VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu
6.1.1
Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi
pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang 6 . Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini. 6.1.1.1 Usia Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu usia dewasa awal (18 – 30 tahun), dewasa pertengahan (31 – 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60 tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa pertengahan antara 31 – 50 tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50 tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara 18-30 tahun. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini
6
http://sipla.pksplipb.or.id/?grup=jawa_barat&menu_aktif=62&dok=jawa_barat/BAB15/bab15.htm
42
pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 5. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan
43
Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengah ajaran. 6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun-temurun, sehingga
44
sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu. 6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara 11 – 25 tahun. 23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama 0 – 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 26 – 30 tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru memulai usaha tambak bandeng ini. Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng Kelompok Responden Presentase (%) 0 - 10 tahun 11 23 11 - 25 tahun 33 69 26- 30 tahun 4 8 Total
48
100
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a.
Jumlah Kepemilikan Tambak Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki
Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian
45
besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b.
Status Kepemilikan Tambak Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan
tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.
46
c.
Teknologi Budidaya Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden
mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya semiinsentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata padat penebaran sekitar 4.400 nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri sistem budidaya semi-intensif. Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan. Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. d.
Proses Budidaya Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah
terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Pengolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah
47
bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan. Perbaikan pH dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis 350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal 2528 %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan proses pemupukan pada lahan tambak. Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng berukuran 1-3 cm, padat penebarannya berkisar antara 2-3 ekor/m2 .
48
Proses pemanenan untuk ikan bandeng dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 366 kg per unit tambak. Hasil panen dengan kualitas baik akan didapat, jika proses pemanenan dilakukan saat pagi hari dan ikan bandeng masih dalam keadaan lapar. Ikan bandeng yang dipanen dalam keadaan setelah diberi makan, akan membuat hasil panen lebih cepat busuk. Proses pemanenan untuk usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, yaitu 5-10 orang disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan dipanen. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan, 3 orang berasal dari tempat penyewaan alat panen dan sisanya disediakan sendiri oleh petani tambak dengan upah setengah hari kerja atau sekitar Rp 31.000,00 per orang. Simpul pertama hasil panen atau pemasaran usaha budidaya ikan bandeng dilakukan di tepi tambak, karena pada umumnya petani tambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung ke tambak, namun demikian ada juga petani tambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar atau ke pos-pos tengkulak. Biaya pengangkutan mulai dari tepi tambak sampai ke tempat tengkulak semua ditanggung oleh pihak tengkulak. 6.1.2
Karakteristik Unit Usaha Terkait Kegiatan budidaya ikan bandeng membutuhkan peran serta masyarakat
untuk beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya ikan bandeng. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat belas unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang
49
menjalankan usahanya di Desa Ambulu dengan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Ambulu. Status usaha dari responden unit usaha adalah 64% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian sampingan dan 36% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utama. Pelaku usaha yang menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan mayoritas pekerjaan utamanya adalah sebagai petani tambak. Sebagian besar pemilik unit usaha, menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka, 43 % pemilik unit usaha berusia antara 36-40 tahun, 22 % pemilik unit usaha berusia 46-50 tahun, dan 14 % pemilik unit usaha berusia 3135 tahun. Pemilik unit usaha dengan selang usia 41-45 tahun sebanyak 14% dan pemilik unit usaha berusia diatas 50 tahun sebanyak 7%. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 7.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 7. Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Jenis usaha yang terdapat di Desa Ambulu diantaranya, sebanyak 43 persen responden memiliki usaha pendederan atau penjualan benih ikan bandeng
50
dalam ukuran osla. Sebanyak 22 persen responden memiliki usaha sebagai penyalur hasil panen dari petani tambak atau biasa disebut bakul, 14 persen membuka usaha penyewaan alat panen atau arad, 14 persen memiliki usaha penjualan pakan dan obat ikan bandeng, dan 7 persen memiliki usaha pembuatan bubu. Sebaran jenis unit usaha yang dijalankan masyarakat Desa Ambulu disajikan dalam Gambar 8.
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 8. Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan Modal awal yang diperlukan masing-masing usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih bandeng membutuhkan modal antara Rp 4.950.000 sampai Rp 9.000.000 tergantung pada jumlah benih ikan bandeng yang ingin di usahakan. Usaha penyalur hasil panen atau bakul membutuhkan modal lebih besar lagi yaitu pada kisaran Rp 40.000.000 hingga mencapai Rp 70.000.000. Usaha penyedia pakan dan obat-obatan untuk ikan bandeng membutuhkan modal sekitar Rp 50.000.000. Penerimaan yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik unit usaha berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 5.500.000 perbulan
51
dengan total biaya yang mereka keluarkan untuk usaha berkisar Rp 155.550 hingga Rp 13.035.000. Dari penerimaan dan total biaya tersebut, maka dapat diestimasi besarnya pendapatan bersih yang diterima unit usaha selama satu bulan adalah sebagai berikut : Tabel 9. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per Bulan Jenis Usaha
Total Penerimaan per Bulan (Rp)
Penjual benih bandeng 5.200.000 (pendederan) Penjual pakan, pupuk dan obat 5.500.000 bandeng Pembuat bubu 1.000.000 Penyewaan Alat 400.000 Panen Bakul / 14.000.000 tengkulak Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Total Biaya Usaha (Rp)
Total pendapatan per Bulan (Penerimaan – Biaya Usaha (Rp)
3.191.883
2.008.116
2.912.500
2.587.500
340.000
660.000
155.550
244.450
13.035.000
965.000
Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng, untuk usaha pendederan atau penjual benih bandeng Rp 2.008.116, untuk penjual pakan dan obat bandeng Rp 2.587.500, untuk unit pembuat bubu Rp 660.000, untuk usaha penyewaan alat panen Rp 244.450, dan untuk unit bakul atau tengkulak Rp 965.000. Penjabaran dari Tabel 8 di atas menunjukan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan. Hari kerja dari seluruh responden dalam penelitian ini adalah setiap hari, dengan jam kerja hampir sama yaitu antara lima sampai enam jam setiap harinya,
52
kecuali jika saat musim panen tiba. Hampir sebagian besar lokasi usaha yang dijalankan dilaksanakan dirumah mereka sendiri. 6.1.3
Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keberlangsungan usaha budidaya ikan bandeng tidak terlepas dari peran
serta masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaanya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi. Tenaga kerja yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 45 % responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budidaya ikan bandeng antara 6-10 tahun, 22 % responden telah menjalani pekerjaan di sektor usaha budidaya ikan bandeng selama 11-15 tahun, 22 % responden lagi telah menjalani pekerjaannya di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini selama 2-5 tahun, dan 11 % responden telah menjalani pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun. Sebaran lama bekerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 9.
53
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Gambar 9. Sebaran Lama bekerja Tenaga Kerja Lokal Seluruh tenaga kerja lokal yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya manfaat dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng berupa peningkatan pendapatan. Meskipun sebagian besar pekerjaan mereka ini bukanlah mata pencaharian utama, namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka, dan usaha budidaya ikan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dari peran serta tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini diantaranya terdiri dari pekerja rehab pematang atau pembodem, pengangkut hasil panen, dan pengoperasi alat panen (arad). Pendapatan perbulan untuk pekerja rehab pematang atau pembodem berkisar antara Rp 125.000 – Rp 350.000, sedangkan untuk pekerja pengangkut hasil panen pendapatan sebesar Rp.400.000 dan Rp 120.000 untuk pekerja pengoperasi alat panen. Seluruh tenaga kerja, memiliki hari kerja dua sampai tiga hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja rata-rata tidak lebih dari enam jam sehari, kecuali pada saat musim panen.
6.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah produksi ikan bandeng adalah model fungsi CobbDouglas. Usaha budidaya ikan bandeng ini diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% meliputi luas tambak (X1), benih penebaran(X2), pupuk (X3), obat (X4), dan pakan tambahan (X5) serta diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 14. Model faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng di Desa Ambulu dapat diduga dengan persamaan berikut : Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 D4 + b5 D5 + ε Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah produksi ikan bandeng, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = Ln 0,34 - 0,024 LnX1+ 0,586 Ln X2 + 0,220 Ln X3 - 0,064 D1 + 0,318 D2
Keterangan: Y = Jumlah produksi ikan bandeng (Kg) a = Intercept b1..,b5 = Koefisien regresi X1 = Luas tambak (m2) X2 = Benih penebaran (ekor) X3 = Penggunaan pupuk (Kg) D1 = Dummy pemakaian obat (menggunakan = 1; tidak menggunakan = 0) D2 = Dummy pemakaian pakan tambahan (menggunakan = 1; tidak = 0) ε = Galat atau error Berdasarkan hasil uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R-Sq adjusted sebesar 72,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel luas tambak, benih penebaran, penggunaan pupuk, obat dan pakan tambahan dapat menjelaskan sebesar 72,4% variasi produksi ikan bandeng dan
55
sisanya sebanyak 27,6 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap produksi ikan bandeng. Nilai Fhitung sebesar 25,68 dengan P-value 0,000 lebih kecil dari taraf nyata (α = 5%) menunjukan bahwa variabel-variabel bebas (luas tambak, benih penebaran, pupuk, obat, dan pakan tambahan) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng terlihat pada Tabel 10. Secara rinci hasil regresi pengaruh variabel tak bebas terhadap hasil produksi dari aktivitas budidaya ikan bandeng dengan menggunakan Minitab 14 disajikan dalam Lampiran 2. Tabel 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Variabel Konstanta Luas tambak Benih penebaran Pupuk Obat Pakan tambahan Koefesian determinasi R-Sq
R-Sq(adj) *** **
Koefisien regresi 0,399 -0,0238 0,5858 0,2204 -0,0641 0,3177 75,4% 72,4% α(0,01) α(0,05)
Standar d Eror 1,218 0,2134 0,1435 0,1005 0,2398 0,1175
Nilai t hitung 0,28 -0,11 4,08 2,19 -0,27 2,70
SS 19,6323 6,4216 26,0539
MS 3,9265 0,1529
Peluang
VIF
0,782 0,912 0,000*** 0,034** 0,791 0,010**
4,1 4,0 2,4 1,1 1,0
Analysis of Variance DF Source 5 Regression 42 Residual Eror 47 Total 2,38227 Durbin Watson Sumber : Hasil Output Minitab 14 (2011)
F 25,68
P 0,000
Model fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk mencari model produksi terbaik dari usaha budidaya ikan bandeng dan untuk menjelaskan pengaruh faktor produksi terhadap produksi ikan bandeng. Dalam model fungsi produksi Cobb-
56
Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, penjumlahan dari nilai-nilai koefisien dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi usaha budidaya ikan bandeng yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai koefisien regresi adalah 1,036. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usaha budidaya ikan bandeng pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Fungsi produksi usaha budidaya ikan bandeng pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Daerah produksi satu mencerminkan hasil panen ikan bandeng belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai. Variabel - variabel yang diduga mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah sebagai berikut : a)
Luas Tambak Rata-rata luas tambak di Desa Ambulu untuk setiap unitnya adalah satu
hektar atau 10.000 m2. Dalam penelitian ini luas tambak berpengaruh positif terhadap produksi ikan bandeng. Meskipun memiliki pengaruh positif, namun secara statistik luas tambak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng pada taraf nyata α = 5 % karena memiliki nilai P sebesar 0,912. b)
Benih Penebaran Benih penebaran merupakan jumlah benih ikan bandeng yang ditebar per
hektarnya. Jumlah benih penebaran yang diberikan petani tambak untuk setiap hektarnya tergantung pada modal yang dimiliki petani tersebut. Rata-rata jumlah penebaran untuk satu hektar lahan tambak adalah sekitar 4.400 benih/hektar.
57
Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, benih berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,000 artinya benih penebaran signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan produksi ikan bandeng dapat meningkat dengan penggunaan benih yang lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis Cobb-Douglas, faktor produksi benih memiliki koefisien sebesar 0,586 artinya setiap peningkatan 1 % pada penggunaan benih ikan bandeng atau Osla diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,586 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). c)
Pupuk Penggunaan pupuk memiliki hubungan positif terhadap produksi tambak.
Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukan penggunaan pupuk berpengaruh nyata pada α=5% karena memiliki P sebesar 0,034. Hal ini disebabkan, penggunaan pupuk akan memacu tumbuhnya pakan alami untuk ikan bandeng (alga), sehingga pada lahan tambak yang diberi pupuk dengan porsi yang cukup, akan membuat ikan bandeng tumbuh dengan optimal, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil panen ikan bandeng. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, pupuk memiliki koefisien regresi sebesar 0,220 berarti setiap kenaikan 1 % pada penggunaan pupuk untuk tambak, maka diduga ratarata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,220 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). . d)
Obat Obat biasa digunakan para petani tambak untuk membunuh hama atau
hewan lain didalam tambak yang dapat menghambat pertumbuhan ikan bandeng mereka. Dalam penelitian ini obat merupakan Dummy 1, hasil regresi
58
menunjukan penggunaan obat tidak berpengaruh nyata pada α = 5 %, karena memiliki P sebesar 0,791, artinya secara statistik variabel obat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Hal ini diduga penggunaan obat yang dilakukan untuk membunuh hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu yang akan menghambat pertumbuhan ikan bandeng ternyata tidak terlalu berpengaruh. Hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu ternyata banyak yang telah mati atau hilang saat proses rehab pematang dan pengeringan lahan tambak dilakukan, oleh karena itu penggunaan obat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap hasil produksi ikan bandeng. e)
Pakan Pakan tambahan tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Pakan
tambahan biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki modal cukup banyak, hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil panen dan membuat ikan bandeng yang dihasilkan memiliki ukuran cukup besar. Pakan memiliki hubungan positif terhadap hasil produksi ikan bandeng karena pemberian pakan yang cukup akan membantu pertumbuhan bandeng sehingga hasil produksi ikan bandeng dapat meningkat. Dalam penelitian ini pakan tambahan merupakan Dummy 2, hasil regresi memperlihatkan bahwa pakan tambahan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,010 artinya pakan tambahan signifikan pada taraf nyata α = 5%. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas faktor produksi pakan memiliki koefisien regresi sebesar 0,318 yang artinya setiap peningkatan 1 % penggunaan pakan tambahan maka diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,318 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).
59
Uji Kriteria Ekonometrika a.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier
antara variabel bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai dari (VIF). Apabila nilai ini lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng berkisar antara 1,0 sampai 4,1 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukan terjadinya multikolinearitas. b.
Uji Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi produksi ikan bandeng berdasarkan
Lampiran 2 terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing -2,498E-15, 0,3180 dan 48. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS) adalah 0,077 dengan p-value melebihi 15%. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-tabel (0,196). Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model Cobb-Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Jadi, asumsi kenormalan residual telah dipenuhi sehingga model regresi yang dibuat bisa digunakan. c.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk memastikan varian tiap unsur gangguan
adalah konstan, tidak tergantung pada nilai yang dipilih dalam varian yang menjelaskan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Gambar pada
60
Lampiran 2 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukan tidak adanya pola yang sistematis. Untuk itu dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. Hal ini menunjukan bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung informasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan didalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. d.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk memastikan tidak ada gangguan pada fungsi regresi
linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas atau E(εi, εj) ≠ 0 untuk i ≠ j. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik DurbinWatson. Tabel 10 menunjukan nilai D-W 2,38227. Berdasarkan
metode
pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi.
6.3
Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng
6.3.1
Analisis Nilai Produksi
6.3.1.1 Biaya Faktor Produksi Biaya faktor produksi merupakan komponen biaya dari pemakaian barang dan jasa untuk usaha budidaya ikan bandeng yang harus dikeluarkan petani tambak selama kegiatan budidaya berlangsung. Biaya faktor produksi ini terbagi menjadi biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha adalah biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana atau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama.
61
Biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian lahan tambak serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Peralatan yang umumnya digunakan dalam kegiatan budidaya bandeng ini antara lain pintu air yang bisa digunakan 2 sampai 3 tahun berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air tambak. Waring digunakan sebagai alat pencegah ikan-ikan bandeng kecil keluar, bisa digunakan 3-4 tahun. Laha adalah bambu yang dirangkai sedemikian rupa, digunakan untuk mencegah ikan bandeng dewasa keluar. Laha biasa dipasang mengelilingi pintu air. Lokasi sebagian besar tambak di Desa Ambulu berada cukup jauh dari rumah, oleh sebab itu diperlukan rumah jaga sebagai tempat beristirahat ketika petani tambak sedang beraktivitas di lokasi tambak. Rumah jaga yang banyak terdapat disekitar lokasi tambak biasanya terbuat dari bilik bambu. Selain penggunaan peralatan, investasi usaha budidaya tambak juga membutuhkan lahan tambak yang biasanya sudah didapatkan secara turuntemurun. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Ambulu adalah sekitar Rp 52.000.000,00 per hektar tambak. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 3.
62
Tabel 11. Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Jenis
Jumlah Penggunaan/petani
Pintu Air 2 unit Laha 2 unit Rumah Jaga 1 unit Waring Halus 4m Waring Kasar 5m Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Harga Satuan (Rp) 412.500 63.100 513.500 3.600 3.200
Umur Teknis (tahun) 2 2 4 3 3
Biaya Penyusutan/tahun 484.900 88.400 134.000 5.900 6.600
Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait langsung dengan jumlah produksi satu masa panen, sedangkan besarnya biaya variabel tergantung dengan jumlah produksi. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun dijelaskan pada Tabel 12 dan rincian pengeluaran biaya tetap petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 12. Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam Satu Tahun No
Komponen Biaya tetap 1 Rehab pematang Sewa Alat Panen Biaya Perawatan Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap 2 Biaya Variabel Benih bandeng Pupuk Obat Pakan Tenaga Kerja Panen 3 Total Biaya Variabel Total Biaya Produksi Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Jumlah
Presentase (%)
821.875,00 259.583,00 0,00 279.042,00 1.360.500,00
17,5 5,5 0,0 6,0 29,0
848.854,00 363.818,00 284.990,00 1.444.708,00 357.375,00 3.299.745,00 4.660.245,00
18,1 7,7 6,7 30,9 7,6 71,0 100
Pada Tabel 12 diperlihatkan, jumlah biaya tetap per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp 1.360.500,00 atau 29% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu
63
berproduksi, maka total biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp 1.123.773.000,00 Biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah produksi dari usaha budidaya ikan bandeng. Biaya variabel terdiri atas biaya benih ikan bandeng, biaya pembelian pupuk, obat-obatan, dan pembelian pakan. Pembelian pakan tambahan untuk ikan bandeng memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya variabel, yaitu sebesar Rp1.444.708,00 atau 30,9% dari total biaya produksi. Biaya pembelian benih ikan juga memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 848.854,00 atau sekitar 18,1% dari total biaya produksi dengan harga jual Rp 90,00 per ekor benih bandeng (osla). Jumlah biaya variabel per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp 3.299.745,00 atau 71% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu berproduksi, maka total biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp 2.725.589.370,00. Pembelian pupuk, obat-obatan dan pakan untuk usaha tambak masing-masing petani sangat berbeda, hal ini tergantung pada kondisi tanah dan kesuburan lahan tambak mereka serta modal yang dimiliki petani tambak. Secara rinci pengeluaran petani tambak untuk input variabel yang digunakan dapat di lihat pada Lampiran 5. 6.3.1.2 Analisis Nilai Panen Ikan bandeng merupakan ikan dengan masa tumbuh 4-5 bulan untuk sampai pada ukuran siap dijual, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai 250 gram per ekor. Oleh karena itu dalam usaha budidaya ikan bandeng, sebagian besar petani tambak hanya mengalami dua kali musim panen. Hasil produksi kegiatan budidaya tambak ikan bandeng umumnya tidak selalu sama dari satu
64
musim dengan musim berikutnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan, air dan cuaca. Nilai rata-rata panen per unit tambak dalam satu tahun didapat dengan mengalikan jumlah produksi (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp). Pada saat panen, segala kebutuhan serta biaya pemanenan ditanggung pihak tengkulak atau pengumpul, dan harga jual dari hasil produksi sudah ditetapkan pula oleh pihak pengumpul tersebut. Rataan panen budidaya ikan bandeng dalam satu tahun, disajikan pada Tabel 13 dan hasil panen untuk responden petani tambak, lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 13. Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu Penerimaan Panen/tambak Nilai Panen Nilai Total Panen (Rp) Usaha (Kg) (Rp/Kg) Per musim Per tahun Budidaya Ikan 378 Bandeng Sumber : Data Primer, Diolah 2011
10.660
4.031.250
8.062.500
Tabel diatas merupakan nilai rataan panen dari 48 responden petani tambak di Desa Ambulu. Harga ikan bandeng di tingkat petani tambak berfluktuatif berdasarkan penawaran dan permintaan ikan bandeng di pasaran. Kisaran harga ikan bandeng yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah antara Rp 7.000,00 – Rp.12.000,00 per kg dengan harga jual rata-rata Rp 10.664,68 per kg atau 10.660 per kg. Hasil panen para petani untuk tahun ini berkisar antara 150 kg – 1.200 kg dengan nilai rata-rata sebesar 378 kg per unit tambak berukuran 6-9 ekor ikan bandeng per kg. Dengan demikian apabila seluruh tambak di Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit berproduksi dan melakukan dua kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng di Desa Ambulu dalam satu tahun adalah Rp 6.659.625.000,00.
65
6.3.2 Analisis Nilai Residual Rent Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung total nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang dijalankan oleh masyarakat Desa Ambulu adalah budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi budidaya ikan bandeng yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilai total hasil panen usaha budidaya tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau pesisir serta faktor pendapatan guna memperoleh total nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemerintah daerah Desa Ambulu, Kabupaten Cirebon, jumlah total unit tambak yang berada di pesisir Desa Ambulu sebanyak 826 unit tambak berukuran masing-masing satu hektar. Secara keseluruhan jika asumsi semua tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng selama satu tahun adalah sebesar Rp 2.810.262.630,00 Secara keseluruhan nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan nilai Residual rent untuk semua responden petani tambak dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai residual rent secara lebih jelas disajikan pada Lampiran 8.
66
Tabel 14. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun No
Komponen
1
Hasil Panen (produksi ikan bandeng) Biaya Produksi a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel Residual Rent
2
3
Nilai (Rp)
6.659.625.000,00
1.123.773.000,00 2.725.589.370,00 2.810.262.630,00
Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh produktifitas atau hasil produksi ikan bandeng dengan besarnya nilai residual rent. Kegiatan budidaya ikan bandeng ini layak untuk dikembangkan karena telah memberikan keuntungan kepada petani tambak berupa pendapatan. Nilai residual rent yang dihasilkan mencerminkan nilai kontribusi sumberdaya pesisir terhadap kegiatan budidaya ikan bandeng. Nilai ini penting untuk diketahui, melihat usaha budidaya ikan bandeng memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kondisi sumberdaya pesisir. Sehingga nilai residual rent ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penentuan rekomendasi kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Dalam rangka menghasilkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang lebih optimal diperlukan peningkatan dalam penggunaan input produksi serta diperlukan adanya adopsi teknologi untuk kegiatan budidaya, seperti sistem tradisioanl plus, semi intensif atau intensif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan petani mengenai teknis produksi budidaya ikan bandeng, seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan tambahan. Pada bagian ini, peran serta pemerintah daerah khususnya unit sektor budidaya tambak diperlukan.
67
Semakin optimal tingkat pemanfaatan atau kontribusi sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dihasilkan kegiatan budidaya ikan bandeng yang akan berpengaruh terhadap perekonomian Desa Ambulu.
6.4
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal
6.4.1
Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Kegiatan budidaya ikan bandeng akan menimbulkan dampak terhadap
masyarakat sekitar lokasi tambak. Salah satu dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. Dampak ekonomi yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi dapat bersifat langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai pekerja rehab pematang (ngebodem), dan tenaga kerja panen, serta profesi lain yang sesuai dengan modal dan kemampuan masyarakat setempat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk mendapatkan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan tambak mereka seperti: pakan, obat serta pupuk untuk ikan bandeng, dan benih ikan bandeng di sekitar lokasi tambak. Hal yang demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact) dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan tenaga kerja. Dampak
68
ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian pakan, benih dan obat untuk ikan serta pengeluaran lainnya. 6.4.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu menurut struktur pengeluaran satu tahun terakhir, biaya pembelian pakan tambahan memiliki proporsi terbesar dari sturuktur pengeluaran petani tambak. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan adalah pakan buatan pabrik yang saat ini harganya masih sangat tergantung pada harga bahan baku. Biaya rehab pematang (bodem) juga memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini disebabkan proses rehab pematang yang masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat bantu dan pematang yang cukup luas membutuhkan tenaga kerja dan waktu pengerjaan yang cukup lama. Hal ini berpengaruh terhadap biaya atau upah yang harus dikeluarkan pemilik tambak kepada para pekerja. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak Biaya Proporsi (%) Pembelian pakan tambahan 25 Rehab Pematang (bodem) 22 Pembelian Benih bandeng 18 Biaya Upah Panen 10 Pembelian pupuk 9 Sewa Alat Panen 8 Pembelian Obat-Obatan 8 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat, proporsi rehab pematang yang dikeluarkan oleh petani tambak memiliki proporsi paling besar, yaitu 22 %. Hal ini menunjukan bahwa rehab pematang memiliki pengaruh terhadap pengeluaran
69
petani tambak pada saat melakukan kegiatan budidaya ikan bandeng karena setiap tambak yang telah dipanen harus melakukan rehab pematang sebelum akhirnya disebarkan benih bandeng lagi. Besarnya biaya rehab pematang yang dikeluarkan petani tambak akan berbeda-beda sesuai dengan jumlah tambak yang mereka miliki dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya ikan bandeng. Rata-rata pengeluaran petani tambak untuk setiap petak tambaknya adalah sebesar Rp 2.212.724,00. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti benih bandeng yang akan disebar, obat serta pakan yang digunakan dan beberapa pengeluaran lainnya. Tabel 16 menunjukkan jumlah total pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen ikan bandeng di Desa Ambulu sebesar Rp 1.827.710.024,00. Besarnya pengeluaran petani tambak per musim didasarkan pada jumlah tambak yang mengalami panen dalam satu kali musim, yaitu 826 unit tambak jika diasumsikan semua unit tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut akan menunjukan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak. Tabel 16.
Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Bandeng Keterangan
Proporsi Pengeluaran petani tambak di Desa Ambulu Proporsi biaya di luar lokasi tambak Rata-rata pengeluaran petani tambak (Rp/unit tambak) Jumlah tambak panen per musim Total Pengeluaran petani tambak (Rp) Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Ikan
Jumlah 100% 0% 2.212.724,00 826 1.827.710.024,00
70
Keberadaan lokasi tambak ikan bandeng ini membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu saat ini masih sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi antara petani tambak dan masyarakat lokal masih kecil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor aksesbilitas menuju desa yang cukup jauh dari pusat kota. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha merupakan pengeluaran petani tambak yang kemudian digunakan kembali oleh pemilik unit usaha untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka yang diperoleh dari Desa Ambulu sendiri atau dari luar Desa Ambulu. Komponen biaya yang utama dari pengeluaran unit usaha adalah biaya pembelian input atau bahan baku. Rincian proporsi pendapatan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Komponen Proporsi (%) Pendapatan Pemilik 39,51 Pembelian input/bahan baku 37,54 Upah Karyawan 7,27 Transportasi lokal 5,44 Biaya pemeliharaan alat 3,58 Kebutuhan pangan harian 3,38 Pengembalian kredit ke bank 1,36 Biaya operasional unit usaha (listrik, PAM) 0,96 Sewa tempat jaga 0,95 Jumlah 100,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
71
Berdasarkan Tabel 17 diatas terlihat bahwa proporsi terbesar berupa pendapatan pemilik usaha, yaitu sebesar 39,51 %. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi langsung terhadap perekonomian Desa Ambulu khususnya pemilik unit usaha. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak. 6.4.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Manfaat dari keberadaan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi, hal ini salah satunya dikarenakan lokasi tambak ini membuka peluang kepada masyarakat lokal untuk membuka usaha di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng. Saat ini jumlah unit usaha bidang perikanan di Desa Ambulu masih terbilang sedikit dan sebagian besar dari mereka mengelola sendiri usaha tersebut tetapi beberapa dari pemilik usaha juga memiliki tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari keluarga mereka. Unit usaha yang memiliki tenaga kerja umumnya memiliki satu atau dua orang tenaga kerja Peluang kerja terbesar yang tercipta dari aktivitas budidaya ikan bandeng ini adalah saat musim panen tiba, tetapi tetap memberikan dampak kepada tenaga kerja lokal di hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja lima atau enam hari selam seminggu dengan rata-rata jam kerja adalah setengah hari atau hanya sekitar sampai jam satu atau jam dua siang. Saat musim panen tiba, jam kerja dan hari kerja untuk tenaga kerja lokal dapat meningkat signifikan. Hal ini tentu tidak akan banyak memberatkan untuk tenaga kerja itu sendiri karena seluruh tenaga kerja merupakan penduduk asli Desa Ambulu.
72
Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja. Proporsi upah tenaga kerja tersebut cukup rendah, yaitu sebesar 7,27 % (Tabel 17). Hal ini dikarenakan tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga pendapatan yang diperoleh pun disesuaikan dengan jam kerja tersebut. 6.4.1.3 Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan budidaya ikan bandeng ini tidak hanya memberikan dampak langsung dan tidak langsung saja, tetapi kegiatan budidaya ini juga mampu memberikan dampak lanjutan. Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal tersebut. Sebagian besar tenaga kerja lokal menggunakan penerimaan mereka untuk memnuhi kebutuhan konsumsi mereka, yaitu sebesar 72,5 % dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk biaya pendidikan anak, yaitu sebesar 18,8%. Proporsi pengeluaran untuk pendidikan cukup besar karena seluruh responden tenaga kerja lokal sudah menikah dan mempunyai anak yang sedang menjalani pendidikan formal. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Karakteristik Proporsi (%) Biaya konsumsi 72,5 Biaya pendidikan anak 18,8 Biaya kebutuhan sehari-hari 5,0 Biaya listrik 3,0 Biaya transportasi 0,7 Jumlah 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2011
73
6.4.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Teori multplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah, Glasson dalam Syahza (2004). Dalam penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan budidaya ikan bandeng yang mengakibatkan hadirnya unit usaha bidang perikanan yang dapat memacu meningkatnya perekonomian Desa Ambulu. Nilai multiplier effect juga digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran petani tambak yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan sering digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan kegiatan terdapat dua tipe pengganda, yaitu Amanda (2001) : (1) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 19 dibawah ini dan lebih rinci disajikan pada Lampiran 9. Tabel 19 Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Kriteria Keynesian Income Multiplier Ratio Income Multiplier Tipe I Ratio Income Multiplier Tipe II Sumber : Data Primer, Diolah 2011
Nilai 0,60 1,14 1,59
74
Budidaya ikan bandeng merupakan salah satu cara pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 18 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,60 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran petani tambak berupa profit. Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan oleh tenaga kerja lokal di sekitar lokasi tambak, yaitu berupa upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapatkan sebesar 1,14 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap penerimaan pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,14 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59 yang merupakan besaran nilai pengganda dari dampak lanjutan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II memiliki arti apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,59 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung, dan ikutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran konsumsi yang akan berputar pada masyarakat lokal. Berdasarkan hasil dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan usaha budidaya ikan bandeng memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal serta telah menimbulkan sumber-sumber pendapatan
75
baru yang bervariasi khususnya bagi petani tambak dan masyarakat desa yang mencoba menangkap hal tersebut menjadi peluang usaha. Dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng, mata pencaharian masyarakat lokal tidak lagi terbatas pada petani sawah, atau buruh bangunan. Akibatnya didaerah sekitar tambak muncul pusat ekonomi atau unit usaha yang menyebabkan meningkatnya perekonomian lokal. Aktivitas budidaya ikan bandeng yang melibatkan banyak tenaga kerja serta investasi dari petani tambak itu sendiri, secara positif merangsang, menumbuhkan, dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung dari proses pra produksi hingga pasca panen. Dari hasil analisis data, keberadaan usaha tambak ikan bandeng telah memberikan dampak nyata secara ekonomi pada masyarakat lokal baik secara langsung, tidak langsung dan lanjutan, meskipun memiliki nilai multiplier yang relatif rendah karena nilai yang dihasilkan lebih kecil dari satu. Nilai Multiplier yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa dampak ekonomi yang terjadi belum optimal. Hal ini juga didukung oleh hasil regresi Cobb-Douglas yang berada pada daerah produksi satu, yang juga menunjukan bahwa usaha budidaya tambak ikan bandeng dalam penelitian ini belum mencapai kondisi optimal. Kondisi ini mungkin terjadi karena pemakaian input tambak yang belum optimal, prasarana dan sarana yang belum memadai serta kondisi alam yang kadang tidak mendukung. Nilai multiplier ini masih dapat ditingkatkan seiring dengan peningkatan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng
76
didukung dengan penggunaan input produksi yang lebih optimal serta perbaikan prasarana dan sarana desa yang akan memacu timbulnya unit usaha dan tenaga kerja lokal yang lebih banyak. Hal ini dapat meningkatkan proporsi pengeluaran petani tambak di sekitar lokasi tambak yang dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat lokal baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan turut meningkatkan daya beli masyarakat lokal.