Edisi Oktober 2010
Jaring Pengaman Untuk Mencegah Kecelakaan Safety Nets to Protect Accidents Oktober 2010 | 1
Prolog
Mawas Diri Terhadap Kemampuan dan Keterbatasan Kita
D
alam setiap kecelakaan transportasi, human factor (faktor manusia) selalu menjadi faktor yang lebih dominan dibandingkan faktor lain seperti cuaca, mesin, dan peralatan. Hasil-hasil investigasi menunjukkan bahwa faktor manusia seperti kelelahan dan kelalaian berkontribusi sangat besar terhadap terjadinya kecelakaan. Kondisi ini mendorong dunia transportasi mengelola human factor dengan baik guna meminimalkan kesalahan manusia yang berakibat pada kecelakaan.. Guna menekan kecelakaan akibat human factor, perlu diidentifikasi sumber-sumber penyebab kesalahan manusia dalam bekerja. Pembekalan setiap personel tentang human factor melalui training yang berkelanjutan diberikan secara berkala. Pengetahuan tentang human factor bahkan menjadi salah satu materi penting yang harus dikenalkan sejak awal mereka bergabung dalam perusahaan. Dengan memahami human factor diharapkan setiap orang memiliki kesadaran yang tinggi sehingga lebih mawas diri dalam bekerja. Menyadari keterbatasan manusia dalam bekerja sangat penting untuk meningkatkan keselamatan diri sendiri,orang-orang yang bekerja di sekitarnya dan lingkungan serta keselamatan penerbangan secara keseluruhan. Dalam penerbitan Penity edisi Oktober 2010 ini human factor menjadi tema utama yang dibahas secara tuntas. Rubrik Persuasi, Cakrawala, dan Intermeso saling melengkapi dalam menyajikan materi tentang human factor. Begitu juga rubrik Selisik dan Rumpi dengan pembahasan yang khas mengangkat tema human factor dengan cara yang berbeda. Bulan Oktober 2010 ini Penity telah menginjak usia dua tahun. Tidak kurang dari dua puluh lima kali kami hadir dalam kesahajaan dihadapan para pembaca setia. Sebagai kado ulang tahun kepada pembaca kami menyisipkan “Dari Dapur Penity” yang berisi tentang kisah di balik dapur redaksi dan opini pembaca tentang materi yang dibahas dalam media ini selama dua tahun terakhir. Redaksi mengucapkan terima kasih serta kami tetap menunggu kritik, masukan dan saran pembaca. Selamat membaca.
Self-Aware to Our Capability and Limitation
H
uman factor has always be a dominant factor in every transportation accidents then other factors such as weather, machinery, and equipment. The result of accident investigation shows that human factors such as fatigue and negligence greatly contribute to the accident. Managing the human factor becoming more and more importance to minimize human error that can causing an accident. In reducing accidents caused by human factor, the sources of human error in work needs to be identified. Every personnel need to have knowledge regarding human factor through a continuous and periodic training. Knowledge about human factor is even one of the most important materials that must be introduced to every employee who joined the company. By understanding human factor, every personnel is expected to have a high level of self awareness so that they become more self aware in their job. To understand the limitation of human on their job is very important to increase the safety of their shelves, the people who works around them and also for the environment and the overall flight safety. The publication of Penity on October 2010 thoroughly discussed the theme of Human Factor. The rubric of Persuasi, Cakrawala, and Intermeso complete each other in presenting articles regarding the human factor material. The rubric of Selisik and Rumpi also brings up the discussion of human factor although from a different approach. This October, Penity celebrate its two year anniversary. No less than twenty five times that we humbly presents ourselves for our faithful readers. This edition, we present our anniversary gift to our readers by inserting “Dari Dapur Penity” / “From the Penity Kitchen” which tells the story behind the editorial desk and also readers opinion regarding the material that are presented by this media during the last two years. Finally, the editorial would like to present our gratitude and we are also still expecting critics, recommendation and suggestion from our dear readers. Happy reading.
Diterbitkan oleh Quality Assurance & Safety GMF AeroAsia, Hangar 2 Lantai Dua Ruang 94, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng - Indonesia, PO BOX 1303 - Kode Pos 19130, Telepon: +62-21-5508082/8032, Faximile: +62-21-5501257. Redaksi menerima saran, masukan, dan kritik dari pembaca untuk disampaikan melalui email
[email protected]
010 2 | Oktober 22010
Opini
Syarat Pembuatan dan Perpanjangan Garuda Authorization Dengan mereferensi Surat Edaran DKUPPU/0456/UMM/2009 dan merujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2009 tentang “Jenis dan Tarif dan Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Perhubungan, Unit Personnel Qualification & Licensing mengumumkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pembuatan baru atau perpanjangan AMEL dan Company Authorization. Pengumuman ini dilanjutkan di halaman yang sama pada Penity edisi berikutnya.
Penerbitan Baru (Initial) 1. 2. 3. 4. 5.
Surat pengantar dari unit kerja pemohon. Mengisi form ga-auth. Application (form : mz-1-16). Melampirkan copy current ame licence Melampirkan copy gmf authorization. Melampirkan copy certificate training : • A/c type rating. • Etops • Current human factor • Certifying staff • Basic inspection • Safety management system • Fuel tank safety • Hazmat / dangerous goods
Perpanjangan (Renewal)
Penambahan Rating (Additional)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Surat pengantar dari unit kerja pemohon. Mengisi form ga-auth. Application (form : mz-1-16). Melampirkan copy current ame licence. Melampirkan copy gmf authorization. Melampirkan copy garuda authorization. Melampirkan copy certificate training : • Continuation training module i. • Continuation training module ii. 7. Run up experience logbook.
Surat pengantar dari unit kerja pemohon. Mengisi formulir aplikasi (form : mz-1-16). Melampirkan copy current ame licence. Melampirkan copy gmf authorization. Melampirkan copy garuda authorization. Melampirkan copy certificate a/c type rating Melampirkan copy certificate etops Melampirkan copy certificate continuation training module i.
INTERNAL OCCURRANCE REPORT
S
ebuah Hoist Crane Type Wire 1 Ton Inventory No: 016 di WS-1 mengalami korosi. Sebagian tali slingnya putus. Hal ini membahayakan personel maupun property. Kepada responsible unit mohon melakukan perbaikan untuk mencegah incident maupun accident. (Kusmanto/521653 )
SEBELUM
Corrective Action Responsible unit telah melakukan pemeriksaan terhadap Hoist Crane yang dimaksud dan bekerjasama dengan rekanan melakukan perbaikan dengan mengganti 1 set tali sling pada Hoist Crane yang dimaksud. (Suminto/517705) SESUDAH
Tanggapan Redaksi Redaksi mengucapkan terimakasih kepada Sdr Kusmanto yang melaporkan potensi bahaya ini kepada responsible unit melalui IOR. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada responsible unit yang melakukan corrective action dengan cepat sehingga potensi bahaya bisa dimitigasi. Redaksi menyarankan responsible unit agar Preventive Maintenance & Inspection (PMI) dari Hoist Crane ditinjau kembali efektifitasnya dengan mempertimbangkan berbagai aspek khususnya aspek lingkungan yang korosif.
Oktober 2010 | 3
Cakrawala
Maintenance Error Decision Aid (MEDA):
Bukan Hukuman Bagi Pelaku Kesalahan Di dalam Safety Management System, MEDA merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi secara reaktif (Hazard Identification-Reactive Method).
alam setiap kejadian yang melibatkan kesalahan manusia kebanyakan orang cenderung menyalahkan personel pelaksana sebagai penyebabnya. Padahal kebanyakan kesalahan kerja terjadi sebagai akibat interaksi antara pelaksana kerja, kondisi lingkungan kerja dan alat kerja. Analisa yang objektif atas suatu kejadian hanya akan didapat jika kita menyadari bahwa, kinerja seseorang sangat dipengaruhi kondisi lingkungan dan kesalahan yang terjadi sebagai akibat dari mata rantai beberapa faktor kontribusi. Oleh karena itu diperlukan prosedur investigasi yang dapat menjamin obyektifitas proses dan hasil penyelidikan. Di dalam industri penerbangan, banyak metode yang dipakai untuk menganalisa
D
kejadian yang melibatkan kesalahan manusia salah satunya adalah Maintenance Error Decision Aid (MEDA). Metode yang sangat populer ini dikembangkan oleh Boeing, dan cukup efektif sebagai tool untuk mendeteksi maintenance error yang disebabkan oleh kesalahan pelaksana. MEDA memiliki empat tujuan utama, yaitu: Pertama, memberi pemahaman bagi organisasi perawatan bagaimana faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dan berkontribusi terhadap kesalahan kerja perawatan (maintenance error). Kedua, untuk identifikasi kelemahan pada sistim perawatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya kesalahan manusia. Ketiga, untuk memberikan metode standar dalam menganalisa kesalahan
M
is one of many methods that are used to analyze and investigate incident that is related to human error in the aviation industry. Developed by the Boeing Company, this method is very popular and highly effective as a tool to detect maintenance error caused by an error commited by frontline worker. MEDA has four main objectives, namely: First, MEDA gives maintenance organization an understanding to the factors that influence to personnel performance and contributed that maintenance errors. Second, MEDA investigates the weakness in the maintenance system that has the potential to cause a human error.
Maintenance Error Decision Aid (MEDA):
Is Not a Punishment for the Personnel Who Committed to an Error MEDA is a reactive method in Safety Management System which means that MEDA is conducted after an incident occurred.
4 | Oktober 2010
any people tends to blame the cause of every incident related to human error to the frontline personnel. Eventhough it maybe possible that the error is caused by the interaction between the personnel, the environment and the tools and equipment. An objective analysis of an incident (or accident) can only be obtained if we realized that the environment can greatly influenced the performance of a personnel and that multiple factors can contribute to an error. That why, we need an investigation procedure to assure that an objective of investigation process and result. Maintenance Error Decision Aid (MEDA)
Cakrawala kerja perawatan, penyebab-penyebabnya dan strategi perbaikannya. Keempat, sebagai alat analisa “error trend” bagi organisasi perawatan pada maskapai penerbangan. Di dalam Safety Management System, MEDA merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi secara reaktif (Hazard Identification-Reactive Method). Metode MEDA ini hanya dilakukan jika pada penyelidikan awal suatu kejadian ditemukan indikasi keterlibatan human factor. Proses MEDA dimulai dengan pembentukan tim pewawancara, terdiri dari 2-3 orang yang sudah terlatih dan memahami prinsip prinsip MEDA. Tim ini dapat terdiri dari satu orang dari unit penanggungjawab MEDA, satu orang teknisi senior dari unit tempat kejadian dan satu orang dari serikat pekerja. Namun idealnya tim pewawancara cukup dua orang, karena semakin banyak pewawancara akan membuat orang yang diwawancarai merasa tertekan. Langkah awal dari tim MEDA adalah mengumpulkan sebanyak mungkin in-
formasi, data-data dan bukti-bukti terkait dengan kejadian. Kemudian mengundang orang yang terlibat dalam kejadian untuk wawancara. Idealnya tempat yang dipilih untuk wawancara adalah tempat yang netral, bebas dari gangguan dan aktifitas kerja. Wawancara dimulai dengan terlebih dahulu menjelaskan proses dan manfaat positif MEDA, agar dia mau bekerjasama dan sukarela menceritakan semua informasi yang berhubungan dengan kejadian secara jujur dan terbuka. Untuk mendapatkan akar permasalahan yang akurat, tim harus menggali sedalam mungkin informasi dari orang yang diwawancarai. Selanjutnya hasil wawancara dianalisa untuk mengidentifikasi faktor-faktor kontribusi penyebab kejadian. Hasil analisa tersebut dan rekomendasi perbaikannya disampaikan kepada manajemen unit di mana human error terjadi untuk ditindaklanjuti. MEDA akan efektif mengurangi kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan manusia jika setiap orang dalam organisasi perawatan menyadari bahwa kesalahan perawatan dilakukan secara tidak sengaja
dan dapat terjadi sebagai akibat dari berbagai faktor kontribusi ditempat kerja. Secara filosofis MEDA percaya bahwa tidak ada seorang teknisi pun yang berniat untuk menyebabkan kecelakaan pesawat terbang. MEDA bertujuan untuk mencari menemukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesalahan (error) dan pelanggaran (violation) dan mengeliminasi faktor tersebut untuk mencegah kejadian serupa dimasa yang akan datang. Sebagian besar faktor kontribusi dari kesalahan atau pelanggaran ada di bawah kontrol manajemen maka perbaikan dapat dilakukan pada faktor-faktor tersebut untuk mencegah terulang kembali kejadian serupa. Terakhir harus disadari pula bahwa MEDA dibutuhkan oleh setiap pemimpin unit kerja untuk membantu mengetahui kelemahan-kelemahan sistem kerja di unitnya dan menentukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Patut diingat bahwa MEDA sama sekali bukan alat untuk menghukum seorang pelaku error. Hermansyah
Third, MEDA provide a standardized method to analyze maintenance error, the causes of the error, and the strategies to prevent the reoccurrence. Fourth, MEDA can provide the database to analyze trends in error for airlines and maintenance organizations. MEDA is a reactive method in Safety Management System which means that MEDA is conducted after an incident occurred. MEDA method is only conducted if an initial investigation of an incident determines whether there was a human factor that is involved to the event.. The MEDA Process is started by establishing an interview team, the MEDA interview team can consists of 2-3 people that have some form of MEDA training and understand the MEDA principles. The first team member should be a person from the unit that is responsible for the MEDA process, the second team member should be a respected senior maintenance technician from the area where the error occurred and the third person should be an observer from the worker union. It is suggested that an interview team of two people is preferred, because the interviewee may fell outnumbered and uncomfortable by too many interviewer. The first step of the MEDA interview team is to get as much information as possible about the error and the event before the interview. Then interview the people that are involved in the incident, if there are more than one person involved, interview them separately. Choose an appropriate place
that is neutral, free from any disturbance and work activities. In order for the interviewee to cooperate and share all information related to the incident honestly and openly, start the interview by explaining the process and positive benefits of MEDA. The MEDA interview team must get as much information as possible from the interviewee to obtain an accurate root cause of the incident. To identify the contributing factors that may cause an incident, the interview results needs to be analyzed. The management is then provided with the analysis results and the recommendation to address the human error in the unit where the incident occurs that needs to be followed up. If every person in the maintenance orgaIf every person in the maintenance organization realized that maintenance error is done unintentionally and maybe the result of a series of contributing factors, then MEDA
will be effective in reducing the human errors that may cause an incident. The central philosophy of the MEDA process is that no technician intends on causing aircraft accident on purpose. The purpose of MEDA process is to find out the contributing factors of error and violation, and to eliminate the contributing factors to prevent the reoccurrence of the incident in the future. Most of the contributing factors are under management control, in order to change the probability that an error will reoccur; the contributing factors must be addressed. MEDA is can also be used by every work unit leader to identify the weakness of the work system on their unit and to determine the steps needed to address those weaknesses. Last we need to remember that MEDA is absolutely not a tool to punish someone who committed an error. Hermansyah
Oktober 2010 | 5
Persuasi
Safety Nets to Protect Accidents
Jaring Pengaman Untuk Mencegah Kecelakaan Erman Noor Adi (Lead Audior Quality System & Auditing Component)
D
alam berbagai accident dan incident yang terjadi didunia penerbangan, human factor merupakan faktor dominan penyebab suatu kecelakaan. Faktor manusia sering tidak berdiri sendiri karena berkaitan dengan peraturan, pesawat, lingkungan, manajemen, dan pembinaan pemerintah. Faktor manusia memang dipengaruhi oleh faktor lain dalam lingkup yang sangat luas. Berdasarkan penelitian International Civil Aviation Organization (ICAO), human factor berkontribusi hingga 80-90 persen terjadinya kecelakaan. Pihak paling banyak melakukan kesalahan adalah awak pesawat. Adapun penelitian Boeing Company menemukan fakta 72,5 persen penyebab kecelakaan pesawat pada tahun 1980-1999 adalah factor manusia. Adapun 10,8 persen karena kesalahan pesawat, 2,5 persen perawatan, 5 persen cuaca, 5 persen Air Traffic Control (ATC), dan lain-lain 4,2 persen. Penelitian Boeing juga mengungkap 49 persen kecelakaan terjadi menjelang dan waktu pendaratan. Kesalahan awak pesawat dalam kecelakaan pendaratan berkontribusi hingga 80 persen. Untuk menurunkan tingkat kecelakaan, pendekatan teknologi dan regulasi menjadi pilihan dengan asumsi semakin canggih teknologi dan semakin ketat regulasinya, maka kecelakaan diharapkan berkurang. Tapi, kecelakaan masih sering terjadi sehingga pendekatan teknologi dan regulasi hanya sampai tahun 1980-an. Belajar dari pengalaman ini, pendekatan human factor yakni interaksi manusia dengan peralatan, prosedur, dan sebagainya mulai dilakukan. Pendekatan human factor mulai menjadi pilihan karena metode pencegahan kecelakaan dengan pertimbangan keterbatasan manusia belum diaplikasikan secara optimal. Apalagi dalam dokumen ICAO disebutkan bahwa grafik mesin sebagai penyebab kecelakaan menurun dan grafik manusia sebagai penyebab kecelakaan naik. Grafik kecelakaan pada tahun 1975-1980 menunjukkan garis datar. Artinya pencegahan kecelakaan pesawat melalui pendekatan regulasi telah mencapai titik jenuh. Dokumen ICAO ini mendorong negara produsen pesawat lebih waspada dan tanggap terhadap pentingnya human factors dalam mengoperasikan pesawat. Dalam dokumen ini ada 15 panduan ICAO yang harus dipahami pemerintah dan maskapai yang terkait human factor (HF) seperti HF konsep fundamental, HF manajemen dan organisasi, HF dalam ATC, HF keselamatan penerbangan dan sebagainya.
6 | Okto Oktober ober 22010 0100
I
n many accidents and incidents in the aviation world, human factors have become the dominant cause. Human factors in most cases are not independent because it relates to rules, aircraft, environment, management, and government guidance. Human factor is greatly influenced by other factors in a very broad scope. Based on the research by the International Civil Aviation Organization (ICAO), human factors contribute to 80-90 percent as the cause of accidents. Those who conduct the most errors are the aircrew. Meanwhile the Boeing Company research found the fact that 72.5 percent the cause of aircraft accident in the year 1980-1999 is human factor while 10.8 percent is aircraft malfunction, 2.5 percent maintenance, 5 percent weather, 5 percent Air Traffic Control (ATC), and others 4.2 percent. Boeing’s research also revealed that 49 percent of accidents happen before and during the landing phase. Errors committed by aircrew during landing contribute up to 80 percent. To reduce the accident rate, technology and regulatory approach is selected with the assumption that by having more sophisticated technology and stricter regulations, the accidents can be decreased. However, accidents still occur frequently so that technology and regulatory approach lasts only until the 1980’s. Learning from this experience, the human factor approach that is human interaction with equipment, procedures, and others began to be implemented. Human factor approach began to be emphasized, since the accident prevention with human performance approach has not been applied optimally. The ICAO document stated that the graphics of machine error as the cause of accidents decreases and graphics of human error as the cause of accidents increases. Graphics of accidents in the year 1975-1980 shows a flat line. This means that the aircraft accident prevention through regulatory approaches has reached a saturation point. This ICAO document encourages the aircraft manufacturer countries to be more alert and responsive to the importance of human factors in aircraft operations. In this document there are 15 ICAO guidelines that should be understood by government and airlines that are related to human factor (HF) such as fundamental concepts of HF, management and organization of HF, HF in ATC, HF in flight safety and so forth. ICAO guidelines encourage the aviation industry professional to adopt new cultures. One of the cultures is that on any accident, the examination is no longer focused on the individual but also corporate management. Technology products can not be
Persuasi Panduan ICAO mendorong pelaku industri aviasi harus menjalani kultur baru. Salah satu kultur itu adalah setiap terjadi kecelakaan, pemeriksaan tidak lagi difokuskan pada individu tapi juga manajemen perusahaan. Produk teknologi tidak lepas dari factor manusia mulai perancangan, pemakaian dan perawatan. Jika manusia melakukan suatu pekerjaan, sangat banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan pekerjaannya. Secara garis besar faktor yang mempengaruhi manusia dapat dibagi dua, yaitu faktor individual dan faktor situasional. Faktor individual bisa berasal dari diri sendiri seperti usia, pendidikan, motivasi, dan pengalaman. Sedangkan faktor situasional berasal dari luar diri seperti mesin, pekerjaan, karakteristik lingkungan. Berbeda dengan factor individual, faktor situasional dapat diubah untuk memberikan pengaruh terhadap keberhasilan kerja. Untuk mencapai keberhasilan kerja, lingkungan harus diatur agar kondusif dan nyaman sehingga meningkatkan efektivitas kerja. Kemampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan juga harus dioptimalkan. Berkaitan dengan kelemahan manusia seperti mudah berubah dalam jangka waktu lama harus diantisipasi agar tidak menjadi faktor penyebab kecelakaan penerbangan. Sifat manusia yang pelupa merupakan salah satu kelemahan yang tidak bisa dihindari. Tapi, pada saat yang sama manusia memiliki kelebihan seperti kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun halhal baru sehingga dapat bekerja dalam kondisi yang berubahubah sekalipun. Kelebihan ini sekaligus menjadi kelemahan jika tidak segera diantisipasi dengan cermat. Untuk meminimalisir dampak kekekurangan manusia yang berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu, diperlukan suatu jaring pengaman (safety net) yang berfungsi mengantisipasi dampak yang bakal ditimbulkan. Sebelum kesalahan manusia ini berubah menjadi penyebab suatu kecelakaan, diperlukan cara mendeteksi sedini mungkin potensi kesalahan sehingga dapat dicarikan solusinya. Dalam industri penerbangan, kesalahan-kesalahan umum yang biasa dilakukan manusia dikenal dengan The Dirty Dozen. Peran jaring pengaman sangat besar dalam menekan dampak kesalahan-kesalahan umum ini. Tapi, jaringan pengaman ini tidak akan memberikan dampak positif jika faktor manusia sebagai pihak yang menjalakan jaring pengaman tidak mampu menerapkan secara baik. Seperti kata pepatah “the man behind the gun” faktor manusia tetap menjadi elemen penting menekan penyebab kecelakaan melalui regulasi yang sudah ditentukan. Sebagai contoh, jaring pengaman telah membuat panduan bagaimana mengantisipasi kesalahan kerja seseorang
separated from human factors starting from design, operation and maintenance. If a person does a job, there are many factors involved and influencing the success of his work. Broadly, factors that affect humans can be divided into two, namely individual factors and situational factors. Individual factors generated by the internal individual condition such as age, education, motivation, and experience while situational factors originated from the external factors such as machines, jobs, environment characteristics. In contrast to individual factors, situational factors can be changed to give effect to the success of the work. To achieve work success, the environment must be managed to be conducive and comfortable for increasing the work effectiveness. Human ability to adapt to the environment should also be optimized. Human weakness such as tendency to change under long period should be anticipated so as not to be a factor that causes aviation accidents. Forgetfulness is one of the weaknesses of human nature that can not be avoided. But, at the same time human has strengths such as the ability to adapt to the environment change and new things so human can work in a dynamic conditions. This strength is also a weakness if not immediately anticipated well. To minimize the impact of human deficiency that changes within a certain time, we need a safety net that serves to anticipate the impact. Before the human error turned into the cause of an accident, a technique is needed to detect potential errors as early as possible in order to find the solution. In the aviation industry, common mistakes that people usually do are known as The Dirty Dozen. The role of safety nets is to reduce the impact of these common mistakes. But the safety net will not have a positive impact if the human who implement the safety nets is not able to apply it properly. As the saying goes, “the man behind the gun”, the human factor remains an important element in repressing the cause of the accident through a regulation that has been determined. For example, a safety nets in the form of a guideline to anticipate working error committed by a fatigued personnel. We must be able to identify the symptoms of fatigue before it becomes the cause of an accident. One of the methods is by observing the condition around and comparing the condition of one person with another. When you find a personnel with fatigue symptoms, it is better for him/her to take a short rest and ask other personnel to inspect his/her work. Regulation and rules compliances are the key of success in this business. That is why every employee must avoid justifying
Okto Oktober ober 22010 010 | 7
Persuasi
their work based on habit. We must also avoid feeling pressured or stress by communicating with other team member in our work. Stressed and pressured personnel will not perform their work productively. We can avoid blaming and punishing the personnel who committed human error by looking at the factors that influence working personnel. There is no benefit if we only blaming and punishing personnel without addressing the contributing factors in the effort to prevent aircraft accident. That is why we must look at human factor not as simple as an error committed by mechanics, but as a symbol that the company’s system is flawed. By focusing only on the human error committed by personnel will not produce an effective corrective action, because human factor is only one part of the existing system. Even though working personnel is our front lines employee, we must address all contributing factors instead of fixing only a part of the system. These contributing factors that may cause an accident are very broad, starting from the aircraft procurement process, the maintenance process, to the human resources procurement (recruitment) process. The safety nets may prevent or at least reduced the probability of human error occurring, and this in turn will help prevent accidents from happening.
yang lelah (fatigue). Sebelum kelelahan menjadi penyebab suatu kejadian, gejala-gejala kelelahan harus segera diketahui. Salah satu caranya dengan melihat kondisi di sekelilingnya dan membandingkan kondisi orang tersebut dengan yang lain. Jika gejala kelelahan ditemukan, ada baiknya memilih istirahat dan meminta orang lain memeriksa pekerjaan yang sudah dia lakukan. Kepatuhan pada regulasi dan aturan main ini merupakan kunci keberhasilan. Karena itu setiap orang harus menghindari sikap membenarkan sesuatu berdasarkan kebiasaan. Dalam menjalankan pekerjaan, juga perlu dihindari perasaan tertekan dengan menjalin komunikasi dengan anggota tim yang lain. Perasaan tertekan membuat orang stress yang berdampak langsung terhadap pekerjaan. Dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi manusia dalam bekerja kita dapat menghindari sikap menyalahkan dan menghukum pelaku human error dalam setiap kejadian. Sikap menyalahkan dan menghukum tidak memberikan manfaat dalam upaya pencegahan terjadinya kecelakaan pesawat. Sebab, faktor manusia tidak bisa dilihat secara sempit sebagai kesalahan pelaksana, tapi merupakan simbol dari ketidakberesan sebuah sistem. Tindakan perbaikan juga tidak akan efektif jika hanya terfokus pada kesalahan pelaku human error karena ia hanya salah satu bagian dari sistem yang ada. Meskipun pelaku human error merupakan ujung tombak pekerjaan, perbaikan sistem jauh lebih mendesak daripada pembenahan yang parsial. Sebab faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan bisa sangat luas mulai dari proses pengadaan pesawat, proses perawatan sampai proses pengadaan (rekruitmen) sumber daya manusia. Jaring pengaman (safety nets) bisa mencegah atau sekurangnya meminimalisir terjadi nya humar error dan pada gilirannya mencegah terjadinya kecelakaan.
8 | Okto Oktober ober 22010 0100
Selisik
Tidak Konsisten Terhadap Prosedur Perawatan
Memicu Kebangkrutan
S
ebuah pesawat DC-8-6 yang mengangkut jemaah haji dari berbagai Negara di kawasan Afrika menempuh perjalanan tiga hari dengan rute Conacry, Guiena menuju Accra, Ghana. Ketika berada di Accra, pesawat dalam posisi “on ground” selama 36 jam untuk perbaikan sistem radar. Karena menunggu komponen, maka diputuskan dilakukan A-Check walaupun overdue perawatan A-
Check masih tersisa 32,5 flight hours. Ketika dilakukan inspeksi A-Check, engineer menemukan tekanan main wheel #1 dan #4 sangat rendah. Setelah perawatan rampung, pesawat kembali mengangkut jemaah haji pada esok harinya menuju Jeddah. Pada hari selanjutnya pesawat ini terbang dua kali mengangkut jamaah haji menuju Accra. Di ibukota Ghana ini, terdapat ground
time selama 4,5 jam sehingga petugas memutuskan mengganti 5 wheel yang tekanannya rendah. Tapi, belum sempat penggantian dilakukan, Project Manager minta pesawat diterbangkan kembali ke Jeddah. Lima buah wheel yang sudah siap dipasang dimasukkan kembali ke cargo dengan harapan dipasang di station berikutnya yaitu Jeddah. Beberapa jam kemudian pesawat
Quiz Penity Berhadiah Quiz Penity Berhadiah Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih satu pilihan jawaban yang tepat 1. Di dalam Safety Management System, MEDA merupakan salah satu metode upaya melakukan identifikasi potensi bahaya. MEDA termasuk metode: a. Reaktif b. Proaktif c. Prediktif. 2. Tujuan utama dari MEDA yakni untuk mengetahui: a. Siapa yang melakukan error agar mudah melakukan punishment b. Mengapa error bisa terjadi, kemudian untuk dilakukan preventive action agar tidak terjadi dikemudian hari c. Dimana dan kapan error dilakukan 3. Di dalam dunia penerbangan meskipun teknologi dan regulasi semakin bagus, namun belakangan kecelakaan pesawat makin sering terjadi.Dari hasil penelitian penyebab utama kecelakaan pesawat dikarenakan oleh: a. Airline Growth b. Human Factor c. Sophisticated Technology 4. Di dalam teori SMS selagi ada interaksi antara manusia dengan technology maka error akan selalu terjadi. Agar error bisa dikendalikan yang perlu dilakukan adalah; a. Reduce Technology b. Managing Error c. Reduce Human Interact. 5. Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terjadinya accident ( in Maintenance ) a. Technicians/ Operators, Organization, Development, Planning b. Technicians/Operators, Immediate environment, culture c. Technicians/Operators, immediate environment, Supervision, Organization
Okto Oktober ober 22010 010 | 9
Selisik yang diperkuat awak yang terdiri dari cockpit crew, cabin crew, project manager, dan tiga orang mekanik tiba di Jeddah, dilanjutkan dengan inspeksi rutin. Seluruh awak kemudian menuju hotel untuk beristirahat karena harus menerbangkan pesawat lagi esok pagi. Esok harinya persiapan penerbangan dilakukan seperti biasa sejak pukul 03.00 pagi karena pesawat akan terbang pada pukul 05.00. Sekitar 20 menit menjelang berangkat, engineer memutuskan menambah tekanan ban. Tapi, setelah dicek ternyata botol nitrogen yang ada kosong. Engineer memutuskan meminjam nitrogen dari Saudia Airline. Karena proses peminjaman butuh waktu lama dan penumpang sudah on board, Project Manager membatalkan peminjaman nitrogen dan Project Manager memerintahkan pesawat segera terbang Setelah semua persiapan selesai, pesawat mulai start engine dan push back. Beberapa menit kemudian pesawat telah siap take off di landasan 34L. Pesawat mulai proses take off. Tapi, ketika pesawat mencapai kecepatan 50 knot terdengar suara aneh. First officer berusaha memperingatkan kapten, bahwa suara aneh itu berasal dari ban yang meletus. Namun karena kecepatan pesawat telah mencapai “V1” yaitu batas kecepatan tinggal landas, maka kapten memutuskan untuk tetap tinggal landas. Tidak lama kemudian setelah roda pendarat dinaikkan, flight engineer menginformasikan bahwa pesawat kehilangan
Nama / No. Pegawai Unit No. Telepon Saran untuk PENITY
tekanan hidrolik dan diikuti alat kemudi (flight control) tidak dapat dikendalikan dengan benar. Selain itu roda pendarat tidak bisa terkunci di posisi “up”. Pada waktu yang hampir bersamaan kepala awak kabin mendatangi kokpit dan memberitahukan bahwa dari arah kabin bagian belakang tercium bau yang sangat menyengat. Berdasar informasi ini kapten memutuskan untuk mendarat kembali ke Airport Jeddah, dan minta ijin menara pengawas untuk melakukan pendaratan darurat. Tapi, pesawat tidak bisa mencapai landasan karena tiba-tiba pesawat menukik tajam tidak terkendali dengan kecepatan lebih dari 240 knot. Pesawat menghujam padang pasir dan menimbulkan bola api yang sangat besar. Serpihan pesawat tersebar hingga ratusan meter dan tidak seorang penumpangpun yang selamat. Berdasarkan investigasi dilapangan dan keterangan dari saksi mata, disimpulkan bahwa kejadian bermula dengan meletusnya ban depan pesawat pada saat fase “take off roll”. Serpihan serpihan ban berterbangan dan diantaranya ke area main landing gear dan terbakar pada saat main landing gear masuk ke main wheel well setelah take off. Seiring dengan timbulnya api yang makin membesar maka timbul kerusakan struktur pesawat, hilangnya tekanan dalam kabin pesawat, kehilangan cairan hidrolik dan terakhir kehilangan control kemudi pesawat. Informasi tambahan yang diperoleh dari hasil investigasi yang dilakukan oleh
otoritas setempat diketahui bahwa airline tersebut telah melakukan beberapa penyimpangan sebelumnya terkait dengan proses dan prosedur perawatan pesawat terbang. Salah satu contoh nyata adalah pada kasus inspeksi tekanan ban, prosedur perawatan tidak menjelaskan dengan gamblang apa yang seharusnya dilakukan oleh teknisi dilapangan. Apakah mencatat tekanan ban kemudian mengkoreksinya, atau langsung mengkoreksinya tanpa mencatat tekanan sebelumnya, atau mencatat tekanan sebelum dan sesudah mengoreksi tekanan ban. Dari hasil investigasi juga ditemukan banyak catatan perawatan (maintenance record) yang tidak di-ditandatangani atau di cap (stamp) secara benar. Sebagai contoh, pada saat A-Check tekanan ban ditulis 180 psi sesuai standar. Padahal kenyataannya tekanan ban masih rendah. Selain itu ada maintenance record tentang pelaksanaan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh teknisi dengan kompetensi engine airframe namun di stamp oleh teknisi avionic. Investigator juga menemukan tidak semua kerusakan (maintenance defect) dan perbaikan (maintenance action) ditulis dalam maintenance record. Proses dan prosedur perawatan pesawat yang tidak konsisten dan diikuti manajemen perusahaan yang buruk membuat kondisi keuangan perusahaan tidak sehat. Dan puncaknya dua tahun setelah kecelakaan fatal tersebut perusahaan penerbangan itu mengalami kebangkrutan. umar fauzi
:.................................................................................................................................................................. :.................................................................................................................................................................. :.................................................................................................................................................................. :..................................................................................................................................................................
Jawaban dapat dikirimkan melalui email Penity (
[email protected]) atau melalui Kotak Kuis Penity yang tersedia di Posko Security GMF AeroAsia. Jawaban ditunggu paling akhir 15 November 2010. Pemenang akan dipilih untuk mendapatkan hadiah. Silahkan kirimkan saran atau kritik anda mengenai majalah Penity melalui email Penity (
[email protected])
Pemenang Quiz September 2010
Jawaban Quiz September 2010
Ketentuan Pemenang
1. Idris Faisal / 516734 / TQY / 8190 2. Mardais / PT. Virquaria / Hg.2 / 02192312702
1. A. Material Handling 2. A. Wrist yang harus selalu terhubung ke ground 3. C. Segregation, Storage, Self Life, Preservation, dan Identification 4. B. 85 db 5. B. Technology, Regulation, Training
1. Batas pengambilan hadiah 15 November 2010 di Unit TQ hanggar 2 dengan menghubungi Bp. Wahyu Prayogi setiap hari kerja pukul 09.00-15.00 WIB 2. Pemenang menunjukkan ID card pegawai 3. Pengambilan hadiah tidak dapat diwakilkan
10 | Oktober 2010
Hasil penelitian International Civil Aviation Organization (ICAO) menyebutkan human factor berkontribusi sangat besar (hingga 90 persen) terhadap terjadinya kecelakaan penerbangan.
Complacency, salah satu kesalahan dalam Dirty Dozen, merupakan penyebab kecelakaan ketika seorang yang sudah berpengalaman menganggap remeh pekerjaan yang dilakukan.
Sangatlah tidak tepat hanya menyalahkan personel pelaksana sebagai pemicu terjadinya sebuah kecelakaan, kondisi lingkungan dan alat kerja juga berkontribusi sangat besar.
““Seorang pakar human factor malah menyebut kecelakaan 100 persen disebabkan oleh human factor karena apapun yang terjadi, ujung-ujungnya manusia juga yang melakukan.”
“Sehebat apapun seseorang kalau meremehkan pekerjaan, besar kemungkinan berujung bencana. Makanya, jangan remehkan sesuatu jika tidak ingin menuai bencana”
“Selalu hanya menyalahkan pelaksana adalah cara penyelesaian masalah dengan membuat masalah. Lebih bijaksana dan pasti adalah menemukan faktor-faktor yang berkontribusi, lalu kita eliminasi sehingga tidak terjadi lagi.”
SAFETY TIPS Mencegah Cidera Punggung
J
angan mencoba mengangkat sesuatu yang terlalu berat . Jika harus bersusah payah untuk mengangkat beban, berarti itu terlalu berat. Pastikan memiliki cukup ruang untuk mengangkat benda dengan leluasa. Kosongkan ruang disekitar benda sebelum mengangkatnya. Lihatlah sekitarnya sebelum mengangkat beban. Pastikan dapat melihat ke arah anda berjalan. Ketahui tempat anda akan menurunkan benda itu. Hindarilah permukaan yang licin dan tak rata ketika mengangkat sesuatu. Dekati benda itu sedekat mungkin kearah badan. Jangan mengangkat dalam posisi punggung membungkuk, hindarilah menjangkau / menggapai suatu benda. Angkatlah menggunakan tangan dan kaki, sehingga tulang belakang tidak tertarik. Jangan terlalu mengandandalkan Back Belt karena alat pelindung diri ini belum terbukti 100% mampu melindungi dari cidera punggung. Carilah bantuan sebelum anda mencoba mengangkat beban yang berat. Gunakanlah dolly atau forklift jika memungkinkan.
Oktober 2010 | 11
Intermeso
Kebijakan dan penerapan Safety Management System terkait dengan pengelolaan human factor yang dijalankan oleh GMF ini, menjadi salah satu rujukan berbagai industri di Indonesia.
Dalam Hal Safety Kita tidak Berkompetisi
D
unia transportasi nasional kembali berduka setelah kereta api Senja Utama yang sedang berhenti ditabrak kereta Argo Bromo di Pemalang, Jawa Tengah pada awal bulan ini. Beberapa orang tewas dan puluhan lainnya terluka. Temuan awal Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengindikasikan faktor manusia sebagai penyebab kecelakaan. Sebab sistem kereta seperti sinyal, komunikasi radio dan jalur rel berfungsi normal. Kejadian ini tentu tidak diinginkan siapapun, termasuk penyedia jasa kereta api. Perusahaan milik negara ini pernah melakukan benchmarking tentang penerapan Safety Management System (SMS) di industri aviasi yang diterapkan di GMF. Salah satu aspek yang bisa dipelajari lewat benchmarking adalah pengelolaan dan permasalahan human factor. Hal serupa juga pernah dilakukan perusahaan lain dari industri pertambangan, manufacture dan lain-lain di Indonesia. Benchmarking merupakan salah cara yang digunakan oleh perusahaan untuk membenahi suatu sistem atau proses dengan lebih mudah. Metode ini dilakukan dengan melihat, mempelajari, memodifikasi serta menerapkanya sesuai kondisi masing-masing perusahaan. Benchmarking juga pernah dilakukan GMF untuk memperbaiki suatu proses agar sesuai dengan standar industri. Dalam industri aviasi, human factor merupakan salah satu aspek yang mendapat prioritas dan menjadi concern semua pihak. Penerapan kebijakan human factor menjadi komitmen top manajemen hingga ke level pelaksana di lapangan. Industri aviasi menempatkan human factor sebagai prioritas, setiap personel dalam perusahaan harus menjalani pelatihan agar mengenali aspek-aspek dalam human factor dan cara mengatasinya. Pelatihan tidak hanya sekali, tapi harus berkelanjutan serta berulang setiap dua tahun, dan ini bersifat wajib (mandatory). Dengan mempelajari suatu kasus yang pernah terjadi diperusahaan dan studi kasusnya selalu terupdate, maka akan men-
12 | Oktober 2010
dorong mereka untuk semakin memperhatikan faktor pemicu kegagalan akibat keterbatasan manusia ini. Untuk memudahkan proses pembelajaran tentang human factor, metode E-Learning merupakan pilihan di masa mendatang. Metode E-Learning bakal memudahkan personel di luar Station Cengkareng tetap dapat mengikuti pelatihan secara terus menerus. Sementara itu, masalah kesalahan manusia (error) yang berhubungan dengan perawatan pesawat terbang, dapat menggunakan “tools” yang paling populer diindustri aviasi yakni Maintenance Error Decision Aid (MEDA). Metode ini membantu menganalisa faktor yang berkontribusi sebagai penyebab kegagalan atau error dengan mencari jalan penyelesaian yang mengarah pada perbaikan. Diharapkan faktor yang menyangkut kegagalan pada
manusia dapat diatasi dan diantisipasi. Kebijakan dan penerapan Safety Management System terkait dengan pengelolaan human factor yang dijalankan oleh GMF ini, menjadi salah satu rujukan berbagai industri di Indonesia. GMF memiliki pandangan bahwa dalam hal berbisnis kita boleh saling bersaing, tetapi dalam hal membangun safety, kita tidak saling berkompetisi namun harus saling berbagi. Dengan cara pandang ini, GMF dengan tangan terbuka bersedia dijadikan tempat benchmarking dalam pengembangan safety. Bersama otoritas penerbangan sipil, GMF terlibat aktif dalam sosialisasi Safety Management System (SMS) ke berbagai pihak yang berkaitan dengan dunia penerbangan. Tujuannya tidak lain turut membangun keselamatan transportasi di negeri tercinta ini. Hariyadi Wirja
PENITY Sisipan Ulang Tahun
Okktto O obe ber 20 22010 01100 | 1 Oktober
Pengantar
Dua Tahun Berbagi Ketika pertama kali terbit pada Oktober 2008, Penity sebagai media informasi safety hanya menampilkan beberapa rubrik pokok seperti Persuasi, Cakrawala, Selisik, Intermeso dan Rumpi. Tapi, seiring dengan perjalanan waktu, muncul permintaan agar Penity melengkapi artikelnya dengan materi yang lebih interaktif untuk mendekatkan diri dengan pembaca. Berangkat dari permintaan ini Penity menambah porsi halaman dengan menambah rubrik baru seperti Opini, IOR, dan safety Tips serta foto peristiwa yang berhubungan dengan safety. Sebagai media safety yang terus berkembang, Penity tidak hanya menambah rubrikasi dan halaman, tapi juga menampilkan artikel bilingual pada rubrik Persuasi, Cakrawala dan Prolog. Penambahan artikel bilingual ini diharapkan mendorong insan GMF lebih akrab dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan insan penerbangan internasional. Artikel bilingual juga diharapkan menjadi bacaan bagi tamu dan customer asing serta auditor luar negeri untuk menunjukkan keseriusan GMF membangun safety culture. Seiring harapan agar Penity bisa dinikmati kalangan yang lebih luas, sejak awal Penity berusaha menyajikan masalah safety dengan bahasa sehari-hari. Prinsipnya semakin banyak yang dapat memahami tulisan di majalah ini semakin banyak pula pengetahuan dan informasi tentang safety yang disebarkan. Inilah yang mendasari redaksi Penity berpikir keras menyajikan masalah yang berhubungan dengan teknis penerbangan dengan bahasa yang ringan dan mudah tanpa mengurangi makna sebenarnya. Kini Penity sudah dua tahun hadir dan berbagi pengetahuan serta informasi dengan pembaca. Menghadapi usia yang ketiga, diharapkan Penity bisa memberikan kontribusi yang lebih besar dalam membangun safety culture di GMF AeroAsia khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
O tobe ber 22010 010 2 | Ok Oktober
Kata Mereka
Merekatkan Yang Renggang Penerbitan Penity merupakan gagasan bagus untuk membangun kepedulian insan penerbangan terhadap safety culture dan perekat sesuatu yang kurang proper menjadi proper. Hal ini sesuai dengan makna penity yang sebenarnya yakni merekatkan sesuatu yang merenggang. Jika majalah ini diproyeksikan juga sebagai bacaan eksternal, ada baiknya topik yang dibahas lebih global, tidak sebatas GMF saja sehingga daya guna dan manfaatnya lebih luas. Bambang Soeriawan, Sekjen IAMSA
GMF Harus Jadi Promotor Keselamatan Saya sudah beberapa kali membaca Penity. Materi yang dibahas cukup terbuka dan semua stake holder tidak ada yang ditutupi karena setiap masalah diungkap dengan cara yang intensif. Penity bisa digunakan mendidik karyawan dan customer GMF agar lebih peduli terhadap safety. Tujuannya agar karyawan dan customer paham bahwa safety tidak bisa dikompromikan dengan masalah komersial. Diharapkan karyawan dan customer GMF berpegang teguh pada prinsipprinsip safety dan menjadikan safety sebagai prioritas dalam menjalankan bisnis penerbangan. Dengan turut mendidik customer, saya harapkan GMF menjadi promotor keselamatan penerbangan di Indonesia maupun di dunia. Diding Sunardi ST. SE. MM, Program Manager SMS Indonesia dan Profesional Consultant Staff
Tanggung Jawab Insan Operasional Saya sangat menghargai upaya rekan-rekan menerbitkan publikasi safety education dengan bahasa yang mudah dipahami. Dengan bahasa yang mudah dicerna, diharapkan media ini bisa meningkatkan pengetahuan yang terkait dengan tugas dan fungsi rekan-rekan di teknik secara umum sehingga dapat membangun safety culture di GMF. Seperti halnya di Garuda, kami menerbitkan majalah Flight Safety Publication. Selain mambahas masalah safety, kami juga membahas security, environment, dan awareness terhadap dunia penerbangan. Karyawan di unit kami harus bisa membuat artikel dan kita tampilkan diri mereka untuk lebih mendekatkan dengan pembaca. Majalah safety merupakan tanggung jawab personel yang menjalankan operasional. Satu hal yang mungkin bisa dijadikan masukan, apakah ada kemungkinan memakai nama yang lebih dekat dengan dunia safety secara formal. Hal ini untuk menegaskan bahwa media ini benar-benar serius. Captain Novianto Herupratomo, VP Corporate Quality, Safety & Aviation Security Garuda Indonesia
Pelopor Majalah Safety Saya mengucapkan selamat ulang tahun untuk Penity sebagai media safety GMF. Tidak terasa usia majalah ini sudah dua tahun. Saya bangga karena Penity bisa memberikan informasi tentang safety dalam dua bahasa sehingga customer asing maupun auditor dari luar negeri bisa membaca majalah ini. Keberadaan media kita harapkan bisa mengangkat GMF sebagai perusahaan MRO yang concern dengan safety. Informasi tentang safety perlu disajikan secara lugas sehingga materinya tidak hanya bisa dinikmati insan GMF, tapi juga orang luar sehingga mereka dapat merasakan keseriusan GMF dalam mengelola safety. Majalah ini juga bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi insan GMF untuk membangun safety culture di perusahaan. Saya harapkan Penity dapat lebih berkembang baik dari segi kuantitas maupun kualitas penyajian informasinya. Untuk mengembangkan pengelolaan media spesifik, rekan-rekan pengelola Penity silakan melakukan benchmarking ke perusahaan yang memiliki majalah dengan topik yang spesifik juga. Untuk menjadi lebih baik, kita harus terbuka dan dapat menerima masukan dari mana saja. Saya berharap Penity bisa menjadi pelopor majalah safety di Indonesia. Richard Budihadianto, Direktur Utama PT GMF AeroAsia
Oktober 2010 | 3
Dapur Redaksi
Kesan di Balik Penulisan Penity S
elama dua tahun terlibat dalam penulisan Penity masingmasing personel memiliki beragam kesan. Sebagian besar mengaku sulit untuk menulis pertama kali. Tapi, tekad yang kuat untuk terus belajar membuat mereka terbiasa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Dua tahun lalu, Redaksi kesulitan mendapatkan naskah untuk mengisi halaman Penity. Kini halaman yang ada tidak cukup menampung seluruh naskah yang masuk. Saat ini kita menghadapi “problem” yang baik (good problem). (Fuad Abdullah) Saya yakin Penity berperan mengedukasi personel membangun safety culture di GMF. Apalagi kita punya 150 safety messanger yang bisa menyumbangkan pikiran lewat Penity. (Ganis Kristanto) Pada awalnya saya kesulitan menulis. Tapi, iklim sharing yang kuat membuat saya terbiasa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. (Quadrian Adiputranto)
Pertama saya kesulitan menulis untuk Penity karena terbiasa menulis report dengan bahasa teknis. Tapi, setelah mencoba saya lega ketika tulisan jadi juga. (Hariyadi Wirja)
Tidak terbayang saya menulis untuk majalah. Dari semula dipaksa-paksa akhirnya terbiasa dan bisa. Apalagi setelah mendapat giliran menjadi korektor. (Eman Noor Adi)
Pada awal Penity terbit, saya mengirim tulisan tapi tidak pernah dimuat. Saya pikir tidak laku. Ternyata keliru. Tulisan saya harus antri. (Hermansyah)
Menulis untuk Penity tidak kenal libur. Ketika mudik lebaran saya harus menulis karena deadline. Artikel baru selesai dua jam sebelum deadline. (Umar Fauzi)
4 | Okto Oktober ober 22010 0100
Saya terpacu mencari informasi sebanyak mungkin untuk membuat tulisan. Satu hal yang membuat saya bingung: kalau deadline sudah dekat. (Saryono) Selain mendapat pengetahuan tambahan dari Penity, saya juga belajar manajemen penerbitan media mulai dari perencanaan sampai dokumentasi dan distribusi. (Wahyu Prayogi)
Saya juga kesulitan ketika pertama menulis. Tapi, saya selalu mencoba dan belajar dari tulisan yang sudah dikoreksi. (Bambang Budiyanto)
Sebagai ilustrator, tugas saya menegangkan sekaligus menyenangkan. Membuat ilustrasi gampang-gampang susah. Saya bersyukur terlibat sampai dua tahun. (Sri Prabowo)
Saya tidak menyangka bisa berpartisipasi hingga dua tahun. Saya terus belajar, apalagi setelah ditunjuk menjadi penerjemah ke bahasa Inggris. (Arief Ariadi)
Deadline seperti momok bagi saya karena masih ada sifat tarsok alias sebentar masih ada esok. Tapi, saya gembira bisa menyumbang tulisan untuk Penity. (Syafaruddin Siregar)
Penity sangat seru!!! Seru edisi, tema, sharing ilmu, dan ilustrasinya. Tapi, yang paling seru kalau deadline karena dikejar waktu. (Damairianto)
Semoga Penity menjadi contoh bagaimana GMF memulai menulis dalam bahasa Inggris untuk kemudian menjadi ajang menulis bahasa Inggris yang semakin prima. (Cornelis Radjawane)