Vol. V September-Oktober 2011 Edisi 70
Keadilan Gender dan Keadilan Iklim Keaneragaman Hayati Papua Akan Dikemanakan? Papua Biodiversity, Where To Go? Praktek Dan Inovasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Di Bidang Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan Kiat Mendapatkan WTP Praktek Cerdas Provinsi Sulawesi Utara How to get WTP Grading: A Smart Practice from Sulawesi Utara Province
DAFTAR ISI CONTENTS
BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia. BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet. BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas. BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTINews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTINews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTINews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTINews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.
Editor MILA SHWAIKO VICTORIA NGANTUNG Forum KTI ZUSANNA GOSAL ITA MASITA IBNU Events at BaKTI SHERLY HEUMASSE Website of the Month STEVENT FEBRIANDY Database & NGO Profile AFDHALIYANNA MA’RIFAH Website AKRAM ZAKARIA Smart Practices CHRISTY DESTA PRATAMA Info Book SUMARNI ARIANTO Design Visual & Layout ICHSAN DJUNAID Pertanyaan dan Tanggapan Redaksi JI. DR.Sutomo No.26 Makassar 90113 P : 62-411-3650320-22 F :62-411-3650323 SMS BaKTINews 085255776165 E-mail:
[email protected] Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook : www.facebook.com/yayasanbakti
1
News
September-Oktober 2011
3
Praktek Dan Inovasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Di Bidang Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan
5
Keaneragaman Hayati Papua Akan Dikemanakan? Papua Biodiversity, Where To Go?
8
Keadilan Gender dan Keadilan Iklim
9
Perempuan & Jejak Perubahan Iklim
10
Perempuan Bertahan Hidup
11
Perubahan Iklim, Melanggengkan Ketidakadilan
12
Keadilan Iklim yang Berkeadilan Gender
13
Kini Silase Jerami Bisa Menjadi Pakan Ternak Alternatif Untuk Sapi
15
Membawa Lentera Anti Kekerasan Terhadap Perempuan: Dari Kupang Ke Manado Sharing The Light On Anti Violence To Women Movement: From Kupang To Manado
17
Wajah KTI Indonesia Timur dan Tuna
19
Membangun dengan Konsep Anatomi Tubuh Manusia Menuju Baubau Lebih Baik
20
Kiat Mendapatkan WTP Praktek Cerdas Provinsi Sulawesi Utara How to get WTP Grading: A Smart Practice from Sulawesi Utara Province
22
Aku Bisa Karena Biasa
23
Hutan Nantu: Suaka Abadi The Nantu Forest: Timeless Sanctuary
25
Teladan dari si Miskin
26 27
JiKTI Updates batukar.info Updates
28 28
Peluang
29
Profil LSM LEPHASE Lembaga Pengkajian Lingkungan Hidup dan Sosial Ekonomi
30
Kegiatan di BaKTI
31
Info Books
Website Bulan ini
Berkontribusi untuk BaKTINews BaKTINews menerima artikel tentang kemajuan pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan, dan teknologi tepat guna dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulis dengan gaya populer. Foto-foto penunjang artikel sangat dibutuhkan. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuk setiap artikel yang dimuat. BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article.The editors of BaKTINews will edit every article for reasons of space and style. BaKTINews does not provide payment to writers for articles.
Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan alamat lengk ap yang diser tai dengan kode pos melalui email
[email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, Anda dapat mengambil BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.
BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia. BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia. Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia. The views expressed do not necessarily reflect the views of Yayasan BaKTI and the Government of Australia.
To subscribe to BaKTINews please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to
[email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar, please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.
Volume V - edisi 70
Hasil Survey
Berbagai informasi tentang isu pembangunan yang dianggap paling bermanfaat berdasarkan pilihan pembaca
5.6% 0.0% 14.1% Terimakasih kepada para pembaca budiman yang telah mengisi lembar survey dan mengirimkannya kepada redaksi BaKTINews. Masukan Anda sangat berharga bagi kami dalam meningkatkan kualitas BaKTINews.
19.7%
Profil Program Laporan/Studi Baru Berita Kegiatan/Acara Website of the Month
4.2% 4.2% 52.1%
Berikut adalah hasil dari survey BaKTINews dan beberapa masukan Anda yang kami pilih untuk disajikan dalam edisi ini. • Artikel praktik cerdas masih menjadi informasi yang paling disukai (52.1%) dari berbagai pilihan artikel yang disajikan BaKTINews. Artikel lain yang menjadi pilihan adalah Laporan atau Studi Baru (19.7%) dan Informasi Peluang (14.1%).
Peluang Praktik Cerdas Profil NGO
Isu yang paling diminati 60.0% 50.0%
• Isu yang paling diminati pembaca BaKTINews adalah isu Lingkungan (55.7%) dan Pendidikan (52.9%) disusul dengan isu Kesehatan (42.9%) dan Ekonomi lokal (40.0%).
40.0% 30.0% 20.0% 10.0%
• Jumlah pembaca BaKTINews diperkirakan mencapai lima kali lipat dari total sirkulasinya saat ini atau sekitar 10.000 pembaca. Sebanyak 91,5% responden melaporkan BaKTINews mereka juga dibaca oleh 5 hingga 10 orang lain. Tampilan BaKTINews • Tampilan layoutnya, sudah cukup bagus, tapi kelihatannya terlalu banyak gradasi warnawarna gelap dan pastel. Sekali-sekali tema warnanya bisa lebih terang dan menyala. • Tampilan BN sudah luar biasa! sedikit saran saya tentang foto cover agar dipertajam gambarnya supaya tidak pecah. • Isi BN masih terkesan dikungkung oleh keterbatasan halaman, sehingga kurang mampu berekspresi dengan deskpripsi yang lengkap serta permainan gambar secara inovatif. • Tampilan BaKTINews sudah bagus. Dipertahankan saja. Akan lebih menarik bila tampilan, khususnya sampul depan menampilkan foto yang bernuansa humanis. Jangan memaksakan foto yang resolusinya kecil untuk sampul depan.
Pembangunan Pedesaan
Tata Pemerintahan
Ekonomi Lokal
Gender
Kesehatan
Pendidikan
• Sebanyak 45,6% responden berusaha mereplikasi praktik-praktik cerdas yang dipublikasikan oleh BaKTINews dan jumlah yang sama menggunakan informasi dari BaKTINews untuk program mereka.
0.0%
Lingkungan
• Sebanyak 53% pembaca BaKTINews merasa informasi yang disajikan BaKTINews relevan dengan kebutuhan informasi mereka. 22,5% di antaranya bahkan menganggap sangat relevan.
Relevansi artikel BaKTINews dengan kebutuhan informasi pembangunan didaerah pembaca
1.4% 22.5% 22.5%
Sangat relevan Relevan Cukup relevan Kurang relevan Tidak relevan
0.0% 53.5%
Bagaimana informasi dari BaKTINews dimanfaatkan 90.0 %
News
September-Oktober 2011
70.0 % 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0%
8.5%
Menggunakan informasi untuk diskusi/laporan
Melamar untuk peluang beasiswa
Mendapatkan Buku
0.0%
Mereplikasi Praktik Cerdas
Pujian untuk BaKTINews : • Saya selalu membaca informasi yang ditulis dalam BaKTINews untuk mengetahui dan mengikuti perkembangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. Materinya beragam, isi tulisan berbobot, dan tampilannya cukup menarik. Tingkatkan tampilan visualisasi untuk menarik minat baca masyarakat di kawasan ini kuran berminta untuk membaca. • Kami mengucapkan terima kasih karena melalui BaKTINews kami boleh meningkatkan pengetahuan berbahasa Inggris.Working together to create a better future tomorrow! • BaKTINews menjadi sumber info tentang "perubahan" yang menjembatani pengetahuan untuk KTI. "Jaya BaKTINews” • Senang dengan keberadaan BaKTINews, oleh karena kabar dari daerah terpencil dapat diketahui. Meski sudah era globalisasi, namun tidak mutlak kabar dari pelosok-pelosok terpencil semua dapat dapat dijangkau oleh pencari berita. Mudah-mudahan BaKTINews tetap jaya. • BaKTINews sangat bermanfaat untuk pengembangan KTI, semoga selalu jaya dan sukses selalu! Terima kasih kami telah dikirimi selama ini dan untuk ke depannya juga. Salam.
80.0 %
Diterapkan untuk program
Saran untuk BaKTINews • Ada rubrik untuk Indonesia Muda. Berupa tulisan opini, hasil penelitian, perjalanan, dan lainnya. • Mengundang pakar-pakar Nasional untuk menulis tentang konsep-konsep pengembangan Kawasan Timur Indonesia. • Memperbanyak artikel praktik cerdas terutama dalam bidang ekonomi dan kebijakan pemda • Lebih aktif menjaring informasi dari Daerah baik Kegiatan Pemerintah, LSM maupun Lembaga Donor, tanpa harus menunggu informasi itu masuk ke BaKTINews • Perbanyak informasi kesehatan di kepulauan.
BaKTINews yang anda miliki dibaca oleh orang lain selain anda? Ya Tidak
91.5%
Volume V - edisi 70
2
PEMBANGUNAN DAERAH
Praktek Dan Inovasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di Bidang Pelayanan Dasar Pendidikan dan Kesehatan Oleh Noldy Tuerah
U
ntuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarak at melalui peningk atan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah, maka dengan dikeluarkannya Undang-undang nomor 22 tahun 1999, pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Karena tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, diperbarui dengan Undangundang nomor 32 tahun 2004, yang memberikan seluas-luasnya kepada daerah, dengan diberikan hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan memperhatikan aspek hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,peluang dan tantangan persaingan global. Sudah 10 tahun lebih asas otonomi dan tugas perbantuan dilaksanakan dengan mendapat dukungan perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti diatur (terakhir) dengan
Target MDGs
MDG-1 Menanggulangi Kemiskinan
MDG-2 Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
3
News
Undang Undang nomor 33 tahun 2004, namun pelaksanaannya masih menimbulkan berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi pemerintah daerah untuk dapat memberi makna atas kesempatan membangun daerahnya. Menyadari tersebut Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara di era otonomi daerah selama tahun 2005-2011 berupaya dan terus membuktikan komitmen dan keseriusan dalam memberikan pelayanan kepada publik yang lebih baik, dengan cara melibatkan kemampuan setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk melakukan inovasi pelayanan publik melalui melaksanakan pembangunan berkesinambungan dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan berkeadilan; serta peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam meningkatan penyelenggaraan pemerintah daerah, prestasi yang telah dicapai antara lain dalam pembangunan sumber daya manusia yang menempati posisi kedua tertinggi sesudah DKI Jakarta, dan pengelolaan keuangan daerah memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian oleh BPK RI, dan provinsi terbaik dalam Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah tahun 2009 dengan memperoleh penghargaan presiden pada bulan April 2011. Selain itu, dengan memaknai pelayanan publik merupakan bentuk pemenuhan hak masyarakat atas standar pelayanan sebagai jaminan kepastian bagi penerima pelayanan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam memberi pelayanan kepada publik, membakukan standar pelayanan publik untuk wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Mendasari pada Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara melengkapi standar pelayanan kepada publik, sekurang-kurangnya meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan termasuk didalamnya sarana dan prasarana serta kompetensi petugas pemberi pelayanan. Berkaitan dengan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan di Sulawesi Utara pada tahun 2011 saat ini sendang pencapaian Millenium Development Goals yang menjadi acuan penentuan prioritas program pembangunan. Adapun status capaian millennium development goals di Sulawesi Utara dapat diuraikan sebagai berikut (lihat tabel).
Capaian Sulawesi Utara
Kebijakan, Program Strategis dan Inovasi Sulawesi Utara serta dukungan Peningkatan Kapasitas
Menurunnya tingkat kemiskinan (systemic 1USD/kapita): dari 11,79% (th 2000) menjadi 9,1% (th 2010) - 206,72 ribu Jiwa. Menurunnya tingkat kemiskinan sebesar 0,69% pada tahun terakhir, dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin sebanyak 219.570 jiwa (9,79%) dibandingkan tahun 2009. Dengan tingkat kemiskin pada tahun 2010 mencapai 10,14% (130.350 jiwa) di perdesaan dan 7,75% (76.370 jiwa) di perkotaan. Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan tahun 2009, dan perhitungan target sudah masuk dalam range target MDGs nasional 8-10% pada tahun 2014. Prevalensi kekurangan gizi balita mencapai 10,8% (tahun 2010) dari 15,5% target MDGs pada tahun 2015, dengan balita gizi buruk sebesar 3,8% dari target nasional sebesar 3,6% pada tahun 2010 mendasari referensi jumlah balita 191.225 bayi pada tahun 2009.
Peningkatan pendapatan per kapita Rencana Aksi Peraturan Gubernur Sulawesi Utara nomor 62 tahun 2011 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) serta Adapatasi dan Mitigasi Perubahan Iklim (Climate Change). Program strategis: (i) perluasan fasilitas kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); (ii) pemberdayaan masyarakat miskin dengan meningkatkan akses dan penggunaan sumber daya untuk meningkatkan kesejahteraannya; (iii) peningkatan akses penduduk miskin terhadap pelayanan ystem dan (iv) perbaikan penyediaan proteksi ystem bagi kelompok termiskin di antara yang miskin.
APK (angka partisipasi kasar) SD/MI termasuk Paket A mencapai 112,88% (tahun 2010) dan APM (angka partisipasi murni) 96,1%. Untuk SMP/MTs termasuk Paket B pada tahun yang sama mencapai APK 105,68% dan APM 78,43%.
Program Strategis: (i) perluasan akses yang merata pada pendidikan dasar khususnya bagi masyarakat miskin; (ii) peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; (iii) penguatan tatakelola dan akuntabilitas pelayanan pendidikan
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
MDG-3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan
Rasio APM perempuan terhadap laki-laki pada tahun 2010 sebesar 99,73 untuk sekolah dasar dan 101,99 untuk sekolah menengah pertama. Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki pada usia 15-24 tahun mencapai 100,14. Proporsi kursi anggota DPRD perempuan di provinsi sebesar 25%
MDG-4 Menurunkan Angka Kematian Anak
Angka kematian bayi tahun 2010 menurun menjadi 29 per 1000 kelahiran hidup, sehingga target 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 diperkirakan dapat tercapai. Angka kematian anak pada tahun yang sama mencapai 42 sedangkan target MDGs pada tahun 2015 sebesar 32.
Program utama: (1) peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan; (2) perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan; dan (3) peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.
Memperkuat ystem kesehatan dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan pada masyarakat miskin dan daerah terpencil.
Program strategis: (1) Pemenuhan pelayanan atenatal dan peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan berkompetensi bidan; (2) meningkatkan pemakaian kontrasepsi dan menurunkan unmet-need melalui peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi Perluasan pelayanan kesehatan berkualitas apa kongkritnya Pelayanan ystemic yang komprehensif Peningkatan pelayanan KB dan penyebarluasan komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat
MDG-5 Meningkatkan Kesehatan Ibu
Pada tahun 2010 angka kematian ibu melahirkan (MMR) sebesar 140 maksudnya 140 per 100 ribu kelahiran hidup? Dari target pencapaian MDGs pada tahun 2015 sebesar 102 per 100ribu kelahiran hidup.
MDG-6 Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya
Tingkat prevalensi cenderung meningkat dengan jumlah kasus yang dilaporkan meningkat 3 kali lipat antara tahun 2008 dan 2010. Menurunnya sebesar 14,72% (tahun 2010) angka kejadian malaria per 1000 penduduk. Pengendalian Tuberkulosis mencapai target
Pencegahan dan pengarusutamaan pengendalian penyakit ke dalam sistem pelayanan kesehatan terpadu di daerah kepulauan, kawasan perbatasan dan wilayah terpencil. Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya kesadaran masyarakat. Melibatkan bersama seluruh komponen dalam penyelesaian Kesehatan Luar Biasa (KLB).
Masih jauh dari harapan, dengan rasio luas kawasan tertutup terus meningkat Jumlah emisi karbon dioksida (CO2) pada tahun 2010 mencapai % dari target MDGs nasional berkurang 26% pada tahun 2020. Proporsi jumlah rumah tangga dengan akses kelanjutan terhadap air minum layak, di perkotaan dan perdesaan mencapai % dari target 68,87% Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak, perkotaan dan perdesaan mencapai % dari target nasional 62,41%
Pencegahan dan pengarusutamaan pengendalian penyakit ke dalam sistem pelayanan kesehatan terpadu di daerah kepulauan, kawasan perbatasan dan wilayah terpenci. Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya kesadaran masyarakat Melibatkan bersama seluruh komponen dalam penyelesaian Kesehatan Luar Biasa (KLB)
MDG-7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
Peran Provinsi Sulawesi Utara untuk Penyelenggaraan Pelayanan Dasar Bidang Pendidikan dan Kesehatan Tahun 2011
1
4 5
2
6 7
Fasilitasi kajian dan analisa pedoman program pembangunan kesehatan daerah, misalnya pedoman penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak melalui Pergub No 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi, dan Balita (KIBBLA). Pergub ini mengatur tentang mekanisme sosialisasi, implementasi, komplain, dan pengawasan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak yang dikoordinasi langsung oleh Gubernur dengan biaya pelaksanaan program dialokasikan melalui APBD Provinsi. Fasilitasi dan asistensi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja yang responsif gender lintas SKPD dan lintas kabupaten dan kota. Contoh, asistensi penyusunan rencana kerja responsif gender di Badan Pendidikan dan Latihan Provinsi dan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi.
3
Penyempurnaan data SPM kesehatan dan pendidikan juga melakukan rencana aksi untuk menjawab persoalan Angka Kematian Ibu dan persoalan pendidikan terutama di daerah kepulauan di 5 Kabupaten dan Kota kerjasama Bappeda (Provinsi dan Kabupaten/Kota), Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dan BASICS-CIDA. Model ini selanjutnya di diseminasi dan direplikasi di 10 kabupaten dan kota lainnya. Kegiatan diseminasi dan replikasi ini diprakarsai oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
Koordinasi dengan kabupaten kepulauan untuk alokasi dan distribusi tenaga kesehatan di wilayah kepulauan. Contoh, beasiswa tenaga dokter S1 sebanyak 15 orang dari Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud yang dibiayai melalui APBD provinsi. Koordinasi dan fasilitasi pengembangan guru SD untuk mengikuti pendidikan basic science, matematika, dan bahasa Inggris. Contoh, beasiswa dan fasilitasi overseas training guru SD dari Sulawesi Utara ke Australia. Program ini adalah inisiatif pemerintah provinsi dan bekerjasama dengan universitas di Brisbane, Australia.
Koordinasi yang bersifat lintas satuan kerja perangkat daerah serta lintas wilayah kabupaten dan kota untuk cross sectoral planning seperti pelaksanaan program Usaha Kesehatan Sekolah, dan program Sanitasi Masyarakat. Fasilitasi kerjasama pembangunan pemerintah daerah Sulawesi Utara dengan stakeholders (dunia usaha, lembaga donor, LSM, dan perguruan tinggi) terkait program dan kegiatan pendidikan dan kesehatan. Contoh, Program PEACH/World Bank untuk studi pengeluaran publik di Sulawesi Utara, Program Capacity Development untuk perencanaan berbasis komunitas (bottom up planning) difasilitasi oleh JICA, dan program BASICS yang didukung oleh CIDA.
8
Inisiasi dan fasilitasi kajian biaya standard pelayanan minimal (SPM) pendidikan dasar dan kesehatan di 3 kabupaten dan kota (Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Kepulauan Sitaro, dan dan Kota Bitung. Kegiatan ini adalah pemerintah provinsi (Bappeda, Dinas Pendidikan, dan Dinas Kesehatan), Perguruan Tinggi, dan BASICS-CIDA.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Tulisan ini merupakan ringkasan dari materi presentasi yang disajikan pada Lokakarya Nasional: Praktek dan Inovasi Daerah untuk Mencapai MDGs Melalui Penerapan SPM. Penulis adalah Kepala BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
4
LINGKUNGAN
KEANERAGAMAN HAYATI PAPUA AKAN DIKEMANAKAN? PAPUA BIODIVERSITY, WHERE TO GO? Oleh Freddy Pattiselanno
5 9
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
P
New Guinea Island (Papua New Guinea and Papua, ulau New Guinea (Papua New Guinea dan Papua, Indonesia) Indonesia) is the second largest island after Greenland. Papua adalah pulau terbesar kedua di dunia setelah Greenland. Luas consists of 404,660 km2 of which 80% is tropical forests. The Papua mencakup 404.660 km2 dimana 80% di antaranya island is rich in natural resources, including metals, oil, gas, adalah hutan tropis. Pulau ini sangat kaya akan sumberdaya alam, and forest and sea resources. Its forests and seas are home to termasuk besi, minyak, gas, dan sumberdaya hutan serta laut. Hutan the flora and fauna that create incredibly rich biodiversity in dan lautnya merupakan rumah bagi berbagai jenis flora dan fauna Papua. yang menjadikan Papua sangat kaya akan keragaman hayati. The latest estimation by Conservation International Conservation International baru-baru ini memperkirakan indicates Papua has approximately fifty percent of Papua memiliki limapuluh persen dari total keragaman hayati Indonesia's total biodiversity, including 146 species of Indonesia, termasuk 146 jenis mamalia, 329 jenis reptilia dan mammals, 329 species of reptiles and amphibians and 650 amfibia, dan 650 jenis burung. Juga diperkirakan Papua memiliki 20 bird species. It has also been estimated that Papua may ribu hingga 50 ribu jenis tanaman, dan sekitar 60 – 90 persen contain from 20,000 to 25,000 diantaranya adalah endemik Papua. species of vascular plants; an Lebih lanjut, sekitar 1.511 jenis ikan astonishing 60-90% of them may be ditemukan di wilayah Kepala Burung endemic to this region. Furthermore, saja. about 1,511 fish species are found Interaksi antara manusia dan around the Bird Head Peninsula l i n g k u n g a n ny a te rce r m i n d a r i alone. tingginya ketergantungan T h e i n t e ra c t i o n b e t w e e n masyarakat lokal pada tanaman dan humans and their environment is hewan untuk keperluan dasar, diatur reflected in the high reliance of local oleh praktik-praktik tradisional communities on plants and animals kelompok adat dan menjadi bagian for subsistence purposes, governed dari praktik-praktik pelestarian yang by traditional practices of local diturunkan dari nenek moyang. ethnic groups as part of Namun, akses yang lebih besar conservation practices passed terhadap hutan dan wilayah pesisir, down from their predecessors. penggunaan teknologi modern, dan However, greater access to forest meningkatnya komersialisasi menjadi and coastal areas, the use of faktor kritis yang memicu eksploitasi modern technologies, and berlebihan dan pemanfaatan increasing commercialization are sumberdaya alam yang tidak critical factors driving berkelanjutan. Banyak anggapan overexploitation and unsustainable b a h wa p e n g g u n a a n e k s t ra k t i f use of natural resources. Many are sumberdaya alam telah dan terus Conservation International concerned that extractive use of menjadi tidak berkelanjutan secara living resources, has been and biologis, ini juga dikenal dengan nama continuous to be biologically unsustainable, also known as sindrom 'hutan kosong' (Redford, 1992). “empty forest” syndrome (Redford, 1992). Banyak lembaga yang berfokus pada penyelamatan Many NGOs are focusing on biodiversity rescue and keragaman hayati dan perlindungan flora dan fauna di daerah protecting the flora and fauna in the region. Some tersebut. Beberapa diantaranya adalah NGO internasional yang international NGOs have been working together with the telah bekerja bersama pemerintah Papua sejak tahun 1980, government in Papua since the 1980s, including the World termasuk World Wildlife Fund (WWF), Conservation International Wildlife Fund, Conservation International, Natural Resource (CI), Natural Resources Management (NRM), The Nature Management, The Nature Conservancy and local NGOs are Conservancy (TNC), dan beberapa NGO lokal juga berfokus dalam also focused on flora and fauna conservation in Papua. pelestarian flora dan fauna di Papua. In addition, under Indonesian law, we have Sebagai tambahan, dalam undang-undang Indonesia, approximately 150 existing national laws and regulations for diperkirakan ada 150 undang-undang nasional dan regulasi yang wildlife species and habitat protection. Furthermore, we are mengatur perlindungan habitat dan satwa liar. Lebih jauh lagi, kami also involved and actively participating in many juga terlibat dan aktif berpartisipasi dalam berbagai konvensi international conventions on biodiversity internasional tentang pelestarian keragaman hayati, khususnya co n s e r va t i o n , s p e c i f i ca l l y t h e yang dilakukan Konvensi tentang Perdagangan International Satwa Convention on International Trade for Langka (CITES) melalui Keputusan Presiden No. 43/1978 dan Endangered Species of Wild Flora and Undang-Undang Keanekaragaman Hayati No. 5/1994. Walaupun Fauna (CITES) by Presidential Decree No. 43/1978 peraturan dan kontrolnya masih belum pakem dalam memastikan and the Convention on Biological Diversity by Law No. pemanfaatan lestari sumberdaya alam. 5/1994. Though, regulation and control itself is not Respon utama atas berbagai ancaman tersebut sejak akhir abad sufficient to ensure sustainable use of natural 19 telah menghasilkan penetapan kawasan-kawasan lindung. Hingga resources. tahun 2002, terdapat 29 kawasan yang dilindungi oleh undangThe primary response to these undang (kawasan darat maupun laut) di Papua. Saat ini, sejalan threats since the late 19th century dengan isu pelestarian submerdaya laut, Menteri Kelautan dan has been the creation of protected Perikanan bersama pemerintah setempat mendeklarasikan beberapa areas. As of 2002, there were 29 legally Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKL) di Papua, seperti di Kaimana, protected areas (terrestrial and Abun di Sorong,Ayau-Asia di Raja Ampat,dan di Biak Numfor. marine) on in this island. Currently, Namun, strategi ini bisa memiliki dampak negatif yang along with the issue of marine mendasar pada isu-isu kemiskinan yang dihadapi masyarakat resources conservation, the setempat. Pemindahan penduduk dan hak kepemilikan lahan atau Maritime Affairs and Fisheries sumberdaya dapat memperparah kemiskinan, juga bertentangan Ministry and local dengan hak-hak asasi manusia.
Papua memiliki 50% total keragaman hayati Indonesia, termasuk 146 jenis mamalia, 329 jenis reptilia dan amfibia, serta 650 jenis burung. 20 ribu hingga 50 ribu jenis tanaman, dan sekitar 60-90% diantaranya endemik. Sekitar 1.511 jenis ikan ditemukan di wilayah Kepala Burung saja.
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
6 10
Adalah jelas bahwa mereka yang masih berburu di hutan dan laut adalah kaum minoritas-hanya masyarakat hutan yang benar-benar masih tradisional dan termajinalkan yang sangat bergantung pada sumberdaya ini. Karenanya, jika aktivitas mereka di dalam hutan mulai dibatasi, dan akses terhadap sumberdaya alam ditutup, kami harus menyediakan mata pencaharian alternatif.Tidak adail untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya di tempat di mana mereka tinggal dan berinteraksi sejak dari masa nenek moyang mereka. Anggapan bahwa penyusutan keragaman hayati saling terkait dengan kemiskinan dan bahwa pelestarian alam dan pengentasan kemiskinan harus dilakukan bersama, telah diterima secara luas. Namun keberhasilan berbagai macam strategi yang terintegrasi masih diragukan. Jadi apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapi situasi rumit ini? Berikut adalah beberapa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatannya. Pertama, keberlanjutan biologi saja bukan kondisi yang ideal. Karenanya ketentuan ekonomis dan insentif sosial perlu dipertimbangkan, sebab pelestarian juga menyangkut sebuah alat untuk mencapai pengurangan kemiskinan, dengan pemanfaatan lestari sumberdaya alam sebagai dasar dari strategistrategi pengurangan kemiskinan dan keadilan sosial. Kedua, sebagai sebuah prinsip 'pendekatan ekosistem' yang diadopsi oleh Konvensi Keragaman Hayati (KKH), yang telah banyak diratifikasi, mereka yang tertarik dalam pelestarian sumberdaya, baik yang berfokus pada kesejahteraan manusia atau pelestarian keragaman hayati, harus mempertimbangkan pemanfaatan berkelanjutan ketimbang tidak memanfaatkan sama sekali karena hal tersebut mustahil terjadi. Pelestarian sebagai respon atas kondisi ini lebih menuju pada menjaga ketersediaan hasil dari jenis-jenis yang dapat dipanen dan ekosistem yang ada ketimbang menjaga keragaman hayati. Ketiga, pengertian yang lebih harmonis dari berbagai konsep yang sekarang ini tengah dimasukkan dalam pengertian umum tentang pemanfaatan berkelanjutan harus diimplementasikan dengan cara mengadopsi pengertian 'pelestarian-berdasarinsentif' yang memberikan hasil yang lebih baik bagi masyarakat setempat. Keterkaitan antara keragaman hayati dan mata pencaharian, dan antara pelestarian dan pengentasan kemiskinan, adalah dinmasi dan sangat tergantung pada kondisi lokal. Pengentasan kemiskinan dan pelestarian sumberdaya adalah dua tujuan yang berbeda. Masing-masing bisa saja didorong oleh agenda-agenda moral yang berbeda, namun terdapat kesamaan dalam pelaksanaannya. Tantangan yang lebih besar adalah bagaimana membolehkan masyarakat manusia untuk memenuhi potensinya dan berbagi hasil dalam pertumbuhan ekonomi sambil tetap menjaga biosfer yang tidak hanya menjamin fungsi-fungsi ekologi namun juga mempertahankan keragaman hayati.
governments declared some Marine Protected Areas (MPAs) known as Kawasan Konservasi Laut Daerah in Papua such as in Kaimana, Abun in Sorong, Ayau-Asia in Raja Ampat and in Biak Numfor. However, this strategy can have substantial negative impacts on poverty issues for local people. The eviction of former residents or right holders of land or resources can cause exacerbation of poverty, as well contravene laws or human rights. It is clear that those who gather from the forests and coasts are a minority-only the most marginalized and traditional forest and coastal dwellers truly depend on these resources. Therefore, if their activities in the forest and coast sites is restricted, and their access to resources is prohibited, we should provide them with alternative livelihoods. It is unfair to prevent their usage of the resources where they have lived and interacted since the time of their ancestors. It is widely accepted that biodiversity loss and poverty are linked and that conservation and poverty reduction should be tackled together. However, success of integrated strategies is elusive. So what we can do to deal with this complicated situation? The following alternative might be considered for biodiversity use and biodiversity conservation. Firstly, biological sustainability alone is not a sufficient condition. Therefore, provision of economic or social incentives should be considered, because conservation is also considered a tool for achieving poverty reduction, with the sustainable use of natural resources as a foundation of strategies to achieve poverty reduction and social justice. Secondly, as a principle of the “ecosystem approach” adopted by the Convention on Biological Diversity (CBD), which is widely ratified, those who are interested in resource conservation, whether their focus is human welfare or biodiversity conservation, should be concerned with addressing sustainable use rather than dismissing it as impossible to achieve. Conservation in response to this position tends toward the maintenance of yields of harvestable species and ecosystems rather than the preservation of biodiversity. Thirdly, a more harmonious understanding of the different concepts that are currently encompassed within the term sustainable use should be implemented through the adoption of the term 'incentive-driven-conservation' which has higher returns for local communities. The links between biodiversity and livelihoods, and between conservation and poverty reduction, are dynamic and locally specific. The elimination of poverty and the preservation of biodiversity are two distinct objectives. Each may be driven by different moral agendas, but there is considerable overlap in practice. The larger challenge is to allow human society to meet its potential and share the fruits of economic growth while sustaining a biosphere that not only sustains full ecological functions but retains its living diversity.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Agustina Y. S. Arobaya adalah tenaga pengajar dan peneliti pada Fakultas Kehutanan dan Freddy Pattiselano adalah tenaga pengajar dan peneliti pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Negeri Papua, Manokwari, Papua Barat.
7
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
GENDER&PEMBANGUNAN
Keadilan
GENDER dalam Keadilan
K
I LI
ehidupan perempuan makin sulit, seperti yang dialami perempuan nelayan di pesisir Indramayu Jawa Barat Ketika banjir terjadi, tidak pernah ada bantuan yang diberikan oleh negara kepada warga. Tak hanya Indramayu, dalam 10 tahun terakhir, berbagai krisis dan bencana terus terjadi di Indonesia. Sebagian besar disebabkan kegagalan global pembangunan yang menggerus kekayaan alam dan mengabaikan daya dukung lingkungan. Akibatnya, krisis bertambah dalam, termasuk meningkatnya ancaman bencana, seperti kekeringan, banjir, perubahan cuaca ekstrim, gagal panen, meningkatnya hama tanaman, penyakit, datang silih berganti di berbagai wilayah. Dampak perubahan iklim yang begitu cepat terjadi. Di hadapi warga tanpa Informasi yang mencukupi, kemampuan bertahan hidup yang lemah, khususnya perempuan, serta lemahnya prioritas penanganan oleh negara. Celakanya, di tengah krisis yang terus menghimpit, ancaman lain justru datang dari sistem dan praktek politik saat ini. Otonomi daerah yang bercita-cita mendekatkan akses dan kontrol rakyat terhadap sumber daya alamnya, justru mempersempit ruang hidup perempuan. Pemerintah Daerah berlomba mengeluarkan kebijakan obral kekayaan alamnya dalam bentuk izin usaha dan Peraturan Daerah (Perda). Di Kalimantan Timur saja, hingga 2010, pemerintah mengeluarka 1212 izin konsesi tambang. Belum lagi perkebunan besar kelapa sawit. Hingga 2009, dikeluarkan 303 izin, mencapai luasan 3,65 juta hektar. Semangat mengobral sumber daya alam di daerah, ternyata sejalan dengan Pusat. Departemen Pertanian mengeluarkan izin kepemilikan areal perkebunan kelapa sawit swasta dalam satu kabupaten atau provinsi hingga 100 ribu hektare (ha). Perda-perda tersebut tak hanya membatasi perempuan mengakses dan mengontrol sumber daya alamnya. Juga diskriminatif terhadap perempuan, seperti Perda-Perda
News
September-Oktober 2011
Syariat dan kebijakan yang membatasi ruang gerak perempuan dalam ranah publik, termasuk menjadi pemimpin. Seorang camat perempuan di Bireun Nanggroe Aceh Darussalam terancam diberhentikan karena desakan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten, yang menafsirkan perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Otonomi daerah dan pembangunan demokratisasi yang berjalan saat ini, belum menyentuh agenda keselamatan dan kesejahteraan khususnya perempuan. Sayangnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai bagian dari pemerintah yang berkewajiban memberikan perlindungan dan jaminan keselamatan bagi perempuan dan anak di Indonesia, justru tak memiliki kekuatan politik signifikan untuk campur tangan. Mereka mengakui belum memiliki agenda keselamatan dan kesejahteraan perempuan, khususnya yang terancam dampak perubahan iklim. Di instansi pemerintah lainnya, isu perubahan iklim dan keadilan gender juga belum secara serius ditangani oleh instansi pemerintah melalui kebijakannya. Banyak kebijakan tidak sinkron. Satu instansi pemerintah dengan instansi pemerintah lainnya. Padahal perubahan iklim dan keadilan gender sudah menjadi isu besar dan cross-cutting isu yang harusnya sudah menjadi perhatian berbagai instansi pemerintah untuk menangani dampak perubahan iklim, berkait dengan perempuan, anakanak dan kelompok rentan lainnya. Padahal, perubahan iklim kini bukan lagi wacana. Ia telah berdampak terhadap hilangnya sumber-sumber kehidupan perempuan, seperti akses terhadap air bersih yang semakin berkurang, akses terhadap lingkungan yang sehat, semakin berkurang akibat pencemaran udara maupun air. Itulah sebabnya, kondisi kegentingan yang dihadapi perempuan akibat dari kegagalan model global pembangunan dan perubahan iklim bukan persoalan biasa saja.
Volume V - edisi 70
8
GENDER&PEMBANGUNAN
Perempuan & Jejak Perubahan Iklim
P
ada 2001, IPCC atau panel ahli tentang perubahan iklim menyebut dampak perubahan iklim berbeda di setiap wilayah, generasi, usia, kelas, pendapatan, pekerjaan dan jenis kelamin. Perempuan mengalami pengalaman yang berbeda dari laki-laki, karena terkait dengan posisi, relasi dan peran gender yang selama ini dilekatkan kepada perempuan. Artinya, perubahan iklim memberikan dampak lebih berat terhadap perempuan-perempuan dari kelompok sosial atau kelas paling rendah. Mereka memiliki sumberdaya lebih terbatas untuk mempertahankan hidupnya dari berbagai krisis. Setiap bencana, baik karena dampak perubahan iklim atau tidak, ternyata menelan korban perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Ketika hak perempuan tidak dilindungi, maka jumlah korban perempuan akan lebih besar dari pada laki-laki. Sebaliknya, kelompok masyarakat yang menjunjung persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, jumlah korbannya sama. Karena itulah, perubahan iklim tidak bisa dilihat sebagai sebuah proses yang netral gender. Thoraya Ahmed Obaid, Direktur Eksekutif UNFPA menyatakan, "Perempuan di negara-negara miskin termasuk yang paling terpukul akibat perubahan iklim. Perempuan menanggung beban yang tidak proporsional karena perubahan iklim. Seperti mengatasi masalah mayoritas 1,5 miliar orang di dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari $1 per hari. Sementara 64,23 persen dari 31,02 juta penduduk miskin berada di daerah pedesaan, dan sebagian besar mereka bekerja di sektor Pertanian. Serikat Petani Indonesia menyebut 70-80 persen pekerja di sektor pertanian adalah perempuan. Meutia Hatta Swasono, saat menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mengatakan, perubahan iklim berdampak lebih parah pada perempuan karena berbagai peran yang kerap kali distereotipkan untuk perempuan di dalam keluarga. Lebih jauh, Meutia Hatta menyatakan, “Perempuan memikul tanggung jawab utama untuk mengumpulkan air dan bahan bakar serta menyediakan pangan untuk keluarga mereka”. Di Indonesia, bagi perempuan di pedesaan dan yang sangat bergantung hidupnya dari alam, perubahan iklim menyebabkan meningkatnya curah waktu terhadap beban pekerjaan domestik akibat hilangnya sumber air bersih. Ini dialami 9
News
September-Oktober 2011
perempuan di wilayah pesisir Teluk Jakarta yang terkena banjir rob. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menyebut perempuan yang tinggal di pesisir utara Jakarta melakukan pekerjaan tidak kurang dari 17 jam setiap harinya. Celakanya, masyarakat pesisir juga menghadapi meningkatnya intensitas banjir rob, juga kegaraman air payau. Bencana rob di desa Ilir kecamatan Kandanghaur Kabupaten Indramayu sudah berlangsung sejak 1984, telah menenggelamkan sawah. Banjir yang setahun sekali datang ini, kini berlipat tiga, bahkan telah masuk ke wilayah permukiman. Petani perempuan menghadapi kondisi makin sulit. Serikat Petani Indonesia mencatat, pada 2006, total areal pertanian di Indonesia yang terkena dampak banjir mencapai 66,400 hektar. Antara Oktober - Desember 2007 saja, banjir telah menyebabkan 6,676 hektar lahan pertanian gagal panen. Ini kerap terjadi di musim hujan. Berdasar proyeksi peningkatan kenaikan muka air laut akibat pemanasan global di pulau Jawa, jika terjadi tambahan peningkatan sebesar 0,5 meter, diproyeksikan sebanyak 113 ribu hektar sawah akan hilang. Jika naik sebesar satu meter, sebanyak 146,5 ribu hektar sawah di pulau Jawa akan tenggelam. Kondisi tersebut akan mempengaruhi penurunan hasil pertanian atau produksi pangan padi antara 20-27 persen, jagung 13 persen, kedelai 12 persen dan tebu sekitar 7 persen pada 2050. Sementara pada kemarau, suhu menjadi terlalu panas. Kekeringan menyebabkan petani di desa Ilir Indramayu bisa panen hanya satu kali setahun. Ini berlangsung sejak enam tahun lalu. Hanya 3 ton setiap yang melimpah. Tapi, tiga tahun belakangan, sejak 2005, masyarakat tidak lagi bisa memperkirakan perubahan cuaca tersebut. Setiap kali panen, jika dijual hasilnya sekitar Rp 6 juta/ton. Penurunan jumlah panen dan penghasilan petani akibat kekeringan, berdampak lebih besar terhadap buruh tani yang kebanyakan perempuan. Upah mereka hanya Rp. 28 ribu per hari. Jika bekerja selama 25 hari, upah yang diterima Rp. 700 ribu satu kali panen. Padahal itulah sumber pendapatan utama keluarga, selain suami yang berpenghasilan maksimal Rp. 500 ribu setiap bulannya. Kegagalan panen berlarut-larut akan berkontribusi terhadap memburuknya krisis pangan dan pemenuhan gizi masyarakat Indonesia, yang masih jauh dari pencapaian program Volume V - edisi 70
Milenium Develompment Goal's. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan 19 provinsi yang mempunyai prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diatas prevalensi nasional sebesar 18,4%. Di sektor kelautan dan perikanan, setelah dilanda berbagai upaya pengrusakan di wilayah pesisir, perubahan cuaca ekstrim membuat banyak nelayan tidak dapat melaut. Hasil budidaya dan penangkapan ikan menurun. Sebelumnya, jumlah hari mereka melaut adalah 240 - 300 hari setahunnya, kini hanya 160 - 180 hari. Akibatnya pendapatan nelayan tradisional pun berkurang hingga berkisar 50 hingga 70 persen. Artinya, pendapatan keluarga
nelayan, berkurang. Dan biasanya, perempuanlah penebus kekurangan itu. Belum lagi, pada beberapa tempat, tanda-tanda alam yang biasanya digunakan nelayan menentukan musim panen. Kini tak bisa menjadi pemandu lagi. Di pesisir Indramayu, dulunya masyarakat mengetahui pancaroba dari tandatanda alam. Sampai 2003, nelayan masih bisa memperkirakan angin barat dan timur. Musim barat datang ditandai tangkapan Rajungan dan Sotong yang melimpah. Tapi, tiga tahun belakangan, sejak 2005, masyarakat tidak lagi bisa memperkirakan perubahan cuaca tersebut.
GENDER&PEMBANGUNAN
Perempuan Bertahan Hidup U
ntuk menutupi biaya hidup keluarganya, perempuan terpaksa bekerja lebih keras. Itu yang dilakukan perempuan nelayan dan istri nelayan di pesisir Jakarta utara, mereka menjadi buruh pengupas kerang dan pengeringan ikan. Bahkan mereka bekerja lebih dari satu pekerjaan seharinya. Semua kegiatan ekonomi dan domestik yang dilakukan bergantung pada alam dan cuaca, baik laut dan di daratan mengalami hantaman. Penanggalan musim tanam, waktu panen, mencari hasil laut, keberhasilan dan kegagalan produksi semua tergantung pada cuaca dan musim. ”Perubahan iklim mengakibatkan produksi tanaman sayuran saya menurun karena curah hujan dan panas susah diperkirakan, sehingga sekarang saya sulit memenuhi kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan anak saya”, Daeng Bao, Perempuan Petani di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Di pulau Timor, bila terjadi kegagalan tanam, perempuan lebih dulu menderita karena struktur sosial di sana mendahulukan laki-laki dalam mengkonsumsi pangan. Padahal peran perempuan begitu besar. Mereka mengatur jagung untuk konsumsi keluarga, memilih benih, mengeluarkan benih dan bahkan memutuskan menambah luas area tanam. Peran perempuan yang makin berat ini berkait dengan peran dan posisi gender yang selama ini melekat dalam dirinya. Khususnya perempuan pedesaan yang mengandalkan hidupnya dari alam. Selama ini, perempuan menjalankan fungsi mengumpulkan makanan untuk keluarganya. Di Kasepuhan, perempuan yang menyimpan bibit padi di lumbung dekat rumah. Di Molo, pengelola rumah bulat atau lopo adalah perempuan. Rumah bulat selain berfungsi sebagai dapur, juga tempat menyimpan hasil panen. Lopo merupakan simbol ketahanan ekonomi dan pangan di Molo. Konsep lumbung di masyarakat Lombok, bahkan menempatkan perempuan sebagai pengambil keputusan. Konsep yang memilah antara padi untuk konsumsi, padi sebagai bibit, padi yang harus dikonservasi, kepentingan ritual dan spiritual, pun untuk kegiatan pendidikan. Perempuan dan lumbung padi tak bisa dipisahkan. Umpak atau tempat pijakan
News
September-Oktober 2011
tiang-tiang pada bangunan lumbung disimbolkan sebagai telapak kaki ibu. Artinya, perempuan sebagai penyangga sekaligus memiliki hak kelola atas padi dalam lumbung itu. Dan peran-peran di atas merupakan pengalaman perempuan luar biasa dalam menjamin kelangsungan hidup pangan keluarga dan komunitasnya, termasuk menjalankan dan meneruskan nilai-nilai adat setempat. Menjaga sumber-sumber kehidupan seperti keberadaan mata air, tersedianya pangan yang cukup, obat-obatan, menentukan benih tanaman merupakan sebagian tanggung jawab yang diemban perempuan adat. Itulah sebabnya, meski perempuan menjadi pihak paling rentan terkena dampak perubahan iklim. Tapi dalam setiap komunitasnya, biasanya perempuan memiliki berbagai inisiatif dan strategi untuk dapat bertahan hidup dan merespon setiap krisis. Bagi masyarakat pesisir, cara paling mudah untuk bertahan hidup ketika penghasilan suami menurun adalah mencari utangan dan menggadaikan barang ke Bakul, warung atau rentenir. Di Morodemak Jawa tengah, perempuan yang bertugas mencari utangan tersebut. Siasat bertahan hidup keluarga nelayan adalah menikahkan anak gadisnya di usia dini, supaya tanggung jawab mengurusnya beralih pada suaminya. Itu jelas cara-cara yang mengorbankan perempuan. Di Sulawesi Selatan lain lagi, perempuan petani mengalihkan pola tanam dari palawija ke umbiumbian, ubi kayu, ubi jalar dan pisang. Selain itu, Jika curah hujan tinggi, tanaman jangka pendek, sayur-sayuran ditutup dengan plastik untuk menahan kelembaban. Sementara perempuan adat Dayak Hibun Kalimantan Barat, untuk bisa terus bertahan di tengah krisis, mereka menggunakan energi alternatif keluarga menggunakan buah sawit sebagai kayu bakar, juga dan melakukan penanaman kembali pohon keras atau buah-buah hutan di kebun-kebun dan sekitar rumah. Sayangnya, berbagai inisiatif tersebut belum diakui dan mendapatkan dukungan penuh dari negara. Apalagi saat negara absen menangani krisis iklim, maka perempuan menjadi korban ketidakadilan berganda. Siasat yang banyak dilakukan perempuan untuk bertahan hidup adalah migrasi ke luar, baik sebagai buruh migran ke luar negeri maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia. Beberapa daerah yang dikenali sebagai “lumbung pangan“, macam Indramayu, Cianjur, Karawang dan Mataram ternyata menjadi pengirim buruh migrant terbesar. Indramayu misalnya, memasok hingga 90 ribu orang TKI, tiga perempatnya perempuan. Kini sumber-sumber pangan melimpah itu, tidak bisa lagi menjadi sandaran hidup warga. Pilihan yang tersedia, menjadi pekerja rumah tangga (PRT) atau buruh pabrik dan buruh informal. Mereka sangat rentan terhadap pelecehan seksual, perkosaan, upah tidak dibayar atau upah dibawah standar, kekerasan verbal dan fisik dan lainnya. Solidaritas Perempuan mencatat, sepanjang 2005 hingga 2009, pelanggaran yang dialami buruh migran perempuan mencakup kontrak kerja, pelanggaran hak atas kesehatan dan keselamatan kerja, kekerasan-baik fisik, psikologis, dan seksual, diskriminasi jenis kelamin dan negara asal, penangkapan dan penghukuman yang tidak manusiawi dan perdagangan manusia. Volume V - edisi 70
10
GENDER&PEMBANGUNAN
Perubahan Iklim, Melanggengkan Ketidakadilan
B
eban kerja berlipat, kekerasan, diskriminasi, stereotyping, dan marginalisasi menjadi situasi sehari-hari yang harus dihadapi perempuan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Hal ini mengakibatkan perempuan pada posisi semakin lemah dalam keluarga, apalagi dalam pengambilan keputusan publik. Celakanya, krisis yang dialami perempuan dan langkah pemerintah menjawab perubahan iklim, bagai berminyak air. Tak nyambung. Salah satu jawaban dalam kerangka mitigasi adalah mekanisme REDD29. Padahal REDD berpeluang besar merampas kontrol perempuan adat terhadap kepemilikan tanahnya. REDD tidak menempatkan hak perempuan adat untuk dilibatkan secara penuh, bukan hanya hak mendapat informasi, tetapi juga hak untuk menentukan nasib sendiri (hak veto). Seperti yang disampaikan Ketua Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro, Rukmini Paata Toheke, 40 tahun.“Hampir di banyak tempat perempuan adat itu kurang dilibatkan dalam musyawarah dan pengembangan kapasitas Perempuan akan kehilangan hak-hak tradisionalnya dalam mengelola tanah untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarga. Bagi masyarakat yang memperoleh kehidupannya dari tanah, maka tanah tidaklah semata-mata sebuah kepemilikan jasmani yang ada di ruang Cartesian. Bagi mereka, tanah adalah sumber segala-galanya. Tanah dan masyarakat, bumi dan rakyatnya adalah interkoneksi yang intim. Sayangnya, semua pembahasan terkait dengan adaptasi dan mitigasi direduksi menjadi satu muara, dukungan pendanaan. Hal-hal lain, termasuk inisiatif warga negara, seolah menjadi tak penting. Pemerintah menyebutkan kebutuhan dana mitigasi mencapai 38 billion, sementara total dana untuk adaptasi hanya 3.8 billion. Tapi anehnya, kegiatankegiatan ekonomi skala besar yang meningkatkan emisi karbon dan melahirkan krisis di kampung, justru didorong penuh oleh pemerintah. Diantaranya, pengerukan batubara dan pembukaan hutan untuk perkebunan sawit skala besar. Padahal sepertiga dari GRK global dihasilkan pembakaran batubara di berbagai pembangkit yang tersebar di seluruh dunia. Wetland Internasional dalam laporannya menyebut Indonesia penghasil emisi terbesar ketiga di dunia, khususnya dari pelepasan lahan gambut untuk perkebunan sawit. Padahal, tambang dan Perkebunan sawit skala besar sejak lama berkontribusi terhadap
11
News
September-Oktober 2011
lahirnya krisis dan pemiskinan warga di sekitarnya. Mereka rakus air dan berpotensi mencemari air dalam daur produksinya. Dan air sangat berpengaruh pada kehidupan perempuan. Sehariharinya, dalam menjalankan peran-perannya, perempuan banyak berhubungan dengan air. Khususnya untuk peran domestiknya dalam keluarga dan sebagai penentu utama kesehatan reproduksinya. Perserikatan Bangsa Bangsa, 2006, menyebutkan perempuan di seluruh dunia menghabiskan 40 Milliar jam waktunya untuk mencari air. Sementara laporan pencapaian MDG's 2010 disebutkan, hanya 47,73 persen rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan 51,19 persen yang memiliki akses sanitasi yang layak di Paser Kalimantan Timur, air sungai tercemar akibat beroperasinya tambang batubara milik PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur mengakibatkan perempuan harus menempuh perjalanan keluar dari desa untuk mendapatkan air untuk kebutuhan memasak, mencuci dan kebutuhan dasar keluarganya, hampir semuanya dilakukan perempuan. Krisis air juga mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan di sekitar wilayah yang tercemar oleh limbah tambang. Masalah sosial dan kesehatan juga datang bersama masuknya industri tambang. Salah satunya lewat menjamurnya lokalisasi prostitusi dan tempat hiburan malam di sekitar wilayah tambang. Di Kutai Barat tahun 2009, tercatat penderita penyakit kelamin GO atau Gonorhoe di puskesmas setempat sebanyak 39 warga yang mayoritas dari kelompok usia produktif. Angka ini bisa naik berkali lipat, karena jarang yang melapor ke puskesmas. Dalam kurun 10 tahun terakhir setidaknya, negara belum memberi tanggapan signifikan terhadap berbagai krisis yang terjadi. Baik krisis akibat kegagalan global pembangunan, juga perubahan iklim. Mereka lebih sibuk, membuat proyek-proyek baru yang mendorong eksploitasi sumber daya alam lebih massif. Padahal perubahan iklim bukanlah sebuah krisis baru, melainkan akumulasi dari model pembangunan dunia yang salah selama ini, dan pemerintah tidak mau menjadikan krisis ini sebagai sebuah momentum untuk merubah sistem ekonomi dan pembangunannya. Kondisi inilah yang mengakibatkan perempuan terus menerus mengalami ketidakadilan.
Volume V - edisi 70
Keadilan Iklim yang Berkeadilan Gender
F
orum Masyarakat Sipil (CSF) untuk keadilan iklim mengusung keadilan iklim dalam menjawab masalahmasalah akibat perubahan iklim. CSF mengajukan empat prinsip yang harus diperhatikan dalam penanganan dampak perubahan iklim. Prinsip tersebut adalah keselamatan manusia (Human security), utang ekologis (Ecological debt), hak atas lahan (Land rights) dan Produksi-ponsumsi, disingkat HELP. Prinsip ini belum menjadi prinsip yang diadopsi oleh negara. Keselamatan Manusia meliputi kebebasan, pemenuhan terhadap keamanan dan Hak Asasi Manusia. Hal itu termasuk hak atas keamanan pangan, mata pencaharian, ekonomi, sosial dan budaya, kesehatan, lingkungan, dan politik bagi laki-laki dan perempuan serta kelompok rentan. Utang Ekologis merupakan utang akumulasi oleh negara industri terhadap negara berkembang karena penjarahan sumber daya, penguasan dan perdagangan sumber daya yang tidak adil baik secara ekonomi dan politik , yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan pencaplokan ruang hidup menjadi tempat pembuangan limbah. Dalam kontek Indonesia, utang ekologis bisa berdimensi antar pulau, ataupun antar Negara. Salah satu aspek utang ekologis adalah utang iklim. Hak atas Lahan merupakan Hak yang menyangkut kepemilikan sumber-sumber produksi, baik laut maupun daratan (akses dan kontrol), juga konsepsi tenurial yang lebih luas, mencakup budaya dan kehidupan masyarakat. Produksi-Konsumsi merupakan prinsip yang mengedepankan pola pembangunan yang adil, mandiri dan berkelanjutan serta menjamin keselamatan lakilaki, perempuan serta kelompok rentan dari pola kapitalistik, penggunaan teknologi kotor, berisiko dan berskala besar.
Empat Fakta Keadilan Gender dalam keadilan Iklim Perempuan mengalami ketidakadilan 1 berganda karena penyebab, dampak dan penanganan perubahan iklim. Perubahan iklim tidak bisa dilihat 2 sebagai sebuah proses yang netral gender. perubahan iklim yang makin 3 Dampak cepat adalah kabar buruk, khususnya buat perempuan. Sebab, tak banyak pilihan yang tersedia, apalagi programprogram yang disediakan pemerintah. Saat Negara absen menangani krisis 4 akibat dampak perubahan iklim, maka perempuan menjadi korban ketidakadilan berganda.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Artikel-artikel mengenai Gender dan Perubahan Iklim ini disarikan dari publikasi Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim dalam website http://www.csoforum.net/
News
September-Oktober 2011
Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim Jl. Mampang Prapatan VI No. 67 Jakarta Selatan Telp: 021-7990139 Email:
[email protected] Volume V - edisi 70
12
Oleh Andoyo Supriyantono dan Budi Santoso
K
etersediaan pakan baik secara kuantitas, kualitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor penting dalam mendukung pengembangan usaha peternakan. Di daerah tropis seperti Indonesia, produksi hijauan rumput pada musim hujan sangat melimpah, sebaliknya pada musim kemarau ketersediaannya terbatas sehingga para peternak sering dihadapkan pada masalah kekurangan rumput. Menurut Leng (1990), sebagian besar peternak di negara-negara beriklim tropis dan subtropis menggunakan residu/sisa tanaman pertanian sebagai pakan utama ternak ruminansia besar selama beberapa bulan bahkan sepanjang tahun. Menurut Enishi dan Shijimaya (1998), sisa tanaman atau jerami padi yang baru dipanen berpotensi diawetkan dalam bentuk silase dan digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Namun demikian kualitas silase yang dihasilkan rendah karena asam laktat yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat mudah larut air (water soluble carbohydrate) lebih rendah dibandingkan dengan hijauan lain seperti jagung dan rumput. Bakteri asam laktat secara alami terdapat pada tanaman hijauan dengan populasi yang rendah serta bervariasi tergantung spesies tanaman (Muck, 1990), sehingga untuk meningkatkan kualitas silase diperlukan penambahan inokulan bakteri asam laktat (BAL) pada saat ensilase (Ohshima et al., 1997). Walaupun saat ini telah banyak tersedia aditif bakteri asam laktat secara komersil yang dapat digunakan sebagai starter pada pembuatan silase, namun hasil penelitian Ohshima et al. (1997a; 1997b) dengan menggunakan hijauan dari daerah subtropik menunjukkan bahwa penggunaan BAL yang diperoleh dari ekstrak rumput terfermentasi menghasilkan kualitas fermentasi silase yang lebih baik dibandingkan dengan inokulum yang berasal dari aditif BAL komersial. Santoso et al. (2009) melaporkan bahwa penambahan BAL dari ekstrak rumput gajah dan rumput raja terfermentasi meningkatkan kualitas fermentasi silase serta cenderung meningkatkan kecernaan bahan organik in vitro. Pada penelitian lain, Takahashi et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan BAL pada ensilase jerami padi meningkatkan nilai koefisien cerna komponen serat.
Kabupaten Manokwari merupakan salah satu daerah rawan bencana terutama bencana gempa bumi tektonik. Selama lima tahun terakhir (2003-2008) telah terjadi dua kali gempa tektonik dengan kekuatan di atas 7 SR. Sebagai akibat gempa bumi, masyararakat petani kurang mendapat kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dalam berusahatani di bidang peternakan, karena perhatian pemerintah daerah maupun pemerintah pusat lebih tertuju pada perbaikan infrastruktur yang rusak akibat gempa. Di sisi lain, Kabupaten Manokwari dikenal sebagai salah satu sentra pengembangan sapi potong di provinsi Papua Barat. Berdasarkan data statistik peternakan, jumlah sapi potong yang tercatat hingga tahun 2008 sebanyak 17.842 ekor yang sebagian besar dipelihara oleh penduduk daerah transmigrasi terutama di Distrik Prafi. Kabupaten Manokwari sangat potensial untuk pengembangan usaha peternakan karena didukung dengan sumber daya alam yang sangat memadai untuk ternak. Wilayah kabupaten Manokwari seluas 12.834 kilometer persegi dengan kepadatan ternak 0,45 ST/km2. Kabupaten Manokwari juga merupakan daerah yang cukup untuk penyediaan pakan ternak, baik pakan hijauan maupun pakan asal bijian dan butiran serta limbah hasil pertanian seperti jerami padi. Jerami padi merupakan hasil samping dari tanaman padi yang ketersediaannya melimpah, sering tidak dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena nilai nutrisinya rendah dan hanya dibakar setelah menjadi kering sehingga dapat menimbulkan polusi gas metana di atmosfir. Abbas et al. (1985) menyatakan bahwa produksi jerami padi dari suatu lahan pertanian diestimasi sekitar lima kali dari produksi padi. Berdasarkan hasil penelitian Waicang (2007), produksi jerami padi segar di Distrik Prafi sebanyak 29.925 ton/tahun atau 16.746 ton jerami padi (berdasarkan bahan kering)/tahun. Jumlah tersebut dapat digunakan untuk pakan sapi sebanyak 7.645 ekor/tahun dengan bobot badan 300 kg. Jerami padi yang tersedia cukup melimpah, sering tidak digunakan sebagai pakan ternak karena kualitas nutrisinya sangat rendah (proteinnya rendah, sebaliknya serat kasarnya tinggi) dan langsung dibakar setelah jerami tersebut kering. Disisi lain, peternak di Distrik Prafi sering menghadapi masalah ketersediaan hijauan rumput terutama pada musim kemarau serta akibat semakin sempit lahan untuk penanaman hijauan rumput. Kondisi ini diperburuk dengan adanya larangan
PERTANIAN
KINI SILASE JERAMI BISA MENJADI PAKAN TERNAK ALTERNATIF UNTUK SAPI
13
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
menggembalakan ternak di bawah naungan kelapa sawit oleh manajemen perkebunan kelapa sawit. Dengan demikian perlu dilakukan usaha pemanfaatan potensi jerami padi dengan teknologi pengawetan maupun pengolahan agar kualitasnya meningkat. Tujuan dilaksanakan kegiatan penerapan IPTEKS ini adalah (1) Mendapatkan paket teknologi yang tepat, murah dan aman sesuai kondisi setempat untuk menyediakan pakan ternak ruminansia dari bahan-bahan lokal; (2) Membimbing petani untuk secara mandiri mampu memanfaatkan jerami padi guna dijadikan sebagai pakan ternak ruminansia yang berkualitas; (3) Tersedianya pakan ternak ruminansia sepanjang tahun terutama ketika hijauan sulit diperoleh; (4) Memperoleh umpan balik dari kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka perencanaan darma pengabdian kepada masyarakat; (5) Terbinanya hubungan kerjasama antara mitra dan perguruan tinggi. Sosialisasi pembuatan silase diikuti oleh 21 orang yang berasal dari anggota Kelompok Tani Karya Bersatu dan anggota Kelompok Usaha Penggemukan Sapi, Kegiatan sosialisasi berlangsung dengan baik dan mendapat respon yang positif dari peserta, hal ini dapat diukur dari tingkat kehadiran seluruh anggota kelompok peternak serta didukung oleh aparat kampung Aimasi. Di samping itu para peserta dapat menerima dan memahami materi yang disampaikan, terlihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan dan diskusi yang dilakukan pada akhir kegiatan sosialisasi. Pada umumnya pertanyaan yang diajukan oleh peserta berhubungan dengan metode perbanyakan BAL dan pembuatan silase untuk skala peternak kecil. Pada kegiatan sosialisasi terungkap bahwa sebagian peternak mulai mengalami kesulitan dalam menyediakan pakan sapi berupa rumput. Mereka harus mencari rumput di lokasi yang cukup jauh dari tempat tinggal, bahkan beberapa peternak membeli rumput pada petani yang secara khusus menjual rumput. Proses perbanyakan BAL yang berasal dari ekstrak jerami padi terfermentasi menunjukkan hasil yang baik. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya penurunan nilai pH ekstrak jerami padi dari 7,04 menjadi 3,68. Peningkatan populasi BAL selama inkubasi 48 jam diikuti dengan produksi asam laktat yang tinggi sehingga nilai pH menjadi menurun. Nilai pH pada ekstrak jerami padi terfermentasi hampir sama dengan nilai pH pada ekstrak rumput raja terfermentasi yang dilaporkan Santoso et al. (2009). Anggota kelompok tani yang terlibat dalam praktek pembuatan silase terlihat antusias mengikuti kegiatan ini. Hal ini terlihat dari keaktifan mereka secara bersama-sama mulai mengambil jerami padi dari areal persawahan, mencacah jerami padi, penimbangan jerami padi, mencampur BAL dengan jerami padi, pemadatan bahan silase ke dalam silo hingga penyimpanan silo. Untuk mempercepat proses pencacahan jerami padi maka pecahahan secara mekanik dengan mesin chopper dan secara manual menggunakan parang. Silase jerami padi yang dihasilkan dengan proses ensilase selama 21 hari mengandung bahan kering 40,5%. Nilai tersebut dapat digolongkan pada kelompok silase
yang ideal karena di atas nilai 20% sesuai kriteria yang dikemukakan oleh McDonald et al. (1991). Uji preferensi silase jerami padi pada ternak sapi direncanakan berlangsung selama 1 bulan. Sampai dengan pembuatan laporan ini, uji preferensi telah berjalan 2 minggu. Untuk mengadaptasikan ternak dengan silase jerami maka pemberiannya dikombinasikan dengan rumput gajah secara bertahap mulai 25 : 75 sampai dengan 75 : 25. Hijauan diberikan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 2% dari bobot badan ditambah dengan 1 kg dedak padi/hari. Sebagai kontrol pada uji preferensi ini maka ternak lain diberikan pakan 100% rumput gajah untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 2% dari bobot badan dan ditambah dengan 1 kg dedak padi/hari. Hasil uji preferensi menunjukkan bahwa ternak sapi dapat menerima pakan silase jerami padi yang diberikan, namun demikian membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan sapi yang digunakan pada uji preferensi ini belum pernah diberikan pakan kering seperti jerami padi. Dalam waktu 2 minggu uji coba terjadi pertambahan bobot badan 7 dan 11 kg berturut-turut pada sapi A dan B. Data tersebut menunjukkan bahwa sapi A dapat mengkonsumsi silase jerami padi dan dapat memenuhi paling tidak untuk kebutuhan hidup pokok. Pertambahan bobot badan sapi A yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi B disebabkan sapi A baru mengkonsumsi sekitar 75% dari seluruh silase jerami padi yang diberikan. Hasil penimbangan bobot badan sapi pada minggu ke 4 menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan dalam 2 minggu terakhir yang dihasilkan Sapi A lebih tinggi dibandingkan sapi B. Hal ini disebabkan kemampuan sapi A mengkonsumsi dedak padi seluruhnya, sedangkan tingkat preferensi sapi B terhadap dedak padi kurang baik. Secara visual performans sapi A lebih pada dibandingkan Sapi B. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi pakan terutama serat kasar yang diberikan pada Sapi A dibandingkan sapi B. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan silase jerami padi sebagai pengganti rumput dapat dilakukan dalam proses penggemukan sapi potong. Hingga berakhirnya periode uji prefrensi, rasio silase jerami padi : rumput segar yang diberikan 75 : 25. Hal ini disebabkan pemilik ternak tidak memperbolehkan ternaknya diberikan 100% silase jerami padi. Ini disebabkan peternak hanya melihat sisa pakan harian tanpa memperhitungkan jumlah pakan yang dikonsumsi. Walaupun uji preferensi silase jerami padi menggunakan jumlah ternak yang terbatas dan waktu uji coba tidak terlalu panjang, namun hasil penimbangan bobot badan menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan yang dihasilkan mencapai 80 gram/ekor/hari.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Dosen di Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Papua Manokwari Papua Barat
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
14
FORUM KTI PRAKTIK CERDAS TERKINI
MEMBAWA LENTERA ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN:
DARI KUPANG KE MANADO SPOTLIGHT ON ANTI VIOLENCE TO WOMEN MOVEMENT: FROM KUPANG TO MANADO Oleh Christy Desta Pratama
P
ada Pertemuan Forum Kawasan Timur Indonesia ke-5 di Ambon, bulan November 2010, Rumah Perempuan, sebuah organisasi di Kupang yang menangani kekerasan terhadap perempuan, tampil sebagai inspirator praktik cerdas. Dalam forum tersebut, Rumah Perempuan menampilkan presentasinya dalam bentuk fragmen teatrikal yang menggambarkan kondisi yang dihadapi para perempuan korban kekerasan di Kupang. Fragmen tersebut berhasil menyulut rasa geram terhadap pelaku kekerasan sekaligus ketertarikan terhadap inovasi yang mereka tawarkan. Inovasi tersebut adalah pendekatan konseling terhadap para pria pelaku kekerasan. Permasalahan kekerasan terhadap perempuan juga menjadi tantangan besar di Sulawesi Utara. Catatan terakhir dari data pengadilan-pengadilan negeri dan tinggi se-Sulawesi Utara, kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani mengalami peningkatan sebesar 50 persen. Sementara data yang dimiliki oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat memperlihatkan angka yang lebih tinggi. Ada banyak kemiripan antara NTT dan Sulawesi Utara dalam menangani permasalahan kekerasan terhadap perempuan. Di sisi lain, ada banyak juga peluang untuk saling belajar dari pengalaman masing-masing untuk penyelesaian masalah ini. Karena itu, Yayasan BaKTI mengajak Rumah Perempuan dan Sanggar Suara Perempuan (SSP) dari Kupang untuk berkunjung ke Manado agar dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan organisasi-organisasi sejawat di sana. Dari Rumah Perempuan adalah Ibu Libby Sinlaeloe dan dari SSP adalah Ibu Sarci Maukari. SSP adalah oraganisasi yang mendirikan Rumah Perempuan, dan berbasis di So'e, Kabupaten Timur Tengah Selatan, NTT. Kunjungan dilakukan selama dua hari, 9 – 10 Juni 2011. Hari pertama diisi dengan kunjungan Rumah Perempuan dan SSP ke Ruth's House, sebuah rumah aman untuk perempuan
15
News
September-Oktober 2011
At the 5th Eastern Indonesia Forum Conference in Ambon, in November 2010, Rumah Perempuan, a Kupang based organization that works on the issue of violence against women, was in the spotlight as one of the smart practice presenters. They shared their experiences in a short play so that the audience could better relate to the current issue of violence against women in Kupang. This play successfully ignited the sympathy for the victims and at the same time tickled participants' curiosity regarding Rumah Perempuan's initiative in working on the issue. The unique aspect of their initiative is counseling and campaigning that targets the men committing the violence. Violence against women is also a major issue in North Sulawesi. Newest data gathered from judicial institutions in North Sulawesi show that there has been a 50 percent increase in cases of violence. Meanwhile, the data presented by te civil society organizations suggest a higher number. There are a lot of similarities between East Nusa Tenggara and North Sulawesi in working on violence against women. There are also a lot of opportunities to learn from both provinces' experiences in dealing with this challenge. This is why BaKTI took Rumah Perempuan and S anggar Suara Perempuan (SSP)members from Kupang, East Nusa Tenggara, to meet their counterparts in Manado, North Sulawesi, so that they can share their knowledge and experiences. SSP is the organization that established Rumah Perempuan. Representing Rumah Perempuan was Libby Sinlaeloe and from SSP was Sarci Maukari. The visit to Manado was from 9 - 10 June 2011. On the first day, BaKTI, along with Rumah Perempuan and SSP, visited Ruth's House, a shelter for victims of violence and trafficking managed by Compassion First Indonesia Foundation (YFCI). The foundation was established in May 2010, created a shelter two months afterwards, and worked on their first trafficking case in September 2010.
Volume V - edisi 70
korban kekerasan dan trafficking yang dikelola oleh Yayasan Compassion First Indonesia. Ruth's House mulai menjalankan kegiatannya pada bulan Mei 2010, mendirikan shelter di Manado dua bulan setelahnya, dan melakukan penanganan terhadap korban trafficking pertamanya pada bulan September 2010. Menurut Winda Winowatan, YCFI Center Director, shelter Ruth's House mampu menampung 12 orang dalam satu waktu. Sejauh ini, mereka fokus pada rehabilitasi korban trafficking, penanganan perkara hukumnya, serta rekonsiliasi dengan keluarga dan lingkungan. Ini juga yang menyebabkan mereka tidak menangani banyak korban trafficking dalam satu periode waktu. Diskusi antara staff Ruth's House dengan Rumah Perempuan dan SSSP diisi dengan saling berbagi kontak organisasi. Satu nama yang muncul adalah Rifka Annisa, sebuah perkumpulan yang berbasis di Yogyakarta, yang sudah sejak tahun 1993 menangani masalah kekerasan terhadap perempuan, dan kini menjadi narasumber dan model acuan bagi banyak organisasi sejenis di Indonesia. Di hari kedua, Rumah Perempuan dan SSP melakukan kunjungan ke Ruang Nyaman Pingkan, sebuah shelter yang dikelola oleh gerakan PKK Provinsi Sulawesi Utara. Inisiatif ini berdiri tahun 2002 dan bergerak dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan trafficking. Namun belakangan lebih berkonsentrasi pada isu kekerasan terhadap perempuan. Semenjak berdirinya, Ruang Nyaman Pingkan telah melakukan penanganan terhadap lebih dari 700 kasus KDRT dan pelecehan seksual. Mereka memberikan dukungan psikologis sekaligus bantuan hukum dan konseling ke keluarga korban. Dari para pengurus Ruang Nyaman Pingkan, antara lain Ibu Fitri, Ibu Hetty Geru, dan Ibu Kartini, diketahui beberapa persoalan mendasar yang dihadapi para penggerak penanganan isu kekerasan terhadap perempuan dan trafficking. Pendanaan adalah salah satunya. Pendanaan utama bagi Ruang Nyaman Pingkan adalah dari APBD, dengan alokasi yang terbatas. Mengenai hal ini, Rumah Perempuan berbagi pengalaman bahwa pada awalnya mereka juga mengalami masalah yang sama. Namun yang dilakukan adalah dengan dana yang sangat terbatas, tetap melakukan penanganan terhadap korban sambil memperluas jaringan kerja dengan berbagai organisasi. Pada gilirannya, kerja keras yang dilakukan oleh Rumah Perempuan memperoleh perhatian dari banyak organisasi mitra yang bisa memberikan dukungan. Persoalan lain adalah, bahwa banyak pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah para pejabat pemerintahan. Hal ini menyebabkan banyak kejadian tidak dilaporkan atau tidak terselesaikan. Di Kupang sendiri, tempat Rumah Perempuan bekerja, hal yang sama juga terjadi. Namun dengan pendekatan ke berbagai institusi pemerintah serta kampanye pemahaman dan penyadaran yang terus menerus, terutama kepada kaum pria, sedikit demi sedikit persoalan tersebut bisa teratasi. Siang harinya, kegiatan Promosi Praktik Cerdas dilanjutkan dengan diskusi yang bertempat di kantor Bappeda Sulawesi Utara. Diskusi dibuka oleh Bapak Noldy Tuerah, Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Utara, dan diisi dengan sambutan oleh Bapak Charles Kepel, anggota Kelompok Kerja Forum KTI. Bertindak sebagai moderator adalah Ibu Vivi George, yang juga adalah Koordinator Wilayah Forum KTI untuk Sulut. Hadir juga Ibu Hetty Geru, selaku focal point Jaringan Peneliti KTI. Peserta lainnya adalah dari pihak kepolisian, kejaksaaan, organisasi masyarakat sipil, akademisi, media cetak dan elektronik, serta organisasi profesional (advokat, dokter kandungan) dan kaum rohaniwan. Diskusi diawali dengan Iby Libby Sinlaeloe yang berbagi pengalaman mengenai awal berdirinya Rumah Perempuan, permasalahan yang dihadapi di Kupang dan pendekatan konseling terhadap para laki-laki pelaku kekerasan. Disampaikan pula mengenai dua buku yang ditulisnya, yaitu Setetes Air di Tengah Kegersangan (2009) dan Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga (2010). Menurut data laporan yang diterima oleh Rumah Perempuan, masalah ekonomi keluarga masih menjadi faktor terbesar penyebab kekerasan (52 persen dari seluruh laporan yang masuk). Di urutan kedua adalah permasalahan komunikasi antar suami istri (24 persen).
News
September-Oktober 2011
According to Winda Winowatan, the YFCI Center Director, the Ruth's House shelter can accommodate 12 people; the victims usually stay for at least four months for protection. Currently, they are focusing on rehabilitation and judicial assistance on trafficking victims, along with reconciliation efforts with victims' families. This comprehensive effort is the reason why they can only help small numbers of trafficking victims at a given time. On this occasion, Rumah Perempuan shared their contact and networking information with Ruth's House. One organization that came up was Rifka Annisa, a society based in Yogyakarta, which has been working since 1993 on the issue of violence against women. Currently, Rifka Annisa plays a role as adviser to many organizations that are working on this issue. On the second day, we visited Ruang Nyaman Pingkan (Pingkan Place of Relief), a shelter managed by the Provincial PKK (Family Welfare Empowerment Body). This initiative was established in 2002 and focuses on violence against women and trafficking. Currently, Ruang Nyaman Pingkan works mostly on violence against women related issues. Since its establishment, it has worked on more than 700 domestic violence and sexual abuse cases. It provides psychological treatment, judicial advocacy and counseling to the victims and their families. The administrators, Ibu Fitri, Ibu Hetty Geru and Ibu Kartini, mentioned two difficulties facing organizations that work on the issue of violence against women. The first is lack of funding. For Ruang Nyaman Pingkan, its status as a government owned organization is limiting options in getting funding outside of the APDB (provincial budget). Nevertheless, there are opportunities for funding that cannot be overlooked. In response to this, Rumah Perempuan shared their similar experiences in getting funding. At first, as a small organization, it too had trouble finding financial support from international partners. But the key is to be heard. And Rumah Perempuan focused on getting heard by international partners by working hard in Kupang while at the same time spreading the words about their initiatives. Currently, Rumah Perempuan receives support from several international partners as well as local partners. The second difficulty is that a lot of men who commit acts of violence against their wives are government officials. This alone makes it hard for them to get convicted, and in the end, many cases are settled outside court. Similar stories also happen in Kupang. But with continuous campaigning and a personal approach to government institutions, the problems are becoming more manageable. After lunchtime, we held a Smart Practice discussion at the Provincial BAPPEDA office. We had the honor of Bapak Noldy Tuera (Head of North Sulawesi BAPPEDA) providing the opening remarks. This discussion was also attended by all of the North Sulawesi elements of the Eastern Indonesia Forum: Bapak Charles Keppel (EI Forum Working Group), Ibu Hetty Gery (JiKTI Focal Point) and Ibu Vivi George (EI Forum Provincial Coordinator) who also moderated the discussion. Other participants were representatives from CSOs, academics, the media, the police force, the attorney office, churches and professional organizations. The discussion started with Ibu Libby sharing Rumah Perempuan's work, from the early establishment, current issues in Kupang and the main theme of the discussion, the approach and counseling targeting men who committed the acts of violence. She also gave a presented two books published by Rumah Perempuan, Setetes Air di Tengah Kegersangan (2009) and Jalan Panjang Menuju Keharmonisan Rumah Tangga (2010). According to reports of cases handled by Rumah Perempuan, the state of the family economy is the main factor causing domestic violence (52 percent), while communication problems between husband and wife is the second major cause (24 percent). The report also mentioned that the effects that the victims have to bear, ranging from scars, physical disabilities, Volume V - edisi 70
16
Sementara, dampaknya bagi korban mulai dari lebam, cacat fisik, gangguan kejiwaan hingga kematian. Lebih lanjut, diskusi juga menyimpulkan perlunya penelaahan ulang terhadap Undang Undang Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang Nomor 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Satu solusi yang ditawarkan oleh Rumah Perempuan adalah memberikan konseling kepada laki-laki pelaku kekerasan. Secara sosiologis, kekerasan rumah tangga adalah masalah suami dan istri, sementara pada saat yang bersamaan , para istri juga sebenarnya tidak mau kehilangan suami mereka
psychological trauma and even death. Furthermore, the discussion put forward the need to take another look at Law No.23/2004 and Law No.21/2007. Both are current regulations on anti violence against women and human trafficking. As a solution, Rumah Perempuan proposed the idea of giving counseling to the men as well as the women on every case they deal with. From a social point of view, domestic violence is a problem where both husband and wives are parties which have to be reconciled. Moreover, most wives really do not want their husbands to go to prison, so they will choose reconciliation with a guarantee that the violence will not happen again. Therefore, the men or
WAJAH KTI FACE OF EI
Indonesia Timur dan Tuna Foto dan Text oleh Mila Swhaiko
“Lebih dari 70% total produksi ikan tuna Indonesia, merupakan hasil tangkapan di wilayah perairan Kawasan Timur Indonesia. Wilayah perairan KTI memiliki peranan yang sangat besar sebagi salah satu tempat pemjijahan (spawning ground) dan sebagai daerah asuhan ikan tuna di dunia. “ - Sektor Perikanan Kawasan Timur Indonesia: Potensi, Permasalahan dan Prospek, Pt Perca, 2010 Perikanan Tuna di Indonesia terbentuk oleh perikanan berskala kecil dan industri. Perikanan berskala kecil menggunakan perahu tak bermotor dan bermotor yang bermesin dalam dan bermesin tempel. Setidaknya ada lima jenis Tuna yang diimport secara komersil. Dari kelima jenis tersebut, tuna sirip Kuning, Tuna mata besar dan tuna sirip biru adalah tiga jenis yang paling diincar sebagai produk tuna segar dan beku. Jenis-jenis ini ditangkap dengan metode yang menggunakan Rawai dan Huhate. Tuna merupakan produk eksport perikanan kedua yang terbesar di Indonesia, menyumbang 13 persen total nilai ekspor. Jepang, US dan negara-negara Uni Eropa menjadi pasar utama untuk eksport tuna segar dan beku dari Indonesia. http://www.sustainablefish.org Foto ini diambil di Likupang, Minahasa, Sulawesi Utara ketika perahu nelayan merapat di dermaga untuk menjual tangkapan mereka. Harga tuna berkisar 17 ribu hingga 28 ribu rupiah tergantung musim. Perahu ini mampu menampung sekitar 300 kilo. These photos were taken in Likupang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara as a fishing boat came to the dock at around 5pm to sell their catch. Tuna prices range in Indonesia range from Rp17,000 to Rp28,000 depending on the season. This boat brought in around 300 kilograms.
17
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
karena masuk penjara. Karena itu, para suami juga harus menjadi target konseling. Rumah perempuan melakukan advokasi dan kampanye anti KDRT bekerja sama dengan media dan tempat ibadah, dan semuanya menunjukkan hasil yang positif. Saat ini para suami pelaku KDRT mengatakan, “Sekarang saya sadar bagaimana mengelola marah dengan baik. Awalnya memang sulit, tapi saya terus berusaha, agar istri saya tidak susah lagi”.
husbands have to be counseled as well. In their effort to promote the role of men in abolishing violence against women, Rumah Perempuan works closely with the media and religious institutions. So far, this cooperation has shown positive results. Nowadays, many men who committed the act of violence against their wives or girlfriends will say, “I have now learned to manage my anger. It was difficult in the beginning, but I kept on trying, I don't want my wife to be hurt again.”
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION
[email protected]
Mari menceriterakan Kawasan Timur Indonesia lewat fotografi Ceritakan lewat foto, kegiata pembangunan, kehidupan sosial, dan serta hal-hal yang unik di daerah anda. Kirimkan karya foto anda dengan resolusi yang baik beserta informasi untuk caption ke Redaksi BaKTINews
[email protected].
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
18
FORUM KTI TATA PEMERINTAHAN
Membangun dengan Konsep Anatomi Tubuh Manusia
Menuju Baubau Lebih Baik Oleh Drs. MZ. Amirul Tamim, M.Si
P
eran yang dimainkan oleh Kota Baubau sebagai pelaut ulung dengan armada semutnya kini menjadi warisan sejarah yang tetap dilanjutkan. Seiring dengan ramainya aktivitas kelautan di kota yang dahulu disebut Buton, ia bahkan menjadi daerah akumulator sekaligus distributor daerah hinterland-nya. Kejayaan Baubau di masa lampau masih dapat disaksikan dari berbagai situs sejarah, utamanya Benteng Kerator Buton yang berdiri kokoh di tengah kota. Sejak menjadi pusat pemerintahan pada 27 Januari 2003 silam, dan menjadi sebuah daerah otonom, kondisi Kota Baubau masih sangat terbatas, terutama dalam hal infrastruktur dasar layanan publik. Hal ini dikarenakan belum tuntasnya penyerahan asset dari Pemerintah Kabupaten Buton sebagai Kabupaten Induk. Selain itu terdapat beberapa persoalan seputar sumberdaya aparatur pemerintahan yang kala itu memang juga masih sangat terbatas, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Meskipun demikian, keterbatasan yang ada tidak serta merta menciutkan semangat untuk membangun Kota Baubau dan menyiapkannya untuk menjadi pintu gerbang ekonomi dan pariwisata Sulawesi Tenggara, Berbagai bidang mulai dibenahi dan revitalisasi potensi kota Baubau mulai dilakukan, baik dari segi infrastruktur seperti pelabuhan dan bandara, perdagangan dan jasa, menumbuhkan penggerak-penggerak industri, penyediaan alat angkutan yang menunjang transportasi, nilai budaya, aset, situs dan potensi lainnya termasuk pertanian, perikanan, kelautan, dan kesehatan. Saat ini lebih dari 90% pembangunan infrastruktur dasar di Baubau telah selesai. Selain itu, sesuai karakter dari kota Baubau sendiri, perdagangan dan jasa akan dijadikan primadona seiring dengan semangat otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat diikuti dengan peningkatan daya saing wilayah dalam memainkan peran kewilayahannya baik itu skala Sulawesi Tenggara, Regional dan Nasional maupun Internasional. Pembangunan Beranalogi Organ Tubuh Dalam konsep anatomi tubuh manusia terdapat organ vital yakni jantung, urat nadi, paru-paru, otak dan hati. Kelima organ tubuh manusia tersebut selalu bersinergi, mendukung, memperkuat, dan memiliki peran masing-masing dalam irama kehidupan manusia. Konsep analogi kelima organ tubuh manusia ini mengilhami penerapan pembangunan Kota Baubau. Jantung dianalogikan dengan ekonomi. Selama jantung masih berdenyut berarti ekonomi masih terus berputar. Sehubungan dengan hal ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membenahi sarana perekonomian, dalam hal ini pasar dengan melibatkan pedagang, selain itu dilakukan perbaikan dan
19
News
September-Oktober 2011
peningkatan kualitas jalan raya yang diikuti dengan pembangunan lampu penerangan jalan. Jika dulu aktivitas ekonomi di kota ini berlangsung hanya sampai pukul lima sore, sekarang sudah bisa duapuluh empat jam. Konsep pembangunan kedua adalah urat nadi sebagai sarana peredaran darah ke seluruh tubuh. Urat nadi merupakan simbol sarana jalan yang menghubungkan titiktitik aktivitas perekonomian wilayah permukiman dan titiktitik kawasan pengembangan. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas jalan dan pembukaan jalan baru untuk dapat menghubungkan berbagai kawasan. Langkah berikutnya adalah membenahi terminal sebagai penyangga sarana transportasi darat dan sebagai titik akumulasi barang. Kini Buton memiliki pelabuhan yang menghubungkan Kawasan Indonesia Timur dan Kawasan Indonesia Barat. Juga dilakukan pembenahan beberapa pelabuhan penyangga atau Pelabuhan Rakyat yang melayani daerah sekitar kota Baubau. Di sektor lain, landasan pacu Bandar Udara Betoambari terus diperpanjang dan dirawat. Konsep ketiga dalam pembangunan beranalogi anatomi tubuh adalah otak. Kota Baubau aktif meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama sumberdaya aparatur termasuk tenaga pendidik. Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk tujuan jangka pendek adalah melakukan studi banding, mengajak aparatur bidang pendidikan untuk mengunjungi daerah-daerah yang lebih maju dan memiliki sistem pendidikan yang mantap. Untuk jangka panjang, dilakukan pembinaan dan peningkatan kualitas aparatur dengan memberikan beasiswa bagi aparatur untuk melanjutkan studi S1 dan S2. Analogi keempat adalah paru-paru sebagai organ pernapasan. Paru-paru tidak ubahnya lingkungan hidup yang mendukung keberlanjutan pembangunan. Agar pembangunan dapat terus terlaksana dan dinikmati dari generasi ke generasi, paru-paru pembangunan kota perlu tetap dijaga keseimbangannya. Konsep ini identik dengan pola keseimbangan dan partisipatif dalam pembangunan, yaitu antara lingkungan darat, lingkungan laut dan pesisir, serta lingkungan sosial kemasyarakatan. Untuk pelestarian lingkungan darat ada kearifan lokal pelestarian hutan yang dikenal dengan nama Kaombo. Kearifan lokal ini diadaptasikan menjadi sebuah program rehabilitasi lahan dan hutan serta program penyadaran dan peningkatan kapasitas masyarakat yang bermukim di sekitar hutan untuk tidak melakukan perambahan hutan. Untuk pelestarian lingkungan laut dan pesisir, dilakukan berbagai program rehabilitasi karang, pemberdayaan terhadap Volume V - edisi 70
masyarakat pesisir agar tidak merusak ekosistem laut serta menjadikan laut sebagai halaman depan rumah mereka. Untuk lingkungan sosial dan budaya, warga Kota Baubau tetap memegang teguh budaya saling menghormati dan saling menghargai sesuai falsafah hidup nenek moyang suku Buton 'Sara Pataanguna' yang terdiri dari Pomae maeka (saling menjaga kehormatan), Popia piara (saling menyayangi), dan Pongka angkataka (saling menghargai). Keempat konsep pembangunan berbasis analogi tubuh manusia ini belumlah lengkap jika tidak dibarengi dengan konsep kelima yakni hati. Hati merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Konsep hati dianalogikan dengan agama dan budaya. Karena itu pembangunan spiritual menjadi pilar utama yang dimulai dengan pembenahan sarana rumah ibadah. Budaya masyarakat Buton juga tetap dipegang teguh, salah satunya
adalah dengan tetap dilaksanakannya ritual Golana Oputa atau peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Perlahan tapi pasti, konsep pembangunan dengan analogi “Anatomi Tubuh Manusia” ini mulai terlihat hasilnya melalui berbagai perubahan dan karya. Masyarakat Kota Baubau kini dapat menikmat gerak dan dinamika pembangunannya dan menjalankan roda pembangunan secara positif bagi kesejahteraan masyarakat.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Walikota Baubau Artikel ini disarikan dari tulisan berjudul sama dalam buku Dari Timur Indonesia Bangkit yang diterbitkan oleh Sekber Komwil VI ADEKSI-APEKSI email:
[email protected]
FORUM KTI TATA PEMERINTAHAN
Kiat Mendapatkan WTP Praktek Cerdas Provinsi Sulawesi Utara How to get WTP Grading: A Smart Practice from Sulawesi Utara Province Oleh Caroline Tupamahu & Vivi George
M
enjadi wadah bagi para pelaku pembangunan untuk bertukar solusi dalam mengefektifkan pembangunan KTI, Forum KTI Wilayah Sulawesi Utara, pada 18 Agustus tahun ini memfasilitasi sebuah diskusi membahas kiat yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara yang baru-baru ini mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), salah satu opini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan sebuah lembaga pemerintah. BPK Perwakilan Sulawesi Utara memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian atau WTP kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara atas pengelolaan keuangan daerah tahun 2010. Ini adalah kedua kalinya Sulawesi Utara menerima predikat serupa setelah sebelumnya pada tahun 2009, BPK juga memberikan opini yang sama. Sayangnya, hal ini belum berhasil diikuti oleh Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Utara. Sehubungan dengan itu Diskusi yang diadakan di Kantor BAPPEDA Provinsi Sulawesi Utara ini bertujuan menciptakan kesempatan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara untuk dapat belajar dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara bagaimana membuat laporan keuangan yang layak untuk mendapatkan predikat WTP. Dalam presentasi yang dilakukan oleh Asisten III Provinsi Sulawesi Utara, Bapak A G Kawatu, SE, MSI, Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas LKPD Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara tidak diperoleh secara instan. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dan serius untuk dapat mewujudkannya. kriteria laporan keuangan untuk mendapatkan predikat WTP. Penyajian laporan harus sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, seluruh transaksi harus diungkap secara menyeluruh, kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan sistem pengendalian internal yang memadai. Hal yang paling penting terkait upaya untuk mendapatkan penilaian WTP adalah komitmen pimpinan daerah. Hal lain yang juga penting adalah adanya aturan yang mendukung, delegasi wewenang yang jelas, optimalisasi organisasi pengelolaan keuangan daerah pada
News
September-Oktober 2011
A space for development stakeholders to exchange solutions for more effective development in eastern Indonesia, the Sulawesi Utara Regional Eastern Indonesia Forum, on 18 August facilitated a discussion on the steps taken by the Provincial Government of Sulawesi Utara to achieve the Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) grade during the audit performed by the Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). The Sulawesi Utara BPK gave the WTP grade to the Provincial Government for their financial management in 2010. This is the second time North Sulawesi achieved this grade; in 2009 the BPK awarded the same grade. Unfortunately, this achievement has not been replicated by the districts and municipalities of Sulawesi Utara. This was part of the reason this discussion was held, as an opportunity for the district and municipal governments of Sulawesi Utara to come to the BAPPEDA office of Sulawesi Utara Province and learn how to create financial reports that can achieve the WTP grade. During the presentation held by the Assistant III of Sulawesi Utara Province, Bapak AG Kawutu SE MSI, the WTP earned by the LKPD North Sulawesi Province was not instantly achieved. It required real and serious efforts to fulfill the reporting criteria for this grade. The reports must be in accordance with government accounting standards, all transactions must be recorded, there must be compliance with existing regulations and internal control systems must be adequate. The most important aspect in achieving the WTP was commitment of the regional leadership. It is also important that there are supporting regulations, clear delegation of authority, optimalization of regional financial management organization to SKPD, human resources, and improving the system. In relation to human resources, this is vital; the Volume V - edisi 70
20
SKPD, Sumber daya manusia, dan pada akhirnya penyempurnaan system. Terkait Sumber Daya Manusia, yang merupakan salah satu hal yang cukup berat, Provinsi Sulawesi Utara merasa sangat terbantu dengan adanya kegiatan Peningkatan Kapasitas yang dilaksanakan oleh Bank Dunia melalui program Analisa Pengeluaran Publik dan Peningkatan Kapasitas (PEACH). Prinsip Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dalam mengelola keuangannya adalah KPK. Koordinasi, Pengawan dan Komunikasi. Kegiatan yang dilakukan misalnya Jumpa BP (Jumat Pagi Bersih Temuan). Setiap hari Jumat, seluruh wakil SKPD yang mengelola anggaran berkumpul dan membicarakan temuan dan bagaimana cara untuk menindaklanjuti temuan tersebut. Pada diskusi tersebut disarankan agar Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara juga dapat melakukan pembinaan ke Pemerintah Kabupaten/Kota se-sulawesi utara agar predikat WTP tidak hanya dapat diperoleh oleh Provinsi, tapi juga oleh Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut.
Sulawesi Utara Province feels it had been greatly aided by the capacity building activities undertaken by the World Bank through the Public Expenditure Analysis and Capacity Harmonization (PEACH) program. The principle of the North Sulawesi Provincial Government in managing its finances is KPK- which stands for Coordination, Monitoring, and Communication. Activities included such as Meet the BP (Friday Morning Findings) where every Friday, the SKPD representatives managing budgets gather and discuss findings and how to follow up these findings. In this discussion it was recommended that the Provincial Government of Sulawesi Utara can conduct training for the districts / cities of Sulawesi Utara so that the WTP grade can be achieved not only by the Province but by the cities and districts as well.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai artikel ini, Anda dapat menghubungi Caroline Tupamahu pada email
[email protected] atau Vivi George padaemail
[email protected]
Tabel Data Opini BPK-RI atas LKPD Pemerintah Kabupaten / Kota se-Provinsi Sulawesi Utara No
NAMA PEMDA
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Provinsi Sulawesi Utara
WDP
WDP
WDP
WDP
WTP
WTP
2
Kota Bitung
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
3
Kab. Bolaang Mongondow
TMP
TMP
WDP
WDP
WDP
4
Kab. Minahasa
WDP
WDP
WDP
WDP
WDP
5
Kab.Minahasa Utara
TMP
TMP
TMP
WDP
WDP
6
Kota Kotamobagu
-
-
-
WDP
WDP
7
Kab. Bol. Mong. Utara
-
-
-
WDP
WDP
8
Kab. Sitaro
-
-
-
WDP
WDP
9
Kab. Bol. Mong.Timur
-
-
-
-
WDP
10
Kab. Bol. Mong.Selatan
-
-
-
-
WDP
11
Kab. Kep Sangihe
WDP
WDP
TMP
WDP
TW
12
Kota Manado
TMP
TW
TMP
WDP
TW
13
Kota Tomohon
-
TMP
WDP
-
TMP
14
Kab. Kep. Talaud
-
TMP
TMP
TMP
TMP
15
Kab. Minahasa Selatan
WDP
TMP
TMP
TMP
TMP
16
Kab. Minahasa Tenggara
-
-
-
TMP
TMP
WTP (Unqualified Opinion)= Wajar Tanpa Pengecualian WDP (Qualified Opinion) = Wajar Dengan Pengecualian TW (Adversed Opinion)=Tidak Wajar TMP (Disclaimer of Opinion)=Tidak Memberikan Pendapat 21
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
FORUM KTI JARINGAN PENELITI
AKU BISA KARENA BIASA Oleh John Subani
A
ku bisa karena biasa,” ungkap Otnial Nuban, seorang Petani Ternak di Desa Oebola Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang NTT bernama Otnial Nuban. Sejak kecil saya selalu bersama dengan orang tua ke kandang pengembalaan ternak sapi, entah itu musim hujan maupun musim kemarau. Apabila ada tanda-tanda yang terjadi berkaitan dengan perubahan iklim disaat hujan akan berakhir atau ada tanda- tanda awal curah hujan, alam dan semua tanda alam lain yang selalu diikuti berhasil sesuai dengan tanda alam yang dilihat dari tahun ke tahun. Maka dengan tanda-tanda alam yang saya ikuti, bisa dapat mengantisipasi perubahan iklim, yang dapat mengganggu penghasilan usaha pertanian. Tanda- tanda alam yang saya ikuti dan berhasil dalam pengamatan saya antara lain: 1. Tanda burung hujan berteriak ; biasanya burung hujan berteriak selalu terjadi pada bulan Agustus tahun berjalan, dan itu menandakan bahwa hujan akan segera turun di bulan November. Tapi kalau burung hujan berteriak di bulan September maka hujan akan segera turun pada bulan Desember. 2. Melihat lingkaran awan yang mengelilingi bulan, dan nampak ada bintang dalam lingkaran awan tersebut maka esok hari matahari akan naik sampai pada lingkaran tersebut maka akan turun hujan. Tetapi kalau saat terjadi lingkaran awan mengililingi bulan dan tidak ada bintang dalam lingkaran awan itu menandakan bahwa bulan depan akan turun hujan. 3. Melihat hasil buah mangga dan asam kalau buah sedikit atau tidak ada maka pertanda bahwa hasil panen pertanian akan menurun. Kalau pohon mangga dan asam buahnya banyak maka hasil panen pertanian pun baik atau melimpah. Maka dengan tanda-tanda alam diatas, maka ada beberapa peneliti dari Balai Penelitian Teknologi Pertanian NTT (BPTP – NTT) dan tim ACIAR SADI dari Australia membuat kajian bersama petani dalam kelompok tani maju bersama di desa Oebola Kec. Fatuleu Kab Kupang NTT. Mengawali Kegiatan tersebut diawal tahun 2006 dengan penerapan Teknologi Biaya Rendah (TBR) dalan hal pengembangan kacang hijau Fore Belu seluas 10 ha dan akhirnya dianggap berhasil oleh para peneliti dari BPTP karena petani dalam Kelompok Tani Maju Bersama dengan Bapak Otnial Nuban mendapat pengalaman baru untuk pengembangan usaha tani dengan baik dan terpadu. Hal ini membuat kelompok tani maju bersama mendapat pengalaman baru dalan meningkatkan ekonomi masyarakat kecil dalam pengembangan usaha tani secara terpadu dengan menggunakan sistem pengembangan
News
September-Oktober 2011
teknologi biaya rendah (TBR), dimana sistem ini dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya dengan hasil yang sangat memuaskan. Dari sistem pengembangan TBR yang dibuat dalam kelompok tani maju bersama, maka bapak Otnial Nuban bersama anggota kelompok taninya dapat memanen hasil kacang hijau Fore Belu pada bulan Mei 2006 dengan mengundang bapak Bupati Kupang bersama jajarannya melakukan panen perdana kacang hijau Fore Belu secara simbolis pada lahan seluas 10 ha dalam lokasi usaha kelompok tani maju bersama, dengan hasil ubiannya 0,84 ton /ha. Dengan keberhasilan yang dicapai bapak Otnial Nuban bersama anggotanya maka dari BPTP tetap melakukan pengkajian dengan bermacam-macam kegiatan lanjutan yang dibuat, seperti pengembangan kacang hijau dan pakan ternak oleh Bapak DR. Isnawan staf dari BPTP NTT dan DR. Niel dari Australia dengan mengadakan ujicoba bibit Hijauan Makanan Ternak (HMT) dari Australia yaitu Clitoria. Bapak Otnial Nuban bersama anggotanya mendapat pengalaman baru dari hasil ujicoba tersebut dengan langsung memberi makan Clitoria tersebut pada ternak sapi bali yang berumur 6-9 bulan, selama 6 bulan dengan hasil yang sangat memuaskan. Clitoria tersebut ditanam pada lahan ujicoba seluas 1,5ha dan hasilnya dapat memberi makan 15 ekor sapi, dimana 10 ekor mengkomsumsi HMT dan 5 ekornya lagi sebagai control dengan hasil yang sangat menggembirakan. Berkat kerja sama ini, Bapak Otnial Nuban bersama anggotanya selalu mendapat pengetahuan baru dalam hal pengembangan usaha tani yang lebih baik. Akhirnya pada tahun 2006, Bapak Otnial Nuban bersama anggotanya mendapat bantuan alat meteorologi mini yang fungsinya untuk mengukur curah hujan dari bulan ke bulan yang terpasang pada lahan usaha kelompok tani maju bersama, untuk bisa mengetahui curah hujan dan kelembaban udara sampai dengan sekarang. Berkat hasil kerjasama dengan pihak luar maka ada banyak perubahan yang diperoleh Bapak Otnial Nuban bersama anggotanya dan banyak pula berkat dan kunjungan yang datang ke kelompok tani maju bersama.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Penulis adalah Koordinator Forum KTI Wilayah NTT dan dapat dihubungi melalui email
[email protected]
Volume V - edisi 70
22
Oleh Dr. Lynn Clayton
J
emi Komolontang dan para pemburu lainnya, biasanya tidak terganggu dengan kegiatan mereka dihutan. Tetapi akhirakhir ini ia gusar melihat Sungai Paguyaman yang berubah menjadi coklat muda kekuningan dari hulu karena pertambangan. ”Para petambang ini bahkan sekarang sudah punya serikat sekarang, yang membuat pekerjaan kami tambah berat,” katanya. Jemi, yang bekerja di Yayasan Adudu Nanti Internasional (YANI), telah menghabiskan 15 tahun untuk mencoba melindungi hutan Nantu di Gorontalo dari penebang ilegal, pengumpul rotan dan pemburu liar. Para penambang sungai hanya variasi baru dari masalah yang sudah ada. ”Kita harus bekerja lebih keras,” katanya. ”Untuk menyelamatkan secara keseluruhan hutan Nantu dan mahluk hidup didalamnya.” Masalah utama, yang terjadi di Nantu dan di seluruh Indonesia, adalah antara ekonomi masyarakat dan perlindungan alam. Untuk penduduk di dusun kecil Tangga, yang tinggal tepat di pinggiran hutan, akan lebih menguntungkan untuk memanen pohon atau mencari emas daripada harus bekerja keras di kebun atau aktif menjaga hutan. Para pengusaha kayu gelap dan penjual emas bahkan menyediakan peralatan dan pasar untuk membeli hasil yang mereka dapatkan. Satu cara untuk mengatasi ekspolitasi dan penggundulan di Nantu – yang memiliki lebih dari 50,000 hektar satwa liar dan hutan lindung – adalah menjaga pintu masuk hutan dengan seksama. Oleh karena itu Jemi dan rekan-rekannya dari YANI seringkali menjadi penjaga hutan juga. Dalam kegiatan ini mereka bekerjasama dengan Departemen Kehutanan Gorontalo dan polisi setempat; sejak tahun 1999, 6 anggota Brimob Gorontalo telah ditempatkan untuk melindungi Nantu. Mereka ditempatkan di Pos Penjagaan Adudu dalam waktu dua minggu sekali, berpatroli disekitar hutan setiap hari kecuali hari Minggu. Tugas utama mereka adalah mencegah apabila ada pemburu liar, penebang kayu dan pembakar hutan, mereka bekerja di kondisi yang sulit dengan sering adanya banjir dan daerah yang bergunung-gunung. Hasil dari usaha mereka, hutan Nantu masih menjadi sebagian kecil hutan di Sulawesi yang masih utuh ekosistemnya. Dengan diameter pohon yang besar dan populasi satwa liar yang jumlahnya berlimpah seorang peneliti senior Biologi yang sedang berkunjung kesana menyarankan agar Nantu disebut “Satu dari lima besar hutan hujan di Asia Tenggara”.
Jemi Komolontang, like many former hunters, is normally unflappable in the field. But he looked exasperated recently as he watched the Paguyaman river turn a milky yellow-brown from upriver mining. “These miners even have a cooperative now, which makes our job even harder,” he said.” Jemi, who works for Yayasan Adudu Nantu International (YANI), has spent the past 15 years trying to protect the Nantu forest in Gorontalo from illegal loggers, rattan collectors and poachers. Alluvial gold miners are merely the latest variation on a recurring theme. “We just have to keep working hard,” he said, “to save Nantu's globally important forest and wildlife.” The core tension, in Nantu and all across Indonesia, is between community and conservation economics. For inhabitants of hamlets like Tangga, perched right at the edge of the forest, it can often be far more lucrative to harvest timber or prospect for gold than to toil in the fields or actively conserve the forest. Opportunistic timber barons and gold traders provide tools and a ready market. One way to address resource exploitation and clearcutting in Nantu-over 50,000 ha of wildlife reserve and protected forestis to guard its access points carefully. Jemi and his colleagues from YANI therefore frequently double as forest rangers. In this task they work together with the Gorontalonese Wildlife Department and Police force; since 1999, six members of Brimob Gorontalo have been seconded to protect Nantu. They are resident at the Adudu guard post for two weeks at a time, patrolling the forest every day bar Sundays. They act primarily to deter would-be poachers, loggers and slash-and-burn clearers, working in difficult conditions of frequent floods and mountainous terrain. As a result of their efforts, Nantu remains one of Sulawesi's few remaining intact forest ecosystems. Its huge diameter trees and abundant wildlife populations prompted senior visiting biologists to call it “one of the top five best rainforest sites in Southeast Asia”. The YANI field team, and its board of senior scientists and Gorontalonese civil society leaders, see hands-on forest protection as necessary but insufficient to secure Nantu's future. Partly this is because half a dozen men cannot be realistically expected to cover a forest nearly the size of Jakarta. And partly this is recognition that patrols and other enforcement measures, while invaluable, work largely with short-term prevention in mind. Instead, more collaborative solutions rooted in
Ini adalah artikel kedua dari upaya pelestarian Hutan Nantu, Gorontalo, Sulawesi. Artikel pertama dipublikasikan pada Edisi 69 BaKTINews.
MITRA INTERNASIONAL
Hutan Nantu Suaka Abadi The Nantu Forest Timeless Sanctuary Bagian ke 2-Selesai Part 2-Finish
23
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
Tim kerja YANI dan dewan Pembina yang beranggotakan ilmuwan dan tokoh masyarakat Gorontalo melihat bahwa kegiatan perlindungan memang diperlukan tetapi tidak cukup untuk melindungi masa depan Nantu. Hal ini dikarenakan tidak mungkin 12 orang penjaga dapat melindungi hutan yang ukurannya hampir sebesar Jakarta. Serta disadari bahwa kegiatan patroli dan langkah-langkah lainnya, walaupun sangat baik, hanya dilakukan untuk waktu yang terbatas. Sebaliknya, diperlukan banyak lagi solusi bersama yang berakar dari pengembangan masyarakat yang harus dibuat, Untuk mengatasi hal ini, tim YANI dalam satu dekade terakhir ini sudah meletakan dasar bagi konservasi berbasis masyarakat. Mereka fokus pada tiga area, yaitu: livelihood, pendidikan dan membangun konstituen konservasi untuk mendukung Nantu. Sebagian besar masyarakat di Nantu adalah pengolah jagung, yang harganya selalu rendah walaupun pada saat panen terbaik. Dengan menyediakan altenatif lain, seperti menanam kakao dan kayu jati, mereka berharap dapat membantu pendapatan para petani dan mengurangi penjarahan sumber daya hutan. Tujuan sebenarnya adalah untuk membangun zona penyangga komersial di sekitar Nantu dan petani yang lebih bertanggung jawab. Di salah satu proyek livelihood mereka yang pertama, YANI mendistribusikan sekitar 30,000 pohon kakao kepada masyarakat yang dekat dengan Adudu. Sekarang Sulawesi menyumbang lebih dari 70 persen produksi Kakao Indonesia dan perkebunan kakao yang layak tetap menjadi altenatif untuk panen. Dengan rencana yang lebih baik tentu akan lebih sukses. Untuk membangun hal ini tim YANI berencana untuk meningkatkan manajemen hasil panen. Armajaro, salah satu pedagang kakao besar, akan mengunjungi Nantu untuk pelatihan dan peningkatan kapasitas di awal Bulan November 2011. Tim ini juga akan memulai satu program livelihood yang cukup ambisius dengan bantuan dari ADM Capital Foundation, sponsor YANI dari Hongkong. Hal ini akan melibatkan Komunitas masyarakat yang lebih luas dan pemilihan bibit yang lebih berhati-hati, sehingga pada akhirnya bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan dari penggunaan lahan. Hal kedua yang dikerjakan YANI adalah pendidikan publik. Nonvi Pandeirot dari YANI menjelaskan bahwa mereka membantu mendampingi program kesadaran dan beasiswa untuk siswa yang berprestasi. Dua siswa dari Dusun Panggahu telah lulus SMA di Gorontalo (dengan bantuan 6 tahun dari YANI) dan sekarang mereka berdua sedang melanjutkan studi di Universitas Nasional Gorontalo. “Kami berharap dengan dukungan pendidikan akan meningkatkan program kesadaran” katanya.“Dan mendidik siswa yang nantinya akan mengadvokasi Nantu.” Satu atau dua kali akhir minggu tiap bulan, Nonvi juga mendampingi mahasiswa dari Universitas Nasional Gorontalo ke salah satu Sekolah Dasar di Tangga yaitu, SDN 16 Wonosari untuk mengajar Bahasa Inggris. Kegiatan mengajar Bahasa Inggris digunakan sebagai pertukaran cara pandang baik itu untuk si guru dan muridnya dan membuka peluang para mahasiswa ini untuk melihat hutan Nantu.“Saya jatuh cinta dengan Hutan Nantu ketika saya datang kesana dan sangat tergerak untuk melestarikannya,” sahut Citra Ayu Mentari Al Rasyid, salah satu mahasiswa dari UNG. “Saya sangat terinsipirasi pada saat mengajar anak murid disekolah ini. Mereka sangat cerdas dan antusias – saya tidak sabar untuk kembali kesini lagi.” Mahasiswa seperti Citra menggambarkan satu usaha besar untuk usaha konservasi hutan Nantu. Untuk sebagian orang, pengalaman pertama terlibat dengan hutan adalah kunci pengembangan kesaradan untuk melakukan konservasi. Kemudian program YANI juga melibatkan kunjungan berbagai kelompok pemangku kepentingan dari anak-anak SD sampai pejabat pemerintah lokal dan nasional. Menarik perahu besar dari arung jeram adalah perkenalan pertama dengan alam; kemudian berjalan dihutan, menyaksikan satwa liar dari tempat tersembunyi dan melihat burung pada saat fajar ketika diselimuti kabut dari pegunungan menghiasi pengalaman mereka. Ketika Indonesia semakin berkembang dengan cepat, Nantu dan hutan lindung lainnya akan menghadapi konflik antara nilai ekonomi dan konservasi. Tim YANI percaya bahwa mereka akan terus ada dengan bantuan dana yang berkelanjutan dan manajemen yang apik. Kemudian, daripada terus bergelut dengan ancaman baru setiap tahun, YANI akan lebih mendedikasikan waktunya untuk mengungkap lebih banyak kekayaan ekologi hutan Nantu.
News
September-Oktober 2011
community development must be found. To this end the YANI team have in the past decade begun to lay the groundwork for community-based conservation. They have focused their efforts on three areas: livelihoods, education and building a conservation constituency to support Nantu. A majority of communities around Nantu cultivate corn, which fetches a low price even at the best of times. By providing alternative options, such as cocoa and teak, the team hopes to supplement farmers' incomes and discourage the pillage of forest resources. The eventual goal is to establish a buffer zone around Nantu of cash crops and responsible farmers. In one of their first livelihoods projects, YANI distributed some 30,000 young cocoa trees to the communities close to Adudu. Sulawesi today accounts for over 70 percent of Indonesia's cocoa production, and viable cocoa plantations remain an attractive alternative to staple crops. The more diligently managed plots have been a success. Building on these foundations the YANI team aims to improve crop management: Armajaro, a major cocoa trader, will visit Nantu for training and capacity building sessions in early November 2011. The team has also embarked on an ambitious livelihoods programme with the help of ADM Capital Foundation, YANI's Hong Kong funders. This will call for wider community involvement and carefully selected crops, with the eventual goal of maximizing incomes from land use. The second dimension of YANI's work is in public education. Nonvi Pandeirot from YANI explains that they support both community awareness programmes and individual scholarships for outstanding students. Two students from remote Panggahu village have just completed senior high school in Gorontalo city (with 6 years of YANI support) and both are now studying at Gorontalo State University. “We hope that educational support will complement the broader awareness programmes,” she said, “and educate champions who will eventually be Nantu advocates.” One or two weekends every month, she also accompanies undergraduates from Gorontalo State University (UNG) to the Tangga village primary school, also known as SDN 16 Wonosari, to teach English. These language classes act as a cultural exchange for teachers and students alike, and give undergraduates the opportunity to explore the Nantu Forest. “I fell in love with the Nantu Forest as soon as I went there and felt strongly moved to save it,” said Citra Ayu Mentari Al Rasyid, one of the UNG undergraduates.“I was very inspired while teaching the primary school children there. They were very bright and enthusiastic – I can't wait for my next visit.” Students like Citra represent a major part of Nantu's public constituency for conservation. For many, experiencing the forest first-hand is key to developing concern for its conservation. Thus YANI's programme includes stakeholder visits by a range of groups, from local schoolchildren to senior local and national government personnel. Pulling a long-boat over rapids is only the first step in getting acquainted: walks in the forest, wildlife watching from a tree hide and birdwatching in the dawn with mists cloaking the mountains cement the experience. As Indonesia develops ever more rapidly, Nantu and other protected forests will face increasing conflict between economic and conservation values. The two, the YANI team believes, can co-exist with sustained funding and careful management. Then, instead of fighting new threats every year, YANI will be able to devote its time to uncovering more of Nantu's ecological riches.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Yayasan Adudu Nantu International Penulis dapat dihubungi melalui email:
[email protected] Volume V - edisi 70
24
EVENT DI BaKTI
Teladan dari si Miskin Oleh Stevent Febriandy
“Saya merasakan benar bagaimana hawa sangat dingin merambat dari jemari kaki dan tangan saya. Sempat terbayangkan betapa sulitnya bagi anak-anak keluarga ini tidur di malam hari. "Bisa saja mereka mudah terserang penyakit flu dan batuk," kata saya dalam hati. Namun setelah melihat anak-anak dan penghuni rumah tertidur lelap, saya akhirnya merasa kagum. Mereka seperti tak terganggu sama sekali, bahkan tak nampak ekspresi kedinginan seperti saya.”
I
nilah sekelumit dari pengalaman Jusuf Dai, Sekretaris Badan Diklat dan Kepegawaian Daerah yang bersama dengan beberapa pejabat lainnya ditugaskan oleh Bupati Boalemo, Iwan Bokings, untuk menginap di salah satu rumah warga miskin. ”Atap rumah keluarga tersebut banyak yang bolong sehingga cahaya bintang pun nampak berkilau dari balik lubang atap. Bila musim hujan tiba sudah dipastikan bahwa rumah ini pasti bocor”, tutur Jusuf. Diakuinya, menginap di rumah warga miskin mendatangkan banyak pelajaran berharga. Awalnya bagi Jusuf, ini sekedar tugas yang tidak biasa. "Saya bertanya-tanya dalam hati dan berusaha menerimanya sebagai sesuatu yang biasa saja. Saya baru menyelami makna penugasan ini setelah bangun subuh di rumah keluarga Bapak Husain,
25
News
September-Oktober 2011
keluarga yang saya tempati menginap". Jusuf menambahkan, setelah turut merasakan kehidupan warga miskin, beberapa rekan pejabat termasuk dirinya menjadi lebih takut korupsi. Jika dulu takut masuk penjara, kini ia menyadari, perbuatan itu merenggut hak hidup orang miskin. Pengalaman menginap di rumah warga miskin turut mengubah pemikiran Kasim Ntou, Kepala Kantor Kesbang Kabupaten Boalemo. Saat itu, ia ditugaskan untuk menginap di rumah keluarga Hasan Badue. Sebelumnya, Kasim memandang kemiskinan berdasarkan konteks konstitusi, yakni merupakan penjabaran tanggung jawab negara dalam memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar sebagaimana mandat pasal 34 Undang Undang Dasar 1945. Namun di malam saat ia menginap di rumah warga miskin, ia akhirnya memiliki cara pandang yang berbeda. Menginap di rumah warga miskin sebenarnya adalah salah satu jalan yang dipilih oleh Iwan Bokings untuk menumbuhkan empati para Pejabat Pemerintah Kabupaten Boalemo terhadap kondisi masyarakat. Sebanyak 186 pejabat eselon II dan II di SKPD Boalemo yang menginap di rumah-rumah warga miskin turut mengalami penderitaan dan memahami apa yang menjadi kebutuhan utama mereka. ”Tujuan utama dari program ini adalah agar para pejabat SKPD ini dapat benar-benar mempertanggung-jawabkan dana APBD untuk kegiatan pembangunan masyarakat yang jauh dari korupsi”, jelas Iwan Bokings. Seusai menginap di rumah warga miskin, para pejabat juga ditugaskan untuk menuliskan pengalaman mereka dan setidaknya menuangkan apa yang mereka pelajari dalam perencanaan dan implementasi program SKPD. Pengalaman-pengalaman para pejabat tersebut kemudian dimuat dalam sebuah buku berjudul ’Ketika Hati Terenyuh’ yang diluncurkan di Kantor BaKTI pada tanggal 21 September silam. ”Berbekal cara pandang yang berbeda terhadap kemiskinan, saya berharap para pejabat dapat menyusun program pembangunan yang lebih tepat sasasran”, ujar Iwan Boking dalam sambutannya pada acara peluncuran buku ini. Hal yang menarik di balik penyusunan buku ini adalah tujuan mulia untuk membuka hati para pejabat daerah untuk dapat lebih baik lagi melayani masyarakat, terutama masyarakat miskin. ”Jika saya sendiri yang menulis buku ini, orang akan menganggap buku ini sebagai bualan belaka”, tutur Iwan Bokings yang mengakui limabelas kisah dalam buku ini turut membuat hatinya terenyuh. ”Judul buku ini sendiri sebenarnya adalah ide istri saya yang muncul saat ia membaa naskah buku ini”, lanjut Iwan Bokings yang beristerikan Kasma Bouty, seorang anggota DPR RI. Lahirnya buku Ketika Hati Terenyuh tak lepas dari sentuhan tangan editor Rio Ismail yang berusaha menyusun pengalamanpengalaman ini sealamiah mungkin, sesuai dengan apa adanya. Karena semangat mendasari buku ini adalah untuk mengangkat pandangan tentang kemiskinan dari pengalaman nyata dan berbasis kehidupan sehari-hari, maka buku ini pun tidak diperjualbelikan dengan harapan para pembacanya dapat turut terinspirasi. ”Para pejabat yang berkesempatan menginap di rumah warga miskin adalah pejabat yang beruntung dan berhati mulia. Belum tentu para pejabat di daerah lain bersedia melakukan hal yang sama”, komentar Caroline Tupamahu, Direktur Eksekutif Yayasan BaKTI. ”Program ini merupakan terobosan yang sebaiknya ditiru oleh daerah lain, terutama bagi daerah yang mengedepankan program-program pengentasan kemiskinan”,lanjut Caroline. Selain program menginap di rumah warga miskin, Iwan Bokings juga mengajak 200 staffnya untuk melakukan studi banding di Lembaga Permasyarakatan. Ia bersama Setda Kabupaten Boalemo dan stafnya merasakan berdiam diri di dalam ruang isolasi selama limabelas menit untuk merasakan kehidupan di balik jeruji. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengingatkan para staffnya agar tidak melakukan korupsi. Pengalaman saat berada di balik jeruji ini dalam waktu dekat juga akan dibukukan.
Volume V - edisi 70
JiKTI UPDATE Simposium Pembangunan 31 Oktober – 1 November 2011
S
ebagai bagian dari kegiatan dalam program Pengembangan Sektor Pengetahuan untuk Kebijakan, JiKTI akan melaksanakan Simposium Pembangunan dengan tema “Penelitian Untuk Rekomendasi Kebijakan: Sebuah Karya dari Timur”. Simposium ini akan menjadi ajang bagi para peneliti di KTI untuk bertukar informasi terkini dari hasil-hasil penelitian dalam bentuk presentasi oral dan poster. Sub-tema dalam Simposium Pembangunan ini adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan Posisi IPM Kawasan Timur Indonesia 2. Kebijakan berbasis Penelitian 3. Pengembangan Ekonomi berbasis Komoditas Unggulan Daerah 4. Interkoneksi Daerah KTI Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Sdr. Muhammad Ashry Sallatu melalui email
[email protected] Kerangka Acuan Simposium Pembangunan dapat dilihat di Batukar.Info pada link berikut ini. http://www.batukar.info/news/call-abstract-simposium-pembangunan-jikti-penelitian-untukrekomendasi-kebijakan-sebuah-karya-d JiKTI Sulawesi Tenggara JiKTI Sulawesi Tenggara melaksanakan pertemuan anggota pada 21 September yang membahas pelaksanaan pelatihan bagi peneliti muda di JiKTI Sultra dan diskusi tentang peluang bagi peneliti JiKTI Sultra untuk berpartisipasi dalam simposium pembangunan JiKTI di Makassar nanti. JiKTI Gorontalo JiKTI Gorontalo yang telah melakukan kolaborasi dengan pemerintah daerah Provinsi Gorontalo dalam hal ini BAPPEDA dan BALIHRISTI melaksanakan dialog kebijakan yang mengangkat tema "Pembangunan Ekonomi Provinsi Gorontalo". Dialog tersebut dilaksanakan pada tanggal 27 September 2011 bertempat di Kantor BAPPEDA Provinsi Gorontalo. Menghadirkan pembicara Pimpinan Bank Indonesia Gorontalo dan Pimpinan Bappeda Gorontalo. JiKTI Sulawesi Selatan JiKTI Sulsel melaksanakan Pelatihan Penelitian Feminisme pada tanggal 23-24 September 2011 di kantor PSKMP UNHAS. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan pemahaman peneliti tentang cara-cara menemukenali issu gender/feminis dan pilihan‐pilihan metodologi yang tepat dan meningkatkan pemahaman peneliti tentang cara menyusun proposal berspektif gender/feminis yang berkualitas. Narasumber dalam pelatihan ini adalah Prof.Dr.Maria E.Pandu, MA, Prof.Dr.Ir.Darmawan Salman, Msi, Drs.A.Madjid Sallatu, MA, Drs.Amirullah, MS, Dr.Ir.Mardiana Etrawaty Fahry, MS, dan Dr.Hj.Rabina Yunus, MS. Dialog tentang Kebijakan Sektor Pendidikan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan akan diadakan pada 7 Oktober 2011. Pembicara dalam dialog ini adalah perwakilan dari Kadin Makassar, Dinas Perdagangan Kota Makassar, KPD KPPU Makassar, dan Focal Point JiKTI Sulsel
Apa itu JiKTI? Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) merupakan jaringan yang beranggotakan peneliti-peneliti berlatar belakang berbagai keilmuan dan memiliki komitmen yang kuat terhadap pembangunan daerah. JIKTI memiliki peran penting dalam rangka menghasilkan suatu kajian komprehensif mengenai Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang mampu berkontribusi pada rumusan kebijakan pembangunan ditingkat daerah, regional maupun juga tingkat nasional.
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
26
UPDATES Diskusi Regional Forum Kawasan Timur Indonesia: Adaptasi terhadap Perubahan Iklim di Pulau-Pulau Kecil KTI
S
iapa yang tidak tahu dengan Komunitas Online terbesar di Indonesia yaitu Kaskus Community Online. Disana user bisa bertukar informasi, berdiskusi dan bertukar pikiran tentang tema atau topik tertentu tanpa melihat jarak dan waktu yang memisahkan mereka. b a t u k a r. i n f o s e b a g a i b u r s a pengetahuan online pertama di KTI memiliki fitur grup atau jaringan dimana para pelaku pembangunan dapat bertukar ide serta pikiran dan dapat berdiskusi dengan anggota lainnya khususnya mengenai isu-isu pembangunan di KTI. Saat ini sudah ada beberapa grup/jaringan diskusi yang aktif di batukar.info Anda bisa melihat ke:
http://www.batukar.info/ komunitas/jaringan
Dan bisa bergabung dengan salah satu jaringan di bawah ini: http://www.batukar.info/ komunitas/jaringan
http://www.batukar.info/photo/content/diskusi-regional-forum-kawasan-timur-indonesiaadaptasi-terhadap-perubahan-iklim-di-pu
World Youth Report 2010: Youth and Climate Change The World Youth Report focuses on youth and climate change, and is intended to highlight the important role young people play in addressing climate change, and to offer suggestions on how young people might be more effectively integrated as individuals and collective agents of change within the realm of climate change adaptation and mitigation. The Report is designated to assist youth and youth organizations in educating themselves and to become more actively involved in combating the threat of climate change. It is also meant to affirm the status of young people as key stakeholders in the fight against climate change. http://www.un.org/esa/socdev/unyin/documents/wyr10/ YouthReport-FINAL-web-single.pdf
Pengelolaan Keuangan Publik http://www.batukar.info/komunitas/ groups/pfm-pengelolaan-keuanganpublik
JiKTI (Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia) http://www.batukar.info/komunitas/ groups/jaringan-peneliti-kti-jikti
Kampanye Komodo Digelar di Sydney Negara Perlu Menyediakan Kebutuhan Dasar Manusia Bandara Lombok Dukung Kawasan Ekonomi Khusus Kontribusi Harga Pangan pada Laju Inflasi Pemberdayaan Belum Efektif Wisman ke Sulsel Menurun Penyusunan RAPBN 2012 Akomodir Percepatan NTT Polman Usulkan Taman Hutan Rakyat Lahan Tandus Hasilkan Rp.756 Juta Pangkep Masih Daerah Termiskin Buta Aksara di Sulsel Tembus Setengah Juta Statistik Batukar.info Agustus 2011 16,072 Visits. 13,632 Absolute Unique Visitors. 26,896 Pageviews. 1.73 Average Pageviews. 81.78% Bounce Rate 80.31% New Visits
27
News
http://www.batukar.info/referensi/world-youth-report2010-youth-and-climate-change
The Impact of Fiscal Decentralization: Issues in Theory and Challenges in Practice This publication analyzes the impact of fiscal decentralization and the resultant issues and challenges that countries face in practice. It traces the evolution of fiscal decentralization as a significant and consequential global reform that has made sub national governments' key public sector actors in a majority of countries. This note touches upon its various aspects: incidence and presence in the world; foundation in economics; impact of a list of outcomes, including economic growth, macroeconomic stability, poverty and income distribution, and service delivery and political accountability. It confirms the positive overall impact of decentralized systems, especially when they are well designed and implemented with examples from around the world, including those from Asia and the Pacific. http://www.batukar.info/referensi/impact-fiscaldecentralization-issues-theory-and-challenges-practice
The Little Data Book 2011 This pocket-sized reference on key development data for over 200 countries provides profiles of each country with 54 development indicators about people, environment, economy, technology and infrastructure, trade, and finance.
World Development Indicators English; Paperback; 248 pages; 4.25x8.5 Published August 8, 2011 by World Bank ISBN: 978-0-8213-8859-4; SKU: 18859
Moratorium (Belanja) Pegawai Tepat tanggal 1 September 2011, kebijakan moratorium pegawai negeri sipil resmi diberlakukan selama 16 bulan. Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini ditetapkan melalui surat keputusan bersama yang ditandatangani Menteri Keuangan, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Menteri Dalam Negeri. Awalnya kebijakan dilontarkan oleh Menkeu, yang mengeluhkan semakin tingginya beban belanja negara untuk membiayai pegawai di tingkat pusat dan daerah. Tim reformasi birokrasi kemudian menawarkan moratorium pengangkatan PNS. Padahal, beberapa bulan lalu, Menkeu yang paling ngotot mengusulkan kenaikan gaji pejabat setelah Presiden mengeluh gajinya tak pernah naik. Beban belanja pegawai pada APBN memang semakin berat. Pada RAPBN 2012, belanja pegawai menjadi alokasi belanja tertinggi Rp 215,7 triliun, mengalahkan belanja subsidi yang selama ini mendominasi. http://www.batukar.info/komunitas/articles/moratoriumbelanja-pegawai
Transfer Keuangan Daerah: Masalahnya Apa? Transfer Keuangan Daerah: Masalahnya Apa? Sebuah opini terbit di Padang Express oleh Asrinaldi A, Dosen Ilmu Politik Universitas Andalas, Padang mengulas temuan Forum Indonesia untuk Transaparansi Anggaran (Fitra) yang menyatakan 124 kabupaten/kota dari 526 kabupaten/kota terancam bangkrut tahun 2011. Ini karena besarnya belanja pegawai daerah yang mencapai 60 persen dari APBD. Menurut Asrinaldi, mekanisme transfer keuangan daerah yang dirancang pemerintah,idealnya dapat menjadi stimulasi untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, mobilisasi pendapatan, inovasi dalam pemberian pelayanan publik, meningkatkan akuntabilitas, meningkatkan pembangunan daerah dan meningkatkan partisipasi masyarakat. Namun, sejak dilaksanakannya otonomi daerah, yang terjadi justru ketergantungan pemerintah daerah kepada pusat secara berlebihan tidak hanya dari segi pelaksanaan urusan pemerintahan, tapi juga pembiayaannya. Dan, ini jelas berlawanan dengan tujuan otonomi daerah yang ingin menciptakan pemerintah daerah yang mandiri dan kreatif. http://www.batukar.info/komunitas/blogs/transferkeuangan-daerah-masalahnya-apa
http://www.batukar.info/referensi/little-data-book-2011
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
PELUANG OPPORTUNITY
Global Food Security
Excellence Scholarships for Developing Countries at The Food Security Center (FSC) Overview Excellence scholarships for PhD students to participate in the PhD Program “Global Food Security“ at the University of Hohenheim, Germany. The Food Security Center (FSC) is a university center of excellence in development collaboration at the University of Hohenheim, Stuttgart, Germany. FSC is one of five excellence centers of the pro-gram “exceed – Higher Education Excellence in Development Cooperation”, which is supported by the German Academic Exchange Service (DAAD) with funds of the Federal Ministry of Economic Cooperation and Development (BMZ) of Germany. FSC`s mission is to make effective and innova-tive scientific contributions in research, teaching, and policy advice to eradicate hunger and achieve food security in collaboration with partner research and education organizations in Africa, Asia, and Latin America and national and international development and research organizations. Thematically, FSC`s activities deal with issues of sustainable food availability, food access, food use, and food utilization. More information is available from www.foodsecurity.de.
Selection criteria Besides the general selection criteria for the PhD program “Global Food Security” (see announce-ment of the PhD program “Global Food Security”), the following criteria have to be met additionally, if applying for an“Excellence scholarship”: Latest academic degree completed no more than 6 years prior to start of scholarship; Indication for return to his/her home country and institute; Be a national of a developing country according to OECD DAC list.
Application The applicant has to submit the application documents for the PhD program “Global Food Security” and indicate in FSC`s application form, whether s/he applies for an “Excellence scholarship”.In ad-dition to the general application, the applicant has to provide proof regarding the additional selection criteria mentioned above. The deadline for the application for an “Excellence scholarship” is October 26th, 2011 Please send your application (only!) to:
[email protected] FSC will confirm the receipt of all (complete) applications (i.e., if an application is not complete, FSC will not consider it and will not confirm receipt of the application). The selection of the candidates will be in December, 2011, the program will start on September 1, 2012. The list of research themes will be uploaded on 7th September. The selected applicants will be contacted no later than January 25, 2012. In case you have further questions, please contact Ms Elke Breitmayer email:
[email protected] https: //fsc.uni-hohenheim.de/79512.html
News
September-Oktober 2011
WEBSITE BULAN INI
Knowledge Broker Forum http://www.knowledgebrokersforum.org/
K
etika orang membaca kata broker, persepsi yang muncul dalam pikiran adalah orang yang minta komisi, ada unsur percaloan atau malah unsur negatif yang tidak enak didengar. Kata broker sendiri mempunyai arti pedagang atau perantara. Sehingga pada saat kata broker dihubungkan dengan kata pengetahuan atau knowledge, apa yang terjadi? The Knowledge Brokers' Forum atau disngkat dengan (KBF) adalah bentuk kolaboratif yang menyediakan ruang untuk mempromosikan pertukaran pengetahuan dan penyebaran informasi diantara para pelaku pengembangan masyarakat dan pembangunan. KBF dibuat oleh I-K-Mediary Network dengan bantuan pendanaan dari Research Matters – badan kolaborasi antara International Development Research Centre (IDRC) serta the Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) - serta UK Department for International Development (DfID). Lalu apa yang bisa didapatan dari website ini? Cobalah untuk meng-klik menu atau tab 'Useful Resources'. Disana akan ditemui beberapa tautan yang menarik tentang Forum Knowledge Broker sendiri dan beberapa tautan mengenai pertukaran pengetahuan. Bila ingin bergabung silahkan untuk mendaftar gratis tanpa dipungut biaya, karena akses ke beberapa menu lainnya memerlukan akses keanggotaan sebelum bisa mengakses informasi tersebut. Sepertinya website ini bukan berusaha untuk mengumpulkan informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya kemudian menaruh informasi tersebut dalam satu database yang besar, melainkan website ini mencoba menghubungkan para pelaku-pelaku pembangunan, yang notabene adalah pembawa pengetahuan dan informasi tersebut. Tentu saja hal ini bisa berjalan lebih efektif dan efisien, karena dari prinsip Knowledge Management sendiri mengumpulkan pengetahuan memang penting, tapi sia-sia saja kalau kita tidak tahu cara menyimpannya. Lebih baik mengumpulkan para pelaku informasi tersebut dan membiarkan mereka saling bertukar pengetahuan dan informasi.
Perempuan Poso http://www.perempuanposo.com
A
pa arti perempuan? Diambil dari Wikipedia perempuan adalah adalah salah satu dari dua jenis kelamin manusia; satunya lagi adalah lelaki atau pria. Berbeda dari wanita, istilah "perempuan" dapat merujuk kepada orang yang telah dewasa maupun yang masih anak-anak. Itu diilihat dari sisi pengertian umum, bila ditanyakan kepada pribadi atau personal, bisa saja perempuan diartikan seorang ibu atau pendamping pria atau wakil di dalam rumah tangga. Terlepas dari semua pengertian tersebut, sudah sejak lama peran perempuan dalam pembangunan sering dilupakan atau bahkan dipandang sebelah mata. Padahal, peran perempuan begitu kuat dalam pengembangan ekonomi lokal, menggerakan dan mengumpulkan masyarakat dan sebagai agen perubahan dan pembawa damai dalam masyarakat. Perempuan Poso adalah media kampanye untuk mempromosikan keberadaan perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan luar biasa untuk membuat suatu perubahan dalam masyarakat. Keberadaan website Perempuan Poso tidak lepas dari Institut Mosintuwu yang saat ini sudah membangun Sekolah Perempuan di 16 desa, 5 Kecamatan di Kabupaten Poso (Desa Tangkura, Patiwunga, Betalemba, Mapane; Tegalrejo, Sayo, Bukit Bambu, Poso, Kota Toyado, Labuan, Tongko, Bategencu; Pamona, Petirodongi, Buyumpondoli, Sangele, So'e). Coba saja lihat salah satu berita yang dimuat dalam website ini, menceritakan tentang kaum perempuan yang membuat film tentang perempuan. Kelompok Sekolah Perempuan akan membuat film pendek tentang bagaimana perempuan bisa berpartipasi menjaga kearifan lokal, budaya Poso. Selama hampir tiga jam,di tepi Danau Poso, di lokasi yang biasanya digunakan untuk pagelaran Festival Danau Poso, ibu-ibu Sekolah Perempuan memulai aksinya dengan mempraktekkan beberapa tarian tradisional Poso, mendiskusikan metode yang tepat agar Budaya Poso tidak tergusur oleh modernisasi yang sangat cepat masuk di kota kecil mereka.
Volume V - edisi 70
28
PROFIL LSM
LEPHASE
LEMBAGA PENGKAJIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL EKONOMI
M
asa penyelengaraan dan kebijaksanaan arus globalisasi kini semakin terasa bahkan dapat menimbulkan berbagai macam perubahan serta kebijakan-kebijakan yang diinginkan. Di sisi lain timbul ancaman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya khususnya ancaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), antara lain yakni lahirnya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Otonomi Daerah, Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Kebijakan Strategis Nasional Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang secara khusus peran serta masyarakat melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Non-Profit (ORNOP) diataur dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 71 tahun 2002, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (TKP) sebagai persoalan peluang namun aturan lain yang timbul akan mungkin menjadi suatu peluang. Berbagai hal tersebut diatas, merupakan arah kebijakan baru yang dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah maupun kelompok masyarakat untuk menjalankan tugas masingmasing secara arif dan bijaksana. Sehingga apa yang menjadi persoalan, harapan dan cita-cita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menjadi kenyataan. Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Pemerintahan Kota Mataram dan sekitarnya yang merupakan bagian wilayah NKRI saat ini, sedang menghadapi dilema persoalan pembangunan multidimensi di mana pemecahaannya membutuhkan perencanaan strategis yang komprehensif, terpadu, terarah, dan berkesinambungan. Semua unsur pemerintah mempunyai keterbatasan dan kemampuan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya bila tidak ada bantuan dari segenap komponen-komponen bangsa yakni salah satunya perlu adanya peran serta LSM sebagai mitra sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Berdasarkan beberapa persoalan di ataslah, maka pada tanggal Januari 2003 dibentuk Lembaga Pengkajian Lingkungan Hidup dan Sosial Ekonomi (LEPHASE) dibentuk dengan harapan lembaga ini dapat melahirkan pemikiran yang positif dan bisa membangun kemitraan bersama dengan pemerintah dalam pendampingan hingga dapat menyelesaikan tugas dan tanggungjawab sesuai yang telah ditetapkan. Maksud dan Tujuan dari dibentuknya lembaga ini adalah untuk mengkaji, meneliti dan untuk memberdayakan lingkungan hidup serta social ekonomi dari berbagai aspek.
Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Lembaga Pengkajian Lingkungan Hidup dan Sosial Ekonomi menetapkan dua program kerja, yakni melaksanakan kegiatan-kegiatan konsultan di bidang bisnis, hukum, social budaya dan ekonomi serta usaha-usaha yang halal; dan melaksanakan usaha-usaha pemberdayaan lahan kering, konservasi sumberdaya alam dan pemberdayaan melalui kegiatan-kegiatan latihan kewirausahaan dan manajemen. Sejak didirikan pada tahun 2003, LEPHASE telah melaksanakan dan mengikuti berbagai macam kegiatan, seperti mengikuti Forum Konsultasi LSM/NGOs se Kawasan Timur Indonesia pada bulan Maret 2003 di Mataram. Pada Fourum ini LEPHASE menyampaikan pesan dan saran dalam upaya mempercepat proses pembangunan di Kawasan Timur Indonesia yakni antara Esekutif, Legislatis dan Komponen masyarakat agar dapat duduk bersama dalam membangun citra kemitraan untuk tidak saling mencurigai, bersama membangun kemitraaan untuk sinergis dalam upaya pengembangan kemampuan, mengkaji dan menganalisis permasalahan yang ada demi terwujudnya pelaksanaan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bertanggungjawab serta demi NKRI. LEPHASE juga melaksanakan Seminar Nasional di Kampus Univesitas Muhammadiyah Mataram pada tahun 2003, tentang Revitalisasi Ikatan Nilai Budaya dan Teknologi sebagai Kekuatan dan Pemberdayaan Masyarakat, dan aktif menjadi lembaga pendamping dalam kegiatan Gerakan Nasional Rehabolitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/GERHAN) Kota Bima tahun 2005 dan 2006 bekerja sama dengan Dinas Kehutanan, Perkebunan dan Lingkungan Hidup Kota Bima. Beberapa proposal untuk kegiatan Program Penanaman Biji Jarah, Pengembangan Masyarakat Pesisir di Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur, Papenas dan Kementerian Kelautan RI juga telah disusun sebagai tindak lanjut Forum Konsultasi LSM se-Kawasan Timur Indonesia. Selain mengikuti dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk memenuhi tujuan pendirian lembaga, LEPHASE juga aktif menulis artikel yang diterbitkan oleh media massa. Salah satunya adalah artikel tentang “Perencanaan Strategis Sumberdaya Manusia Dalam Mengelola SDA berwawasan Lingkungan” yang di publikasikan di majalah BaKTINews pada tahun 2007.
INFORMASI LEBIH LANJUT FOR MORE INFORMATION Untuk informasi dan memulai kerja sama Anda dapat menghubungi Ir. Aminul Akrab, MM (Direktur LEPHASE) pada alamat berikut. BTN Griya Pagutan Indah Jl. Pantai Lampu 134 Pagutan Barat, Mataram 83117 Telp. (0370) 620 398 HP 081907714060
29
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
KEGIATAN DI BaKTI 7 Oktober 2011
Diskusi Buku : Politik Pemiskinan “Selama ini pendekatan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan baik di tingkat nasional, regional dan lokal umumnya menerapk an pendek atan ekonomi semata, yang seringkali mengabaikan peran kebudayaan dan konteks lokal masyarakat. Program yang dilaksanakan pemerintah umumnya hanya berusaha memberik an bantuan permodalan, subsidi, dan semacamnya tetapi substansi sesungguhnya hampir sama yakni memberikan aliran modal kepada masyarakat miskin dan meminta mereka bekerja lebih keras untuk memberdayakan dirinya sendiri.” Hal ini terungkap dalam acara Bedah Buku berjudul Politik Pemiskinan karya Siswan & Mawardi yang diadakan oleh MASIKA ICMI Orwil Sulsel pada Jumat, 7 Oktober 2011 di backyard BaKTI. Acara yang menghadirkan Siswan, Prof. Dr. Ir. Syafiuddin,MS-Guru Besar Sosek Pertanian Unismuh dan Dr.Rahmat Muhammad,M.SiSosiolog UNHAS sebagai narasumber ini dihadiri oleh 40 orang berasal dari kalangan mahasiswa.
24 Oktober 2011
Pertemuan Pokja Lingkungan dan Gender Sejalan dengan pertemuan Program Coordination Committee (PCC), Canadian International Development Agency/CIDA juga menyelenggarakan Pertemuan Pokja Lingkungan dan Gender pada hari Senin, 24 Oktober 2011 di BaKTI Makassar. Tujuan dari pertemuan Pokja Lingkungan adalah (1) menciptakan sinergi antara proyek-proyek yang didanai CIDA dalam bidang lingkungan dan pengelolaan sumberdaya alam; (2) berbagi informasi, pengetahuan, dan praktik cerdas dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam (3) mendorong para pemangku kepentingan untuk berbagi pengalaman dalam kelompok kerja; dan (4) untuk menyediakan dukungan/informasi kepada para pemangku kepentingan terkait, khususnya pemerintah. Tujuan dari pertemuan Pokja Gender adalah untuk memberikan informasi terkini dari perkembangan terakhir dan mengidentifikasi potensi kolaborasi di masa depan, serta memperkuat pemaaman mengenai implikasi kesetaraaan gender dan pertumbuhan ekonomi dan mempelajari elemen-elemen yng dikontribusikan pada berbagai upaya untuk membua akses yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam ekonomi formal dan mengadopsi perangkat yang diperlukan untuk menangkap berbagai peluang ekonomi. Pertemuan ini dihadiri oleh 23 peserta dari berbagai program yang didukung oleh CIDA di Sulawesi.
28 Oktober 2011
CINEMATICA Pernikahan Usia Muda Komunitas Rumah Ide Makassar bekerjasama dengan BaKTI mengadakan kegiatan bulanan Cinematica-pemutaran film dan diskusi mengangkat tema Pernikahan Usia Muda pada Jumat, 30 September 2011 di backyard BaKTI. Acara dibuka dengan pemutaran 2 film berjudul “Tobacco Girl” dan “17 Tahun keatas”. Hadir sebagai narasumber, Prof. Dr. Nurul Ilmi Idrus, Guru besar dan antropolog UNHAS. Acara yang dihadiri oleh 68 orang berasal dari kalangan mahasiswa, LSM dan masyarakat umum.
BaKTI menyediakan fasilitas Ruang Pertemuan bagi para pelaku pembangunan untuk melaksanakan seminar, lokakarya, rapat, dan diskusi. Reservasi ruangan dapat dilakukan melalui email dengan menghubungi
[email protected] atau telepon 0411 3650320-22, atau berkunjung langsung ke Kantor BaKTI, Jl. Dr. Sutomo 26 Makassar.
News
September-Oktober 2011
Volume V - edisi 70
30
INFO BUKU Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur Penulis Author Penerbit Publisher Amran Achmad Brillian Internasional
Deskripsi fisik Physical Description xvi+256 hal, 14 x 21 cm
ISBN 978-602-98025-8-0
Karst memiliki potensi yang menggiurkan seperti potensi tambang semen dan marmer tetapi sekaligus memiliki tingkat kerawanan terhadap kerusakan yang sangat tinggi. Hal ini menjadi dasar untuk menjadikan kawasan karstt sebagai kawasan lindung. Buku ini mengungkapkan rahasia bagaimana sistem ekeologi yang bekerja pada hutan bukit kapur pada suatu karst sehingga fungsi lingkungannya sangat penting, sumberdaya apa saja yang terkandung dalam ekosistem hutan bukit kapur yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemaslahatan masyarakat dan bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut.
Kaki Waktu Penerbit Publisher Kendi Aksara
Deskripsi fisik Physical Description 142 hal, 14 x 20 cm
ISBN 978-979-15833-9-0
Sebanyak duabelas penyair perempuan muda Sulawesi Selatan dalam buku ini menuliskan begitu banyak perihal wajah kehidupan dalam kumpulan puisi-puisi mulai yang bercerita tentang kerinduan hingga putus asa, cinta hingga kematian, dunia malam kota, perasaan perempuan.
Buku Panduan Lapangan Kupu-Kupu, untuk Wilayah Kepala Burung termasuk Pulau-pulau Provinsi Papua Barat Penulis Author Tim Redaksi KEP (Kelompok Entomologi Papua)
Deskripsi fisik Physical Description 196 hal+xii, 14 x 24 cm
ISBN 978-602-97434-0-1
Papua memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Banyak penelitian yang dilakukan didaratan Papua yang semakin menunjukkan bahwa Papua merupakan wilayah yang penuh misteri dan belum terungkap seluruh keanekaragaman hayatinya. Buku ini memberikan informasi mengenai kupu-kupu sebagai salah satu kekayaan spesies yang ada di Papua serta buku ini pula berfungsi sebagai buku panduan lapangan bagi peneliti muda yan gingin mengembangkan minatnya dibidang penelitian serangga khususnya kupu-kupu.
Jalan Panjang mewujudkan Keharmonisan Rumah Tangga Penulis Author Libby SinlaEloE, Tri Soekirman dan Paul SinlaEloE
Penerbit Publisher Rumah Perempuan Kupang
Deskripsi fisik Physical Description 216 hal+vi, 14 x 21 cm
ISBN 978-602-96517-1-3
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) menjadi salah satu jenis kekerasan yang selalu mewarnai ruang publik di Nusa Tenggara Timur. Catatan Rumah Perempuan dalam lima tahun terakhir ini menunjukkan bahwa kasus KDRT selalu menempati ranking teratas dari berbagai jenis kasus kekerasan lainnya. Dalam buku ini, Rumah Perempuan menawarkan satu model penyelesaian alternatif kasus-kasus KDRT dalam tiga tahapan yaitu tahap Penerimaan Kasus,Tahap Rekonsiliasi dan tahap Terminasi.
Terimakasih kepada Bapak Prof. Amran Achmad, Bapak Ir. Yan Pieter Karafir, M.Ec, Bapak Iwan Bokings, Penerbit Kendi Kasara dan Rumah Perempuan Kupang atas sumbangan buku untuk perpustakaan BaKTI.