V.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
1. Lama penggunaan tanah untuk budidaya ubikayu mempengaruhi kesuburan tanah. Tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun mempunyai kesuburan tanah yang terbaik, kesuburan tanah semakin menurun dengan lamanya tanah ditanami ubikayu. Penanaman ubikayu terus-menerus selama 30 tahun menyebabkan degradasi kesuburan tanah, yaitu penurunan pH tanah, N total, C organik, ketersediaan P, dan KPK serta meningkatkan kejenuhan Al. Pola tanam tumpang gilir (ubikayu–jagung atau ubikayukacang tanah) atau tumpangsari (ubikayu–jagung atau ubikayu-kacang tanah) mampu menghambat laju penurunan kesuburan tanah, melalui peningkatan ketersediaan N, C organik, P dan K. Penanaman ubikayu selama 30 tahun menurunkan hasil ubikayu sebesar 43% dibandingkan dengan penanaman ubikayu kurang dari 10 tahun. Pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir meningkatkan hasil ubikayu antara 15-104% dibandingkan dengan tanah yang ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun. 2. Pemberian biomassa kacang tanah + jagungi 1:1 atau biomassa kacang tanah + jagung 2:1 meningkatkan ketersediaan N total dan C-organik. Pemberian biomassa kacang tanah + jagung 2:1 meningkatkan fraksi N dan C labil, dan mengurangi pelindian NH4+ dan NO3- antara 75-154% dibandingkan tanpa pemberian biomassa tanaman. Pemberian biomassa kacang tanah + jagung 2:1, meningkatkan laju mineralisasi 43%-56% serta meningkatkan jumlah N yang termineralisasi 171-222% dibandingkan tanpa pemberian biomassa tanaman.
208
3. Perbaikan pola tanam tumpang gilir pada tanah yang ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun diperoleh melalui pemberian biomassa kacang tanah + jagung 2:1 dengan hasil 65% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian biomassa tanaman. Tetapi pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun
pemberian
biomassa
tanaman
legum
dan
non
legum
tidak
memperbaiki hasil ubikayu. 4. Fraksi labil N dan C merupakan parameter uji tanah yang baik untuk perbaikan kesuburan tanah pada pola tanam tumpang gilir dan tumpangsari serta pemberian biomassa legum dan non legum dibandingkan dengan uji tanah lainnya seperti N total atau C total. 5. Pengembalian biomassa kacang tanah atau kacang tanah+jagung 2:1 memberikan hasil ubikayu yang tertinggi, meningkatkan hasil antara 53% hingga 65%. Pengembalian biomassa tanaman legum dan non legum serta pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir mampu meningkatkan kesuburan tanah (pH tanah, N total, C organik, fraksi labil N dan C) dan kualitas tanah pada tanah yang telah ditanami ubikayu selama 30 tahun dibandingkan dengan perlakuan ubikayu monokultur. Indikator kualitas tanah diwakili oleh air tersedia, BV, pH tanah, ketersediaan P, C organik, fraksi labil N dan C.
5.2. Saran Penelitian ini merupakan penelitian jangka pendek sehingga pengaruh residu bahan organik belum terlihat, sehingga masih diperlukan penelitian lanjutan dengan periode tanam yang lebih lama.
209
PENINGKATAN KESUBURAN DAN KUALITAS TANAH DENGAN PEMBERIAN BIOMASSA TANAMAN LEGUM DAN NON-LEGUM PADA POLA TUMPANGSARI-TUMPANG GILIR UBIKAYU DI TYPIC HAPLUDULT LAMPUNG
RINGKASAN Lampung merupakan salah satu provinsi sentra produksi ubikayu di Indonesia. Ubikayu yang dibudidayakan di Lampung umumnya yang berjenis Ultisol dan ditanam secara monokultur. Penanaman ubikayu secara monokultur dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang tahun dapat menurunkan kesuburan tanah, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan hasil. Penanaman ubikayu monokultur dapat menurunkan C-organik, bahan organik, N, KPK, P, K, Mg tersedia dan penurunan pH tanah serta stabilitas agregat, kemampuan memegang air yang rendah dan berat volume yang tinggi. Pengelolaan tanah dan tanaman merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi laju penurunan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Pengelolaan tanah diantaranya melalui pemupukan yang berimbang dan pengolahan tanah yang tepat, sedangkan pengelolaan tanaman dapat dilakukan melalui tumpangsari tanaman. Tumpangsari atau tumpang gilir dengan tanaman legum dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kesuburan tanah akibat penanaman ubikayu monokultur. Tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah dapat meningkatkan C-organik tanah, peningkatan kandungan N dan tambahan bahan organik. Disamping banyak manfaatnya, tumpangsari ubikayu dengan legum juga mempunyai kelemahan. Tanaman legum mempunyai nisbah C:N rendah yang akan mengalami mineralisasi dengan cepat. Kelemahan sifat tersebut adalah cepatnya ketersediaan hara N. Ketersediaan hara yang terlalu cepat yang tidak diimbangi dengan kebutuhan hara tanaman dapat menyebabkan hilangnya unsur hara disekitar perakaran. Usaha untuk menghambat laju mineralisasi tersebut dapat dilakukan dengan mencampur dengan bahan organik yang mempunyai nisbah C/N tinggi, seperti bahan organik asal tanaman jagung sehingga terjadi sinkronisasi antara ketersediaan hara dengan kebutuhan tanaman. Pengaruh perbedaan pengelolaan tanah dan pola tanam dapat dilihat dengan peningkatan atau penurunan ketersediaan hara dalam tanah. Umumnya penelitian sistem tumpangsari yang dilihat hanya dalam bentuk anorganik atau hanya dalam bentuk totalnya (N dan C total) padahal hara dalam bentuk total kurang dapat menggambarkan ketersediaan hara, sehingga diperlukan pengembangan análisis laboratorium yang peka yang dapat menggambarkan pengaruh pola tanam dan pengembalian bahan organik ke dalam tanah. Perilaku bentuk-bentuk organik seperti fraksi N dan C (labil) masih jarang diteliti dalam sistem pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir ubikayu dengan legum padahal fraksi-fraksi N dan C tersebut berpengaruh terhadap kualitas tanah. Fraksi labil bahan organik merupakan indikator yang baik untuk menilai kualitas tanah. Fraksi N dan C labil seperti microbial biomass, fraksi ringan (light fraction) dan terekstrak air (water extractable), potential mineralizable (PM) dan particulate organic merupakan salah satu komponen awal yang digunakan sebagai indikator
210
dari pengaruh pengelolaan tanah dan pola tanam terhadap kualitas bahan organik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pengaruh pengelolaan lahan pada budidaya ubikayu yang meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap kualitas tanah dan hasil ubikayu, (2) mempelajari pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non legum terhadap kemampuan menyediakan hara, laju mineralisasi dan mengurangi kehilangan hara melalui pelindian, (3) mempelajari pengaruh pencampuran beberapa proporsi bahan organik asal tanaman tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu terhadap kualitas tanah dan serapan hara tanaman ubikayu, (4) mempelajari parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu dengan lama penggunaan lahan yang berbeda, (5) mempelajari pengaruh pola tanam tumpangsari ubikayu+legum atau tumpang gilir ubikayu-legum di lahan ubikayu terhadap serapan hara, kualitas tanah dan hasil ubikayu. Penelitian ini terdiri 3 tahap penelitian yaitu (1) Pengaruh lama pemanfaatan lahan dan pola tanam pada lahan budidaya ubikayu terhadap tingkat kesuburan tanah dan hasil ubikayu, (2) Kemampuan bahan organik asal legum dan non-legum dalam menyuplai hara, mengurangi pelindian dan pengaruhnya terhadap hasil ubikayu di Ultisol Lampung, yang terdiri atas 2 kegiatan yaitu mineralisasi di laboratorium dan penelitian rumah kaca, (3) Pengaruh pola tanam dan waktu pengembalian biomass legum dan non legum terhadap hasil ubikayu di Ultisol Lampung yang dilaksanakan di Lampung Timur, Lampung. Penelitian tahap pertama merupakan penelitian survei yang dilakukan untuk mengkarakteristik tingkat kesuburan lahan ubikayu akibat lama pemanfaatan dan pola tanam di sentra produksi ubikayu di wilayah Lampung Timur. Pola tanam dan lama pemanfaatan lahan untuk pertanaman ubikayu yang dilihat meliputi: (1) Monokultur ubikayu kurang dari 10 tahun, (2) Monokultur ubikayu antara 10-30 tahun, (3) Monokultur ubikayu lebih dari 30 tahun, (4) Tumpangsari ubikayu-jagung, (5) Tumpangsari ubikayu-kacang tanah, (6) Tumpang gilir ubikayu-jagung, (7) Tumpang gilir ubikayu-kacang tanah. Parameter pengamatan adalah pH H2O, basa-basa tertukar, H-dd, Al-dd, C-org. N-tot, P-ters, Fe dan KPK, BI dan kemantapan agregat. Hasil penelitian ini digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya (3.2). Tanah dengan tingkat kesuburan yang terbaik dan terjelek yang akan digunakan untuk penelitian 3.2. Tingkat kesuburan tanah dinilai berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2005). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam berupa monokultur ubikayu, tumpang gilir dan tumpangsari pada kedalaman 0-20 cm berpengaruh terhadap sifat kimiawi pada Ultisol Lampung. Penggunaan lahan untuk ubikayu secara monokultur menurunkan semua parameter sifat kimiawi tanah, penurunan ini selaras dengan lama penggunaannya. Semakin lama penggunaannya untuk ubikayu, sifat kimiawi tanah semakin menurun. Ketersediaan hara dalam tanah dan pH tanah semakin menurun dengan semakin lamanya budidaya ubikayu monokultur, sedangkan kejenuhan Al dengan lamanya penggunaan lahan untuk budidaya ubikayu semakin meningkat. Sistem tumpangsari atau tumpang gilir mempunyai kesuburan tanah yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem ubikayu monokultur. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari dan tumpang gilir mempunyai ketersediaan hara yang lebih tinggi,
211
konsentrasi Al-dd dan kejenuhan yang rendah dibandingkan dengan ubikayu monokultur. Pola tanam ubikayu monokultur kurang dari 10 tahun mempunyai ketersediaan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubikayu monokultur lebih dari 30 tahun. Ketersediaan hara pada ubikayu monokultur kurang dari 10 tahun hampir sama dengan ketersediaan hara pada pola tanam tumpangsari dan tumpang gilir. Berdasarkan penelitian ini maka tanah yang digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun dan lebih dari 30 tahun. Penelitian tahap kedua terdiri atas 2 kegiatan yaitu: (1) penelitian mineralisasi bahan organik asal legum dan non legum pada tanah bekas ubikayu di Ultisol Lampung, yang dilaksanakan di laboratorium. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Dengan perlakuan terdiri atas : Faktor pertama (asal biomassa) : Kacang tanah, Jagung, Kacang tanah-jagung 1:1, Kacang tanah – jagung 2:1, Kacang tanah – jagung 1:2, Tanpa biomassa Faktor kedua (lamanya tanah ditanami ubikayu) : Kurang dari 10 tahun dan Lebih dari 30 tahun. Penelitian inkubasi yang diletakkan pada inkubator dengan suhu 20, 25 dan 30oC. Pengamatan NH4+ dan NO3- dilakukan pada 0, 2, 4, 8, 6, 10 dan 12 minggu. Hasil penelitian pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa pada pengamatan minggu terakhir terlihat mineralisasi N pada pemberian bahan organik yang berasal dari jagung lebih rendah dibandingkan apabila dilakukan pencampuran dengan bahan organik yang berasal kacang tanah. Mineralisasi N dari yang tertinggi hingga yang terendah berturut-turut sebagai berikut : kacang tanah : jagung (2:1) > kacang tanah : jagung (1:1) > kacang tanah > jagung > kacang tanah : jagung (1:2) > tanpa bahan organik. Sedangkan pada tanah yang telah ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun menunjukkan bahwa pemberian bahan organik yang berasal kacang tanah menghasilkan mineralisasi yang lebih tinggi. Mineralisasi N tertinggi adalah kacang tanah : jagung (2:1) > kacang tanah > kacang tanah : jagung (1:2) > kacang tanah : jagung (1:1) > jagung > tanpa bahan organik. Pencampuran kedua bahan tersebut menyebabkan komposisi kimiawi menjadi berubah terutama nisbah C:N, bahan organik yang berasal dari jagung yang mempunyai nisbah C:N tinggi akan berubah menjadi lebih rendah apabila dicampur dengan bahan organik yang berasal dari kacang tanah. Rendahnya nisbah C:N tersebut menyebabkan bahan organik mudah mengalami mineralisasi. Suhu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap mineralisasi N. Semakin tinggi suhu, mineralisasi N semakin besar. Pada semua perlakuan, suhu 30oC menghasilkan mineralisasi N lebih besar dibandingkan pengamatan pada suhu lainnya, meskipun antara suhu 30oC dan 25oC mineralisasi N tidak terlihat berbeda. Pada kegiatan kedua merupakan penelitian rumah kaca yang bertujuan untuk mempelajari serapan hara, pelindian N dan pertumbuhan ubikayu di Typic Hapludults Lampung akibat pengembalian biomassa legum dan non legum. Perlakuan biomassa tanaman dan tanah yang digunakan sama dengan kegiatan pertama. Pada penelitian ini dilakukan penanaman ubikayu sampai berumur 4 bulan untuk mengetahui serapan hara, sedangkan pelindian NH4+ dan NO3dilakukan pengamatan setiap 2 minggu sekali. Pada akhir penelitian dilakukan pengamatan serapan hara N, P dan K, Pool C-labil (microbial biomass C, C yang terekstrak air (water extractable C) dan particulate organic C), pool N-labil (microbial biomass N, dan particulate organic N), N anorganik (NH4+ dan NO3-), pH H2O, basa-basa tertukar, H-dd, Al-dd, C-org. N-tot, P-ters, Fe dan KPK.
212
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian biomassa kacang tanah, kacang tanah + jagung dengan proporsi 2:1 menghasilkan serapan hara N dan K jaringan tanaman ubikayu yang tertinggi. Pelindian NH4+ dan NO3-, semua perlakuan kecuali tanpa pemberian biomassa memberikan hasil yang relatif rendah, sedangkan pertumbuhan tanaman yang direpresentasikan dengan berat kering tanaman, perlakuan pemberian biomassa kacang tanah + jagung dengan proporsi 2:1 menghasilkan berat kering tanaman yang tertinggi. Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa fraksi labil N dan C (larut air, renik dan mikrobiomassa) dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai peningkatan kesuburan tanah atau kualitas tanah sebagai akibat masukan biomassa legum-non legum. Hal ini disebabkan fraksi tersebut lebih sensitif yang ditunjukkan dengan hasil analisis statistik, dimana fraksi labil N lebih nyata dibandingkan dengan analisis N total. Penelitian pada tahap ketiga merupakan penelitian lapangan yang dilakukan di Desa Sukadana Ilir, Sukadana, Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan pada dua tanah yang berbeda yaitu pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun dan tanah yang telah ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun. Faktor pertama (pola tanam) : Sistem tumpang gilir dan Sistem tumpangsari. Faktor kedua (asal biomassa) : Kacang tanah, Jagung, Kacang tanah-jagung 1:1, Kacang tanah – jagung 2:1, Kacang tanah – jagung 1:2 dan Tanpa biomassa. Parameter pengamatan meliputi Pool C-labil (microbial biomass C, C yang terekstrak air (water extractable C) dan particulate organic C), pool N-labil ( microbial biomass N, dan particulate organic N) kedalaman 0-20 cm pada akhir penelitian, serta dilakukan analisis FTIR pada kedalaman 0-20 cm. Analisis kimia tanah awal dan akhir penelitian : pH, N-tot, C-organik, P-ters, K-dd, Ca-dd, Nadd, Mg-dd, Al-dd, H-dd, dan Fe pada kedalaman 0-20 cm. Analisis fisika tanah akhir penelitian pada kedalaman 0-20 cm meliputi pF, dan BV. Analisis serapan hara ubikayu N, P dan K pada saat tanaman berumur 3 bulan dan hasil ubikayu. Hasil penelitian pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa pengembalian biomassa legum dan non legum berpengaruh nyata terhadap pH tanah, sedangkan pola tanam tumpang gilir dan tumpangsari tidak berbeda nyata. Pemberian biomassa kacang tanah dan kacang tanah + jagung 2:1 menghasilkan nilai pH yang tertinggi, perlakuan tersebut meningkatkan pH tanah sebesar 5% dibandingkan tanpa pengembalian biomassa. Pengamatan terhadap N total menunjukkan bahwa pola tanam dan pengembalian biomassa legum dan non legum tidak berbeda nyata, sedangkan pada pengamatan C-organik pengembalian biomassa tanaman legum-non legum berpengaruh nyata. Pengembalian biomassa kacang tanah dan kacang tanah + jagung 2:1 menghasilkan kandungan C-organik dalam tanah yang tertinggi. Hasil pengamatan terhadap N labil menunjukkan bahwa pola tanam dan pengembalian biomassa legum-non legum berbeda nyata terhadap N larut air, sedangkan mikrobiomassa N hanya dipengaruhi oleh pola tanam dan N renik tidak berbeda nyata. Pada pengamatan fraksi C labil, pola tanam dan pengembalian biomassa legum-non legum berpengaruh nyata terhadap mikrobiomassa C dan C renik, pada C larut air hanya dipengaruhi oleh pola tanam saja. Hasil ubikayu dipengaruhi oleh pola tanam, pola tanam tumpang gilir menghasilkan hasil ubikayu lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam tumpangsari, pola tanam tersebut meningkatkan hasil ubikayu sebesar 17% lebih tinggi dibandingkan dengan pola tanam tumpang sari. Pengembalian biomassa tanaman legum-non
213
legum memberikan hasil yang secara statistik sama dan hanya berbeda dengan tanpa pengembalian biomassa tanaman. Pada tanah yang telah ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun menunjukkan bahwa pola tanam dan pengembalian biomassa berpengaruh nyata terhadap pH, C-organik, mikrobiomass N, mikrobiomass C dan C renik, sedangkan N larut air hanya dipengaruhi oleh pengembalian biomassa legum-non legum, N renik dan C larut air dipengaruhi oleh pola tanam. Pengamatan N-total tidak berbeda nyata, artinya pola tanam dan pengembalian biomassa legum-non legum tidak berpengaruh terhadap konsentrasi N-total dalam tanah. Hasil penetapan indikator kualitas tanah menunjukan bahwa pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun adalah pH, P bray, fraksi labil bahan organik, air tersedia dan C organik. Pada tanah yang ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun disamping parameter yang terdapat pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun, terdapat satu parameter yaitu BV. Hasil ubikayu dipengaruhi oleh pola tanam, pola tanam tumpang gilir menghasilkan ubikayu lebih tinggi dibandingkan pola tanam tumpangsari. Hasil ubikayu tertinggi diperoleh pada perlakuan tumpang gilir dengan pengembalian biomassa kacang tanah + jagung 2:1 sedangkan hasil terendah diperoleh pada perlakuan tumpangsari tanpa pengembalian biomassa tanaman.
214
INCREASING OF FERTILITY AND QUALITY OF SOIL WITH LEGUME AND NON LEGUME BIOMASS ON CASSAVA INTERCROPPING IN TYPIC HAPLUDULT LAMPUNG SUMMARY Lampung is one of the centers of cassava product in Indonesia. In Lampung, cassava is generally planted in Ultisol and in monoculture. The growing of cassava in monoculture all the year is able to decline soil fertility that finally gives impact on decline of crops. It also reduces C-organic, organic matters, N. KPK, P, K, Mg available, and declines soil pH as well as aggregate stability, low water holding capacity and bulk density. The management of both soil and plant is significant attempt to reduce fertility decline rate and plant product. Soil management can be conducted with balanced fertilization and appropriate treatment of soil, while plant cultivation can be done by employing intercropping system. Both intercropping and crops rotation using legumes function to resist decline fertility rate as a result of monoculture growing. Intercropping of cassava using groundnuts can rise Corganic of soil, N and increasing organic matters. Beside its huge benefit, intercropping cassava using legume has some weakness. The legumes contains low ratio of C:N that impacts on fast mineralization. The weakness contributes to rapid nutrients supply of N. The fast avalaible of nutrients is not parallel with the increasing need of nutrients from the plant. As a result the supply of nutrients around roots is declining. Resisting mineralization rate can be conducted by mixing organic matters containing high ratio of C/N, such as organic matters from maize to synchronize the supply of nutrients and the needs of plant. The effect to distinguish soil management and planting pattern can be observed from either the increasing or decreasing of nutrients supply of soil. Generally, the research of intercropping system only observes inorganic forms or in total forms (total N and C), whereas, nutrients in total form is lack in describing the supply of nutrients. It needs further laboratory analysis which is sensitive in describing the effect of planting pattern and the restore of organic matters into the soil. The research on the attitude of organic forms such as labile fraction of N and C is still lack in the context of intercropping and crops rotation system on cassava with legumes. It is important because the labile fractions of N and C effects quality of soil. The labile fractions of organic matters are good indicators to determine quality of soil. The labile fractions of C and N, e.g., microbial biomass, light fraction and water extracable, potential mineralizable and particulate organic are first components used as indicators of both soil management and planting pattern impact toward the quality of organic matters of soil. This research aims: (1) to study the effect of soil management toward cassava planting comprising duration of land use and planting patterns related to quality of soil and crops (cassava), (2) to examine the effect of organic matters from legumes and non legumes toward nutrients providing capacity, mineralization rate, and nutrients-lost declining through leaching process, (3) to comprehend the mixture of some organic matters from legumes and non legumes in cassava field toward quality of soil and nutrients uptake of cassava plant, (4) to study a proper test parameter to determine quality of soil due to the application
215
of organic maters, which are different in qualities, in cassava field used in different range of time, and (5) to study the effect of intercropping practice with cassava+legume or relay-crooping practice with cassava-legume in cassava field towards nutrients uptake, soil quality and cassava yields. This research consisted of three steps: (1) the effect of land use duration and planting pattern in cassava field toward soil fertility rate and yield of cassava, (2) the capacity of organic matters from both legume and non legume for supplying nutrients, reducing leaching and their impacts on cassava yields in Typic Hapludult Lampung. There are two activities in this step: mineralization in laboratory and green house experiment, (3). the efect of planting pattern and the returning time for legume and non legume biomass toward cassava yields in Typic Hapludult Lampung, east Lampung. The first step of this research is the conduct of survey to characterize level of fertility of the cassava field as a result of long-term utilization and the planting pattern in the center of cassava crops production in east Lampung. The planting pattern and duration of land utilization of cassava observed covers: 1. Monoculture cassava for less than 10 years, 2. Monoculture cassava between 10 to 30 years, 3. Monoculture cassava for more than 30 years, 4. Intercropping system of cassava-maize 5. Intercropping system of cassava-groundnut 6. Crops rotation system of cassava-maize. 7. Crops rotation system of cassavagroundnut. The parameters of this observation are pH H2O, Bases exchanged, Hexc, Al-exc, C-org, N-tot, P, Fe and KPK, BV and agregate stability. The result of this observation is used as basis for further research (3.2). The soil with both the best and the worst level of fertility is used in research 3.2. the level of fertility is determined based on data from Balai Penelitian Tanah, (2005). The result presents that monoculture planting pattern, intercropping and crops rotation in 0-20 cm deep effect on chemical properties of Ultisol Lampung. Land utilization for cassava planting in monoculture declines all parameters of land chemical properties. The decline is parallel with duration of land use. The longer the land is utilized, the lesser its chemical properties are contained. The availability of nutrients in the soil and soil pH is declining along with monoculture growing system. In contrast, saturation of Al related to duration of land utilization is rising. The system of both intercropping and crops rotation produces higher fertility rate compared to the system of monoculture cassava. Soil analysis presents that intercropping and crops rotation patterns provide higher supply of nutrients, lower concentration of Al-dd and saturation. The planting pattern of monoculture cassava which is less than 10 years provides higher supply of nutrients instead of monoculture cassava for more than 30 years. The supply of nutrients in monoculture cassava which is less than 10 years almost equals the system of intercropping and crops rotation. Based on this research, the lands that will be used for further observation are cassava-planted land for less than 10 years and more than 30 years. In the second step of this research, there are two activities. (1) examining mineralization of organic matters from legume and non legume into former cassava land in Ultisol Lampung in laboratory. The research employs completely randomized design with three repetitions. The treatment consist of: first factor (origin of biomass): groundnut, maize, groundnut-maize 1:1, groundnut-maize 2:1, groundnut-maize 1:2, without biomass. The second factor (duration of land utilization for cassava): less than 10 years and more than 30 years. The
216
observation of incubation is placed inside incubator at 20, 25 and 300C. The observation of NH4+ and NO3- is conducted in 0, 2, 4, 8, 6, 10 and 12th week. The result from observing the less-than-10-years cassava field presents that, in the last week of observation, N mineralization in the use of organic matters derived from maize, is lower compared to those of organic matters derived from groundnut. Higher to lower mineralization of N respectively are as follow: groundnut : maize (2:1)> groundnut : maize (1:1) > groundnut > maize > groundnut : maize (1:2) > without organic matters. Meanwhile, in the land planted for 30 years shows that the use of organic matters derived from groundnut produces higher mineralization. The high N mineralization comes from groundnut : maize (2:1) > groundnut > groundnut : maize (1:2) > groundnut : maize (1:1) > maize > without organic matters. Mixing these two components brings about the change in chemical compositions, primarily, the ratio of C:N. Organic matters derived from maize with high ratio of C:N is turning low if they are mixed with those from groundnut. Low ratio of C:N causes organic matters to be easily mineralized. The temperature brings about different effects on mineralization. The higher the temperature is, the higher the mineralization occurs. In all treatment, temperature 300C produces higher N mineralization compared to observation to other temperatures, instead of there seems no distinction of mineralization between 300C and 250C. The second activity is green house experiment that aims to study the nutrients uptake, leaching of N and the growth of cassava in Typic Hapludult Lampung as a result of restoring legume and non legume biomass. The treatment toward plant and land biomass is similar to the first activity. In this research, the cassava is grown until 4 months to observe its absorption of nutrients, while in leaching of NH4+ and NO3-, the researcher conducts intensive observation every two weeks. At the end, the research observes absorption of N, P and K, labile C (microbial biomass C, water extractable C and particulate organic C, labile N (microbial biomass N,and particulate organic N), inorganic N (NH4+ and NO3-), pH H2O, base exchanged, H-exc, Al-exc, C-org, N-tot, P, Fe and KPK. This research presents that treatment to use groundnut biomass, groundnut+maize with proportion 2:1 produces high uptake of N and K of Cassava. In leaching of NH4+ and NO3- , all treatments unless those using biomass present relatively low result, while in the growth of plants represented by dry weight of plants, the treatment to use groundnut+maize biomass with proportion 2:1 presents high dry weight of plants. This research also finds that labile fraction of N and C (water dissolve, microorganism, and micro biomass) can be employed as indicators to determine the increasing of land fertility or quality as a result of including legume and non legume biomass. It is because the fraction is more sensitive that is appeared in statistical analysis. The labile fraction of N is more evident than total N analysis. The third step of research deals with the conduct of field research in Sukadana Ilir Village, Sukadana, East Lampung. The research is conducted in two different type of lands, i.e., in land planted cassava for less than 10 years and one planted for more than 30 years. The first factor (planting pattern): intercropping and crops rotation system. The second factor (origin of biomass): groundnut, maize, groundnut-maize 1:1, groundnut maize 2:1, groundnut maize 1:2 and without biomass. The parameter of observation covers labile Pool-C (microbialbiomass C, water extractable C and particulate organic C), labile Pool
217
N (microbialbiomass N and particulate organic N), in 0-20 cm deep at the end of research, as well as FTIR analysis in 0-20 cm deep. Soil chemical analysis at the beginning and the end of observation: pH, N tot, C-organic, P, K-exc, Ca-exc, Naexc, Mg-exc, Al-exc, H-exc and Fe in 0-20 cm deep. Soil physic analysis at the end of observation in 0-20 cm deep comprises pF and BV. Nutrients uptake analysis on N,P and K in age three months. The observation on land planted less than 10 years presents that restoring legume and non legume biomass evidently affects soil pH, while intercropping and crops rotation pattern do not show any difference. Including groundnut and groundnut+maize 2:1 biomass brings about high pH value. This treatment increases soil pH 5% compared to that without restoring biomass. The observation of N total shows that planting pattern, restoring legume and non legume biomass do not present real difference. Meanwhile, in the observation of C-organic, restoring legume and non legume biomass has real effect. The restoring of groundnut and groundnut+maize 2:1 biomass produces high C organic of Soil. Observation toward unstable N shows that planting pattern and the returning of legume and non legume biomass are different toward N water soluble, while microbiomass N is just influenced by planting pattern and N micro organism, which is not real in distinction. In observation of labile C, planting pattern and restoring legume and non legume biomass has real effect on microbiomass C and water soluble C is only influenced by planting pattern. The yields are influenced by planting pattern where crops rotation pattern produces higher crops compared to intercropping. That planting pattern of crops rotation produces 17% crops higher than intercropping. Restoring legume and non legume biomass presents statistically the same result and it is different only with those without the returning biomass. In land planted more than 30 years, planting pattern and restoring biomass has real impact toward pH, C organic, microbiomass N and microbiomass C, while water soluble N is only influenced by restoring legume and non legume biomass. Microbiomass N and water soluble C are influenced by planting pattern. The observation on total N does not show any real distinction which means planting pattern and restoring legume and no legume biomass have no impact on total N concentration in soil. The result of determining soil quality indicator presents that in land planted less than 10 years covers pH, P bray, labile fraction of organic matters, available water and C organic. In land planted more than 30 years, beside parameter of land planted in less than 10 years, is bulk density. Cassava yields is affected by planting pattern. The pattern of crops rotation produces higher yields compared to intercropping pattern. High yields is derived from crop rotation treatment by restoring groundnut+maize 2:1 biomass while lowest yields comes from treatment without organic matters.
218