HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BATITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGKOAN KABUPATEN MINAHASA Winny Rambitan*, R.B Purba**, Nova H. Kapantow* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Departemen Pendidikan Politeknik Kesehatan Manado ABSTRAK Stunting merupakan suatu retardasi pertumbuhan linier yang berkaitan dengan adanya proses perubahan patologis dan pertumbuhan fisik. Faktor lingkungan, perilaku dan genetic, kondisi sosial ekonomi, kejadian BBLR, dan pemberian ASI merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0% anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemberian ASI ekslusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak batita 1-3 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol (case control). Dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2014 di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan Kecamatan Kawangkoan Kabupaten Minahasa, dengan jumlah sampel 96 anak batita yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 48 anak batita pada kelompok kasus dan 48 anak batita pada kelompok kontrol. Hipotesis di uji dengan menggunakan uji chi-square dilanjutkan dengan uji fiser’s exact , dikatakan signifikan apabila nilai p value < 0,05. hasil uji bivariat menunjukan batita yang tidak mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 43,7% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 7,3%. Nilai p = 0,167 (p > 0,05) dengan nilai OR 2,057 yang berarti batita yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki resiko 2x lebih besar dari pada batita yang mendapat ASI eksklusif. Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada batita di wilayah kerja Puskesmas Kawangkoan. Kata kunci : ASI eksklusif, Stunting, Anak Batita ABSTRACT Stunting is a condition of linier retardation of growth, which connected to the pathological process and physical growth which are related to the environmental factor, behavior and genetics, social economic conditions, low birth weight, and exclusive breast feeding as the factors which are related to the condition of stunting. The result of the “Riskesdas 2013” data shows, prevalence of stunted in national are 37,2 % consisted of 18,0% severe stunted child and 19,2% stunted child. This research are conducted to analyse the status of exclusive breast feeding as the risk factor for stunting condition to occur on under three years old baby on the working area of puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province. This research uses analytic survey with case control research design. This research was held on May-July 2014 at the working area of Puskesmas Kawangkoan in Minahasa Sub-province with 96 samples of under three years old baby which divided into 2 groups of 48 three years old babies for the case group and 48 others for control group. Hypothesis was tested by using chi-square and continued with fiser’s exact test, it was told significance when the p value shows < 0,05. The bivariate test result shows under three years old babies doesn’t get breast feed with stunting nutrition status valued 47,3% and under three years old babies who gets breast feed with stunting nutrition status valued 7,3%. the value of p = 0,167 (p > 0,05) with OR value of 2,053. There is no realionship between the history of exclusive breast feeding activity with stunting on under three years old babies at the Puskesmas Kawangkoan working areas. Keywords : Exclusive breast feeding, Stunting, under three years old babies
1
terganggu
Pendahuluan Stunting
Data
Riskesdas 2013 menunjukan kecenderungan
pertumbuhan linier yang berkaitan dengan
proses mulai menyusu pada pada anak 0-23
adanya
patologis.
bulan pada tahun 2010 dan 2013, dinilai
Pertumbuhan fisik berhubungan dengan faktor
bahwa proses menyusu kurang dari satu jam
lingkungan, perilaku dan genetik, Kondisi
yaitu sebsesar 29,3% pada tahun 2010
sosial ekonomi, pemberian ASI, dan kejadian
meningkat menjadi 34,5% pada tahun 2013.
proses
suatu
2011).
retardasi
BBLR
merupakan
(Sulistyoningsih,
perubahan
merupakan
faktor-faktor
yang
Penelitian
ini
berujuan
untuk
berhubungan dengan kejadian stunting. Status
menganalisis ASI ekslusif sebagai faktor
gizi buruk berdampak terhadap menurunnya
risiko kejadian stunting pada anak batita di
produksi zat anti bodi dalam tubuh. Penurunan
Kecamatan
zat anti bodi ini mengakibatkan mudahnya
Minahasa.
Kawangkoan
Kabupaten
bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus dan mengganggu produksi beberapa enzim
Metode Penelitian
pencernaan
Penelitian
makanan
dan
selanjutnya
ini
merupakan
penelitian
penyerapan zat-zat gizi yang penting menjadi
observasional dengan rancangan studi kasus
terganggu, keadaan ini dapat memperburuk
kontrol
status gizi anak. Data Riskesdas 2013
retrospektif.
menunjukan
wilayah
prevalensi
pendek
secara
yang
menggunakan Penelitian
kerja
pendekatan
dilaksanakan
puskesmas
di
Kawangkoan
nasional adalah 37,2% yang terdiri dari 18,0%
kabupaten Minahasai pada bulan Mei – Juli
anak sangat pendek dan 19,2% anak pendek
2014.
(Tando, 2012).
Populasi
Pemberian ASI eksklusif di Indonesia
balita
usia
target
12-36
penelitian
bulan
di
adalah
kecamatan
masih jauh dari harapan. Berdasarkan hasil
kawangkoan . Besar sampel minimal yang
survey dari peneliti masih banyak ibu-ibu
diperlukan dihitung berdasarkan rumus besar
yang berada di Kecamatan Kawangkoan yang
sampel dengan tingkat kemaknaan d=0,01
tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi
sehingga diperoleh sampel minimal sebanyak
dan hanya diganti dengan susu formula. Jika
48 orang dengan perbandingan sampel antara
bayi mendapatkan makanan pendamping ASI
kasus dan kontrol adalah 1:1. Pemilihan
terlalu dini (sebelum enam bulan) makan akan
sampel
meningkatkan risiko penyakit diare dan
menggunakan teknik stratified propotional
infeksi
akan
sampling berdasarkan kriteria inklusi yaitu
menyebabkan jumlah ASI yang diterima bayi
anak usia 12-36 bulan, tinggal di wilayah
berkurang, padahal komposisi gizi ASI pada 6
kerja puskesmas Kawangkoan, hadir pada saat
bulan pertama sangat cocok untuk kebutuhan
penelitian.
bayi, akibatnya pertumbuhan bayi akan
(kelompok kasus) dan z-score untuk indeks
lainnya.
Selain
itu
juga
2
penelitian
dilakukan
dengan
Untuk indeks TB/U <-2 SD
TB/U -2 SD s/d +2SD (kelompok kontrol).
kejadian stunting pada anak usia 12-36 bulan.
Pemilihan kontrol dilakukan dengan matching
Analisis bivariat menggunakan uji Pearson
terhadap kelompok umur dan jenis kelamin.
Chi-Square dilanjutkan dengan menggunakan
Kontrol dipilih berdasarkan asal desa yang
uji Fisher Exact karena syarat uji chi-square
sama atau berdekatan dengan kelompok
tidak terpenuhi.
kasus.
Selanjutnya,
pemilihan
kontrol Hasil Penelitian
disamakan dengan umur (±3 bulan) dan jenis kelamin
masing-masing
individu
Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
pada
96 anak balita yang terdiri dari 48 anak
kelompok kasus.
stunting dan 48 anak normal. Adapun
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
diskripsi pekerjaan ayah dan ibu ditampilkan
pemberian ASI eksklusif yang dikategorikan
pada table 1 dan tabel 2.
ASI eksklusif dan non-ASI eksklusif. Variebel
Tabel.1
bebas tersebut diperoleh melalui wawancara
Distribusi Umum
langsung dengan ibu sampel menggunakan
Kasus n
formulir penelitian. Variabel terikat dalam
Kontrol %
n
%
Pekerjaan Tidak
penelitian ini adalah status gizi stunting pada
Ayah
anak usia 12-36 bulan. Status gizi stunting
bekerja/ IRT
2
4,2
3
6,3
0
0
0
0
10
20,8
12
25,0
5
10,4
4
8,3
3
6,3
7
14,6
23
47,9
21
43,8
5
10,4
1
2,1
diperoleh melalui pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan kapasitas
Sekolah
200 cm dan tingkat ketelitian 0,1 cm, Jasa(Ojek
selanjutnya dilakukan perhitungan z-score
/Supir)/
tinggi
badan
menggunakan kemenkes 2010.
menurut tabel
umur
(TB/U)
antropometri
Bangunan
SK
PNS/TNI
Data yang dikumpulkan
/
pertama kali adalah data tinggi badan balita
POLRI
usia 12-36 bulan. Selanjutnya setelah dipilih
Pegawai
sampel untuk kelompok kasus dan kontrol
Swasta
berdasarkan z-score tinggi badan menurut
Dagang/ Wiraswas
umur (TB/U), dilakukan pengumpulan data
ta
identitas subjek, panjang untuk masing-
Lainnya
masing sampel. Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel dan besar risiko (OR) antara pemberian ASI eksklusif dengan 3
Tabel. 2
Tabel.3
Distribusi Umum
Kasus n
Kontrol %
n
Distribusi umum %
n
Pekerjaan Tidak Ibu
bekerja/
77,1
35
2,9
Sekolah
1
%
kelamin Perempuan 18
37,5 20
41,7
19
39,6 24
50,0
29
60,4 24
50,0
Umur
2,1
n
58,3
12 – 24 0
%
62,5 28
IRT 0
Kontrol
Laki – laki 30
Jenis 37
Kasus
bulan 25 – 36
Jasa(Ojek
bulan
/Supir) / Banguna
0
0
0
0
Tabel 4 menunjukkan bahwa batita yang tidak
n PNS/TNI /POLRI Pegawai Swasta
mendapat ASI ekslusif yaitu 41 anak atau 1
2,1
2
4,2
5
10,4
3
6,3
85,4% pada kelompok kasus sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 36 batita atau 75,0 %, dan batita yang mendapa ASI eksklusif pada kelompok kasus sebanyak 7
Dagang/ Wiraswas
5
10,4
6
batita atau 14,6 % dan pada kelompok kontrol
12,5
ta
sebanyak 12 batita atau 25,0 %.
Lainnya
0
0
1
2,1
Tabel 4. Status
Tabel 3. menunjukkan bahwa sebanyak 30
Pemberian
batita pada kelompok kasus berjenis kelamin
ASI eksklusif
laki-laki
atau
62,5%
sedangkan
Kasus n
Kontrol %
n
%
pada
kelompok kontrol sebanyak 28 batita atau
Tidak
58,3%, yang berjenis kelamin perempuan
mendapat ASI 41
pada kelompok kasus sebanyak 18 batita atau
eksklusif
37,5% dan pada kelompok kontrol sebanyak
Mendapat ASI
20 batita atau 41,7%. Batita yang berumur 12
eksklusif
– 24 bulan pada kelompok kasus sebanyak 19
7
85,4 36
75,0
14,6 12
25,0
batita atau 39,6% dan pada kelompok kontrol sebanyak 24 batita atau 50%, batita yang
Tabel 5 menunjukkan bahwa batita yang tidak
berumur berumur 25 – 36 bulan pada
mendapat ASI eksklusif sebesar 80,2% dan
kelompok kasus sebanyak 29 batita atau
batita yang mendapat ASI eksklusif sebesar
60,4% dan pada kelompok kontrol sebanyak
19,8%. Batita yang tidak mendapat ASI
24 batita atau 50%
eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 53,2% dan batita yang mendapat ASI eksklusif berstatus gizi stunting sebesar 36,8%. Hasil 4
uji chi square menunjukan Nilai p = 0,167 (p
pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada
> 0,05), dan hasil uji fiser’s exact menunjukan
batita
nilai p = 0,205. Maka dapat disimpulkan
Kawangkoan, dengan nilai OR 2,057.
di
wilayah
kerja
Puskesmas
bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
Tabel 5. Kasus
Kontrol
Total
p Value
Pemberian ASI eksklusif
n
%
n
Tidak mendapat ASI eksklusif
41
43,7
Mendapat ASI eksklusif
7
7,3
36 12
%
n
77
80,2
12,5
19
19,8
exact
0,205
2,057
bulan memiliki status stunting dan
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi
usia 3-4 tahun tetap mengalami stunting
badan menurut umur yang kurang dari minus
(3,2%) atau yang awalnya mengalami severe
dua standar deviasi ( < - 2 SD) dan sangat
stunting tetap menderita severe stunting
pendek di definisikan kurang dari minus tiga
(1,2%).
standar deviasi ( < - 3SD). Menurut WHO,
Dalam
batas “non public health problem” untuk kependekan
0,167
Nilai OR
Fiser’s
Chi square
36,5
Pembahasan
masalah
%
sebesar
20
kategori
pemberian
ASI
eksklusif, yang menjadi responden untuk
persen
diwawancarai adalah orang tua dari batita
(Kemenkes, 2010) dan masalah kesehatan
yang menjadi sampel penelitian. Hasil analisis
masyarakat dianggap berat bila prevalensi
univariat menunjukan pada kelompok kasus
pendek sebesar 30 – 39 persen dan serius bila
batita yang tidak mendapat ASI eksklusif
prevalensi pendek ≥40 persen (Kemenkes,
sebanyak 41 batita (85,4%), dan pada
2013).
kelompok
kontrol
36
batita
(75,0%),
Prevalensi stunting di wilayah kerja
sedangkan pada kelompok kasus batita yang
Puskesmas Kawangkoan terdapat 48 anak
mendapat ASI eksklusif berjumlah 7 batita
batita usia 12-36 bulan (1-3 tahun) dengan
(14,6 %), dan
status gizi stunting dan yang berstatus gizi
berjumlah 12 batita (25%).
normal 48 orang. Serupa dengan hasil
Organisasi
pada kelompok control
Kesehatan
merekomendasikan
Dunia
dan
penelitian Rahayu dan Sofianingsih (2011)
UNICEF
tentang
dimana menunjukkan bahwa pada usia 6-12
menyusui adalah sebagai berikut: inisiasi menyusui dalam satu jam pertama setelah 5
melahirkan; ASI eksklusif selama enam bulan
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI
pertama; dan dilanjutkan dengan menyusui
eksklusif
selama dua tahun atau lebih, dengan tepat,
Berbeda dengan penelitian Arifin
bergizi cukup, umur yang sesuai, makanan
(2012), Irdasari (2012), dan Sukandar (2012),
pendamping ASI responsif dimulai pada bulan
yang dilakukan di Kabupaten Puwakarta,
keenam. Menurut penelitian Kusuma (2013)
dimana
di Kecamatan Semarang Timur menunjukkan
pemberian ASI dengan kejadian stunting
bahwa pendidikan ibu tidak terbukti menjadi
diperoleh bahwa ada sebanyak 38 (76%)
faktor risiko stunting Hal tersebut dikarenakan
balita dengan ASI tidak eksklusif menderita
belum tentu responden dengan pendidikan
stunting, sedangkan yang tidak menderita
tinggi mempunyai pengetahuan yang baik
stunting sebanyak 76 (46%). Hasil uji statistik
tentang ASI eksklusif yang dapat berpengaruh
di peroleh p value = 0,0001, maka dapat
terhadap
disimpulkan
perilaku
responden
untuk
memberikan ASI eksklusif.
Hasil
analisis
terdapat
hubungan
antara
hubungan
antara
pemberian ASI dengan kejadian stunting.
Hasil analisis bivariat menunjukkan
Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,7
bahwa batita yang mendapat ASI eksklusif
artinya bahwa balita dengan ASI tidak
berstatus stunting sebesar 7,3% atau hanya 7
eksklusif mempunyai risiko 3,7 kali lebih
batita dan yang tidak mendapat ASI eksklusif
besar terkena stunting dibanding balita dengan
berstatus
ASI eksklusif.
stunting
sebesar
43,7%
atau
sebanyak 42 batita, dengan nilai p > 0,05 yaitu Kesimpulan
p value 0,167 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif
Nilai p= 0,167 (p >0,05) menunjukan bahwa
dengan stunting pada anak batita di wilayah
tidak
kerja Puskesmas Kawangkoan, dengan nilai
pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada
OR 2,053 dapat dilihat bahwa bayi yang tidak
batita
mendapat
mempunyai
Kawangkoan. Nilai OR = 2,053 menunjukan
kemungkinan risiko 2 kali untuk terjadi
batita yang tidak mendapat ASI eksklusif
stunting. Serupa dengan hasil penelitian yang
mempunyai kemungkinan 2 kali berisiko
dilakukan oleh Leny Sri Rahayu, dkk (2011)
untuk terjadi stunting di bandingkan dengan
menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif
batita yang mendapat ASI eksklusif.
ASI
eksklusif
terdapat
di
hubungan
wilayah
antara
kerja
riwayat
Puskesmas
tidak berhubungan dengan kejadian stunting pada usia 6-12 bulan dengan P value 0,269 (p
Saran
> 0.05). Walaupun demikian dilihat dari nilai
1.
Diharapkan
petugas
kesehatan
di
RR, bayi yang tidak diberi ASI eksklusif
Puskesmas
memiliki risiko 1,3 kali lebih besar untuk
program
mengalami stunting pada usia 6-12 bulan
promosi kehatan kepada ibu-ibu seperti 3
untuk pelayanan
dapat
membuat
kesehatan
dan
penyuluhan tentang manfaat pemberian
www.eprints.undip.ac.id. Diakses pada 25 april 2014. Arifin, D.Z., Irdasari. S.Y.,Sukandar, H. 2012. Analisi Sebaran dan Faktor Risiko Stunting pada Batita di Kabupaten Puwakarta. Epidemiologi Komunitas FKUP. Astari, L. D. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga, Pola Pengasuhan Dan Kejadian Stunting Anak Usia 6-12 Bulan. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta (Online). , Vol. 29, No. 2.
[email protected]. Diakses pada tanggal 18 september 2014. Astarai, L. D., Nasoetion, A., Dwiriani, C.M. 2006. Hubungan konsumsi ASI dan MP-ASI serta kejadian stunting Anak usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizi dan Keluarga. Jakarta (Online). Vol. 30, N0.1,
[email protected]. Diakses pada tanggal 18 september 2014. Kementerian Kesehatan R.I. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kusuma, K. E., 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi Di Kecamatan Semarang Timur). Journal of Nutrition College (Online). Vol.2 No.4. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jnc. Diakses pada 20 september 2014. Purnamasari, D. 2008. Analisis pemberian ASI tidak Eksklusif dan Susu Formula sebagai penyebab growth faltering (goncangan pertumbuhan) pada bayi. Jurnal Kesmas Indonesia (Online). Vol 01 No 02. www.jurnalkesmas.org. Diakses pada 20 september 2014. Rahayu, L. S., dan Sofyaningsih, M. 2011. Pengaruh BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Perubahan Status Stunting pada Balita di Kota dan Kabupaten Tangerang Provinsi Banten (Online), http://journal.unsil.ac.id/jurnal/prosidi ng/9/9leni_19.pdf. Diakses pada 25 april 2014. Tando, N. M. 2012. Durasi Frekuensi Sakit Balita Dengan Terjadinya Stunting Pada Anak SD di Kecamatan
ASI eksklusif kepada bayi dan faktorfaktor yang dapat mempengaruhi status gizi batita, dalam rangka memperbaiki status gizi batita khususnya stunting. 2.
Diharapkan kepada masyarakat lebih khususu kepada ibu-ibu untuk lebih memperhatikan lagi asupan makanan kepada batita khususnya pemberian ASI eksklusif
pada
bayi
agar
dapat
mengurangi kejadian stunting pada batita. 3.
Diharapkan
adanya
penelitian
lain
dengan menggunakan variabel yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti hubungan genetik keluarga, tinggi badan orangtua,
pemberian
MP-ASI
dini,
riwayat penyakit infeksi, dan lain-lain yang dapat menjadi faktor penyebab stunting.
Daftar Pustaka Anindita, P. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, kecukupan protein dan Zink Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita usia 6-35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang (Online). Vol.1, No. 2, Kesehatan Masyarakat. http://ejournals1.undit.ac.id/index.php /jkm. Diakses pada 25 april 2014. Anugraheni, H. S & Kartasurya, M. I. 2012. Faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 12 – 36 bulan di kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Universitas Diponegoro Semarang : Jurnal of Nutrition College (Online). Vol 1, No 1. www.ejournal-s1.undip.ac.id. Diakes pada 18 september 2014. Anshori, H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12-24 Bulan (Studi Di Kecamatan Semarang Timur) (Online). 4
Malalayang Kota Manado. Vol.4 No.1. GIZIDO. Manado United Nations Children’s Fund. 2012. Indonesia Commended for Strong Backing to Scale Up Nutrition, Reduce Child Malnutrition, (Online) http://www.unicef.org/indonesia/medi a_19963.html. United Nations Children’s Fund. 2013. Breastfeeding : Impact on child survival and global situation (Online) http://www.unicef.org/nutrition/index _24824.html. Wiyogowati, C. 2012. Kejadian stunting pada anak berumur dibawah lima tahun (059 bulan) di Provinsi Papua Barat Analisis Data Riskesdas 2010 (Online). www.lontar.ui.ac.id. Diakses pada 20 september 2014.
5