Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
1
2
Warta Pengawasan Vol. xx1 no.1 April 2014
redaksi
T
Dari Redaksi
ahun 2014 memiliki arti sedikit berbeda bagi kru Warta Pengawasan. Dengan bobot kertas yang semakin ringan dan jumlah halaman yang lebih ringkas, majalah ini diharapkan lebih ‘bersahabat’ untuk pembaca sekalian. Namun saat yang sama, hal itu juga menjadi PR buat kami bagaimana mengatur ‘traffic’ tulisan sehingga semua keinginan penulis agar karyanya bisa dinikmati pembaca, bisa terpenuhi. Persis di awal tahun, hajatan besar BPKP, tentunya juga bagian dari pekerjaan Tim WP, dimulai dengan Rapat Koordinasi Pengawasan di Makassar yang melibatkan Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Polri, dan beberapa pemda. Acara itu dirangkaikan dengan Rapat Kerja Regional yang mengundang 10 perwakilan BPKP wilayah Timur. Menjadi menarik buat kami ketika tema acara tersebut menyinggung masalah pengawasan lintas sektoral, khususnya masalah ketahanan pangan.
1
Isu yang sama juga menjadi pokok bahasan saat digelar Rapat Kerja BPKP pada awal Maret 2014 di Aula Gandhi. Tak hanya di level domestik BPKP, permasalahan ketahanan pangan juga menjadi isu nasional yang mendapat porsi khusus dalam RPJMN 2015-2019. Untuk itulah, kami mencoba mengangkat masalah ketahanan pangan, tentunya dikaitkan dengan playing field BPKP sebagai ‘aktor’ pengawasan lintas sektoral. Tentunya tak hanya masalah ketahanan pangan yang menjadi concern di edisi perdana Majalah Warta Pengawasan di Tahun 2014. Permasalahan kesiapan pemda menyambut basis akrual yang sudah menghadang di depan mata dan masalah hibah dan bansos yang rentan disalahgunakan oleh pejabat daerah juga menjadi fokus kami. Meskipun edisi kali ini lebih tipis dari sebelumnya kami berharap tidak mengurangi bobot kualitasnya di tangan pembaca.
2
Rapat Redaksi WP yang dipimpin Kepala BPKP - Mardiasmo
Susunan Redaksi: Pelindung : Kepala BPKP - Pembina : Sekretaris Utama - Penasihat : Para Deputi Kepala BPKP - Penanggung Jawab: Triyono Haryanto - Kontributor Ahli: Justan Siahaan, Ratna Tianti Ernawati, Priti Pratiwi Bakti, Priyatno, Salamat Simanullang, Sihar Panjaitan, Sri Penny Ratnasari, Bambang Utoyo, Alexander Rubi S., Hari Setiadi, Nurdin, Riyani Budiastuti, Amdi Very Dharma, Sidik Wiyoto - Kontributor tetap: Heli Restiati, Hananto Widhiatmoko, Sumardi, Setya Nugraha, Hendri Santosa, Ayi Riyanto, Tri Wibowo - Pemimpin Umum: Nuri Sujarwati - Wakil Pemimpin Umum: M. Muslihuddin - Pemimpin Redaksi: Yan Eka Milleza - Pemimpin Administrasi: Harry Bowo - Redaktur Pelaksana: Harry Jumpono Kurniawan - Redaktur: Farid Firman, Sudarsari Sjamsoe, Nani Ulina K. N, M. Hartadi, Diana Chandra - Reporter: Ajat Sudrajat, Rr. Sri Hartanti, Rosita Susilowati, Ayu Isni Arum, Ahmad Saifullah K., Dony Perdana - Keuangan: Nurjana Ismet Tuah, Isnawati Ekarini - Desain Grafis: Idiya Zikra, Syofiar - Administrasi: Dian Setyawati, Nursanty Sinaga - Fotografer: Yustinus Santo Nugroho, Hilwiya Agustine - Sirkulasi: Warta Pengawasan Edi Purwanto, Adi Sasongko Vol. xxI no.1 April 2014
3
daftar isi
1 Dari Redaksi 2 daftar isi 3 kontak pembaca 4 editorial 5 round up Laporan utama 8 Pengawasan atas Program Ketahanan Pangan 11 Pangan Juga Rawan Dikorupsi 14 Ketahanan Pangan dan Target MdGs 18 BPKP Kaji Strategi Pengawasan Ketahanan Pangan Nasional 20 Musrenbangnas 2014: Jembatan Transisi Pemerintahan Baru 22 KPK - BPKP Launching Korsupgah 2014 24 Lembaga Negara Sepakat
Pemerintahan Tanpa Korupsi 26 Membangun Akuntabilitas dengan e-Audit 28 Mendorong Pengawasan, Mengapresiasi Kinerja Birokrasi Kebijakan Publik 32 Pemilu dalam Perspektif Kebijakan Publik Akuntansi 35 Optimisme Menyambut Basis Akrual Auditing 38 Mengawasi Belanja Hibah dan Bansos Pemerintah Daerah Warta Daerah 40 BPKP Didik Auditor Inspektorat Provinsi Sumsel
Aparatur 43 Pemprov Gorontalo Concern Tingkatkan Kualitas SDM 44 Pemkot Banda Aceh: Potret Daerah Berakuntabel Sekaligus Bebas KKN 46 PDAM Tirta Daroy: Berbekal Disiplin Menuju IT Company Konsultasi JFA Profesi 50 Perkuat APIP Melalui Pembinaan JFA Kolom Apa Siapa Reformasi Birokrasi GCG Resensi MoU BPKP Dalam Berita Budaya Kerja
Alamat Redaksi/Tata Usaha: Gedung BPKP Pusat Lantai 1 Jl. Pramuka No. 33 Jakarta Timur 13120 Tel/Fax. 62 21 85910031, pes 0102 dan 0103, Diterbitkan Oleh: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Berdasarkan: Keputusan Kepala BPKP Nomor: Kep-204/K/SU/2013 Tanggal 26 Maret 2013 STT Nomor: 958/SK/Ditjen PPG/STT/1982 Tanggal 20 April 1982, ISSN 0854-0519 Homepage: www.bpkp.go.id - Email:
[email protected]. Dilarang mengutip atau memproduksi seluruh atau sebagian isi majalah tanpa seijin redaksi.
4
Warta Pengawasan Vol. xx1 no.1 April 2014
kontak PEMBACA
Yth. Kabag Humas BPKP Gd. BPKP Pusat Lt.1 Jl. Pramuka No. 33 Jakarta Timur 13120 Dengar Hormat, Sekilas mengenai kantor kami, Library of Congress (LOC) http:// www.loc.goc/index.html mempunyai misi utama menghimpun materi hasil penerbitan, baik dari instansi pemerintah, swasta,individual, NGO, universitas atau penerbitan komersial yang bersifat umum dan terbuka. Bahan-bahan ini selanjutnya akan disimpan sebagai koleksi di Library of Congress, Washington D.C., Amerika Serikat untuk menambah khzanah informasi tentang Indonesia. LOC - Jakarta dengan aktif mem bantu para peneliti Amerika untuk mendapatkan data yang bersifat asli dari sumbernya. Setiap tahun kami mendapatkan 100.000 publikasi untuk lebih dari 30 perpustakaan di Asia, Eropa dan Amerika yang tergabung di dalam Southest Asia Cooperative Acquisit ions Programme (CAPSEA) http://www. locjkt.or.id. Kami juga memberikan bantuan data walaupun sangat terbatas kepada Congressional
Research Service (CRS) dan staf legislatif, walaupun kantor kami bu kan bersifat sebagai layanan umum. Walaup un kami adalah bagian dari legislatif, kedudukan kami yang men jadi bagian dari US Embassy sangat menguntungkan kami untuk lebih aktif di kegiatan-kegiatan keduataan negaranegara lainnya dan institusi-institusi pemerintahan lainnya. Memenuhi maksud tersebut di atas, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan hasil publikasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan berupa majalah Warta Pengawasan Edisi Th. 18 No. 02 (Juni 2011): 2 eks; Th. 18 No. 03-04 (2011): @1 eks; Th. 19 No. 02-4 (2012): 2 2 eks; Edisi Khusus HUT 29 BPKP: 1 eks. dan Th. 20 No. 01 (juni 2013) - 2014: @ 2 eks. Semua bahan pustaka tersebut untuk koleksi perpustakaan kami Library of Congress Washington dan sebagai bahan referensi untuk mahasiswa dan peneliti disana. Atas perhatian serta segala bantuan yang dapat diberikan, kami mengucap kan terima kasih. Carol L. Mitchell Field Director
Pramuka Nomor 33 untuk mendapatkan majalah Warta Pengawasan yang Terima kasih atas perhatian Ibu Bapak inginkan. Semoga Majalah terhadap majalah kami. Ibu bisa Warta bisa memberikan manfaat untuk langsung mendatangi sekretariat Library of Congress. Redaksi majalah Warta Pengawasan di Jalan Yth. Carol L. Mitchell
Warta Pengawasan Vol. xxI no.1 April 2014
5
Round UP
Kuasailah Pangan, Sejahteralah Bangsa
S
Control oil and you control nations; control food and you control the people (Henry Kissinger - 1974)
eperti peramal ulung, prediksi Henry Alfred Kissinger, mantan menteri luar negeri Amerika Serikat zaman Presiden Richard Nixon bahwa masa akan datang minyak dan pangan memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia, sangat jitu. Siapa yang menguasai minyak, ia akan mengendalikan banyak negara dalam cengkeramannya. Siapa menguasai pangan, ia yang akan mengendalikan orang. Apa yang diungkapkan peraih Nobel Perdamaian itu menjadi kenyataan yang harus kita hadapi tatkala lonjakan harga pangan menyeret dunia dalam krisis pangan global sekarang ini. Inflasi pangan menjadi ancaman terbesar stabilitas makro ekonomi dan memukul daya beli kelompok masyarakat berpendapatan rendah, yang sekitar 60 persen pengeluarannya habis untuk konsumsi pangan. Krisis pangan digambarkan PBB sebagai ‘silent tsunami’, yang secara diam-diam meram pas kebahagiaan jutaan penduduk miskin dunia yang tak mampu menjangkau harga pangan yang melonjak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) seperti membenarkan hal tersebut. Menurut rilis tahun 2013, jumlah penduduk miskin dan rawan pangan di Indonesia relatif tinggi, mencapai 28,59 juta orang atau 11,66 persen. Ironisnya, jumlah penduduk miskin itu didominasi oleh petani yang memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan. Betapa tidak, petani adalah produsen pangan sekaligus kelompok konsumen terbesar yang daya belinya sangat rendah, hatta
6
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
untuk membeli pangan sekalipun! Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor penentu stabilitas nasional suatu negara, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, wajar jika sektor ini menjadi program utama dalam RPJMN Kabinet Indonesia Bersatu II yang sebentar lagi akan berakhir dan tetap akan menjadi isu strategis di masa mendatang. Ketahanan pangan tak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadinya ketergantungan pangan pada pihak mana pun. Dengan kata lain, berbicara mengenai ketahanan pangan berarti berbicara mengenai ketersediaan pangan (food availability), akses terhadap sumber pangan (food accessibility), dan penyerapan pangan (food utilization) yang kemudian output yang dihasilkan stabilitas dan peningkatan gizi penduduk. Titik beratnya adalah tercapainya kondisi ketika semua orang memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kecukupan pangan yang aman dan bergizi.
Round UP Pengawasan Lintas Sektoral Persoalan Ketahanan pangan bukan persoalan produksi semata, tetapi lebih kepada persoalan manajemen investasi pada sektor-sektor nonpangan dan nonpertanian. Ketahanan pangan merupakan masalah yang sangat complicated, bersifat multidisiplin dan lintas sektoral. Implikasinya, peme cahannya tidak dapat hanya didekati dan dipecahkan secara partial approach, tetapi perlu pendekatan lintas sektoral serta integrated dan comprehensive approach yang menuntut koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang efektif, mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasannya. Pendekatan lintas sektoral dalam penanganan ketahanan pangan telah dipertegas dengan pasal 11 PP No 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan bahwa penanggulangan masalah pangan ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, industri dan perdagangan, dalam negeri, kesejahteraan sosial, dan keuangan sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing. Pasal ini mensyaratkan perlunya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi secara padu dalam menangani masalah ketahanan pangan. “Lintas sektoral” sendiri memiliki beberapa definisi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 disebutkan program lintas Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja adalah sekumpulan rencana kerja beberapa Kementerian/Lembaga atau beberapa SKPD. Lebih tajam lagi, dari sisi pengawasan, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mendefinisikan lintas sektoral sebagai kegiatan yang dalam pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian/lembaga atau pemerintah daerah yang tidak dapat dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah(APIP) kementerian negara/lembaga, provinsi atau kabupaten/kota karena ketebatasan kewenangan. Masalah utama dalam membangun pengawasan intern yang efektif terhadap program prioritas adalah tingginya kebutuhan untuk koordinasi dan kolaborasi. Untuk mendapatkan sinergi pengawasan yang
kuat, dibutuhkan koordinasi dan kolaborasi antar APIP, khususnya APIP di Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Koordinasi antara BPKP dengan APIP lainnya juga sangat dibutuhkan untuk menjaga agar kualitas sistem pengendalian intern dan kualitas pengawasan tetap terjaga. Tak hanya APIP, lembaga aparat penegak hukum sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun merasa tak sanggup bila hanya ‘berjuang’ sendirian menghadapi pelaku korupsi di bidang ketahanan pangan. Entah ada pengaruh statement Henry Kissinger di awal tulisan atau tidak, dalam road map-nya yang masuk dalam cluster nasional, KPK dengan tegas menjadikan sektor ketahanan pangan selain pertambangan sebagai sasaran kuncinya. Salah satu deteksi dini yang dilakukan KPK adalah mengajak BPKP untuk samasama melakukan koordinasi dan supervisi untuk menahan dalam mencegah. Permasalahan-permasalahan sebagaimana diurai kan di atas menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh komponen bangsa, tak terkecuali auditor internal. Hal ini juga menjadi tugas berat bagi APIP dalam mengawal pembangunan, khususnya menjamin terc ap ainya ketersediaan pangan nasional dan aksesibilitas masyarakat terhadapnya. Memang bukan suatu tantangan yang mudah, tapi dengan koordinasi dan komunikasi yang efektif diantara semua komponen bangsa plus pengawasan yang efektif, maka wibawa pemerintah di mata rakyatnya akan kembali tegak. Bila di negeri Paman Sam ada seorang Henry Kissinger yang kata-katanya penuh dengan pesan kapitalistik, maka Indonesia memiliki seorang Sukarno, nasionalis sejati. Mari kita ingat pesan founding father itu tatkala peletakan batu pertama Gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia, di Bogor tahun 1952. Bung Karno kembali menegaskan, ”jika pangan dikuasai negara lain, sama saja menggadaikan nasib bangsa. Sebagai basis kehidupan dan ketahanan bangsa, kedaulatan pangan menjadi harga mati. Oleh karena itu, liberalisasi sektor pertanian harus dikontrol!” (mil)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
7
Laporan utama
oleh: Setya Nugraha
Ketahanan pangan merupakan kemampuan atau daya tahan bangsa menyediakan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk. Menurut UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, produktif, dan berkelanjutan.
K
etahanan pangan sangat penting bagi suatu negara karena semakin kuat suatu bangsa memiliki ketahanan pangan maka semakin kuat bangsa tersebut bertahan dalam berbagai situasi.
8
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Tahun 2014 adalah tahun terakhir pelaksanaan program dan kegiatan ketahanan pangan sesuai dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan (BKP) tahun 2010 – 2014. Upaya Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan program ketahanan pangan tidak akan
tercapai secara efektif dan efisien jika pengawasan atas program ketahanan pangan lemah. Cita-cita pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan pun menjadi sia-sia ketika pengawasan atas program ketahanan pangan tidak efektif. Siapa yang Bertanggung Jawab? Dua pertanyaan penting adalah siapa yang bertanggung jawab terhadap program ketahanan pangan? Selain itu, siapa yang bert angg ung jawab terhadap pengawasan atas program keta hanan pangan ini? Untuk pertanyaan pertama, Pemerintah telah menetapkan Menteri Pertanian sebagai koordi
Laporan utama nator program ketahanan pangan yaitu Inspektorat Jenderal/ yang berarti Menteri Per Inspektorat tentunya juga tanian yang bertanggung harus berperan melakukan jawab memimpin efek pengawasan dukungan tivitas program pening program ketahanan pangan gan ....Program ketahanan pan katan ketahanan pangan tidak akan efektif jika tidak ada di masing-masing sektor ini. Sebagaimana kita terkait. koordinasi, sinkronisasi dan ketahui bersama, program integrasi masing-masing K/L/P. B a g a i m a n a a g a r ketahanan pangan tidak Menteri Pertanian bertanggung pengawasan efektif? hanya melibatkan satu jawab mengatur kelancaran Kementerian/Lembaga/ Beberapa atribut t dan ebu ters asi rdin koo Pemda saja. Namun pro diperluk an agar penga memastikan tujuan program gram ini adalah program wasan atas program ktif efe ara sec i apa terc at dap lintas sektoral yang meli ketahanan pangan ...... ien. efis dan batk an beberapa K/L/P. menjadi efektif sehingga Terdapat beberapa K/L/P tujuan program ini yang terkait dengan program dapat tercapai yang ketahanan pangan ini antara selanjutnya mampu y a n g lain Kementerian Pertanian b e r t a n g g u n g j a w a b mendongkrak efektivitas program (Koordinator), Kementerian terhadap pengawasan atas program ketahanan pangan bangsa ini. BUMN (terkait penyediaan benih ketahanan pangan ini tidak terlepas Pertama, APIP perlu meng dan pupuk), Kementerian PU dari peran Aparat Pengawasan gunakan pendekatan risk based (infrastruktur pengairan), Badan Intern Pemerintah (APIP) sebagai audit atau audit yang sudah Pertanahan Nasional (penyediaan Internal Auditor Pemerintah. Seba memperhitungkan faktor risiko lahan), serta Dinas-dinas terkait di gai Quality Assurance, APIP me dalam pelaksanaan audit atas Pemda, yang semua K/L/P tersebut mastikan bahwa seluruh program program ketahanan pangan. Kon memiliki peran signifikan terhadap pemerintah termasuk program kritnya, dalam setiap business efektivitas implementasi program ketahanan pangan berjalan dengan process cycle dari program ketahanan pangan ini. efektif dan efisien. Peraturan ketah anan pangan, program Ibarat sebuah konser musik, Pemerintah nomor 60 tahun 2008 pemer iksaan sudah ditentukan semua K/L/P tersebut memiliki pasal 49 ayat (2) menyatakan berdasarkan risiko yang muncul peran masing-masing untuk ter secara eksplisit bahwa BPKP dari setiap siklus proses bisnis capainya sebuah konser musik melaksanakan pengawasan intern tersebut. Sebagai contoh, telah yang indah dan harmoni. Program atas akuntabilitas keuangan negara diperhitungkan risiko dalam pro ketahanan pangan tidak akan atas kegiatan program lintas gram audit antara lain dalam efektif jika tidak ada koordinasi, sektoral. Mengingat program siklus pembibitan, risiko bibit sinkronisasi ,dan integrasi masing- ketah anan pangan melibatkan yang ditanam tidak disebarkan masing K/L/P. Menteri Pertanian beberapa sektor kepemerintahan sepenuhnya, risiko pengairan bertanggung jawab mengatur atau lintas K/L, maka program tidak berjalan optimal (siklus pe kelancaran koordinasi tersebut dan ketahanan pangan termasuk pro ngairan), risiko lahan tidak tersedia memastikan tujuan program dapat gram lintas sektoral yang menjadi secara penuh (siklus penyediaan tercapai secara efektif dan efisien. cakupan pengawasan oleh BPKP. lahan), risiko macetnya distribusi Pertanyaan kedua tentang siapa APIP di masing-masing K/L/P bahan pangan (risiko distribusi
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
9
Laporan utama pangan), risiko kekurangan pupuk (siklus distri busi pupuk), dan sebagainya. Kedua, pengawasan program ketahanan pangan harus didukung dengan indikator kinerja secara utuh dan komprehensif yang disertai dengan penjabaran (casc ad ing) ke dalam indikator kinerja setiap sektor atau K/L terkait. Secara utuh, APIP harus memiliki alat untuk menentukan seberapa besar prosentase kesuk sesan program ketahanan pangan. Apabila dirinci, APIP juga harus memiliki alat untuk menentukan seberapa besar persentase kesuksesan masingmasing K/L terkait dalam sumbangannya kepada persentase kesuksesan secara keseluruhan. Indikator kesuksesan ini bermanfaat untuk mendeteksi symptom kelemahan dalam setiap siklus/sektor penyumbang kesuksesan ketahanan pangan. Program ketahanan pangan secara keseluruhan bisa jadi memperoleh nilai tinggi namun ternyata di nilai rapor di beberapa sektor masih belum memuaskan. Setelah kelemahan di masing-masing sektor dikenali, maka APIP harus dapat merekomendasikan langkahlangkah konkrit untuk meningkatkan nilai sektor yang masih buruk. Sebagai contoh, sektor penyediaan lahan yang belum memperoleh nilai yang memuaskan, APIP harus memb erikan rekomendasi terkait perijinan, kebijakan Pemda, dan hal lain terkait penyediaan lahan sehingga rekomendasi mampu menghilangkan penyebab sekaligus sebagai solusi untuk peningkatan kinerja selanjutnya. Ketiga, nilai rapor indikator kinerja setiap sektor maupun nilai kesuksesan program ketahanan pangan secara keseluruhan perlu dikaitkan dengan pemberian reward and punishment. Bentuk pemberian reward and punishment tergantung pada kebi jakan pemerintah yang pada intinya untuk menstimulasi setiap K/L untuk memberikan kinerja terbaik dalam menyumbang keberhasilan
10
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
program ketahanan pangan. Ketika salah satu atau beberapa sektor yang memiliki nilai rapor tidak dikenakan sanksi apapun maka dapat dipastikan, keinginan untuk meraih kinerja terbaik menjadi kendur. Bentuk pemberian sanksi juga merupakan satu paket kebijakan dengan bentuk pemberian reward. Sebagai usulan, bentuk pemberian reward misalnya penambahan anggaran di sektor tersebut atau bila perlu pemberian tambahan insentif tertentu. Usulan lain terkait bentuk pemberian sanksi misalnya pemotongan insentif tertentu atau pemberian surat peringatan kepada pimpinan K/L/P terkait serta sanksi lainnya.
Penutup Sebagai penutup, program ketahanan pangan sebagai salah satu contoh program lintas sektoral memerlukan komitmen bersama keseluruhan K/L/Pemda yang terkait dengan program ini. Masing-masing pimpinan K/L/P harus menyadari untuk secara konsisten memberikan kinerja terbaik di sektornya sehingga mampu menghasilkan nilai kesuksesan program keta hanan pangan secara utuh. Sudah bukan saatnya bagi K/L/P mengedepankan ego sektoral, namun setiap pimpinan K/L/P justru harus membuka diri untuk berkoordinasi dalam upaya mencari solusi atas kendala/permasalahan di lapangan. APIP sebagai quality assur ance dan menjalankan peran consultancy bagi pimpinan K/L/P harus menjalankan pengawasan intern atas program ketahanan pangan lintas sektoral secara optimal dengan pendekatan risk based audit serta membuat indikator kinerja kesuksesan program ketahanan pangan secara komprehensif dan holistis sebagai dasar penilaian dalam pelaksanaan pengawasan lintas sektoral inin *) Penulis adalah Kasubdit pada Direktorat PLP Bidang Hankam pada Deputi Polsoskam BPKP
Laporan utama
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana kasus impor daging sapi yang terjadi di Kementerian Pertanian begitu kental dengan aroma money laundering dan gratifikasi. Atau yang paling mutakhir, bagaimana Kejaksaaan Agung sedang menyidik kasus RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) fiktif selama empat tahun berturut-turut yang diajukan salah satu BUMN, PT. Sang Hyang Seri atas subsidi benih.
K
asus ini berpotensi merugikan negara sebesar Rp100 miliar lebih. Belum lagi mengenai tata niaga beras yang banyak mendapat sorotan publik. Tak hanya di tataran pusat, pemerintahan daerah dan jajaran nya pun tak luput dari permainan kotor di bidang ketahanan pangan
ini. Sebut saja dugaan korupsi bibit kedelai di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura pada tahun anggaran 2013 sedang diusut Polres Gunungkidul. Belum lagi kasus dugaan tipikor distribusi kedelai untuk usaha mikro dan kecil (UMK) di Kalianda, Lampung Selatan. Terkuaknya kasus korupsi dan
skandal suap di bidang ketahanan pangan yang melibatkan pengu saha, pejabat, dan politisi, mengi nf orm asikan kepada kita bahwa ada yang tidak beres di bidang pengadaan pangan di negeri ini. Tak salah bila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh perhatian serius terhadap ketahanan pangan. Bahkan dalam
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
11
Laporan utama
salah satu national interest-nya, selain pertambangan, sektor ini dijadikan sebagai salah satu titik rawan yang harus diwaspadai. Tak hanya itu, KPK juga tengah membidik pengusaha hitam pelaku kartel kebutuhan pangan impor yang mengakibatkan Indonesia semakin tidak mandiri dalam pengadaan pangan. Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan sumber daya alam, tetapi saat yang sama banyak mengimpor bahan pangan. Kebijakan impor yang ‘aneh’ itu seolah memberi gam baran kontraproduktif atas potensi Indonesia sebagai negara agraris. Lihat saja impor bawang putih atau cabai merah secara besar-besaran dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Alibinya, jika impor tak dilakukan, maka harga di pasaran bakal melonjak tajam. Masyarakat pun akan kesu litan mendapat pasokan karena produksi dalam negeri tak mampu diandalkan untuk memenuhi kon sumsi. Lembaga aparat penegak hu kum, termasuk KPK menyadari iro nisme impor pangan ini. Lembaga
12
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
itu menilai, banyak kebijakan yang melenceng di sektor pangan. Kalau terus berg antung pada impor, ketahanan pangan kita akan hancur, petani terus rugi, otom atisnya lahannya dijual. Untuk diketahui, 70%-80% penduduk di Indonesia hidup di desa dan berprofesi sebagai petani. Saat yang sama, 70% dari mereka hidup miskin dan tergantung pada sumber daya alam (SDA) dan sektor pertanian. Ironis, petani yang memiliki kedudukan strategis dalam ketahanan pangan, seba gai produsen pangan sekaligus kelompok konsumen terbesar, kondisinya kini terpuruk yang tak memiliki daya beli yang cukup untuk membeli pangan. Oleh karena itu, potensi akan terjadinya penyelewengan dan tindak pidana korupsi amat rentan sekali. Permasalahan Ketahanan Pangan Terkait ketahanan pangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam Pedoman Evaluasi Program Keta hanan Pangan telah melakukan mapping atas permasalahan pada lima produk unggulan yang telah ditetapkan Kementerian Pertanian sebagai komoditas pangan utama: beras, jagung, kedelai, daging, dan gula. Dapat dirinci sebagai berikut: 1. Lahan Beras merupakan konsumsi pangan pokok masyarakat Indonesia. Dalam menghadapi pers oalan beras yang sangat komplek ini, pencapaian sur
plus prod uksi beras 10 juta ton pada tahun 2014 memiliki arti penting untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan adanya serangkaian kebijakan yang dirumuskan berdasarkan analisis yang kompreh ensif terhadap sistem produksi beras. Dampak alih fungsi lahan s el a i n a k a n m e n g u r a n g i produksi beras nasional juga akan mengurangi kesempatan kerja di bidang pertanian karena sekitar 80% dari daerah Indonesia merupakan daerah perdesaan dan sekitar 56% penduduk Indonesia tinggal di perdesaan. Selain itu, sektor pertanian di pedesaan banyak m en y e r a p p e n g a n g g u r a n sebagai tenaga kerja. Oleh karena itu, alih fungsi lahan pertanian akan mempersempit kesempatan kerja di sektor pertanian. Permasalahan alih fungsi lahan, antara lain: a. Alih fungsi lahan tidak terkendali per tahun 300 ribu Ha, cetak sawah maksimal 50 ribu Ha/Tahun b. Pembagian urusan pem e rintahan daerah menem patkan ketahanan pangan sebagai urusan wajib semen tara pembangunan bidang pertanian hanya sebagai pilihan. c. Modus untuk melakukan alih fungsi lahan pertanian antara lain dengan merusak atau membiarkan rusaknya
Laporan utama jaringan irigasi sehingga ket entuan dari Kement erian sawah menjadi tidak pro Perdagangan, sedangkan mulai duktif dan akhirnya akan distributor sampai kios dan dipusokan. petani didasarkan ketentuan dari Kementerian Pertanian. 2. Benih dan Pupuk Selain itu, Pengawasan terha Terkait benih atau bibit, perma salahan yang muncul seputar dap distribusi pupuk belum penerimaan benih oleh kelom dilaksanakan secara baik dan pok tani melampaui musim cermat, terutama untuk daerah tanam sehingga kualitasn ya yang terdapat perkebunan berp otensi menurun, yang besar yang biasa disebut “dae menga kibatkan jumlah pro rah merah” karena pupuk duksi menurun. Perlu dikaji bersubsidi diindikasi “bocor” agar pengadaannya bisa dila distribusinya diseb abkan kukan melalui e-katalog. Selain perbedaan harga. Kebocoran itu, banyak sertifikasi benih/ distribusi di daerah merah, bibit yang asli tapi palsu (aspal) dimulai dari distributor sampai yang beredar. Oleh karena itu kios dengan modus pencatatan perlu diuji kewajaran penerbitan seolah-olah disalurkan ke kios sertifikat benih/bibit dengan padahal kios tidak menerima melakukan kontrol hubungan pupuk bersubsidi, kios tidak antara sertifikat yang dike seluruhnya menyalurkan pupuk luarkan dengan PNBP yang bersubsidi kepada kelompok dipungut. tani sesuai RDKK. Yang tak kalah pentingnya 3. Infrastruktur adalah masalah pupuk. Pupuk Ketersediaan infrastruktur yang merup akan input pertanian memadai pada hakekatnya yang penting karena dengan memb erikan landasan yang pemup ukan yang berimbang mendukung kehidupan ekonomi akan meningk atkan stagnasi dan sosial masyarakat. Namun produksi. Masalah ketersediaan disadari bahwa pada saat ini pupuk bersubsidi dilakukan masih dijumpai berbagai tan melalui penyaluran pupuk tangan dalam pengelolaan dan dengan distribusi tertutup, se pengembangan infrastruktur hingga pemakai pupuk bersub termasuk kesenjangan aset sidi akan dipastikan langsung infras truktur antar wilayah para petaninya. pangan. Namun demikian, tetap saja Adalah sebuah kenyataan bah timbul masalah seperti adanya wa adanya pembagian urusan irigasi dengan basis luas dualisme pengaturan distribusi pupuk, yaitu pupuk dari pro areal sawah yang harus dila dusen sampai distributor yani antara Pemerintah Pusat, operas ionalnya didasarkan Provinsi dan Kabupaten malah
menghambat perbaikan saluran irigasi yang perlu segera ditangani. Penanganan irigasi oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten cenderung tidak terkordinasi secara baik, se hingga fokus perbaikan irigasi sangat mungkin dilaksanakan bukan pada areal yang membu tuhkan perbaikan. Bila dilihat uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian saat ini dan di masa mendatang ber kutat pada perubahan iklim global, keterbatasan lahan terkait alih fungsi lahan, kecilnya kepemilikan lahan, lemahnya sistem perbenihan dan pemb ibitan, keterbatasan akses petani terhadap permodalan, lem ahnya kelembagaan tani, lemahnya sistem penyuluhan, dan lemahnya koordinasi antar sektor untuk mendukung pembangunan pertanian. Khusus mengenai lem ah nya koordinasi, dal am rangk a merumuskan permasalahan yang menghambat pelaksanaan keta hanan pangan di Indonesia, BPKP akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Program Ketahanan Pangan. Kegiatan yang bersifat lintas sektor ini dilakukan dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden RI Nomor 4 Tahun 2011 butir empat.c. yang meminta BPKP melaksanakan audit tujuan tertentu terhadap program-program strategis nasional yang mendapat perhatian publik dan menjadi isu terkinin (mil)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
13
Laporan utama
P
erdebatan isu ini ber kembang menjadi beber apa arus utama, dimana yang pertama berpendapat bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana berkurangnya kelaparan di dunia. Sementara itu, arus utama yang lain mendefinisikan ketahanan pangan sebagai ha dirnya stabilitas harga beras, ketersediaan suplai beras dunia yang berlimpah, swasembada pangan, dan ketersediaan devisa untuk sebagai persyaratan untuk memenuhi impor beras. Namun demikian, bila merujuk kepada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pengertian dari ketahanan pangan adalah kondisi
14
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Meskipun banyak kajian akademis dan proposal kebijakan yang disodorkan untuk mengatasi isu ketahanan pangan, tak ada definisi yang disepakati mengenai terminologi ketahanan pangan. terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan individu, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta sesuai dengan keyakinan, dan budaya untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Paling tidak, ada empat hal yang membuat masalah ketahanan pangan layak diperbincangkan. Pertama, pangan adalah hak azasi manusia. Hal ini telah dijamin
dalam Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International Covenant on Eco nomic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan bahwa “everyone should have an adequate standard of living, including adequate food, clothing, and housing and that the fundamental right to freedom from hunger and malnutrition”. Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi
Laporan utama Ketahanan pangan pada suatu negara tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena masing-masing negara tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Manusia. Kedua, sebagai wujud nyata implementasi penjaminan hak asasi tersebut, persis di tahun 2000 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan tentang perlunya upaya global untuk peningkatan kesejahteraan m a n u s i a y a n g d i t u a n g k a n dalam Millenium Development Goals (MDG’s). Targetn ya, di tahun 2015 nanti setiap negara diharapkan mampu untuk menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi awal pada tahun 1990. Ketiga, kondisi masyarakat Indonesia yang masih berkutat pada masalah kemiskinan. Meski pun banyak pihak mengk laim Indonesia mengalami peningkatan p e s a t d a l a m p e r t u m b u h a n ekonomi, tetapi data Badan Pusat Statistik (BPS) berkata lain. Per September 2013, diketahui masih sekitar 28,55 juta penduduk Indonesia yang masuk kategori miskin, atau naik 0,48 juta orang dibandingkan posisi Maret yang masih berjumlah 28,07 juta jiwa. Angka kemiskinan tersebut berbanding lurus dengan pemenuhan
kebutuhan pangan. Ironisnya, jumlah penduduk miskin tersebut justru banyak disumbang dari petani yang notabene memiliki peran strategis dalam ketahanan pangan. Keempat, usaha untuk me ngat asi kekurangan pangan ternyata tidak melulu bisa di lakuk an dengan swasembada prod uk pertanian. Ketahanan pangan pada suatu negara tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena masing-masing negara tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. Suatu negara bisa menghasilkan dan mengekspor komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan barang-barang
industri, kemudian membeli komoditas pangan di pasar inter nasional. Sebaliknya, negara yang melakukan swasembada pangan pada level nasional, na mun seringkali masyarakatnya mengalami rawan pangan, karena ada hambatan akses dan distribusi pangan. Artinya, ada perbedaan signifikan yang seringkali gagal dipahami beberapa orang antara swasembada pangan dengan ketahanan pangan. Tantangan Pangan Dunia Saat berbicara sebagai keynote speaker di acara Rapat Kerja BPKP yang diselenggarakan di Aula Gandhi BPKP, Jakarta (07/03), Kepala Badan Ketahanan Pangan Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS menggambarkan tantangan pangan yang sedang dihadapi dunia saat ini. Diprediksi penduduk dunia meningkat dari 7 miliar di tahun 2012 menjadi 9 miliar pada tahun 2050. “Faktanya, hampir 1 miliar orang diantaranya hidup miskin, kurang gizi bahkan kelaparan,” ujar Achmad. Lanjut beliau, diperlukan i n v e s t a s i p e rt a n i a n sekitar 83 milyar USD per tahun agar tercipta pertanian dan ketahanan
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
15
Laporan utama pangan berkelanjutan. Terjadi jurang perbedaan yang cukup menganga antara kedua kutub itu: negara maju meningk at kan persyaratan pangan yang berkualitas dan aman, di sisi lain negara berkembang dan terbe lakang masih terengah-engah untuk memenuhi kuantitas pangan Kondisi global itu tak berbeda jauh dengan situasi pangan do mestik. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat dunia setelah Cina, India, dan AS, pertanian Indonesia didominasi oleh usaha tani skala kecil (small holder), disamping konsumsi pangan yang masih didominasi single commodity, yaitu beras. “Konversi lahan pertanian yang makin tak terkendali, disamping sebaran produksi pangan yang tidak me nentu, turut menyumbang makin peliknya persoalan pangan di tanah air,” cetus Achmad. Untuk itu, strategi ketahanan pangan yang dipilih adalah melalui pendekatan jalur ganda (twin-track approach), yaitu memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaaan untuk menyediakan
16
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
strategi ketahanan pangan yang dipilih adalah melalui pendekatan jalur ganda (twin-track approach), yaitu memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan. Kepala Badan Ketahanan Pangan Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS
lapangan kerja dan pendapatan. Jalur lainnya, memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat mis kin dan rawan pangan melalui pemberian bantuan langsung agar tidak semakin terpuruk serta pemberdayaan agar mereka semakin mampu mewujudkan ketahanan pangannya secara mandiri.
Aspek Pengawasan Uraian di atas jelas memper lihatkan kepada kita bahwa ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan ba nyak sektor. Keberhasilan pem bangunan ketah anan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa satu institusi, tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian, sinergi antar sektor, termasuk sinergi peme rintah dan masyarakat dan dunia usaha merupakan kunci sukses k e b e r h a s i l a n p e mb a n g u n a n ketahanan pangan. Pendeknya, ketahanan pangan jelas merupakan sebuah kegiatan yang bersifat lintas sektoral. Untuk bisa mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, dibutuhkan sinergi antar kementerian dan lembaga. Sebagaimana diketahui, tujuan pembangunan ketahanan pangan 2010-2014 salah satunya adalah untuk meningkatkan
Laporan utama usaha untuk mengatasi kekurangan pangan ternyata tidak melulu bisa dilakukan dengan swasembada produk pertanian. Ketahanan pangan pada suatu negara tidak mensyaratkan untuk melakukan swasembada produksi pangan karena tergantung pada sumberdaya yang dimiliki. keters ediaan dan cadangan pa ngan dengan mengoptimalkan sumberdaya secara berkelanjutan. “Strategi yang ditempuh BKP adalah melaksanakan koordinasi secara sinergis saat menyusun kebijakan ketersediaan, distribusi, konsumsi pangan, dan keamanan pangan segar,” ujar Achmad Suryana. Misalnya, untuk as pek ketersediaan prod uksi pa ngan yang meliputi pen gad aan infrastruktur dan sarana produksi, subsidi sarana, dan pemberdayaan masyarakat, maka Kementerian P e rt a n i a n s e b a g a i l e a d i n g sector melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, BUMN, dan Peme rintah Daerah. Sesuai dengan UU 18/2012, pemerintah berwenang melakukan pengawasan penyelenggaraan pa ngan. Pengawasan yang dim aks ud dilakuk an terhadap ket ers ed iaan dan kecukupan pangan pokok
yang aman, bergizi, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. K e m e n t e r i a n P e rt a n i a n telah mem inta bantuan Bad an Pengaw asan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bekerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lainnya untuk melakukan evaluasi atas pencapaian target dan tujuan dari program keta hanan pangan yang bersifat lintas sektoral. Terkait hal tersebut, Direktur Pengawasan Produksi dan Sum berdaya Alam pada Deputi Pere konomian BPKP Agus Setianto sepakat bahwa evaluasi yang dimaksud lebih ditekankan pada aspek preventif dan menganalisis bottleneck pada upaya pen ing katan produksi komoditi kunci. Tak kalah pentingnya, yang menjadi perhatian dan sedang dikaji adalah permasalahan anggaran. “Sistem pengang garan berbasis kinerja
Direktur Pengawasan Produksi dan Sumberdaya Alam pada Deputi Perekonomian BPKP Agus Setianto
membuat anggaran dialokasikan berdasarkan tugas pokok dan fungsi satuan kerja, sehingga alokasi anggaran untuk Program Ketahanan Pangan tersebar di satker-satker pada beberapa kementerian/lembaga terkait. Hal ini menimbulkan kesulitan tersendiri pada tahap imple mentasi program ini di lapangan,” ujar Agus. Hal ini diakui oleh Sekjen Kementerian Pertanian Hari Priyono yang menyatakan bahwa kenyataannya, alokasi anggaran terdistribusi pada kotak-kotak unit organisasi. “Saat yang sama, masalah-masalah rakyat yang memerlukan penanganan lintas sektoral tidak ada yang mengalokasikan anggarannya, alasannya karena bukan tupoksi nya,” tambahnya. Dari paparannya saat memberikan keynote speechnya di Raker BPKP (07/03), Hari juga menyinggung keterlibatan institusi lain dalam menyukseskan program ketahanan pangan. Untuk mencapai ketahanan pa ngan nasional memerlukan sinergi hampir semua lembaga, seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kemendagri, Kementerian Perindustrian, BUMN, BPOM, dan Pemdan (hjk/ipul/mil)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
17
Laporan utama
T
dari kiri kekanan: Kepala BPKP - Mardiasmo, Deputi Investigasi - Eddy Mulyadi Soepardi, Deputi Perekonomian - Ardan Adiperdana, Sekretaris Utama - Meydiah Indreswari, Deputi Polsoskam Binsar H. Simanjuntak, Deputi Keuangan Daerah - Dadang Kurnia, Deputi Akuntan Negara - Gatot Darmasto
ak salah kiranya bila Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) men gangk at tema pengawasan lintas sektoral sektor ketahanan pangan sebagai salah satu isu strategis yang dibahas dalam Rapat Kerja yang digelar di Aula Gandhi Kantor Pusat BPKP, Jakarta (05/03). Setelah menjadi salah satu Prioritas Nasional di RPJMN 20102014, ketahanan pangan juga satu dari tiga sasaran utama RPJMN 2015-2019, selain ketahanan energi dan target tingkat pertumbuhan ekonomi 6-8 persen. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sism Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), BPKP mendapat mandat untuk melakukan pengawasan yang sifatnya lintas sektoral. Artinya, wilayah itu
18
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
adalah di mana Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lainnya, seperti Itjen Kementerian/Lembaga ataupun lembaga inspektorat di daerah tak dapat menjangkaunya, karena melibatkan dua atau lebih institusi. “Disitulah playing field BPKP,” cetus Kepala BPKP Mardiasmo di sela-sela pidato pembukaannya yang dihadiri oleh Sekretaris Utama BPKP Meidyah Indreswari, seluruh deputi, dan pejabat struktural, baik di lingkungan BPKP pusat maupun perwakilan. Ketahanan Pangan masih mer upak an isu strategis bagi Indonesia mengingat kecukupan produksi, distribusi dan konsumsi pangan mempunyai dimensi sangat luas dan terkait dengan dimensi sosial, ekonomi dan politik. Untuk itulah, BPKP akan fokus melakukan pengawasan terhadap
lima komoditi utama pangan: beras, jagung, kedelai, daging, gula. Saat beberapa komoditi telah mencapai swasembada pangan, pertanyaannya mengapa kran impor tetap mengucur deras? Meski sah-sah saja, kebijakan impor beras selalu menuai sentimen negatif dari publik. Bagi negara agraris seperti Indonesia yang luas lahan sawahnya mencapai 8 juta hektar, kebijakan mengimpor beras menjadi perdebatan panjang. Konversi lahan Agar diskusi lebih tajam, saat raker BPKP juga mengundang pejabat kunci di bidang ketahanan pangan, yaitu Sekjen Kementerian Pertanian Hari Priyono dan Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Ahmad Suryana, Menurut hasil identifikasi BKP, konversi lahan pertanian masih tinggi dan tidak
Laporan utama terkendali. Diakui, konversi lahan pertanian ke penggunaan lain (non pertanian) dan sulitnya penerapan UU No. 41 tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Berkelanjutan diyakini hingga saat ini masih menjadi permasalahan utama. Berdasarkan evaluasi RPJMN tahun 2010-2014, rencana perluasan areal pertanian sebanyak 2 juta hektar terhambat. Saat ini baru 37.000 ha lahan terlantar yang telah ditetapkan dengan SK Kepala Badan Pertanahan Nasional. Terkait konversi lahan, Deputi Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP akan melakukan pengawasan atas Pengelolaan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PLPB). Tujuannya, mengevaluasi perumusan kebijakan dan implementasinya berkaitan perluasan lahan pertanian baru dan pengendalian konversi lahan pertanian pangan. Permasalahan yang diungkap dibatasi pada isu status hukum, skema pembiayaan perluasan lahan, dan koordinasi antar instansi.
Reviu GP3K Dalam rangka mendukung target surplus 10 juta ton be ras, Kementerian BUMN telah menggulirkan Gerakan Pening katan Produksi Pangan berbasis Korporasi (GP3K) pada tahun 2011. Tujuannya, untuk mendorong peningkatan hasil panen bahan pangan, baik melalui dukungan pendanaan untuk keperluan modal kerja petani, penyediaan sarana produksi pertanian (benih unggul, pupuk, dan obat-obatan), serta pengawalan budidaya untuk tiga komoditas: padi, kedelai, dan jagung. Konsentrasi pengawasan yang dilakukan BPKP adalah memverifikasi kegiatan GP3K, baik intensifikasi (tersebar di 27 provinsi), maupun ekstensifikasi (Provinsi Kalbar dan Kalteng). Metodologi yang digunakan adalah reviu dan evaluasi berfokus pada modus operandi penyimpangan dalam Pengelolaan Program Prior itas Nasional (Program Ketahanan Pangan), antara lain
keterlibatan partai-partai ter tentu yang mengintervensi prog ram-program pemerintah (memperoleh informasi mengenai program yang dilaksanakan pemerintah, lalu masuk di tingkat operasional melalui pengaturan proses pelelangan), bagaimana penyimpangan dilakukan secara sistemik pada program pengadaan bantuan alat OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). Begitu strategis posisi pangan dalam peta pembangunan nasional dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial dan politik. Pan gan me ngambil peran penting sebagai komponen dasar untuk mewu judkan sumber daya manusia yang berkualitas. Tapi harus disadari, untuk meningkatkan ketahanan pangan, tak dapat dilakukan oleh satu institusi saja, tetapi partisipasi, koordinasi, dukungan dari instansi terkait mutlak adanya. Begitupun dari sisi pengawasan. Tanpa mengecilkan peran APIP pada masing-masing instansi, pengawasan lintas sektoral yang dilak oni BPKP diya kini dapat menyatu kan simpul-simpul strategis pada setiap kementerian/lembaga dan pemda. Sekaligus dapat membuka bottlenecking dan mengurai disharmoni yang selama ini adan (hjk/mil/ipul)
dari kiri kekanan: Kepala Badan Ketahanan - Pangan Ahmad Suryana, Deputi Perekonomian BPKP - Ardan Adiperdana, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian - Hari Priyono
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
19
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkenan membuka sekaligus memberikan arahan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Nasional 2014 yang dilaksanakan di Hotel Bidakara, Jakarta (30/04). Bagi Presiden SBY, kegiatan yang juga dihadiri oleh Wapres Boediono, beberapa pimpinan kementerian/lembaga termasuk Kepala BPKP Mardiasmo, kepala daerah, dan undangan lainnya itu adalah hajatan besar terakhir Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II.
D
alam pidatonya, Presiden SBY menjelaskan bahwa RKP 2015 merupakan tugas dan kewajiban pemerintahan baru untuk memajukan kehidupan bangsa. Usai membuka acara secara resmi, Presiden juga menye rahkan buku Pencapaian Kinerja Pembangunan KIB Selama 2 Periode kepada Gubernur Sulawesi Selatan selaku Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi (APPSI) Syahrul Yasin Limpo, Bupati Kutai Timur selaku Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten (Apkasi) Isran Noor, dan Walikota Manado selaku Ketua Asosiasi Pemerintah Kota (Apeksi) Vicky Lumentut. Sebelumnya, dalam lapor an penyel enggaraannya Ment eri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Bappenas
20
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Armida Salsiah Alisjahbana mene kankan bahwa acara itu demi kian strategis, sebab salah satu agendanya membahas Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015 yang temanya adalah ‘Melan jutkan Reformasi Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang Berkeadilan’. Menurut Armida, “ini menjadi jembatan RPJMN kedua dan ketiga, serta RKP 2015 menjadi RKP pertama yang menghubungkan pemerintah lama dan ke pemerintah baru.” Menteri PPN/Kepala Bappenas mengingatkan bahwa periode lima tahun ke depan sangat krusial. Bila meleset, maka periode berikutnya otomatis meleset. “Syarat mencapai hal itu, Bappenas memasang target pertumbuhan 6-8 persen dalam rentang periode 2014-2019,” tegas Armida. Untuk mengakselerasi
pembangunan dalam lima tahun ke depan, disepakati tiga sasaran utama: penguatan konektivitas, ketahanan pangan, energi, dan air; dan peningkatan daya saing. Sebagaimana diketahui, sejum lah tantangan pembangunan yang dibahas akademisi, pengus aha, dan pemerintahan itu akan disusun dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2015. Sebagai penjabarannya, diidentifikasi 23 isu strategis yang dikelompokkan dalam tiga bidang: politik, hukum, pertahanan dan keamanan; eko nomi; dan kesejahteraan rakyat. Menariknya, dalam bidang pereko nomian, pemerintah konsisten menjadikan ketahanan pangan sebagai salah satu isu strategisnya. Produksi pangan utama terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan populasi yang saat ini
nasional mencapai 250 juta jiwa. Usai rehat siang, musren bangnas menyajikan sidang pleno yang membahas empat tema. Pertama, terkait rencana dan kebijakan pembangunan di 2015. Materi ini kembali dibawakan oleh Kepala Bappenas. Kedua, penguatan pemerintahan daerah dalam mendukung pembangunan 2015, yang disampaikan oleh Mendagri Gamawan Fauzi. Ketiga, materi tentang kebijakan fiskal dan kualitas pelaksanaan anggaran 2015 yang disajikan oleh Menteri Keuangan Chatib Basri. Terakhir, pengendalian inflasi daerah oleh Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo. Senada dengan Armida, Menteri Keuangan Chatib Basri mengakui bahwa tahun 2015 merupakan tahun transisi kepemerintahan, sehingga anggaran tahun2015 bersifat baseline. “Maksudnya. hanya memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, serta belum memperhitungkan inisiatifinisiatif baru. Ini juga dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak kepada Pemerintah baru sesuai platform yang direncanakan,” ujar Chatib. Penghargaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) memberikan penghargaan Anu gerah Pangripta Nusantara kepada kepada enam pemerintah provinsi dan 12 pemerintah kabup aten/ kota yang berprestasi di bidang dokumen perencanaan pemba
ngunan. Penghargaan ini bertujuan untuk mendorong daerah untuk meningkatkan kualitas penyusunan perencanaan pembangunan. Penghargaan itu terbagi menjadi dua jenis, yakni Pangripta Nusantara Utama untuk daerah dengan hasil perencanaan ‘Terbaik’ dan Pangripta Nusantara Pratama untuk daerah dengan hasil perencanaan ‘Baik’. Penerima Pangripta Nusantara Pratama tingkat provinsi adalah DKI Jakarta, Aceh, dan Banten, Bangka Belitung, Sulawesi Tengah dan Gorontalo. Sementara itu, penerima Pangripta Nusantara Pratama tingkat kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bintan, Kota Medan, dan Kota Cilegon, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Rote Ndao, dan Kabupaten Bengkulu Selatan. Untuk kategori ‘Terbaik’ atau Pangripta Nusantara Utama diraih oleh Kabupaten Badung, Kota Magelang, Kota Kendari,. Kabupaten Pasaman, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Aceh
Barat. Untuk level provinsi, diraih oleh D.I.Yogyakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Sebelum ditutup, dilakukan pemberian penghargaan inovasi pelayanan publik. Apresiasi ini diberikan kepada Kementerian/ Lembaga yang telah menciptakan terobosan agar kebijakan strategis Reformasi Birokrasi lebih terarah, dalam mewujudkan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Ada tiga kategori yang dinilai: pencegahan korupsi; pe ningkatan kapasitas dan kinerja aparatur; dan peningkatan kua litas pelayanan publik. Setelah menilai 515 inovator, Tim Panel Independen yang diisi oleh pakar dan profesional, seperti JB Kristiadi dan Siti Zuhro memilih “Top 9 Innovator” yaitu Pemkot Surabaya (2 anugerah), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemprov Jatim, Pemerintah Aceh, Pemkot Banjarbaru, Ditjen Administrasi Hukum Umum, Pemprov NTB, dan Pemprov Jabarn (mil/ipul/hjk/santi/edi/nuri)
Menteri PPN/Kepala Bappenas - Armida Alisjahbana memberikan penghargaan Anugerah Pangripta Nusantara kepada beberapa Kepala Daerah
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
21
Nasional
dari kiri ke kanan: Gubernur Jawa Barat - Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Bidang KPK Bidang Pencegahan -Busyro Muqoddas, Kepala BPKP - Mardiasmo, Wakil Gubernur Banten - Rano Karno, Juru Bicara KPK - Johan Budi
K
omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan P e n g aw a s a n Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengadakan “Launching Koordinasi dan Supervisi Pence gahan Korupsi” di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta (28/02). Acara yang dibuka oleh Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Busyro Muqoddas itu dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Wagub Banten Rano Karno. Sedianya Gubernur DKI Joko Widodo diundang, namun berhalangan hadir. Dalam sambutannya, Busyro Muqoddas sepakat bahwa pencegahan korupsi harus dilakukan di berbagai sektor. Kali ini, fokus korsupgah ada pada sektor ketahanan pangan, pertambangan, pendapatan, dan pelayanan publik. Selain
22
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
itu, Busyro juga mengapresiasi temuan-temuan BPKP terkait korsupgah. “Hal itu akan akan dikembangkan menjadi kebijakan koordinasi supervisi,” tegas Busyro. Menurut Kepala BPKP Mardiasmo, launching Korsupgah korupsi 2014 ini merupakan kelanjutan MoU (Memorandum of Understanding) antara KPK dan BPKP yang telah dimulai sejak 2012. “Ini adalah kelanjutan evaluasi dari tahun 2012 untuk mengurangi titik-titik rawan korupsi, khususnya di daerah,” tegasnya. Di penghujung sam butannya, Mardiasmo mengingat kan aparatur pemda untuk terus mengoptimalkan pelayanan publik dan mencegah terjadinya fraud atau korupsi. “Kita ingin komitmen untuk membangun daerah di Indo nesia, tanpa korupsi,” tegasnya.
Menurut Mardiasmo, belum semua potensi pendapatan dana di daerah digunakan secara optimal. “Untuk meningkatkan layanan publik. kami mencoba agar konsentrasi meminimalkan fraud tak hanya di sektor pengeluaran, tetapi juga membidik sektor penerimaan yang juga rawan penyimpangan,” urai Mardiasmo. Beliau memberi contoh, masih banyak pendapatan yang tidak disetor ke Kas Daerah, termasuk pajak air tanah dan pajak sarang burung walet.
Workshop Korsupgah Sebagai tindak lanjut Perjan jian Kerjasama yang diperbaharui tanggal 19 Februari 2014 antara KPK dengan BPKP tentang Koor dinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah), dilak sanakan Workshop Korsupgah
nasional oleh KPK dan BPKP di Hotel Ibis Slipi, Jakarta (03/03). Tampak hadir Ketua KPK Abraham Samad, Kepala BPKP Mardiasmo dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Mengawali sambutannya di depan direktur dan seluruh Kepala Perwakilan BPKP, dan undangan lainnya, Ketua KPK Abraham Samad dan Kemendagri itu mengapresiasi peran BPKP dalam mengawal Korsupgah ini yang telah menginjak tahun ketiga sejak dimulai tahun 2012 lalu. “Keterbatasan KPK yang yang tidak mempunyai perwakilan di daerah membuat peran BPKP
Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi
begitu besar dalam upaya pence gahan korupsi”, akunya. Sebagaimana diketahui, selain penanganan kasus korupsi (grant corruption) dan penguatan Apa rat Penegak Hukum, KPK juga akan melakukan perbaikan sektor strategis dalam upaya pencegahan korupsi di bidang ketahanan pangan, pertambangan, dan pendapatan pada pemkab maupun pemkot di Indonesia. Secara pribadi, Abraham prihatin dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2013 yang stagnan, berkisar di angka 3,2. “Artinya tindak korupsi di Indonesia masih masif terjadi, seirama dengan maraknya pemberantasan korupsi itu sendiri,” keluh Abraham. Ia juga mengakui bahwa selama ini KPK sering dipersepsikan layaknya “pemadam kebakaran”. Ia mengakui, selama ini KPK fokus pada tindak penindakan. “Tahun ini, KPK akan merubah strateginya, dengan mengintegrasikan Saat yang sama, Mendagri Gamawan Fauzi menjelaskan bahwa dalam rangka otonomi daerah, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan daerah, secara nasional dikoord inasi oleh Menteri Dalam Negeri. “Sebagai faktor penghambat bisnis, korupsi di Indonesia masih menduduki peringkat dua (14,2%) di bawah biro krasi yang berbelit-belit (15,4%),” ujar Gamawan.
Untuk itu, menurut mendagri, pemda wajib menjabarkan dan melaksanakan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui aksi pencegahan pemberantasan korupsi yang ditetapkan setiap tahun. “Progresnya dilaporkan sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Kemendagri dan Kementerian PPN/Bappenas”, lanjutnya. Selanjutnya, Kepala BPKP Mardiasmo yang didampingi oleh Deputi BPKP Bidang Penyeleng garaan Keuangan Daerah, Dadang Kurnia memaparkan tujuan, sasaran dan ruang lingkup korsupgah 2014. “Selain menindaklanjuti hasil tahun lalu, korsupgah tahun 2014 fokus pada program ketahanan pangan, pertambangan, dan sektor pendapatan,” ujar Mardiasmo. Mengantisipasi tahun 2014 yang disebut sebagai tahun politik, sasaran korsupgah pengelolaan APBD meliputi tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan APBD yang “pro rakyat”. Mardiasmo yang juga Wakil Ketua TEPPA itu menjelaskan penyebab rendahnya penyerapan anggaran pemda selama ini. “Hal itu terjadi bukan hanya disebabkan lemahnya perencanaan dan penganggaran, tetapi juga kualitas SDM pengelola pengadaan barang dan jasa, dan proses pencairan dananya,” jelas Mardiasmon (mil/arif/resty)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
23
nasional
Tanpa Korupsi
Lembaga Negara Sepakat Pemerintahan
M
Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, memberikan sambutannya
enindaklanjuti Direktif Presiden RI (10/12/13) di Istana Bogor untuk mendukung optimalisasi tugas pemerintah tanpa korupsi, dilaksanakan Rapat Koordinasi Regional Pengawasan di Aula Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar (27/01) dengan tema serupa. Acara yang dibuka oleh Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto itu dihadiri oleh Kepala BPKP, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Dirjen Pembangunan Daerah pada Kemendagri, Irwasum Polri, dan 6 gubernur se-Sulawesi. Saat membuka acara, Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto mengakui bahwa tindakan pembe
24
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
rantasan korupsi, khususnya tindak pencegahan perlu ditingkatkan. “Momen kali ini sangat pas, sebab tiga unsur penting bertemu sekaligus: aparat penegak hukum yang diwakili oleh Kejaksaan Agung dan Polri, Pemda yang diwakili oleh gubernur dan bupati, dan APIP dalam hal ini kehadiran BPKP dan Inspektorat Daerah,” ujarnya. “Dengan memenjarakan orang ke penjara, maka kejahatan tidak akan ada habisnya. Makanya, harus dilakukan tindakan pence gahan,” kata Andhi. Fakta di lapangan, terjadi penu runan semangat kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pembangunan. Beberapa aparatur di daerah menolak menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
dengan alasan takut atas tindakan represif aparat penegak hukum. “Fenomena itu seakan menem patkan hukum dan pembangunan merupakan dua hal yang secara diametral berada pada sisi ber law anan. Bila dibiarkan ini berbahaya, karena hukum dianggap sebagai komponen penghambat pembangunan,” tegasnya. Sebagai Ketua Asosiasi Guber nur Seluruh Indonesia, Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo da lam sambutannya menunjukkan keyakinannya bahwa rapat koor dinasi tersebut merupakan wujud dari komitmen bersama untuk membangun pemerintahan yang makin baik dan tanpa korupsi. “Semua pih ak harus memiliki kom itmen bersama untuk me
nasional wujudkan good governance, khususnya dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme,” kata Syahrul. Syahrul juga sempat mengutip data di mana saat ini sudah ada 311 kepala daerah yang tersangkut korupsi. “Apakah ini disebabkan oleh sistem atau ada proses yang salah atau ada hal lain? Kita tidak pernah mentolerir kalau ada penyimpangan tapi kalau ini karena kesalahan sistem berarti kita harus ditunjukkan di mana salahnya?” jelas Syahrul. Mewakili gubernur se-Sulawesi, Syahrul menekankan bahwa rapat koordinasi tersebut merupakan komitmen awal untuk membangun pemerintahan yang makin baik dan tanpa korupsi. Tuntutan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih, trans paran dan akuntabel harus disikapi. Terkait upaya pencegahan, Irwasum Polri Komjen Anton B a c h r u l A l a m me n e k a n k an pent ingn ya membentengi diri, keluarga, dan masyarakat dari sifat serakah. “Perlu setiap kita mempertebal iman karena itulah seben arnya cara yang paling efektif untuk menahan kita berbuat korupsi,” ujarnya. Mitra strategis Menurut Kepala BPKP Mardiasmo, even strategis ini dim aks udkan untuk memaks i malkan upaya pencegahan serta penindakan pelaku korupsi agar KKN hilang dari negeri ini. “Harus diakui, Inspektorat di daerah adalah mitra strategis dalam penanggulangan korupsi di daerah.
Lebih daripada itu, kegiatan ini juga mendukung terbentuknya Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang lebih kuat, mandiri, inde penden, dan lebih profesional,” ujar Mardiasmo. Untuk itu, Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini mengusulkan kepada Gubernur Sulsel selaku Ketua Asosiasi Gubernur Seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan ken aikan eselon Inspektorat sekalig us peningkatan anggaran. “Semuanya untuk mendukung kemandirian dan independensi inspektorat. Tak hanya itu, kami juga mengusulkan agar anggaran inspektorat ditambah untuk menunjang kegiatannya,” pungkas Mardiasmo. Pada akhir acara, ditandatangani Komitmen Bersama Mendukung Optimalisasi Tugas Pemerintah Tanpa Korupsi antara gubernur dan Kepala Perwakilan BPKP se-Sulawesi. Cakupan kerjasama antara kedua pihak tersebut antara lain meliputi pelaksanaan
pendampingan, pengembangan capacity building bagi SDM pemda, peningkatan kapasitas APIP, peningkatan fungsi selaku quality assurance atas pelaksanaan reformasi birokrasi nasional, dan peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah. Sebelum ditutup, dilakukan pendeklarasian Internal Audit Charter antara gubern ur dan Inspektorat seSulawesi. Sebagaimana diketahui, usai pelantikan Kepala BPKP Sulsel Hamonangan Simarmata oleh Gubernur Syahrul Yasin Limpo di Ruang Pola Kantor Gubernur, dilakukan penandatanganan Komitmen Bersama antara Gubernur dengan APIP (Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah) Untuk Mendukung Optimalisasi Tugas Pemerintah Tanpa Korupsi. Setelah itu dilakukan pula penan datanganan Piagam Aparat Penga wasan Intern Pemerintah (APIP) oleh gubernur dan kepala BPKP se-Sulawesin (mil/n.s/yus/ipul)
penandatanganan komitmen bersama mendukung optimalisasi tugas pemerintah tanpa korupsi antara gubernur dan kepala perwakilan BPKP se-Sulawesi
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
25
nasional
S
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono
alah satu bentuk usaha m e mb a n g u n a k u n tabilitas dia ntaranya a d a l a h p e n a n d at a nganan komitmen bersama peningk atan akuntabilitas di Auditorium Gedung Utama BPK, Jakarta (22/01). Penandatangan komitmen adalah Ketua BPK Hadi Poernomo, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, MenPAN RB Azwar Abubakar, Mendagri Gamawan Fauzi, Menteri BUMN Dahlan Iskan, dan Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto yang disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Hadir pula pada acara itu beberapa menteri/pimpinan lembaga, termasuk Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan pejabat BPK. Penandatanganan komitmen bersama peningkatan akuntabilitas ini bertujuan untuk menegaskan pentingnya akuntabilitas keuangan negara untuk mewujudkan tata
26
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Setiap institusi penyelenggara negara harus mempertanggungjawabkan amanah yang diembannya dari rakyat, atau dengan kata lain harus berakuntabilitas. Salah satu bentuk akuntabilitas adalah dengan memberikan keyakinan yang memadai kepada pemeriksa (BPK) bahwa laporan keuangan (financial statement) yang dibuatnya telah wajar dan bebas dari salah saji secara material. kelola yang baik dan pemerintah yang bersih. Dengan penand a tanganan komitmen bersama ini diharapkan sinergi antar berbagai pemangku kepen tingan untuk meningkatkan akuntab ilitas keuangan negara. Penandatanganan ini merupakan tonggak sejarah peningkatan akuntabilitas keuangan negara. Ketua BPK Hadi Poernomo pada pidatonya menyampaikan 5 hal, yaitu monitoring yang lemah, penguatan monitoring, manfaat pusat data, manfaat electronic audit (e-audit), serta simpulan dan himbauan. Sebelum 2010, BPK melakukan pemeriksaan
dengan lingkup dan sumber daya yang terbatas, sedangkan volume keuangan negara relatif besar. Selain itu, sinergi sistem informasi yang telah dibangun kementerian/ lembaga dan pengelola keuangan belum dilakukan. Dengan kondisi tersebut, BPK menyampaikan gagasan pembangunan pusat data dalam rangka e-audit pada pertem uan pimpinan lembaga negara 21 Januari 2010 di istana Bogor. Presiden SBY mendukung sepenuhnya inisiatif BPK untuk membangun pusat data dan e-audit itu. BPK kemudian melakukan 757 MoU akses data dengan pengelola keuangan negara, serta akses ke
nasional rekening-rekening pemerintah pusat yang dikelola pada 177 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), pemerintah daerah pada bank pembangunan daerah, dan BUMN. Dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengucapkan terima kasih kepada BPK atas inisiatif memberlakukan sistem e-audit, online audit, dan berbagai sistem baru yang me mungkinkan pemeriksaan dan pengaw asan keuangan negara dapat dilaksanakan dengan lebih baik dibandingkan masa-masa sebelumnya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa pemberantasan korupsi memang memberikan manfaat, namun di sisi lain pemberantasan korupsi besar-besaran telah mem buat banyak kepala daerah ragu dalam mengambil kebijakan. Salah satu solusi agar para peja bat tidak ragu menggunakan anggaran adalah dengan bekerja sama dengan institusi penegak hukum dan juga lembaga audit seperti BPK dan BPKP. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengingatkan agar jangan sampai pemberantasan korupsi ini membuat roda pemerintahan terganggu. E-audit menggunakan pusat data BPK sehingga pemeriksaan dapat lebih cepat, mudah, dan efisien serta efektif. Dengan e-audit, BPK dapat memperbanyak jumlah sampling yang akan di ambil bahkan mungkin juga bisa mencakup populasi sehingga
......Paling tidak, ada enam persyaratan yang harus ditambahkan dalam proses pengadaan: due diligence, bank clearance, tax clearance, neraca dan laporan laba rugi harus sama dengan lampiran SPT pajak, kontrak dibuat dalam mata uang rupiah, dan pembayaran ke kontraktor dan dari kontraktor secara non-cash transactions..... hampir seluruh jumlah keuangan negara. Lewat sistem ini, reke ning-rekening pengelola pengelola keuangan negara dan pertang gungjawabannya dapat diuji oleh BPK, BPK menelusuri transaksitransaksi yang dilakukan oleh pengelola keuangan negara untuk memperoleh keyakinan atas kebenaran jumlahnya, keleng kapan rinciannya, dan kejelasan sumber keuangannya tanpa bisa direkayasa dan diintervensi oleh pihak manapun. Terkait banyaknya temuan pengadaan barang dan jasa, BPK menghimbau pemerintah untuk memperbaiki mekanisme yang ada. “Paling tidak, ada enam per
syaratan yang harus ditambahkan dalam proses pengadaan: due dilig ence, bank clearance, tax clearance, neraca dan laporan laba rugi harus sama dengan lampiran SPT pajak, kontrak dibuat dalam mata uang rupiah, dan pembayaran ke kontraktor dan dari kontraktor secara non-cash transactions,” ujar Hadi. Dengan dilaksanakannya e-audit dan perbaikan mekanisme pengadaan barang dan jasa ini, diharapkan seluruh institusi penyelenggara negara dapat lebih berakuntabilitas kepada publik yang telah me nitipkan amanahnyan (HJK/Ipul/Edi)
Kantor Pusat BPK RI
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
27
nasional
dari kiri ke kanan: MenPAN dan RB - Azwar Abubakar, Anggota DPR RI - Nasir Jamil, Anggota DPD RI - Mursyid, Kepala BPKP - Mardiasmo,
Media sebagai pilar keempat demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki peran sentral untuk mewujudkan penguatan integritas dan akuntabilitas dari lembaga-lembaga negara yang ada. Peran ini coba diwujudkan oleh Jawa Post Institute of Pro Otonomi (JPIP) yang bekerja sama dengan USAID menyelenggarakan workshop selama 2 hari (25 -26 Maret 2014) di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh
J
PIP yang memiliki visi “Mentradisikan Kompetisi, Mendorong Kemajuan” ini merupakan lembaga nirlaba yang didirikan oleh Jawa Pos Group pada tahun 2001. Pendirian JPIP merupakan bentuk tanggung jawab sosial Jawa Pos terhadap upaya mendorong kemajuan kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang kondusif melalui pelaksanaan otonomi daerah. Workshop yang diprakarsai oleh JPIP ini dihadiri oleh editor dan wartawan dari berbagai media massa, pemerintah dae rah, dan lembaga-lembaga neg ara yang menjadi partner
28
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
dalam Strengthening Integrity and Accountability Programme (SIAP II). Pada hari pertama tema workshop adalah “Mendorong Pengawasan, Mengapresiasi Ki nerja Birokrasi“ dengan meng hadirkan narasumber Kepala BPKP Mardiasmo, MenPAN-RB Azwar Abubakar, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh Mursyid, dan anggota DPR RI asal Aceh Nasir Jamil. Pada paparannya, Kepala BPKP Mardiasmo yang didam pingi oleh Karo Hukum dan Humas Triyono Haryanto dan Kepala Perwakilan BPKP Aceh Afrizi Hadi, mengakui bahwa saat
ini terdapat gap antara tingginya harapan dan kebutuhan stakeholder dengan rendahnya kinerja instansi pemerintah. “Jurang ini sudah tentu harus ditiadakan dengan pening katan kinerja instansi pemerintah dalam pelayanan publik,” ujar Mardiasmo. Menurut Wakil Ketua Tim Quality Assurance RB Nasional ini, pada delapan area perubahan reformasi birokrasi, BPKP berperan dalam penguatan pengawasan oleh Aparat Penga wasan Instansi Pemerintah (APIP). Ia mengusulkan agar APIP mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan negara atau daerah dan peran APIP agar lebih dioptimalkan lagi. Mardiasmo juga mengatakan selama ini hampir di setiap pro vinsi di Indonesia dapat ditemui masyarakat yang memberikan uang tips saat mengurus surat, baik di tingkat pemerintahan desa maupun pemerintahan pusat. Masyarakat
nasional masih menilai pemberian uang tips adalah hal yang normal untuk memuluskan pengurusan dan tanda balas jasa. “Mindset seperti ini harus diubah. Saatnya sekarang publik aktif melaporkan kepada aparat penegak hukum jika ada potensi-potensi ke arah kongkalikong,” cetus Mardiasmo. Dalam panggung yang sama, MenPAN dan RB Azwar Abubakar menyinggung UU yang baru terbit, yaitu UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparat Sipil Negara (ASN). Menurut mantan Wagub Aceh itu, UU ASN memihak pada penerapan sistem perekrutan dan promosi pejabat negara yang transparan dan adil. Azwar juga sepakat agar fungsi pengawasan internal diperkuat. “Kami sedang menggodok ran cangan baru yang disebut Inspek torat Nasional. Harus diakui, lembaga pemeriksa yang ada selama ini tidak begitu efektif karena kewenangannya terbatas dan kurang independen,” ujar Azwar. Anggota DPR RI asal Aceh Nasir Jamil mengatakan bahwa Indonesia masih dalam era transisi dari negara otorisasi menuju dengan sistem demokrasi, ditandai dengan sistem pemerintahan yang masih tertutup belum terbuka dan masih dijumpai banyaknya korupsi. Merupakan tugas kita semua untuk mengubah kultur dari yang bersifat koruptif menjadi tidak koruptif lagi, disini peran media diharapkan dapat mengawasi birokrasi.
JPIP Hari Ke-2 Hari kedua, Workshop JPIP mengusung tema “Penguatan Komunikasi Lembaga Negara dengan Media” dengan meng
Kepala Kejaksaan Negeri Depok itu juga meminta kedua pihak untuk mengedepankan kode etik masing-masing dalam menjalankan tugasnya. Lebih lanjut, Triyono,
Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP - Triyono Haryanto memberikan paparan
hadirkan beberapa narasumber diantaranya Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP Triyono Haryanto, Kepala Biro Hukum dan KIP KemenPAN dan RB Herman Suryatman, Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudisial Roejito pada sesi pertama. Pada sesi kedua tampil Ketua Komisi Informasi Pusat RI Abdulhamid Dipopramono dan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh Taqwaddin Husin. Karo Hukum dan Humas BPKP Triyono Haryanto yang didampingi oleh Kabag Humas dan HAL Nuri Sujarwati mengajak rekan jurnalis dan media massa, khususnya di Provinsi Aceh untuk memperat kerja sama yang selama ini telah terjalin. “Lebih bagus lagi jika ada pertemuan rutin antara media dengan BPKP Aceh. Misalnya dalam bentuk coffee morning atau lainnya,” usul Triyono. Mantan
yang tidak asing dengan kegiatan kehumasan sewaktu bertugas di Kejaksaan, membuka diri kepada para awak media untuk tidak segan-segan menghubungi BPKP jika ada permasalahan yang perlu dikonfirmasikan. Selanjutnya, dalam panggung yang sama, Karo Hukum dan KIP KemenPAN dan RB Herman Suryatman pada paparannya men jelaskan tentang sembilan program percepatan reformasi birokrasi, yakni antara lain: Penataan Struktur Birokrasi; Penataan Jumlah dan Distribusi PNS; Penataan Sistem Seleksi dan Promosi secata terbuka; Peningkatan Profesionalisme PNS; Pengembangan Sistem Pemerintahan Elektronik; Pe ningk atan Kualitas Pelayanan Publik; Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Aparatur; Peningkatan Kesejahteraan SDM Aparatur Negara; dan Peningkatan
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
29
nasional Efisiensi Belanja Aparatur Negara. Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudi sial Roejito memaparkan peran lembaga Komisi Yudisial dalam penyelenggaraan pemerintahan. Menurut Roejito, Komisi Yudisial (KY) berperan mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Untuk mempermudah akses media dan layanan laporan masyarakat kepada KY, telah dibentuk enam kantor penghubung yang tersebar di Surabaya, Semarang, Samarinda, Medan, Makassar, dan Mataram.
Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Papua Ketut Suadnyana Merada sedang memberikan paparan
baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemer int ahan termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD, dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan,” urai
dari kiri ke kanan : Dosen Universitas Airlangga - Haryadi, Karo Hukum dan KIP KemenPAN dan RB Herman Suryatman, Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudisial - Roejito
Selanjutnya, Kepala Per wakilan Ombudsman RI (ORI) P r ov i n s i A c e h T a q w a d d i n Husin menjelaskan pengertian Ombudsm an RI berdasarkan pasal 1 angka 1 UU nomor 37/2008 tentang Ombudsman RI. “ORI yaitu lembaga negara yang berwenang mengawasi pe nyelenggaraan pelayanan publik
30
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Husin. Ia mengajak masyarakat untuk melapor kepada ORI bila dijumpai dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Workshop JPIP di Jayapura Seri workshop dan training bagi para jurnalis daerah yang diselenggarakan JPIP di Jayapura
- Papua (19/2) menghadirkan para narasumber dari lembaga negara dan instansi pusat yang berperan aktif dalam mendorong akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan negara. Hadir antara lain Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid Dipopramono, Ketua Komisi Yudisial (KY) RI Suparman Marzuki, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Eman Sup arman, anggota DPR RI asal Papua Agustina Basik Basik, Kepala Perwakilan ORI Sulaw esi Selatan Subhan Djoer dan Kepala Perwakilan ORI Papua Iwanggin Sabar Olif, Karo Hukum Komunikasi dan Informasi Publik KemenPANRB Herman Suryatman, Kepala Sekretariat BPK Provinsi Papua Lion Simbolon, dan Kepala Per wakilan BPKP Provinsi Papua Ketut Suadnyana Merada. Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Papua Ketut Suadnyana Merada memaparkan tentang tugas dan fungsi BPKP dan bagai mana dukungan BPKP terhadap Undang-Undang Keterb ukaan
nasional Informasi Publik. Terbukti dengan kesigapan BPKP mener bitkan Peraturan Kepala BPKP tentang Pembentukan tentang Pembentukan Tim Pertimbangan Layanan Informasi dan Pejabat Pengelola Informasi dan Doku mentasi (PPID), tak lama setelah UU 14/2008 tentang KIP terbit. Lebih lanjut Ketut juga menje laskan perbedaan tugas dan fungs i antara BPKP dan BPK agar para jurnalis lebih paham kemana seharusnya melayangkan permohonan informasi untuk mendukung pemberitaan. Kegiatan BPKP yang lebih banyak untuk konsultansi dan penjaminan kualitas berdasarkan permintaan dari kementerian/lembaga/pemda atau instansi penegak hukum membuat penguasaan informasi hasil pengawasan tersebut berada pada kementerian/lembaga/ pemda atau instansi penegak hukum terkait. Penjelasan tersebut sekaligus menjawab pertanyaan peserta yang mengatakan bahwa BPKP sulit untuk dimintai informasi terkait hasil audit. Ketua Komisi Informasi Pusat RI Abdulhamid Dipopramono pada paparannya menjelaskan bahwa pemerintahan yang baik dan bersih ternyata tidak cukup di era sekarang. Saat ini, platform pemerintahan dituntut untuk terbuka (Open Goverment). Pe mer intahan yang terbuka ber cirikan: transparansi dalam birokrasi, partisipasi masyarakat dalam bernegara, dan kolaborasi antar komponen negara. UU 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik mengamanatkan Badan Publik untuk membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). PPID merupakan syarat bagi trans paransi badan publik. Disamping menjalankan fungsi humas, PPID juga menjalankan fungsi manajemen informasi, berperan penting dalam hal pelayanan informasi publik. Keberadaan PPID akan sangat membantu pimpinan badan publik yang bersangkutan ketika ada gugatan dari pemohon informasi publik.
Hamid Dipopramono. Masingmasing narasumber menjelaskan tupoksi instansinya kepada para awak media lokal sekaligus strategi komunikasi yang dipilih. Seluruh narasumber sepakat perlunya komunikasi yang har monis dengan para awak media ditand ai dengan terbukanya saluran telepon masing-masing utusan instansi tersebut untuk dapat dihubungi sewaktu-waktu untuk perolehan informasi. Namun menggarisbawahi pa paran Abdulhamid, pada dasarnya informasi publik sifatnya ter
dari kiri ke kanan: UKP4 - Tara Hidayat, Direktur Pengawasan Badan Usaha Agrobisnis Jasa Kontruksi dan Perdagangan BPKP - Bambang Utoyo, Ketua Komisi Informasi Pusat RI - Abdulhamid Dipopramono, Wakil Menteri PAN dan RB - Eko Prasodjo, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat - Haneda Lastoto
Workshop JPIP di Bandung Sebelumnya, di pertengahan Januari 2014 (15-16 Januari 2014), JPIP menggelar training dan workshop bagi para pelaku media lokal sekaligus mem pertemukan dengan para pimpinan instansi vertikal di Hotel Novotel Bandung. Diantara pejabat publik yang tampil, terlihat Karo Hukum dan Humas BPKP Triyono Haryanto, Staf Ahli UKP4 Farchad Mahfud, dan Ketua KIP Abdul
buka. Namun demikian untuk kepentingan publik yang lebih baik, UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maupun undang-undang lain mengatur hal-hal yang perlu dirahasiakan. Oleh karena itu, melalui uji konsekuensi Badan Publik berhak menentukan informasi-informasi apa saja yang dapat dikecualikan untuk diberikan kepada publikn (hjk/mil/hrb/N.S/Ajat/isna/idy)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
31
Kebijakan Publik
K
onsep dasar Trias Politika da lam pemisahan kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif sampai saat ini masih dianggap teori yang cocok dalam menjalankan pemerintahan. Top Eksekutif pada pemerintahan tingkat Kabupaten/Kota yaitu Bupati/Walikota, Gubernur untuk Provinsi dan Top Eksekutif Nasional/Negara yaitu Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung. Demikian juga Anggota Legislatif dari tingkat Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Pusat dipilih langsung oleh rakyat yang telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harapan besar hasil Pemilu sangat dinanti rakyat untuk membuat negeri ini
32
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Oleh: Fajar Hudoyo*
Pesta demokrasi jilid satu baru saja usai tanggal 9 April 2014 lalu. Pemilu yang dimaksudkan untuk memilih anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi/ Kabupaten/Kota itu merupakan pemilu ketiga di Indonesia pasca reformasi tahun 1998. Peristiwa itu juga menandai bahwa telah sembilan kali berganti pemerintahan di Indonesia. menjadi lebih baik dari periode pemerintahan sebelumnya. Pemilu yang merupakan proses politik sebagai sarana untuk menghasilkan wakil rakyat yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi rakyat dalam proses pembangunan. Perkembangan Politik dalam Pilihan Publik Teori pilihan publik, menurut Samuelson Nordhaus (1995) ada lah suatu cabang ilmu ekonomi
yang mempelajari bagaimana pemerintah membuat keputusan yang terkait dengan kepentingan masyarakat (publik). Dalam model pilihan publik, politik tidak dipandang sebagai arena memperebutkan kekusaan seperti yang digunakan dalam pende katan yang digunakan dalam pendekatan politik murni, melain kan lebih dipandang sebagai arena permainan yang memungkinkan terjadinya pertukaran di antara warga negara, partai–partai poli
Kebijakan Publik tik, pemerintah, dan birokrat. Seperti halnya dalam permainan olah raga dan model ekonomi klasik, permainan dalam pilihan publik juga memiliki aturan-aturan yang harus dipatuhi. Model dalam pilihan publik yang diwujudkan dalam Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden lebih dikenal dengan Pemilihan Umum di Indonesia diatur oleh Komisi Pemilihan Umum. Dalam Undang Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menyebutkan tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum antara lain menyusun dan menetapkan pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah. Para peserta pemilu yang terdiri partai politik harus menaati aturan yang tertuang dalam Undang-undang dan aturan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum dalam pertarungan untuk meraih kemenangan. Pertukaran dalam pilihan publik Pemasok (supplier) dalam kebijakan publik adalah partai– partai politik, pemerintah, dan birokrat sedangkan demander adalah pemilih yang telah ter daftar dalam data pemilih yang ditetapkan oleh komisi Pemilihan Umum. Sedangkan komoditas yang ditawarkan adalah barang publik. Dalam ilmu ekonomi, barang publik adalah barang yang memiliki sifat non-rival dan noneksklusif. Ini berarti: konsumsi
atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya; dan noneksklusif berarti semua orang berhak menikmati manfaat dari barang tersebut. Sebagai contoh: jalan raya adalah barang publik, banyaknya pengguna jalan tidak akan mengurangi manfaat dari jalan tersebut; semua orang dapat menikmati manfaat dari jalan raya (noneksklusif); dan jalan raya dapat digunakan pada waktu bersamaan. Istilah barang publik sering digunakan untuk merujuk pada barang yang non-eksklusif dan barang nonrival. Ini berarti bahwa tidak mungkin mencegah seseorang untuk tidak mengonsumsi barang publik. Sedangkan barang publik dalam konteks pilihan publik adalah semua program-program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah untuk mewujudkan tujuan bernegara sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pilihan publik tak ada bedanya seperti dalam ekonomi klasik, yang dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Demander dalam ekonomi klasik adalah konsumen dengan menggunakan alat transaksi berupa uang untuk membeli komoditas barang dan jasa, sedangkan dalam pilihan publik demander adalah pemilih dengan menggunakan alat transaksi berupa hak suara dalam memilih calon wakilnya untuk selanjutnya membeli komoditas berupa barang publik. Untuk dapat menyediakan barang publik tidak serta merta dapat menyediakan barang tersebut namun memerlukan alat untuk mencapainya. Inilah yang disebut dengan kebijakan publik yang dihasilkan melalui proses tawarmenawar antara pemilih dengan parpol dan selanjutnya parpol dengan parpol lainnya dengan melakukan proses politik yang menghasilkan sikap dari legislatif terhadap suatu kebijakan. Pada proses selanjutnya, sikap legislatif atas suatu kebijakan publik akan dilakukan tawar-menawar (proses politik) dengan sikap pemerintah/ birokrat untuk memutuskan suatu kebijakan publik. Partai politik menawarkan program-program pembangunan
Variabel Pemasok
Ekonomi/Klasik produsen, pengusaha, distributor
Pilihan Publik Politisi, partai politik, birokrasi, pemerintah
Demander
Konsumen
Pemilih
Komoditas
Barang dan jasa (barang swasta)
Barang Publik
Alat Transaksi Jenis Transaksi
Uang Voluntary transaction
Suara Politics as exchange
Sumber: Bustanul Arifin dan D.J Rachbini (2001) halaman 20
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
33
Kebijakan Publik kepada pemilih/penduduk yang sudah terdaftar dalam pemilih. Setiap parpol mempunyai jenis program dan cara penawaran, yang berbeda-beda dan beru saha semaksimal mungkin untuk menarik semua pemilih agar memilih program yang ditawarkan. Tentunya dengan ketentuan yang diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan semakin banyaknya pemilih akan semakin besar posisi tawar menawar dengan parpol lainnya sehingga diharap kan program yang dimiliki partai politik tersebut akan dapat dijadikan dasar dalam pengam bilan keputusan kebijakan publik. Proses tawar menawar dalam pilihan publik sama dengan proses tawar menawar dalam ekon omi klasik yaitu untuk mencapai titik keseimbangan. Jika dalam ekonomi klasik titik keseimbangan harga antara penjual dan pembeli, dalam
pilihan publik titik keseimbangan terjadi jika pemilih tertarik dan akhirnya menjatuhkan pilihan atas program yang ditawarkan oleh partai politik dengan mekanisme yang diatur oleh KPU. Golput dan Peran Pemilih Aktif Don’t give him the blank check! Demikian pesan almarhum Nurcholis Madjid saat kita hendak memilih calon pemimpin atai calon wakil rakyat. Mereka harus terlebih dahulu diberi mandat apa yang harus diselesaikan dalam kurun waktu masa jabatannya. Pemilih aktif dapat memberikan mandat kepada calon wakilnya pada saat sebelum dilakukan pemilu, sebaliknya calon wakil rakyat melalui parpol menawarkan program pembangunan sehingga terjadi yang sering disebut kontrak politik, namun demikian terdapat sebagian pemilih yang tidak aktif dengan tidak menggunakan hak pilihnya atau lebih dikenal dengan
golongan putih (golput). Banyak faktor penyebab pemilih tidak menggunakan hak pilihnya pada saat Pemilihan Umum. Dari hasil hitung cepat hasil Pemilu Legislatif tahun 2014 yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey angka Golput berkisar antara 24% sampai dengan 25%. Kelompok Golput tidak memberikan suara dalam pesta demokrasi sehingga tidak mempunyai wakil untuk menyalurkan aspirasi pada lembaga formal yang diakui negara atau dapat dikatakan bahwa golput tidak ikut dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik. Sebagian masyarakat me ngangg ap pemilih yang tidak menggunakaan hak pilihnya maka berarti tidak ikut dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Konsekwensi logisnya, mereka tak berhak menikmati barang publik yang dihasilkan dari kebijakan publik. Hal ini sinonim dengan Teori Ekonomi Klasik, di mana konsumen tidak berhak menikmati komoditas berupa barang dan jasa jika konsumen tidak melakukan transaksi dengan produsen/penjual. Setidaknya tidak memprotes atas fasilitas barang publik. Jadi, masih pantaskah gol put diberikan ruang di neg ara Pancasila yang sedang mem bangun demokrasi ini? *) Penulis adalah Kasubag TU Pusbin JFA
34
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
akuntansi
H
al itu ditandai dengan dikeluarkannya tiga peraturan penting sebagai tonggak reformasi keuangan: UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pem eriks aan Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Melengkapi tiga UndangUndang tersebut, lahirlah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) lewat Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005. Berikut ini sedikit yang tersisa dari pelaksanaan Workshop Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Program Aplikasi SIMDA Keuangan Berbasis Akrual yang diselenggarakan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta (05/04),
Reformasi birokrasi di Indonesia tak bisa lepas dari reformasi Keuangan Negara. Sejak 2003, pemerintah telah melakukan perombakan besar dalam pengelolaan keuangan negara. Perubahan yang Ditunggu Awalnya, perubahan tersebut membuat banyak pihak kalangkabut. Namun lambat laun, setelah satu dekade berlalu, toh kita telah melaluinya dengan baik. Hal itu terbukti dengan semakin membaiknya kualitas opini yang dikeluarkan BPK atas laporan keuangan Kementerian/Lembaga maupun Pemda dari waktu ke waktu. Show must go on. Tahun 2010, menjadi momentum kedua untuk meng-up grade Standar Akuntansi Pemerintah kita. Maka terbitlah PP 71 tahun 2010 tentang Stand ar Akuntansi Pemerintah yang mengusung bendera basis akrual yang akan menggantikan basis kas menuju akrual dalam SAP sebelumnya. Perubahan ini juga membawa sedikit ganjalan beberapa pihak. Pertanyaan yang mengemuka, perlukah kita
mener apkannya? Atau bisakah kita menerapkannya, mengingat selama ini SAP yang lama saja jalan kita masih tertatih-tatih? Atau seberapa besar manfaat dan mudharat yang akan didapatkan dengan implementasi ini? Namun tekad sudah semakin bulat, tahun 2015 basis akrual harus sudah digunakan! Jika dihitung sejak diterbitkan 2010, maka selama ini telah kita lewati masa tenggang untuk mengimple mentasikannya. Sebagai ancangancang, Kementerian Dalam Negeri pada akhir 2013 lalu juga telah menerbitkan Permendagri Nomor 64 sebagai pelaksanaan pengelolaan akuntansi berbasis akrual di pemda. Dengan demi kian, tak bisa ditawar lagi, mau tak mau, basis akrual tahun depan sudah harus digunakan. Untuk memudahkan penerapan akuntansi pemerintah berbasis
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
35
akuntansi akrual ini, BPKP telah menyusun lima buku petunjuk manual sistem dan prosedur akuntansi pemerintah (daerah). Disamping itu, BPKP juga telah merampungkan sistem aplikasi SIMDA yang akan memudahkan pengelolaan sistem keuangan pemda. Sekilas Perbandingan SAP Akrual dan SAP Kas Menuju Akrual Seperti namanya, perubahan mendasar terletak pada basis yang digunakan. Jika dulu, pada SAP kas menuju akrual, basis akuntansi diatur dengan meng gunakan basis kas untuk pe ngakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam LRA dan penggunaan basis akrual hanya untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Pada SAP akrual kali ini, memodifikasi pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dengan pende katan akrual. Modifikasi ini dis ajikan dengan pengakuan terh ad ap pendapatan-LO dan
perubahan mendasar terletak pada basis yang digunakan. Jika dulu, pada SAP kas menuju akrual, basis akuntansi diatur dengan menggunakan basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam LRA dan penggunaan basis akrual hanya untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. beban pada laporan operasional (LO) berdasarkan basis akrual. Mengapa modifikasi, karena penganggaran kita masih meng gunakan pendekatan kas, sehingga pengakuan realisasi anggaran (LRA) masih tetap menggunakan pendekatan kas. Konsekuensi logisnya, pendapatan-LO dan beban dapat diakui sebelum, pada saat, maupun setelah kas diterima atau dikeluarkan.
Perubahan kedua, dapat dilihat dari bertambahnya jumlah laporan keuangan dari empat jenis menjadi tujuh laporan. Secara sederhana dapat dilihat dalam tabel 1. per bandingan sederhana di bawah. Pada jenis laporan keuangan tersebut pengakuan basis akrual terdapat pada LO, neraca, dan LPE. Sementara laporan yang lain menggunakan basis kas. Me ngapa masih muncul basis kas pada laporan keuangan berbasis akrual? Pertanyaan ini bisa dija wab dengan alasan bahwa pe nyusunan APBN/D kita masih menggunakan pendekatan kas. Sementara pengakuan secara akrual atas LRA tersebut telah diakomodir dalam LO. Perubahan ketiga, dalam ne raca, meskipun kedua SAP telah menggunakan basis akrual, tetapi ada sedikit perbedaan kecil di mana jurnal perantara yang meng hubungkan basis kas dan akrual pada SAP sebelumnya yang kita kenal dengan jurnal korolari, kini telah ditiadakan.
Tabel 1. Perbandingan Sederhana Laporan Keuangan SAP 2004 dan SAP 2010
Kelompok
Laporan Keuangan SAP 2010 Laporan Pelaksanaan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Anggaran Tidak Ada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LPSAL) Laporan Finansial Tidak Ada Laporan Operasional (LO) Tidak Ada Laporan Perubahan Ekuitas (LPE) Neraca Neraca Laporan Arus Kas (LAK) Laporan atas Kas (LAK) Catatan Atas Laporan Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan Keuangan (CaLK) (CaLK)
36
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Laporan Keuangan SAP 2004
akuntansi Tabel 2. Contoh perbandingan pengakuan aset pada SAP 2004 dan 2010 melalui mekanisme langsung (LS)
Jurnal di SKPD
Jurnal di PPKD
SAP 2004 SAP 2010 Belanja Modal - peralatan xxx Peralatan xxx R/K - PPD xxx R/K - PPD xxx Peralatan xxx Belanja Modal Peralatan xxx Diinvestasikan pada aset tetap xxx Perubahan SAL xxx R/K - SPPD Kasda xxx Kasda xxx (jurnal korolari untuk mengakui (pengakuan aset tanpa melalui jurnal korolari) aset)
Contoh perbandingan penga kuan aset pada SAP 2004 dan 2010 melalui mekanisme langsung (LS) dapat lihat pada tabel 2 di bawah. Tentunya beberapa catatan tersebut hanya beberapa perban dingan yang nampak secara jelas. Beberapa perbandingan akan kita temui saat pelaksanaan nanti di lapangan. Optimisme Menyambut Basis Akrual Beberapa perbandingan yang telah diuraikan di atas tentu tidak boleh menjadikan kita berkecil hati dalam melaksanakan. Dengan pendekatan yang strategis, kita harus yakin menapaki langkah akrual ini dengan optimisme tinggi. Pada sebagian besar pemda, perolehan opini laporan keuangan yang tak kunjung WTP hingga kini menimbulkan pesimistis ter sendiri dalam menghadapi peru bahan basis akrual. Bagaimana tidak, dalam menyajikan laporan dengan basis yang lama saja masih terasa susah, sudah terpaksa harus
mengganti dengan basis yang baru. Ibarat bayi masih belajar merangkak sudah disuruh push up. Namun jangan terlalu khawatir, bukankah jika kita cermati, ada pers amaan yang dekat antara merangkak dan push up? Ya, ke duanya memaksimalkan fungsi dan koordinasi antara tangan dan kaki. Begitu pun dengan perubahan basis akuntansi ini. Pada penerapan basis kas menuju akrual, sebenarnya kita telah menggunakan pendekatan akrual dalam penyusunan laporan keuangan khususnya pada Neraca. Jadi tidak perlu terlalu khawatir membayangkan ‘susahnya’ basis akrual. Sedangkan dalam penyajian LRA, masih tetap kita gunakan pendekatan kas, dengan penam bahan laporan operas ionaln ya untuk mengakui adanya penda patan-LO dan beban sesuai kon disi yang sebenarnya (earned dan realized). Adanya “excuse” selama lima tahun sejak dikeluarkannya SAP akrual, dirasakan cukup untuk memp ersiapkan penerapan ini. Waktu selama itu telah diper
gunak an untuk mempelajari, sosialisasi, mengeksplore, dan kegiatan lain sebagai upaya per siapan. Apresiasi yang besar patut diberikan kepada Pemda yang telah lebih dulu menerapkan basis akrual tersebut. Apabila dirasakan masih berat, toh “excuse” tersebut pasti akan diberikan dalam dua atau tiga tahun pertama sejak penerapan 2015. “Maklum pak, masih awal-awal penerapan!”, benar? Penggunaan teknologi infor masi dalam pengelolaan keuangan juga menjadi sarana yang men janjikan untuk memudahkan pelaks anaan perubahan SAP ini. Dalam hal ini, BPKP telah berhasil merampungkan SIMDA versi terbaru yang mengakomodir penggunaan basis akrual ini. Insya Allah SIMDA versi 2.7 akan dilaunching dalam waktu dekat. Tentu Pemda diberikan kebebasan untuk memilih menggunakan SIMDA atau selainnya. Yang jelas, adanya tools sistem akun tansi pasti akan meringankan proses pengelolaan keuangann (pung)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
37
Kehumasan
Oleh: Hendri Santosa,SE.Ak.MSi.CA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengendus bahwa belanja hibah dan dana bantuan sosial (bansos) rentan disalahgunakan oleh pejabat daerah, khususnya menjelang pesta demokrasi. Untuk itu, awal tahun 2014 KPK melayangkan surat kepada seluruh gubernur mengimbau para kepala daerah untuk menghindari penyalahgunaan dana hibah dan bansos serta mengelolanya secara sungguh-sungguh.
K
PK meminta para kepala daerah agar mengelola dana hibah dan bansos den gan berpegang pada asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan bermanfaat secara luas bagi masyarakat. Jauh dari kepentingan pribadi dan kelompok serta kepentingan politik dari unsur pemerintah daerah. Menurut riset KPK, dana hibah/ bansos dalam APBD cenderung meningkat dalam tiga tahun ter akhir. Terbukti dengan kenaikan dana hibah pada tahun 2011 sebesar Rp15,9 triliun menjadi Rp37,9 triliun pada tahun 2012 dan membengkak menjadi Rp49 triliun pada tahun 2013. Dari data APBD Tahun 20102013 terjadi peningkatan persentase dana hibah/bansos terhadap total belanja. Lebih mengerikan lagi,
38
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
bahkan ada pemda yang mengang garkan belanja hibah bansos mencapai 37%! Sisi lain lagi, hasil audit Ba dan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan banyak kasus penyelewengan hibah dan bansos di berbagai daerah, antara lain dana hibah dan bans os tidak diterima sebesar yang diper tanggungjawabkan oleh Pemda, ada LSM fiktif yang menerima dana hibah bansos dan adanya dana hibah bansos sering diguna kan untuk biaya kampanye Pilkada. Indonesia Corruption Watch (ICW) mensinyalir ada empat jenis modus penyimpangan dalam penyaluran dana hibah dan bansos: lembaga penerima fiktif, nama dan alamat penerima tidak jelas, aliran dana ke lembaga yang dipimpin keluarga pejabat, dan dana hibah/bansos yang diterima tidak utuh.
Definisi Menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Ang garan Pendapatan dan Belanja Daerah, yang dimaksud dengan Hibah adalah pemberian uang/ barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, peru sahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sas aran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas,
Auditing dan manfaat untuk masyarakat. Paling tidak, ada tiga kriteria yang harus dipenuhi terkait hibah: peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan meme nuhi persyaratan penerima hibah. Berikutnya, yang disebut Ban tuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemda kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang ber tujuan untuk melindungi dari ke mungkinan terjadinya risiko sosial. Bantuan sosial diikat dengan 3 kriteria; Selektif, yakni hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk melindungi dari kemungkinan risiko sosial; memenuhi persyaratan penerima bantuan seperti identitas yang jelas, berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan dan bersifat semen tara dan tidak terus-menerus, 3) Sesuai tujuan penggunaan, menc akup untuk rehabilitasi sosial, perlindungan sosial pem berdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan penanggulangan bencana. Mengawasi Belanja Hibah dan Bansos Dengan pertimbangan ba nyaknya penyimpangan dalam penggunaan belanja hibah dan bansos dalam tiga tahun terakhir, maka concern kegiatan Koordinasi
dan Supervisi Pencegahan Korupsi (Korsupgah) Komisi Pemberantasan Korupsi bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pem bangunan tahun 2014 ini, adalah mengawasi atas pelaksanaan be lanja hibah dan bansos TA 2014 pada 65 pemkab/pemkot. Kegiatan Korsupgah dalam mengawasi belanja hibah dan bansos dimulai dari 1. Tahap proses penganggaran. Kegiatan ini untuk meyakinkan bahwa mekanisme dan tahapan penganggaran belanja hibah/bansos sudah sesuai dengan Permendagri No. 32 Tahun 2011 yang diperbaharui dengan Permendagri No.39 Tahun 2012 yakni mulai dari usulan hibah/ bansos dari masyarakat dan organisasi masyarakat kepada kepala daerah, evaluasi oleh SKPD yang ditunjuk, pembahasan di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), pencantuman alokasi anggaran hibah/bansos dalam KUA dan PPAS dan penganggaran belanja hibah/bansos dalam RKASKPD. 2. Tahap pelaksanaan dan penatausahaan. Tahap ini untuk mencermati apakah pelaksanaan belanja hibah/bansos berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD dan pelaksanaan belanja hibah/ bansos berupa barang atau jasa berdasarkan atas DPA-SKPD, dan kepala daerah sudah membuat surat keputusan daftar penerima hibah/bansos yang didasarkan pada Perda APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD serta pencairan hibah/bansos dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) dan
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka hibah /bansos berpedoman pada Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa, khusus pemberian hibah telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah, yang memuat ketentuan mengenai; 1) pemberi dan penerima hibah, 2) tujuan pemberian hibah 3) besaran/ rincian penggunaan hibah 4) hak dan kewajiban 5) tata-cara penyaluran/ penyerahan 6) tata cara pelaporan hibah. 3. Pertanggungjawaban. Pada hakekatnya penerima hibah/ bansos harus bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah/bansos yang diterimanya, maka perlu diamati apakah penerima hibah/bansos telah: (a) membuat laporan penggunaan dana, (b) membuat surat pernyataan tanggungjawab bahwa hibah/bansos yang dit erima talah digunakan sesuai dengan NPHD atau usulan, dan (c) me nyimpan bukti-bukti pengeluaran lengkap dan sah bagi penerima hibah/bansos dalam bentuk uang dan bukti serah terima barang/jasa bagi penerima hibah/bansos dalam bentuk barang/jasa. Pengawasan atas penggunaan belanja hibah/bansos melalui ke giatan Korsupgah KPK-BPKP diharapkan dapat mencegah pe nyimpangan belanja hibah/bansos untuk kepentingan pribadi atau golongan pejabat dan elit politik di daerahn *) Auditor Madya pada Deputi Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah.
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
39
Warta Daerah
BPKP Didik Auditor Inspektorat Provinsi Sumsel
I
para peserta diklat berfoto bersama wakil gubernur Sumatera Selatan dan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Selatan
nspektorat Provinsi sebagai bagian dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran yang sangat penting dalam melak ukan pengawasan intern guna mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Terlebih dalam upaya mencapai predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai upaya meningkatkan profesionalisme pelaksanaan tugas pengawasan atas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, Pemprov Sumsel melalui Inspektorat Provinsi Sumsel bekerjasama dengan BPKP mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi JFA dan Pembentukan Auditor Ahli. Diklat yang dibuka secara resmi oleh Wagub Sumsel H. Ishak Mekki itu (24/2), dihadiri oleh Inspektur
40
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Provinsi Sumsel Tanda Subagio, Kepala Perwakilan BPKP Sumsel IGB Surya Negara, Inspektur Kota Palembang diwakili oleh Inspektur Wilayah I Kota Palembang Rediyan Dedi Umrien, Inspektur Kabupaten Banyuasin Subagio, Kapusbin JFA diwakili Kabid Program dan Sertifikasi serta
para pejabat struktural Perwakilan BPKP Sumsel. Direncanakan, 30 auditor dari Inspektorat Provinsi dan kabupaten/kota akan mengikuti Diklat yang dilaksanakan di Aula BPKP Sumsel tersebut. Dalam arahannya, Ishak Mekki mengatakan bahwa pendi dikan dan pelatihan auditor ahli di
Walikota Banjarbaru - H.Ruzaidin Noor (kiri) berdiskusi dengan Kepala Perwakilan BPKP Prov. Kalimantan Selatan - Edy Karim mengenai probity audit yang dilakukan BPKP Kalsel atas rencana pengadaan rumah sakit Kota Banjarbaru
Warta daerah lingkungan Inspektorat Provinsi Sumsel tersebut bertujuan agar Inspektorat mampu mengarahkan setiap SKPD untuk melaksanakan tugas sesuai dengan standar prosedur dan standar pelayanan minimum yang telah ditetapkan serta guna meminimalisasi terjadi nya penyimpangan.
Probity Audit BPKP Kalsel Hasilkan Efisiensi HPS Walikota Banjarbaru, H. Ruzaidin Noor yang didampingi beberapa pejabat teras Pemkot Banjarbaru menerima kunjungan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan, Edy Karim di rumah jabatan Walikota (14/02). Salah satu poin yang disampai kan adalah probity audit yang dilakukan BPKP Kalsel atas rencana pengadaan rumah sakit Kota Banjarbaru senilai Rp200 miliar, menghasilkan penurunan nilai HPS sebesar Rp3 miliar dari HPS sebelumnya. Edy Karim yang didampingi oleh Kepala Bidang Akunta bilitas Pemda BPKP Kalsel Devi Elvino, Kepala Bi dang Investigasi Hasan Riyadi, Pengendali Teknis Taufan Hidayat, menginformasikan ke giatan pengawasan yang telah dilakukan BPKP Kalsel di Pemkot Banjarbaru selama tahun 2013. “Antara lain, kami telah melakukan evaluasi terpisah atas Pemantauan Berk el anjutan oleh Pemkot Banjabaru terkait kegiatan penataan aset yang sedang dilakukan dalam rangka menindaklanjuti temuan
hasil audit BPK atas LKPD Tahun 2012. Selain itu, kami juga melakukan probity audit atas rencana pengadaan rumah sakit Kota Banjarbaru senilai Rp200 miliar,” ujar Edy. Menurut Edy Karim, salah satu rekomendasi evaluasi terpisah adalah perlunya aplikasi sistem informasi BMD yang lengkap yang dapat menghasilkan dokumendokumen seperti yang ditentukan dalam Permendagri 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan BMD. Hal ini disampaikan karena aplikasi yang selama ini dioperasikan bila memungkinkan perlu ditingkatkan kehandalannya “Tidak hanya dokumen Kartu Inventaris Barang (KIB) saja se perti dihasilkan dalam sistem informasi BMD (Simada) yang sekarang diimplementasikan oleh Pemerintah Kota Banjarbaru. Masih banyak dokumen-doku men yang perlu dibuat dalam pengadministrasian aset seperti
Kartu Inventaris Ruangan (KIR) dan Kode barang. SIMDA-BMD dapat memenuhi kebutuhan dimaksud,” tegas Edy Karim. Terkait probity audit atas renc ana pembangunan Rumah Sakit Banjarbaru, Edy Karim mengapresiasi langkah Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarbaru yang meminta BPKP melakukan Probity Audit dalam Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan Dokumen Prakualifikasi. “Sebelum probity audit, HPS belum dilengkapi dengan survei harga dan dokumen riwayat penyusunan HPS. Kami rekomendasikan untuk menyusun HPS sesuai ketentuan dalam Perpres 54 Tahun 2010,” ujar Edy. Hal itu telah dipenuhi PPK dengan membentuk tim untuk melakukan survei harga dan menyusun doku men lainnya yang diperlukan. Hasilnya, terjadi penurunan nilai HPS sebesar Rp3 miliar dari HPS sebelumnya.
Gubernur DKI Jakarta - Joko Widodo, melantik Kepala Perwakilan DKI Jakarta - Bonny Anang Widiyanto di Balaikota
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
41
Warta Daerah Jokowi Kukuhkan Kepala BPKP Provinsi DKI Jakarta Bertempat di Balai Agung, Jalan Medan Merdeka Selatan , Jakarta (12/02), Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo melantik Kepala Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta Bonny Anang Dwijanto bersamaan dengan 26 Pejebat eselon II di lingkungan Pemprov DKI Jakarta sekaligus pengukuhan tim gubernur untuk percepatan pembangunan. Dalam sambutannya yang juga disaksikan oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi Eddy Mulyadi Soepardi, Gubernur Jokowi menegaskan kepada seluruh pejabat yang telah di lantik bahwa kinerja mereka sedang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. “Tuntutan masyarakat semakin tinggi, saya minta para pejabat yang baru dilantik tidak menyajikan hal-hal yang basa basi, semu dan seremonial,” pinta Jokowi. Ia juga ingin membangun sebuah nilai dan budaya kerja yang baik di DKI Jakarta. Gubernur Jokowi mengharapkan dengan pelantikan ini seluruh pejabat yang dilantik tersebut berada dalam satu rel kereta yang selama ini dijalankannya. Karena pengabdian mereka ditunggu oleh masyarakat yang menginginkan Jakarta berubah. Mediasi BPKP Tuntaskan Masalah Aset di Sorong Perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat bertindak sebagai mediator atas berlarut-larutnya
42
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat bertindak sebagai mediator dalam permasalahan aset
permasalahan aset, khususnya yang telah berlangsung selama 14 tahun antara Pemkab Sorong dan Pemkot Sorong. Hal tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Berita Acara Penyerahan Pasar Remu dari Pemerintah Kabupaten Sorong kepada Pemerintah Kota Sorong (07/02) yang disaksikan oleh Kepala Perwakilan BPKP Papua Barat Sumitro. Berdasarkan data yang ada, aset milik Pemkab Sorong yang terletak di Kota Sorong pada umumnya telah diserahkan ke Pemerintah Kota Sorong dengan berita acara Penyerahan P3D (Personil, Pera latan, Pembiayaan dan Dokumen) yang ditandatangani oleh Bupati Sorong dan Walikota Sorong dike tahui oleh masing-masing Ketua DPRD Kabupaten dan Kota. Namun demikian, berdasarkan hasil inventarisasi dan perubahan kebijakan Kepala Daerah, ternyata masih terdapat aset Pemerintah Kabupaten Sorong berupa satu unit Pasar Remu di Kota Sorong
yang lebih kurang menampung 700 pedagang di los dan 1.200 pedagang kaki lima yang pada saat penyerahan P3D termasuk yang belum diserahkan. Terkait hal itu, sebelum dilaku kan penyerahan, Pemkab Sorong dan Pemkot Sorong mem inta BPKP Pabar agar melakukan evaluasi dan mediasi, dengan harapan agar tidak timbul masalah hukum dikemudian hari. Hasilnya, diperoleh kesepakatan antara Walikota Sorong Lambertus Jitmau dan Wakil Bupati Sorong Suka Harjono terkait Pasar Remu itu. Kedua pemimpin itu memuji langkah yang diambil BPKP Pabar tanpa ada pihak yang merasa dikalahkan. “Dengan penyerahan ini, berarti Pemkot Sorong dapat mengembangkan fungsi pasar serta melengkapi sarana prasarananya guna peningkatan pelayanan umum,” cetus Lambertus Jitmaun
(mil)
Aparatur
D
isela-sela pembukaan Diklat pengelolaan Keuangan Daerah Bagi Pegawai di Lingkungan Pemprov Gorontalo (10/2), tim Humas BPKP mewa wancarai Gubernur Gorontalo Rusli Habibie. Secara terus terang, Ia menyatakan bahwa Pemprov Gorontalo saat ini membutuhkan lima auditor dari BPKP. Karena di Pemprov Gorontalo baru ada enam orang yang bersertifikat auditor”, jelas Rusli. Rusli mengakui, kualitas SDM di bawah naungannya masih mi nim, baik dalam hal pengalaman maupun skill di bidang keuangan. Untuk itulah diberangkatkan empat puluh orang pejabat eselon III dan IV ke Pusdiklatwas BPKP, guna belajar lebih jauh mengenai pengelolaan keuangan daerah. “Untuk menghindari human error, saya tekankan prinsip all work by system. Itulah alasan utama saya mengirimkan pegawai Pemprov Gorontalo untuk menimba ilmu di
BPKP,” ujar Rusli. Mengenai opini Laporan Keu angan Pemda, Rusli men jelaskan bahwa predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) per nah diraih Pemprov Gorontalo selama dua tahun berturut-turut. Yaitu tahun 2006 dan 2007. Setelah itu, opini tertinggi yang diperoleh “hanya” Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal apa yang menyebabkannya? “Itulah lucunya, status WDP karena masalah aset sebelum tahun 2006”, keluh Rusli. Namun demikian, Pemprov Gorontalo terus berkonsultasi dengan BPK maupun BPKP guna membenahi masalah aset tersebut. Sebagaimana diketahui, problem aset yang paling krusial di Pemprov Gorontalo ada di Di nas Pekerjaan Umum, terutama untuk bangunan irigasi dan jalan. “Penataan pun terus dilakukan, dan saat ini tingkat penyelesaian telah mencapai 85 persen,” ujar mantan Bupati Gorontalo Utara itu. Rusli mengakui, mutasi pejabat menjadi
pemicu lambatnya proses penataan aset, sebab sistem yang sudah ada tidak dapat berjalan secara optimal. Mendengar penjelasan tersebut, Kepala BPKP Mardiasmo mem benarkan bahwa salah satu kelem ahan di daerah adalah masalah kontinuitas. Ia sangat menyayangkan apabila SDM yang sudah dididik, dipindahkan ke ke unit kerja lain. “Untuk itu, kami minta kepada pak Rusli, yang sudah dididik jangan dipindah-pindah lagi dulu. Kasihan human invesmentnya, nanti mulai awal lagi”, pesan Mardiasmo. Menanggapi peranan BPKP, Rusli menjelaskan bahwa pihak nya meminta BPKP untuk meng audit secara khusus per triwulan terkait belanja modal. Ini adalah realisasi nota kesepahaman yang ditandatangani Maret 2013 lalu. Dari pendampingan yang telah dilakukan oleh BPKP ini, Rusli berharap bahwa saat dilakukan audit oleh BPK, pihaknya sudah dapat meminimalisasi tingkat kesalahann (tanti)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
43
Aparatur Pemkot Banda Aceh:
Potret Daerah Berakuntabel Sekaligus Bebas KKN
B
anda Aceh tak butuh waktu lama u nt u k b e r b e n a h . Selain melakukan pembangunan fisik secara masif, Pemkot juga membenahi sumberdaya manusianya. Jauh sebelum pemerintah pusat melakukan moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil, Banda Aceh telah mengambil kebijakan serupa di tahun 2007. Pada tahun itu, Pemkot Banda Aceh hanya merekrut PNS dari jalur tenaga honorer. Alasannya sederhana, ketimpangan pe nyerapan APBD! Sebagian besar pengeluaran daerah terserap untuk belanja pegawai, yang hanya menyisakan sekitar 30% untuk belanja publik setiap tahunnya. Saat mewawancarai Sekretaris Kota Banda Aceh Pemkot Banda Aceh T. Saifuddin TA di ruang
Sekretaris Kota Banda Aceh Pemkot Banda Aceh T. Saifuddin TA
44
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Sungguh sulit membayangkan bagaimana Pemerintah Kota Banda Aceh bisa membangun kotanya setelah luluh lantak dihantam badai tsunami di penghujung tahun 2004 lalu. Sepertiga wilayahnya rusak binasa, ratusan ribu nyawa melayang, dan sarana prasarana kota hancur tak berbekas. Dunia mencatat, gempa dengan kekuatan 8,9 SR itu sebagai bencana terbesar dalam dua abad terakhir ini. kerjanya, Tim WP mendapatkan jawabannya mengapa daerah di ujung Barat Indonesia ini cepat pulih dari ketertinggalannya. Han ya dua kata: fokus pada akuntabilitas keuangan dan kuasai teknologi! Menurut pejabat karir yang telah men gabdi lebih dari 35 tahun itu, kredibilitas hanya bisa dibangun apab ila kita bisa membuktikan bahwa kita bisa memanage keuangan secara transparan dan akuntabel. Pen dek kata, tata kelola pemerintahan yang baik selalu diawali dengan tata kelola ke uangan yang baik pula. “Intinya komitmen. K e m ud i a n s em u an y a
kita set sesuai dengan apa yang kita mau,” cetus Saifuddin. Berbekal komitmen tadi, hanya butuh waktu dua tahun menjabat, Saifuddin bisa membuat Walikota Banda Aceh memetik hasilnya. Selanjutnya, lima tahun berturutturut (2008-2012)Pemkot Banda Aceh seperti berlanggananan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), saat daerah lain bersusah payah meraihnya. e-kinerja Pemkot Banda Aceh sadar, cara cepat mengejar keterting galan adalah dengan menguasai teknologi informasi. Sebagai salah satu sarana pengembangan penyelenggaraan roda pemerin tahan yang berbasis teknologi informasi, penerapan aplikasi berbasis jaringan menjadi semakin penting bagi proses pengambilan keputusan. Tujuannya jelas: meningkatkan kualitas layanan publik secara efisien dan efektif. Tak cukup hanya menonjol
Aparatur dari sisi akuntabilitas keuangan, Pemkot Banda Aceh serius menggarap aplikasi e-kinerja seba gai alat ukur kinerja pegawai saat melayani publik. “Apa yang sedang dikerjakan aparatur dan berapa lama pekerjaan diselesaikan bisa dilihat. Nantinya, atasan aparatur yang bersangkutan akan memberi nilai. Intinya, kinerja aparatur di jajaran Pemkot Banda Aceh bisa diukur,” ujar Saifuddin. Penerapan aplikasi e-kinerja cukup membantu Pemerintah Kota Banda Aceh membenahi birokrasi. Dampak positifnya, beberapa tahun terakhir kualitas pelayanan publik meningkat. Indikatornya, Pemprov Aceh mengapresiasi Pemkot Banda Aceh sebagai salah satu Unit Pela yanan Publik Percontohan Terbaik Tahun 2010. Tak hanya itu, Kementerian Dalam Negeri sedang mempertimbangkan e-kinerja untuk diadopsi dan dipraktikkan di Pemda lainnya. Dampak penerapan e-kinerja sungguh luar biasa. Dulu, betapa sulit mencari pegawai Pemkot Banda Aceh hanya untuk sekedar dimintakan tolong. Namun saat ini, berbalik mereka akan menagih apa yang akan dikerjakan. Sebab, mereka tahu, bila tidak bekerja, maka tak ada output. Risikonya, kinerja akan menurun. Dari sisi yang lain, Pemkot Banda Aceh terhitung sebagai salah satu pionir daerah yang menerapkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Bermo dalkan keyakinan bahwa hanya pemerintahan yang transparan
Pemkot Banda Aceh serius menggarap aplikasi e-kinerja sebagai alat ukur kinerja pegawai saat melayani publik
dan akuntabel yang mampu mem berikan pelayanan lebih baik, maka Pemkot Banda Aceh telah menggunakan aplikasi LPSE sejak tahun 2008. Tahun 2012, Pemkot Banda Aceh tercatat dalam 5 Besar Kota yang Memiliki Nilai Transaksi Terbesar terekam dalam LPSE. Sulitnya Mengubah Paradigma Harus diakui, lebih mudah merekonstruksi Kota Banda Aceh pascagempa daripada merubah mindset mental birokrat menjadi lebih melayani. Ini terbukti dengan bagaimana cara Pemkot Banda Aceh “mengajar” pegawainya agar familiar dengan teknologi informasi. Awalnya dengan sem boyan “tulis yang anda kerjakan, dan kerjakan apa yang anda tulis” sedikit demi sedikit pekerjaan klerikal dialihkan ke komputer. Namun saat ini, hampir seluruh aktivitas layanan publik terkoneksi dengan jaringan. Sebut saja peri zinan, di mana Pemkot Banda Aceh memiliki Kantor Pelayanan
Perizinan Satu Pintu (KPPTSP) yang melayani setidaknya 17 jenis perizinan dengan besaran biaya dan waktu layanan yang terukur. Namun setidaknya, KPPTSP Banda Aceh berbeda dengan daerah lainnya. Paling tidak hasil surv ei yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan hal tersebut. Dalam melakukan surveinya, KPK mengambil sampel pada 3 titik kritis: unit pelayanan KTP, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan Izin Mendirikan Ba ngunan (IMB). Tujuannya jelas, untuk mengukur sekaligus me mantau efektivitas pengendalian korupsi pada unit pelayanan publik. Hasilnya, dari 60 pemda yang disurvei, KPK menempatkan Banda Aceh sebagai kota nomor empat di Indonesia dengan inte gritas pelayanan publik terbaik! Bukan hanya bebas mengantre dan biaya siluman, KPPTSP Banda Aceh menjadi representasi Pemda melayani masyarakatnyan (mil/yudi/nuri/hjk/idy)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
45
Aparatur
D
engan segala keterbatasannya, PDAM Tirta Daroy yang saat ini dinakhodai Junaidi, S.Sos berusaha untuk melayani pelang gannya yang tumbuh berkisar 47.000 sambungan aktif. Kini, di tangan Ketua Perpamsi Aceh itu, PDAM Tirta Daroy secara perlahan memperbaiki performa nya. Tahun lalu, perusahaan yang dipimpinnya berhasil meraih predikat terbaik kelima untuk kategori kemudahan pelayanan, khususnya di wilayah Banda Aceh. Tak hanya itu, kini 78,9% masyarakat telah menikmati laya nan air bersih selama 24 jam. Dari sisi akuntabilitas, opini laporan keuangan PDAM konsisten di jalur yang benar, yaitu meraih Wajar Tanpa Pengecualian tiga tahun berturut-turut (2010-2012). Saat ditanya apa kiat suksesnya merubah perusahaan plat merah milik Pemkot Banda Aceh, dari yang semula selalu merugi, kini telah bisa mengecap keuntungan
46
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
operasional? yang semula dipan dang sebelah mata sebagai peru sahaan recehan, kini menjadi rebutan investor asing? Junaidi han ya menyebut satu kata: di siplin! “Bagi saya, kedisiplinan adalah suatu kebutuhan. Dengan bersikap disiplin, kita dap at berfikir jernih, dan bisa mem berikan apa yang terbaik dari diri kita,” urai Junaidi. Junaidi mencoba menularkan kedisiplinan itu ke anak buahnya saat melihat tingginya jumlah piutang pelanggan. Dengan per tumb uhan pelanggan 2500 per tahun, kini jumlah pelanggan aktif Tirta Daroy per Maret 2014 sebanyak 47.715 sambungan. Namun disayangkan, sampai dengan pertengahan tahun lalu, piutang pelanggan membengkak hingga Rp36 miliar. Tentu ini tak sehat untuk perusahaan yang membutuhkan dana segar seperti PDAM Tirta Daroy. Untuk itu, mantan pegawai Dinas Pekerjaan Umum Banda Aceh ini serius menggenjot pasukannya masuk
ke kampung mengecek langsung permasalahan di lapangan. Tak hanya pelanggan yang ditertibkan, ia juga tak segan-segan menindak anak buahnya yang ketahuan kongkalikong dengan pelanggan. Inovasi PDAM Tirta Daroy sadar bah wa investasi yang justru memiliki nilai lebih besar adalah investasi waktu, di mana perkembangan teknologi air minum telah berkem bang demikian pesat. Saat yang sama, banyak PDAM, termasuk PDAM Tirta Daroy masih ber kutat dengan kebocoran, baik kebocoran fisik maupun nonfisik. Bagi PDAM kebanggaan warga Banda Aceh itu, dunia IT bukan lagi sekedar wacana. Secara bertahap, mereka sedang meng genjot kemampuan yang ada untuk merambah dunia komputerisasi. Tak tanggung-tanggung, hampir setiap bulan ada saja pegawai yang diutus ke berbagai pusat pelatihan IT di Indonesia, bahkan ke luar negeri.
Aparatur Pelayanan air bersih merupakan komponen pelayanan publik yang sangat vital. Pertumbuhan penduduk, perkembangan pembangunan, dan meningkatnya standar kehidupan, menyebabkan kebutuhan akan air bersih terus meningkat, tak terkecuali Kota Banda Aceh dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 250.000 jiwa. Kini, hasilnya mulai bisa di rasakan oleh publik Banda Aceh maupun PDAM Tirta Daroy sendiri. Dengan teknologi berbasis internet, Tirta Daroy memiliki SCADA yang dapat memantau pergerakan air dari berbagai fitur, bahkan melalui gadget! Mereka juga memiliki digital flow meter yang dapat mendeteksi debit dan kecepatan air dari luar pipa. Positifnya, potensi kehilangan air dapat ditekan hingga 40%. Tera nyar, PDAM Tirta Daroy akrab dengan aplikasi Geographic Information System (GIS). Dengan GIS, diperoleh output berupa data jaringan dan pelanggan berbasis digital. Manfaatnya, data yang tersaji lebih akurat. Pergerakan pelanggan dan perubahan kapa sitas mesin dapat terekam dengan cepat dan presisi yang tinggi. Tentunya, imbas dari semua itu adalah terwujudnya pela yanan prima yang berujung pada kepuasan konsumen. Selain ber kur angnya tingkat keboc oran air, masyarakat Banda Aceh kini dapat membayar rek en ing tag ihan di seluruh Indonesia melalui kantor pos dan bank yang ditunjuk. Tingkat keluhan menurun dan efisiensi perusahaan tercapai. Bukan bermaksud me
nyombongkan diri, Junaidi sang nakhoda bahkan berani bertaruh, “air bersih kami sebelum sampai ke pipa distibusi tingkat kejer nihannya setara dengan air mineral!” Kerja sama dengan BPKP L a p o r a n k eu a n g a n PDAM se-Indonesia berisiko mend ap at opini disclaimer. Pas alnya, ba nyak di antara me reka yang menggunakan stand ar yang kadaluwarsa. Untuk itulah, PDAM Tirta Daroy mengundang BPKP untuk melakukan bimbingan teknis atas penggunaan standar yang telah dirilis oleh Ikatan Akuntan Indonesia sejak tahun 2011. “Standar yang dikenal dengan singkatan SAK-ETAP (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) itu memang diperuntukkan untuk penyusunan laporan keuangan entitas kecil sampai dengan menengah, seperti PDAM,” tutur Idra Andayana, Kabid Akuntan Negara BPKP Aceh. Untuk lebih
Direktur Utama PDAM Tirta Daroy - Junaidi
menajamkan kemampuan SDM PDAM agar lebih ‘akrab’ dengan standar yang baru, medio Juni 2014 ini seluruh PDAM akan diberikan pelatihan SAK-ETAP oleh BPKP Aceh yang disupervisi Deputi Akuntan Negara BPKP. Selain Bimtek SAK-ETAP, tutur Idra, BPKP Aceh juga tengah melakukan Bimtek penerapan Good Corporate Governance di PDAM Tirta Daroyn (mil/nuri/Hjk/yudi/idy)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
47
Konsultasi JFA Kepala Pusat Pembinaan JFA BPKP Sidik Wiyoto
Pertanyaan: Yth. Kepala Pusbin JFA
di
Jakarta
Pusbin JFA telah melakukan assessment tata kelola APIP di Inspektorat Kabupaten Pandeglang. Laporan assessment telah kami terima, dan hasilnya menyatakan bahwa tatakelola APIP di Inspektorat Kabupaten Pandeglang masih berada pada level 1 (inisial). Yang kami tanyakan adalah, bagaimana caranya bila kami ingin meningkatkan level Tata kelola APIP di Inspektorat Kabupaten Pandeglang ke level 2? Apa saja yang harus kami lakukan. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terimakasih.
Inspektur Kabupaten Pandeglang Drs. H. Kurnia Satriawan, SE, Ak, MSi Jawaban: Yth Inspektur Kabupaten Pandeglang Sesuai Panduan Praktis Peningkatan Kapabilitas APIP menuju level 2 (PDN-3423/JF/1/2012 tanggal 26 Desember 2012), dan Peraturan Kepala BPKP mengenai Bimtek Peningkatan Kapabilitas APIP (Perka 1633/K/2010), ada beberapa hal yang harus dilakukan, untuk meningkatkan Kapabilitas Tata kelola APIP dari level 1 (inisial) ke level 2 (infrastruktur), yaitu: • Membentuk Satuan Tugas Peningkatan Kapabilitas APIP di lingkungan Inspektorat Kebupaten Pandeglang. • Membuat surat permintaan bimbingan teknis (Bimtek) ke Perwakilan BPKP Provinsi Banten, atau ke Pusbin JFA untuk dilakukan bimtek
48
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP Nurdin
peningkatan kapabilitas APIP di Inspektorat Kabupaten Pandeglang. • Merumuskan dan menganalisis Area of Improvement (AOI) dari hasil assessment. • Membuat rencana aksi (action plan) Peningkatan Kapabilitas APIP. • Menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) atau workshop peningkatan kapabilitas APIP antara lain terkait pembinaan karir JFA, pengembangan kompetensi SDM APIP, bisnis proses proses APIP, dan audit atas pengadaan barang dan jasa. • Menyusun infrastruktur yang diperlukan, yang masih menjadi catatan dalam hasil assessment level 1 (inisial) antara lain seperti SOP bidang pengawasan, Program audit intern (Internal audit Charter), formasi auditor. • Membuat SK untuk menetapkan, serta memberlakukan SOP-SOP yang sudah disusun tersebut. • Melaksanakan SOP-SOP yang sudah ditetapkan tersebut. • Melakukan self assessment tingkat kapabilitas APIP dengan menjawab 58 pernyataan di level 2, yang hasilnya divalidasi oleh Perwakilan BPKP Provinsi Banten atau Pusbin JFA selaku Instansi Pembina SPIP dan Instansi Pembina JFA, bila 58 pernyataan telah terpenuhi seluruhnya. • Tim Validasi self assessment menerbitkan Laporan Peningkatan Kapabilitas APIP (Perwakilan BPKP Provinsi Banten atau Pusbin JFA), yang menyatakan bahwa semua elemen yang belum terpenuhi pada level inisiasi (level 1), telah terpenuhi di level 2. Demikian semoga pertanyaan anda terjawab
Konsultasi jfa Pertanyaan: Yth. Kepala Pusbin jfa. SDM di Inspektorat Kabupaten Purbalingga ada 18 orang auditor, dengan pangkat dan jabatannya masingmasing. Beberapa di antara mereka ada yang sudah empat tahun berpangkat IIIa, akan naik pangkat ke IIIb , dan yang berpangkat IIIc akan naik pangkat ke IIId. Padahal mereka baru saja diangkat dalam jabatan fungsionalnya masing-masing. Mohon saran dan masukkan dari Pusbin JFA untuk pembinaan karir SDM kami tersebut. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terimakasih. Sri Rahayu Susmiyatun, SH Auditor Pertama (Ketua Tim) di Inspektorat Kabupaten Purgalingga Jawaban: Yth Sri Rahayu Susmiyatun, SH Auditor Pertama (Ketua Tim) di Inspektorat Kabupaten Purbalingga Menjawab pertanyaan Saudara, ada beberapa hal yang perlu kami informasikan yaitu: • Dalam BAB III Pasal 20 PERKA-709/K/JF/2009 tentang Pelaksanaan Pengangkatan, Kenaikan Jabatan/Pangkat, Pembebasan Sementara, Pertanyaan: Yth. Kepala Pusbin JFA Terdapat beberapa berkas kepegawaian kenaikan pangkat di lingkungan Inspektorat Kabupaten Bekasi yang ditolak BKN karena ada kekeliruan dalam kolom tanda tangan PAK. Tertulis dikolom tersebut penandatangan PAK adalah Inspektur Kabupaten Bekasi selaku Pejabat Penilai Angka Kredit. Penolakan tersebut mengakibatkan untuk sementara kenaikan pangkat pegawai menjadi tertunda. Bagaimana sebaiknya kami menyikapi hal ini. Atas perhatian Bapak, kami ucapkan terimakasih. Hormat kami Sari Yulianti, SH. M.Si, Auditor Madya di Inspektorat Kabupaten Bekasi
Pengangkatan Kembali, dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Fungsional Auditor, berbunyi: Kenaikan pangkat dari Penata Muda (III/a) ke Penata Muda Tk. I (III/b) adalah dalam jabatan yang sama yaitu auditor pertama. Pangkat Penata (III/c) dan Penata Tk. I (III/d) adalah jabatan yang sama auditor muda. Untuk kenaikan pangkat dalam jenjang jabatan yang sama, harus memenuhi syarat sebagai berikut: • Paling singkat telah 2 (dua) tahun dalam pangkat terakhir; • Memenuhi jumlah angka kredit kumulatif minimal dan komposisi angka kredit penjenjangan yang ditentukan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi termasuk kecukupan perolehan angka kredit (delta) sub unsur pengembangan profesi selama masa kepangkatan terakhir dalam jabatannya, sebagaimana Lampiran III Peraturan Perka di atas; Misal yang bersangkutan berpendidikan S1: • Untuk naik pangkat dari III/a ke III/b, jumlah kumulatif angka kredit 150 termasuk delta pengembangan profesi 3. • Untuk naik pangkat dari III/c ke III/d, jumlah kumulatif angka kredit 300 termasuk pengembangan profesi 14. Jawaban: Menurut Permenpan nomor 220 tahun 2008, Penandatatangan pada kolom SK PAK untuk golongan IIc hingga golongan IVa adalah Inspektur. Sedangkan untuk golongan IV b ke atas adalah Sekretaris Utama BPKP. Namun, Sekretaris Utama BPKP maupun Inspektur, bukan selaku Pejabat Penilai Angka Kredit, tetapi selaku Pejabat yang Berwenang menetapkan Angka Kredit. Demikian semoga SK PAK tersebut segera diperbaiki, sehingga kenaikan pangkat pegawai dapat segera diproses.
Pembaca, rubrik ini kami sediakan untuk anda yang mempunyai masalah dengan Jabatan Fungsional Auditor (JFA), baik seputar aturan-aturan JFA, angka kredit maupun sertifikasinya. Pengasuh rubrik ini adalah Cak Sidik Wiyoto dan Kang Nurdin. Surat yang ada layangkan untuk rubrik ini, hendaknya ditujukan ke warta_pengawasan@bpkp. Warta Pengawasan go.id atu redaksi Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014 49
P
eraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pasal 59 telah mengamanahkan BPKP untuk melakukan pembinaan penyelenggaraan SPIP di Kemen terian/Lembaga dan Pemda. Agar dapat berjalan baik, maka pemb inaan penyelenggaraan SPIP tak terlepas dari pembinaan auditornya. Merujuk PerMenPAN Nomor: PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, tegas disebutkan bahwa instansi pemb ina Jabatan Fungsional Auditor adalah BPKP. Untuk merealisasikan kedua amanah itu, Pusat Pembinaan JFA menyelenggarakan Workshop Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dan Tata Kelola Aparat Pengawasan Intern Peme rintah (APIP) di Aula Gandhi Kantor Pusat BPKP, Jakarta. Acara yang berlangsung dua hari
50
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
itu dibuka oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penye lenggaraan Pemerintah Daerah yang diwakili oleh Direktur Wilayah I Kasminto. Dalam arahannya, Kasminto menekankan posisi auditor internal sebagai salah satu unit kerja yang bertanggung jawab memastikan program-program pembangunan
Direktur Wilayah I pada Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah BPKP - Kasminto
telah berjalan secara efisien dan efektif, termasuk bebas dari peri laku korupsi. “Untuk itu, BPKP turut bertanggung jawab untuk mencetak APIP yang profesional, independen, dan obyektif,” ungkap Kasminto. Agenda Workshop Salah satu agenda besar workshop (19-20 Maret 2014) yang diikuti oleh perwakilan Pejabat Fungsional Auditor dari seluruh Perwakilan BPKP dan pejabat terkait ini adalah langkah-langkah peningkatan kapabilitas menuju level 2 IACM. Sebagaimana diketahui, berdasarkan hasil survei beberapa waktu lalu, 93% APIP masih berkutat pada level 1 (initial). Artinya, melalui metode Internal Audit Capability Model (IACM) diketahui dari sebanyak 5 level dan enam elemen yang ada, sementara 7% telah berada di level 2 (infrastructure). Diharapkan di tahun 2014 ini, Pusbin JFA BPKP menargetkan sebesar 60% dari
Profesi jumlah APIP yang ada bisa berada di level 2. Artinya, APIP yang telah berada di level ini mampu mencegah terjadinya korupsi di
Kompetensi SDM APIP terkait Diklat-diklat Pengawasan (lihat tabel IACM dibawah). Dalam paparannya dihadapan
dan Kalimantan Selatan,” aku Sidik. Disamping itu, Sidik juga me ngatakan bahwa internal auditor
lingkungannya. Workshop yang dilaksanakan selama dua hari ini membahas beberapa materi penting yaitu: Overview Peningkatan Kapabilitas APIP; Pedoman Assessment Tata Kelola; Langkah-langkah Peningkatan Kapabilitas Menuju Level 2, Pelaporan Realisasi KF 1 dan Target Outcome; Bimtek Peningkatan Kapabilitas APIP dan Infrastruktur Pada Level 2; Validasi Self Assessment Peningkatan Kapabilitas APIP dan Pelaporan Hasil Peningkatan Kapabilitas APIP; Sosialisasi Pentingnya JFA dan Fasilitas Penetapan Diklat JFA/Sertifikasi JFA; Organisasi Profesi AAIPI dan Penilaian Kinerja Auditor; dan Peningkatan
sekitar seratus peserta, Kepala Pusat Pembinaan Jabatan Fung sional Auditor BPKP Sidik Wiyoto menjelaskan bahwa tugas BPKP sebagai instansi pembina JFA telah tertulis dalam pasal 5 PerMenPAN Nomor PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya. Adapun Tugas BPKP sebagai instansi pembina penyelenggaraan SPIP terdapat pada pasal 11 dan 59 PP nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP. Sidik mengharapkan agar Perwakilan BPKP dapat mem fasilitasi pemb entukan AAIPI Wilayah di 33 Provinsi. “Sejauh ini, baru tiga provinsi saja yang telah membentuk AAIPI Wilayah yaitu Papua Barat, Sulawesi Utara
harus mampu mengikuti peru bahan lingkungan yang terjadi dan mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada, serta tanggap akan informasi yang berasal dari social media seperti facebook/twitter. Dikemukakakan pula animo APIP yang telah menerapkan JFA cukup besar, yaitu 65,12% dari total 86 K/L untuk APIP Pusat. Seperti tak mau kalah, 57,09% dari 536 lembaga APIP Daerah juga bertekad untuk mengim plementasikan ketentuan dalam JFA. Dengan tingginya komitmen dalam melaksanakan kegiatan Pembinaan JFA dan Pembinaan Tata Kelola APIP, diharapkan terjadi peningkatan. Jumlah usulan
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
51
Profesi bangkan suatu strategi pembinaan auditor dan tata kelola APIP yang komprehensif didukung dengan lingkungan profesi yang kondusif. “Kongk retnya, hal ini tertuang dalam Grand Design Peningkatan Kapabilitas APIP sampai dengan tahun 2024 dan Road Map Pening katan Kapabilitas APIP,” ujar Ardan. Kepala Pusdiklat BPKP - Nurdin, Kapusbin JFA - Sidik Wiyoto, Kepala Bidang Perencanaan Pengembangan dan Evaluasi Pusdiklat BPKP - Trisacti Wahyuni
pengangkatan ke dalam JFA, di setiap APIP minimal tersedia 40 Auditor. Terjadi peningkatan jumlah APIP yang menerapkan ketentuan JFA, dan meningkatnya jumlah APIP yang meningkat level kapabilitasnya dari level 1 (initial) ke level 2 (infrastructure). Dihar apkan juga terbentuknya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Wilayah di seluruh Provinsi. Dalam peningkatan kapabilitas APIP yang menggunakan meng gunakan pendekatan IA-CM ini, BPKP sebagai instansi pembina tidak menargetkan sesuatu yang muluk. Ditargetkan APIP yang akan mencapai level dua bisa menembus angka 60%. Target tersebut bisa dikatakan lumayan berat. Mengingat sampai saat ini APIP yang sudah berada di level 2 (infrastructure) baru 19 buah APIP Pusat atau 22,09% dari 86 K/L, sedangkan untuk APIP Daerah masih sejumlah 3,17% dari 536 APIP yang sudah berada di level 2. Langkah peningkatan level ini akan dilaksanakan melalui
beberapa tahap. Pertama, tahap pemahaman/knowing, tahap pe metaan/mapping, pembangunan infrastruktur/norming, penerapan/ internalisasi, dan terakhir pengem bangan berkelanjutan/performing. Tak kalah penting dalam pelak sanaan kesemua tahapan tersebut diperlukan pembentukan satuan tugas di masing-masing APIP. Satgas ini yang akan membantu menjembatani upaya percepatan peningkatan kapabilitas sesuai yang diharapkan. Strategi Nasional Peningkatan Kapabilitas APIP Peran sebagai Pembina JFA dan Tata Kelola APIP tersebut menduk ung pelaksanaan misi ketiga BPKP yaitu mengembang kan kapasitas pengawasan intern pemerintah yang profesional dan kompeten. Menurut Deputi Ke pala BPKP Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian, Ardan Adiperdana, sebagai arahan kepada seluruh peserta Workshop JFA, arah kebijakan pembinaan Auditor dan Tata Kelola APIP perlu dirumuskan yaitu mengem
Strategi Nasional Untuk meningkatkan level kapabilitas APIP sekaligus mem perb aiki key process area, di perlukan strategi yang bersifat nas ional yang mencakup pe nguatan kelembagaan APIP dan pengembangan kebijakan. Salah satu upaya penguatan kelembagaan APIP adalah adanya suatu Undang-undang Sistem Pengawasan Intern Pemerintah (UU SPIP). Apabila UU ini terbit, otomatis APIP memiliki mandat yang memadai sehingga dapat melakukan fungsi pengawasan secara efektif. Selain UU SPIP, target jangka pendek lainnya adalah terimplementasinya Internal Audit Charter dan sistem rekrutmen/ seleksi pimpinan APIP. Selain itu, tak kalah pentingnya adalah segera diterbitkannya Standar Kompetensi Pejabat Struktural Pengawasan. Selain meningkatkan level kapabilitas APIP, strategi yang dipilih adalah pengembangan proses bisnis tata laksana penga wasan. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efek tivitas kegiatan pengawasan serta meningkatkan kualitas hasil - hasil pengawasann (hjk/dch)
52
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Kolom
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
53
Kolom
54
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Kolom
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
55
Kolom
56
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Kolom
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
57
Kolom
Oleh: Heli Restiati*
Mungkin sudah lebih dari lima tahun saya tidak berhubungan dengan stasiun kereta, gerbong kereta dan tetek bengek di dalamnya, termasuk bentuk-bentuk kebohongan di dalamnya. Saya katakan kebohongan karena kondisi atau fakta yang tidak benar dan lebih banyak informasi membingungkan. Misalnya tiket yang dibilang habis tapi dijual oleh para calo, harga yang sangat tinggi daripada yang tertera di papan dan aturan. Stasiun Gambir sudah mulai direnovasi sekitar sepuluh tahun silam. Bangunan sudah megah waktu itu, tapi masalah kereta api tidak banyak berubah.
B
eberapa kejadian k e t i d a kn y a m a n a n yang saya alami masih ada ketika menggunakan layanan kereta api. Semrawut, tidak disiplin, kotor, dan asal-asalan, ... itu beberapa kesan terakhir yang ada di benak saya. Tak ada input lain yang masuk di kepala sebagai informasi yang bisa membuat koreksi
58
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
atas image tentang kereta api tersebut. Apalagi beberapa waktu lalu sering mendengar tentang kecelakaan kereta yang terjadi..... haduh sungguh menyedihkan. Saya juga prihatin dengan kondisi gerbong yang lengkap dengan kondisi penumpangnya yang berjejalan. Belum lagi, maaf, kita dengar tentang praktik asusila yang dilakukan beberapa oknum
penumpang. Kesan ini makin memprihatinkan, manakala saya sempat beberapa kali mencicipi kenyamanan sistem transportasi kereta di negeri orang. Bak bumi dan langit. Dalam hati, kapan ya.... negaraku bisa semaju negara ini? Namun kesan itu harus saya kubur dalam-dalam, paling tidak untuk sementara waktu. Minggu ini saya harus mengikuti training
Kolom di gedung BNI daerah Kota. Dengan segala keterpaksaan, saya akhirnya naik kereta, sebagai alternatif menembus kemacetan ibukota yang makin menggila. Sepulang training, saya masuk stasiun kota, antri tiket untuk naik Comuter, nama yang masih asing bagi saya. Tapi luar biasa! Pengalaman dua hari naik comuter, sudah cukup untuk mengoreksi cap negatif yang tertanam bertahuntahun. Hari itu saya merasakan warna baru, dari sistem ticketing dan kenyamanan gerbong yang lebih baik. Terlebih kedisiplinan yang jauh membaik. Memang masih ada petugas yang harus mengawasi dan mengarahkan. Tapi harus saya akui, ini adalah suatu kemajuan dan lompatan besar! Comuter adalah suatu sis tem yang diciptakan yang pada penerapannya berhasil mencip takan suatu sistem lain, yaitu men garahkan bentukan baru perilaku penumpang. Tidak tang gung-tanggung sistem yang dapat mengarahkan pada penciptakan budaya baru yang lebih baik yaitu disiplin dan tertib. Awalnya pen umpang memang terpaksa, keduanya, masih terpaksa, ke tiganya penumpang terbiasa dan akhirnya membentuk sebuah budaya. Orang tidak terasa beru bah, tetapi sebenarnya mengarah ke suatu perubahan. Di Singapura, petugas hanya sedikit dan datang bila ada ma salah saja. Disana orang sudah terbiasa antri pada garis yang
sudah ditetapkan. Kita tak perlu berebut masuk karena jadwal kedatangan berikutnya sudah pasti. Tidak ada orang makan di stasiun karena memang dilarang. Comuter memang belum sehebat sistem di Singapura atau bahkan Bangkok sekalipun. Namun harus diakui, dan sepatutnya ‘dirayakan’ keberha silan transformasi budaya yang dilakukan oleh Kereta api Indo nesia. Sebab, perubahan budaya bukan hal mudah! Memang sih, masih berdesakan dan berebutan masuk, tetapi sesungguhnya itu juga bisa diperbaiki dengan tambahan gerbong-gerbong dan perbaikan fasilitas, sehingga orang tidak perlu berebut, jadwal teratur, orang tidak khawatir lagi... dan akhirnya perilaku orang pun akan lebih baik lagi. Ini adalah langkah selanjutnya untuk Comuter yang lebih baik lagi. Perubahan adalah komitmen! Sadar atau tidak perubahan ini adalah suatu mata rantai. Diawali dengan keberanian, keteladanan dan semangat perubahan dari
pimpinan, yang selanjutnya di terj em ahkan dalam perbaikan visi, sistem dan kepatuhan pene rapanannya. Pastilah kita sepakat, satu perbaikan sistem terlaksana lebih bermakna daripada seribu rencana perbaikan. Bila satu perbaikan terus bergulir, pelan tapi pasti akan menciptakan ke unggulan. Gerbong-gerbong baru adalah tentang uang, tentang kecukupan modal. Keberhasilan perbaikan sistem akan memperbaiki arus kas dan modal. Perbaikan sistem adalah tentang GCG, tentang komitmen leadership dari penge lola perusahaan, dan tentang penerapan manajemen risiko serta pengendalian. Penumpang adalah tentang prilaku, tentang budaya, dan tentang orang. Keberhasilan merubah sistem, orang dan budaya akan merubah tidak hanya wajah kereta api dan sistem transportasi semata. Tetapi juga wajah Jakarta, wajah ibukota... dan wajah Indo nesia di mata dunia. Salut untuk Comutern *) Penulis adalah Kabag Perencanaan dan Pengembangan Pengawai pada Biro Kepegawaian
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
59
Kolom
P
ada suatu kesempatan penulis akan menuju lantai empat gedung BPKP Pusat, di dalam lift bertemu dengan sekumpulan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang juga menuju ke lantai yang sama. Salah satu diantara mereka bergaya layaknya remaja masa kini yang tidak lepas dari gadget dengan earphone menempel di telinga. Beberapa diantara yang lain sedang asyik fokus memandang layar smartphone sambil memainkan jemari lincah mereka entah sedang chatting dengan sesama temannya ataukah sekedar browsing mencari informasi. Merekapun tampak asyik dengan mainan mereka tanpa merasa perlu memedulikan lingkungan di sekitarnya. Itulah sekelumit pemandangan yang sering penulis temui dalam beberapa kesempatan di tempat yang berbeda. Pada suatu kesemp atan yang lain seorang kolega penulis sedikit mengeluh mengenai profil CPNS saat ini yang menurutnya cuek, kurang tata krama, dan cenderung asyik dengan diri sendiri. Lalu
60
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
oleh: Sumardi keluhnya lagi bagaimana mereka nanti mampu memainkan peran di lingkungan birokrasi di Indonesia kalau atribut-atribut tersebut terus melekat di kalangan mereka. Sekelumit keluhan di atas merupak gambaran nyata generasi CPNS saat ini di satu sisi dan pada sisi yang lain adanya kekhawatiran, kekurang pahaman dan ketidaksiapan generasi sebelumnya atas munculnya fenomena yang terjadi. Bahkan tidak sedikit diantara para generasi pendahulu CPNS ini seringkali menyalahkan mereka. Kalau kita cermati lebih jauh bahwa para CPNS saat ini merupakan generasi yang lahir di sekitar tahun 1990-an dan sering diklasifikasikan sebagai generasi Y atau generasi milenium. Setiap generasi (generasi Baby Boomer, Generasi X) mempunyai karakteristik masing-masing, demikian halnya dengan gene rasi Y. Dengan mengetahui dan memahami kerakteristik gene rasi Y diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai sikap dan perilaku CPNS saat ini, bahkan sebaliknya kita
dapat membuat strategi jitu atau menyikapi hal tersebut untuk me maksimalkan peran dan kinerja mereka. Generasi Y Beberapa karakteristik gene rasi Y sebagaimana dilansir oleh (Femina, 2012) antara lain: Pertama, generasi ini lebih suka menggunakan teknologi diban dingkan dengan melakukan pekerjaan secara manual, bahkan terlalu peduli dengan teknologi terbaru. Generasi Y merupakan generasi yang tumbuh di tengah hiruk-pikuknya perkembangan teknologi wireless sehingga kecanggihan teknologi informasi sangat memengaruhi kepekaan gen Y terhadap perubahan. Umumnya mereka tidak takut dengan perubahan, namun sering kali tak sabar dengan proses menuju perubahan itu sendiri. Mereka adalah generasi yang akrab dengan internet dan sangat aktif dalam media jejaring sosial. Mereka sangat techno-minded dan berinteraksi lebih banyak melalui gadget (Skype, Whatsapp,
Kolom Blackberry, Twitter, Facebook) dengan teman dan komunitasnya. Kedua, Generasi Y merupakan generasi yang andal, penuh kejutan dengan menelurkan ide-ide brilian sehingga selalu ingin coba-coba, namun demikian mereka umum nya mempunyai toleransi yang tinggi. Ketiga, Generasi Y juga pintar, aktif, dan agresif sehingga mereka juga tergolong hebat dalam mengerjakan banyak hal dalam waktu bersamaan. Contohnya, sambil mendengarkan musik lewat iPod yang menempel di telinga, mereka bisa menulis e-mail di tablet, sekaligus chatting dari smartphone-nya. Keempat, penampilan kasual dan santai menjadi ciri khas generasi ini, sehingga kesan serius pun jarang muncul. Akibatnya, generasi pendahulu sering beranggapan bahwa generasi Y seolah-olah tidak serius dan tidak disiplin. Generasi Y merupakan pribadi yang bekerja untuk dapat menerapkan kreativitasnya, serta mencari lingkungan kerja yang santai penuh hura-hura. Mereka bekerja tidak terlalu serius, karena bekerja bukan untuk kehidupan atau menghidupi keluarga seperti yang dilakukan oleh generasi sebelumnya. Namun demikian generasi Y juga tidak lepas dari karakteristik negatif. Pertama, mereka kurang bersyukur, individualisme yang sangat tinggi, dan gampang bosan. Kedua, Generasi Y juga cenderung tidak mau terlalu ambil pusing dan tak memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi. Dalam
bekerja, mereka cenderung seperti kutu loncat. Ketika tempat kerja tak lagi menyenangkan atau tidak sesuai dengan gaya hidup, mereka tak segan-segan mencari tempat kerja baru. Sesuatu yang dikejar di perusahaan baru biasanya income tahunan yang lebih tinggi dan prestise bekerja di lingkungan kerja yang lebih keren. Kesempatan untuk travelling juga menjadi alasan kuat bagi generasi ini untuk berpindah kerja. Selain itu, pengaruh ikatan teman juga dengan mudah membuat mereka mengubah karier dan pekerjaan. Ketiga, Generasi Y juga dikenal sebagai generasi yang egosentris, berpusat pada diri sendiri dan senang unjuk diri sehingga kurang menghargai fihak lain. Oleh karena itu sikap mereka cenderung kurang peduli dengan lingkungan sekitarnya. Dengan memerhatikan berbagai karakter generasi Y tersebut di atas, hal terpenting yang harus disikapi oleh setiap Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah adalah bagaimana memperkenalkan dan menginternalisasi budaya organisasi kepada para CPNS tersebut. Program dan aksi internalisasi budaya organisasi yang tepat akan dapat memak simalkan karakter positip yang dimiliki CPNS, sekaligus mengurangi sikap negatif yang muncul. Bagaimanapun juga kita menyadari bahwa dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan merekalah generasi yang akan memegang posisi penting
dan strategis di Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah yang menggantikan generasi sebelumnya. Internalisasi budaya organisasi sebuah Kementerian/Lembaga d a n P e md a te r h ad ap C P N S menurut hemat penulis tidak cukup hanya meneriakkan yel-yel, slogan di suatu pertemuan, dan menempelkannya pada spanduk, banner di lobby atau di ruangruang publik semata. Namun jauh yang lebih penting adalah bagaimana menjadikan sebuah values instansi menjadi beliefs, lalu mempraktikannya dalam kedinasan sehingga menjadi sebuah kebiasaan dan akhirnya menjadi sebuah culture. Untuk mendorong praktik menjadi sebuah budaya diperlukan intervensi berupa perangkat ketentuan yang mewajibkan seluruh pegawai untuk mentaatinya. Tatanan dari suatu kebijakan yang sistematis, bagus dengan implementasi dan penegakan yang konsisten akan ikut mendorong ke arah positip karakter generasi milenium CPNS kita. Selain itu pimpinan instansi di berbagai tingkatan juga harus menjadi role model bagi pegawai yang dibawahinya dengan kata lain walk the talk menjadi sebuah keharusan. Jika semua hal tersebut terlaksana maka sesungguhnya kita semua tidak perlu khawatir dengan kehadiran adik-adik dan anak-anak kita. Selamat Datang Generasi Y .......Selamat Datang Generasi Mileniumn
(*Penulis adalah Kepala Bagian Organisasi BPKP pada biro kepegawaian)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
61
Kolom
Jayabaya Memaklumi Korupsi?
G
aya hidup modern mendorong masya rakat melakukan konsumsi berlebihan demi ikut menikmati fasilitasfasilitas dan kehidupan modern. Masyarakat cenderung mengon sumsi barang-barang sekunder guna mengikuti arus. Mereka saling melihat dan berlomba menunjukkan keberhasilannya dengan bermegah dan bersenangsenang. Parameter keberhasilan dan kemapanan hidup semata ditumpukan kepada keberlimpahan harta dan kedudukan yang dicapai entah bagaimana caranya. Pepatah jawa Wang Sinawang (saling memperhatikan seseorang satu dengan yang lain) ternyata tidak dimaknai sebagai keikhlasan bahwa masing-masing memiliki kebahagiaan dan kesedihan sendiri, tetapi justru dimaknai sebagai berlomba-lomba untuk menang dalam mengumpulkan harta tanpa memperhatikan cara memperolehnya. Hedonisme sebagai faham yang mengunggulkan kesenangan duniawi merebak subur dalam setiap lapisan masyarakat. Para hedonist berusaha melakukan apa saja untuk mendapatkan uang dan
62
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
oleh : Mauro Nugroho
Sumber:http://www.badilum.info/index.php?option=comcontent&view=article&id=845:data-perkara-tindak-pidana-korupsipada-pengadilan-negeri-di-seluruh-indonesia-tahun-2011&catid=69:statistik-perkara-tipikor&Itemid=160
harta demi kenikmatan duniawi dan berpendapat ‘hidup hanya sekali dan pendek, sayang kalau tidak dinikmati’. Banyak orang lupa kepada kekuatan ekonominya. Tuntutan pengeluaran ekstra
mendorong kaum hedonist tak segan-segan melakukan manipulasi dan korupsi agar tersedia penghasilan yang cukup untuk memenuhi kesenangannya. Tabel berikut ini menyajikan data statistik
Kolom tindakan korupsi yang meningkat dari tahun ke tahun. Laju masuknya perkara di banding putusannya lebih cepat sehingga sisa perkara terus me ningkat. Sedangkan tiga besar penanganan kasus korupsi dari tahun 2005 - 2013, seperti terlihat dalam tabel ini.
“Hamenangi jaman edan, yen ora edan ora komanan” (Bertemu jaman edan, jika tidak ikut edan tidak akan kebagian). Jadi, apa yang mereka lakukan menurut mereka sah-sah saja mengingat sekarang jaman edan, kalau tidak ikut edan tidak kebagian. Memprihatinkan memang! Jika
sumber: diolah dari http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-berdasarkan-...
Jika dilihat dari pelakunya (profesi/jabatan) dan instansi, sungguh memprihatinkan bahwa kejadian korupsi dilakukan oleh birokrat yang notabene adalah “anak kandung pemerintah”. Alasan klasik gaji kecil sering menjadi pembenaran korupsi. Seringkali kita mendengar mereka mengumandangkan ramalan Jayabaya (Jangka Jayabaya) yang menurut mereka berbunyi
direnungkan, Jangka Jayabaya memiliki makna sebaliknya. Kalimat yang sering terucap hanyalah penggalan yang membe narkan penyimpangan para koruptor. Kalimat lengkapnya ialah “Hamenangi jaman edan, yen ora edan ora komanan. Sak beja-bejaning wong edan, isih beja wong kang eling lan waspada” (Bertemu jaman edan, jika tidak ikut edan tidak akan kebagian.
Tetapi seberuntungnya orang yang edan tetap beruntung orang yang selalu ingat dan waspada). Orang edan disini diartikan tidak peduli aturan dan melakukan apapun untuk memperoleh keuntungan harta untuk bersenang-senang. Jadi, kalau kalimat Jangka Jayabaya tidak dipenggal, maknanya yang ingin disampaikan ialah bahwa “biarlah dunia ini edan, tetapi anda janganlah ikut edan”. Mengapa demikian? Mari kita renungkan! Seberuntungnya orang edan, jika dia tertangkap ialah hukuman ringan, karena mau tidak mau dia terlibat perkara hukum. Tetapi jika orang tersebut selalu ingat pada Tuhan dan waspada dan tidak tergoda oleh gangguan hedonis, maka dia akan terhindar dari perkara apapun. Dia nrimo ing pandum (menerima dengan ikhlas rejeki yang diberikan oleh Tuhan), menyadari dan memilih gaya hidup sesuai dengan kemampuannya. Sebagai bahan renungan, mari lah kita menyadari bahwa kita masing-masing memiliki peran dalam memajukan bangsa ini. Cukuplah setiap orang melak sanakan tugasnya dengan baik dan mensyukuri rejeki yang diterima nya serta memilih gaya hidup sesuai kemampuan kita, agar terhindar dari pengaruh hedonist. Jika demikian, negeri ini akan banyak merasakan manfaatnya karena dorongan utama untuk melakukan korupsi dapat ditekan dan diminimalkan. Semogan (penulis dari pusdiklatwas BPKP)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
63
Apa Siapa
S
epintas tampangnya terlihat seram, khas lelaki Indonesia Timur. Namun setelah berbicara lebih lama lagi, maka terlihat jelas kalau lelaki kelahiran Makassar ini sebagai sosok cerdas yang bersahabat. Syahrul Yasin Limpo, menjabat Gubernur Sulawesi Selatan sejak tahun 2007 bersama pasangannya Agus Arifin Nu’mang. Dalam memimpin, Syahrul memiliki prinsip tersendiri yang membuatnya disegani oleh rak yatnya. “Komitmen yang paling awal dan substansi bagi aparat pemerintah yakni hadirnya peme rintahan yang bersih dan kuat. Tak hanya itu, tetapi juga berpihak pada rakyat dan tidak meladeni diri sendiri,” katanya. Bukan persoalan mudah mem bawa Provinsi Sulsel sebagai sa tu-satunya provinsi yang meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 3 kali berturut-turut. Selain butuh kerja keras, juga kekompakan semua pihak. “Seluruh elemen harus memiliki komitmen bersama untuk mewujudkan good governance,
64
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
khususnya dalam pemberantasan KKN,” ucap Syahrul. Menarik pendapat SYL, demi kian biasa ia dipanggil, saat memberikan sambutannya di te ngah-tengah Rapat Koordinasi Optimalisasi Peran Pemerintah Tanpa Korupsi di Kantor BPKP Sulsel, Makassar (27/01). Per nyataan yang sama diulangi Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Pro vinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ini seusai mengukuhkan Deni Suardini sebagai Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sulsel sore harinya. “Bagi aparat birokrat daerah seperti kami, tak mudah melaksanakan pekerjaan untuk tetap berada pada jalur yang benar. Kami butuh ‘hak diskresional’!” tegas pria berkumis ini. Namun ia mengingatkan, hak itu hendaknya digunakan dengan memenuhi aturan dan tidak dibuatbuat dan tidak ada niat untuk memperkaya diri sendiri. SYL memiliki pandangan tersendiri tentang pemberantasan korupsi. Menurut pria yang mena matkan seluruh gelar akademiknya di Universitas Hasanuddin Makas
sar ini, langkah preventif tak kalah pentingnya dengan upaya represif dalam membumihanguskan korupsi. “Upaya pencegahan ha rus pararel dengan penindakan,” tegasnya. Tak puas dengan raihan predikat WTP tiga tahun berturut-turut dari BPK, pemimpin daerah dengan jumlah DIPA terbesar untuk Indonesia bagian Timur (tahun 2012 menerima Rp30,8 triliun) itu bertekad membawa daerahnya meraih apresiasi Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). Untuk mencapai WBK, kata Syahrul, dibutuhkan kepatuhan pada sistem dan keterlibatan semua pihak. Yang jelas, dalam menjalankan pemerintahan sudah pasti tidak memperkaya diri atau orang lain dan tidak ada prosedur atau proses yang memenuhi asas pidana. “Korupsi itu musuh bersama dan penghambat kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. Syahrul mengakui, saat ini sudah ada 311 kepala daerah yang tersangkut korupsi. “Apakah ini disebabkan oleh sistem atau ada proses yang salah atau ada hal lain?
Apa Siapa Kita tidak pernah mentolerir kalau ada penyimpangan, tapi kalau ini karena kesalahan sistem, berarti
kita harus ditunjukkan di mana salahnya?” tanya Syahrul. Untuk itu, ia menaruh harapan besar
kiranya BPKP dapat menunjukkan kepada kami mana yang benar dan salahn
da yang lain saat Inspektur Penga wasan Umum (Irwasum) Polri, Komjen Anton Bachrul Alam menyampaikan orasinya di acara Rapat Koordinasi Pengawasan se-Sulawesi di Kantor BPKP Sulsel, Makassar (27/01). Saat berkumandang azan Dhuhur, tak hanya berhenti untuk meng hormati masuknya waktu sholat, sang jenderal bahkan mengajak peserta rapat, termasuk Kepala BPKP Mardiasmo untuk samasama menunaikan sholat Dhuhur berjamaah. Isi pidatonya pun tak jauhjauh dari mendekatkan diri pada agama. Menurut mantan Kadiv Humas Mabes Polri ini, pem berantasan korupsi tak bisa lepas dari pembenahan iman dan takwa para pejabatnya. “Dimana-mana terjadi krisis iman. Apapun usaha kita mencegah korupsi, kalau iman tidak diperbaiki, akan sia-sia,”
pesan Anton. Mantan Kapolda Jatim ini juga mengimbau para gubernur, bupati dan wali kota untuk sama-sama membentengi diri, keluarga, dan masyarakat dari sifat serakah. Track record-nya yang terkenal bersih, menghantarkan lulusan Akpol Tahun 1980 ini untuk menduduki posisi strategis sebagai Irwasum Polri sejak November 2013 lalu. Menjabat pimpinan Aparat Pengawasan Intern Peme rintah (APIP) di tubuh Polri, membuat dirinya fasih berbicara pengawasan. Menurutnya, pe ngaw asan yang efektif dapat m e nd e t e k s i p e n y i m p a n g a n sejak dini. “Bentuknya bisa ber mula dari pengawasan melekat, pengawasan atasan, dan peran pengawas internal,” ujarnya. Satu lagi, jenderal berb intang tiga ini menyebutkan bahwa dengan mempedomani dan mempraktikkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), maka clean
government dan good governance dapat segera diwujudkan. Selain banyak berkarir di Satuan Lalu Lintas, Anton juga memiliki pengalaman yang cukup di bidang kehumasan. Sikapnya yang supel, tenang, mudah dihubungi dan tidak segan-segan untuk mencarikan data yang dibutuhkan ‘nyamuk pers’ membuat namanya banyak dikutip media massa. Sukses Anton sebagai Kabid Humas Polda Metro Jaya mengantarkannya meraih jabatan yang lebih prestisius. Ada cerita menarik saat lelaki kelahiran Mojokerto ini menjabat Kadiv Humas Mabes Polri. Dua hari setelah dilantik, Anton memanggil beberapa orang anak buahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka pun naik ke ruangan besar beliau sambil membawa buku agenda kerja. Namun kejutan apa yang diberikan oleh polisi ‘ustad’ ini? Ia menjamu stafnya dan melayani mereka dengan tangannya sendiri!
A
(mil
(mil)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
65
S
reformasi birokrasi
ejak diterbitkannya Perpres No 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional, masyarakat sepertinya masih bertanya-tanya hasil nyata dari sebuah proses Reformasi Birokrasi. Apakah pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat sudah lebih baik? Apakah pemerintah sudah mampu menjamin pemen uhan hak-hak dari warga negaran ya? Peru
dok Boediono: Antaranews
sebagai penguasa menjadi pelayan masyarakat bukanlah sesuatu yang mudah. Meski demikian, masyarakat perlu mendapatkan informasi bahw a telah terjadi perubahan pada wajah birokrasi kita meski dampaknya tidak serta merta dirasakan masyarakat. Jika ditanya mengapa, maka jawabannya, satu kementerian tidak dapat bekerja sendiri-sendiri tetapi harus ber sinergi untuk dapat menghasil
Itulah sebabnya Reformasi Birokrasi harus dilakukan secara bersama-sama. Tak ada orga nisasi yang dapat merasa lebih penting dari organisasi lainnya. Ibarat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bersosialisasi dengan lingkungannya maka demik ian pula dengan organisasi peme rintahan yang tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dengan tujuan masing-masing.
kan sesuatu yang dapat langsung dirasakan masyarakat. Jika diilustrasikan, ketika Ke ment erian PPN/Bappenas yang menangani perencanaan nasional sudah mendesain program-pro gram yang berorientasi pada masyar akat, Kementerian Ke uangan sudah mengalokasikan anggaran yang cukup, tetapi jika dalam pelaksanaannya muncul kecurangan dan diperparah lagi dengan buruknya pengawasan, maka program yang ‘bagus’ itu tidak berdampak langsung kepada masyarakat.
Untuk melihat efektivitas prog ram Reformasi Birokrasi yang sedang berjalan tersebutlah, maka di awal tahun 2014, Ketua Komite Pengarah RBN yang juga Wakil Presiden Boediono kembali meminta Tim Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) RBN untuk melihat sejauh mana progress pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang telah dilaksanakan oleh 7 Kementerian/Lembaga yang telah lebih dahulu masuk dalam program Reform asi Birokrasi Nasional, yaitu Kementerian Sekretariat Negara, Sekretaris Kabinet,
Wakil Presiden RI - Boediono
bahan apa yang sudah terjadi dalam wajah birokrasi kita? Ketika KPK menetapkan status tersangka kepada beberapa pejabat Negara secara bergantian, sikap pesimistiklah yang akan disampaikan masyarakat yang pada akhirnya mengaburkan berb agai upaya yang telah di lakukan beberapa K/L dan Pem da yang telah mencoba untuk berbenah untuk memenuhi hara pan masyarakat. Satu hal yang mungkin perlu dipahami masya rakat bahwa merubah birokrasi yang sebelumnya memiliki mindset
66
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
reformasi birokrasi Kement erian PPN/Bappenas, K e m e nt e r i a n K o o r d i n a t o r Bidang Perekonomian, BPKP, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian PAN dan RB. Di samping itu, KPRBN juga menghendaki informasi perma salahan atau kendala-kendala dal am pelaksanaan prog ram Reformasi Birokrasi yang bersifat strategis. e-Planning Dengan metodologi yang di gunakan mulai dari penyebaran kuesioner, wawancara, presentasi dari pihak K/L, analisis dokumen, sampai Focus Group Discussion (FGD) dapat terlihat hal-hal positif yang telah dilakukan oleh masing-masing K/L. Diantaranya telah adanya upaya pemanfaatan teknologi informasi seperti yang dilakukan KemenPPN/Bappenas dengan membangun e-planning. Aplikasi ini sangat bermanfaat dalam proses musrenbangnas dan untuk penyusunan RKP tahun berikutnya. Ke depan, Aplikasi UKPPD selain akan digunakan untuk musrenbangnas juga akan digunak an dalam musrenbang daerah hingga level prov/kab/ kota. Perbaikan pengelolaan SDM Aparatur sudah terlihat dengan diterapkannya sistem rekruitmen secara nasional dengan menerapkan CAT dan promosi pejabat dengan sistem open promotion. Hal yang sama juga telah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan melalui pem bangunan 53 aplikasi baik untuk keperluan internal BPKP maupun
Menteri PPN/Kepala Bappenas - Armida Alisjahbana memberikan sambutan (tengah) didampingi Wakil Menteri PAN dan RB - Eko Prasodjo(kiri) dan Kepala BPKP - Mardiasmo (kanan)
untuk mendukung tata kelola pada pemerintah daerah melalui Pembangunan dan Pener apan Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah. Dari aspek transparansi dan komitmen terha dap korupsi juga terlihat ada kemajuan dengan menerapkan kebijakan whistle blowing system pada sebagian besar K/L yang direviu seperti Kementerian Sekretariat Negara, KemenPPN/ Bappenas, BPKP, KemenPAN dan RB. Melalui kebijakan tersebut, masyarakat diharapkan dapat berperan aktif untuk mengawasi kinerja birokrasi. Dalam beberapa kali arahannya, Kepala BPKP Mardiasmo yang juga Ketua Tim Penjamin Kualitas Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Nasional selalu menekankan bahwa proses reformasi birokrasi harus bisa menghasilkan 3 tujuan dari reformasi birokrasi yaitu pemer intahan yang bersih dan bebas KKN, Akuntabilitas dan Kapas itas Organisasi yang di tandai dengan adanya efisiensi dan efektivitas dan peningkatan
kualitas pengambilan kebijakan, serta peningkatan kualitas pela yanan publik. Hal ini senada dengan arahan Wakil Menteri PAN dan RB, Eko Prasojo, saat entry meeting di Kementerian PPN/ Bappenas. Menurutnya, Reformasi Birokrasi merupakan sebuah proses untuk menilai kapasitas diri dan melakukan perbaikan secara berke lanjutan dan konsisten. Evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan RB bersinergi dengan Tim Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) Reformasi Birokrasi jangan dikaitkan dengan tunjangan kin erja karena evaluasi pada prinsipnya dilakukan untuk melihat profil pelaksanaan Reformasi Biro krasi pada setiap K/L. Semua pihak berharap upaya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh masing-masing K/L tersebut dapat menghasilkan dampak yang secara nyata dapat dirasakan oleh masyarakat indonesian (NUK)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
67
GCG
Menteri BUMN - Dahlan Iskan
“KPK Periksa Direktur BUMN,” “Direktur BUMN Jadi Tersangka Kejaksaan,” “Rawan Korupsi, Tiga Bidang BUMN Harus Diawasi Ketat”
I
tu adalah sedikit judul headline media massa yang menghiasi pemberitaan akhir-akhir ini. Jelas bahwa korupsi tidak saja terjadi di instansi pemerintah namun juga merambah dan melibatkan BUMN. Menilik data dari KPK, di tahun 2012 sebanyak 22 dari 283 kasus Tindak Pidana Korupsi yang ditangani terjadi di BUMN. Kondisi ini bertolak belakang dengan skor Good Corporate Governance (GCG) yang diperoleh masingmasing BUMN. Dari data yang dimiliki BPKP, untuk tahun 2012 sebagian besar BUMN memperoleh skor GCG dengan predikat Baik. Melihat kondisi tersebut, Kementerian BUMN mensinyalir bahwa sebagian besar pengukuran GCG yang dilakukan selama ini hanyalah bersifat administratif. Akibatnya, pengukuran GCG
68
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
belum mampu menyentuh esensi penerapannya di BUMN. Dengan kata lain, nilai GCG tak menjamin seb uah BUMN terbebas dari korupsi. Untuk itu, Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan pada tanggal 25 September 2013 mencanangkan Road Map Menuju BUMN Bersih. Tujuannya ada dua: meningkatkan kualitas penerapan GCG baik secara administratif maupun subs tantif; dan mewujudkan BUMN yang tangguh (profesional, tahan goncangan, dan godaan), unggul (mengutamakan sistem, mutu, dan inovasi), serta bermartabat (bebas
dari segala bentuk penyimpangan). Salah satu poin penting dalam Road Map tersebut yaitu penilaian BUMN Bersih, di mana BPKP ditunjuk oleh Menteri Negara BUMN untuk melakukan penilaian tersebut. Penilaian BUMN Bersih didasarkan pada tiga belas kriteria seperti tercantum dalam Surat Menteri Negara BUMN Nomor: S-684/MBU/2013 tanggal 12 November 2013. Secara ringkas ketiga belas kriteria dapat dilihat pada kriteria dibawah. Sebagaimana diketahui, pen capaian yang diraih oleh BUMN akan dibagi ke dalam tiga kategori.
GCG Pertama, BUMN Bersih Tingkat I, apabila pencapaian tersebut be rada di jajaran direksi dan dewan komisaris BUMN dan anak peru sahaan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya pendaftaran. Kedua, BUMN Bersih Tingkat II, jika pencapaian tersebut berada pada jajaran satu level di bawah direksi dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan. Ketiga, BUMN Bersih Tingkat III, bila pencapaian tersebut hingga pada jajaran mana jer dan jabatan pimpinan lainnya dua tingkat di bawah direksi dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan setelah berakhirnya pendaftaran. Disepakati bahwa metodologi penilaian BUMN Bersih untuk tahap pertama dilakukan melalui dua cara yaitu penilaian dokumen aplikasi dan penyebaran kuesioner. Metodologi tersebut berfokus pada penilaian di tahap pertama yakni komitmen direksi/dewan komisaris/dewan pengawas dalam menciptakan BUMN yang bersih dan bebas dari gratifikasi, fraud, dan KKN. Dokumen aplikasi berisi perta nyaan-pertanyaan untuk diisi oleh direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas terkait kebijakan dan upayanya dalam menciptakan BUMN yang bersih dan bebas dari gratifikasi, fraud, dan KKN. Dalam mengisi dokumen aplikasi, “tiga tungku” tersebut wajib menyertakan juga dokumen-dokumen pendukung yang relevan. Atas isian tersebut, tim penilai BUMN Bersih kemudian melakukan reviu dokumen disertai wawancara kepada pihak-pihak terkait.
Sedangkan kuesioner berisi pernyataan-pernyataan untuk diisi oleh responden yang meng gambarkan persepsinya terhadap unsur-unsur BUMN Bersih yang dinilai. Dalam pengisian, respon den memberikan nilai antara 1 sampai 10 atas setiap penyataan yang diberikan. Responden kuesio ner diambil dari pihak internal dan eksternal perusahaan dengan klasifikasi sebagai berikut: Hasil yang diperoleh dari penilaian dokumen aplikasi dan kuesioner kemudian digabung untuk memperoleh nilai akhir. Simpulan nilai akhir dikelompokkan menjadi empat tingkat yaitu berkomitmen, cukup berkomitmen, kurang ber komitmen, dan tidak berkomitmen. Di samping itu, proses penilaian juga akan menghasilkan area of improvement sebagai perhatian bagi BUMN untuk perbaikan lebih lanjut. Secara garis besar meto dologi penilaian BUMN Bersih digambarkan pada grafik di bawah berikut. Saat ini, penilaian BUMN Bersih untuk tahap pertama telah dilakukan oleh BPKP yakni pada
bulan Februari dan Maret 2014. Penilaian dilakukan terhadap 128 dari 134 BUMN yang mendaf tark an diri ke Kementerian BUMN. Sisanya 6 BUMN tidak dinilai karena berbagai alasan, di antaranya telah berubah bentuk badan usaha, kesulitan finansial, dan mengundurkan diri. Simpulan yang diperoleh BPKP dari hasil penilaian BUMN Bersih tahap pertama sebagai berikut: Berkomitmen (70 BUMN), Cukup Berkomitmen (53), Kurang Berkomitmen (5), dan Tidak Berkomitmen (0). Apapun hasil Program “BUMN Bersih” yang dicanangkan Kemen terian BUMN itu, layak disambut positif. Selanjutnya, program ini dibutuhkan untuk menguatkan tata kelola perusahaan atau Good Corporate Governance (GCG) yang baik. Tetapi yang terpenting bukan hanya deklarasi dan penilaian di atas kertas. Tetapi lebih daripada itu, tindakan nyata juga sangat dibutuhkan untuk membuat perusahaan BUMN bersih dari korupsin (hartadi)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
69
T
ak dapat disangkal, BUMN merupakan salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional. Saat ekonomi Indonesia terpuruk hebat di era 1998, BUMN berperan besar dalam memulihkan perekonomian negara. Namun kini ceritanya sudah lain. Sebagai pilar ekonomi, BUMN tak lagi bisa banyak diharapkan sebagai lokomotif perekonomian Indonesia. Beberapa BUMN sudah gulung tikar, sebagian bahkan tersangkut kasus korupsi dan gratifikasi. Adalah fakta bahwa kondisi BUMN saat ini dalam keadaan ‘sakit’. Kinerja perusahaan plat merah itu belum mendatangkan keuntungan optimal bagi negara, dibandingkan biaya operasionalnya yang digelontorkan. Parahnya lagi, dari biaya belanja yang dikeluarkan, porsi belanja modal sangat minim. Disinyalir ada pemborosan uang di situ, sehingga akhirnya Presiden minta dilakukan reformasi dan transformasi dalam jajaran BUMN. Perlu dipikirkan bagaimana men jaga keseimbangan antara kepentingan bisnis dan kepentingan penegakan hukum dalam BUMN. Atau dengan kata lain, bagaim ana mencetak BUMN yang bersih namun tetap
70
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
berbasis korporasi. Prihatin dengan hal itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan bergerak cepat dengan meminta BPKP untuk melakukan evaluasi atau penilaian atas sejumlah BUMN Menurut Deputi Kepala BPKP Bidang Akuntan Negara Gatot Darmasto, penerapan good corporate governance harus sinkron dengan penegakan hukum. “Untuk itu¸ BPKP memiliki program Fraud Control Plan (FCP). Program ini dirancang khusus untuk mencegah, menangkal dan memudahkan pengungkapan kejadian berindikasi fraud di institusi pemerintahan dan BUMN,” ujar mantan Direktur Investigasi BUMN/ BUMD pada Deputi Investigasi BPKP itu. Sebagaimana diketahui, BPKP telah merampungkan evaluasi terhadap 128 BUMN dan hasiln ya telah diserahkan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan. Simpulannya, hanya sekitar 70 BUMN yang berkomitmen menegakkan nilai-nilai GCG sekaligus concern terhadap penegakan hukum. Menurut Gatot, Program BUMN Bersih memang dimaksudkan untuk menguji komitmen Direksi dan Dewan Komis aris dalam meningkatkan tata kelola perusahaan baik secara subtantif maupun administratif. Sebab, seharusnya dalam menerapkan GCG,
seluruh insan perusahaan tak hanya fokus pada rule based, tapi juga tidak kalah pentingnya aspek principle based yaitu komitmen dari seluruh insan perusahaan untuk melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.
Code of Conduct Hakikatnya, penilaian BUMN Bersih merupakan pendalaman atas implementasi praktik-praktik tatakelola, khususnya menyangkut pelaksanaan komitmen yang tertuang dalam Aturan Etika dan Perilaku (Code of Conduct) Perusahaan. Menilik substansi Code of Conduct, setiap jajaran perusahaan semestinya dapat melindungi dirinya dari perilaku yang menyimpang, Menurut Gatot Darmasto, Code of Conduct adalah salah satu organ utama dalam prinsip GCG. “Bila tak ada Code of Conduct, maka semua akan berlaku tidak semestinya. Dalam prinsip evaluasi BUMN Bersih, kriteria pertama yang akan dinilai adalah Code of Conduct,” ujar Deputi Gatot. Diharapkan, usai penilaian BUMN Bersih ini, tak ada lagi jajaran perusahaan, utamanya organ utama, yang berurusan dengan aparat penegak hukumn (mil/nuri/sari/adi/idy)
Resensi
Optimalisasi Pengelolaan Aset Pemda Sejak reformasi birokrasi, sistem pemerintahan NKRI mengalami perubahan substansial dan fundamental, dari sentralisasi menjadi desentralisasi.
S
alah satu manifestasi pelaksanaan prinsip desentralisasi adalah hak, wewenang, dan k e w a j i b a n o t o n o m i d a e r a h untuk mengatur dan men gur us sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyar akatnya, termasuk kebeb asan untuk mengatur keuangan pemerin tahannya. Faktanya, pemda belum siap mengemban amanah otonomi daerah. Aktor-aktor pemda mengalami banyak kendala. Wajah pemda bahkan tercoreng oleh masalah KKN, kinerja yang tidak maksimal, dan laporan tidak akuntabel. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK semester I tahun 2012 men guak kenyataan yang ada di pemda. Perolehan opini la poran keuangan pemda belum memperoleh hasil memuaskan. Tahun 2010, hanya 6 dari 33 provinsi (18%), 16 dari 394 kabupaten (4%), dan 21 dari 85 kota (13%) yang layak mendapat opini WTP. Ini jauh dari peren
canaan nasional peme rintah yang menargetkan 60% pemda harus WTP untuk tahun buku 2014. Penulis yang pernah menjadi auditor di BPKP dan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri ini menyimpulkan bahwa akar permasalahan akuntabilitas laporan keuangan pemda ada lah aset daerah. Aset merupakan salah satu poros roda pemerintahan yang akan menyokong dinamika pelayanan publik, namun ironinya kegagalan pemda meraih WTP seringkali disebabkan oleh buruknya pengelolaan aset daerah. Hal ini yang menjadi concern penulis. Melalui buku ini, penulis berharap dapat memberikan pema haman tentang pengelolaan aset daerah. Buku setebal 495 halaman ini
Warta Pengawasan vol vol xxIxxI No.1 No.1 April MEI 2014
71
Resensi Dari segi administrasi, banyak ditemukan aset yang dicatat oleh pemda tidak didukung oleh legal yang memadai. Tak ayal informasi aset tidak akurat. Dampaknya adalah sering ditemukan aset yang tidak dicatat dan dilaporkan, tidak sesuai dengan jenis, jumlah, dan status aset secara fisik. Ketidakakuratan informasi yang disajikan akan membuka peluang pihak-pihak tertentu untuk berusaha menguasai dan mengambil alih aset tersebut. juga menyoroti faktor utama penyebab lemahnya penga manan aset daerah. Hal ini tak terlepas dari nihilnya dukungan sist em database aset daerah yang terintegrasi antara data akunt ansi yang dikelola oleh biro perlengk apan. Dari segi administrasi, banyak ditemukan aset yang dicatat oleh pemda tidak didukung oleh legal yang memadai. Tak ayal informasi aset tidak akurat. Dampaknya adalah sering ditemukan aset yang tidak dicatat dan dilaporkan, tidak sesuai dengan jenis, jumlah, dan status aset secara fisik. Ketidakakuratan informasi yang disajikan akan membuka peluang pihak-pihak tertentu untuk berusaha menguasai dan mengambil alih aset tersebut. Akuntansi aset daerah me ngacu pada Standar Akuntansi P e m er i n t a h a n ( S A P ) y a n g ditet apkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, sedang kan pengelolaan aset daerah diatur dalam Permendagri Nomor 17
72
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 Mei April 2014 2014
Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pengelolaan aset daerah merupakan rangkaian kegiatan meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran; penggunaan; penatau sahaan; pemanfaatan; pengamanan dan pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemin daht anganan; pembinaan, pe ngaw asan, dan pengendalian; pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. Masing-masing rangkaian
kegiatan pengelolaan aset tersebut dikuliti dalam buku ini. Kebijakan penertiban aset daerah ini dilatarbelakangi oleh amanat reformasi birokrasi yang digaungkan dalam tiga paket undang-undang tentang keuangan daerah yaitu UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketiganya menghendaki laporan berkala seluruh aset secara akuntabel. Informasi yang dapat diandalkan merupakan pondasi dasar dalam rangk a manajemen aset dan peningkatan kualitas penyusunan LKPD, dari sisi aset. Dari sisi ilmu praktis dan kajian teoretis, buku ini bisa terbilang cukup komplet. Pengalaman penulis sebagai auditor cukup membantu menguraikan benang kusut pengelolaan aset pemda dengan bahasa yang khas. Silakan menikmati! (ayu)
S
ebanyak 27 kepala daerah di Jawa Barat termasuk Gubernur Ahmad Heryawan menan dat angani Komitmen Bersama untuk Mendukung Optimalisasi Tugas Pemerintah Tanpa Korupsi di kantor BPKP Jabar, Bandung (21/04). Turut hadir, Kapolda Jabar, Kantor Perwakilan BPK Jabar, Kajati Jabar, dan Pangdam Siliwangi. Menurut Ahmad Heryawan, kerja sama ini bertujuan untuk menghadirkan pemerintahan yang
MoU Saat yang sama, Kepala Per wakilan BPKP Jawa Barat, Hamonangan Simarmata menje laskan bahwa kegiatan ini adalah tind ak lanjut Direktif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono awal Desember 2013 lalu, untuk mend ukung optimalisasi tugas pemerintah tanpa korupsi. Direktif itu ditindaklanjuti dengan Rapat Koordinasi di Kejaksaan Agung pada pertengahan Januari 2014.
mastikan pemerintah daerah mem prioritaskan memerangi korupsi daripada mengejar penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam pemeriksaan BPK. “WTP nomor dua. Setelah tanpa korupsi, clean betul, baru mengejar WTP,” kata dia. Sejumlah hal perlu dilakukan pemerintah untuk menguatkan peran pengawas internal. Pertama memberikan tugas yang jelas, lalu pemberian kewenangan dan Penguatan APIP akses yang seluas-luasnya, serta Acara tersebut juga digandeng pemberian anggaran yang cukup.
Kepala BPKP - Mardiasmo (kanan), Gubernur Jawa - Ahmad Heryawan (tengah), Kepala Perwakilan BPKP Prov. Jabar - Hamonangan Simarmata, menandatangani komitmen bersama mendukung optimalisasi tugas pemerintah tanpa korupsi
bersih. Melalui kerja sama itu, pihaknya menginginkan BPKP ikut melakukan supervisi terhadap pelaksanaan pencairan anggaran hibah dan bantuan sosial Pemprov Jawa Barat. Sebab mekanisme penggunaan anggarannya sudah di luar jangkauan pemerintah daerah. “Kami minta BPKP untuk memeriksa dan memutuskan apakah dana hibah atau bantuan sosial itu bisa dicairkan atau tidak,” ujarnya.
dengan penandatanganan penanda tangan Piagam Pengawasan Intern oleh seluruh Inspektur Pemprov Jabar dan dan Inspektur di ling kungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, kecuali Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Sukabumi. “Tugas nya membuat early warning system dan mendeteksi fraud dan korupsi sejak dini,” kata Kepala BPKP Mardiasmo Bandung, Senin, 21 April 2014. Menurut dia, tugas pengawas internal itu untuk me
Saat ini, BPKP tengah me ngusulkan agar jenjang jabatan inspektorat daerah setara dengan sekretaris daerah untuk menguatkan posisinya. Selain itu, Mendagri telah menerbitkan surat edaran yang mengatur agar Pemda menyediakan sedikitnya satu persen anggaran bagi inspektorat daerah sebagai pengawas internal. “Anggaran itu ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya,” pungkasnyan (Nuri)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
73
bPKP dalam Berita
Melalui Rakorwas, Deputi Akuntan Negara Fokus Layani Stakeholder
K
eterbatasan anggaran tak menyurutkan langkah Deputi Akuntan Negara (DAN) BPKP untuk tetap fokus melayani stakeholders. Hal tersebut tergambar jelas dalam Rapat Koordinasi Pengawasan DAN yang mengambil tempat di Hotel Sunlake Sunter Jakarta pada 1-4 April 2014 lalu. Rakor tersebut dibuka secara resmi oleh Deputi Akuntan Negara Gatot Darmasto dan dihadiri oleh jajaran struktural dan fungsional auditor di Deputi Akuntan Negara, Bidang Akuntan Negara seluruh perwakilan BPKP, termasuk Koordinator Bidang exPerwakilan Madya BPKP. Selaku Koordinator acara, Direkt ur Pengawasan Badan
74
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
Usaha Jasa Perhubungan, Pariwisata, Kawasan Industri, dan Jasa Lainnya, Roely Kadir menj elaskan bahwa latar belakang dil aksanakannya R a k o r i n i a d a l a h u n t u k memfokuskan kegiatan Deputi Akuntan Negara dan Bidang Akuntan Negara di Perwakilan BPKP. “Hasiln ya sangat dibutuhkan para stakeholders, seperti audit ketahanan pangan dan audit kinerja PDAM,” urai Roely. Menurut Deputi, yang paling ditunggu dari rakor ini Deputi Akuntan Negara, Gatot Darmasto adalah hasil evaluasi BPKP atas 128 BUMN di 17 provinsi terkait Program BUMN Bersih. batkan beberapa BUMN terkait. “Bila rampung, maka akan segera Selain itu, DAN juga meren kita laporkan hasilnya ke Menteri canakan akan melakukan kajian ketersediaan gas sebagai bahan BUMN,” ujar Gatot. baku untuk penyediaan pupuk bersubsidi. Arah Kebijakan Pengawasan Tak kalah strategisnya, DAN Terkait ketahanan pangan, Deputi Akuntan Negara telah juga merencanakan untuk mem menyiapkan beberapa kegiatan berikan rekomendasi strategis strategis. Diantaranya, evaluasi untuk peningkatan pelayanan perencanaan produksi dan dis BUMD dalam rangka mendukung tribusi benih padi/jagung/ ke pencapaian target MDG’s. Untuk delai dan evaluasi Gerakan itu, akan dilakukan pengawasan Peningk atan Produksi Pangan intern yang diarahkan untuk berbasis Korporasi (GP3K), yang meyakinkan tercapainya target mencakup mulai dari pengadaan MDGs dan memberikan usulan benih, penanaman, panen dan solusi kepada Menteri terkait dan distribusi hasil panen yang meli Kepala Daerah.
bPKP dalam Berita
dari kiri ke kanan: Direktur Pengawasan Badan Usaha Milik Daerah - I Nyoman Sardiana, Direktur Pengawasan Badan Usaha Jasa Perhubungan, Pariwisata, Kawasan Industri dan Jasa Lainnya - Roely Kadir, Direktur Pengawasan Badan Usaha Jasa Keuangan dan Manufaktur - Slamet Hariadi, Direktur Pengawasan Badan Usaha Agrobisnis Jasa Konstruksi dan Perdagangan - Bambang Utoyo dan Direktur Pengawasan Badan Usaha Perminyakan dan Gas Bumi, Yus Muharam
Wilayah Penugasan Direktorat Pada hari kedua, masingmasing direktur memberikan pap arann ya terkait wilayah penugasannya. Diawali Direktur Pengawasan Badan Usaha Agrobisnis Jasa Konstruksi dan Perd agangan, Bambang Utoyo Bambang menjelaskan Strategy Map BPKP 2015-2019 yang terkait dengan Deputi Akuntan Negara. Setelah itu Roely Kadir menjelaskan terkait BUMN bersih. Sesi berikutnya, Direktur Pengawasan Badan Usaha Jasa Keu angan dan Manufaktur, Slamet Hariadi menjelaskan Ske ma Penjaminan Kredit (Credit Guarantee Scheme) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). “Peran BPKP dalam KUR adalah mengevaluasi dan memverifikasi secara selektif permintaan komite kebijakan (SOP KUR) serta verifikasi atas klaim imbal jasa KUR atas permintaan BUN sesuai PMK Nomor 159 Tahun 2011,”
ujar Slamet. Direktur Pengawasan Badan Usaha Perminyakan dan Gas Bumi, Yus Muharam selan jutnya menjelaskan seputar Pengawasan Kegiatan Lintas Sektoral. “Tantangan ke depan, bagaim ana mensiasati perm in taan pengawasan yang me ningkat, namun saat yang sama, ketersediaan anggaran sangat terbatas,” ujar Yus. Sebagai contoh, Pertamina yang meminta reviu PBJ atas 145 pengadaan, sampai saat ini yang sudah dilaksanakan baru 5 Pengadaan. Sebagai penutup, Direktur Pengawasan Badan Usaha Milik Daerah, I Nyoman Sardiana memaparkan Grand Design Pengembangan Pengawasan BUMD dan BLUD. Selain itu, Nyoman juga memaparkan action plan pengawasan BUMD Tahun 2014, baik pusat sebagai rendal maupun perwakilan sebagai operasional. Untuk tahun ini dan kedepan, direktoratnya akan
lebih fokus ke BUMD dan BLUD dalam peningkatkan kinerja yang tinggi dan sehat, yang sebelumnya dilakukan pemetaan dengan pendekatan kepada Kepala Daerah. Di luar tema Rakor, Deputi Gatot Darmasto menekankan perlunya kajian khusus kesiapan Perwakilan BPKP terkait right sizing dalam rangka evaluasi implementasi Reformasi Birokrasi dalam tubuh BPKP. “Persiapan yang dimaksud tentunya tak hanya menyangkut masalah teknis. Tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana dampak psikologisnya terhadap pejabat BPKP setempat,” cetus Gatot. Disampaikan juga oleh mantan Direktur Investigasi BUMN dan BUMD itu, untuk mengukur daya adaptasi Perwakilan BPKP, akan dilakukan piloting right sizing atas dua perwakilan yang dirasakan paling siap, yaitu Perwakilan BPKP DI Yogyakarta dan Acehn (dony/edi/idiya)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
75
M
bPKP dalam Berita
engantisipasi era basis akrual yang telah menjelang di depan mata, BPKP melaksanakan Workshop yang mengambil tema “Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Program Aplikasi SIMDA Keuangan Berbasis Akrual” di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Workshop yang berlangsung lima hari itu dibuka oleh Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah Dadang Kurnia (01/04). Dalam sambutannya di depan peserta dari Perwakilan BPKP di seluruh Indonesia, Dadang Kurnia mengatakan bahwa tujuan pelaksanaan workshop kali ini adalah sebagai persiapan akhir dalam pelaksanaan pendampingan pengelolaan keuangan di peme rintah daerah berbasis akrual, yang akan dimulai tahun anggaran 2015. “Pelaksanaan akuntansi berb asis akrual adalah amanah dari Peraturan Pemerintah No mor 71 Tahun 2010 tentang Stand ar Akuntansi Pemerintah menggantikan Standar Akuntansi Pemerintah sebelumnya,” jelas Deputi yang didampingi oleh Direktur Pengawasan PKD Wila
76
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
yah III Sri Penny Ratnasari dan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tytut Ratih Kusumo. Sebagaimana diketahui PP tersebut tegas mensyaratkan pem berlakuan pengelolaan keuangan berbasis akrual selambat-lam batnya lima tahun sejak PP di terb itkan tersebut tahun 2010. “Pen er apan basis akrual ini tidak bisa ditawar-tawar,” tegas Dadang. Mantan Kapusdiklatwas BPKP ini juga mengapresiasi Tim Pengembang SIMDA yang berhasil merampungkan aplikasi SIMDA berbasis akrual sebagai tools dalam implementasi akun tansi berbasis akrual. Meski demi kian, lanjut Dadang, hal yang tak kalah penting adalah per siapan pemerintah daerah dalam perum uskan peraturan kepala daerah (perkada) sebagai dasar pelaksanaan basis akrual tersebut. Menurut Dadang, Perkada ini harus sudah dirumuskan paling lambat Juni 2014. Saat penutupan, Penanggung Jawab Kegiatan Sri Penny Ratna sari, menyatakan puas atas penyelenggaraan workshop yang dinilainya berhasil. Sri Penny juga mengapresiasi kinerja Tim
Pengembang SIMDA yang berhasil merampungkan aplikasi SIMDA Berbasis Akrual beserta lima modul panduannya. “Dalam waktu dekat akan diurus hak patennya sebagai apresiasi atas kerja keras tim pengembang selama ini,” ujar Penny. Workshop itu juga diisi materi mengenai Maturitas SPIP dari Satgas SPIP Pusat. Tampil sebagai narasumber diantaranya Direktur Pengawasan Penyelenggaraan Keu angan Daerah Wilayah I Kasminto, Inspektur BPKP Hari Setiadi, dan Kepala Biro Perencanaan Pengawasan Justan Siahaan. Selain itu, Pusinfowas yang diwakili M. Fahmi Kur niawan dan Krisno Wahyu Utomo men ampilkan simulasi aplikasi pen gisian kuesioner penilaian maturitas SPIP. Berikutnya, Pusdiklatwas BPKP yang diwakili Massa Siahaan dan Trisacti Wahyuni memaparkan rencana diklat SPIP dimana Pusdiklatwas juga telah berhasil menyusun modul baru yang dirasa lebih “membumi” karena disesuaikan dengan setiap tahapan siklus SPIPn (ipul/tine/dian/adi/ita)
bPKP dalam Berita
Penerimaan CPNS BPKP:
Masuk BPKP, Berarti Berada Dalam Zona Kompetitif
S
Kepala BPKP beserta para deputi memberikan selamat kepada para CPNS usai pengarahan
emangat dan harapan baru mengiringi acara penyambutan 588 CPNS Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di Aula Gandhi Kantor Pusat BPKP, Jakarta (06/22). Berbeda dengan penerimaan CPNS sebelumnya yang didominasi oleh disiplin ilmu akuntansi, kali ini cukup beragam. Selain Akuntansi, generasi penerus BPKP berasal dari sarjana Komputer, Ekonomi, Hukum, Ekonomi Manajemen, Sains, dan Ilmu Sosial. Sebagaimana diketahui, BPKP merupakan lembaga negara yang ditugasi untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara. Cakupan penu gasan yang sangat luas, membuat BPKP harus menyiapkan amunisi yang mumpuni, yaitu auditor yang memiliki basic requirement, “BPKP harus dimotori oleh insan yang tak hanya cerdas dan capable, tapi harus bermental baja dan punya
integritas,” tegas Mardiasmo di depan ratusan CPNS BPKP.
Performanced-Based Kepala BPKP yang juga diper caya sebagai Ketua Tim Penga was Nasional Penerimaan CPNS itu menggarisbawahi aturan main di BPKP yang berprinsip pada performance-based, dimana setiap pegawai harus punya nilai tambah. “Konsekuensinya, masuk di BPKP berarti masuk di suatu zona kompetitif, bukan zona nyaman,” cetusnya. Dengan kata lain, pegawai yang berkontribusi pas-pasan harus puas menerima imbalan yang pas-pasan pula. Selain menilik performa kerja, Mardiasmo juga menekankan pentingnya budaya kerja. Living with harmony, istilah yang dipakai Mardiasmo untuk menggambarkan hubungan kemitraan di BPKP, baik hubungan intern maupun ekstern. Menurut Mardiasmo, budaya kerja merupakan aspek informal yang
dapat menjadi pondasi terbentuknya semangat profesional. Semangat inilah yang akan menjadi nahkoda dalam perjalanan menuju Good Governance dan Clean Govern ment. Acara pengarahan dan penyam butan CPNS ini sudah digelar sejak Senin (3/2) di Aula Gandhi. Para peserta mendapatkan pengarahan dari Kepala Biro Kepegawaian Ratna Tianti Ernawati, Kep ala Bagian Perencanaan dan Pengem bangan Pegawai Heli Restiati, Kepala Bagian Pengangkatan dan Kepangkatan Pegawai Hananto Widhiatmoko, Kepala Bagian Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Tanusi, Kepala Subbagian Kelembagaan Dyah Retnoadi; dan Kepala Bagian Tatalaksana Agus Purwoko. Acara diakhiri dengan jabat tangan kepala BPKP, sesma, dan para deputi dengan semua CPNS. Menurut Kepala Biro Kepega waian dan Organisasi Ratna Tianti Ernawati selaku Ketua Panitia, pada tahun 2013 BPKP mengajukan formasi CPNS sebanyak 598. Akan tetapi, hanya 588 yang diproses Surat Keputusannya untuk diajukan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkisar 588b formasi. “Kekos ongan 10 formasi akan ditindaklanjuti tahun 2014 ini juga,” tutup Ratnan (ayu)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
77
budaya kerja
Workaholic atau Smart Worker
W
orkaholic ada lah orang yang memfokuskan energ i pada pe kerjaan secara berlebihan, se hingga kurang memerhatikan ke seimbangan hidup dan keselarasan dimensi lain dalam kehidupannya. Gampang mengenali sosok workaholic, bagi mereka ada prinsip yang sepertinya menjadi semboyan hidup: pekerjaan adalah segalanya! Bergeraknya dia, untuk pekerjaan, bicaranya dia masih seputar pekerjaan, bahkan diamnya dia, berfikir tentang pekerjaan. Saat sakit maupun libur, ia tetap bekerja. Bahagianya dia, diperoleh dari pekerjaan. Ia akan merasa menjadi manusia malang dan dihinggapi rasa bersalah yang amat sangat, saat tidak bekerja. Bukan main! Seorang workaholic juga cen derung pribadi yang tak percaya dengan kredibilitas staf dan teman sejawat. Bisa jadi, dia juga bukan manajer yang baik, yang tak bisa mendelegasikan pekerjaannya kepada bawahan. Saat yang sama, dia merasa dirinya seorang yang paling bertanggung jawab, paling bisa diandalkan, dan selalu ada alasan untuk bekerja. Mereka akan merasionalisasikan alasannya untuk bekerja: bahwa apa yang dilakukannya semata untuk kehormatan keluarga . Pertanyaannya, saat kita bebe rapa kali lembur di kantor, apa kah pertanda seorang penggila kerja? Jangan buru-buru memberi stempel bahwa anda seorang workaholic. Hakikatnya, bekerja
78
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014
lembur merupakan tuntutan situasi untuk menuntaskan pekerja di luar waktu kerja normal. Bila jam kerja usai dan anda bisa menghabiskan waktu dengan orang yang anda sayangi dan mampu membebaskan diri dari masalah pekerjaan yang membelenggu, dipastikan anda masih “normal”. Sobat! positive thinking-nya, seorang workaholic adalah repre
sentasi pribadi yang bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Tak jarang, mereka adalah figur sukses dalam karir. Tapi ingat! Sisi negatif seorang “penggila kerja” juga tak sedikit. Dirasakan atau tidak, personality mereka cenderung tertutup, susah berinteraksi, dan sangat bangga bila berbicara tentang pekerjaannya, namun begitu gagap saat bergaul dengan sekitarnya. Teamwork skill-nya lemah sobat! Banyak pribadi “terjerumus”
menjadi pekerja keras karena dipaksa oleh keadaan. Selain tuntutan ekonomi, sering kali seorang workaholic berangkat dari lingkungan keluarga yang mendewakan prestasi. Mereka haus akan apresiasi dan pengakuan dari pihak luar. Parahnya, mereka tak paham dengan masalahnya sendiri. Dalam balutan bahasa psikologi, mereka terjebak dalam bilik “blind self”: orang sangat mengerti dirinya, tapi maaf, dia sendiri tak tahu siapa dia! Solusinya, carilah keseim bangan. Pindah channel anda dari seorang workaholic menjadi smart worker. Seorang pekerja cerdas, tak hanya serius dalam bekerja, namun luwes dalam bergaul, pandai beradaptasi, dan cinta kehangatan keluarga. Smart worker adalah pekerja profesional, dia tahu persis kapan waktunya bekerja, kapan saat yang tepat untuk beristirahat dan bercengkerama dengan orangorang tercinta, dan tahu kapan menuntaskan hobi yang tertunda. Satu lagi, cari tahu penyebab utama anda menjadi seorang workaholic. Apakah karena tuntutan ekonomi, managerial skill yang lemah, atau sekedar ‘pelarian’ ketika kehangatan keluarga tak kunjung ada? Dengan membuat mapping seperti itu, maka akan mudah bagi kita untuk mencari solusi jitu agar determinasi bekerja tetap terjaga, dan saat yang sama, interaksi sosial dan kenyamanan berkomunikasi tidak sirna. Sobat, selamat menjadi seorang smart worker! (mil)
Warta Pengawasan vol xxI No.1 April 2014
79
80
Warta Pengawasan VOL XXI No.1 April 2014