Vol. V Oktober - November 2010 Edisi 60 www.bakti.org
Membangun Pendidikan, Pendidikan Gratis ? PNPM-MP, “Dewa Penyelamat ?” Mengentas Keterbatasan Free Education ? Catatan dari Rampi di Halmahera Selatan PNPM-MP: Saviours? Developing Education, Notes from Rampi Overcoming Limitations in South Halmahera Nelci Pellondou Juara 1 Lomba Penulisan “Perempuan Timor Barat Menggugat Anggaran” Nelci Pellondou, First place winner of the ‘West Timor Women Analyzing Public Budgets’ Writing Competition
SALAM DARI MAKASSAR
GREETINGS FROM MAKASSAR
BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas. BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand Indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia.
P
embelajaran adalah konsep yang dipegang teguh oleh BaKTI dan adalah kekuatan besar dibalik aktivitas komunikasi dan pertukaran pengetahuan kami. Kami percaya bahwa mengetahui lebih banyak tentang proses-proses pembangunan, pengalaman, dan praktik-praktik cerdas dapat mempercepat pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Edisi bulan ini berfokus pada pendidikan dan pembelajaran, dari sekolah pendidikan politik perempuan di Sulawesi Tengah, hingga pada keberhasilan program DBE di Sulawesi Selatan, pelatihan guru di Halmahera, dan juga pandangan tentang konsep pendidikan gratis. Kami juga menyajikan informasi terkini tentang Petemuan Forum Kawasan Timur Indonesia V, yang saat ini menjadi acara pembelajaran utama bagi para stakeholder pembangunan.Selamat menikmati edisi ini dan tetaplah mengirimkan artikel Anda ke
[email protected] . Learning and education is the driving force behind our communication and knowledge sharing activities. We believe that by learning more about development processes, experiences, and smart practices we can accelerate development in eastern Indonesia. This month’s edition focuses on education and learning, from a school for women’s political education in Central Sulawesi, to the successes of the DBE program in South Sulawesi , to teacher training in Halmahera, and also a look at the concept of free education. We also have an update on the 5th Eastern Indonesia Forum , which is itself a major learning event for development stakeholders. Enjoy this edition and please keep sending us your articles to
[email protected].
BaKTINews is sent by post to readers and the main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakti.org and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.
Editor MILA SHWAIKO VICTORIA NGANTUNG Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU Events at BaKTI SHERLY HEUMASSE Website of the Month STEVENT FEBRIANDY Info Book & Database AFDHALIYANNA MA’RIFAH Website AKRAM ZAKARIA
Berkontribusi untuk BaKTINews Contributing to BaKTINews BaKTINews menerima artikel tentang informasi program pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan,dan teknologi tepat guna dari berbagai kalangan dan daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000 - 1.100 kata, menggunakan Bahasa Indonesia maupun Inggris, ditulis dengan gaya populer. Artikel sebaiknya dilengkapi dengan foto-foto penunjang.Tim editor BaKTINews akan melakukan editterhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa.Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuksetiapartikel dimuat. BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles. Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat pos yang jelas dan disertai dengan kode pos melalui email
[email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, kami menganjurkan Anda untuk dapat mengambil sendiri BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja. To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization, position, HP number and email address) with full postal address to
[email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.
Smart Practices CHRISTY DESTA PRATAMA Design Visual & Layout ICHSAN DJUNAID
BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia dan Kanada. BaKTINews is published byThe BaKTI Foundation with support of the Government of Australia and Canada.
Pertanyaan dan Tanggapan Redaksi JI. DR.Sutomo No.26 Makassar 90113 P : 62-411-3650320-22 F :62-411-3650323 SMS BaKTINews 085255776165 E-mail:
[email protected]
Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia dan Kanada.
The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI, the Australia Indonesia Partnership, the Australian Government, Canadian International Development Agency or the Canadian Goverment.
Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook : www.facebook.com/yayasanbakti
1
Oktober - November 2010
Volume V - edisi 60
DAFTAR ISI CONTENTS
1
Salam dari Makassar Greetings from Makassar
2
Tanggapan Anda Your Feedback
3
Membangun Pendidikan, Mengentas Keterbatasan Developing Education, Overcoming Limitations
5
Pendidikan Gratis? Free Education?
7
SIKOLAH MOMBINE Sekolah Perempuan untuk keberdayaan politik School for Women’s Political Empowerment
9
Menyebarkan Praktik Terbaik hingga ke Pegunungan Aktivitas Master Teacher Trainer DBE 2 di Masa Transisi Spreading Best Practices to the Hills Master Teacher Trainer Activity from DBE 2 in the Transitional Period
17
19
21
23 26
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah: Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 Regional Development Planning System: Regional Regulation Number 2/2010 Air Bersih dan Sanitasi untuk Mayarakat Sulawesi Selatan dan Gorontalo Clean Water and Sanitation for South Sulawesi and Gorontalo Communities Melihat kembali Praktik Cerdas dari Maluku: Orang yang tepat pada jabatan yang tepat Reviewing the Smart Practice from Maluku: The Right Person in the Right Place Pengumuman Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia V Wajah KTI Face of Eastern Indonesia
11
PNPM-MP, “Dewa Penyelamat ?” Catatan dari Rampi PNPM-MP: Saviours? Notes from Rampi
27
Peluang Opportunity
13
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur Mengadakan Pemetaan Outcome East Sumba District Government embrace Outcome Mapping
28
Batukar.info Update
29
Profil LSM Lembaga Studi Masyarakat Manna (LSM Manna) Papua
15
Nelci Pellondou, Juara 1 Lomba Penulisan “Perempuan Timor Barat Menggugat Anggaran” Nelci Pellondou, First place winner of the ‘West Timor Women Analyzing Public Budgets’ writing competition
Events in BaKTI Info Book
TANGGAPAN ANDA YOUR FEEDBACK Dear BaKTINews, semoga tetap jaya selalu! Kami Konsorsium OMS Kabupaten Lombok Tengah yang fokus dalam kegiatan isu-isu pemenuhan hak-hak masyarakat sipil di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, berharap menjadi bagian anggota Forum KTI untuk senantiasa berbagi cerita dan pengalaman juga terlibat dalam kerjasama setiap program-program Forum KTI. Terimakasih. Dear BaKTINews, we wish you success for your work! We are from OMS Consortium, Lombok Tengah district, West Nusa Tenggara. We are focusing on issues related to civil society rights in Central Lombok. We hope that we can be part of the Eastern Indonesia Forum so we can share success stories and experiences and would like to be involved in any collaboration to support the Eastern Indonesia Forum. Thank you. Salam Konsorsium OMS Lombok Tengah 081917228960 Yang terhormat teman-teman di Konsorsium OMS, Terimakasih telah menghubungi kami melalui
[email protected] Sejak tahun 2004, BaKTI menjadi sekretariat bagi Forum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI). Ini sejalan dengan fungsi BaKTI yang
Oktober-November 2010
mendukung para stakeholder pembangunan di Kawasan Timur Indonesia dengan cara menjembatani berbagai jaringan dan lembaga daerah. Sebagai sebuah konsorsium, OMS Lombok Tengah juga dapat menjadi anggota Forum KTI. Forum ini bersifat independen dan terbuka yang aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan para pihak dan mendorong inovasi sosial dalam menjawab tantangan pembangunan. Di Nusa Tenggara Barat, Anda dapat menghubungi Bapak Rosikhan dari Pusat Penelitian Bahasa dan Kebudayaan UNRAM yang menjadi Koordinator Forum KTI Wilayah untuk berkolaborasi memajukan berbagai kegiatan pertukaran pengetahuan. Terimakasih. Thank you for contacting us through
[email protected] Since 2004 BaKTI has been the secretariat for Eastern Indonesia Forum (EI Forum). This is in line with our function to support development stakeholders in eastern Indonesia by bridging various network and institutions together. As a consortium, OMS Central Lombok can also be a member of the EI Forum. The forum is an open and independent forum that is actively encourages and develops partnership among multi-stakeholders and promotes social innovation to resolve development challenges. In West Nusa Tenggara, you can contact Bapak Rosikhan from the Cultural and Language Research Center, Mataram University, who is the coordinator for EI Forum NTB to start collaboration on knowledge exchange activities. Thank you.
Volume V - edisi 60
2
P
ada tahun 2005, Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan peraturan yang mengatur tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan tersebut, pengelola sekolah diwajibkan untuk mengembangkan kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Peraturan ini disambut dengan reaksi beragam di antara para praktisi dunia pendidikan, khususnya mereka yang berada di daerah pelosok. Tidak sedikit yang bingung menerima otonomi yang semakin luas dalam mengelola operasional sekolah ini. Apalagi saat itu informasi yang diterima oleh mereka masih sangat sedikit untuk dapat mengembangkan sebuah kurikulum operasional pendidikan. Save the Children yang bekerja di Maluku Utara untuk Program Penguatan Sistem Pendidikan kemudian memfokuskan diri untuk menyebarluaskan informasi mengenai pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Program ini dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Barat, Kota Ternate, Kota Tidore, dan Kabupaten Halmahera Selatan. Dari keempat lokasi ini, Pulau Bacan di Halmahera Selatan merupakan satu lokasi yang cukup menantang. Tidak banyak yang diketahui orang tentang Pulau Bacan, selain mungkin batu permata. Pulau seluas 40.236 kilometer persegi ini didiami oleh sekitar 188.540 jiwa. Di Pulau Bacan inilah, terletak ibu kota Kabupaten Halmahera Selatan, Labuha. Program Penguatan Sistem Pendidikan diterapkan pada 33 Sekolah Dasar yang tersebar pada 8 kecamatan di daerah ini. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan sebuah terobosan pemerintah pusat yang mengintegrasikan konten lokal dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karenanya proses penyusunan dan pengembangannya harus melibatkan stakeholder utama dari lingkungan sekolah. Mengintegrasikan muatan lokal dalam penyusunan kurikulum ini menjadi hal yang penting bagi masyarakat Maluku Utara, terutama setelah terkena imbas dari konflik kemanusiaan beberapa waktu lalu.
In 2005, the Indonesian Government created regulations for National Education Standards. According to these regulations, school administrators are required to develop the operational curricula to be implemented in each educational unit in Indonesia. The curricula are known as Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). This regulation was met with mixed reactions from the education practitioners, especially those in remote regional areas. More than a few were confused with the increasingly broad autonomy they received to manage the operations of their schools, especially when the information received was minimum in terms of developing an operational curriculum. Save the Children is working in North Maluku on a Education System Strengthening Program and focuses on disseminating information on curriculum development. The program is implemented in West Halmahera, Ternate, Tidore, and South Halmahera districts. Of the four locations, Bacan in South Halmahera Island was a location that was quite challenging. Not much is well-known about Bacan Island, other than perhaps its gemstones. The island covers an area of 40,236 square kilometers inhabited by approximately 188,540 people. Bacan Island is home to the capital of South Halmahera district, Labuha. The Education System Strengthening Program is implemented in 33 elementary schools spread over 8 districts in this area. The KTSP is a breakthrough that integrates the central government local content within the education administration. Therefore the preparation and development process should involve key stakeholders from the school environment. Integrating local content in the drafting of this curriculum is important for the people of North Maluku, especially in relation to the humanitarian conflict they experienced.
PENDIDIKAN EDUCATION
Membangun Pendidikan, Mengentas Keterbatasan di Halmahera Selatan Developing Education, Overcoming Limitations in South Halmahera Oleh Udin
3
Oktober - November 2010
Volume V - edisi 60
Sebagai langkah awal, Save the Children menggandeng Pemerintah Daerah (BAPPEDA dan Dinas Pendidikan) bersama-sama menggali potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat penyebarlausan informasi terkait pengembangan KTSP ke seluruh wilayah kecamatan secara efektif dan terpadu. Selanjutnya diadakan rangkaian pelatihan dan dibentuk tim taktis terpadu terdiri dari para guru, pengawas, dan pegawai Dinas Pendidikan yang selanjutnya menyebarluaskan informasi dan melatih sebanyak mungkin guru sekolah agar mereka juga dapat mengembangkan model penyusunan KTSP secara partisipatif. Seorang tenaga ahli dari Pusat Kurikulum Depdiknas dari Jakarta memberikan pelatihan mengenai metode dan proses penyusunan kurikulum. Model yang dikembangkan untuk proses pelatihan ini dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar aktif, partisipatif dan intensif. Respons yang sangat luar biasa pun ditunjukkan oleh para peserta pelatihan ini. Setelah mengikuti pelatihan, terbentuk sebuah tim taktis yang terdiri dari 20 pelatih inti yang telah mempersiapkan program kerja. Agar pelatihan di tingkat sekolah dapat berjalan lebih efektif, Save the Children menyediakan perangkat pelatihan seperti sebuah LCD proyektor dan Laptop. Sayangnya, tenaga listrik belum menjangkau beberapa sekolah di daerah terpencil. Sebagai penggantinya, dibuatlah perangkat pelatihan dari bahan spanduk seperti yang biasanya digunakan untuk baliho-baliho kampanye Pilkada didaerah. Dengan demikian presentasi menyerupai lembaran-lembaran slideshow tetap bisa dilakukan oleh para stakeholder sekolah di beberapa daerah terpencil. Kegigihan dan dedikasi tim pelatih ini sangat luar biasa. Mereka tetap mengerjakan program kerja walaupun dalam jadwal yang sangat padat dan sering kali disertai dengan cuaca yang tidak bersahabat. Secara bahu-membahu mereka menunjukkan komitmennya untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik bagi anak-anak di Halmahera Selatan. Bahkan setelah program Save the Children di pulau Bacan berakhir, tim ini masih terus melakukan pelatihan penyebarluasan informasi tentang KTSP di hampir semua sekolah di Halmahera Selatan. Keberlanjutan program ini mendapat dukungan pendanaan dari pemerintah daerah (BAPPEDA dan Dinas Pendidikan) serta UNICEF. Selain itu kegiatan pelatihan yang dilakukan di sekolah telah didanai secara mandiri oleh masing-masing sekolah. Sebagai hasil dari jerih payah tim ini, hingga saat Save the Children menyelesaikan tugasnya di Halmahera Selatan, telah ada ratusan dokumen KTSP yang berhasil diselesaikan oleh sekolah, termasuk program pengembangan sekolah secara terpadu yang memungkinkan sekolah membuat perencanaan sekolah lebih terpadu dan bersinergi dengan kebijakan pembangunan pendidikan di daerah.
As a first step, Save the Children with the local government (BAPPEDA and Department of Education) jointly explored the potential that would be utilized to accelerate the development of KTSP related information to all districts in an effective and integrated manner. Subsequently they held a series of tactical trainings and formed an integrated team comprised of teachers, supervisors, and staff of the Department of Education to disseminate information and train school teachers so that they too can develop a model of participatory drafting for the KTSP. An expert from the Ministry of Education’s Curriculum Center from Jakarta provided training on methods and preparation for the curriculum. The model developed for the training process was designed in such a way that was really active, participatory and intensive. An extraordinary response was received from the participants of this training. After attending the training, a tactical team was formed consisting of 20 core trainers who prepared the work program. So training at the school level can be run more effectively, Save the Children provided training equipment such as LCD projectors and laptops. Unfortunately, electricity has not reached some of the more remote schools. Therefore, the training tools then included banners usually used for billboard in election campaigns. Presentation of slideshow-like pages is used by the stakeholders in some remote schools. The persistence and dedication of the core team is extraordinary. They continue to make advance on the work program, even though schedules are very tight and often they are often dealing with hostile weather. Together, they demonstrate their commitment to creating a better education system for children in South Halmahera. Even after the Save the Children program on the Bacan ended, this team continues to monitor the dissemination of information about KTSP through training in almost all schools in South Halmahera. The sustainability of this program was encouraged when they received funding support from local government (BAPPEDA and Department of Education) and UNICEF. In addition, training activities in the schools have been funded independently by each school. As a result of the efforts of this team, even after Save the Children finished its work in South Halmahera, there have been hundreds of successful curriculum documents completed by the schools, including documents regarding school development in integrated programs that allow schools to develop more integrated planning and synergize with education policy in the area.
Catatan penting Important notes Strategi pemberdayaan pelatih lokal merupakan langkah efektif penyebarluasan. Pelatih lokal lebih memahami budaya dan kebiasaan setempat sehingga lebih mudah diterima masyarakat. Lebih efisien mengundang satu atau dua tenaga ahli untuk melatih lebih banyak guru / peserta lokal dengan program yang lebih terfokus dan intensif. Perangkat pelatihan yang inovatif dapat mengatasi hambatan-hambatan yang membatasi dan mengurangi kualitas pelatihan sehingga penyajiannya dapat tetap menarik untuk dinikmati dan terserap oleh peserta pelatihan. Penyusunan strategi pelatihan dirancang sedemikian rupa untuk “membuktikan” atau membuat peserta “menemukan” sendiri poin penting dari sebuah pelatihan dapat memberi semangat luar biasa bagi peserta pelatihan. Dorongan untuk melakukan pelatihan secara mandiri akan datang saat mereka pada akhirnya mampu melihat poin penting dari sebuah pelatihan. Penting untuk mengembangkan sebuah proses perencanaan yang terpadu dan terbuka antar stakeholder agar ada sinergi antar program yang saling mendukung dan menjamin keberlanjutan serta dukungan atas pelaksanaan sebuah program di daerah.
Empowerment of local trainers is an effective step in dissemination. Local trainers better understand local customs and culture so that society is more accepting. It is more efficient to invite one or two experts to train more teachers / local participants with programs that are more focused and intensive. Innovative training devices are needed to overcome the obstacles that limit and reduce the quality of training so that the presentations are attractive to, enjoyed and absorbed by trainees. Preparation of a training strategy designed to "prove to" or make participants "discover" own key points from a training engender incredible passion in the trainees. The urge to continue training arises when they are finally able to see the key points from a training. It is important to develop an integrated and open planning process for stakeholders that is synergized with other programs and ensures sustainability and support for implementation of a program in the area.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Staf Dinas Pendidikan Halmahera Selatan / The writer is a staff member of the Halmahera Selatan Education Department Mobile : 081340329321 Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi penulis dan pak Bakri Samad (Pengawas TK SD Kab. Halmahera Selatan)/ For more information please contact the writer of Pak Bakri Samad (Primary Schhol HP 085214932149
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
4
PENDIDIKAN EDUCATION
I
stilah yang tidak tepat akan menimbulkan kesalahpahaman. Jika terjadi salah paham tentu dibutuhkan banyak upaya guna membetulkan persepsi yang keliru dalam masyarakat. Bahasa Indonesia mengenal kata ‘gratis’ sebagai cuma-cuma atau tidak dipungut bayaran. Bahasa Inggris pun mengenal ‘gratis’ sebagai without charge or payment, freely, free of charge, atau ‘grace’. Kata ‘gratis’ berasal dari Bahasa Latin ‘gratia’ yang berarti kerelaan, kerahiman, anugerah, kebaikan yang dialami oleh seseorang dari pihak seseorang yang lain. Dari sinilah timbul pengertian dalam masyarakat bahwa pendidikan gratis membebaskan orangtua dari segala macam pembayaran dan bahwa anak mereka hanya tinggal masuk sekolah dan belajar saja. Adakah pendidikan yang bebas biaya? Ditinjau dari segi eksistensiya, yaitu pengadaan sarana-prasarana pendidik an dan lembaga penyelenggara pendidik an dan operasionaisasi pendidikan, maka pendidikan sama sekali tidak bebas biaya. Begitu pula dari segi esensinya, yaitu proses peningkatan harkat dan martabat manusia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan mutu manusia Indonesia dalam melaksanakan ketertiban dunia, maka pendidikan justru butuh biaya. Mencermati segi eksistensi dan esensi pendidikan, istilah pendidikan gratis menjadi sebuah istilah yang sesuatu yang bertentangan dengan hakikatnya. Tidak ada pendidikan yang gratis. Nonsense-lah jika ada Pendidikan Gratis. Istilah ini lebih merupakan komoditas politik, bernuansa politik, yang disuarakan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Memang sukar bagi kita mencari istilah yang tepat guna menggambarkan ‘pendidikan gratis’. Istilah ‘pendidikan murah’ atau ‘pendidikan bebas’ pun tidak tepat. Tidak ada pendidikan yang bebas atau murah. Kita terpaksa menerima istilah ‘pendidikan gratis’ yang salah dan yang sudah memasyarakat. Sebelum dikonsumsi oleh masyarakat luas, pengertian dari istilah ini mesti disesuaikan dengan maksud yang sebenarnya. Tantangannya Selain sulit karena banyaknya upaya yang mesti dilakukan guna mengarahkan pandangan masyarakat kepada hakikat ‘pendidikan gratis’ yang sesungguhnya, pendidikan gratis juga bisa mengorbankan mutu guru. Para calon guru bisa saja mengadakan persiapan diri mereka sebagai bisnis, guru secara asal-asalan, “Jadi guru itu kan gampang. Asal ngomong saja!” Bukankah pendidikan yang akan mereka, guru, berikan itu bersifat gratis? Mereka, para guru, bisa mengabaikan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses pembelajaran, standar evaluasi pendidikan dan standar pengelolaan pendidikan. Mutu guru
This inexact term causes misunderstanding. Once that misunderstanding is in place, a lot of effort is needed to correct society’s misperception. Indonesians are familiar with the word 'gratis' as being free or free of charge. English also recognize ‘gratis’ as meaning without charge or payment, freely, free of charge, or 'grace'.The word 'gratis' comes from the Latin 'gratia', which means voluntary, mercy, grace, or kindness experienced by one party from another. From this arises the sense in the community that free education liberates parents from all sorts of payment and that their child only has to go to the school and study. Is there such a thing as free education? In terms of existence, namely the provision of educational infrastructure and institutional operations, and education providers, then education is not free from all costs. Similarly, in terms of its essence, namely the process of improving human dignity, the intellectual life of the nation and the quality of Indonesian people, then of course education has a cost. Looking at education in terms of existence and essence, the term free education has become a term that is contrary to its nature. There is no free education; it would be nonsense if education was free. This term is more of a political commodity with political nuances, voiced by certain parties to gain support from the people. It is difficult for us to find the appropriate term to describe 'free education'. The term ‘inexpensive education’ or ‘education for all' are not right either. No education is for all or ‘cheap’. We are forced to accept the term 'free education' even though it is wrong, as it is now popular in the community. Before being consumed wholely by the public, the meaning of this term should be adjusted in terms of actual intent. The challenge Besides the difficultly of convincing the public of the true nature of 'free education' ‘free’ education also sacrifices the quality of teachers. Prospective teachers may see themselves as a business, without care, "So being a teacher is easy. All you have to do it talk!” Is that not what it means when the education teachers provide is free?
Free Education? By Victor Ngantung
5
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
mesti tinggi agar mutu murid mereka pun tinggi. Pendidikan itu bukan hanya soal mengajar di kelas. Atau pembinaan kompetensi murid. Pendidikan merupakan media transformasi kebudayaan, kesusilaan, moral, agama. Itu adalah tentang hidup bangsa di masa depan. Pokoknya, soal harkat dan matabat bangsa di dunia internasional. Seberapa besar kita menghargai harkat dan martabat bangsa kita, demikian pula besarnya kita menghargai pendidikan kita.
The teachers can just ignore the National Education Standards, the standards of content, teacher standards, learning standards, standards of educational evaluation and management standards. However, quality of teachers must be high to ensure the quality of their students is high. Education is not just about teaching in the classroom, or enhancing competence in students. Education is a transformative media for culture, ethics, morals, and religion. It is about people living in the future, about the dignity of the nation in the international world. However much we appreciate the dignity of our nation, so should we appreciate our education.
Hakikatnya Dulu kita kenal konsep bahwa pendidikan itu adalah usaha nonbisnis, nirlaba, tidak mencari keuntungan. Sekarang kita tandai bahwa pendidikan adalah kinerja bisnis. Bisnis murni. Jangan salah paham dulu. Bisnis, bukan dalam arti profit generating effort, melainkan bisnis dalam arti need satisfying services. Pendidikan adalah kinerja pelayanan untuk memenuhi kebutuhan. Jika kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi dengan lebih baik dan lebih banyak oleh pendidikan, maka orangtua rela, ikhlas memberi sumbangan yang besar, lebih besar, kepada pendidikan. Profit generating effort adalah salah satu prinsip, dari dua sisi mata uang, yang berperan dalam usaha dagang. Need satisfying services adalah prinsip dalam dunia pendidikan. Makin maju sebuah lembaga pendidikan, makin besar sumbangan stakeholders-nya kepada lembaga pendidikan itu. Kenapa? Karena kebutuhan mereka dipenuhi dengan lebih baik oleh pihak sekolah. Makin besar sumbangan masyarakat, makin keren sekolah itu. Bukan makin mahal bayaran ke sekolah itu. Need satisfying services bukan soal murah-mahal saja. Kebutuhan atau need pun masih perlu dipisahkan dari wants, keinginan. Pendidikan itu ibarat pemberian air minum. Orang butuh minum. Sekolah memberi mereka minum. Tetapi, ada orang yang perlu minum air mineral, ada yang perlu minuman bersoda. Ada yang perlu minum teh; dia tidak mau (tidak perlu) minum kopi. Coba berikan apa yang dibutuhkan dan yang diperlukan oleh masyarakat. Dan lihat apa hasilnya. Makin meluber pelamarnya. Makin besar jumlah sumbangan mereka. Mereka rela. Siapa yang memenuhi kebutuhan dan keperluan masyarakat itu? Masyarakat dan Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kota). Jika masyarakat dan pemerintah mampu memenuhi kebutuhan dan keperluan peserta didik maka terciptalah ‘Pendidikan Gratis’. Anak didik tinggal belajar dan orang tua mereka memberi sumbangan kepada sekolah. Tidak dipusingkan soal murah atau mahal. Kalau orang tua sadar akan kebutuhan dan keperluan anak mereka, mereka akan berusaha membantu pendidikan di tempat anak mereka bersekolah. Tinggal satu hal, bagaimana dengan anak didik yang tidak mampu atau miskin? Telah banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan internasional untu mengatasi masalah itu.
Essentials Before we understood education to be a non-business enterprise and not for profit. Now we realize education is a business. Pure business. Don’t misunderstand, it’s business, not in terms of profit generating effort,but business in the sense of needs satisfying services. Education is the performance of services to meet needs. If community needs can be better met with education, then parents are willing to donate well, very well, to education. Profit generating efforts are one principle, from two sides of a coin, which play a role in trade. Need satisfying services are a principle in education. The more advanced an educational institution, the greater the contribution from the stakeholders to the educational institution. Why? Because their needs are met by the school. The bigger the community donations, the better the school, not necessarily more expensive fees. Need satisfying services are not about cheap-expensive courses. Requirements or needs still need to be separated from wants and desires. Education is like giving water. People need a drink. School gives them that drink. However, there are people who need to drink mineral water and there are those who need to drink soft drinks. There are those who need to drink tea, they do not want (don’t need) to drink coffee. Try to give what is needed and required by society and see what results. Applicants will overflow and their donations will be even greater.They are willing. Who will meet the needs and requirements of society? Communities and local government (central, provincial, district, city). If society and the government are able to meet the needs and requirements of learners, 'Free Education' will have been created. Students will then just have to learn and their parents will donate to the school. They won’t be bothered about inexpensive or expensive. If parents are aware of their child's needs and requirements, they will try to help their child's education in school. What about students who are unable or poor? There have been many efforts made by the government, civil society and international development partners to tackle the problem.
Realisasinya Dalam konteks pendidikan gratis, secara filosofis, pendidikan adalah kegiatan yang membutuhkan tanggung jawab dari semua pihak. Begitu menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Secara sosiologis, pendidikan merupakan wahana pengukur mutu kehidupan masyarakat. Secara yuridis, Undang-Undang Sisdiknas memberi peran yang besar kepada masyarakat, di samping kepada pemerintah. Ada rencana pemerintah untuk Pendidikan Dasar Gratis di SD dan Madrasah Ibtidaiyah, dan SMP dan Madrasah Tsanawiyah. Secara kultural, ada peningkatan harkat dan martabat manusia yang dijanjikan oleh Pendidikan gratis. Secara bujeter, ada anggaran negara untuk pendidikan, ada gaji guru, ada dana Bantuan Operasional Sekolah sebagai penunjang, ada dana Pemerintah Provinsi, ada dana sertifikasi, ada tunjangan mengajar, ada dana bagi guru di daerah terpencil. Beberapa waktu mendatang akan kita lihat keberhasilan realisasi Pendidikan Gratis.
Realization In the context of free education, philosophically, education is an activity that requires responsibility from all parties. So it is according to the Law on National Education System. Sociologically, education is a vehicle for measuring the quality of life. Legally, the National Education Act gives the public a large role, in addition to the government. There are government plans for the Primary Education in primary and government elementary schools, and junior high schools and Madrasah Tsanawiyah. Culturally, there is increased human dignity promised by free education. Budget-wise, there are state budgets for education; there are teacher salaries, School Operational Assistance funds, provincial government funding, no certificate funds, benefits for teachers, and funding for teachers in remote areas. In the future we will see the successful realization of Free Education.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah pemerhati pendidikan dan dapat dihubungi melalui email
[email protected] Lebih banyak tulisan tentang pendidikan di http://victor.ngantung.tumblr.com / The writer is an observer of education and can be contacted at
[email protected]. Other articles can be read at
[email protected]
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
6
PENDIDIKAN EDUCATION
SIKOLAH MOMBINE Sekolah Perempuan untuk keberdayaan politik School for Women’s Political Empowerment Oleh Mutmainah Korona “Saatnya perempuan bicara”
K
aum perempuan dan kelompok marginal lainnya kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif yang menimbulkan ketimpangan ekonomi, sosial dan budaya, hukum, maupun politik. Hal ini juga terjadi di Kabupaten Poso dan Donggala, di Sulawesi Tengah. Minimnya pelayanan kesehatan di daerah ini berimplikasi pada tingginya angka kematian ibu dan bayi, dan banyak anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Selain itu, kekerasan, khususnya terhadap kaum perempuan, masih menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat di daerah yang pernah mengalami konflik kemanusiaan ini. Pada tahun 2009, upaya untuk mendorong pemenuhan hak kaum perempuan termasuk peningkatan kapasitasnya menjadi bagian dalam agenda persiapan pemilihan umum legislatif. Saat itu Pemerintah Kabupaten Donggala melansir Peraturan Daerah bertajuk Partisipasi dan Keterlibatan Perempuan dan Pemerintahan Desa (PKPPD). Ini merupakan kesempatan untuk mendorong partisipasi politik perempuan di semua level jabatan struktural yang strategis dan sejalan dengan tuntutan pengarusutamaan gender (gender mainstreaming). Lahirnya Perda Partisipasi dan Keterlibatan Perempuan dalam Pemerintahan Desa (PKPPD) juga menjadi tantangan besar terutama karena banyak yang meragukan kepemimpinan perempuan. Regulasi
7
Oktober-November 2010
"It’s time for women to speak” Women and other marginalized groups often receive discriminatory treatment that causes economic, social and cultural, legal, and political inequality. This is also the case in Poso and Donggala in Central Sulawesi. The lack of health services in this area are linked to the high rates of maternal and infant mortality, and many children do not receive full immunization. In addition, violence, particularly against women, is still a part of community life in areas that have experienced humanitarian conflict. In 2009, efforts to encourage the fulfillment of the rights of women, including increased capacity, became part of the agenda in preparation for legislative elections. At that time the Government of Donggala launched a regional regulation entitled Participation and Involvement of Women in Village Governance (PKPPD). This was an opportunity to encourage women's political participation at all structural levels in line with the demands of gender mainstreaming. The birth of the PKPPD regulation was a significant challenge, especially since many doubt women's leadership skills. Regulations that require 30 percent of total legislators be female
Volume V - edisi 60
yang mempersyaratkan jumlah 30 persen perempuan dari total anggota legislatif pada semua tingkatan lembaga menunjukkan tingginya harapan rakyat terhadap representasi perempuan dalam ranah politik. Pada sisi yang lain, kapasitas perempuan dalam memenuhi harapan masyarakat dianggap masih belum cukup dan diperparah dengan stereotipe di kalangan masyarakat yang menilai perempuan lebih cocok beraktivitas di wilayah domestik daripada di wilayah publik yang dikhususkan bagi laki-laki. Fenomena ini kemudian melatarbelakangi Kelompok Pemerhati Perempuan dan Anak (KPPA) menggagas sebuah pendidikan politik praktis bagi perempuan yang diberi nama Sikolah Mombine. Sikolah mombine adalah sebuah sekolah khusus bagi perempuan belajar tentang politik sekaligus menjadi laboratorium pendidikan politik secara berjenjang. Dalam sekolah ini, peserta didik belajar memahami substansi masalah, meloby, mempengaruhi kebijakan, beberapa konsep dasar terkait isu gender seperti gender budgeting, perlindungan anak, hak minoritas, hak reproduksi, pluralisme, perempuan dan lingkungan hidup, dan bagaimana kepemimpinan politik begitu penting. Saat didirikan pada November 2009, Sikolah Mombine menggunakan sebuah rumah kontrakan di kelurahan Lambara Kecamatan Palu Utara. Mutmainah Korona, Direktur Komunitas Peduli Perempuan dan Anak, menjelaskan saat baru didirikan, siswa sekolah ini adalah 28 perempuan berusia 20 hingga 40 tahun. Di antara siswa tersebut, ada 7 perempuan yang menjadi Calon Legislatif di Pemilu 2009. Saat ini Sikolah Mombine telah beroperasi di dua kota, yakni Palu dan Poso. Sebanyak 65 alumni telah dihasilkan dari sekolah ini. Metode pembelajaran yang diberikan di Sikolah Mombine meliputi outclass dan inclass. Pemaparan materi dilakukan dengan cara presentasi, curah pendapat, diskusi, dan tanya jawab dengan frekuensi pertemuan tiga kali dalam seminggu. Tenaga pengajar tetap di sekolah ini terbilang unik, yaitu para aktivis yang telah berpengalaman dan aktif mengikuti dinamik politik nasional dan lokal. Sedangkan yang menjadi dosen tamu adalah praktisi politik, budayawan, serta pekerja profesional lainnya yang berpengalaman. Mata Kuliah/Pelajaran yang diajarkan pada tingkat Dasar (Mogombo) antara lain adalah ’mengenal gender dan diskriminasi terhadap perempuan’, ’gender dalam budaya lokal’, Hak Azasi Manusia, Hak dan Kesehatan Reproduksi Perempuan, Pluralitas dan Penghargaan terhadap Kaum Minoritas, Demokrasi dan Tata Pemerintahan yang Baik, serta Kepemimpinan. Setelah menempuh pendidikan di Sikolah Mombine, para siswanya diharapkan dapat menjadi kader perempuan yang berkualitas dan potensial bagi partai politik, mempunyai kapasitas politik dalam mempengaruhi kebijakan publik sesuai dengan kebutuhan rakyat khususnya perempuan dan anak, serta mampu mengkonsolidasikan gerakan politik perempuan baik di tingkat nasional maupun di daerah.
at all levels demonstrate the high expectations of the people for representation of women in the political sphere. On the other hand, capacity to meet expectations is still not enough, and is exacerbated by stereotypes which focus on women's activities in the domestic sphere rather than in the public realm, which is more often reserved for men only. This phenomenon drove the Kelompok Pemerhati Perempuan dan Anak (KPPA) to initiate a practical political education program for women, which they called Sikolah Mombine. Sikolah Mombine is a special school for women to learn about politics, as well as a laboratory of political education in stages. In this school, students learn to understand the substance of the problem, how to lobby, influence policy, basic concepts related to gender issues, such as gender budgeting, child protection, minority rights, reproductive rights, pluralism, women and the environment, and why political leadership is so important. When it was founded in November 2009, Sikolah Mombine was based in a rented house in the village of Lambara, North Palu sub-district. Mutmainah Corona, Director of Komunitas Peduli Perempuan dan Anak, explained the newly established school’s students included 28 women, aged 20 to 40 years. Among these students, there were 7 women who became Legislative Candidates in the 2009 Election. Currently Sikolah Mombine is operating in two cities, namely Palu and Poso. A total of 65 alumni have been produced from these schools. The learning method used in Sikolah Mombine includes ‘outclass’ and ‘inclass’. Material is taught through presentations, brainstorming, discussions, and question and answer, during the thrice weekly meetings.The permanent teachers in this school are unique and are activists who have experienced and actively participated in national and local political dynamics. Meanwhile, the guest lecturers are political, and cultural practitioners and professional workers with key experience. Lessons taught at the basic level (Mogombo), among others, include introduction to gender and discrimination against women, gender in local culture, human rights, women's rights and reproductive health, plurality and minorities, democracy, good governance and leadership. After studying at Sikolah Mombine, students are expected to join the cadre of qualified women and become potential leaders in political parties, with the political capacity to influence public policy in accordance with the needs of the people, especially women and children, and be able to consolidate the political movement of women both nationally and in the local area.
Metodologi & kurikulum Jenjang Belajar Basic
Output •Membongkar Perspektif, •Merubah Paradigma, •Aktualisasi diri
Menengah
•Motivasi bergerak, •Keterlibatan dalam Kebijakan Publik, •Kemampuan analisis sosial
Keahlian
• Mempersiapkan perempuan menempati posisi strategis di masyarakat
• Paham lingkungan sosial, • Peka dengan realitas sosial, • Lebih percaya diri • Mampu memetakan problem sosial dan pemecahannya • Proaktif mempengaruhi proses pengambilan keputusan disemua level, • Kemampuan pengorganisasian sosial(kepemimpinan) • Kemampuan membuat skenario perubahan, • Kemampuan menjangkau dan dijangkau publik
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION KPPA Sulteng (Komunitas Peduli Perempuan & Anak Sulawesi Tengah) Jl. Cemara IV No. 6 Donggala Kodi Palu Barat Kota Palu Sulawesi Tengah Indonesia Phone 0451-261088 E-mail :
[email protected] Website : www.kppa-sulteng.org
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
8
PENDIDIKAN EDUCATION
Menyebarkan Praktik Terbaik hingga ke Pegunungan Aktivitas Master Teacher Trainer DBE 2 di Masa Transisi Spreading Best Practices to the Hills Master Teacher Trainer Activity from DBE 2 in the Transitional Period Oleh Ina Rahlina
A
roma khas tanah menguap ke angkasa. Hujan seolah tak henti The unique scent of earth blends into the air. The seemingly menyirami Kecamatan Watang Sawitto, Kabupaten Pinrang sejak endless rain has soaked Watang Sawitto sub-district, Pinrang, tim DBE 2 USAID meninggalkan daerah ini. Jembatan darurat since the DBE 2 USAID team left the area. The emergency bridge is terlihat kabur di antara titik air hujan di kaca jendela depan hardtop blurry between the raindrops on the windshield of the hardtop yang kami tumpangi. Tiba-tiba suasana hening mencekam. Tak ada lagi that we were riding in. Suddenly there was tense silence. No more laughter. Unlike most bridges, this 6-meter long bridge consisted gelak tawa. Berbeda dengan jembatan pada umumnya, penampang jembatan of only two iron rods. The driver has to aim precisely so his tires sepanjang 6 meter ini hanya terdiri dari dua batang besi. Pengemudi harus align with the bars to cross over. For about five minutes we looked at each other tensely,'' membidik secara tepat agar ban mobilnya bisa berada tepat di atas besi said Abrar Usman, Master Teacher Trainer (MTT) from DBE 2, as he yang akan dilalui. ‘’Sekitar lima menit kami saling memandang dengan perasaan recalled the trip to Pinrang, which involved a DBE 2 team of tegang,’’ ujar Abrar Usman, Master Teacher Trainer (MTT) DBE 2 dari facilitators trying to reach a remote district in Pinrang, in the Kabupaten Pinrang mengenang perjalanan tim fasilitator DBE 2 mountains of Suppirang. In addition to Abrar, the team also menjangkau salah satu kecamatan terpencil di Kabupaten Pinrang, included three other facilitators- Sabariah, Hastuti, and Rezky Kecamatan Lembang, yang berada di atas pegunungan Suppirang. Selain Rashid, and Therese Tarang, a member of Commission C DPRD Abrar, tim tersebut juga diikuti oleh tiga fasilitator lainnya; Sabariah, Pinrang, who facilitated the training implementation and Hastuti, Rezky Rasyid, dan Theresia Tarang anggota Komisi C DPRD Pinrang replication. Lembang is not an area or yang memfasilitasi pelaksanaan partner for DBE 2 USAID replikasi tersebut. i m p l e m e n t a t i o n . Lembang bukan merupakan Administratively, the district is daerah mitra pelaksanaan DBE 2 located in Pinrang districts, but to U S A I D. S e c a r a a d m i n i s t r a t i f, get there the team had to travel kecamatan ini berada dalam wilayah for about 4 hours and across the Kabupaten Pinrang, namun mereka t w o d i s t r i c t s , Po l m a s a n d harus menempuh perjalanan sekitar Mamasa, to train 93 teachers from 4 jam dan melintasi dua Kabupaten; 12 non-partner schools who were Polmas dan Mamasa untuk melatih interested in applying the Active, 93 guru-guru dari 12 sekolah non Creative, Effective, and Fun Basic mitra yang tertarik menerapkan Package (Pakem), one of the Paket Dasar; Pembelajaran Aktif, training packages offered by DBE Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan 2 USAID. The training took place in (Pakem), salah satu paket pelatihan SD 199 Suppirang, in Sali hamlet, DBE 2 USAID, di SD 199 Suppirang, Suppirang village, Lembang. Kampung Sali, Desa Suppirang, Replikasi Paket Dasar di sekolah non mintra DBE 2 SD 199 Suppirang Kabupaten The struggle to Lembang. Pinrang//Replication of the Basic Packagae for non DBE2 Partner school in Pinrang disseminate best practices for Perjuangan fasilitator active learning and fun was not menyebarkan praktik terbaik agar pembelajaran aktif dan menyenangkan tak saja terdengar dari Pinrang. Di just experienced in Pinrang. In Soppeng district, the facilitating Kabupaten Soppeng, tim fasilitator Sudirman, Mas’ati, dan Tahir harus team of Sudirman, Mas'ati, and Tahir had to walk through the berjalan kaki melintasi hutan dan jurang yang berjarak sekitar 8 km dari woods and into a ravine about 8 km from Takkalalla, the capital of Kampung Takkalalla, Ibu Kota Kecamatan Marioriwato ke SD Wae Pute Marioriwato sub-district, to the Wae Pute SD to assist teachers in untuk mendampingi guru-guru non mitra yang telah mengikuti replikasi the replication of Indonesian and Science Package Training. Supporting SD Wae Pute is only one of the DBE 2 USAID Paket Pelatihan Bahasa Indonesia dan Paket Sains. Pendampingan SD Wae Pute ini merupakan salah satu activities in 58 non-target sub-districts, including Lilirilau and pendampingan yang dilakukan MTT DBE 2 USAID kepada 58 sekolah non Marioriwawo, Soppeng, which were conducted in late 2009. The binaan se-Kecamatan lilirilau dan Marioriwawo, Soppeng, yang dilakukan distance that the team travelled was quite tiring, but “fatigue
9
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
disappeared when we were met akhir 2009 lalu. ‘’Jarak yang kami with the enthusiasm of teachers tempuh memang cukup for learning to be more melelahkan, tapi letih itu hilang professional,” said Sudirman, saat bertemu dengan guru-guru part of the MT T Lalabata yang semangat untuk belajar agar Soppeng team. lebih profesional,’’ ujar Sudirman, From exhausting travel MTT Gugus Lalabata Soppeng. in Soppeng and Pinrang to yet Jika Soppeng dan Pinrang another success story from harus menempuh perjalanan Sidrap. In this district, the melelahkan, lain lagi dengan transition teams were cerita sukses dari Kabupaten institutionalized by a decree Sidrap. Di kabupaten ini, tim from the Bupati of Sidrap to transisi yang di-SK-kan langsung simultaneously provide training oleh Bupati Sidrap tersebut for the Basic Package for one secara simultan selama sebulan month to 217 non-partner melatih Paket Dasar kepada 217 Pendampingan di sekolah non mitra DBE 2, SD 139 Takebbeng, Marioriwawo, schools in 11 sub-districts in s e k o l a h n o n m i t r a d i 1 1 Soppeng / Proviing support in a non DBE2 partner school in Soppeng Sidrap. The MTT Sidrap team, Kecamatan se-Kabupaten Sidrap. Muh Basri, Zakaria, Tenri Bibi, 4 MTT Kabupaten Sidrap, Muh and Abidin split into two teams to implement the Basic Training Basri, Zakaria, Tenri Bibi, dan Abidin dibagi dalam dua tim untuk Package in the 11 sub-districts. ''There was truly extraordinary melaksanakan Pelatihan Paket Dasar di 11 Kecamatan. ‘’Sambutan guru response from the teachers and many trainees found the teaching sungguh luar biasa, banyak peserta pelatihan yang merasa terbantu methods presented were very useful,'' said Muh Basri. dengan metode pengajaran yang diberikan,’’ ujar MTT Gugus The MTT in Pitu Riawa, Tenri Bibi, recounted how a teacher Maritenggae, Muh Basri. admitted regret that he taught with intimidation. ''I am sorry for MTT Pitu Riawa, Tenri Bibi, menuturkan, seorang guru mengaku this style of teaching with grim faces. It does not benefit the child. menyesal karena selama ini mengajar dengan wajah seram. ‘’Saya Now we know the solution, I will teach with a smile through menyesal selama ini mengajar dengan wajah seram dan itu tidak PAKEM,'' said Tenri echoing the words of Ambo Tang Mole, a 6th bermanfaat bagi anak. Kini kami tau solusinya biar mengajar dengan grade teacher in Tanru Tedong after the training. senyum lewat PAKEM,’’ ujar Tenri menirukan komentar Ambo Tang Mole, Appreciation was also expressed by Megawati Baranti, a 6th guru kelas 6 SD 10 Tanrutedong usai pelatihan. grade teacher. She admitted that she had 20 years of teaching but Apresiasi serupa juga dikemukakan Megawati guru kelas 6 SD Baranti. had never discovered solutions like those presented in the PAKEM Ia mengaku sudah 20 tahun mengajar dan belum pernah menemukan training from DBE 2 as developed by USAID.The enthusiasm shown solusi pembelajaran seperti yang diperoleh di pelatihan PAKEM yang by participants was demonstrated by Gustia, 1st grade teacher dikembangkan oleh DBE 2 USAID. Antusiasme peserta pelatihan juga from Arawa, who asked the facilitator for another day of training ditunjukkan oleh Gustia, guru kelas 1 SD 1 Arawa dengan meminta after it ended. fasilitator tambah pelatihan satu hari setelah pembelajaran usai. In the fifth year of the program in South Sulawesi, the Di tahun kelima program DBE 2 di Sulsel, permintaan replikasi paketdemand for replication of training packages continues to rise. The paket pelatihan terus meningkat. Koordinator Monitoring dan Evaluasi Coordinator of Monitoring and Evaluation (ME), DBE 2 USAID in (ME) DBE 2 USAID Sulawesi Selatan, La Malihu, melaporkan, di masa South Sulawesi, La Malihu, reported that in the transition period transisi, pergerakan replikasi DBE 2 meningkat drastis. replication of DBE 2 programs increased dramatically. Di masa transisi ini, DBE 2 tak hanya melayani 18 kecamatan di 9 In this transitional period, DBE 2 not only serves 18 districts in Kabupaten/Kota di Sulsel tapi meluas hingga daerah-daerah non mitra. 9 districts and municipalities in South Sulawesi, but has extended Praktik-praktik terbaik DBE 2 dalam meningkatkan kualitas pendidikan to non-partner regions. The Best Practices from DBE 2 in improving dasar di daerah ini terus menular ke kecamatan non mitra, termasuk the quality of basic education in this area continue to spread to daerah terpencil seperti Suppirang di Kabupaten Pinrang. non-partner districts, including remote areas such as Suppirang, Selama delapan bulan, Januari-Agustus 2010, tercatat 60 kegiatan Pinrang district. replikasi di 9 kabupaten kota. Pada bulan Januari-Juni 2010, Kabupaten For eight months, from January to August 2010, there were Enrekang mendominasi replikasi. Juli-Agustus 2010, animo tersebut 60 replication events in 9 districts and cities. In January- June 2010, bergeser ke Kabupaten Sidrap yang telah mereplikasi Paket Dasar di Enrekang dominated replication. From July-August 2010, interest seluruh kecamatan, 11 kecamatan se-Kabupaten Sidrap. shifted to Sidrap. The Basic Package has been replicated in all 11 Secara umum, sejak awal program 2006-Agustus 2010, ME sub-districts of Sidrap. melaporkan 146 kegiatan replikasi. ‘’Di tahun ke lima ini permintaan In general, since the beginning of the program in 2006 to replikasi paket pelatihan terus meningkat setiap bulan,’’ ujar La Malihu. August 2010, there have been 146 replication activities. ''In the fifth Program transisi ini mendapat sambutan baik dari pemerintah daerah; year, demand for training package replication continues to tercermin dari banyaknya permintaan dari kabupaten-kabupaten non increase every month,'' said La Malihu. mitra DBE 2 untuk menerapkan pelatihan-pelatihan DBE 2, tidak hanya di The transition program was well received by local Sulawesi Selatan, tapi juga di enam provinsi binaan DBE 2 lainnya, Aceh, governments, reflected in the many requests from non-partner Sumatera Utara, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. districts to implement DBE 2 training, not only in South Sulawesi, Melalui program transisi di tujuh provinsi tersebut, program DBE 2 but also in the six target provinces of Aceh, North Sumatra , West telah ditularkan kepada lebih dari 29.000 guru di 54 kabupaten nonJava, Banten, Central Java and East Java. binaan DBE 2. Sekitar 85% dari 520 kegiatan transisi telah dilaksanakan During transition program implementation in seven dengan menggunakan dana dari pemerintah daerah. Hal ini provinces, the program reached more than 29,000 teachers in 54 menunjukkan minat yang cukup tinggi dari kabupaten dan sekolah districts which were not targeted by DBE 2. About 85% of 520 untuk menerapkan program DBE 2 yang diharapkan mampu transition activities have been carried out using funds from local meningkatkan kapasitas guru dan kualitas pendidikan dasar di tiap governments. This shows a fairly high interest from districts and kabupaten. schools to implement the program, which aims to increase the capacity of teachers and quality of basic education in each district.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION
Ina Rahlina
[email protected] or http://www.dbe-usaid.org/
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
10
PNPM-MP, “Dewa Penyelamat ?” Catatan dari Rampi PNPM-MP: Saviours? Notes from Rampi Oleh Muin Kubais M. Zeen
R
ampi adalah salah satu kecamatan terisolir dan miskin di negeri yang kaya sumber daya alam. Populasi masyarakat di Kecamatan Rampi hingga pertengahan tahun 2010 adalah 2.828 jiwa yang tersebar di Desa Leboni, Sulaku, Onondowa, Dodolo, Rampi dan Desa Tedeboe. Sebagian besar masyarakat Rampi masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kondisi ini, hanya sedikit sekali keluarga yang mampu membiayai sekolah anaknya hingga tingkat perguruan tinggi. Sebagian besar masyarakat Rampi bersyukur dapat menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang SMP dan SMA. Tidak hanya miskin, daerah ini juga dapat dikatakan tertinggal. Telah lama daerah ini menantikan perhatian yang layak dari pemerintah, khususnya untuk pembangunan infrastruktur jalan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hingga sekarang, masyarakat di kecamatan ini dan siapa saja yang ingin berkunjung ke sana masih menggunakan jalanan rintisan yang dibuat pada masa pemerintahan Belanda, menyipir lereng-lereng gunung dan hutan belantara.
11
Oktober-November 2010
Rampi is just one of the isolated and impoverished subdistricts in this country which is also rich in natural resources. Rampi’s population, as of mid-2010, is 2,828 peoples scattered through the villages of Leboni, Sulaku, Onondowa, Dodolo, Rampi and Tedeboe. Most of the community still lives below the poverty line. With these conditions, only very few families are able to finance their children's school to college level. Most people are grateful to finish education at junior high and high school levels. Not only poor, this region also can be described as lagging. This area has long been waiting for proper attention from the government, especially for development of road infrastructure needed by the community. Until now, the people in this district and anyone who wants to visit still use the paths dating from the Dutch era to go up the steep slopes of the mountains.
Volume V - edisi 60
Sebagai sebuah daerah pegunungan di utara Ibukota Kabupaten Luwu Utara, Masamba, jarak yang relatif tidak terlalu jauh dari Masamba (sekitar 87 kilometer) namun sebagian besar merupakan tanjakan curam dengan kondisi jalanan yang rusak parah dan sangat berbahaya. Jalur alternatif untuk mencapai kota ini, adalah melalui Kecamatan Badangkai, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah yang berjarak 277 kilometer dari Masamba. Dari Badangkai ini, desa pertama di Kecamatan Rampi masih berjarak sekitar 30 kilomoter. Belum adanya infrastruktur jalan yang memadai di kecamatan Rampi melambungkan tarif ojeg, satu-satunya alat transportasi yang dapat digunakan untuk mencapai daerah ini. Tarif termurah ojeg dari jalan utama menuju desa ini adalah sebesar 350 ribu sampai dengan 1 juta rupiah hanya dapat dinikmati saat musim panas. Di musim penghujan, tarif ojeg berkisar 750 ribu sampai dengan 1,5 juta rupiah. Sebuah nilai yang fantastis bagi masyarakat Rampi yang sebagian besar adalah petani. Jika ingin berjalan kaki – dan ini menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat Rampi yang tidak mampu membayar ojeg – desa-ibukota kecamatan Rampi dapat dicapai dengan berjalan kaki selama sehari penuh saat musim panas dan dua hari selama musim penghujan. Infrastruktur jalan yang buruk juga menjadi tantangan terbesar masyarakt dalam memasarkan hasil pertanian dan perkebunan mereka. Ketimbang kota Masamba, masyarakat lebih memilih memasarkan hasil pertanian dan perkebunannya di Kecamatan Bada, Provinsi Sulawesi Tengah. Selain menghambat pemasaran, buruknya kondisi jalanan yang menghubungkan daerah ini dengan daeah lain di sekitarnya juga menyebabkan tingginya harga kebutuhan hidup sehari-hari di Rampi. Tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat Rampi akibat kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap daerah ini tidak menyurutkan semangat mereka. Masuknya beberapa program pemberdayaan masyarakat seperti Program Pengembangan Kecamatan Mandiri pada tahun 2006 dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pada tahun 2008 membuka mata mereka akan potensi-potensi lain yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan mereka. Bersama fasilitator masyarakat yang bertugas di desa-desa di Rampi, masyarakat kini telah memiliki prasarana air bersih dan irigasi. Mereka membangun jembatan dan beberapa pekerjaan konstruksi lain dengan memanfaatkan dana bantuan dari program-program pemberdayaan masyarakat tersebut. Selain itu, masyarakat juga mulai berupaya untuk meningkatkan perekonomian mereka dengan membentuk koperasi simpan pinjam khusus bagi kaum perempuan. Koperasi ini menyalurkan pinjaman kepada anggota kelompok dengan suku bunga pinjaman yang relatif rendah, yakni 1,125%. Anggota kelompok biasanya menggunakan dana pinjaman untuk membeli sapi, kuda, membuat tambak ikan sederhana, dan membuka kios untuk menjual barang kebutuhan sehari-hari. Walaupun perkembangan koperasi ini relatif lebih lambat, namun beberapa anggota kelompok SSP telah merasakan manfaat yang besar, tidak hanya terhadap perekonomian keluarga mereka namun juga terhadap perkembangan wawasan dan kemampuan sosial lainnya. Kini lebih banyak perempuan di daerah ini yang percaya diri untuk berbicara di depan umum, berpikir lebih kritis, mengetahui manfaat dari berorganisasi, dan memahami pembukuan sederhana untuk pengelolaan keuangan keluarga. Secara tidak langsung masyarakat Rampi belajar dari prinsip-prinsip yang diteladankan oleh para fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan, seperti transparansi dan pengorganisasian. Merasakan manfaat dari upaya mandiri mereka dan perubahan positif yang terjadi di desanya, masyarakat kerap menganggap program PNPM Mandiri Perdesaan sebagai ‘dewa penyelamat’. Kini mereka pun siap menyambut Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif, sebuah wajah baru yang diharapkan dapat membawa manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Rampi.
A mountainous area north of the capital of North Luwu, Masamba, the village is not that far from Masamba (about 87 kilometers) but the steep grade and badly damaged roads is very dangerous. Alternative ways to reach this location include going through Badangkai subdistrict, Poso district, Central Sulawesi province, a distance of 277 kilometers from Masamba. From Badangkai, the first village in Rampi is still about 30 kilometers away. Lack of adequate road infrastructure in Rampi has led to huge motorcycle taxi tariffs, the only means of transportation that can be used to reach this area. The cheapest fare from the main road to this village in Rp350,000 and it can cost Rp1 million. These fares can only be enjoyed in the hot season. In the rainy season, rates range from Rp750,000 up to Rp 1.5 million. An unreal price for Rampi community members, who are mostly farmers. If you want to walk - and this becomes the only option for people who cannot afford the motorcycle taxis - the subdistrict capital can be reached by walking for a full day during the summer and for two days during the rainy season. Poor road infrastructure is also the community’s biggest challenge in terms of selling their crops and produce. Rather than going to Masamba, people prefer to market their agricultural produce in Bada, Central Sulawesi province. In addition to inhibiting markets, the poor condition of roads connecting this region with other nearby areas also results in increased prices of daily necessities in Rampi. The challenges faced by Rampi population due to the lack of attention from local governments of this region did not dampen their spirits. Several community development programs, such as the Kecamatan Development Program in 2006 and the National Community Empowerment Program (PNPM) in 2008, opened their eyes to the potential to improve their lives. Together with community facilitators working in villages in Rampi, people now have clean water and irrigation infrastructure. They have built bridges and other facilities by utilizing funds from these programs. Moreover, people also began working to improve their economy by establishing savings and credit cooperatives specifically for women. Cooperative loans are available to members with relatively low interest rates, namely 1.125%. Group members typically use loan funds to buy cows, horses, make simple fish ponds, and open kiosks to sell basic goods. Although the development of cooperatives is relatively slow, some members of the groups have felt great benefits, not only to the economy of their families but also to the development of analysis and other social skills. Now more women in this region are willing to speak in public, think more critically, can understand the benefits of association, and can understand simple bookkeeping to manage family finances. Indirectly Rampi community members have learned from the principles promoted by the facilitators of PNPM Rural, such as transparency and organization. Due to the benefits of their own efforts and positive changes that have occurred in the village, people often consider the PNPM Rural program as a 'savior god'. Now they are ready to welcome the Participatory Development System Program, a new face that is expected to bring even greater benefits to the community of Rampi.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Fasilitator Kecamatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Kecamatan Rampi, Kab. Luwu Utara, Sulawesi Selatan dan dapat dihubungi melalui hp 081334252446 dan email
[email protected] / the writer is a PNPM Rural Sub-district facilitator in Rampi, Luwu Utara, South Sulawesi, and can be contacted at 081334252446 dan email
[email protected]
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
12
Pemerintah Kabupaten Sumba Timur Mengadakan Pemetaan Outcome East Sumba District Government Embraces Outcome Mapping Oleh Greg Rooney
S
ebuah kegiatan yang sangat menarik diadakan di Waingapu, Sumba Timur, pada 3-6 Agustus 2010. Sebanyak 52 partisipan (31 laki-laki dan 21 perempuan) dari berbagai SKPD (termasuk 3 dari tingkat kecamatan) mengambil bagian dari pelatihan selama empat hari dalam perencanaan menggunakan pendekatan Outcome Mapping yang diadopsi dari dan digunakan oleh Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II. Kegiatan seluruhnya diorganisir dan didanai oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Timur dan ini merupakan pertama kalinya Outcome Mapping diperkenalkan pada jajaran pemerintah dan perencana yang ada di Indonesia. Seorang panitia pelaksana mengatakan, “Tahun lalu, beberapa dari kami (pegawai pemerintah) diundang oleh ACCESS Phase II untuk menjadi bagian dari tim penilaian proposal Mitra ACCESS. Kami
13
Oktober-November 2010
A remarkable and exciting event was held in Waingapu, East Sumba during the week of 3-6 August 2010. 52 participants (31 male and 21 female) from different SKPDs (including 3 from sub district level) took part in a 4-day training in planning using the Outcome Mapping approach adopted and used in the Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II. This event, completely organized and paid for by the East Sumba District Government, was the first time that Outcome Mapping has been introduced to government officials and planners anywhere in Indonesia. As one of the organizers said, “Last year, some of us (government officials) were invited by ACCESS Phase II to be part of the appraisal team for ACCESS
Volume V - edisi 60
sangat terkesan atas kualitas dari rencana-rencana yang ada, integrasi antara pemantauan dan evaluasi dalam proses perencanaan dan yang paling penting, fokus pada perubahan perilaku dari seluruh pelaku pembangunan. Kami merasa bahwa pendekatan ini dapat membantu kami selaku pemerintah kabupaten untuk membuat perencanaan pembangunan yang lebih baik, sehingga kami mengusulkan training ini dilakukan bagi seluruh SKPD”. Selama empat hari pelatihan, para peserta dapat mengikuti seluruh proses perencanaan mulai dari visioning / penentuan tujuan hingga desain detail dari sebuah program termasuk perkembangan indikator dari proses mencapai tujuan. “Apa yang sangat berkesan bagi saya adalah bahwa pendekatan Outcome Mapping benarbenar membahas mengenai outcome dan dampak dari sebuah program, sesuatu yang kami belum dapat jangkau dari sistem yang ada,,” kata Bapak Muhammad Fadlul, S.Km,M.Kes, Kepala Bidang Statistik dan Pelaporan, seorang peserta pengamat dari tim pemantauan dan evaluasi BAPPEDA. Para peserta merasakan banyak manfaat positif dari cara perencanaan ini. Lebih dari 90% peserta merasa telah mempelajari sesuatu yang sangat berharga dan dapat diterapkan dalam pekerjaan mereka. Luar biasanya lagi, seluruh peserta mengikuti pelatihan yang diadakan selama 8 jam sehari selama empat hari penuh.“Kami belum pernah melihat peserta yang sangat aktif dan berkomitmen. Mereka bahkan tidak mau berhenti saat makan siang, atau pergi saat waktu pelatihan berakhir”, kata ibu Dra. Merliaty, Msi, Kepala Bidang Litbang BAPPEDA, Sumba Timur, salah satu koordinator pelaksana. “Para peserta mengembangkan tugas mereka masing-masing untuk workshop ini”, kata Martha Hebi, salah satu dari fasilitator yang bertugas, “dan mereka tetap mengenakannay – membuktikan bahwa proses-proses partisipasi mempengaruhi outcome”. Beberapa dari peserta menunjukkan keraguan bahwa ‘atasan’ mereka mungkin tidak dapat menerima pendekatan ini. Bapak Drs. Christian E. Hunga, MT, Kepala BAPPEDA Sumba Timur, mengatakan dalam sambutan penutup ya, “kita perlu menggunakan perencanaan semacan ini dalam pekerjaan kita untuk memastikan bahwa kita mengupayakan hal yang paling efektif dan efisien dalam menggunakan sumberdaya kita yang terbatas. Anda perlu memulai pendekatan ini sekarang, jika tidak sepenuhnya, setidaknya dalam mengembangkan outcome dan indikator yang jelas dari program Anda. Anda juga perlu mempengaruhi para pengambil keputusan dan anda tau bagaimana cara melakukannya”. Proses pelatihan didesain oleh fasilitator Greg Rooney, Stephanus Makambombu (Drektur Stimultant Institute), dan Martha Hebi (ACCESS Phase II – Sumba) dengan bantuan dan dukungan dari panitia pelaksana yang dipimpin oleh Dra. Merliaty, M.Si. Banyak dari peserta dan pengamat merasa yakin bahwa perencanaan semacam ini perlu dimasukkan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis, dua hal yang pelru diselesaikan dalam beberapa bulan mendatang. Setelah workshop, sebuah kelompok kerja informal bertemu dengan Bupati Sumba Timur yang baru terpilih untuk mendorong beliau menggunakan pendekatan actor-centered. Respons Bupati Sumba Timur sangat psitif dan beliau meminta diadakan diskusi lanjutan bersama Kepala BAPPEDA untuk mengembangkan usulan yang lebih mendetail dalam penyusunan RPJMD yang akand atang. Sesuatu yang benar-benar luar biasa dan sangat menarik.
Partner proposals. We were impressed by the quality of the plans, the integration of monitoring and evaluation into the planning process and, most importantly, the focus on changes in behaviours of all actors. We felt that this approach would help us as district government to make better development plans so we lobbied for this training for all SKPD.” Over the 4 days of training, the participants were able to experience the entire planning process from visioning/goal setting to detailed design of a program including the development of indicators of progress towards the goal. “What impresses me most,” said Bapak Muhammad Fadlul, S.KM, M . Ke s, Ke p a l a B i d a n g Statistik dan Pelaporan, an observer from the monitoring and evaluation team of BAPPEDA, “is that the Outcome Mapping approach really addresses the outcomes and impacts of a program, something we have not been able to capture with our current systems.” The participants were over whelmingly positive towards this way of planning. Over 90% felt that they had learned something valuable and applicable in their work. Remarkably, all of the participants attended this hands-on training for 8 hours a day for the full 4 days.“We have never seen participants so active and committed. They don’t even want to stop for lunch or leave at the end of the day” said Ibu Dra.Merliaty,MSi, Kepala Bidang Litbang, BAPPEDA, Sumba Timur, one of the chief organizers. “The participants developed their own rules for the workshop”, said Martha Hebi, one of the facilitators, “and they stuck to them – proof that participatory processes affect outcomes.” Some of the participants expressed concerns that their ’bosses’ may not accept this approach. Bapak Drs. Christian E. Hunga, MT, Kepala BAPPEDA Sumba Timur , said in his closing remarks, “we need to use this kind of planning in our work to ensure that we are making the most effective and efficient use of our limited resources. You need to start using this approach now, if not fully, at least in developing clear outcomes and indicators for your programs. You need to influence the decision makers and you know how to do that.” The workshop process was designed by facilitators Greg Rooney, Stepanus Makambombu (Direktur Stimulant Institute) and Martha Hebi (ACCESS Phase II - Sumba) with the aid and support of the organizing committee led by Ibu Dra. Merliaty, M.Si. Many of the participants and observers felt strongly that this way of planning needs to be incorporated into the development of the district medium-term development plans (RPJMD) and the departmental Strategic Plans ¬ two things that need to be completed over the next several months. After the workshop, a small informal working group met with the newly elected Bupati of east Sumba to persuade him to use the actor-centred approach. His response was very positive and he asked that follow-up discussions be held with the head of BAPPEDA to develop a more detailed proposal for developing the next RPJMD. Remarkable and exciting indeed.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Advisor bidang Pelibatan masyarakat dan Tata Kelola untuk program ACCESS fase II /the writer is Short Term Advisor in Community Engagement and Governance for the Australian Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II Email :
[email protected]
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
14
GENDER DAN PEMBANGUNAN GENDER AND DEVELOPMENT
Nelci Pellondou
Juara 1 Lomba Penulisan “Perempuan Timor Barat Menggugat Anggaran” First Place Winner of the ‘West Timor Women Analyzing Public Budgets’ Writing Competition
N
Nelci Pellondou never imagined that she would be elci Pellondou mungkin tidak pernah menyangka dirinya akan overwhelmed with attention from so many people. Her piece mendapat begitu banyak perhatian dari berbagai pihak. Tulisan that she submitted to a writing competition called ‘West Timor yang disertakannya dalam lomba menulis dengan tema Women Analyzing Public Budgets’ in February 2010 was chosen ‘Perempuan Timor Barat Menggugat Anggaran’ pada Februari as the winner. 2010 silam terpilih sebagai yang terbaik. ‘Is Village Budget Allocation is Mine as an Individual?’ is the Apakah Alokasi Dana Desa Milikku Seorang? Demikian judul tulisan title of Nelci’s article and it highlights her thoughts about public Nelci yang banyak mengangkat pendapatnya mengenai Anggaran budget that it should be spent on public interests only. In her Publik yang harus diperuntukkan untuk kepentingan publik. Dalam writing, Nelci also reminds people that public budget should be tulisannya ini, Nelci juga mengingatkan bahwa anggaran publik harus accounted for and should be based on regulations and be dipertanggungjawabkan sesuai aturan yang berlaku kepada publik. reported on the public. Berhasil mengalahkan 57 perempuan se-Timor Barat dalam As the winner, from 57 women from West Timor who kompetisi yang diadakan oleh Nusa Tenggara Timur Policy Forum, participated in the competition held by Nusa Tenggara Timur merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi Nelci. “Ini Policy Forum, it has been a valuable merupakan momentum yang tepat PROFIL experience for Nelci. “This is a perfect untuk mengangkat berbagai moment to highlight problems regarding permasalahan tentang pengelolaan Nelci V. Pellondou-Kuaein lahir di desa Pukdale, 25 public budget management, especially anggaran publik, khususnya Alokasi Nopember 1974. Nelci bersama suami dan seorang putri Village Budget Allocation in my Dana Desa di desa saya, Desa Manusak”, mereka tinggal di Desa Manusak, Kabupaten Kupang. Nelci hometown, Manusak village”, Nelci jelas Nelci yang saat menulis menamatkan sekolah dasarnya di Desa Naibonat (1989), explained. While writing the article, she mendapatkan banyak tantangan dari SMPN Oesao (1991), SMAN Oesao (1994), dan met with resistance from her closest orang-orang terdekat, warga dan mendapatkan gelar sarjana perikanan dari Universitas relatives, other villagers, and village aparat desa Manusak. “Pengelolaan Kristan Artha Wacana pada tahun 2003 officers. However, “Public budget Anggaran publik harus sesuai aturan management should be based on existing dan peruntukkannya”,tegas Nelci. Nelci V. Pellondou-Kuaein was born 25 November, regulations and objectives”, said Nelci 1974 in Pukdale village. With her husband and daughter, Tiga bulan setelah memenangkan firmly. she is now lives in Manusak village, Kupang District. Nelci kompetisi menulis ini, Nelci juga finish her elementary schooling Just three months after she won mendapatkan kesempatan untuk in Naibonat Village (1989), the writing competition, Nelci had a berbagi pendapat bersama Kepala junior and high school in chance to share her opinion with the BPMPD Provinsi NTT pada sebuah Oesao (1991 and 1994) Head of BPMPD East Nusa Tenggara acara talkshow bertajuk Sambung Rasa and obtained her bachelor Province in a radio talk show called yang disiarkan langsung oleh Radio degree at Artha Wacana Sambung Rasa, which was broadcast live Republik Indonesia Pro III Nasional. Christian University in 2003. from Radio Republik Indonesia Pro III Nelci merupakan sedikit sarjana Nasional. wanita yang bersedia kembali dan There are only a few women like mengabdi di desa setelah Nelci, who is still willing to work in her menamatkan pendidikan sarjana village after obtaining bachelor degree perikanan pada Universitas Kristen from Artha Wacana Christian University, Artha Wacana Kupang. Sejak 2004, Nelci Kupang. From 2004, Nelci worked as the menjadi Kepala Urusan Umum pada Head of General Administration in Desa Manusak , tahun 2006 hingga Manusak Village, until March 2009, when Maret 2009 Nelci menjadi Sekretaris she took over as Village Secretary. Her Desa Manusak. Sikap kritis dan critical response to and respect for village ketaatannya terhadap prosedur budgeting procedure sometimes put her pengelolaan anggaran desa kerap in an opposing position to her colleagues membuat Nelci berbeda pendapat dengan kepala desa maupun and even to the Head of the village. Since becoming the Village perangkat desa lainnya. Saat menjabat sebagai Sekretaris Desa, Nelci Secretary, Nelci has rejected accepting invoices claiming on tidak segan menolak mengurusi nota-nota penggunaan Alokasi Dana village budgets funds if the use cannot be verified. Desa yang tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaanya.
15
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
Nelci juga dikenal aktif dalam berbagai forum sosial kemasyarakatan, menjadi bendahara forum keserasian sosial yang memberikan bantuan kepada warga yang berasal dari Timor Timur yang mengungsi ke Timor Barat, serta menjadi panitia pemilihan saat pemilu legislatif dan pemilukada. Saat ini Nelci menjalani aktivitas sehari-hari dengan berkebun serta terlibat dalam forum sosial keagamaan.
Nelci is very active in various social community fora in her village; she is a treasurer for the Social Harmony Forum that provide aid for exTimor Leste refugees in West Timor. Currently she is also a committee member for legislative and district elections. Nelci is also still working on her garden and is actively involved in various other religious and social forums.
Karya Nelci Pellondou yang menang dalam kompetisi/ Nelci Pelloundou’s winning essay
Apakah Anggaran Dana Desa Milikku Seorang? Oleh Nelci Pellondou
M
anusak adalah nama sebuah desa tempat saya dilahirkan dan dibesarkan, bahkan mengabdi. Terletak di Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah desa Manusak ±56 km2 dan diapit oleh dua sungai yakni Sungai Pulu Kayu dan Sungai Air Kom. Jarak tempuh desa saya ke kota kecamatan kurang lebih 18 kilometer dan ke kota kabupaten kurang lebih 45 kilometer. Mata pencaharian utama masyarakat Desa Manusak adalah petani, PNS, dan wiraswasta. Hasil bahan makanan pokok paling utama yakni padi dan itu pun bergantung pada iklim/musim. Namun karena perubahan iklim mengakibatkan kekeringan pada tahun-tahun terakhir ini, sebagian besar masyarakat yang tinggal di dekat sungai Kom memanfaatkan lahan kering miliknya dengan menanam berbagai jenis tanaman seperti jagung, kacang-kacangan, sayur-sayuran bahkan ada yang menanam padi dengan alat-alat/fasilitas (mesin air) secara berkelompok sehingga memudahkan mereka dalam pemakaian karena tidak semua orang memiliki fasilitas pendukung tersebut. Dengan melihat kekurangan dan keterbatasan yang ada ditambah dengan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan timbulnya bantuan pemerintah pusat melalui desa untuk meminimalisir keterbatasan fasilitas maupun perbaikan ekonomi masyarakat lewat dana-dana bantuan seperti PNPM, ADD dan dana-dana lainnya. Salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan desa adalah melalui kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) . Yang saya ketahui ADD merupakan dana bantuan dari kabupaten yang diperoleh dari sebagian dana perimbangan yang disisihkan dari pusat ke kabupaten yang diambil dari APBD untuk dialokasikan ke seluruh desa/kelurahan di wilayahnya Pada tahap awal, alokasi dana di gunakan untuk membiayai berbagai kegiatan fisik dan non fisik pemerintah desa, pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam hal ini jelas bahwa bukan hanya kegiatan pemerintahan desa yang dibiayai tapi ada juga pembiayaan untuk pemberdayaan masyarakat desa. Alokasi dana desa (ADD) yang saya ketahui berjumlah Rp. 73.600.000,- (tujuh puluh tiga juta enam ratus ribu rupiah) selain asuransi kesejahteraan desa dan dana bagi hasil pajak yang terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu Rp.27.600.000,- (dua puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) digunakan untuk membiayai tunjangan aparat desa, sisanya Rp.46.000.000,dibagi lagi dalam 2 (dua) pos kegiatan yakni 30% dari Rp.46.000.000,- (Rp.13.800.000,-) digunakan untuk membiayai : belanja pegawai dan operasional desa, 70% di gunakan untuk membiayai pemberdayaan masyarakat desa.
Oktober-November 2010
Penggunaan dana ADD Dalam pelaksanaan biaya 30% (Rp.13.800.000,-) terdiri dari operasional desa (belanja ATK, dan lai-lain) sudah termasuk operasoinal PKK (ibu-ibu) sebesar Rp.1.250.000,- (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah), BPD sebesar Rp. 3.500.000,- (tiga juta lima ratus ribu rupiah) selama satu tahun. Semua dana ini dapat dicairkan 4 triwulan dalam setahun dan baru dapat dicairkan apabila desa membuat laporan pertanggungjawaban hasil kegiatan dan penggunaan dana pada triwulan berjalan. Tetapi jika tidak ada Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) selama 1 (satu) tahun maka dana tersebut tetap tidak dapat dicairkan atau diblokir untuk tahun berikutnya, khususnya untuk dana pemberdayaan, tapi dana untuk tunjangan aparat tetap dapat dicairkan. Pengelolaan dana 70% (Rp.32.200.000,-) sesuai aturan hanya untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam skala kecil, misalnya: musyawarah dusun guna pengambilan data dan penggalian gagasan, kemudian dilanjutkan dengan musyawarah desa untuk menentukan kegiatan skala prioritas. Akan tetapi dalam proses pelaksanaannya, seringkali ditemui banyak penyimpangan seperti tidak adanya monitoring dari pemerintah pusat yang memicu munculnya pengelolaan dana “semau gue”, dan tidak transparan dalam pengelolaan dana. Dana Alokasi Dana Desa (ADD) pada tahun 2007 dimanfaatkan untuk pembangunan sebuah gedung permanen ukuran kurang lebih 4x5 M2 untuk kios desa akan tetapi sampai hari ini belum dapat dipergunakan. Dana 70% tahun 2008 rencananya dipergunakan untuk rehabilitasi kantor desa lama, dan dana ADD 70% tahun 2009 rencananya akan digunakan untuk pengerasan dusun dan kedua kegiatan ini belum dapat dikerjakan karena cuaca, dan juga berkaitan dengan beberapa kendala yang telah dijelaskan di atas sehingga terjadi penumpukan dana-dana pada tahun 2010. Lain hal dengan dana 30% khusus yang di dalamnya sebagian kecil ada jatah untuk kaum perempuan yakni Rp. 1.250.000.- per tahun. Menurut saya sangatlah belum cukup karena jatah yang seharusnya dicairkan sebesar Rp. 312.500.-/triwulan, dana ini dikelola oleh ±500 (lima ratus) orang ibu-ibu di desa saya. Dengan dana yang minim, kaum perempuan mampu memanfaatkan sebaik mungkin dana tersebut dengan cara memberikan pinjaman dengan bunga (5%) untuk modal usaha selama 1 (satu) semester kepada ibu-ibu petani yang beralih profesi dari ibu rumah tangga menjadi pedagang sayur di pasar demi membantu kebutuhan/ekonomi rumah tangga.
Volume V - edisi 60
16
Dengan melihat kendala, kekurangan, kelemahan dan keterbatasan maka siapakah yang harus disalahkan, apakah pengelola dana yang harus dikejar, ataukah pemberi dana yang harus diteliti/dikontrol ataukah masyarakat pemanfaat yang harus disalahkan karena tidak bertanya??? Saya ingin memberikan beberapa usul dan saran bahwa demi kelancaran dan pemanfaatan dana ADD secara baik maka harus dibentuk tim pengelola dana baik dengan melibatkan semua unsur masyarakat termasuk aparat desa dan kaum perempuan. Adapun kebutuhan-kebutuhan yang menurut saya masih kurang dan perlu diperhatikan berkaitan dengan pengelolaan dana ADD: 1. penyediaan air bersih (sumur gali) 2. pembuatan posyandu/pustu pada tiap wilayah dusun 3. perlu ada pelatihan bagi ibu-ibu PKK (misalnya kerajinan atau keterampilan-keterampilan) 4. meningkatkan dana alokasi untuk PKK Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan dana ADD yaitu: 1. perlu ada koordinasi yang baik dari pemerintah provinsi dan
2. 3. 4.
5.
kabupaten serta desa dalam menjaga ketertiban, ketaatan pada aturan yang telah ditetapkan dalam pengelolaan dana ADD. pengelolaan ADD harus efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab. perlu ada evaluasi dalam setiap pengelolaan dana ADD secara terbuka dengan melibatkan unsur-unsur yang berkepentingan perlu adanya kontrol/pengawasan dari pemerintah untuk memperkecil kekeliruan dan ketimpangan yang terjadi di desa. Perlu adanya pelatihan khusus bagi aparat desa berkaitan dengan administrasi pengelolaan dana ADD. meningkatkan jumlah dana ADD
Dan akhirnya saya penulis opini ini, berharap kiranya pada pengelolaan/penggunaan dana ADD pada tahap-tahap selanjutnya harus memperhatikan dan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan dalam pedoman pengelolaan dana ADD oleh pemerintah kabupaten Kupang. Perkenankan saya memohon maaf yang sebesar-besarnya bagi pembaca jika ada kata-kata saya yang tidak berkenan di hati.
FORUM KEPALA BAPPEDA KTI EI HEADS OF BAPPEDA FORUM
Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah: Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 Oleh Henny A. Rachim
P
erencanaan pembangunan yang benar-benar partisipatif pada berbagai tingkatan, mulai dari desa, kabupaten, kota, provinsi, hingga tingkat nasional, bukanlah hal yang mudah. Diperlukan komitmen bersama yang kuat dan payung hukum untuk dapat mengintegrasikan model musyawarah tradisional yang telah ada di masyarakat selama ini seperti tudang sipulung dan abbulo sibatang di Sulawesi Selatan ke dalam proses perencanaan pembangunan.
18
Oktober-November 2010
Regional Development Planning System: Regional Regulation Number 2/2010 A true participatory regional planning at all levels from village, district, city, provincial, and to national level is not an easy thing to achieve. It requires strong commitment from all stakeholders and an umbrella regulation to integrate traditional planning discussions that exist in the community, for example the ‘tudang sipulung’ and ‘abbulo sibatang’ in South Sulawesi, into the development planning process.
Volume V - edisi 60
Dalam proses penyusunan perencanaan, kerap kali muncul kendala sepert minimnya kualitas kelayakan berbagai dokumen perencanaan yang telah disusun. Selain itu sulitnya memperoleh data tahun terakhir juga menjadi masalah serius karena mengakibatkan minimnya informasi yang akurat untuk mendukung analisa kebutuhan perencanaan. Selain itu hingga saat ini format dokumen perencanaan terutama masih belum seragam antara berbagai level pemerintahan seperti pemerintahan kabupaten/kota dan desa/kelurahan. Dokumendokumen tersebut juga belum terintegrasi secara optimal pada setiap level pemerintahan dan belum dapat mengakomodasi secara penuh partisipasi masyarakat serta pertimbangan gender. Di Sulawesi Selatan, Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah disusun agar menjadi pedoman dan arahan dalam penyelenggaraan pembangunan daerah Sulawesi Selatan sesuai dengan hirarki perencanaan pembangunan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian seluruh upaya yang dilakukan oleh seluruh pihak dapat saling bersinergi dan berkelanjutan. Adapun payung hukum penyusunan pedoman tersebut adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional SPPN (Pasal 27 ayat 2), jo. PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Tahapan penyusunan Sistem Perencanaan adalah: pertama, penyiapan rancangan awal Ranperda Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah yang disiapkan oleh kepala Bappeda. Rancangan awal Ranperda ini menjadi dokumen awal yang akan dibahas lebih lanjut dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mendapatkan masukan agar pedoman ini dapat digunakan oleh seluruh lembaga pemerintah daerah dan atau non pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan proses perencanaan mulai dari tingkat Desa/Kelurahan sampai ke tingkat Provinsi. Berdasarkan hasil perbaikan tahap pertama, selanjutnya Ranperda disusun kembali oleh Kepala BAPPEDA Provinsi dan Biro Hukum serta pihak legislatif untuk selanjutnya dibahas sebagai proses penyempurnaan dan penyelesaian lebih lanjut. Selanjutnya rancangan Ranperda disusun dengan memperhatikan berbagai peraturan terkait aspek perencanaan kemudian Tim Ahli dan Biro Hukum akan meneruskan rancangan akhir Ranperda kepada pihak legislatif. Akhirnya usulan Rancangan Peraturan Daerah akan dibahas dengan DPRD Provinsi, dimana dengan persetujuan DPRD maka Ranperda ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan ini kemudian ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang bersifat politis dan menjadi pedoman dalam penyelenggaraan proses perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Selain itu diperkuat dengan membangun komitmen dalam mengimplementasikan peraturan daerah sistem perencanaan pembangunan daerah ini untuk sebesar besarnya bagi kemakmuran rakyat. Seluruh SKPD dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menjadikan peraturan daerah ini sebagai acuan dalam menyusun dokumen perencanaan di-daerahnya masing-masing. Dengan ditetapkannya peraturan daerah tentang sistem perencanaan pembangunan daerah maka seluruh pemerintah daerah kabupaten dan kota agar menyesuaikan proses dan sistem perencanaannya dan seluruh proses pelaksanaan perencanaan pembangunan sudah harus mengacu pada perda sisrenbangda tersebut, oleh karena itu diharapkan agar Kabupaten / Kota juga menyusun Perda tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah. Untuk lebih menguatkan, maka perlu disusun Pasal yang lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
In the planning process, planners face problems like poor quality of existing planning documents. The difficulties of finding updated data are also a serious problem because it leads to inaccurate information to support the needs assessment in the planning process. Beside these issues, the format of planning documents is not standard at each government level. The documents are not integrated optimally at all government levels, therefore they can’t accommodate community participation and gender equality. In South Sulawesi, a new format of Regional Development Planning System has been designed as a guideline for regional development in South Sulawesi based on an agreed development planning hierarchy. Therefore, all initiatives with multi-stakeholders will be synergized and sustainable. The umbrella regulations for guideline formulation are Law No. 25/2004 regarding National Development Planning System (Chapter 27 point 2) and Government Regulation No. 8/2008 regarding Procedures of Formulation, Monitoring, and Evaluation of Regional Development Planning Implementation. The formulation process of planning is: first, the Head of BAPPEDA prepares a first draft of Regional Regulation regarding Regional Development Planning System. The first draft is also the first document to be shared with all stakeholders and inputs regarding the guideline will be welcomed so that the guidelines can be used by regional government offices and non-government and community organizations in implementing the planning process from village to provincial level. Based on the revised first draft, the regulation draft then reformulated by the Head of BAPPEDA and Head of the Law Bureau Office together with representatives of the legislative. Then the regulation draft is developed to consider existed regulations related to development planning and this draft is forwarded to the legislative. Finally, the proposal will be discussed in the House of Representatives at provincial level. The South Sulawesi Regional Development Planning System is determined by a Regional Regulation, which is political and acts as a guideline for planning process implementation conducted by regional government. Commitment from all stakeholders also strengthens the implementation of the regional regulation for the benefit of the people. All government offices will use this regulation as their reference and guideline in formulating planning document in their sectors and regions. In determining the regional regulation for the regional development planning system, all regional government should adjust their own processes and planning system in accordance with the new development planning system. To strengthen this, several supporting policies should be delivered and determined through Governor Regulation.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Staff pada BAPPEDA Provinsi Sulawesi Selatan dan dapat dihubungi melalui email
[email protected] / The writer is staff of BAPPEDA South Sulawesi Province and can be contacted at
[email protected]
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
17
Air Bersih dan Sanitasi untuk Mayarakat Sulawesi Selatan dan Gorontalo Clean Water and Sanitation for South Sulawesi and Gorontalo Communities By Abdul K.S.Naser dan Wiwik Widyastuti
T
ak diragukan, air memang sumber kehidupan. Namun pertambahan populasi dunia yang meroket tajam dan tidak berbanding lurus dengan jumlah persediaan air bersih di planet ini mengakibatkan krisis air bersih. Indonesia pun tak luput dari ancaman ini. Hanya saja, jika belahan dunia lain mengalami keterbatasan sumber air, krisis yang dihadapi Indonesia cenderung diakibatkan oleh kesadaran masyarakat yang rendah dalam menjaga kebersihan lingkungan. Air yang melimpah menjadi tercemar akibat terkontaminasi limbah dan tidak dapat dikonsumsi. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 menemukan bahwa tidak lebih dari 20 persen penduduk Indonesia saat ini yang memiliki akses air dari jaringan pipa dan hanya ada 11 kota yang memiliki sistem pembuangan limbah. Keadaan ini diperburuk dengan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat sehingga mengubah air, yang semula sumber kehidupan, menjadi sumber penyakit dan bahkan kematian. Di pedesaaan Sulawesi Selatan dan Gorontalo, tantangan terbesar yang dialami oleh masyarakatnya adalah jarak yang jauh antara pemukiman dan sumber air serta infrastuktur yang tidak memadai merupakan tantangan terberat yang harus dihadapi masyarakat. Tidak hanya itu, ketiadaan sanitasi yang layak di daerah pedesaan Sulawesi Selatan membuat masyarakat yang hidup di daerah tersebut sangat riskan terpapar berbagai penyakit yang timbul akibat konsumsi air yang tidak higienis serta gaya hidup yang tidak sehat. Menjawab tantangan itu, CARE bersama-sama dengan Pemerintah daerah dan masyarakat setempat direncanakan membangun sarana air dan fasilitas sanitasi di total 142 desa dan 10 wilayah di kota Makassar dan Maros. Menekankan pada pendekatan partisipatif, panitia pembangunan sarana air bersih dibentuk di setiap desa tempat fasilitasi air dan sanitasi akan dibangun dan keanggotaannya dipilih langsung oleh masyarakat. Melalui kepanitiaan ini. masyarakat akar rumput dilibatkan secara aktif dalam menyusun, merencanakan, melaksanakan serta mengawasi pembangungan infrastruktur air bersih secara sukarela. Semua ikhlas bekerja dengan sukarela meski harus menempuh jarak puluhan kilometer dari pusat desa, membangun saluran yang akan mengalirkan air bersih hingga ke rumah mereka. Proyek Air, Sanitasi dan Kebersihan Sulawesi atau SWASH merupakan proyek berdurasi 6 tahun (dari 2005) yang didanai oleh Pemerintah Kanada melalui Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA). Didasari oleh skema pembangunan berkelanjutan, inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat dalam memperbaiki tingkat kesehatan melalui pengelolaan dan penggunaan air bersih yang merata dan berkelanjutan, mendorong penggunaan sarana sanitasi yang aman dan higienis serta mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat. Proyek SWASH di Sulawesi Selatan telah berakhir dan telah membangun 70 sarana air bersih, lebih dari tujuh ribu WC keluarga, dan 19 unit MCK di kota Makassar dan Kota Maros. Di Gorontalo, pekerjaan konstruksi sarana air bersih dan sanitasi sudah selesai dikerjakan di 22 lokasi termasuk tak lebih dari dua ribu WC keluarga. Pekerjaan membangun sarana air bersih di Provinsi ini masih berlangsung di 49 lokasi. Selain pekerjaan konstruksi yang sedang dalam taraf penyelesaian di Gorontalo yang dikerjakan oleh CARE, ada 1 lokasi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan dan 5 lokasi di Kabupaten Boalemo, Gorontalo yang atas
19
Oktober-November 2010
There is no doubt that water is the source of life. But taking into account that the world's population has soared sharply and is not directly proportional to the amount of clean water supplies on this planet, water crises are inevitable. Indonesia is not spared from these threats. The difference is that if the rest of the world has limited water resources, the crisis facing Indonesia in more influenced by low public awareness of the importance of keeping the environment clean; abundant our water supplies become contaminated by waste and cannot be consumed. The National Social Economic Survey 2007 found that only 20 percent of Indonesia's current population has access to water from pipelines and that only 11 cities have sewerage systems. This situation is exacerbated by the lack of knowledge and awareness about clean and healthy behaviors, which has changed the water supply, originally the source of life, into a source of illness and even death. In rural South Sulawesi and Gorontalo, the biggest challenge faced by society is the distance between settlements and water resources; inadequate infrastructure is the toughest challenge facing the community. Not only that, the absence of adequate sanitation in rural areas in South Sulawesi means people who live in those areas are at highrisk of exposure to various diseases arising from unhygienic water consumption and unhealthy lifestyles. Answering the challenge, CARE, together with local government and local communities, planned to build water facilities and sanitation facilities in a total of 142 villages and 10 areas in the city of Makassar and Maros. With an emphasis on participatory approaches, clean water facilities and development committees were established in each village where the water and sanitation facilities were built and the members were elected directly by the public. Through committees, grassroots communities are actively involved in preparing, planning, implementing and overseeing the development of clean water infrastructure voluntarily. All work is voluntary even though many must travel dozens of kilometers from the village center to help build canals that will send water up to their house. The Water, Sanitation and Hygiene Project Sulawesi, or SWASH, is six year-long (beginning in 2005) project funded by the Government of Canada through the Canadian International Development Agency (CIDA). The project is based on sustainable development and this initiative aims to strengthen the capacity of communities in improving health through the management and equitable use of clean water, encourage the use of safe sanitation facilities, and promote hygiene, clean living and practicing healthy behaviors.
Volume V - edisi 60
kesepakatan bersama, diambil alih oleh pemerintah daerah untuk penyelesaiannya. Diharapkan lokasi-lokasi ini juga bisa diselesaikan bersamaan dengan waktu berakhirnya proyek SWASH di Provinsi Gorontalo. Meningkatkan kapasitas pengelola dan pengguna Guna mengoperasikan, mengawasi penggunaan serta merawat fasilitas air dan sanitasi yang sudah dibangun, dibentuk Badan Pengelola Air Bersih dan Sanitasi (BPABS). Para anggota badan ini berikut besarnya iuran sebesar tiga ribu sampai lima ribu rupiah untuk membiayai operasionalnya disepakati melalui sebuah rembug desa. Karena merupakan kesepakatan bersama, dana yang terkumpul di rekening BPABS kini telah mencapai tigabelas juta rupiah. Beberapa anggota kini tengah merencanakan pengembangan sistem penggunaan air dengan menggunakan alat meteran untuk menjamin efektivitas penggunaan dan pemerataan distribusi air bersih kepada semua penduduk. Dalam rembug desa ini juga disepakati kebutuhan domestik rumah tangga sebesar 40 liter per hari per orang. Bagi pelanggan yang penggunaannya melewati batas ini, wajib untuk membayar sesuai dengan penggunaannya. Kapasitas manajerial komite air yang tergabung dalam BPABS ini senantiasa diperkuat, khususnya dalam hal pembangunan dan pengelolaan sistem air dan sanitasi seperti pembukuan, pendefinisian dan pengidentifikasian tugas dan tanggung jawab anggota komite, struktur organisasi dan daerah penangkapan air, serta pengawasan sistem air dan sanitasi yang responsif gender. Berbekal pengetahuan yang diberikan, para anggota BPABS dapat mengelola fasilitas tersebut dengan lebih baik, bahkan di beberapa lokasi, mereka mampu mengembangkan sendiri jumlah sambungan pipa ke rumah melebihi target yang telah ditentukan. Sebagai pengguna utama air dalam rumah tangga, perempuan memegang peranan penting baik dalam keluarga maupun di lingkungannya. Sebagai pengguna utama air bersih, dibentuk 10 kelompok pengguna air perempuan yang bertugas memonitor perilaku hidup bersih dan sehat serta kondisi fasilitas sarana air bersih. Dengan pola multi-level marketing, setiap ketua kelompok memonitor 10 anggota melalui kunjungan rumah (home visit). Kesepuluh anggota ini bertanggung jawab untuk kembali 10 anggota lainnya yang tinggal berdekatan dengan rumah mereka. Cara ini terbukti efektif untuk menularkan perilaku hidup bersih dan sehat. Selain meningkatkan kualitas kesehatan dan kebersihan, sumber air yang dekat juga membawa hikmah ekonomi bagi keluargakeluarga di Sulawesi Selatan. Jika dahulu kebanyakan perempuan tidak dapat ikut berkontribusi dalam pendapatan ekonomi keluarga karena waktu mereka tersita untuk mengambil air bagi kepentingan seluruh keluarga. Kini mereka dapat memanfaatkan waktu luang untuk membantu perekonomian keluarga dengan kreasi mereka sendiri. “Sekarang kami bisa bantu suami bekerja di sawah, membuat keripik pisang, manisan papaya, kue bajek yang bisa dijual di sekitar kampung dan sekolah”,jelas salah satu anggota kelompok. Hidup sehat? Bisa asal biasa Tidak kalah penting dari ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari adalah perilaku hidup bersih dan sehat para penggunanya. Perubahan memang tidak datang dengan sendirinya melainkan lahir dari kerja keras dan komitmen. Namun semua itu diawali dari kebiasaan. Melalui proyek SWASH, masyarakat diajak untuk selalu melakukan kebiasaan hidup bersih melalui berbagai lomba, seperti perlombaan wall graffiti, perlombaan mencuci tangan dengan sabun di sekolah dan di komunitas, dan berbagai kegiatan pembentukan dan penguatan kelompok perempuan pengguna air. Perlombaan ini sebenarnya juga dapat dilakukan secara swadaya di lingkungan kampung. Misalnya dalam rangka memeriahkan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, atau berbagai perayaan lainnya. Inspirasi dari proyek SWASH ini diharapkan dapat memotivasi keluarga untuk mempraktikkan kebiasaan hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
The SWASH project in South Sulawesi has ended and has built 70 water facilities, toilets for more than seven thousand families, and 19 integrated toilet/bathhouses in the city of Makassar and in Maros. In Gorontalo, the construction of water supply and sanitation is complete in 22 locations, including two thousand toilets. Work to build clean water facilities in the province is still ongoing in 49 locations. In addition to construction work which is in its early stages of completion in Gorontalo, CARE also has locations in Bantaeng district, South Sulawesi, and five locations in Boalemo district, Gorontalo, which were taken over by local governments to complete. Hopefully, work in these locations will be complete by the time SWASH ends in Gorontalo. Increasing the capacity of managers and users In order to operate, supervise the use and maintenance for water and sanitation facilities, Management Boards for Water Supply and Sanitation (BPABS) were formed. Contributions amounting to Rp.3,000 - 5,000 per user to finance operations were agreed upon in a village discussion. Because it was a collective agreement, the funds accumulated in the account BPABS have now reached thirteen million rupiah. Some members are currently planning future development of water utilization systems to include meters to ensure the effectiveness and equitable distribution of clean water to all residents. In the village discussions it was also agreed that household domestic needs are 40 liters per day per person. For customers who use more, they are obliged to pay according to usage. The managerial capacity of water committees must be constantly strengthened, particularly in terms of development and management of water and sanitation systems, including bookkeeping, defining and identifying the tasks and responsibilities of committee members, organizational structure, fishing rights, and monitoring water and sanitation systems in a manner that is gender responsive. Armed with the knowledge provided, members can manage BPABS better, and in some locations, they build pipe connections in excess of the target determined. As a major user of water in the household, women play an important role both in family and in the environment. 10 groups of female water users were formed to monitor the behavior of clean and healthy living as well as the condition of water supply facilities. With multi-level marketing-style systems, each group leader monitors 10 members through home visits. All 10 members are responsible for 10 members who live adjacent to their homes. This has proved an effective way to transmit clean and healthy lifestyle behaviors. In addition to improving the quality of health and hygiene, water sources close-by to also bring an economic boon for families in South Sulawesi; before most women could not participate in contributing to family incomes because of the time taken up by fetching water for the benefit of the whole family. Now they can utilize their free time to help the economies of their own families. "Now we can help our husbands work in the fields, make banana chips, candied papaya, and cake that can be sold around the village and the school", explained one member of the group. Healthy life? With new habits it’s possible No less important than the availability of clean water for household consumption and everyday life is clean and healthy behaviors of users. These changes did not come about by themselves but was rather born of hard work and commitment. But it all starts from the habits. Through the SWASH project, the community was invited to always make new clean living habits through various competitions, such as wall graffiti, the race to wash hands with soap in schools and in communities, and various activities to establishment and strengthen of water user groups for women. For example, in order to enliven the anniversary of independence of the Republic of Indonesia, or various other celebrations, races were held in the villages. Inspiration from the SWASH project motivates families to practice clean living and healthy habits in daily life.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION CARE SWASH MAKASSAR email :
[email protected] Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
20
PRAKTIK CERDAS TERKINI SMART PRACTICE UPDATE
Melihat kembali Praktik Cerdas dari Maluku
ORANG YANG TEPAT PADA JABATAN YANG TEPAT Reviewing the Smart Practice from Maluku: The Right Person in the Right Place
B
anyak daerah mendengungkan prinsip birokrasi yang berbasis kompetensi, namun hanya sedikit yang benar-benar menerapkan dan memiliki struktur yang jelas dan berkelanjutan untuk menjalankan prinsip tersebut. Kota Ambon adalah satu di antaranya. Sejak tahun 2005, setelah melalui serangkaian proses perencanaan dan uji coba yang dimulai pada tahun 2002, Kota Ambon menerapkan Sistem Kompetensi Jabatan (SKJ) dalam struktur birokrasinya. Latar belakang lahirnya SKJ adalah situasi Kota Ambon pasca konflik, sekitar tahun 2002. Sistem birokrasi yang waktu itu berjalan disinyalir merupakan salah satu katalis terjadinya konflik. Apabila sistem yang sama dipertahankan, di masa depan, proses pemulihan Kota Ambon akan terhambat. Sejalan dengan itu, profesionalitas birokrasi diyakini akan mampu mendorong perbaikan dan pemulihan Kota Ambon melalui jalur pelayanan publik dan pemerintahan.
21
Oktober-November 2010
Many provinces are likely to apply competency based bureaucracy standards, but only a few that really implement it, which means having a clear and sustainable structure in order to support the principle. Ambon is one of the successful places. Since 2005, after following a series of processes and pilots in 2002, the Ambon City Government applied a merit-based policy to its bureaucracy structure. What triggered the implementation of this system was the situation in Ambon city, which affected the government as well, after the humanitarian conflict. At the time, the existing bureaucracy system was considered a cause of the conflict. If the system was preserved, the recovery of Ambon would have been impeded. On the other hand, professionalism in the bureaucracy system would encourage Ambon’s recovery through better public service and governance.
Volume V - edisi 60
Implementasi SKJ di pemerintahan Kota Ambon disusun dalam empat tahapan yaitu seleksi administrasi persyaratan baku jabatan, tes psikologi, perumusan visi dan misi calon, dan pelaksanaan uji kompetensi. Tahapantahapan ini diterapkan dalam proses seleksi aparat pemerintahan dari berbagai tingkatan, mulai dari sekretaris kota, pejabat eselon dua sampai empat, dan para pegawai pemerintahan. Bobot dan kriteria yang digunakan disesuaikan dengan tiap tingkat kepegawaian yang diseleksi. Pada tahap pertama, seluruh persyaratan administratif harus dipenuhi oleh para kandidat. Pada tahap kedua, tiga komponen psikologis yang diuji adalah kecerdasan (wawasan, intelegensia, dan kemampuan menyelesaikan masalah), sikap kerja (motivasi dan efisiensi kerja), serta kepribadian (integritas, daya tahan, kematangan emosional dan pengendalian diri). Mereka yang lolos dari dua tahap pertama masih harus melalui ujian selanjutnya. Tahap ketiga menuntut para kandidat menyusun dan menyampaikan visi dan misi untuk jabatan publik yang akan akan diembannya. Tim panelis yang melakukan penilaian terdiri dari Walikota, Wakil Walikota, Sekretaris Kota serta para pakar dari Universitas Pattimura. Sementara, tahap terakhir merupakan uji kompetensi, di mana para kandidat yang lolos dari tahap sebelumnya akan diuji dengan sejumlah pertanyaan yang menguji semua aspek dari para kandidat secara komprehensif. Ciri penting dari SKJ Kota Ambon adalah ikut sertanya pihak-pihak independen dalam proses seleksi. Mereka berperan dalam melakukan tes psikologi, penilaian visi misi dan uji kompetensi. Pihak independen tersebut meliputi universitas, lembaga-lembaga kompetensi tingkat nasional, hingga tokoh-tokoh nasional, disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan jabatan yang sedang diseleksi. Ciri lainnya adalah keterbukaan. Hasil proses seleksi bisa dipantau oleh publik, dan beberapa tahapan bahkan menampilkan kandidat di hadapan publik. Setelah sekitar lima tahun berjalan, bisa dikatakan sebagian besar jajaran pelayan publik yang ada di Kota Ambon saat ini adalah orang-orang yang telah melalui proses SKJ. Dampaknya terhadap pelayanan publik sudah bisa dirasakan dan dilihat. Setelah mekanisme Sistem Kompetensi Jabatan dijalankan, jumlah pelayan publik dari berbagai tingkatan, mulai dari Sekretariat Daerah hingga Kelurahan, berkurang hingga menjadi hanya dua per tiga-nya. Kelebihan pegawai dengan kualitas rendah disesuaikan jumlahnya sehingga hanya mereka yang kompeten saja yang masih bertugas. Lebih jauh, persyaratan-persyaratan kepangkatan sekarang lebih ketat dibanding sebelumnya, meminimalisir peluang ‘jalur cepat’ dalam proses kenaikan pangkat. Menilik demografi para pelayan publik Kota Ambon setelah sistem SKJ diimplementasikan, terlihat berkurangnya cerminan bahwa etnis atau agama tertentu menguasai kursi-kursi di pemerintahan. Walaupun tetap etnis dan agama mayoritas jumlahnya paling banyak, namun cerminan yang ada adalah orang-orang dari etnis atau agama minoritas yang dulu tertutup jalannya, sekarang memiliki peluang yang sama untuk menjadi pelayan publik. Para kandidat perempuan pun sekarang memiliki peluang yang seimbang dengan laki-laki dalam menduduki posisi-posisi publik. Beberapa jabatan tinggi bahkan dipegang oleh perempuan. Walaupun SKJ bukanlah instrumen kesetaraan gender, namun pintu-pintu yang dibuka oleh sistem ini ikut mendukung peran perempuan dalam pemerintahan Kota Ambon. Sistem Kompetensi Jabatan adalah solusi Pemerintah Kota Ambon dalam menjawab tantangan pemulihan pelayanan publik setelah periode konflik. Latar belakang dan ide-ide lahir dalam perjalanannya secara spesifik diinspirasi oleh situasi Kota Ambon pada waktu itu dan saat ini. Namun bukan berarti sistem serupa tidak bisa direplikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan di daerah lain. Yayasan BaKTI secara aktif ikut serta mempromosikan gagasan ini dalam berbagai kesempatan di beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Nanggro Aceh Darussalam. Sebuah buku berjudul ‘Format Ulang Birokrasi Kota Ambon’ juga sudah diterbitkan dan merupakan media pembelajaran yang baik untuk mengenal sistem ini dan melihat potensi penerapannya di daerah lain.
The implementation of a merit-based system within the Ambon government was divided into four stages: administration selection, psychology test, formulation of candidate’s vision and mission, and competency test. These stages were applied in the recruitment process at many levels, starting from the City Secretary, echelons two and four, and all government officers. Criteria and ranking in each process were adjusted of the position level. At the first stage, all administrative requirements must be met by all candidates. The second stage, three component of psychology are tested- intelligence and capability in solving problems, working attitude (motivation and efficiency), and personality (integrity, stamina, emotional maturity, and self control). Candidates who passed the first two stages should be able to pass the other two tests. The third stage requires all candidates to develop and deliver his or her vision and mission for the desirable position. The test results are then reviewed by a panel team consisting of the Mayor of Ambon, Vice Mayor, Secretary, and experts from Pattimura University. The last stage is the competency test. Here the final candidates should be able to answer all questions regarding all aspects comprehensively. The important facet of the merit-based system of Ambon is the involvement of independent partners in the selection process. They provide technical assistance in psychology testing, evaluate candidates’ vision and mission, and take part in the competency test. These independent partners including universities, national level competency institutions, and nationally prominent figures, based on requirements and level of position to be recruited. Another characteristic of the system is the transparency. Selection results can be monitored by public and at some stages, candidates must even speak in front of the public. After five years, most recruitment processes for public service officials in Ambon city implement the merit-based system. The impact of this application can be seen in many areas of public services. The numbers of public servants at many levels, from regional secretariat to village offices, were decreased by one third of the previous total number of staff. Only competent officers now work. Furthermore, the new requirements are more strict compared to the previous ones to minimise ‘fast lane’ promotions for certain positions. Looking on the demographics of public services positions in Ambon after the implementation of the meritbased system, people from one ethnic group or religion do not dominate the strategic positions. All people now have the same opportunity to be public servants. Women candidates now have an equal opportunity as men to fill several public positions, even at higher levels. Although the merit-based system is not an instrument of gender equality, the doors are more open to support women in strategic positions in the Ambon City Government. A merit-based system is a solution from the Ambon Government for public services recovery after conflict. The ideas that were born were specifically inspired by Ambon situation at that time. However, it doesn’t mean that the system can’t be replicated in other regions. The BaKTI Foundation has been actively promoting the initiative in various events in South Sulawesi, North Sulawesi, and even in Naggroe Aceh Darussalam. A book titled ‘Reformatting Ambon Bureaucracy’ has been published and can be a good source to get a better understanding about the system and to see the potential of replication in other regions.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Christy Desta Pratama email :
[email protected] Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
22
Pengumuman Pertemuan
Swiss-Belhotel, Ambon 1-2 November 2010 Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia V bertema : The 5th Eastern Indonesia Forum (EI Forum) will celebrate the successes and innovation in development in Indonesia and have the theme of
’Praktik Cerdas untuk Kemajuan Kawasan Timur Indonesia’ “Smart Practices for Eastern Indonesia’s Development” Pertemuan ke-5 Forum KTI akan menggunakan pendekatan kreatif untuk mendorong terjadinya interaksi yang lebih dalam di antara pesertanya. Acara-acara dalam Pertemuan Forum KTI ini akan mencakup presentasi 6 praktik cerdas dari Kawasan Timur Indonesia serta curah ide dan pengalaman kreatif para pelaku pembangunan. Bentuk kegiatan seperti poster market dan resolusi kreatif juga menjadi bagian penting dari acara ini yang memungkinkan peserta untuk lebih memahami berbagai inovasi yang ditampilkan dan mendorong terjadinya replikasi. Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia V adalah kerjasama BaKTI bersama Pemerintah Provinsi Maluku, Pemerintah Kota Ambon dan Kemitraan Australia Indonesia didukung oleh, Bank Maluku, CIDA, CSP, Inspirit, Kompas, Mars Symbioscience, MercyCorps, New Zealand Aid Program, OXFAM, The Asia Foundation, The World Bank, UNDP, dan USAID.
The 5th meeting will use a creative approach to encourage greater interaction between participants. The two-day meeting will include presentations of 6 smart practices, as well as interviews and presentations from key development reformers. Creative resolution sessions and short films will be an important part of the event to help participants achieve a deeper understanding of the innovations presented and how to adopt or replicate these practices in their own communities. The 5th Eastern Indonesia Forum is presented by BaKTI, the Government of Maluku Province, the Government of Ambon City and the Australian Indonesia Partnership, with support from Bank Maluku, CIDA, CSP, Inspirit, Kompas, Mars Symbioscience, Mercy Corps, New Zealand Aid Program, OXFAM, The Asia Foundation, The World Bank, UNDP, and USAID.
Didukung oleh / supported by
Praktik Cerdas Terpilih 2010 Smart Practices for the 5th Eastern Indonesia Forum Setelah melalui proses seleksi dan verifikasi oleh Tim Panel, sebanyak enam praktik cerdas terpilih untuk dipresentasikan dalam Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia. Keenam praktik cerdas tersebut adalah sebagai berikut. After a selection and verification process by a panel, six smart practices were chosen to be presented at the Forum meetings, including: • Rumah aman menuju kesetaraan gender Safe houses towards gender equality • Membangun kepercayaan diri dari usia dini: Cerita dari Sarmi, Papua Building self confidence from an early age: A Story from Sarmi, Papua • Desa sehat bukan sekedar wacana di Bone-Bone, Enrekang, Sulawesi Selatan A healthy village in more than just name in Bone Bone , Enrekang, South Sulawesi • Upaya terpadu untuk memerangi malaria di Halmahera Selatan, Maluku Utara An integrated war against malaria in Halmahera Selatan, North Maluku • Badan usaha milik desa untuk pengelolaan air kami A village owned water company to manage our water • Koperasi Perempuan untuk perbaikan kualitas hidup Women's cooperative to improve quality of life
Pameran Forum KTI Eastern Indonesia Forum Exhibition Bagian yang menarik dari rangkaian Pertemuan Pembangunan yang menjadi kesempatan unik dan efektif untuk bertukar pengetahuan bagi seluruh pelaku pembangunan dari tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Pameran ini terbuka untuk umum dan merupakan peluang yang sangat strategis bagi Anda untuk mempromosikan kerja dan program kepada para tokoh kunci dan audiens yang lebih luas. Tahun ini pameran akan diikuti oleh badan pemerintah, NGO lokal, nasional, dan internasional, serta mitra pembangunan internasional. Beberapa di antaranya adalah Pemerintah Provinsi Maluku, AusAID-ANTARA, OXFAM, Burung Indonesia,WWF, Mercy Corps, Mars Symboscience, dan CSP. One of the most popular features of the EI Forum, the exhibition is a chance for any organization to present their work to attendees. As during last year’s Forum, the exhibition will be open to the public. The exhibition is a very strategic opportunity for organizations to promote their work and programs to a wider audience. The exhibition is an effective knowledge exchange for development stakeholders from a local, regional, national and international level. This year there will be booths from the Government of Maluku Province, Maluku, AusAID-ANTARA, OXFAM, Burung Indonesia,WWF, Mercy Corps, Mars Symboscience, CSP and UNICEF. Untuk informasi lebih lanjut tentang Forum KTI V silakan mengikuti update perkembangannya di/For more information please go to:
http://www.bakti.org/id/panel/pertemuan-forum-kti-v-2010
FORUM KAWASAN TIMUR INDONESIA EASTERN INDONESIA FORUM
F
orum Kawasan Timur Indonesia (Forum KTI) adalah Forum yang bersifat independen dan terbuka yang secara aktif mendorong dan mengembangkan kemitraan para pihak serta mendorong inovasi sosial dalam menjawab tantangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Forum ini dibentuk pada tahun 2004 dan berupaya mendukung efektivitas dan keberlanjutan pembangunan yang berbasis pengetahuan dan kerja sama antar pihak. Anggota Forum KTI berasal dari unsur pemerintah, legislatif, akademisi, organisasi non pemerintah, dan sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan di 12 provinsi di wilayah Papua, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi. Forum KTI berfungsi dan berperan menjalin hubungan multi-pihak dan memfasilitasi upaya berbagi pengalaman dalam menciptakan perubahan positif dan solusi cerdas dalam mengatasi berbagai masalah pembangunan Kawasan Timur Indonesia.
FORUM KTI
The Eastern Indonesia Forum (Forum KTI) is an independent and open forum which actively encourages and develops stakeholder partnerships and drives social innovation to answer development challenges in eastern Indonesia. The forum was established in 2004 and supports development effectiveness and sustainability based on knowledge and stakeholder cooperation. Members of Forum KTI come from the government, legislative, academic, NGO, and private sectors and are involved in development in the 12 provinces of Papua, Maluku, Nusa Tenggara and Sulawesi. Forum KTI’s function and role is to facilitate multi-stakeholder relationships and sharing of experiences to achieve positive change and find smart solutions to overcome the development issues in eastern Indonesia.
Forum Kawasan Timur Indonesia Wilayah Sulawesi Utara Vivi George Yayasan Swara Parangpuan-SWAPAR Kantor KAPET Menado Jl. Diponegoro No. 51, Manado Sulawesi Utara Telp : (0431) 846685 Fax : (0431) 834564
[email protected] Sulawesi Tenggara
Pusat Penelitian dan Bahasa dan Kebudayaan Universitas Mataram Jl. Pendidikan No.37 Mataram Nusa Tenggara Barat Telp/Fax : (0370) 623207
[email protected] Nusa Tenggara Timur
Mitzan
Yayasan Cinta Alam-YASCITA Jl. Laute III No.9 Kendari Sulawesi Tenggara 93111 Telp/ Fax : (0401) 322381
[email protected] Sulawesi Barat Kahar Ali Nur
Nusa Tenggara Barat H.M.Rosikhan,SE
Lembaga Penelitian Analisis Sosial dan Lingkungan (L-PAS-L) Pakkabatang Kanang Kel. Amassangan Kec. Binuang Kab. Polewali Mandar, Sulawesi Barat Telp/Fax: 0428-22422
[email protected]
Johannes Melky Subani
Sekretariat Bersama (Sekber) NTT Jl. Polisi Militer No.2 Kupang Nusa Tenggara Timur Telp: (0380) 833169 Fax: (0380) 824280
[email protected]
Maluku Michael Siahaya Bappeda Provinsi Maluku Sekber Aula Bappeda Provinsi Maluku Lt. 3 Jl. Pattimura No. 1 Ambon, Maluku Telp: (0911) 352043 Fax: (0911) 355933
[email protected]
Papua Barat Jonni Marwa Pusat Pemberdayaan Fiskal dan Ekonomi Daerah-P3FED UNIPA Kantor P3FED Jl. Gunung Salju Amban, Manokwari Papua Barat 98314 Telp/Fax : (0986) 214993
[email protected] Maluku Utara Aziz Marsaoly Pusat DIAHI Jl. Kayu Manis Tabahawa No.9 Kelurahan Santiong, Ternate Maluku Utara Telp/Fax : (0921) 326733
[email protected] Papua Jhon Julius Boekorsjom Bappeda Provinsi Papua Jl. Soa Siu Dok II Jayapura Papua 99113 Telp: (0967) 524503 Fax: (0967) 532167
[email protected]
Sekretariat Forum Kawasan Timur Indonesia JI. DR.Sutomo No. 26, Makassar 90113 Sulawesi Selatan, Indonesia P 62-411-3650320-22 F 62-411-3650323
Gorontalo Ir. Aryanto Husain, MP Bappeda Provinsi Gorontalo Bappeda Provinsi Jl. Sapta Marga Botu, Kota Gorontalo, Gorontalo Telp: (0435) 831586 Fax: (0435) 831 587
[email protected] Sulawesi Tengah Zulfinachri Achmad, S.STP., M.Si Bappeda Kota Palu Jl. Veteran No. 52, Palu Sulawesi Tengah Telp/Fax : (0451) 457310
[email protected] Sulawesi Selatan Drs. Diagusta B. Randa, MSi Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan Jl. Urip Sumoharjo No. 269 Makassar Sulawesi Selatan Telp: (0411) 453486 Fax : (0411) 453869
[email protected]
[email protected] www.bakti.org
PUBLIKASI TERBARU NEW PUBLICATION Film
Bagi masyarakat di Kawasan Timur Indonesia yang sebagian besar bermukim di daerahdaerah yang terisolasi secara geografis, tantangan terbesar yang dihadapi terkait ketersediaan energi adalah minimnya jangkauan layanan listrik. Saat ini kapasitas terpasang pembangkit listrik oleh PlN masih terkonsentrasi di Jawa-Bali (74% pada tahun 2006) sedangkan Kawaan Timur Indonesia yang mencakup hampir 400/0 wilayah Indonesia, hanya mendapat 6%. Desa Batanguru di Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi Barat juga mengalami tantangan ini. Namun sejak tahun 2004, masyarakat desa ini tidak hanya mencukupi kebutuhan listrik mereka dengan memanfaatkan teknologi mikro hldro namun juga berhasil membuat dan memasarkan sendiri pembangkit listrik mikro hidro ke berbagai desa lain yang belum mendapatkan layanan listrik. Upaya ini mengantarkan mereka menjadi Desa Mandlri Energi pada tahun 2007.
BaKTINews on CD adalah media interaktif yang mengangkat praktek cerdas dari berbagai perspektif pembangunan dan wilayah Kawasan Timur Indonesia. CD ini memuat 24 edisi BaKTI News yang terbit di tahun 2008 hingga 2010 dan dimaksudkan agar BaKTINews dapat menjadi referensi berguna bagi pekerjaan anda. Melalui pertukaran pengetahuan, kami berusaha mendorong interaksi yang lebih baik antara organisasi pembangunan dan inovasi pembangunan berdasarkan konteks lokal untuk mendorong pembangunan Indonesia. CD ini adalah seri kedua dari BaKTINews on CD melanjutkan seri pertama yang diterbitkan tahun 2008.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Yayasan BaKTI JI. DR.Sutomo No. 26, Makassar 90113 P : 62-411-3650320-22 F :62-411-3650323 E-mail:
[email protected]
25
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
WAJAH KTI FACE OF EASTERN INDONESIA
P
ertambangan jika dikelola dengan baik tentu akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat terutama masyarakat kecil di sekitar lokasi pertambangan. Namun, yang terjadi di Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur justru sebaliknya, aktifitas pertambangan Mangaan (Mn) yang telah berlangsung sejak Tahun 1984 tidak membawa perubahan apun bagi kehidupan masyarakat di sekitar lokasi tambang, gunung yang dulu tinggi menghijau dan hutan yang lebat kini berubah menjadi hamparan gundul dan gersang, mata air dan sumur sudah kering karena daerah resapan air ikut ditambang, ikan di lautpun pergi karena pantai juga ikut disulap menjadi pelabuhan sementara pengangkut Mn. Semestinya pertambangan dilakukan dengan cara-cara yang sehat agar masyarakat sejahtera, perusahaan untung dan ada sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) bagi pemerintah. Mining, if properly managed, can be beneficial to people's lives, especially small communities around the mining sites. However, the mining in Manggarai district, East Nusa Tenggara Province, is of the opposite variety. The manganese (Mn) mine, which has been active since 1984 has not brought positive change to people's lives,. The land, which once had high verdant mountains and dense forest, has now become a stretch of barren and arid land where springs and wells are dry because the water catchment areas have been mined. Even the fish in the ocean have disappeared because the beach now doubles as a port for transport of the mine products. Mining should be done in ways that are healthy for the public, corporate profits and as a source of income (PAD) for the government.
Tentang Fotografer About the Photographer Wilson M.A. Therik adalah Ketua Komunitas FOKUs (Fotografer Kupang dan Sekitarnya), Kandidat Doktor Studi Pembangunan dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, anggota Jaringan Peneliti KTI (JiKTI) dan anggota Forum Academia NTT. Saat ini sementara menulis disertasi tentang Negara dan Civil Society di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Wilson M.A. Therik is the head of of FOCUS Community (Photographers of Kupang and the Surrounding Areas), a Doctoral Candidate in Development Studies from the University Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, a member of the EI Researcher Network (JiKTI), and a member of the Forum Academia NTT. Currently he is writing a dissertation on the State and Civil Society in Rote, East Nusa Tenggara.
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
26
Pak Linggi, seorang inovator dari Desa Batang Uru di Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat menerima penghargaan dalam acara Penerimaan Kades, Lurah Teladan, Ketua Penggerak PKK Tingkat Desa, Kelurahan, Pendamping Kecamatan, Kabupaten, dan Provinsi, serta Kemendagri 2010 atas jasanya membangun desa mandiri energi dengan membuat dan mengembangkan turbin pembangkit tenaga listrik mikro-hidro. Upaya pak Linggi, juga terpilih sebagai salah satu praktik cerdas yang dipromosikan oleh BaKTI dan Forum KTI selama tahun 2009 dan 2010. Pak Linggi, an innovator from Batang Uru Village in Mamasa, West Sulawesi province, recently received an award in the event celebrating The Best Head of Village, Best Chairman of Village Women’s Group, and the Best Village-DistrictProvincial Facilitator from the Minister of Disadvantaged Areas for his services in building an independent villages energy network by creating and developing a micro-hydro turbine generator. Pak Linggi's efforts were also chosen as one of the smart practices and promoted by BaKTI and Forum KTI in 2009 and 2010.
PELUANG OPPORTUNITY
NFP Short Course
U
niversitas di Belanda menawarkan short courses yang menyediakan pelatihan profesional lanjutan untuk tingkat pasca sarjana (post-secondary) pada beberapa bidang studi. Peserta short courses akan memperoleh sertifikat atau diploma. Lamanya program berkisar antara dua minggu hingga 12 bulan. Beasiswa NFP yang dihibahkan untuk short courses mencakup biaya studi, biaya perjalanan internasional, biaya hidup, tunjangan buku dan asuransi kesehatan.
Kualifikasi Pemohon Kandidat yang memohon beasiswa untuk short courses harus memenuhi kriteria sebagai berikut: warga negara dari dan bekerja di salah satu dari 61 negara berkembang yang terdaftar ; telah memenuhi persyaratan dan diterima oleh universitas di Belanda untuk mengikuti salah satu short courses yang ada di daftar terbaru; telah melengkapi Formulir NFP-short course dan telah menyerahkan semua dokumen yang diperlukan ke Netherlands Educatio Support Office (Neso) Pengalaman kerja (setelah lulus S1) minimal 3 tahun di institusi terakhir; dicalonkan oleh employer- nya, yang berjanji akan tetap membayar gaji si kandidat dan jabatan akan tetap dipertahankan selama berada di Belanda. Sebagai pengecualian dalam situasi khusus, employer diperkenankan untuk memberikan sebagian dari gaji dan employer menjanjikan akan mematuhi semua persyaratan formal NFP lain bila beasiswa diberikan. Harap diketahui bahwa tunjangan NFP tidak mencukupi kebutuhan anggota keluarga siswa, baik di negara asal maupun di Belanda; memberi pernyataan yang menjelaskan motivasi kedua belah pihak, baik pemohon maupun employer- nya; memberikan bukti kemampuan menulis dan berbicara dalam bahasa pengantar (kebanyakan bahasa Inggris) memiliki skor IELTS skor minimal 5.5 atau ITP TOEFL 520 poin. Pengecualian aturan ini akan diberikan kepada kandidat yang memiliki pendidikan tersier dalam bahasa Inggris, dan juga untuk kandidat yang sebelumnya pernah mengikuti kursus atau program dengan institusi pendidikan Belanda tidak lebih dari empat tahun yang lalu; memberi pernyataan bahwa yang bersangkutan akan kembali ke negara asalnya segera setelah short course ini berakhir. Batas waktu untuk pendaftaran beasiswa adalah:
1 Desember 2010 Admission letter sudah harus dimiliki kandidat sebelum batas waktu yang ditentukan untuk mengajukan pendaftaran beasiswa. Karena itu para kandidat sangat dianjurkan untuk memulai prosedur pendaftaran masuk sedini mungkin. Seleksi kandidat penerima beasiswa NFP untuk short course memakan waktu kurang lebih satu setengah bulan setelah batas waktu pendaftaran.
Website: http://www.nesoindonesia.or.id/indonesian-students/informasi-dalam bahasa/beasiswa/nfp/ nfp-short-course
27
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
Batukar.info Update
Batukar.info adalah bursa pengetahuan online yang menyediakan berita dan informasi seputar Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan menjadi media pertukaran pengetahuan antara para pelaku pembangunan yang terlibat dalam pembangunan di KTI. Pada saat ini www.batukar.info sudah menyediakan lebih dari 3000 konten mengenai berita, isu, referensi, direktori yang membantu para pemangku kepentingan di KTI mendapatkan informasi dan pengetahuan yang mereka butuhkan. Anda bisa menjadi penikmat informasi dan pengetahuan seputar KTI dengan menjadi anggota batukar.info. Semua fitur menarik di website ini akan bisa dinikmati bila anda sudah menjadi anggota. Ingin tahu lebih banyak lagi tentang batukar.info? Simak informasi terbaru dari batukar.info dibawah ini. Selamat menikmati!
Sejak diluncurkan bulan Januari 2010, situs ini semakin dikenal dan dirasakan manfaatnya oleh para pelaku pembangunan di KTI. Hal ini bisa dilihat dari data statistik (sumber: Google Analytics). Dimulai dari bulan Feb dengan 5,879 Absolute Unique Visitors (AUV), sampai terakhir bulan Agustus dengan 15,924 AUV. Total 89,151 AUV dan total 98,432 hits/visit sampai saat ini. Dari data tersebut membuktikan Batukar.info menjadi media yang efektif untuk promosi kegiatan dan penyebaran informasi di KTI. http://www.batukar.info/photo/content/statistik-batukarinfo
Referensi Terbaru Artikel East Indonesia holds inaugural biosecurity forum Indonesia is a major gateway to Australia from all parts of Asia and the Pacific and is therefore vitally important for Australia’s biosecurity. The CRCNPB’s work in Indonesia is more important than ever, given that Indonesia is a part of the recent free trade agreement between China and the ASEAN nations. In order to raise awareness of the issues involved, East Nusa Tenggara, an Indonesian province comprising 566 islands, was the location for the first ever forum dedicated to biosecurity issues held in this area.
A World Bank Perspective on Future Directions for Research This paper provides an overview of the history of development research at the World Bank and points to new future directions in both what we research and how we research. Six main messages emerge. First, research and data have long been essential elements of the Bank's country programs and its contributions to global public goods, and this will remain the case. Second, development thinking is in a state of flux and uncertainty; it is time to reconsider both the Bank's research priorities and how it does research. Third, a more open and strategic approach to research is needed -- an approach that is firmly grounded in the key knowledge gaps for development policy emerging from the experiences of developing countries, including the questions that policy makers in those countries ask. Fourth, four major sets of problems merit high priority for our future research http://www.batukar.info/node/4217
http://www.batukar.info/komunitas/ articles/kemiskinan-turun-kelaparan-naik
Community Blog Kemiskinan Turun Kelaparan Naik
Pada 8 September 2000, lewat MDGs, PBB mencetuskan sebuah janji ambisius untuk mengurangi kemiskinan global menjadi separuh dibandingkan dengan kondisi pada 1990.Kini, sepuluh tahun kemudian, tujuan tersebut bagi sebagian besar negara anggota PBB diperkirakan akan tercapai. Meski di balik keberhasilan tersebut tercatat masih sangat banyak warga dunia yang kehidupannya belum membaik, bahkan tak jarang semakin buruk.Perkembangan yang paradoks ini sepatutnya menjadi isu utama yang perlu dicermati oleh puluhan kepala negara serta ratusan pejabat tinggi dari seluruh anggota PBB yang bertemu di New York hari-hari ini. Upaya pengurangan kemiskinan yang cukup berhasil layak disyukuri, terutama kemiskinan ekstrem yang turun drastis dari 42 persen (1990) menjadi 25 persen (2005).Dalam statistik tersebut, yang dianggap miskin adalah mereka yang berpenghasilan kurang dari 1,25 dollar AS per hari. Secara nominal, terjadi penurunan jumlah orang miskin di dunia dari 1,8 miliar jiwa (1990) menjadi sekitar 1,2 miliar (2005). http://www.batukar.info/komunitas/blogs/ mendidik-manusia
AMARTA August newsletter Berita utama edisi kali ini: Mr. Waku Wakerkwa dari Wamena yang pindah ke Timika untuk mendulang emas memutuskan kembali ke Wamena untuk menanam kopi. Budidaya tanaman kopi telah dipelajarinya di Koperasi Baliem Arabika. Koperasi ini juga membeli kopi petani dengan harga yang lebih baik dan sekaligus memberikan pelatihan kepada petani untuk meningkatkan produksi.Website: www.amarta.net http://www.batukar.info/referensi/amarta-august-newsletter
Merekonstruksi Penanganan Kemiskinan Di Provinsi Gorontalo Makalah ini adalah satu masukan bagi Pemerintah Propinsi Gorontalo yang diajukan oleh Bapak Dr. Agusalim yang juga sebagai Tenaga Ahli Propinsi Gorontalo. URL: http://agusjero.blogspot.com/2010_08_01_archive.html http://www.batukar.info/referensi/merekonstruksi-penanganankemiskinan-di-provinsi-gorontalo
Menyebar Inovasi Menyemai Kemajuan Apakah mereplikasi yang berarti menjiplak dan menyontek berkonotasi negatif? Bisa demikian bila dikaitkan dengan kegiatan produksi barang. Suatu perusahaan yang meniru produk perusahaan lainnya, apalagi tanpa persetujuan, dapat dikategorikan sebagai plagiat dan melanggar hak paten. Namun bisa juga berkonotasi positif bila upaya-upaya menduplikasi dan merepetisi berhubungan dengan sistem pelayanan publik. Bahkan, amat sangat penting untuk mereplikasi program/kebijakan layanan publik yang lebih bagus dan lebih maju. http://www.batukar.info/referensi/menyebar-inovasi-menyemaikemajuan
PROFIL LSM NGO PROFILE
YYayasan ayasan PPusaka usaka UUwelutu welutu ((YASALU) YASALU) M
enghadapi pembangunan nasional pasca era reformasi diperlukan dukungan masyarakat lebih besar sebagai pelaku utama pembangunan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Pemberdayaan ekonomi rakyat, Pendidikan dan Kesehatan merupakan fokus utama pembangunan nasional Bangsa Indonesia saat ini, karena itu diperlukan penyiapan kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik. Guna mengantisipasi issu-issu di atas, Yayasan Pusaka Uwelutu (YASALU) berupaya untuk tampil ke depan serta ikut berpartisipasi secara interaktif dalam memediasi Pemerintah dan masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya saat ini di wilayah Kabupaten Parigi Moutong khususnya, Sulawesi Tengah dan wilayah Indonesia pada umumnya. Misi lembaga ini antara lain : 1. Mendorong arah kebijakan pemerintah, yang proporsional dan sistem pemerintahan yang transparan 2. Mewujudkan SDM yang siap mengelola potensi SDA secara optimal. 3. Mengembangkan ekonomi kerakyatan yang memiliki daya Saing tinggi. 4. Meningkatkan kemandirian Masyarakat 5. Turut Serta Dalam pembangunan tata pemerintahan Yang sehat dan bersih (Good Governance). Dalam menjalankan misinya YASALU berperan sebagai fasilitator, inovator dan dinamisator dalam menjembatani dan mewujudkan harapan dan cita-cita yang luhur kepada terwujudnya masyarakat adil dan makmur serta sumber daya alam yang Lestari . Beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh YASALU antara lain : 1. Perencanaan Penataan Kawasan Kumuh secara Partisipatif di Kelurahan Bantaya Kec. Parigi Kab. Parigi Moutong 2. Suvey dan Pemetaan Kapasitas Masyarakat Sipil di Kota Palu dan Kab. Parigi Moutong dalam Peningkatan Layanan Publik kerja sama dengan BRIDE-UNDP dan Bappada Sulteng. 3. Perencanaan Penyusunan Master Plan Pendidikan Kabupaten Parigi Moutong berkerja sama dengan Bappeda Kab. Parigi Moutong. 4. Penyusunan Rencana Program Pembangunan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Kab. Parigi, bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kab. Parigi Moutong Saat ini YASALU sedang melaksanakan program Tomini Bay Sustainable Coastal Livelihoods and Management (SUSCLAM) Tujuan dari program ini adalah meningkatkan mata pencaharian perempuan dan laki-laki dalam masyarakat pesisir. YASALU juga sedang merencanakan program rehabilitasi mangrove di pesisir Teluk Tomini bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BLPH) Sumapapua Makassar dan Kampanye mitigasi dampak perubahan iklim di Kab. Parigi Moutong.
Facing the post-reform era of national development requires greater public support as the community is the main actor of development both in urban and rural areas. Economic empowerment of the people, education and health are the primary focus of Indonesia's national development at this time, because it requires quality human resources. In order to anticipate the above, the Yayasan Pusaka Uwelutu ( YASALU) was created to participate interactively in mediating the government and the community to solve problems facing the region, especially in Moutong Parigi district, Central Sulawesi. The mission of this institution, among others: 1. Encourage the direction of government policy towards apropor tionate and transparent system of government 2. Realize the potential of human resources to be ready to manage natural resources optimally. 3. Develop a people's economy which is competitive. 4. Increasing independence of community 5. Participate in the healthy development of good and clean governance In carrying out its mission YASALU acts as facilitators, innovators and dynamists in bridging and realize the hopes and noble ideals for a just and prosperous society and sustainable natural resources. Several activities have been carried out by YASALU including: 1. Spatial Planning for Participatory Slum Areas in Kelurahan Bantaya, Kec. Parigi, Kab. Parigi Moutong 2. Mapping Capacity of Civil Society in Palu and Improving Services in Parigi Moutong in cooperation with UNDP and BAPPEDA Central Sulawesi in the BRIDE program. 3. Preparation of Master District Plan for Education in Parigi Moutong in cooperation with BAPPEDA Kab. Moutong Parigi. 4. Development Program for Natural Resources and Environment in District. Parigi, in collaboration with District Environmental Agency of Parigi Moutong Currently YASALU is implementing a program called Tomini Bay Sustainable Coastal Livelihoods and Management (SUSCLAM). The purpose of this program is to improve the livelihoods of women and men in coastal communities. YASALU also is planning a program for rehabilitation of mangroves in the Gulf of Tomini working with the Sumapapua Environmental Management Agency (BLPH) Makassar and a campaign for mitigation of climate change impacts in the district of Moutong Parigi.
INFO LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION M. Amin Panto (Program Manager) Jl. Hanusu No. 03 Kel. Masigi, Kec. Parigi, Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah HP : 081341443631, Website : http://yasalu-parigi.org E-mail :
[email protected]
29
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
KEGIATAN DI BaKTI Events in BaKTI 23 September 2010 Presentasi dan Diskusi tentang Hiu: Penguasa Samudera Presentation and Discussion: Sharks – the Rulers of the Ocean Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) bekerjasama Canadian International Development Agency (CIDA) mengadakan Presentasi dan Diskusi tentang Perlindungan dan Penyelamatan Hiu di ruang pertemuan outdoor Kantor BaKTI Makassar. Hadir sebagai narasumber adalah Brendon Sing, seorang pelatih instruktur selam dan pendiri Shark Guardian (www.sharkguardian.org). Brendon telah berpengalaman lebih dari 10 tahun bekerja dalam pendidikan dan konservasi hiu dan kini memimpin para penyelam untuk penyelamatan hiu. Kegiatan ini bertujuan memberi pemahaman yang lebih positif tentang hiu dan mendorong peserta untuk melestarikan hiu. Sekitar 50 peserta menghadiri acara ini. The Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI) together with the Canadian International Development Agency (CIDA) held a presentation and discussion about Shark Conservation in BaKTI’s backyard, Makassar. The presentaion was led by Brendon Sing, a diver instructor trainer and founder of Shark Guardian. Brendon has more than 10 years experience working on shark conservation and education, supporting shark conservation efforts, and leading divers all over the world to save this endangered species. The event aimed to introduce the positive and important roles of sharks in ocean ecosystems. More than 50 participants attended the event.
23 September 2010 Pelatihan Operator dan Admin eLibrary Operator and eLibrary Admin Training Kantor Arsip, Perpustakaan dan Pengelolaan Data Kota Makassar melaksanakan Pelatihan Operator /Administrasi eLibrary bagi para stafnya di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Pelatihan yang diikuti oleh 10 staf ini bertujuan untuk membekali staf dengan keahlian teknologi untuk menginput dan mengedit data kedalam website dan perpustakaan digital. The Makassar Library, Archive and Data Management Office held an Operator and eLibrary Admin Training for their staff in the BaKTI meeting room. The training was attended by 10 staff and aimed to provide better skills for data input and editing to be used in digital library and website.
30 September 2010 Pertemuan Koordinasi Persiapan Pendampingan Siklus Kota Preparation for City Cycle Coordination Meeting Korkot 5 Gowa, KMW 8 PNPM Mandiri Perkotaan Sulawesi Selatan mengadakan pertemuan koordinasi untuk persiapan pendampingan Siklus Kota PNPM Mandiri Perkotaan dan P2KP Advanced di ruang pertemuan BaKTI Makassar. Kegiatan ini bertujuan untuk mendiskusikan pelaksanaan kegiatan penguatan Aparat PEMDA untuk mendorong terwujudnya kemandirian PNPM dengan Pemerintah Daerah melalui Komunitas Belajar Perkotaan (KBP), Revitalisasi TKPKD serta reorientasi penyusunan SPKD dan PJM Pronangkis Kota berbasis kinerja peningkatan Index pembangunan manusia/IPM – MDGs. The City Coordinator 5 for Gowa and the Coordinator of Region 8 for PNPM Urban South Sulawesi held a coordination meeting to prepare for the PNPM Urban City Cycle at BaKTI. This activity was held to discuss the regional government strengthening activity in relation to PNPM self-sufficiency through Urban Learning Groups, Revitalization of TKPKD, reorientation of SPKD and PJM Pronangkis based on performance of HDI improvement and MDGs.
Oktober-November 2010
Volume V - edisi 60
30
INFO BUKU INFO BOOKS Potret Masyarakat Pesisir Sulawesi Tenggara A Portrait of Coastal Communities in Southeast Sulawesi Penulis Author Penerbit Publisher La Ode M. Aslan & La Ode Abdul Rahab Nadia Unhalu Press
Deskripsi fisik
ISBN
viii + 203 hal, 16 x 20 cm
978-602-8363-21-3
M
asyarakat pesisir unik dan dinamis, eksis pada kehidupan yang berbingkai perikanan, terpotret sebagai kelompok masyarakat yang sampai hari ini kokoh pada keterbelakangan, hampa pada kejayaan sumberdaya di sekitarnya. Banyak pula yang beranggapan, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang kehidupannya monoton, masyarakat yang tidak rela berpindah ke lain hati dalam konteks kehidupannya, sehingga mereka hidup dan mati dengan hasil perikanan.Hal inilah yang menyentuh pemikiran penulis untuk meramu tulisan tentang kehidupan masyarakat pesisir, khususnya yang ada di wilayah perairan Sulawesi Tenggara. Coastal communities are unique and dynamic, living lives framed by fishing, but they are often captured as being people who are underdeveloped and unconnected to the wealth of resources in their vicinity. Many think that coastal communities live lives that are monotonous and that the people are not willing to switch focus in the context of their lives, so they live and die with the results of fisheries. This thought led the author to write about the life of coastal communities, particularly those in waters of Southeast Sulawesi.
Bulu Babi, Manfaat dan Pembudidayaannya Sea Urchins: Uses and Cultivation Penulis Author La Ode M. Aslan
Penerbit Publisher Unhalu Press
Deskripsi fisik x + 130 Hal, 11 x 17.5 cm
ISBN 979-99551-5-7
S
ebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut yang sangat pontesil untuk dikembangkan, salah satunya adalah bulu babi (sea urchin). Biota laut ini memiliki nilai ekonomis penting, terutama sebagai bahan pangan bergizi tinggi. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan perhatian dari masyarakat nelayan, menyebabkan bulu babi belum banyak dilirik untuk menjadi salah satu komoditi unggulan. Selama ini pemanfaatan bulu babi oleh nelayan hanya berasal dari hasil pengumpulan dan penangkapan di alam, bukan dari hasil budidaya dan masih dijual untuk komoditi pasar lokal (non ekspor). Buku ini memberikan gambaran detail mengenai bulu bali, pemanfaatan dan pembudidayaannya. As an archipelagic country, Indonesia has marine biological resources with great potential to be developed, one of which is sea urchins. This marine animal has important economic value, especially as a highly nutritious food source. However, due to limited knowledge and attention from the fishing communities, the sea urchin has not been seen as being able to become a leading commodity. So far, the utilization of sea urchins by fishermen only come from the collection and capture of wild urchins, rather than the result of cultivation, and catches are only sold to local markets commodity (nonexport).This book provides information about the urchins and their use and cultivation.
Menebar Inovasi, Menyemai Kemajuan Spreading Innovation, Germinating Progress Penulis Author Tim Fajar Institute pro Otonomi (FIPO)
Penerbit Publisher The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO)
Deskripsi fisik xii + 65 Halaman, 14 x 21 cm
S
ejak awal berdiri tahun 2008 lalu, The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO) telah berkomitmen melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap inovasi-inovasi yang dikembangkan oleh kabupaten & kota seprovinsi Sulawesi Selatan. Disamping melakukan monev, FIPO juga intens mempublikasikan inovasi-inovasi tersebut. Salah satu tujuan publikasi ini adalah agar terjadi diseminasi informasi mengenai program terkait. Buku yang disusun oleh tim FIPO ini, memuat sepuluh program peraih Otonomi Awards 2010, sengaja disusun dan dipublikasikan sebagai bagian dari upaya mendorong proses-proses replikasi suatu kebijakan public. Since its establishment in 2008, The Fajar Institute of Pro Autonomy (FIPO) has been committed to monitoring and evaluation the innovations developed by the districts & cities in the province of South Sulawesi. In addition to monitoring and evaluation, FIPO also publicizes these innovations. One of the purposes of this book is dissemination of information about these programs. Compiled by the team at FIPO, the book contains information on ten winning programs from the 2010 Autonomy Awards and was prepared and published as part of efforts to encourage the replication processes within public policy.
Terima kasih kepada Bapak La Ode M. Aslan dan FIPO atas sumbangan buku-bukunya untuk perpustakaan BaKTI/ Thank you to Bapak La Ode M. Aslan and FIPO for donating their books to BaKTI.