VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Karakterisik Umum Pelaku Usaha yang Memanfaatkan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log Pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng menjadi bag log dilakukan oleh 11 orang pelaku usaha yang semuanya menjadi responden dalam penelitian ini. Pelaku usaha tersebar di tiga desa di dua kecamatan. Usaha pembuatan bag log terdapat di Desa Barengkoh dan Desa Cibeber II Kecamatan Leuwiliang dan Desa Sadeng Kecamatan Leuwisadeng. Unit usaha dalam pembuatan bag log terbagi menjadi enam usaha non plasma A dan lima usaha non plasma B. Bag log sebagai produk yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah serbuk gergaji terbuat dari serbuk gergaji sendiri sebagai bahan baku utama dan menggunakan bahan baku tambahan dedak, kapur, bibit jamur dan air. Ketersediaan bahan baku yang melimpah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkannya menjadi produk yang dapat memiliki nilai jual lebih tinggi. Bag log yang diproduksi di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng digunakan sebagai media tanam untuk jamur khususnya jamur tiram putih. Jumlah responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log berjumlah 11 orang, 10 orang diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan hanya satu orang responden yang berjenis kelamin perempuan. Karakteristik responden untuk pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Karakteristik Responden Leuwisadeng Tahun 2012 Karakteristik
Non plasma A Jumlah (%)
1. Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki 2. Umur (Tahun) 27-32 33-38 39-44 45-50 51-56 3. Pendidikan Terakhir SD SMP SMA Perguruan tinggi 4. Lama Usaha (Tahun) 3-5 6-8 9-11 12-14 15-17 Sumber: Data primer diolah (2012)
di
Kecamatan Non plasma B Jumlah (%)
Leuwiliang
dan
Total Jumlah (%)
1 5
9.09 45.45
0 5
0 45.45
1 10
9.09 90.91
2 2 0 0 2
18.18 18.18 0 0 18.18
2 0 2 1 0
18.18 0 18.18 9.09 0
4 2 2 1 2
36.36 18.18 18.18 9.09 18.18
1 3 1 1
9.09 27.27 9.09 9.09
0 0 3 2
0 0 27.27 18.18
1 3 4 3
9.09 27.27 36.36 27.27
2 2 1 0 1
18.18 18.18 9.09 0 9.09
3 1 0 1 0
27.27 9.09 0 9.09 0
5 3 1 1 1
45.45 27.27 9.09 9.09 9.09
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng paling banyak ditekuni oleh laki-laki yaitu sebanyak 90.91 persen atau sebanyak 10 orang. Sebanyak 9.09 persen atau 1 orang dari responden adalah perempuan. Responden yang menjalankan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log paling banyak ditekuni oleh laki-laki karena usaha ini membutuhkan perhatian dan pengawasan penuh setiap hari. Hal ini sulit dilakukan karena perempuan harus mengurus rumah tangga sehingga usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log cukup berat jika dijalankan oleh perempuan. Pelaku usaha paling banyak laki-laki juga dikarenakan pemilik usaha dapat juga bertindak sebagai tenaga kerja sehingga dapat menghemat penggunaan tenaga
51
kerja dalam proses produksi setiap hari sehingga sulit dilakukan oleh perempuan karena keterbatasan kekuatan fisik. Berdasarkan hasil wawancara, responden pelaku usaha paling muda adalah 27 tahun dan yang tertua adalah 55 tahun. Tabel 17 menunjukkan bahwa responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng yang usianya berkisar antara 27-32 tahun sebanyak 36.36 persen atau sebanyak empat orang. Responden pelaku usaha pengolahan limbah yang berusia 45-50 tahun ada satu orang atau sebanyak 9.09 persen dari total responden. Responden pelaku usaha paling banyak berusia 27-32 tahun menunjukkan pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log banyak ditekuni oleh pelaku usaha yang berada pada rentang usia produktif sehingga masih memiliki fisik yang kuat untuk dapat ikut membantu dalam melakukan proses produksi. Tingkat pendidikan pelaku usaha menggambarkan tingkat Sumberdaya Manusia (SDM) dalam manajemen kegiatan usaha. Semakin tinggi tingkat pendidikan, diharapkan dapat menghasilkan manajemen usaha yang baik. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian responden berpendidikan terakhir sampai SMA yaitu sebanyak empat orang atau sebanyak 3.36 persen dari total responden. Tingkat pendidikan responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamaan Leuwisadeng dan Leuwiliang paling sedikit adalah SD sebanyak satu orang atau sebesar 9.09 persen dari total responden. Responden paling banyak berpendidikan terakhir SMA sehingga dikatakan dikatakan responden memiliki latar belakang pendidikan yang cukup baik sehingga manajemen pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi cukup baik. 52
Selain hal tersebut, tingkat pendidikan yang cukup baik diperlukan dalam menjalankan usaha karena usaha pembuatan bag log sebagai media tanam merupakan usaha yang memerlukan pengetahuan dalam bidang budidaya dan pemeliharaan. Usaha pembuatan bag log dikatakan sebagai usaha yang membutuhkan pengetahuan karena kualitas bag log yang dihasilkan sangat menentukan banyaknya produksi jamur yang dapat diproduksi. Berdasarkan lama usaha, sebagian besar responden pelaku usaha pengolah limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng telah menjalankan usaha selama 3-5 tahun yaitu sebanyak lima orang atau sebanyak 45.45 persen dari total responden. Responden yang telah menjalankan usaha selama 6-8 tahun sebanyak tiga orang atau 27.27 persen dari total responden dan responden yang menjalankan usahanya selama 9-11, 12-14 dan 15-17 tahun masing-masing sebanyak 9.09 persen atau masing-masing sebanyak sebanyak satu orang. Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log sudah ada sejak lebih dari 10 tahun atau mulai tahun 2002, pada tahun 2007 banyak usaha pembuatan bag log baru bermunculan di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng serta daerah disekitarnya. Hal ini disebabkan oleh budidaya jamur tiram sebelumnya menggunakan batang pohon sebagai media tanam dan penggunaan bag log sebagai media tanam belum terlalu banyak digunakan. Baru pada tahun 2007 penggunaan serbuk gergaji sebagai media tanam jamur khususnya jamur tiram semakin digalakkan oleh Departemen Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng.
53
6.2
Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log Usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan
Leuwisadeng dilihat dari beberapa aspek. Aspek yang dilihat dalam karakteristik usaha dalam pembuatan bag log adalah sumber dari bahan baku, proses produksi, skala usaha, sumberdaya manusia dan rantai pemasaran bag log. 6.2.1
Sumber Bahan Baku Bahan baku merupakan suatu komponen penting dalam proses produksi.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah serbuk gergaji, dedak dan kapur, bibit jamur dan air. Serbuk gergaji yang merupakan limbah penggergajian dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan bag log. Serbuk gergaji yang digunakan dalam pembuatan bag log didapatkan dari industri penggergajian yang terdapat di daerah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Pelaku usaha dapat mendapatkan bahan baku dengan cara memesan kepada pemilik dari industri penggergajian dan tenaga kerja penggergajian akan segera mengantarkan pesanan tersebut. Sejauh ini tidak ada kendala yang dihadapi oleh pengolah limbah serbuk gergaji menjadi bag log dalam memperoleh bahan baku utama karena ketersediaannya yang melimpah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Harga serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng berkisar antara Rp 1 500/karung – Rp 3 500/karung dengan berat 20 kg/karung. Tinggi dan rendahnya harga serbuk gergaji tergantung dari kualitas serbuk gergaji tersebut. Serbuk gergaji yang baik sebagai bahan baku pembuatan bag log adalah serbuk gergaji dari jenis kayu yang memiliki batang berwarna putih contohnya Sengon, Afrika dan Karet, serta tidak mengandung minyak, bahan kimia dan pasir. Serbuk 54
gergaji dari kayu campuran menyebabkan sering terjadinya kontaminasi pada bag log yang dihasilkan sehingga dapat menyebabkan kerugian bagi pelaku usaha. Dedak yang digunakan dalam pembuatan serbuk gergaji adalah dedak yang sama dengan dedak yang digunakan untuk pakan ternak. Dedak didapat dari penggilingan padi di sekitar wilayah Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, namun terkadang pembuat bag log harus sampai mencari keluar daerah saat sedang musim paceklik karena sulitnya mendapatkan dedak. Saat musim paceklik, harga dedak dapat mencapai Rp 2 100 – Rp 2 500/kg. Harga dedak saat sedang musim panen atau saat persediaan dedak sedang stabil berkisar antara Rp 1 500 – Rp 2 000/kg. Kapur ditambahkan pada pembuatan bag log dengan tujuan agar bag log yang dihasilkan dapat merekat dan keras sehingga tidak pecah. Selain itu pemberian kapur juga berfungsi untuk menstabilkan pH. Kapur yang digunakan didapat dari toko-toko pertanian di sekitar Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Sebagian besar petani menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ) sebagai bahan baku pembuatan bag log namun ada juga petani yang menggunakan kapur pertanian (CaO 3 ). Harga kapur dolomit yang digunakan berkisar antara Rp 600 – Rp 1 600/kg sedangkan harga kapur pertanian adalah Rp 5 000/kg. Air sebagai bahan baku lainnya dalam pembatan bag log dicampurkan secukupnya sampai campuran serbuk gergaji sampai campuran menjadi basah tetapi tidak meneteskan air saat digenggam. Air pada pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng tidak dimasukkan dalam komponen biaya pengeluaran karena air yang digunakan merupakan air sungai maupun air tanah yang dialirkan menggunakan pompa air sehingga biaya yang 55
dikeluarkan dalam pengadaan air hanya biaya listrik. Pembuat bag log membangun usahanya dipinggir sungai sehingga mudah dalam memperoleh air serta bagunan kumbung sebagai tempat inkubasi bag log menjadi lembab dan miselia jamur dapat tumbuh dengan baik. Bibit jamur yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan bibit jamur turunan kedua (F2) yang berbentuk miselia dalam kemasan botol. Bibit jamur dibeli dari pembuat bibit jamur atau membuat sendiri. Diperlukan keahlian khusus dan peralatan serta ruangan yang steril untuk dapat membuat bibit jamur. Bahan baku dalam pembuatan bibit jamur jamur relatif murah dan banyak tersedia, namun pelaku usaha di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng belum seluruhnya mampu membuat bibit jamur sendiri karena keterbatasan pengetahuan dan peralatan. Bibit jamur jamur yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dibeli dengan harga Rp 7 500 - Rp 12 500 perbotol tergantung dari volume dan kualitas bibit jamur yang dibeli. Biaya yang dikerlukan untuk membuat bibit jamur jamur tiram hanya berkisar Rp 3 604.26 per botol untuk ukuran bibit jamur yang dapat digunakan untuk 30 bag log. Selain dapat menghemat biaya produksi, bibit jamur jamur juga dapat dijual dan menghasilkan tambahan pendapatan bagi pengusaha. 6.2.2
Proses Produksi Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi bag log di
Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah sebagai berikut: 1.
Pengadukan dan Pengomposan
56
Serbuk kayu yag telah diayak dicampurkan dengan dedak dan kapur serta air. Sebagian besar pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menggunakan komposisi dedak dan kapur sebanyak 15 persen dan 25 persen. Persentase tersebut mengacu pada penggunaan serbuk gergaji sebagai bahan baku utama dalam pembuatan bag log. Air ditambahkan hingga campuran tidak hancur saat digenggam dan tidak mengeluarkan air. Campuran bahan tersebut kemudian ditimbun dan ditutupi dengan terpal selama satu malam. Komposisi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng berbeda dengan standart bahan baku dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012) karena komposisi yang digunakan oleh pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sudah dianggap memberikan produktivitas paling besar berdasarkan pengalaman dari pembuat bag log. 2.
Pengisisan media ke kantong plastik (bag log) Media produksi dimasukkan ke dalam plastik polipropilen ukuran ukuran 17x25 cm, 17x30 cm atau 18x30 cm dengan kepadatan tertentu. Berat media yang sudah dipadatkan berkisar antara 0.9 kg – 1.2 kg/bag log.
3.
Sterilisasi Proses sterilisasi di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dilakukan dengan cara memasukkan bag log ke dalam drum untuk kemudian dikukus dalam suhu 90 - 100° C selama 8 – 12 jam. Setelah melalui proses sterilisasi, bag log kemudian didinginkan. Proses sterilisasi di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng lebih lama jika dibandingkan dengan 57
standart dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012) yang menyebutkan bahwa proses sterilisasi dilakukan selama 6.5 – 8 jam. Hal ini disebabkan karena menurut pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng, proses sterilisasi yang lebih lama yaitu selama 8 – 12 jam dapat mengurangi angka kegagalan produksi bag log karena kontaminasi. 4.
Inokulasi atau Penanaman Bibit Jamur Inokulasi merupakan kegiatan memindahkan sejumah kecil miselium jamur dari biakan induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Inokulasi dilakukan oleh tenaga kerja wanita di dalam ruangan yang steril kemudian bag log ditutup menggunakan koran, ring bambu dan karet.
5.
Inkubasi Inkubasi merupakan proses menempatkan bag log yang telah diisi bibit jamur jamur ke dalam ruangan dengan kondisi tertentu agar miselium dapat memutih dan penuh dengan sempurna. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan miselium jamur sekitar 22 - 28°C dengan kelembaban 60 – 70 persen. Inkubasi dilakukan sampai seluruh permukaan dalam bag log berwarna putih merata. Lamanya inkubasi berlangsung selama 30 hari. Apabila sampai waktu satu minggu proses inkubasi tidak terlihat pertumbuhan miselium jamur, maka besar kemungkinan jamur tidak dapat tumbuh. Standart suhu dan kelembaban ruangan yang digunakan oleh pembuat bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng tidak mengikuti saran suhu ruanganyang dibuat oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor yaitu suhu ruangan tidak melebihi 25°C. Hal 58
ini disebabkan oleh kondisi wilayah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. 6.2.3
Skala Usaha Berdasarkan skala usahanya, usaha pembuatan bag log di Kecamatan
Leuwiliang dan Kecamatan Leuwisadeng termasuk ke dalamusaha mikro. Hal ini dapat dilihat aspek manajemen dan keuangan menurut Partomo dan Soejoedono (2004) yaitu, dari segi manajemen, pemilik usaha yang juga bertindak sebagai pengelola, tidak adanya perencanaan tertulis dalam menjalankan usaha, kurang adanya pencatatan atau pembukuan dan sangat tergantung dari pelanggan dan pemasok di sekitar usaha. Berdasarkan aspek keuangan, usaha-usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan usaha yang dimulai dari usaha kecil-kecilan dengan modal sedikit dana dan tergantung dari kemampuan pemilik usahanya. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya pencatatan keuangan, akuntasi dan harga pokok produksi membuat usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng kurang memiliki catatan atau pembukuan mengenai hal tersebut. Diliihat dari kekayaan dan penjualan per tahun seperti dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai usaha mikro, kecil dan menengah, usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng termasuk ke dalam usaha mikro. Kekayaan bersih yang dimiliki oleh usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng kurang dari Rp 50 000 000, hal tersebut tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penjualan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng per tahun kurang dari Rp 300 000 000 per unit usaha. 59
Modal yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha pembuatan bag log terbilang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh penggunaan peralatan dan bahan baku yang banyak. Pengadaan serbuk gergaji dan bahan baku lainnya dalam jumlah besar serta bangunan kumbung dan penggunaan alat-alat produksi seperti drum menyebabkan dibutuhkanya modal dalam jumlah besar untuk melakukan usaha ini. Sumber modal yang digunakan dalam melakukan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah modal sendiri. Para pelaku usaha awalnya melakukan usaha dengan modal yang kecil untuk melakukan produksi dengan jumlah output yang sedikit. Usaha yang dilakukan para pelaku usaha kemudian berkembang dan dapat memproduksi bag log yang lebih banyak. 6.2.4
Sumberdaya Manusia Jumlah pekerja yang bekerja di usaha pengolahan limbah serbuk gergaji
menjadi bag log bervariasi pada tiap unit usaha. Sebanyak 11 unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng rata-rata memiliki sebanyak 8 orang pekerja per unit usaha. Tenaga kerja yang digunakan merupakan masyarakat yang tinggal disekitar lokasi usaha. Tidak ada persyaratan khusus seperti pendidikan terakhir atau pengalaman bekerja sebelumnya dalam pemilihan tenaga kerja. Namun pada penggunaan tenaga kerja pembuatan bibit jamur, tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja ahli yang dapat membuat bibit jamur. Tenaga kerja terdiri dari perempuan dan laki-laki. Tenaga perempuan bertugas untuk pengemasan log dan inokulasi. Sistem pembayaran tenaga kerja perempuan adalah harian. Upah yang diterima sesuai dengan kemampuan per 60
orang dan dibayarkan setiap harinya. Upah tenaga kerja perempuan bervariasi antara satu unit usaha dan unit usaha lainnya. Upah tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi berkisar antara Rp 55 sampai dengan Rp 100 per log. Kedua jenis pekerjaan ini hanya dilakukan oleh perempuan karena tidak membutuhkan tenaga yang besar dalam pengerjaannya. Tenaga kerja laki-laki bertugas untuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang besar seperti pengadukan, distribusi serta inkubasi, perawatan dan pembuatan bibit jamur bagi unit usaha plasma B. Upah tenaga kerja laki-laki dibayarkan setiap bulannya dan tidak tergantung dari kemampuan produksi per orang. Tenaga kerja laki-laki disebut tenaga kerja bulanan berdasarkan sistem pembayaran upah. Upah tenaga kerja bulan sangat bervariasi antara satu unit usaha dengan unit usaha lainnya. Upah rata-rata tenaga kerja pengadukan, distribusi dan perawatan pada unit usaha non plasma A adalah Rp 581 363.60 per bulan. Upah rata-rata tenaga kerja pengadukan, distribusi dan perawatan pada unit usaha non plasma B adalah Rp 596 250 per bulan. Tenaga kerja pembuat bibit jamur pada unit usaha plasma B merupakan orang yang memiliki keahlian khusus dalam pembuatan bibit jamur. Bibit jamur yang baik dapat membantu mengurangi kontaminasi pada bag log dan merupakan salah satu faktor penentu produktivitas dari jamur yang dihasilkan. Tenaga kerja pembuat bibit jamur di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah laki-laki. Sistem pembayaran upah pada tenaga kerja pembuatan bibit jamur adalah bulanan. Upah rata-rata tenaga kerja pembuatan bibit jamur adalah Rp 1 660 000 per orang. Jenis pekerjaan ini membutuhkan keahlian khusus sehingga upah yang
61
diberikan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain dalam proses pembuatan bag log. Terdapat tenaga kerja keluarga dan non keluarga yang digunakan dalam usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Namun tidak semua unit usaha pembuatan bag log memiliki tenaga kerja keluarga. Hanya sebanyak dua unit usaha yang memiliki tenaga kerja dalam keluarga. Penggunaan tenaga kerja keluarga dapat menghemat biaya upah tenaga kerja karena tenaga kerja keluarga tidak diberikan upah, namun demikian dalam perhitungan analisis pendapatan upah tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan dalam perhitungan dan dimasukkan kedalam biaya non tunai. Upah tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan merupakan harga bayangan, yaitu upah yang didapatkan jika anggota keluarga tersebut bekerja disektor lain. 6.2.5
Rantai Pemasaran Serbuk gergaji sebagai bahan baku utama pembuatan bag log diperoleh
dari industri penggergajian di Kecamatan Leuwisadeng dan Leuwiliang. Kayu bulat yang diolah di industri penggergajian didapatkan dari hutan rakyat di berbagai macam daerah di Kabupaten Bogor seperti, Leuwiliang, Parung, Jonggol dan lain-lain melalui seorang pedagang pengumpul kayu. Pedagang pengumpul kayu merupakan orang yang dipinjami modal dari penggergajian dan bertugas untuk menyediakan kayu untuk suatu industri penggergajian. Terdapat suatu bentuk kemitraan tidak terikat antara pedagang pengumpul kayu dan industri penggergajian. Jenis kayu yang diolah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah Kayu Sengon (Albizia falcataria L. fosberg), Kayu Afrika (Maesopsis eminii 62
Engl.), Kayu Petai (Parkia speciosa Hassk), Kayu Akasia (Acasia mangiu), Kayu Duren (Durio zibethinus Murr), Kayu Karet (Hevea brasiliensis), Kayu Tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb. ex. Hornem), Kayu Kecapi (Sandorilum koetjape Merr), Kayu Lame (Alstonia scholaris) dan lain-lain. Harga kayu yang dibeli dari hutan rakyat memiliki harga yang berbeda-beda. Untuk jenis kayu yang memiliki batang berwarna putih (Sengon, Afrika, Karet) yang serbuknya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bag log, harga perkubiknya mencapai Rp. 1 juta. Jumlah limbah serbuk gergaji yang dihasilkan dari suatu industri penggergajian yang memiliki 1 mesin yang dapat mengerjakan 12 kubik kayu perharinya yaitu kira-kira dapat mencapai rata-rata 900 kg per hari untuk kayu dengan batang berwarna putih. Penggergajian dari kayu dengan batang berwarna merah perharinya untuk 12 kubik kayu merahan dari 1 mesin, rata-rata jumlah serbuk gergaji yang dihasilkan adalah 600 kg. Serbuk gergaji limbah pengolahan kayu yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dijual untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku bag log, bahan bakar dan lain lain. Limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng diambil dan dimanfaatkan oleh produsen bag log sebagai bahan baku utama, perusahaan pembuat semen sebagai bahan bakar, perkebunan kelapa sawit sebagai bahan bakar dan bahan penyaring. Pelaku usaha pembuatan bag log yang memanfaatkan limbah serbuk gergaji dari Kecamatan
Leuwiliang dan
Leuwisadeng tidak hanya berasal dari Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng tapi juga berasal dari kecamatan lain seperti Kecamatan Cisarua dan Megamendung. Limbah yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha pembuatan bag log 63
adalah serbuk gergaji dari kayu yang memiliki batang berwarna putih. Serbuk gergaji dari jenis kayu ini lebih dipilih karena memiliki sifat kayu lunak yang baik untuk dijadikan media tanam jamur tiram. Limbah serbuk gergaji dijual dengan harga berviariasi antara satu penggergajian dengan penggergajian lagi. Harga serbuk gergaji berkisar antara Rp 1500 – Rp 3000 perkarungnya untuk berat 20 kg perkarung. Harga serbuk gergaji dari satu industri penggergajian dapat berbeda jauh dari penggergajian lain dikarenakan oleh kualitas serbuk gergaji yang dijual. Serbuk gergaji yang baik digunakan untuk pembuatan bag log adalah serbuk yang tidak bercampur dengan kayu jenis kayu dari pohon dengan batang berwarna merah, tidak mengandung minyak, bahan kimia dan pasir. Serbuk gergaji kemudian diolah menjadi bag log dengan menambahkan beberapa input tambahan seperti dedak, kapur, air, bibit jamur dan lainnya. Jumlah bag log yang dihasilkan setiap harinya adalah tetap dan tidak dapat lebih banyak karena ada batasan kapasitas kumbung. Jumlah bag log yang dijual setiap harinya tergantung dari jumlah pesanan dari konsumen jadi produsen tidak mengatur besaran penjualan. Konsumen memesan langsung kepada pembuat bag log untuk kemudian dibuatkan dan diantarkan langsung ke alamat pemesan. Pemasaran bag log yang diproduksi dari Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng saat ini masih terbatas hanya di Kabupaten dan Kota Bogor seperti Baranangsiang, Ciampea, Cibatok, Citereup, Cibinong, Cileungsi, Nanggung dan Parung Panjang. Pemasaran bag log masih terbatas di Kabupaten dan Kota Bogor karena terbatasnya kemampuan pelaku usaha dalam membuat bag log dalam jumlah besar. Keterbatasan modal dan kemampuan produksi membuat pembuat 64
bag log menolak pesanan dari luar daerah seperti Lampung yang memesan dalam jumlah besar. Pada pemasaran bag log tidak terdapat suatu agen atau reseller. Bag log langsung disalurkan ke konsumen akhir sehingga tidak terdapat rantai pemasaran yang panjang pada pemasaran bag log. Rantai pemasaran serbuk gergaji dan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dilihat pada Gambar 3. Industri Penggergajian
Pembuat bag log
Konsumen akhir
Sumber: Data primer diolah (2012)
Gambar 3. Aliran Pemasaran Bag Log 6.3
Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log Pendapatan pada unit usaha pembuatan bag log merupakan manfaat
langsung dari adanya usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Berdasarkan analisis pendapatan ini dapat diketahui gambaran umum usaha pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. Analisis perbandingan antara pendapatan unit usaha non plasma A dan non plasma B akan dilakukan untuk mengetahui perbedaan biaya produksi dan perbedaan penerimaan masing-masing unit usaha tersebut. Biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dibagi menjadi biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya pembuatan bag log dan biaya tenaga kerja non keluarga. Biaya non tunai terdiri dari penyusutan dan biaya tenaga kerja keluarga. Pada unit usaha non plasma A dan non plasma B, biaya yang paling 65
besar dikeluarkan adalah biaya bahan baku dalam pembuatan bag log. Hasil perhitungan pendapatan usaha pembuatan bag log pada tahun 2012 dalam satu periode produksi atau satu bulan disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Analisis Pendapatan dan R/C Unit Usaha Pembuatan Bag Log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012 No. Uraian 1. Penerimaan (Rp) Penjualan bag log (Rp) Penjualan bibit jamur putih (Rp) Total penerimaan (Rp) 2. Biaya (Rp) Total biaya tunai (Rp) Total biaya non tunai (Rp) Total biaya (Rp) 3. Pendapatan Pendapatan atas biaya tunai (Rp) Pendapatan atas biaya total (Rp) R/C rasio atas biaya tunai R/C rasio atas biaya total
Non Plasma A
Non Plasma B
22 066 828.80 0 22 066 828.80
29 680 537.87 3 038 440 32 718 977.87
10 798 162 941 092.59 11 739 254.56
15 478 450.20 1 145 986.10 16 624 436.30
11 268 666.80 10 327 574.23 2.04 1.88
17 240 527.67 16 094 541.57 2.11 1.97
Sumber: Data primer, diolah (2012)
Pada unit usaha non plasma A, rata-rata biaya untuk pembelian bibit jamur adalah biaya yang paling banyak dikeluarkan yaitu sebesar Rp 2 639 000. Pada unit usaha non plasma B, rata-rata biaya pembelian dedak merupakan biaya yang paling besar dikeluarkan yaitu sebesar Rp 2 385 600. Jenis biaya yang dikeluarkan pada unit usaha non plasma A dan non plasma B adalah sama. Perbedaannya hanya terletak pada tambahan biaya untuk bahan baku dan tenaga kerja pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Penerimaan rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A adalah sebesar Rp 22 066 828.80 per bulan. Unit usaha non plasma A memberikan penerimaan yang besar sehingga unit usaha non plasma A memiliki potensi untuk memberikan pendapatan yang besar. 66
Total biaya rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A adalah Rp 11 739 254.56 per bulan dengan total biaya tunai adalah Rp 10 798 162 per bulan. Total biaya yang dikeluarkan responden pelaku usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 2. Pendapatan yang dihasilkan dari unit usaha non plasma A bernilai positif. Pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 11 268 666.80 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 10 327 574.23. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng menguntungakan untuk dijalankan. Berdasarkan Tabel 20, diketahui bahwa hasil analisis R/C atas biaya tunai dari perhitungan analisis pendapatan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A diketahui sebesar 2.04 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan pengusaha sebesar satu rupiah maka pengusaha tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.04. R/C atas biaya total adalah sebesar 1.88 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan pengusaha akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.88. Pendapatan yang dihasilkan responden unit usaha plasma A pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng dalam penelitian bernilai positif dan nilai R/C menunjukkan angka lebih besar dari satu. Hal ini berarti bahwa unit usaha plasma A menguntungkan untuk dijalankan. Selain unit usaha non plasma A, terdapat unit usaha non plasma B pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng. 67
Pada unit usaha non plasma B, terdapat tambahan penerimaan dari penjualan bibit jamur. Unit usaha non plasma B membuat bibit jamur sendiri untuk digunakan sebagai input tambahan dalam pembuatan bag log dan juga dapat menjual bibit jamur yang dihasilkan. Penerimaan unit usaha non plasma B pengolahan limbah serbuk gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah sebesar Rp 32 718 977.87 per bulan. Jumlah ini didapatkan dari penerimaan penjualan bag log dan penjualan bibit jamur yang diproduksi. Penerimaan yang didapatkan dari penjualan bag log sebesar Rp 29 718 977.87 per bulan sedangkan penerimaan yang didapatkan dari penjualan bibit jamur adalah sebesar Rp 3 038 440 per bulan. Bibit jamur yang diproduksi sebagian digunakan untuk memproduksi bag log dan kemudian sisanya dijual kepada unit usaha pembuatan bag log dan budidaya jamur tiram yang tidak memproduksi bibit jamur. Unit usaha non plasma B memproduksi bibit jamur sendiri sehingga dapat mengurangi biaya produksi karena biaya pembuatan bibit jamur lebih murah jika dibandingkan dengan harga bibit jamur yang dijual di pasaran. Harga jual bibit jamur yang ada dipasaran berkisar antara Rp 7 500 – 12 500 per botol sedangkan rata-rata biaya pembuatan bibit jamur hanya hanya Rp 3 604.26 per botol. Total biaya rata-rata usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng adalah Rp 16 624 436.30 per bulan dengan total biaya tunai sebesar Rp 15 478 450.20 per bulan. Total biaya yang dikeluarkan responden pelaku usaha non plasma B pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log
di Kecamatan
Leuwiliang dan Leuwisadeng dapat dilihat pada Lampiran 3. 68
Pendapatan yang dihasilkan pada unit usaha non plasma B pada pengolahan limbah serbuk gergaji bernilai positif. Pendapatan atas biaya tunai yang dihasilkan adalah sebesar Rp 17 240 527.67. Pendapatan atas biaya total adalah Rp 16 094 541.57. Hal ini mengindikasikan bahwa pembuatan bag log pada unit usaha non plasma A dan non plasma B dapat memberikan pendapatan bagi pelaku usaha. Rincian analisis pendapatan yang dihasilkan dari pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B terdapat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Hasil perhitungan R/C atas biaya tunai unit usaha non plasma B pada pengolahan limbah serbuk gergaji adalah 2.11 yang artinya untuk setiap biaya sebesar satu rupiah yang dikeluarkan pengusaha maka pengusaha tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.11. R/C atas biaya total adalah 1.97 yang artinya penerimaan sebesar Rp 1.97 akan diperoleh untuk setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang dihasilkan serta nilai R/C yang lebih besar dari satu pada unit usaha non plasma B mengindikasikan bahwa usaha tersebut menguntungkan untuk dijalankan. Nilai R/C unit usaha non plasma B baik R/C atas biaya tunai maupun R/C atas biaya total lebih besar dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua unit usaha tersebut menguntungkan untuk dijalankan. Nilai R/C unit usaha non plasma B lebih besar jika dibandingkan dengan R/C unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan adanya pengurangan biaya produksi dan adanya output tambahan yang dihasilkan oleh unit usaha non plasma B berupa bibit jamur sehingga memberikan tambahan pendapatan bagi unit usaha tersebut dan menjadikannya usaha yang memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan unit usaha non plasma A. 69
6.4
Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log Perhitungan nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan metode
Hayami. Analisis ini berguna untuk mengetahui nilai tambah yang terdapat pada satu kilogram serbuk gergaji yang diolah. Analisis nilai tambah terdiri dari beberapa komponen utama pembentuk biaya produksi meliputi bahan baku, sumbangan input lain, tenaga kerja dan keuntungan untuk masing-masing komponen utama yang digunakan. Proses analisis nilai tambah usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dilakukan mulai dari proses pengadukan bahan baku serbuk gergaji sampai menjadi bag log yang siap dipasarkan. Analisis nilai tambah tidak hanya melihat besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan, tetapi juga distribusi dari pemanfaatan faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan manajemen. Dasar perhitungan analisis nilai tambah pada penelitian ini menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku serbuk gergaji. Harga bag log yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah ini adalah harga jual rata-rata di tingkat produsen di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada bulan Juli 2012 yaitu 1 701.98 per kilogram bag log untuk unit usaha non plasma A dan Rp 1 662.63 per kilogram bag log pada unit usaha non plasma B. Rincian rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Lampiran 6 dan rincian rata-rata nilai tambah pada unit usaha non plasma B dapat dilihat pada Lampiran 7. 6.4.1
Rata-Rata Variabel Input Output Bahan Baku dan Faktor Konversi Bag log yang dihasilkan perhari pada unit usaha non plasma A setelah
dikonversi adalah sebanyak 12 965.33 kg. Bag log tersebut dihasilkan dari 70
pengolahan sebanyak 8 406.67 kg serbuk gergaji. Pada non Plasma B bag log yang dihasilkan sebanyak 17 851.60 kg dengan menggunakan input serbuk gergaji sebanyak 11 996.07 kg. Perhitungan nilai tambah pada unit usaha non plasma A dan non plasma B dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Perhitungan Nilai Tambah Pengolahan Limbah Serbuk Gergaji di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng pada Juli 2012. No.
Variabel Non Plasma A Non Plasma B Output, input dan harga 1. Output yang dihasilkan (kg/bulan) 12 965.33 17 851.60 2. Bahan baku yang digunakan (kg/bulan) 8 406.67 11 996.07 3. Tenaga kerja (HOK/bulan) 169 234 4. Faktor konversi (1/2) 1.54 1.49 5. Koefisien tenaga kerja (3/2) 0.022 0.02 6. Harga output (Rp/kg) 1 701.99 1 662.63 7. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HOK) 15 189.22 28 921.03 Pendapatan dan Keuntungan (Rp/kg input) 8. Harga bahan baku (Rp/kg input) 102.78 123.53 9. Sumbangan input lain (Rp/kg output) 805.95 660.62 10. Nilai output (4 x 6) (Rp/kg input) 2 624.92 2 474.19 11. a. Nilai tambah (10 - 9 - 8) (Rp/kg input) 1 716.19 1 690.04 b. Rasio nilai tambah ((11a/10x100%) 65.38 68.31 12. a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/kg input) 336.66 564.145 b. Bagian tenaga kerja ((12a/11a)x100% 19.62 33.38 13. a. Keuntungan (11a-12a)(Rp/kg input) 1 379.53 1 125.89 b. Tingkat keuntungan ((13a/11a)x100%) 80.38 66.62 Balas Jasa Terhadap Faktor Produksi 14. Marjin (10-8) (Rp/kg) 2 522.14 2 350.66 a. Pendapatan tenaga kerja ((12a/14)x100%) 13.35 23.99 b. Sumbangan input lain ((9/14)x100%) 31.95 28.10 c. Keuntungan pemilik usaha ((13a/14)x100%) 54.70 47.89 Sumber: Data primer diolah (2012)
Faktor konversi pada pengolahan limbah serbuk gergaji non plasma A adalah 1.54 dan
non plasma B adalah 1.49. Nilai konversi ini dihitung
berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Hal tersebut berarti untuk setiap pengolahan satu kilogram serbuk gergaji di non plasma A akan dihasilkan bag log sebanyak 1.54 kilogram dan 71
untuk non plasma B akan dihasilkan bag log sebanyak 1.49 kg. Penggunaan input lain seperti dedak, kapur dan air yang besar dalam ukuran berat menyebabkan faktor konversi pada analisis nilai tambah menjadi besar. Faktor konversi atau hasil yang didapatkan pada unit usaha non plasma B lebih kecil dibandingkan unit usaha non plasma A karena pada unit usaha non plasma B menggunakan input serbuk gergaji yang lebih banyak karena unit usaha ini membuat bibit jamurnya sendiri. 6.4.2
Rata-Rata Variabel Faktor Koefisien Tenaga Kerja Nilai koefisien tenaga kerja langsung untuk pembuatan bag log di unit
usaha non plasma A adalah 0.022 yang ini berarti dalam mengolah 100 kilogram serbuk gergaji menjadi 154 kilogram bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 2.2 HOK. Koefisien tenaga kerja sebesar 0.022 juga mengindikasikan bahwa dalam pengolahan satu kilogram serbuk gergaji menjadi bag log membutuhkan waktu sebanyak 0.022 HOK atau 10 menit 33 detik. Pada unit usaha non plasma B koefisien tenaga kerja adalah 0.02. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam pengolahan 100 kg serbuk gergaji menjadi 149 kg bag log dibutuhkan tenaga kerja langsung sebanyak 2 HOK. Pengolahan satu kilogram serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma B membutuhkan waktu sebanyak 9 menit 36 detik. Kecilnya koefisien tenaga kerja langsung pada pembuatan bag log baik pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B disebabkan oleh proses produksi yang lebih banyak menggunakan mesin atau mengkonsumsi jam kerja mesin lebih banyak dibandingkan dengan jam kerja tenaga kerja contohnya saja pada proses sterilisasi, dibutuhkan perebusan bag log menggunakan drum atau 72
steamer selama 8 – 12 jam. Unit usaha non plasma B dibantu oleh banyak pegawai (tenaga kerja) sehingga waktu yang dibutuhkan dalam mengolah limbah serbuk gergaji menjadi bag log lebih cepat jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A yang menggunakan tenaga kerja lebih sedikit. Upah rata-rata per HOK untuk pembuatan bag log pada unit usaha non plasma A adalah Rp 15 189.22. Jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja unit usaha non plasma B yaitu sebesar Rp 28 921.30, upah rata-rata per HOK pada unit usaha non plasma A lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh penggunaan tenaga kerja ahli untuk pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. 6.4.3
Rata-Rata Variabel Nilai Output Nilai output rata-rata dari hasil penjualan bag log yang didapat oleh unit
usaha non plasma A adalah sebesar Rp 2 624.92 per kilogram serbuk gergaji, sedangkan pada unit usaha non plasma B sebesar Rp 2 474.19. Nilai output didapatkan dari perkalian harga output (harga jual) dengan faktor konversi. Nilai output pada unit usaha non plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan pada unit usaha non plasma B jumlah serbuk gergaji yang digunakan sebagai input utama pembuatan bag log lebih banyak karena digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan bibit jamur. 6.4.4
Rata-Rata Variabel Nilai Tambah Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produk dengan biaya bahan
baku serta biaya input lain. Bahan baku yang digunakan dalam unit usaha non plasma A dan unit usaha non plasma B pada dasarnya sama, perbedaannya hanya terletak pada bibit jamur di unit usaha non plasma A yang diganti dengan bahan baku pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Bahan baku 73
pembuatan bag log yaitu serbuk gergaji, kapur, dedak, bahan bakar, plastik, spirtus, alkohol, koran, ring bambu dan listrik. Pada unit usaha non plasma B, bahan baku bibit jamur diganti dengan kentang, agar-agar, gula putih, biji jagung, gips dan botol. Nilai tambah yang diperolah dari hasil kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log pada unit usaha non plasma A adalah sebesar Rp 1 716.19 dengan rasio 65.38 persen. Nilai tersebut menyatakan bahwa setiap satu kilogram serbuk gergaji yang diolah akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 1 716.19. Pada unit usaha non plasma B, nilai tambah yang dihasilkan adalah sebesar Rp 1 690.04 dengan rasio nilai tambah 68.31 persen. Rasio nilai tambah menjelaskan bahwa dalam pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log memberikan nilai tambah sebesar 65.38 persen dari nilai produk pada unit usaha non plasma A dan sebesar 68.31 persen dari nilai produk pada unit usaha non plasma B. Nilai tambah yang mencapai lebih dari setengah harga produk tersebut disebabkan oleh produk ini menggunakan bahan baku berupa limbah, yaitu serbuk gergaji sehingga harga bahan bakunya tidak mahal namun harga jualnya setelah diolah menjadi tinggi. Nilai tambah limbah serbuk gergaji pada unit usaha non plasma A lebih tinggi dibandingkan dengan unit usaha non plasma B dikarenakan pada unit usaha non plasma B menggunakan serbuk gergaji yang lebih banyak jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A sehinga konversi per kilogram serbuk gergaji yang dimiliki oleh unit usaha non plasma B lebih kecil dan nilai tambahnya menjadi lebih lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A.
74
6.4.5
Tenaga Kerja Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam unit usaha non plasma A
pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log rata-rata 7 orang dengan 169 hari orang kerja (HOK) perbulan. Pada non plasma B rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah 9 orang dengan 234 HOK per bulan. Penggunaan tenaga kerja pada non plasma B lebih banyak jika dibandingkan dengan plasma A karena unit
usaha plasma B menghasilkan bag log lebih banyak setiap bulannya
dibandingkan unit usaha plasma A sehingga kebutuhan akan tenaga kerja juga lebih banyak. Selain itu unit usaha non plasma B juga membutuhkan tenaga kerja tambahan sebagai tenaga kerja pembuatan bibit jamur. Setiap hari orang kerja yang digunakan dalam penelitian ini setara dengan delapan jam kerja. Tenaga kerja yang dipekerjakan oleh seluruh usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log adalah 84 orang. Sebanyak 39 orang bekerja pada unit usaha non plasma A dan 45 orang bekerja pada unit usaha non plasma B. Tenaga kerja yang dipekerjakan mencakup semua aktivitas, yaitu tenaga pengemasan, inokulasi, pengadukan dan sterilisasi, inkubasi dan perawatan serta pembuatan bibit jamur. Imbalan bagi tenaga kerja langsung pada produksi bag log unit usaha non plasma A adalah Rp 336.66 atau hanya sebesar 19.62 persen dari nilai tambah produk. Pada unit usaha non plasma B, imbalan tenaga kerja langsungnya adalah sebesar Rp 564.14 atau sebesar 33.38 persen dari nilai tambah produk. Kecilnya imbalan yang diterima tenaga kerja langsung pada kegiatan pengolahan limbah serbuk gergaji baik unit usaha non plasma A maupun non plasma B mengindikasikan bahwa proses produksi tersebut didominasi oleh penggunaan 75
mesin atau peralatan seperti saat sterilisasi bag log digunakan drum baja untuk proses perebusan yang dapat memakan waktu 8-12 jam. Imbalan bagi tenaga kerja langsung adalah pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja sebagai hasil perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja langsung tidak termasuk ke dalam nilai tambah yang diperoleh perusahaan. 6.4.6
Keuntungan Usaha Pembuatan Bag Log Keuntungan yang didapatkan oleh unit usaha non plasma A per kilogram
input serbuk gergaji rata-rata sebesar Rp 1 379.53, sedangkan untuk unit usaha non plasma B adalah sebesar Rp 1 125.89. Keuntungan dihitung dari nilai tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja. Keuntungan yang didapat oleh unit usaha non plasma B lebih kecil jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan oleh adanya kegagalan bibit jamur yang digunakan sehingga ada penerimaan yang hilang yang hanya ditanggung oleh unit usaha non plasma B. Keuntungan unit usaha non plasma B secara keseluruhan lebih besar dari pada unit usaha non plasma A. Hal ini disebabkan oleh total volume penjualan bag log pada unit usaha non plasma B setiap bulannya lebih banyak jika dibandingkan dengan total volume penjualan bag log pada unit usaha non plasma A. 6.4.7
Marjin Usaha Marjin menunjukkan kontribusi fakor-fakor produksi selain bahan baku.
Berdasarkan besaran marjin dapat dilihat balas jasa terhadap fakor produksi yang terdiri dari balas
jasa tenaga kerja, sumbangan input lain
dan keuntungan
perusahaan. Pada pembuatan bag log, sebagian besar marjin yang diterima unit usaha didistribusikan pada keuntungan unit usaha. Hal ini dapat dilihat dari tingginya 76
persentase balas jasa terhadap keuntungan usaha sebesar 54.70 persen pada unit usaha non plasma A dan sebesar 47.89 persen pada unit usaha non plasma B. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dapat memberikan keuntungan yang besar bagi unit usaha. Balas jasa terhadap faktor produksi sumbangan input lain pada kegiatan pembuatan bag log sebesar 31.95 persen untuk unit usaha non plasma A dan sebesar 28.10 persen untuk unit usaha non plasma B sedangkan untuk pendapatan tenaga kerja di unit usaha non plasma A mendapat 13.35 persen dari marjin yang diperoleh dan untuk unit usaha non plasma B hanya sebesar 23.99 persen. Persentase rata-rata tenaga kerja terhadap marjin usaha merupakan yang terkecil, hal ini menandakan kecilnya alokasi pada pendapatan tenaga kerja dari marjin usaha. 6.5
Penyerapan Tenaga Kerja Kegiatan
pengolahan
limbah
serbuk
gergaji
menjadi
bag
log
membutuhkan tenaga kerja langsung yang bertugas sebagai tenaga pengaduk, pengemasan, inokulasi dan inkubasi. Sistem pengupahan dibagi menjadi tenaga kerja harian dan tenaga kerja bulanan. Sistem pengupahan dalam usaha pengolahan serbuk gergaji tidak membedakan antara tenaga kerja perempuan maupun tenaga kerja laki-laki. Jenis pekerjaan yang dikerjakan memberikan perbedaan upah
pada tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki.
Pekerjaan dengan upah
harian yaitu tenaga kerja pengemasan bag log
dan
inokulasi dikerjakan oleh tenaga kerja wanita dan jenis pekerjaan dengan sistem pembayaran bulanan dikerjakan oleh laki-laki karena membutuhkan tenaga yang besar yaitu seperti pengadukan dan sterilisasi, pengangkutan dan perawatan serta pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Jumlah tenaga kerja rata77
rata yang digunakan dalam pembuatan bag log pada unit usaha non plasma A maupun unit usaha non plasma B adalah 8 orang. Aktivitas kerja masing-masing unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log dalam satu bulan yaitu 26 hari kerja. Perhitungan hari orang kerja (HOK) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 8 jam dengan faktor konversi tenaga kerja perempuan dan laki-laki adalah sama, yaitu bernilai satu. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jenis pekerjaan tugas dan pembagian tugas oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan bertugas dalam pengemasan log dan inokulasi, laki-laki bertugas dalam proses inkubasi, perawatan serta distribusi log serta pembuatan bibit jamur pada unit usaha non plasma B. Tingkat upah yang diberikan pada tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi adalah Rp 55 – Rp 100 per bag log dan dibayarkan setiap harinya. Pada unit usaha non plasma A, setiap tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi mendapatkan rata-rata pendapatan sebesar Rp 353 816.67 per bulan. Pada unit usaha non plasma B, upah rata-rata per bulan yang didapatkan setiap orang tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi adalah Rp 572 871. Upah tenaga kerja laki-laki yang bertugas dalam pengadukan dan sterilisasi serta perawatan dan inkubasi dibayarkan setiap bulan dan besarnya tidak tergantung kepada jumlah output yang dapat diproduksi oleh setiap orang. Upah per bulan bagi tenaga kerja laki-laki berkisar antara Rp 450 000 – Rp 600 000 per bulannya. Pada unit usaha non plasma A, rata-rata upah tenaga kerja pengadukan dan sterilisasi serta perawatan dan inkubasi adalah Rp 581 363.6 per bulan dan pada unit usaha non plasma B adalah Rp 596 250 per bulan. Upah tenaga kerja pembuat bibit jamur yaitu berkisar antara Rp 1 500 000 – Rp 1 800 000 per bulan. Rata78
rata upah tenaga kerja pembuat bibit jamur pada unit usaha non plasma B adalah Rp Rp 1 660 000 per bulan. Keberadaan usaha pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi bag log baik pada unit usaha non plasma A maupun unit usaha non plasam B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memberikan dampak ekonomi tidak langsung yaitu berupa penyerapan sejumlah tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha pembuatan bag log di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng merupakan tenaga kerja yang berasal dari Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng sehingga dengan adanya usaha pembuatan bag log dapat menyerap tenaga kerja lokal. Ratarata penyerapan tenaga kerja pada unit usaha non plasma A dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma A di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Juli 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Aktivitas Pengadukan dan seterilisasi/ perebusan Pengemasan media (bag log) Inokulasi Inkubasi, distribusi dan perawatan Pembuatan bibit jamur Jumlah Rata-rata
Tenaga Kerja (HOK) 26 65 65 13 0 169 42.25
Upah (Rp) 581 363.60 884 541.60 884 541.60 290 681.80 0 2 641 128.60 660 282.15
Sumber: Data primer diolah (2012)
Pada unit usaha non plasma A, tenaga kerja yang dapat diserap adalah 169 HOK/bulan . Hal ini berarti setara dengan Rp 2 641 128.60 per usaha pada unit usaha non plasma B atau setara dengan Rp 660 282.15 per jenis pekerjaan. Jika dibandingkan dengan unit usaha non plasma A, penyerapan tenaga kerja pada unit usaha non plasma B jauh lebih besar. Hal ini terjadi karena pada unit usaha non plasma B tenaga kerja yang digunakan lebih banyak serta terdapat tenaga kerja tambahan yang merupakan tenaga kerja ahli untuk pembuatan bibit jamur. 79
Pada usaha pengolahan limbah serbuk gergaji unit usaha plasma B, tenaga kerja yang dapat diserap dari masyarakat adalah sebesar 234 HOK/bulan. Hal ini setara dengan Rp 6 060 559 per usaha pada unit usaha non plasma B atau Rp 1 212 112 per jenis pekerjaan. Rata-rata penyerapan tenaga kerja unit usaha non plasma B dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Penyerapan Tenaga Kerja Unit Usaha Non Plasma B di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng Juli 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Aktivitas Pengadukan dan seterilisasi/ perebusan Pengemasan media (bag log) Inokulasi Inkubasi, distribusi dan perawatan Pembuatan bibit jamur Jumlah Rata-rata
Tenaga Kerja (HOK) 36.40 72.80 72.80 26 26 234 46.80
Upah (Rp) 834 749.90 1 604 027 1 604 027 357 756.10 1 660 000 6 060 559 1 212 112
Sumber: Data primer diolah (2012)
Berdasarkan alokasi tenaga kerja laki-laki dan perempuan, baik pada unit usaha non plasma A maupun non plasma B, peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar dirasakan pada tenaga kerja perempuan. Hal ini disebabkan karena penyerapan tenaga kerja terbesar terdapat pada tenaga kerja untuk jenis pekerjaan pengemasan bag log dan inokulasi. Tenaga kerja pengemasan bag log dan inokulasi dilakukan oleh perempuan karena tidak membutuhkan tenaga terlalu besar dan waktu kerja yang tidak terikat dan berdasarkan kemampuan per orang.
80