PENGARUH VARIASI KONSENTRASI GIEMSA TERHADAP HASIL PEWARNAAN SEDIAAN APUS DARAH TIPIS PADA PEMERIKSAAN Plasmodium sp Suryanta1, Soebiyono2, Eni Kurniati3 1,2,3
Dosen Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
INTISARI Latar belakang : Pemeriksaan malaria dilakukan sediaan darah tebal dan sediaan darah tipis. Pewarnaan sediaan darah digunakan cat Giemsa stock yang harus diencerkan dengan konsentrasi tertentu, agar parasit dalam sel darah merah dapat menerima zat warna Giemsa sehingga memudahkan identifikasi parasit. Tujuan Penelitian : mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp yang diperiksa secara makroskopis dan mikroskopis, mengetahui kualitas hasil pewarnaan berbagai variasi konsentrasi Geimsa dan mengetahui kualitas pewarnaan yang efktif untuk pewarnaan sediaan apus darah malaria. Metode Penelitian : Jenis eksperimen, sediaan darah tipis yang mengandung Plasmodium sp dilakukan pewarnaan dengan variasi konsentrasi Giemsa 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Hasil : Penilaian makroskopis dan mikroskopis pewarnaan sediaan darah tipis menunjukkan konsentrasi 5% terdapat 4 sediaan darah dengan kriteria baik dan 1 sediaan kurang baik, konsentrasi 10%, 15% diperoleh semua sediaan dengan kriteria baik, sedangkan konsentrasi 20%, 25% dan konsentrasi 30% masing masing terdapat 4 sediaan yang baik dan 1 sediaan kurang baik.. Berdasarkan jumlah skor yang didapat, maka sediaan darah baik sebanyak 86,7% dan kurang baik sebanyak 13,3%. Dari hasil uji menggunakan uji Kruskall-Wallis didapatkan nilai Chi-square 2,231 dengan signifikan 0.816 (>0.05). Kesimpulan : Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui nilai signifikansi p=0,816 >0.05 artinya tidak ada pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp, kualitas hasil pewarnaan sesuai standar konsentrasi Giemsa (10%) dan sesuai prosedur kerja dapat memberikan hasil yang baik dalam warna kromatin dan sitoplasma Plasmodium sp, kualitas pewarnaan yang efektif dengan menggunakan konsentrasi Giemsa 10% - 15% dengan lama pengecatan 30 menit memberi warna kromatin parasit merah dan siptoplasma biru. Kata kunci : Variasi Konsentrasi, Giemsa, Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis, Plasmodium sp
1
PENDAHULUAN Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan
morbiditas
(pengaruh
penyakit)
dan
mortalitas
(kemungkinan
menimbulkan kematian) yang cukup tinggi.1 Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis dan subtropics.2 Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebar di seluruh dunia. Berdasarkan laporan WHO antara 1,5-2,7 juta orang meninggal tiap tahun karena penyakit malaria.3 Sementara prevalensi penyakit malaria di seluruh dunia diperkirakan antara 300-500 juta setiap tahunnya .4 Pemeriksaan malaria dalam upaya penanggulangannya di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, tetapi daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.5 Malaria dapat di diagnosis dengan menemukan dan mengidentifikasi parasit yang penyebabnya dalam darah. Hal ini dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis terhadap sediaan apus darah yang dilakukan pewarnaan dengan salah satu dari warna Romanowsky yaitu warna Giemsa. Pembuatan sediaan darah malaria dapat dilakukan dalam dua bentuk yaitu sediaan darah tipis dan sediaan darah tebal. Hingga saat ini diagnosis mikroskopis dengan memeriksaan sediaan apusan darah tebal dan tipis yang diwarnai dengan Giemsa masih merupakan “gold standard” (baku emas) dengan sensitivitas 50 parasit/l darah.6
2
Pewarnaan sediaan darah malaria digunakan cat Giemsa stock yang harus diencerkan lebih dulu sebelum dipakai mewarnai sel darah. Pewarnaan dalam diagnosis malaria menggunakan cat Giemsa dalam konsentrasi tertentu, hal ini untuk menghasilkan pewarnaan yang baik dan memudahkan untuk mengidentifikasi parasit.7
Pewarnaan sediaan malaria merupakan proses
osmose, sehingga dibutuhkan kepekatan tertentu dari larutan Giemsa. Larutan Giemsa dilakukan pengenceran dalam konsentrasi tentu agar parasit malaria yang berada dalam sel darah merah dapat menerima zat warna Giemsa.8 Standar WHO tahun 1991, berdasar pewarnaan untuk diagnosis penyakit malaria
menggunakan
cat
Giemsa
konsentrasi
10%
yang
diencerkan
menggunakan buffer phosphate pH 7.2 dengan lama pewarnaan 30 menit pada sediaan apus darah tipis.9 Namun di lapangan untuk pewarnaan sediaan apus darah banyak yang menggunakan konsentrasi Giemsa yang berbeda-beda, sehingga terjadi banyak variasi konsentrasi Giemsa. Observasi yang sudah dilakukan bulan Januari tahun 2012, ada beberapa Puskesmas yang menggunakan konsentrasi Giemsa yang berbeda-beda. Maka peneliti ingin mengetahui adanya pengaruh dari berbagai variasi konsentrasi
cat Giemsa
terhadap hasil pewarnaan dan kepekatan cat Giemsa tertentu dalam sediaan apus darah tipis yang mengandung Plasmodium sp (parasit penyebab malaria). BAHAN DAN METODE Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan desain penelitian post test without control. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Nopember 2012 – Januari 2013 di Laboratorium Hematologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kementerian
Kesehatan
Yogyakarta.
Objek
penelitian
ini
menggunakan darah yang mengandung Plamodium sp yang diperoleh dari
3
beberapa Puskesmas di Kabupaten Kulon Progo yakni Puskesmas Kokap I, Kokap II, Pengasih, dan Giri Mulyo I. Sampel darah yang diperoleh dibuat sediaan apus darah tipis kemudian dilakukan pewarnaan Giemsa dalam berbagai variasi konsentrasi yaitu 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dalam buffer fosfat pH 7.2 dengan lama pengecatan 30 menit. Hasil pemeriksaan dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis dengan penggulangan lima kali. Penilaian hasil pewarnaan sediaan darah dikatakan baik dan tidak baik berdasarkan atas jumlah skor yang diperoleh untuk mempermudah mengolah data menggunakan statistik. Hasil pewarnaan dikatakan baik apabila skor 8-10, dikatakan kurang baik apabila skor 11-13 dan dikatakan tidak baik apabila skor 14-16 dalam jumlah 16 skor total.10 Data yang didapat dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisa deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan analisis statistik menggunakan alat bantu program SPSS 16.0 for Windows dengan taraf kepercayaan 95%.11 Uji yang digunakan adalah uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp.
HASIL 1.Analisis Deskriptif Hasil penilaian pewarnaan sediaan darah malaria meliputi penilaian secara makroskopis dan mikroskopis. Kriteria penilaian sediaan darah tipis yang baik secara makroskopis dinilai dari gambaran bentuk gambaran warna sediaan darah
sediaan
terlihat jernih,
kombinasi warna merah, ungu dan biru.
Sedangkan secara mikroskopis dinilai dari latar belakang jernih, biru pucat atau
4
pucat kemerah-merahan, sel-sel eritrosit warna kontras dan jelas,
sebagian
besar leukosit terlihat jelas dan bersih dari partikel-partikel Giemsa. Pemeriksaan parasit Plasmodium sp stadium tropozoit warna kromatin merah dan sitoplasma berwarna biru. Hasil pemeriksaan sediaan
debagaimana ditampilkan pada
gambar 1.
5 4 3
baik kurang baik
2
tidak baik 1 0 5%
10%
15%
20%
25%
30%
Gambar 1. Hasil Penelitian kualitas makroskopis dan mikroskopis sediaan apus darah tipis menggunakan pengenceran cat Giemsa dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pada konsentrasi 5% terdapat 4 sediaan darah yang mempunyai kriteria baik dan 1 sediaan yang kurang baik, konsentrasi 10%, 15%,
diperoleh semua sediaan dengan kriteria baik, sedangkan
konsentrasi 20%, 25% dan konsentrasi 30% pada tiap konsentrasi terdapat 4 sediaan yang baik dan 1 sediaan yang kurang baik. Hasil pewarnaan dikatakan baik apabila skor 8-10, dikatakan kurang baik apabila skor 11-13 dan dikatakan tidak baik apabila skor 14-16 dalam jumlah 16 skor total.
Data hasil skor penilaian secara makroskopis dan mikroskopis
pewarnaan sediaan darah tipis dapat dilihat pada tabel 3, sedangkan untuk data penilaian sediaan dikatakan baik dan kurang baik dapat dilihat pada tabel 1.
5
Tabel 1.
Skor Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Sediaan Darah Tipis pada Pewarnaan Variasi Konsentrasi Giemsa Skor Gambaran Sediaan Darah Tipis pada Pewarnaan Variasi Konsentrasi Giemsa Ulangan 5% 10% 15% 20% 25% 30% 1 9 9 8 9 11 9 2 10 9 9 9 9 10 3 9 8 9 9 10 10 4 9 8 10 9 9 10 5 11 8 9 11 10 13
Berikut ini adalah ringkasan hasil pemeriksaan variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan darah Plasmodium sp yang sudah dimasukkan dalam 3 kriteria, menurut skor masing-masing. Hasil penilaian pewarnaan diperoleh sediaan yang mempunyai kriteria baik dan kurang baik secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Data Hasil Penilaian Sediaan Darah Tipis Setelah Pewarnaan Giemsa Konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% Sediaan darah tipis malaria Hasil Pewarnaan 5% 10% 15% 20% 25% 30% Baik 4 5 5 4 4 4 Kurang Baik 1 0 0 1 1 1 Tidak Baik
0
0
0
0
0
0
Hasil penelitian diperoleh penilaian sediaan pada konsentrasi 5%, 20%, 25% dan 30% terdapat sediaan yang kurang baik, hal ini dapat terjadi gambaran makroskopis sediaan tidak jernih, gambaran mikroskopis masih terdapat sisa endapan cat atau partikel-partikel Giemsa dan pewarnaan sitoplasma parasit yang tidak terlihat dengan jelas. Sehingga terdapat 4 preparat (13,3%) tidak memenuhi kriteria pewarnaan sediaan yang baik. Sedangkan pada konsentrasi 10% dan 15% diperoleh hasil pewarnaan semua sediaan darah yang memenuhi kriteria sediaan baik. Secara makroskopis diperoleh gambaran sediaan jernih dan warna sediaan ada kombinasi warna merah, ungu dan biru. Secara mikroskopis
6
sel eritrosit berwarna kemerahan, sel leukosit terlihat jelas, bersih dari endapan cat, kromatin parasit berwarna merah dan sitoplasma warna biru. Sehingga terdapat 26 preparat (86,7%) memenuhi kriteria pewarnaan baik. Hasil uji Kruskal-Wallis di dapatkan nilai Asymp Sig 0,816 (lebih besar dari 0,05) menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp.
PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sedian apus darah tipis pada pemeriksaan malaria agar dapat mengetahui konsentrasi yang baik untuk mendiagnosis dan mengidentifikasi Plasmodium sp. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil analisa statistik menggunakan Kruskall-Wallis dengan
taraf
kepercayaan 95% didapatkan nilai signifikan sebesar 0.816 > 0.05 maka hipotesis diterima yaitu tidak ada pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp. Meskipun masih ada beberapa kriteria pewarnaan yang tidak terpenuhi, pada variasi konsentrasi Giemsa sebagian besar kriteria pewarnaan sediaan apus darah malaria sudah memenuhi syarat seperti kejelasan sel leukosit, warna sel darah merah yang kontras dan yang paling penting adalah parasit mampu menyerap warna Giemsa sehingga dapat diamati pada sel darah merah yang terinfeksi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang ada. Dalam teori
disebutkan bahwa pewarnaan Plasmodium sp merupakan pewarnaan parasit malaria pada sediaan darah tipis maupun tebal
7
menggunakan cat Giemsa
dengan pengencer Buffer fosfat pH 7.2. Hasil pewarnaan parasit sitoplasma berwarna biru dan kromatin inti merah. Dengan zat warna Giemsa pada konsentrasi dan waktu pewarnaan tertentu, warna yang baik dan sesuai dengan standar teknis akan tercapai, sehingga sediaan darah tersebut dapat diperiksa secara mikroskopis.12 Kualitas Giemsa yang digunakan harus di cek mutunya dan dilihat tanggal kadaluwarsa larutan tersebut. Giemsa yang mutunya jelek atau sudah rusak tidak akan mengeluarkan warna ungu atau merah atau keduanya. Kualitas zat pewarna Giemsa yang digunakan, parasit pada sediaan darah tidak akan dapat dilihat atau dikenal apabila bagian-bagian morfologi dari parasitnya tidak bereaksi dengan zat-zat warna dari Giemsa. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hasil pewarnaan sediaan darah diantaranya tehnik pembuatan sediaan darah, sumber daya manusia (keterampilan dan ketelitian peneliti), proses pengecatan yang kurang tepat, kualitas buffer pengencer dan kualitas Giemsa yang digunakan kurang memenuhi mutu cat Giemsa yang baik. Hasil pewarnaan sediaan darah secara mikroskopis masih terdapat preparat yang tidak bersih dari endapan cat. Kebersihan preparat dari endapan cat tergantung pada saat pencucian tahap akhir. Masih adanya endapan cat kemungkinan karena saat mengaliri sediaan dengan air masih terdapat sisa zat warna yang menempel. Dalam penelitian ini ketelitian yang baik dari peneliti sangatlah penting mengingat
pemeriksaan
sediaan
apus
darah
tipis
malaria
merupakan
pemeriksaan metode manual. Untuk meminimalkan kesalahan pada penelitian ini, pemeriksaan hasil pewarnaan sediaan apus darah tipis malaria dalam
8
berbagai variasi konsentrasi dilakukan dengan lima kali pengulangan pada setiap perlakuan. Dengan utamanya
demikian
untuk
untuk
mengidentifikasi
parameter
pemeriksaan
Plasmodium
sp
dapat
parasit
malaria
menggunakan
konsentrasi 10% - 15% agar pewarnaannya diperoleh hasil yang baik. Meskipun variasi konsentrasi Giemsa tidak berpengaruh pada hasil identifikasi KESIMPULAN 1. Tidak ada pengaruh variasi konsentrasi Giemsa terhadap hasil pewarnaan sediaan darah tipis pada pemeriksaan Plasmodium sp. 2. Kualitas hasil pewarnaan diperoleh hasil makin rendah konsentrasi Giemsa yang digunakan, akan mengganggu pengamatan dan identifikasi parasit terutama sitoplasma parasit semakin pucat. Konsentrasi Giemsa semakin tinggi maka warna kromatin dan sitoplasma parasit semakin pekat. 3. Konsentrasi Giemsa yang baik untuk pengecatan sediaan darah tipis dari hasil penelitian didapatkan pada konsentrasi 10% sampai 15% dengan hasil berupa warna kromatin parasit merah dan sitoplasma biru. Saran Berdasarkan hasil dalam penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada: 1. Petugas kesehatan/Tenaga kesehatan Bagi petugas kesehatan utamanya yang bertugas memeriksa sampel darah untuk pemeriksan Plasmodium sp untuk memenuhi prosedur pewarnaan Giemsa pada konsentrasi 10 sampai 15% untuk hasil yang lebih akurat.
9
UCAPAN TERIMA KASIH
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Bersama ini kami ucapkan rasa terima kasih atas terselesaikannya Penelitian Dosen Mandiri ini, pada berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: Pemerintah Propinsi D I Yogyakarta atas perkenannya memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian Pemerintah Daerah Tk II Kabupaten Kulon Progo atas izin dan kerjasamanya untuk pelaksanaan penelitian Kepala Puskesmas Puskesmas Kokap I, Kokap II, Pengasih, dan Giri Mulyo I. atas kerjasama dan bantuan dalam penelitian ini. DR. Lucky Herawati, SKM, M.Sc selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta. Subrata Tri Widada, SKM, M.Sc selaku Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kementerian Kesehatan Yogyakarta. DR,Ir. Irianton Aritonang MKM selaku Pembimbing dan Penguji dalam penelitian ini. Tri Siswati SKM, M Kes yang telah memfasilitasi dan banyak membantu dalam Penelitian ini.. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian penelitian ini.
10
KEPUSTAKAAN 1. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. EMS. 2. Kartono, M. 2003. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. Medika No.XX, tahun XXIX.Jakarta; Hal: 615. 3. Pat D., Sipe N., Anto S., Hutajalun B., Ndoen E., Papayungan M. 2005. Malaria In Indonesia: A Summary Of Recent Research Into Its Environmental Relationships. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 4. Collete A., Bagot S., Ferrandiz M.E., Cazenave P.A., Six A., Pied S. 2004. A Profound Alterationof Blood TCRB Repertoire Allows Prediction of Cerebral Malaria, The Journal of Immunology, 173; 4568-4575. 5. Depkes Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia.Jakarta: Dirjen PPM & PL 2006 6. Dinas Kulon Progo. 2012. Buku Pedoman Parasit Malaria. Yogyakarta : Pelatihan Diagnosis Mikroskopi Malaria. 7. Tjokrosonto, S. Panduan Praktis Diagnosis Malaria. Yogyakarta : IAIM. 2003. 8. Ndaru. 2012. Pembuatan dan Pewarnaan Sediaan Darah. Yogyakarta : Pelatihan Penyelenggaraan Mikroskopis Kulon Progo. 9. Ramdja M. Mekanisme Resistensi Plasmodium falsiparum Terhadap Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII.Jakarta. 1997. 10. Sutisna, P. 2004. Malaria Secara Ringkas: dari pengetahuan dasar sampai terapan/penulis. Jakarta : ECG. 11. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta 12. Dinas Kulon Progo. Diagnosis Malaria pada Sediaan Darah Tebal dan Tipis.Yogyakarta : Pelatihan Diagnosis Mikroskopi Malaria. 2012.
11