yaitu DM tidak tergantung insulin. DM tipe II berlangsung lambat dan progresif sehingga berjalan tanpa terdeteksi karena gejala yang dialami sering bersifat ringan seperti kelelahan, sering kencing, banyak minum dan luka yang lama sembuh (Smeltzer and Bare, 2008).
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11
Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
Menurut Pusat Data dan Informasi PERSI (2003) prevalensi DM tipe II meningkat. WHO memperkirakan prevalensi global DM tipe II meningkat dari 171 juta orang pada tahun 2000 menjadi 366 juta orang di tahun 2030, dan Indonesia menduduki urutan keempat. Pada tahun 2006 jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 14 juta orang, dengan 50 % penderita yang sadar akan penyakitnya dan diantara mereka baru 30% yang datang berobat secara teratur. (Soegondo, 2007). Menurut catatan di Puskesmas Gamping II bahwa jumlah penderita DM di wilayah kerjanya pada tahun 2009 ada sekitar 300 orang, kunjungan rata–rata 106 orang untuk kontrol gula darah dengan sebagian besar kadar gula darah sewaktu di atas normal (> 180 mg/dl) Penyakit DM bila dibiarkan tak terkendali dapat menimbulkan komplikasi yangberakibat fatal seperti: penyakit jantung koroner, gagal ginjal, kebutaan, infeksi akibat ulkus sampai dengan diamputasi pada bagian yang terkena ulkus dan dapat mengakibatkan kematian. Upaya pengendalian DM yang bertujuan mempertahankan kadar gula darah dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis. Pengelolaan non farmakologis merupakan langkah pertama dalam pengeloaan DM meliputi pengelolaan diit yang tepat, olah raga atau aktivitas fisik secara teratur, pemeriksaan gula darah secara rutin, konseling mengenai pengelolaan dan pencegahan komplikasi. Bila pengelolaan non farmakologis belum dapat mengendalikan kadar gula darah sekitar normal baru dilanjutkan dengan pengelolaan farmakologis. Pengelolaan farmakologis meliputi keteraturan minum obat atau menyuntikan insulin. Untuk mengetahui terkendalinya DM dan keberhasilan terapi dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP dan HbA1c setiap tiga bulan sekali (Mindy, 1998). Dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit DM perlu pemahaman tentang pengelolaan penyakit DM di rumah, motivasi yang tinggi dari penderita untuk melaksanakannya. Hal ini diperlukan pendidikan kesehatan bagi penderita maupun keluarganya agar pengetahuannya meningkat, terjadi perubahan sikap dan gaya hidup yang pada akhirnya akan meningkatkan kepatuhan pengelolaan sehingga peningkatan kualitas hidup penderita tercapai. Untuk hal tersebut pendampingan pada penderita dan keluarga dalam pemahaman pengelolaan penyakit DM dan peningkatan motivasi dapat dilakukan perawat melalui kunjungan rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pendampingan terhadap terkontrolnya DM pada penderita DM tipe II. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperiment with pre-post test design with control group. Besar sampel sebanyak 15 responden untuk setiap setiap kelompok yang diambil di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman pada tahun 2010 dengan kriteria sampel sebagai berikut penderita DM type II yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Gamping II Sleman, kadar HbA1C >7% (1% di atas range normal), tidak menderita penyakit : stroke, gagal ginjal, gagal jantung, ulkus DM. Variabel bebas penelitian adalah model pendampingan yaitu intervensi berupa peningkatan pengetahuan, konseling dan motivasi tentang pengendalian diit (perencanaan makan), kontrol gula darah secara teratur, pengelolaan obat, aktivitas sehari–hari dan olah raga, perawatan kaki kepada penderita DM tipe II dan atau keluarga melalui kunjungan rumah. Intervensi dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 1 bulan. Variabel terikat adalah terkontrol DM pada penderita DM tipe II yaitu kondisi kestabilan kadar gula darah selama 2–3 bulan yang dilihat dari hasil pemeriksaan HbA1c dengan nilai <6,5 = baik, 6,5–8 = sedang dan >8 = buruk yang diukur sebelum intervensi dan 2 bulan setelah intervensi. Instrumen yang digunakan adalah Panduan pendampingan, Leafleat tentang pengelolaan DM di rumah, Senam kaki dan perencanaan makan. Data dianalisis dengan uji wilcoxon dan Kosmogorov-smirnov dengan derajat kepercayaan 95%.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11
Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik P Penderita enderita DM T Tipe ipe II Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin, IMT, Tekanan Darah, Kepemilikan Jaminan Kesehatan Penderita DM Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n=15)
No
1 2
3 4
Karakteristik
Jenis kelamin: Laki – laki Perempuan IMT : Kurang Normal Obesitas Tekanan darah: Normo tensi Hipertensi Jaminan Kesehatan Askes PNS/Pensiun Jamkesmas/Da/Kin Tidak punya
Kelompok intervensi
Kelompok kontrol
Frekuensi 7 8 4 3 8 8 7
% 46,7 53,3 26,7 20 53,3 53,3 46,7
Frekuensi 7 8 1 5 9 8 7
% 46,7 53,3 6,7 33,3 60 53,3 46,7
9 3 3
60,0
5 4 6
33,3 26,7 30,0
20,0 20,0
Jenis kelamin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sama dengan persentase terbesar perempuan (53,3%). Perempuan memproduksi hormon estrogen yang menyebabkan meningkatnya pengendapan lemak pada jaringan sub kutis sehingga perempuan cenderung memiliki status gizi yang lebih dari normal (>110% BBI). Soegondo 2006) menyatakan bahwa jenis kelamin mempengaruhi jumlah lemak tubuh sehingga mempengaruhi terjadinya DM Tipe II. Pada laki-laki jumlah lemak tubuh >25% sedangkan pada perempuan jumlah lemak tubuh >35%, sehingga insiden DM tipe II lebih banyak pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Dilihat dari IMT hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden obesitas (IMT >23 Kg/m2 ) yaitu 8 orang (53,3%) kelompok intervensi, 9 orang (60%) kelompok kontrol. Hasil analisis ini sesuai dengan pernyataan Medicastore (2007) yang meyatakan 80-90% pasien DM tipe II mengalami obesitas. Obesitas merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan DM tipe II karena kondisi obesitas menyebabkan semakin jenuh lemak membran ototnya yang selanjutnya menyebabkan terjadi resistensi insulin sehingga timbul hiperglikemia (Ilyas, 2007). Penyulit kronis penyakit DM yang timbul pada pembuluh darah otak adalah stroke, pada pembuluh darah ginjal adalah gagal ginjal. Kedua penyakit tersebut salah satunya disebabkan karena hipertensi. Pada penelitian ini 46,7% responden baik pada kelompok kontrol maupun intervensi mengalami hipertensi. Hal ini akan mempercepat terjadinya penyulit kronis apabila pengendalian tidak baik, hipertensi merupakan faktor risiko DM yang dapat dirubah sehingga pengendalian tekanan darah juga akan menunda terjadinya penyulit kronis pada penderita DM. Kategori Terkontrolnya DM Kategori terkontrolnya DM dilihat dari hasil pemeriksaan kadar HbA1C pada Tabel 2 Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 3 dilihat dari terkontrolnya DM sebelum dilakukan intervensi maka sebagian besar responden pada kriteria buruk baik pada kelompok intervensi (80%) maupun pada kelompok kontrol (80%) dan keduanya tidak ada yang terkontrol dengan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11
Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
baik. Penyakit DM tidak terkontrol akan mempercepat terjadinya penyulit kronis seperti stroke, gagal jantung, kebutuhan pembiayaan kesehatan.
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Terkontrolnya DM Sebelum Perlakuan pada Penderita DM Tipe II di Wilayah Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n-15) No
Terkontrolnya DM
1 2 3
Baik Sedang Buruk
Kelompok intervensi
Kelompok kontrol
Frekuensi 0 3 12
Frekuensi 0 3 12
% 0 20 80
% 0 20 80
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Terkontrolnya DM Setelah Perlakuan pada Penderita DM Tipe II di Wilayah Puskesmas Gamping II Sleman Tahun 2010 (n-15) No
Terkontrolnya DM
1 2 3
Baik Sedang Buruk
Kelompok intervensi
Kelompok kontrol
Frekuensi 2
Frekuensi 2 0 13
8
% 13,4 5 33,3 53,3
% 13,3 0 86,7
Berdasarkan Tabel 3 terkontrolnya DM setelah dilakukan intervensi adalah sebagian besar responden pada kriteria buruk 53,3% kelompok intervensi dan 86,7% kelompok kontrol. Jika dibandingkan dengan kadar HbA1C sebelum perlakuan, maka peningkatan ke arah lebih baik dengan prosentase lebih besar pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Berdasarkan analisis bivariat (Tabel 4 dan Tabel 5) terdapat bahwa pada kelompok intervensi terjadi peningkatan yang bermakna dari kategori terkontrolnya DM kearah yang lebih baik antara sebelum diberikan pendampingan dengan setelah diberikan pendampingan yaitu terdapat 6 responden yang mengalami peningkatan terkontrolnya DM dari kategori buruk menjadi sedang dan kategori sedang menjadi sedangkan 9 respoden tidak mengalami perubahan (tetap) pada kategori buruk dengan signifikansi 0,014 atau <0,05 dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu terdapat responden yang mengalami penurunan terkontrolnya DM dari sedang menjadi buruk, terdapat 2 responden yang mengalami peningkatan terkontrolnya DM dari kategori sedang menjadi baik sedangkan 12 respoden tidak mengalami perubahan (tetap) pada kategori buruk dengan taraf signifikansi 0,564 atau > 0,05. Tabel 4. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Rank Test HbA1c pada Kelompok Intervensi No Kategori Frekuensi Signifikansi 1 Postes kat < pretes kat 0 0,014 Postes kat > pretes kat 6 0,014 Postes kat = pretes kat 9 0,014 Tabel 5. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Rank Test HbA1c pada Kelompok Kontrol No Kategori Frekuensi Signifikansi 1 Postes kat < pretes kat 1 0,564 Postes kat > pretes kat 2 0,564 Postes kat = pretes kat 12 0,564 Menurut Rungapadiachy cit Basuki E dalam Soegondo (2007) sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa, mencerap dan berperilaku terhadap suatu referen atau obyek kognitif. Sikap merupakan bagian dari kepribadian dan sikap yang tidak mendukung perilaku akan menghambat dilaksanakannya perilaku tersebut.
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11
Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
Mengubah perilaku seseorang akan terkait dengan merubah sikapnya dan mempengaruhi kepribadian orang tersebut. Soegondo (2007) mengatakan penyakit DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup atau perilaku. HbA1c adalah kadar rata–rata glukosa darah selama 8–10 minggu terakhir. Bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal antara 70–140 mg/dl selama 8–10 mg terakhir, maka hasil tes HbA1C akan menunjukan nilai normal. Kadar gula darah bagi penderita DM merupakan indikator apakah penderita tersebut dapat mengontrol dirinya atau tidak. Untuk memperoleh nilai HbA1c pada nilai kisaran normal, diperlukan kesetabilan kadar glukosa darah dalam kisaran normal selama 8–10 minggu. Pada penelitian ini sebagian besar responden (80%) baik kelompok kontrol maupun kelompok intervensi tingkat pengendalianya pada kategori buruk atau tidak terkontrol. Kondisi penyakit DM yang tidak terkontrol akan mempercepat terjadinya penyulit–penyulit kronis seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, ulkus DM yang dapat meningkatkan kebutuhan pembiayaan. Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan DM mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien menuju perubahan perilaku. Keberhasilan perubahan perilaku, membutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi, Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Pendampingan adalah bentuk edukasi, konseling dan motivasi untuk membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan penyakitnya di rumah. Soegondo (2007) mengatakan bahwa DM adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup atau perilaku. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi, sehingga proses edukasi bagi pasien DM sebaiknya terus menerus dan perlu evaluasi keberhasilan penanganan dengan melihat perubahan dari kriteria pengendalian seperti, kadar gula darah, tekanan darah, IMT, kadar HbA1c, dan kadar kolesterol. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Aubert RE, et all (1998) yang menyatakan case management (pemberian pendampingan mengenai perencanaan makan, olah raga dan aktivitas serta pengelolaan obat) berpengaruh terhadap terkontrolnya DM dengan penurunan kadar HbA1c 1,7% dan 43 mg/dl kadar gula darah puasa pada kelompok intervensi serta penurunan kadar HbA1c 0,6% dan 15 mg/dl kadar gula darah puasa pada kelompok kontrol (p< 0,001) dengan pemantauan kontrol glikemik selama 6 bulan. Pada case management tersebut penderita DM diberikan pendampingan dan dilakukan follow up melalui kunjungan rumah dua minggu setelah kontak pertama dan follow up melalui telepon setiap 1–2 mg. HbA1c adalah kadar rata–rata glukosa darah selama 8–10 minggu terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal 70–140 mg/dl selama 8–10 mg terakhir, maka hasil tes HbA1c akan bernilai normal. Kadar gula darah penderita DM merupakan indikator apakah penderita tersebut dapat mengontrol dirinya atau tidak. Untuk memperoleh nilai HbA1c pada kisaran normal, diperlukan kestabilan kadar glukosa darah dalam kisaran normal selama 8–10 minggu. Sangatlah penting bagi penderita DM untuk mengendalikan gula darah dengan melakukan perencanaan makan agar kalori yang masuk sesuai dengan kalori yang dibutuhkan sehingga tidak ada penimbunan – penimbunan cadangan makanan yang menyebabkan kadar lemak dan kolesterol terkendali. Melakukan aktivitas dan olah raga membantu penderita DM agar meningkatkan penggunaan glukosa sehingga glukosa tidak menumpuk di vaskuler, disamping itu olah raga akan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin sehingga resistensi insulin akan berkurang. Olah raga juga meningkatkan vaskularisasi perifer sehingga penyulit kronis pada kaki akan dicegah. Pengelolaan dan pengendalian diri bagi penderita DM dilakukan seumur hidup, maka mereka sangat perlu mendapatkan pengetahuan secara terus menerus mengenai pengelolaan
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11
Volume I Nomor 1, Desember 2011 ISSN: 2089-4686
diri sehari–hari, berkesempatan untuk konsultasi tentang masalah yang terkait dengan penyakit yang diderita dan mendapatkan pembenaran dari tindakan–tindakan yang telah dilakukan dalam pengelolaan dirinya, sehingga meningkatkan motivasi dalam melakukan penyenyusaian gaya hidup terkait dengan penyakit DM yang diderita. Dengan kata lain pendampingan akan membantu meningkatkan pengetahuan dan motivasi penderita DM dalam melakukan penyesuai atau perubahan gaya hidup yang sehat. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Persentase terkontrolnya DM pada penderita DM tipe II di wilayah kerja Puskesmas Gamping II adalah sebelum pendampingan 20% terkontrol sedang dan 80% terkontrol buruk atau tidak terkontrol. Setelah dilakukan pendampingan 13,4% terkontrol baik,33,3% terkontrol sedang dan 53,3% terkontrol buruk atau tidak terkontrol 2. Model pendampingan berpengaruh terhadap terkontrolnya DM tipe II Saran 1. Dokter, perawat dan nutrisionist hendaknya selalu memberikan edukasi dan motivasi tentang pengelolaan DM di rumah pada penderita DM, baik di saat pelayanan di Puskesmas maupun dengan kunjungan rumah melalui kegiatan Perkesmas. 2. Peneliti pemerhati DM hendaknya melakukan penelitian serupa dengan mengukur kriteria lain dalam pengendalian DM seperti kadar gula darah, kadar kolesterol, IMT. DAFTAR PUSTAKA ________, Follow –up on the Diagnosis of Diabetes Mellitus, Clinical Diabetes 22: 71 – 79, 2004 ________, Average HbA1c value for diabetic patients in theclinical information system, National Quality Measures ClearinghouseMedicastore, 2007. Diabetus, the silent’s killer, http :// www.medicastore.com/med/index.php. diunduh 4 November 2007 Aubert RE, Herman WH, Waters J, Moore W, Sutton D, Peterson BL, et al. Nurse case management to improve glycemic control in diabetic patients in a Health maintenance organization. Ann Intern Med 1998;129:605–12. Dahlan Sopiyudin, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta, 2009 Jay S, Skyler, Effects of glicemic control on Diabetes complications and on the Prevention of Diabetes, Clinical Diabetes, 2004 ;vol 22 no 4 162 -166 Mindy T, Catherine S, Diabetes Management : Glycated Hemoglobin Testing (HbA1c), Bulletin State of Alaska Epidemiology, 1998 Medicastore. Diabetes, the sillent killer, http://www.medicastore.com/med/ index.php. (2007) Diperoleh 4 Nopember 2007 Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010 Rochmah, W. Diabetes melitus pada usia lanjut, dalam Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (3rd Ed.). (hlm 1937-1939). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI (2006). Sarah W, Gojka R, Anders G, Richard S, Hilary K, Global Prevalence of Diabetes, Diabetes Care 27 : 1047 – 1053, 2004 Smeltzer, SC & Bare, B.G, Brunner and Sudhart’s : Texbook of Medical Surgical Nursing. Philadhelpia. Lipincott, 2008 Suyono S, Waspadji S, Soegondo S, dkk, Penatalaksanaan Diabetus Melitus Terpadu, FK-UI, Jakarta, 2007
2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan
11