FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BALITA DI WILAYAH ENDEMIK GAKY KOTA PADANG TAHUN 2012 Zul Amri, Marni Handayani
(Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRAK Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain case control. Populasi kasus adalah anak dengan stunting dan kontrol adalah anak yang tidak stunting. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang tahun 2012. Jumlah sampel adalah 220 orang anak yang dibagi menjadi 110 orang anak balita stunting (mkasus) dan 110 orang anak balita tidak stunting (kontrol). Pengumpulan data dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan dan wawancara menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian didapatkan hampir 42,7 % sampel berada pada pola asuh kurang, 49,1 % dengan asupan energi kurang, 42,7 % dengan asupan protein kurang, 21,8 % pernah menderita sakit 3 bulan terakhir, 93,2 % berasal dari ibu dengan tinggi badan normal, terdapat hubungan yang antara asupan energi dan asupan protein dengan kejadian stunting, dan tidak terdapat hubungan antara pola asuh, tinggi badan ibu, dan kesakitan 3 ulan terakhir dengan kejadian stunting pada anak balita. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita adalah asupan protein dengan OR 2,22. Rendahnya asupan energi dan protein anak balita di wilayah kerja puskesmas kuranji Kota Padang dapat dicegah dan ditanggulangi dengan pendidikan gizi yang lebih terarah kepada ibu-ibu anak balita, melalui penyuluhan-penyuluhan yang lebih intensif menggunakan metode yang lebih efektif oleh petugas puskesmas dalam hal ini tenaga pelaksana gizi di Puskesmas. Key word : Stunting, Pola Asuh, Asupan energi, Asupan protein, Tinggi Badan ibu, Riwayat kesakitan dan daya tahan tubuh, termasuk bagi
PENDAHULUAN Indonesia
anak-anak. Masa anak-anak merupakan
menghadapi masalah gizi ganda yaitu
salah satu periode yang paling kritis dalam
masalah gizi kurang dan masalah gizi
menentukan
lebih.
biasanya
manusia. Pada siklus kehidupan manusia,
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
masa anak merupakan masa yang relatif
persedian
pendek
Pada
saat
Masalah
gizi
pangan,
ini
kurang
kurang
baiknya
kualitas
tetapi
sarat
dengan
daya
proses
kualitas sanitasi (lingkungan), kurangnya
pertumbuhan
pengetahuan masyarakat tentang gizi,
sehingga menempati posisi yang penting.
menu seimbang,, kesehatan dan adanya
Baik buruknya pemenuhan gizi pada masa
daerah miskin gizi (yodium). Sebaliknya
anak-anak
masalah
oleh
aspek kehidupan di kemudian hari, seperti
lapisan
kesehatan, prestasi, intelektualitas, dan
kurangnya
produktivitas pada masa remaja dan
pengetahuan tentang makanan seimbang
dewasa. Salah satu indikasi kejadian
dan kesehatan (Almatsier, 2003).
kurang
gizi
lebih
kemajuan
ekonomi
masyarakat
tertentu,
Gizi pertumbuhan,
sangat
disebabkan pada serta
penting
perkembangan,
untuk
gizi
dan
sumber
dapat
pada
perkembangan
menentukan
anak-anak
banyak
adalah
kejadian kependekan pada balita.
aktifitas,
1
Pertumbuhan
linier
yang
tidak
Data
Riset
Kesehatan
Dasar
sesuai umur merefleksikan masalah gizi
(Riskesdas) tahun
kurang. Gangguan pertumbuhan linier
prevalensi nasional balita pendek dan
(stunting)
balita
mampu
mengakibatkan mencapai
anak
potensi
tidak
sangat
2010 menunjukkan
pendek
(stunted)
genetik,
berdasarkan indeks tinggi badan menurut
mengindikasikan kejadian jangka panjang
umur (TB/U) adalah 35.6% (18.5% sangat
dan dampak kumulatif dari ketidakcukupan
pendek dan 17.1% pendek) atau lebih dari
konsumsi zat gizi, kondisi kesehatan dan
sepertiga balita di Indonesia. Di Provinsi
pengasuhan
Sumatera Barat angka stunted
yang
tidak
memadai
pada
(ACC/SCN, 1990). Gizi sangat penting
tahun 2010 adalah 32,8 %. Walaupun
untuk
angka ini masih di bawah angka rata-rata
pertumbuhan,
perkembangan,
aktifitas, dan daya tahan tubuh, termasuk
nasional,
bagi
anak-anak
mengkhawatirkan karena jauh di atas
merupakan salah satu periode yang paling
batas toleransi Badan Kesehatan Dunia
kritis dalam menentukan kualitas sumber
(WHO), yang hanya 20%. Kota Padang
daya manusia. Baik buruknya pemenuhan
sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Barat,
gizi
ditemukan anak stunted sebesar 31 %.
anak-anak.
pada
Masa
masa
anak-anak
dapat
namun
angka
ini
menentukan banyak aspek kehidupan di
Sedangkan
kemudian
berdasarkan penelitian Thamrin (2010)
hari,
seperti
kesehatan,
prestasi, intelektualitas, dan produktivitas pada masa remaja dan dewasa. Salah
daerah
endemik
GAKY
adalah Kecamatan Kuranji (35,6 %). Kejadian
stunting
merupakan
satu indikasi kejadian kurang gizi pada
indikator kekurangan gizi yang bersifat
anak-anak adalah kejadian kependekan
kronis, artinya muncul sebagai akibat dari
pada balita (stunted). Kejadian stunting
keadaan yang berlangsung lama seperti
dapat berhubungan dengan rendahnya
kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak
asupan zat yodium. Kekurangan yodium
tepat, sering menderita penyakit secara
dalam makanan sehari-hari (<50 µ gr/hr)
berulang karena higiene dan sanitasi yang
menyebabkan
hormon
tiroid
kurang baik, serta orang tua yang juga
zat-zat
gizi
stunted (Riskesdas 2007). WHO juga
terganggu. Akibatnya pembentukan organ-
menginterpretasikan tingginya prevalensi
organ dan fungsi organ terganggu, proses
stunting menunjukkan kekurangan asupan
tumbuh kembang terganggu, sehingga
makanan
terjadi hambatan tumbuh kembang dan
kesakitan akibat penyakit infeksi, atau
kretin.
Anak yang menderita Gangguan
kombinasi dari dua keadaan tersebut.
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) dapat
Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui
menyebabkan
faktor determinan kejadian stunting pada
kurang,
produksi
metabolisme
pertumbuhan
fisik
terhambat, tubuh terlihat pendek/stunted.
bergizi,
anak balita didaerah Kota
Padang
tingginya
angka
endemik GAKY tahun
2012
2
(13-59 bulan) yang ada di Kecamatan
METODE PENELITIAN
Kuranji Kota Padang. Jumlah sampel Penelitian ini
adalah
penelitian
analitik dengan desain case control study dengan pendekatan retrospektif. Hasil penelitian
diharapkan
dapat
diketahui
faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di daerah endemik GAKY Kota Padang tahun 2012.
dalam
Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang. Alasan pengambilan lokasi ini adalah, karena kecamatan ini adalah daerah GAKY
dimana
Kecamatan
Kuranji memiliki prevalensi GAKY tertinggi pada anak sekolah dasar di Kota Padang berdasarkan survey GAKY yang dilakukan oleh Thamrin (2010), dengan prevalensi GAKY sebesar 35,6 %. Pengumpulan data dilakukan pada bulan September tahun 2012.
penelitian
ini
adalah
sebanyak 110 keluarga yang mempunyaI anak balita. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.Pengumpulan data primer dilakukan oleh enumerator lulusan D4 gizi yang sudah mendapatkan pelatihan
Penelitian dilakukan di Wilayah
endemik
kasus
sebelumnya.Data
lainnya
meliputi
responden
dan
sekunder
gambaran
umum
wilayah
penelitian
diperoleh dari dokumen yang ada di puskesmas. Data selanjutnya editing
yang
sudah
diolah
dengan
(pemeriksaan
terkumpul
data),
prosedur coding
(pengkodean data), entry (pemasukan data ke dalam suatu master tabel), cleaning (pemeriksaan dan pembersihan data). Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat.
Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang memiliki anak balita HASIL PENELITIAN Analisis Univariat Tabel 1.Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Pola Asuh di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Pola Asuh Anak
f
%
Kurang
94
42,7
Baik
126
57,3
Total
220
100,0
Berdasarkan tabel 1. dapat dijelaskan
(42,7 %) berada pada pola asuh dengan
bahwa hampir separoh sampel anak balita
kategori kurang
3
Tabel
2..Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Asupan Energi Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012
di Wilayah Kerja
Asupan Energi
f
%
Kurang
108
49,1
Baik
112
50,9
Total
120
100,0
Berdasarkan tabel .2. dapat dijelaskan
(49,1 %) berada pada kategori asupan
bahwa hampir separoh sampel anak balita
energi kurang.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Asupan Protein Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012
di Wilayah Kerja
Asupan Protein
f
%
Kurang
94
42,7
Baik
126
57,3
Total
120
100,0
Berdasarkan tabel 3. dapat dijelaskan
(42,7 %) berada pada kategori asupan
bahwa hampir separoh sampel anak balita
protein
kurang.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Tingkat Kesakitan di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Tingkat Kesakitan
f
%
Sakit
48
21,8
Tidak Sakit
172
78,2
Total
120
100,0
Berdasarkan tabel 4. dapat dijelaskan
bulan
bahwa hanya sebagian kecil anak balita
penyakit
(21,8 %) pernah menderita sakit 3 bulan
Pernapasan Akut (ISPA).
terakhir diare
pernah dan
mendapatkan
Infeksi
Saluran
terakhir. Anak balita tersebut dalam 3 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Tinggi Badan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Tinggi Badan Ibu f % Rendah
15
6,8
Tinggi
205
93,2
Total
120
100,0
Berdasarkan tabel 4.5. dapat dijelaskan
%) berasal dari ibu dengan tinggi badan
bahwa hampir seluruh anak balita (93,2
normal.
4
Analisis Bivariat Hubungan Pola Asuh dan Kejadian Stunting Tabel 6. Distribusi Sampel berdasarkan Pola Asuh dan Kejadian Stunting Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Kejadian Stunting Pola Asuh
Total
p value
Stunting
Normal
(Kasus)
(Kontrol)
f
%
f
%
f
%
Kurang
53
48,2
41
37,3
94
42,7
Baik
57
51,8
69
62,7
126
57,3
Total
110 100,0 110 100,0
220
100,0
0,134
Tabel 6. memperlihatkan bahwa proporsi
kasus dengan pola asuh yang baik yaitu
kasus dengan pola asuh yang kurang
sebesar 51,8 %. Berdasarkan uji statistik
ditemukan sebesar 48,2 %, lebih tinggi
chi square diperoleh nilai p sebesar 0,134,
dibandingkan proporsi kontrol dengan pola
dengan demikian tidak terdapat hubungan
asuh
%.
yang signifikan antara pola asuh anak
Sedangkan proporsi kontrol dengan pola
dengan kejadian stunting pada anak balita
asuh yang baik ditemukan sebesar 62,7
di wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun
%, lebih tinggi dibandingkan proporsi
2012 (p > 0,05).
yang
kurang
yaitu
37,3
Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Stunting Tabel 7.Distribusi Sampel berdasarkan Asupan Energi dan Kejadian Stunting Pada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Kejadian Stunting Asupan Energi
Total
Stunting
Normal
(Kasus)
(Kontrol)
f
%
f
%
f
%
Kurang
64
58,2
44
40,0
108
49,1
Baik
46
41,8
66
60,0
112
50,9
Total
110 100,0 110 100,0
220
100,0
p
OR
value
95 % CI
2,1 0,010
1,22 – 3,57
Tabel 4.7. memperlihatkan bahwa proporsi
sebesar 60 %, lebih tinggi dibandingkan
kasus dengan asupan energi yang kurang
proporsi kasus dengan asupan energi
sebesar 58,2 %, lebih tinggi dibandingkan
yang
proporsi kontrol dengan asupan energi
Berdasarkan
yang kurang yaitu sebesar 40 %. Proporsi
diperoleh nilai p sebesar 0,010, dengan
kontrol dengan asupan energi yang baik
demikian
baik
yaitu uji
sebesar statistik
terdapat
41,8 chi
hubungan
%.
square
yang
5
signifikan antara asupan energi dengan
2012 (p < 0,05).Hasil analisis odds ratio
kejadian stunting pada anak balita di
diperoleh nilai OR sebesar 2,1 (95 % CI :
wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun
1,22 – 3,57).
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Stunting Tabel 8.Distribusi Sampel berdasarkan Asupan Protein dan Kejadian StuntingPada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas KuranjiKota Padang Tahun 2012 Kejadian Stunting Asupan Protein
Total
p value
Stunting
Normal
(Kasus)
(Kontrol)
f
%
f
%
f
%
Kurang
58
52,7
36
32,7
94
42,7
Baik
52
47,3
74
67,3
126
57,3
Total
110 100,0 110 100,0
220
100,0
OR 95 % CI
2,3 0,004
1,33 – 3,96
Tabel .8. memperlihatkan bahwa proporsi
dengan demikian terdapat hubungan yang
kasus dengan asupan protein yang kurang
signifikan antara asupan protein dengan
sebesar 52,7 %, lebih tinggi dibandingkan
kejadian stunting pada anak balita di
proporsi kontrol dengan asupan protein
wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun
yang kurang yaitu sebesar 32,7 %.
2012 (p < 0,05).Hasil analisis odds ratio
Proporsi kontrol dengan asupan protein
diperoleh nilai OR sebesar 2,3 (95 % CI :
yang baik sebesar 67,3 %, lebih tinggi
1,33 – 3,96). Dapat disimpulkan bahwa
dibandingkan
anak balita dengan asupan protein kurang
proporsi
kasus
dengan
asupan protein yang baik yaitu sebesar
berpeluang
47,3 %. Berdasarkan uji statistik chi
stunting dibandingkan anak balita dengan
square diperoleh nilai p sebesar 0,004,
asupan protein yang baik.
2,3
kali
untuk
menderita
Hubungan Tingkat Kesakitan dengan Kejadian Stunting Tabel 9.Distribusi Sampel berdasarkan Tingkat Kesakitan dan Kejadian Stunting Pada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Kejadian Stunting Total
p value
Tingkat
Stunting
Normal
Kesakitan
(Kasus)
(Kontrol)
f
%
f
%
f
%
Sakit
30
27,3
18
16,4
48
21,8
Tidak sakit
80
72,7
92
83,6
172
78,2
Total
110
100,0
110
100,0
220
100,0
0,073
6
Tabel .9. memperlihatkan bahwa proporsi
kejadian kesakitan yaitu sebesar 72,7 %.
kasus dengan kejadian kesakitan sebesar
Berdasarkan
27,3 %, lebih tinggi dibandingkan proporsi
diperoleh nilai p sebesar 0,073 dengan
kontrol
kejadian
demikian tidak terdapat hubungan yang
kesakitan yaitu sebesar 16,4 %. Proporsi
signifikan antara tingkat kesakitan dengan
kontrol
kejadian
kejadian stunting pada anak balita di
kesakitan sebesar 83,7 %, lebih tinggi
wilayah kerja Puskesmas Kuranji tahun
dibandingkan
2012 (p > 0,05).
dengan
dengan
tidak
ada
tidak
ada
proporsi
kasus
dengan
uji
statistik
chi
square
Hubungan Tinggi Badan Ibu dengan Kejadian Stunting Tabel 10. Distribusi Sampel berdasarkan Tinggi Badan Ibu dan Kejadian Stunting Pada anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kuranji Kota Padang Tahun 2012 Kejadian Stunting Tinggi Badan Ibu
Total
p value
Stunting
Normal
(Kasus)
(Kontrol)
f
%
f
%
f
%
Rendah
9
8,2
6
5,5
15
6,8
Normal
101
91,8
104
94,5
205
93,2
Total
110
100,0
110
100,0
220
100,0
0,593
Tabel 10. memperlihatkan bahwa proporsi
kasus dengan tinggi badan ibu yang
kasus dengan tinggi badan ibu yang
rendah yaitu sebesar 91,8 %. Berdasarkan
rendah
tinggi
uji statistik chi square diperoleh nilai p
dengan
sebesar 0,593 dengan demikian tidak
sebesar
8,2
dibandingkan
proporsi
tinggi
ibu
badan
%,
lebih
kontrol
yaitu
terdapat hubungan yang signifikan antara
sebesar 5,5 %. Proporsi kontrol dengan
tinggi badan ibu dengan kejadian stunting
tinggi badan ibu yang normal sebesar 94,5
pada
%, lebih tinggi dibandingkan proporsi
Puskesmas Kuranji tahun 2012 (p > 0,05).
Faktor Determinan Kejadian Stunting
dikatakan
Berdasarkan
logistik
analisis
secara
multivariabel diperoleh hasil pemodelan
variabel
yang
akhir
variabel dengan nilai eksponen
(determinan) kejadian stunting pada anak
betha (exp B) terbesar dari pemodelan
balita di wilayah kerja Puskesmas Kuranji
akhir adalah asupan protein dengan nilai
Kota Padang tahun 2012 adalah asupan
OR
protein anak balita.
2,22.
yang
analisis
Dengan
normal
regresi
demikian
dapat
anak
balita
bahwa
di
wilayah
apabila
dilakukan
bersama-sama, paling
kerja
maka
menentukan
7
ikan, telur, susu dan lain sebagainya
PEMBAHASAN bahwa
maupun sumber protein nabati seperti
masih kurangnya peranan ibu dalam
kacang-kacangan beserta hasil olahannya
mempraktekkan
kepada
seperti tahu, tempe, dan lain-lain. Hal ini
anak, khususnya dalam praktik pemberian
juga tergambar dari pola pengasuhan
makan.
anak dimana orang tua banyak yang tidak
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap
memperhatikan makanan sumber protein
ibu anak balita diketahui bahwa ibu tidak
pada anak mereka.
memperhatikan
dari
Walaupun pola asuh secara statistik tidak
makanan anak mereka. Sebagian besar
berhubungan dengan kejadian stunting
responden menjawab bahwa mereka tidak
pada anak balita, namun hasil penelitian
memberikan makanan yang seimbang
menunjukkan kecendrungan bahwa anak
kepada anak mereka. Bagi mereka yang
balita dengan pola pengasuhan yang
terpenting
kurang
Hasil
ini
menunjukkan
pengasuhan
nilai-nilai
anak
memperhatikan
gizi
makan
unsur
gizi
tanpa seimbang
beresiko
untuk
mengalami
stunting. Praktek pengasuhan anak yang
dalam setiap kali makan. Banyak diantara anak balita yang tidak menghabiskan
berkaitan dengan gizi
makannya, serta rendahnya kebiasaan
tangga diwujudkan dengan ketersediaan
sarapan pada anak balita.
pangan.
Praktek pengasuhan anak yang
balita di rumah
Pemberian
makanan
untuk
kelangsungan hidup, untuk pertumbuhan
balita di rumah
dan perkembangan anak, ini merupakan
tangga diwujudkan dengan ketersediaan
kunci dalam pola asuh anak balita. Pola
pangan.
untuk
asuh balita meliputi : perawatan dan
kelangsungan hidup, untuk pertumbuhan
perlindungan ibu, praktek menyusui dan
dan perkembangan anak, ini merupakan
pemberian makanan pendamping ASI,
kunci dalam pola asuh anak balita.
kebersihan
berkaitan dengan gizi
Pemberian
makanan
Hasil ini memperlihatkan bahwa anak
balita
kurang
mengkonsumsi
makanan pokok seperti nasi, ubi, kentang,
praktek kesehatan di rumah tangga dan pola
dengan
rendahnya
pola
pencarian
pelayanan
kesehatan
(Zeitlin, 2000). Dapat disimpulkan bahwa anak
roti dan lain sebagainya. Hasil ini juga terkait
diri dan sanitasi lingkungan,
balita
dengan
dimana ibu jarang sekali memperhatikan
stunting dibandingkan anak balita dengan
makanan sumber energi kepada anak
asupan energi yang baik.
mereka.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan
bahwa
asupan
energi
untuk
kurang
berpeluang
ini
kali
energi
pengasuhan anak seperti pada tabel 4.1.
Hasil
2,1
asupan
menderita
mempengaruhi
rendah asupan makanan sumber protein
pertumbuhan linier pada anak. Gopalan et
baik itu protein hewani seperti daging,
al. dalam Allen (2002) melaporkan bahwa
8
anak India umur 1-5 tahun bergizi kurang
stunting.
yang mendapatkan suplementasi energi
saluran pernafasan akut (ISPA) sampai
tinggi
saat
(310
kcal/hari)
pada
makanan
Penyakit
ini
masih
diare
dan
merupakan
infeksi
masalah
hariannya selama 14 bulan menunjukkan
kesehatan utama di dunia, terutama di
adanya peningkatan pada berat dan tinggi
negara-negara berkembang,
badan
penyebab tingginya angka kesakitan dan
mereka.
Sebaliknya
Fomon et al. dalam
penelitian
Waterlow (1992)
kematian
pada
bayi
merupakan
dan
anak-anak
dengan melakukan modifikasi makanan
(Lanata dan Black, 2001). Penyakit infeksi
formula bayi dimana kandungan energinya
ini menyebabkan hilangnya nafsu makan,
rendah dan protein tinggi menunjukkan
hingga
adanya peningkatan yang bermakna pada
kurang.
tinggi badan sedangkan berat badan tidak
memerlukan masukan yang lebih banyak
bermakna.
sehubungan dengan adanya destruksi
masukan
makanan
menjadi
tubuh
sedang
Sebaliknya
yang
jaringan dan suhu yang meninggi, hingga
dilakukan Neumann dan Harrison (2002)
anak dalam keadaan malnutrisi marginal
di
dan
menjadi lebih buruk keadaannya. Keadaan
perkembangan stunting pada bayi dan
gizi yang memburuk menurunkan daya
anak-anak
tahan terhadap infeksi dan jika berlanjut
Penelitian
Kenya
longitudinal
tentang
kejadian
menunjukkan,
asupan
makanan yang tinggi energi terutama dari
terus
akan
berdampak
terhadap
lemak dan gula serta protein hewani dan
pertumbuhan anak (Pudjiadi, 2000).
yang
Walaupun anak balita memiliki ibu
positif dengan pencapaian tinggi badan
yang pendek, namun dengan pemberian
dan laju kecepatan pertumbuhan linier
asupan makanan yang baik secara terus
pada anak usia di bawah 3 tahun dan
menerus
anak sekolah.
masalah ini.
kalsium,
mempunyai
Beberapa menunjukkan
hubungan
penelitian
juga
asupan
protein
bahwa
akan
Penelitian
dapat
menanggulangi
longitudinal
yang
dilakukan Neumann dan Harrison (2002)
berpengaruh pula terhadap pertumbuhan
di
linier. Penelitian Fomon et al. dalam
perkembangan stunting pada bayi dan
Waterlow
anak-anak
(1992)
dengan
melakukan
Kenya
tentang
kejadian
menunjukkan,
dan
asupan
modifikasi makanan formula bayi dimana
makanan yang tinggi energi terutama dari
kandungan energinya rendah dan protein
lemak dan gula serta protein hewani dan
tinggi menunjukkan adanya peningkatan
kalsium,
yang
badan
positif dengan pencapaian tinggi badan
sedangkan berat badan tidak bermakna.
dan laju kecepatan pertumbuhan linier
Namun ditemukan adanya kecenderungan
pada anak usia di bawah 3 tahun dan
bahwa anak yang pernah sakit infeksi
anak
bermakna
beresiko
untuk
pada
tinggi
mempunyai
hubungan
yang
sekolah.
menderita/mengalami
9
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian Hampir
kejadian stunting pada anak balita adalah asupan protein.
separoh anak balita berada pada kategori
Disarankan Rendahnya asupan energi
pola asuh kurang. Hampir separoh anak
dan protein anak balita di wilayah kerja
balita
puskesmas kuranji Kota Padang dapat
berada pada kategori asupan
energi yang rendah. Hampir separoh anak
dicegah
dan
ditanggulangi
balita
berada pada kategori asupan
pendidikan gizi yang lebih terarah kepada
protein yang rendah. Hanya anak balita
ibu-ibu anak balita, melalui penyuluhan-
yang pernah menderita sakit selama 3
penyuluhan
bulan terakhir. Hanya anak balita berasal
menggunakan metode yang lebih efektif
dari ibu dengan tinggi badan yang rendah.
oleh petugas puskesmas dalam hal ini
Terdapat hubungan yang signifikan antara
tenaga
asupan energi (OR 2,1) dan asupan
Puskesmas.Kejadian stunting merupakan
protein (OR 2,3) dengan kejadian stunting
kejadian
pada anak balita Tidak terdapat hubungan
kekurangan gizi pada waktu lalu. Oleh
yang signifikan antara pola asuh, tingkat
sebab itu penelitian-penelitian prospective
kesakitan, dan tinggi badan ibu dengan
longitudinal dapat menjawab secara tepat
kejadian stunting pada anak balita. Faktor
penyebab kejadian stunting pada anak
yang menentukan sebagai determinan
balita
yang
lebih
pelaksana
yang
gizi
diakibatkan
dengan
intensif
di
oleh
DAFTAR PUSTAKA Abunain D, Jahari AB. 1987. Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Sebagai Indikator Sosial Ekonomi. Penelitian Gizi dan Makanan. 10;07-21 Alam, D.S, dkk. Assosiation Between Clinical Type of Diarrhoea and Growth of Children Under 5 Years in Rural Bangladesh. Int. J.Epidemiol. 29, 916-921 Damanik, M.P (1991) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Gibson RS 1990. Principles of Nutritional Assessment. New York. Oxford University Press Hanung, M.S (1996). Tinggi Badan anak Baru Masuk Sekolah di Kab. Purworejo Tahun 1994-1995.[ Tesis], Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Departemen Pendidikan Terapan. danKebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Husaini MA. 1988. Antropometri dan Pertumbuhan Anak. Buletin Gizi No 1 Vol 12. Jahari AB, Abunain D. 1986. Perbandingan Validitas Beberapa Indeks Antropometri untuk Pemantauan Status Gizi Anak Balita. Gizi Indonesia Volume 11 No 2, 1986 – Volume 12 No 1, 1987: hlm 15 – 21 62
Jahari AB. 1988. Antropometri sebagai Indikator Status Gizi. Gizi Indonesia Volume 13 No 2
10
Jalal, F. dan soekirman (1990). Pemanfaatan Antropometri sebagai Indikator Sosial ekonomi. Gizi Indonesia 14 (2), 26-36 Lanata dan Black (2001) Diarrheal Diseases and Accute Lower Respiratory Infection in Semba , R.D. and Bloem .m.w. (eds) Nutrition and Health in developing Countries (pp: 131162) . Totowa,New Jersey : Humana press Neumann, C . G ., Harrison, G . G . (2002, September) . Orset and Evoluation of Stunting in Infants and Children . Examples from the Human Nutrition Collaborative Research a and Support Program. Kenya and Egypt studies. (OnLine) . Available on : www.unu. edu/unupress/food2/UID06E/uid06e0u. htm. Nurmiati. 2006. Pertumbuhan dan Perkembangan Balita Stunted dan Normal [Skripsi] Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pudjiadi , S . (20000) . Ilmu Gizi Klinis pada Anak . Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . Riyadi et al. 2006. Studi Tentang Status Gizi pada Rumah Tangga Miskin dan Tidak miskin. Gizi Indenesia volume 29 no 1 hlm. 33-46 Satoto. 1990. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak, Pengamatan Anak Umur 0 – 18 Bulan di Kecamatan Mlongo Kabupaten Jepara Jawa Tengah [Disertasi] Semarang: Universeitas Diponegoro
Shrimpton R. 2006. Life Cycle and Gender Perspective on The Double Burden of Malnitrition and The Preventive of Diet Related Chronic Diseases. Standing Committee on Nutrition. Number 33. Levenham Press United Kingdom. Smith, T .A. dkk. (1991). Relathionships Between Growth and Acute LowerRespiratory Infections in Children <5 y in Highland Populatin of Papua New Guinea. Am. J. Clin. Nutr. 53, 963-970. Soetjiningsih . (1998) . Tumbuh Kembang Anak . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC . Sunarti, E. 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah. Jakarta. Compotindo Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Thaha , A . R . (2000) . Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Keadaan Gizi Masyarakat. J med Nus . 21 (1) , 6973 . Unicef . (1998) . The State Of The World s Children 1998 . Oxford University Press . UNICEF. 1990. The Care Initiative Assessment. Analysis and Action to Improve Care for Nutrition. New York 65 Zeitlin, 2000. Balita di Negara-Negara Berkembang, Peran Pola Asuh Anak, Pemanfaatan Hasil Study Penyimpangan Positif Untuk Program Gizi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, LIPI. Jakarta
11