62
V. KEADAAN UMUM TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (TNGL) DAN LOKASI PENELITIAN
5.1. Riwayat Kawasan Seorang Belanda bernama, FC Van Heurn pada tahun 1928 mengusulkan untuk mendirikan semacam taman nasional di daerah Aceh Barat. Kawasan yang di usulkan adalah seluas 928.000 ha yang meliputi seluruh daratan antara Alas, Kluit dan Sungai Tripa, serta mencakup seluruh tipe ekosistem dari pantai sampai pegunungan. Pada tahun 1934, setelah A. Ph. Van Ahen ditunjuk sebagai Gubernur Aceh, didirikanlah Suaka Alam (SA) bagian pertama dari Gunung Leuser sebagai wildceservaat Goenoeng Loeser, dengan luas 142.800 ha. Kemudian pada tahun 1936 di bentuklah kawasan Suaka Margasatwa (SM) Kluet seluas ± 20.000 ha yang menghubungkan Suaka Margasatwa Gunung Leuser dengan Pantai Barat Aceh. Setelah Indonesia merdeka, pengesahan Taman Nasional Gunung Leuser dilakukan pada tahun 1980, berdasarkan pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, dimana kawasan Suaka Margasatwa Gunung Leuser, Langkat Barat, Langkat Selatan, Kluet, Kappi dan sekitarnya di umumkan sebagai Taman Nasional dengan luas 792.675 ha. Kemudian penunjukkan kawasan tersebut menjadi Taman Nasional Gunung Leuser diperbaharui dan diperkuat pada tahun 1997 dengan surat keputusan Menteri Kehutanan SK No.276/Kpts-VI/1997 dengan menetapkan kawasan sebesar 1.094.692 ha menjadi kawasan konservasi yang tergabung dalam Taman Nasional Gunung Leuser.
63
5.2. Lokasi Taman Nasional Gunung Leuser memiliki luas 1.095.692 ha merupakan daerah suaka terbesar di Indonesia bahkan di Asia. Secara geografis Taman Nasional Gunung Leuser berada di sebelah barat Sumatera Bagian Utara yang terletak diantara 20 50’ – 4010’ Litang Utara dan 960 35’ – 980 30’ Bujur Timur. Kawasan jangkauan meliputi wilayah lebih dari 100 km memanjang Bukit Barisan. Secara administratif wilayahnya mencakup Daerah Istimewa Nanggroe Aceh Darrusalam dan Propinsi Sumatera Utara.
Gambar 5. Peta Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Sumber: http://www.dephut.go.id (2006).
Di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ini terdapat Suaka Margasatwa yaitu Gunung Leuser, Kleut, Sekundur, Langkat Barat dan Langkat Selatan serta Kappi. Kemudian diperluas lagi dengan kawasan hutan mintakat
64
penyangga di luar Taman Nasional dan mintakat penyangga di dalam Taman Nasional yang meliputi Tamiang Selatan (Aceh Timur), Sibayak I (Deli Serdang), Sibayak II (Tanah Karo), Sinabung (Tanah Karo), Sembala Barat (Aceh Tenggara), Dolok Sembelin (Dairi), Kluet (Aceh Selatan), Hulu Kluet (Kluet Utara-Aceh Selatan). Daerah Pantai Barat Tapak Tuan – Blang Pidie (Aceh Selatan), Bener Gayo dari Tranggon sampai Lesben (Aceh Tenggara). Gugusan Bukit Barisan yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional merupakan rangkaian dari tiga puncak gunung berapi yang tertinggi di Sumatera. Dataran rendah yang sampai ke pantai hanya daerah Kluet Laut dan Sekundur Laut. Oleh karena bagian terbesar diantaranya banyak lipatan-lipatan seperti Lembah Alas Reman yang membagi Suaka Gunung Leuser menjadi dua bagian yaitu bagian Timur dan Barat.
Gambar 6. Pegunungan di Kawasan TNGL Sumber: http://www. leuserfoundation.org (2006).
Dari Hutan Taman Nasional Gunung Leuser ini terdapat banyak aliran sungai dan air yang selalu mengalir sepanjag tahun. Sungai-sungai tersebut
65
meliputi daerah pantai barat dari Bakongan ke Blang Pidie dan Meulaboh (Bakongan, Kluet, Krueng, Baru, Krueng susoh, Krueng Bates dan Krueng Tippa), Daerah Gayo Luas (Trippa dan Lesten), Daerah Aceh Timur (Lesten, Tumpur, Tumiang, Daerah Langkat, Sekundur dan Sei Besitang, Sei Lepan, Sei Batang Serangan, Sei Musam, Sei Bahorok, Sei Berkail, Sei Wampu, Sei Bekulap, dan Sei Bingai), Daerah Alas Weihni Gumpang, Waihni Marpunga, Lawe Kompas, Lawe Bengkuang.
Gambar 7. Sungai Alas di Aceh Tenggara Sumber: http://www. leuserfoundation.org (2006).
Air Sungai tersebut mengalir sepanjang tahun, bahkan saat musim kemarau sehingga menjadi sumber areal
perkebunan, persawahan dan
perladangan. Di dalam Komplek Taman Nasional Gunung Leuser ini dijumpai pula dua danau yaitu Danau Bangko dengan luas 100 ha dan Danau Kawah seluas 10 ha, keduanya berada di daerah Suaka Kluet dan Suaka Kappi (Timur Marpunga).
66
5.3. Letak dan Batas Secara organisatoris pengelolaan, dan pengawasan Taman Nasional Gunung Leuser Rayon Bahorok berada pada zone peralihan yaitu 600 s/d 1500 m dari permukaan laut. Peralihan ini dimaksudkan sebagai peralihan zone dataran rendah dan pegunungan. Kemiringan perbukitannya berkisar 15 sampai 40 persen. Pada kemiringan tersebut kemampuan tanah secara umum memiliki kedalaman efektif 30 – 60 cm, tekstur kasar, drainase tidak pernah tergenang, erosi tidak ada dan faktor pembatasnya permukaan bebatuan. Sedangkan dataran rendahnya memiliki kemiringan dua sampai 15 persen dan nol sampai dua persen. Kedalaman efektifnya 60 – 90 cm dan tidak terdapat faktor pembatas (BPN Kabupaten Langkat). Di wilayah Kabupaten Langkat, dijumpai berbagai jenis penggunaan tanah antara lain perkampungan (pemukiman), sawah yang diusahakan satu kali setahun, sawah yang diusahakan dua kali setahun, tegalan, kebun campuran, perkebunan besar, perkebunan rakyat, hutan lebat, hutan belukar, hutan sejenis, semak, rawa, alang-alang dan tambak ikan. Perkampungan ditemui mulai dari tepi pantai sampai pada ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Persawahan ditemukan pada ketinggian nol sampai tujuh meter dari permukaan laut dan lebih 500 meter diatas permukaan laut. Sawah yang panen satu kali dalam setahun terdapat pada ketinggian nol sampai tujuh meter dan lebih 100 meter diatas permukaan laut. Sedangkan sawah yang dua kali panen dalam satu tahun terdapat pada ketinggian tujuh sampai 100 meter diatas permukaan laut. Secara umum juga didapatkan tegalan pada ketinggian nol
67
atau lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut dengan tanaman untuk kebutuhan sendiri baik dalam bentuk tanaman maupun tanaman muda.
5.4. Keadaan Iklim Sesuai dengan sistem klasifikasi yang ditetapkan oleh Schmidt dan Fergusson kawasan ini termasuk dalam tipe curah hujan A, sedangkan rata–rata curah hujan adalah 4.673 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Sedangkan suhu minimum adalah 20 derajat C, suhu maksimum berkisar 28 derajat C. Kisaran suhu rata– rata 25 derajat C, kelembaban nisbi 72 persen (minimum) dan kelembaban nisbi maksimum 92 persen. Angin bertiup dengan kecepatan sedang dan kadang bertiup dengan kuat disertai badai dalam waktu singkat yang menyebabkan kerusakan dengan tumbangnya pohon–pohon (misalnya angin bahorok). Di daerah yang lebih tinggi seperti daerah pegunungan kecepatan angin lebih besar dan bertiup ke satu arah sehingga menimbulkan perubahan bentuk tajuk pohon. Di daerah Gunung Leuser, awan atau kabut meningkat semakin ke atas pada ketinggian 1000 m dari permukaan laut. Kabut ini mempunyai pengaruh yang sedemikian rupa terhadap iklim pada ketinggian 1.700 sampai 2.300 m dari pada laut, kabut semakin berkurang.
5.5. Kekayaan Flora dan Fauna Taman Nasional Gunung Leuser kaya akan berbagai jenis flora dan fauna. potensi dari flora dan fauna merupakan sumber biodiversitas yang wajib
68
dilestarikan. Oleh karena itu perlu upaya perlindungan dan pelestarian serta menjaga kelestarian kawasan hidup mereka. 5.5.1. Potensi Flora Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser terdiri dari hutan pantai atau rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan pegunungan yang sebagian besar kawasan didominasi oleh ekosistem hutan Dipterocarpaceae dengan flora langka khas Raflesia atjehensis dan Johanesteinimania altifrons (pohon payung raksasa) dan Rizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar yang langka dan dilindungi dengan diamater bunga adalah 1,5 meter. Selain itu, juga terdapat tumbuhan yang unik yaitu ara atau tumbuhan paceklik. Taman Nasional Gunung Leuser, memiliki penyebaran vegetasi hutan yang lengkap mulai dari vegetasi hutan pantai/rawa, hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi dan pegunungan. Diperkirakan ada sekitar 3.500 jenis flora. Flora. Di TN Gunung Leuser terdapat sekurang-kurangnya separuh dari 95 jenis Dipterocarcease (misalnya meranti dan keruing). Salah satu jenis adalah pohon kapur (Dryobbalanops aromatica). Terdapat beberapa buah-buahan yang enak di makan, antara lain jenis Jeruk Hutan (Cittrus Macroptera), Durian Hutan (Durio exyleyanus dan Durio zibethinus), Buah Menteng (Baccaurea montleyana dan baccaurea racemosa), Duku (lansium domesticum), Limus (Mangifera feotida dan manifera guardriffolia), Rukem (Flacourtia rukam) dan Rambutan (Nephelium lappaceum). 5.5.2. Potensi Fauna Taman Nasional Gunung Leuser juga kaya akan jenis fauna mulai dari Mamalia dan atau Primata, Carnivora, Herbivora, Aves, Reptil, Amphibi, Pisces
69
dan Invertebrata. Diperkirakan ada sekitar 89 jenis satwa yang tergolong langka dan dilindungi ada di sini di samping jenis satwa lainnya. Untuk jenis mamalia dan atau primata Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 130 jenis mamalia atau sepertiga puluh dua dari keseluruhan jenis mamalia yang ada di dunia atau seperempat dari seluruh jumlah jenis mamalia yang ada di Indonesia. Diantaranya yang paling menonjol adalah Mawasa (Pongo pygmaeus abelii), Sarudung (Hylobates lar), Siamang (Hylobates syndactilus), Kera (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestriana) dan Kedih (Presbytis thomasi). Untuk jenis satwa carnivora seperti Macan dahan (Neofelis nebulosa), Beruang
(Helarctos
malayanus),
Harimau
sumatera
(Phantera
tigris
Sumatraensis). Jenis satwa herbivora seperti Gajah (Elephas maximus), Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatraensisi), Rusa (Cervus unicolor). Jenis satwa burung (Aves), diperkirakan ada sekitar 325 jenis burung di Taman Nasional Gunung Leuser atau sepertiga puluh dari jumlah jenis burung yang ada di dunia. Diantaranya yang paling menonjol adalah Rangkong Badak (Buceros rhinoceros). Jenis fauna Reptilia dan Amphibia didominasi oleh jenis fauna ular berbisa dan Buaya (Crocodillus sp). Untuk fauna jenis Pisces yang menarik adalah Ikan Jurung (Tor sp), yang merupakan ikan khas Sungai Alas dan dagingnya terkenal akan kelezatannya serta bisa mencapai panjang 1 meter. Sedangkan jenis fauna Invertebrata, didominasi oleh Kupu-kupu. Satwa langka dan dilindungi yang terdapat pada hutan Taman Nasional Gunung Leuser antara lain: -
Orang Utan (Pongo pygmaeus abelii)
70
-
Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)
-
Harimau loreng Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
-
Gajah Sumatera (Elephas maximus)
-
Beruang Madu (Helarctos malayanus)
-
Burung Rangkong Papan (Buceros bicornis)
-
Anjing Ajag (Cuon Alpinus)
-
Siamang (Hylobates syndactylus)
5.6. Keadaan Demografi Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser pada tahun 1990 berjumlah 1.000.321 jiwa terdiri atas 493.588 jiwa kaum laki– laki dan 510.733 jiwa kaum wanita. Dari sebaran angka jumlah kaum laki–laki dan wanita terlihat jumlah kaum wanita relatif lebih besar jumlahnya bila dibandingkan dengan kaum laki–lakinya. Secara lebih terperinci komposisi penduduk yang bertempat tinggal di empat kabupaten yang berdampingan dengan Taman Nasional Gunung Leuser diperlihatkan oleh Tabel 2 berikut ini. Tabel 3. Jumlah Penduduk di Kawasan TNGL Tahun 1990 Nama Daerah
Jumlah
Laki-laki
Perempuan
%L
%P
Pendduduk
(L)
(P)
Aceh Tenggara
171.351
84.363
90.968
48,1
51,9
Aceh Selatan
282.561
136.618
145.943
48,3
51,7
Kab. Langkat
360.146
181.244
178.902
50,3
49,7
Kab. Karo
186.263
91.343
94.920
49,0
51,0
Sumber: Badan Pusat Statistik, 1992(diolah).
Adapun luas masing-masing wilayah yang berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser khususnya kecamatan yang terdapat pada setiap
71
kabupaten diperlihatkan oleh Tabel3. Berdasarkan tabel tersebut jelas terlihat bahwa daerah Aceh Tenggara merupakan wilayah yang memiliki areal terbesar berdampingan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Tetapi daerah ini kepadatan penduduknya masih rendah yaitu 18 jiwa/km2, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Tanah Karo masing-masing 74 jiwa/km2 dan 113 jiwa/km2. Dengan indikasi jumlah penduduk yang jarang ini menandakan bahwa lahan-lahn yang dikuasai tidak dimanfaatkan secara sepenuhnya. Tabel 4. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kawasan TNGL Tahun 1990 No Kabupaten
Luas
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Lahan*
Penduduk
Penduduk**
1.
Aceh Tenggara
9.950,98
432,40
175.351
17,6
2.
Aceh Selatan
7.982,02
457,05
282.561
39,4
3.
Langkat
4.850,01
1419,80
360.146
74,3
4.
Karo
1.642,80
508,11
186.263
113,4
Jumlah
24.425,09
2817,35
1004.281
230,6
Keterangan: * Lahan pertanian = (sawah, tegalan, perkebunan, kebun campuran) ** dalam jiwa/ km2 Sumber Data Badan Pusat Statistik 1992(diolah).
Tetapi bila didasarkan pada luas wilayah yang sudah sepenuhnya dipergunakan untuk kegiatan ekonomi masyarakat, maka kepadatan penduduk saat ini 386 jiwa/km2. Jika pertumbuhan penduduk 2,7 persen pertahun maka dalam jangka waktu 30 tahun kepadatan penduduk menjadi 859 jiwa/km2. Berbeda dengan wilayah Aceh Selatan, walaupun penduduk masih jarang, tetapi dengan penggunaan sepenuhnya lahan maka kepadatan penduduk menjadi 179 jiwa/km2. Begitu pula halnya dengam kepadatan penduduk untuk kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat. Jumlah penduduk dan kepadatannya untuk tahun 2000 diperlihatkan oleh Tabel 4. Jika dibandingkan dengan tahun 1990 maka terdapat perubahan tidak
72
hanya pada jumlah penduduk namunjuga pada luasan kabupaten yang terkait dengan adanya pemekaran. Untuk empat kabupaten yang sama terlihat bahwa kepadatan penduduk untuk kabupaten yang berada dalam wilayah provinsi Sumatera Utara lebih padat. kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kabupaten Karo yaitu 235,1 jiwa/km2. Tabel 5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kawasan TNGL Tahun 2000 No Kabupaten
Luas
Jumlah
Kepadatan
Wilayah
Penduduk
Penduduk
1.
Aceh Tenggara
4.231
145.568
34.4
2.
Aceh Selatan
7.314
261.307
35.7
3.
Langkat
6.272
902.986
143,9
4.
Karo
2.127
500.000
235,1
Jumlah
19.944
1.809.861
90.7
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2005 (diolah).
Kehidupan penduduk di beberapa kabupaten yang berdekatan dengan Taman Nasional gunung Leuser Dapat digambarkan sebagai berikut untuk wilayah Aceh Tenggara secara proporsional mata pencaharian penduduk sebagai petani 83 persen, buruh tani 1 persen, buruh 5,5 persen, pegawai 3 persen, industri kecil 0,4 persen, pedagang 3 persen, penganggur 4,1 persen. Untuk kabupaten Aceh Selatan angkatan kerja yang tersebar pada berbagai bidang mata pencaharian yaitu petani 25,84 %, buruh tani 4,48 %, nelayan 6,13 %, peternak 7,49%, buruh 0,38 %, pedagang kecil 2,38 %, industri kecil/kerajinan 1,5 %. Pegawai 1,55 %, pedagang 0,06 %, dan belum bekerja 50,19 %. Dari daerah ini potensi tenaga kerja untuk TNGL sangat banyak tersedia.
73
5.7. Keadaan Sosial Secara umum penduduk yang bertempat tinggal di beberapa kabupaten yang berbatasan dengan TNGL adalah penduduk asli dan kaum pendatang. Sukusuku yang bertempat tinggal di kawasan ini adalah Suku Alas, Gayo, Singkil, Karo, Tapanuli, Dairi, Aceh, Minang, dan Jawa. Dari seluruh penduduk yang ada proporsi penganut agama dapat dilihat dari Tabel 5. Tabel 6. Komposisi Sarana Ibadah dan Agama dalam Persen Tahun 1990 Nama Daerah
Islam
Kristen Protestan
Lain2
Katolik
Masjid
Hindu
Gereja
Hindu
Protestan
Katolik
Budha
Budha Kab.Aceh
75,5
21,4
3,1**
-
447*
82
82
-
98,6
1,08
0,17
0,12
1.288*
1
2
-
19
46,31
12,96
21,70
72
44
262
3
1.399
-
108**
2
Tenggara Kab. Aceh Selatan Kab. Karo
Kab. Langkat 90 Keterangan: Sumber Badan Pusat Statistik, 1992. * Meliputi masjid, musholah dan langgar ** Termasuk penganut Hindu / Budha *** Termasuk Protestan
Dengan gambaran tabel tersebut secara umum penduduk yang tinggal di sekitar kawasan ini beragama Islam yaitu Aceh Tenggara 75,5 persen, Aceh Selatan 98,6 persen dan Kabupaten Langkat 90 persen, sedangkan Kabupaten Karo 19,03 persen, selain itu penganut Kristen Protestan mayoritas kedua yaitu 72 persen, bertempat tinggal di Kabupaten Karo. Dengan gambaran ini sebenarnya pendekatan agama untuk melakukan pengamanan, pemeliharaan serta pengawasan kawasan dapat dilakukan dengan tepat. Di daerah penelitian yaitu dusun Paman Samelir jumlah kepala keluarga 44, jumlah penganut kristen 30 KK, Islam 10 KK dan selebihnya belum beragama, di dusun ini terdapat sebuah gereja.
74
Secara administrasi di daerah Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Aceh Selatan, daerah yang paling rendah disebut Gampong yang dikepalai oleh seorang Keuchik setara dengan Kepala Desa, selain itu juga terdapat daerah pemukiman berupa gabungan beberapa desa yang dikepalai oleh seorang mukim. Adapun tugas kepala mukim mengkoordinir kegiatan-kegiatan desa yang berada dalam mukimnya, secara hierarkis setara dari pada mukim ini adalah kecamatan. Di setiap mukim terdapat sebuah masjid dan seorang imam yang bertanggung jawab atas kegiatan agama.
Sedangkan di daerah Langkat pangkat terendah
adalah kepala dusun yang bertanggung jawab pada kepala desa. Sesuai dengan masa pertumbuhan dan pembangunan di seluruh kawasan Gunung Leuser sarana pendidikan umum telah tersedia sampai tingkat desa dan kecamatan, secara lebih lengkap dapat dilihat melalui Tabel 5. Berdasarkan data yang tertera pada tabel terlihat bahwa jumlah murid yang masuk ke SLTA tidak seimbang dengan jumlah murid yang bersumber dari SD dan SMP. Tabel 7. Fasilitas Pendidikan di Sekitar Kawasan Leuser Tahun 1990 Nama Daerah
Jumlah Murid
Guru-Guru**
SD
SMP
SMA
SD
SMP
SMA*
SD
Kab. Aceh Tenggara
191
27
7
37.336
8.929
3.142
-
-
Kab. Aceh Selatan
342
40
19
55.963 10.585
5.145
-
-
Kab. Karo
226
38
18
38.104 12.304
7.289
1805
726
442
5125 2616
850
Kab. Langkat 304 38 19 72.239 17.742 7.080 Keterangan: Sumber Badan Pusat Statistik, 1992. * Termasuk sekolah–sekolah sederajat SMEA, STM, dan SGO ** Termasuk Guru swasta dan Guru Negeri.
SMP SMA
Dengan gambaran tersebut penduduk kabupatenAceh Tenggara dan Aceh Selatan mempunyai jumlah calon tenaga kerja yang berpendidikan rendah yaitu tamatan SD dan SMP. Keadaan tersebut juga tidak jauh berbeda dengan penduduk
75
yang terdapat di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo. Namun sebagai catatan, khususnya pada dusun yang di survey yaitu dusun Pamah Semelir hanya memiliki sebuah SD sedangkan pada dusun Juma Lade anak usia sekolah cenderung meninggalkan sekolah karena lokasi yang relatif jauh. Untuk mengetahui tingkat kesehatan masyarakat sekitar Gunung Leuser sarana–sarana kesehatan pada umumnya telah tersedia hampir disemua tempat yang diperlihatkan oleh Tabel 7. berikut ini: Tabel 8. Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis di Kawasan TNGL Tahun 1990 Nama Daerah Kab. Aceh Tenggara1 Kab. Aceh Selatan2 Kab Langkat3 Kab Karo4
Puskesmas
Dokter
Perawat
Bidan 19
Puskesmas Pembantu 22
Balai Pengobatan 3
Lain nya -
10
8
20
16
6
15
-
-
-
-
10
13
15
-
14
16
2
12
14
133
80
-
25
-
Keterangan: 1. Sembilan kecamatan 2. Enam belas kecamatan 3. Tujuh kecamatan 4. Termasuk dokter swasta
Meskipun tenaga medis dan tenaga non medis serta sarana fisik telah dibangun. Dengan data tersebut maka kabupaten Karo menunjukkan jumlah sarana /prasarana yang memadai.
Di daerah ini perbandingan antara tenaga dokter
dengan jumlah penduduk 1 : 5.060. Perbandingan ini masih relatif kecil. Untuk daerah Aceh Selatan dari enam belas kecamatan hanya terdapat enam orang dokter, 15 orang tenaga perawat, dan perawat-perawat ini terdapat pada 10 kecamatan. Sedangkan keadaan sarana kesehatan di daerah Kabupaten Langkat tenaga dokter puskesmas telah tersedia pada semua kecamatan, namun
76
tenaga dokter spesialis belum ada. Di daerah juga terdapat dua rumah sakit umum. Jika di bandingkan antara jumlah penduduk dengan jumlah dokter yang tersedia maka satu dokter melayani 36.000 orang.
Hal ini menunjukkan
kurangnya tenaga medis yang diperlukan. Khusus untuk lokasi penelitian baik di dusun Pamah Semelir dan Jumalade, penduduk yang ingin berobat ke puskesmas harus berjalan menempuh jarak enam kilometer sampai 10 km. 5.8. Keadaan Ekonomi Melalui angka-angka pada Tabel 8. dapat dilihat bahwa Kabupaten Aceh Tenggara lahan yang dikuasai masyarakat secara langsung adalah seluas 45.404,75 ha. Tabel 9. Penggunaan Lahan Penduduk Gunung Leuser Tahun 1990 Tata Guna Kab. Aceh Kab Aceh Kab. Karo Kab. Langkat Lahan Tengara Selatan Pemukiman 2.107 ha 3.297 ha 1.277 ha -* Sawah 27.443 ha 16.337 ha 14.290 ha 18.721 ha Perkebunan rakyat 5.618 ha 34.406 8.275 ha 46.145 ha Kebun campuran 10.054 ha 4.786 ha 276 ha Ladang pindah-pindah 7 ha 423 ha Tambak Ikan 57,50 ha 30.901 ha -* Padang Alangalang 9.626 ha -* Hutan 949.661 ha 677.693 ha 103.675 ha -* Lain-lain 32,50 ha -* Pekarangan Tegalan 65.302 ha -* Perladangan 28.611 ha 47.025 ha 15.871 ha tetap 7.553 ha -* Rawa 53.801 ha 1.447 ha -* Keterangan: Sumber BPS Kab. Tingkat II, 1992. * tidak ada data.
77
Jumlah rumah tangga yang menempatinya sebanyak 31 KK. Sehingga rata-rata pemilikan lahan 1,45 ha tiap rumah tangga. Daerah Aceh Selatan seluruh wilayah luasnya 891.000 ha dengan tata guna lahan yang tertera pada Tabel 8. Maka 123.100 ha lahan yang dikuasai oleh masyarakat. Jumlah rumah tangga 56.954 sehingga setiap rumah tangga rata-rata menguasai lahan 2,16 ha. Kabupaten
Karo
secara
menggunakan lahan sawah seluas
keseluruhan
232.803
jiwa.
Masyarakat
14.290 ha, yang telah berproduksi 10.192 ha
dengan total produksi 36.285 ton. Dengan melihat tingkat kebutuhan padi per kapita per tahun 250 kg, maka di daerah ini surplus sebesar 12.609, 68 ton. Bagi penduduk di lokasi penelitian Dusun Pamah Semelir, sawah yang diolah semula 40 ha dengan kemampuan produksi per hektar 4000 kg.
Namun dengan
terjadinya tanah longsor yang menutupi sawah seluas enam ha menyusut menjadi 34 ha. Dengan penyusutan ini jumlah produksi padi sawah ini menjadi 153 ton. Bagi daerah Kabupaten Langkat 94 % penduduk tinggal di daerah pedesaan, jumlah penduduk miskin 26.269 KK atau 158.637 jiwa. Dari data penggunaan lahan tersebut masyarakat memiliki ketergantungan pada hasil usaha pertanian pada lahan yang digarapnya. Dengan kemampuan dan tingkat produksi tersebut masyarakat berusaha meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Usaha-usaha pertanian dan jenis yang diusahakan dapat dilihat dari Tabel 9. Selain memproduksi produk-produk pertanian tersebut di daerah-daerah ini masih banyak komoditi lain yang berkembang diantaranya
kopi, coklat,
kelapa sawit, kelapa, nilam. Sedang dari kawasan hutan masih ada penduduk yang melakukan penebangan liar, menjual kayu gergajian atau kayu gelondongan.
78
Berdasarkan pada data yang tersedia pendapatan di daerah Aceh Selatan pada tahun 1992 untuk tingkat desa adalah Rp 104.118, tingkat kecamatan Rp 108.978 dan tingkat kabupaten sebesar 111.086/tahun. Tabel 10. Produksi Tata Guna Lahan Penduduk Gunung Leuser Tahun 1990 No Jenis Produksi Kab. Aceh Kab. Aceh Kab. Karo Kab. Selatan Tenggara Langkat 1. Padi 125.000 102.6000 81.254 296.989 2. Jagung 18.000 200 44.969 141.244 3. Kacang Tanah 100.000 225 47.086 1.472 4. Kacang Hijau 3.200 115 1.749 824 5. Kedelai 2.600 250188 9.752 6. Ketela Pohon 91.000 350 17.359 7. Ketela Rambat 17.000 275 386 5.588 8. Buah-buahan 3.008.000 40.000 9. Sajur-sayuran 18.200 4.500 10.800 10. Ikan 650 13.823 309.6000 11. Perkebunan 10.200 177 12. Ternak 880 350 13. Bawang Putih 765 14. Bawang Merah 853 15. Bawang Prei 28.147 16. Kol 3.471 17. Sayur Petsin 11.563 18. Kentang 4.738 19. Wortel 8.434 20. Tomat 2.252 21. Cabe 2252 22. Lobak 2.389 23. Buncis 1.208 Sumber: Badan Pusat Statistik, 1992.
Mata pencaharian penduduk yang utama adalah berladang, bertani dan berkebun serta sebagian ada yang menjadi pegawai negeri dan berdagang. Untuk menambah pendapatan ada sebagian penduduk yang mencari ikan di sungai yang terdapat di sekitar lokasi survai yaitu dusun Pamah Semelir dan Juma Lade. Sedangkan pertanian dilakukan dengan cara perladangan campuran artinya pada lahan darat seluas tertentu ditanami dengan beraneka tanaman muda seperti cabe,
79
bawang, kacang tanah, buncis, kol, sawi, markisa, tomat, bawang putih, jambe, dan padi darat. Jenis tanaman yang beraneka ragam tersebut diutamakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan bila berlebih baru dijual ke pasar lokal yang terdekat pada hari Rabu dan kamis. Tabel 11. Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Langkat Tahun 1990 No. Jenis Tanaman Luas (ha) Produksi (ton) Produktifitas (ton/ha) 1. Karet 31.978 14.737,20 0,46 2. Kelapa Sawit 10.333 112.733,20 10,09 3. Coklat 405 48,64 0,12 4. Kemiri 191 40,85 0,21 5. Kopi 2800 1.921,8 0,70 6. Tebu 482 9560,65 19,80 7. Nilam 10 1,20 0,12 8. Lada 12 6,20 0,51 9. Cengkeh 1.135 113,60 0,10 Sunber: BPS Kabupaten Langkat, 1992 (diolah).
Sawah di dusun Pamah Semelir oleh penduduk ditanami padi jenis lokal untuk masa tanam satu kali dalam satu tahun dengan kapasitas produksi di bawah 4.000 kg/hektar. Kegiatan bersawah yang satu kali tanam dalam satu tahun ini menurut penduduk disebabkan oleh keadaan iklim yang memiliki musim hujan yang sangat panjang.
Sehingga pada bulan tertentu penduduk dusun Pamah
Semelir membutuhkan beras dari desa lain perminggu sebanyak 300-400 kg. Situasi ini akan terhenti bila musim panen tiba. Di samping kegiatan tersebut diantara penduduk dusun Pamah Semelir masih ada juga yang menambah pendapatan hariannya dengan penebangan kayu di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang arealnya di luar batas taman tapi masih termasuk dalam jalur kawasan Buffer Zone. Menurut petugas PHPA yang terdapat dilokasi ini, hal tersebut hanya dapat dihimbau tetapi tidak dapat dicegah karena pohon kayu
80
masuk dalam areal lahan yang diakui milik penduduk. Oleh penduduk, kayu yang ditebang dijual dalam bentuk papan, broti, maupun gelondongan dengan ukuran panjang dua meter.
Penduduk
Juma Lade yang terdiri atas 20 KK, secara
keseluruhannya bermata pencaharian di sektor pertanian berupa penanaman karet, coklat dan tanaman lain seperti cengkeh, perladangan diupayakan menanam padi darat dan kacang tanah. Padi darat per hektar dalam satu kali tanam dalam satu tahun di bawah 3000 kg. Sedangkan tanaman coklat, produksi pertahun coklat kering adalah 935 kg, karet antara 45-65 kg per minggu untuk luas lahan rata-rata dua hektar. Pohon coklat yang terdapat di lokasi Juma Lade ini rata-rata berusia tujuh tahun dan pohon karet rata-rata berusia delapan tahun. Di Juma Lade kegiatan persawahan relatif sempit karena lokasinya berbukit-bukit dan jauh dari air sungai.
5.9. Perhubungan Untuk mencapai lokasi survei produk bukan kayu kawasan TNGL khususnya wilayah Langkat Selatan yaitu dusun Pamah Semelir dan Juma Lade perhubungan darat dapat dilakukan dengan dimulai dari Binkai ke Pamah Semelir dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sampai desa Telaga. Dari desa Telaga ke dusun Pamah Semelir ditempuh dengan jalan atau gerobak. Alokasi waktu yang diperlukan untuk sampai ke dusun paling cepat satu jam perjalanan tanpa berhenti. Sedang untuk mencapai lokasi Juma Lade dari Binjai hingga Bahorok, berjarak 54 km, dari Bahorok ke lokasi tidak ada kendaraan dan untuk menuju lokasi perlu menyewa kendaraan khusus, sampai pada daerah Kebun Pulo Rambung. Dari titik ini lokasi ditempuh dengan jalan kaki karena tidak ada
81
kendaraan, perjalanan memerlukan waktu empat jam dan di dusun Juma Lade seluruh jalan umumnya jalan setapak. Keadaan yang sedemikian itu menyebabkann sulitnya mencapai lokasi yang memiliki objek potensial untuk diketahui dan kemudian dikembangkan. Usaha membuka jalur ketertutupan ini mulai agak terbuka dengan daerah-daerah luar terutama untuk jalur bagian barat Taman Nasional yaitu dengan intensitas pembangunan jalan Medan – Tapak Tuan – Banda Aceh serta rehabilitasi jembatan. Selain itu untuk daerah bagian barat ini dengan adanya tiga pelabuhan laut, sarana hubungan laut sangat penting dikembangkan. Tersedianya sarana pos dan telekomunikasi serta peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan rumah penginapan akan menambah daya tarik wilayah ini. Seiring dengan laju perkembangan di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, kawasan TNGL bagian tengah yang meliputi Aceh Tenggara yaitu Kota Cane – Blang Keheren – Medan dan Banda Aceh dalam waktu dekat dapat dilalui dengan darat. Terbukanya jalur ini akan memperbesar peluang wilayah tengah untuk mengembangkan potensi-potensi alamiahnya, mengingat jalur tempuh wilayah tengah hanya dengan alternatif jalan darat dari Medan ke Kota Cane Membutuhkan waktu lebih kurang 5 – 6 jam dan ini sangat melelahkan. Oleh karena itu untuk jangka panjang perlu dipertimbangkan pelabuhan udara di Kota Cane. Demikian pula halnya penyediaan fasilitas telekomunikasi, pos, telephon, penginapan, dan rumah makan perlu mandapat perhatian yang lebih seksama. Lokasi penelitian yaitu dusun Pamah Semelir dan Juma Lade berada pada wilayah bagian timur TNGL. Secara umum wilayah ini berada pada provinsi Sumatera Utara yaitu Kabupaten Langkat. Daerah ini sepanjang pantai timur
82
bertopografi landai.
Sarana perhubungan didominasi jalur darat dengan
menggunakan jalur negara yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat, jalur darat Langkat merupakan jalur urat nadi lalulintas Sumatera Utara dengan Provinsi Aceh. Untuk mencapai daerah Langkat melalui jalur laut melewati Pelabuhan Belawan sedangkan jalur udara melalui Pelabuhan Polonia. Untuk wilayah Langkat melalui jalur darat antara satu wilayah dengan wilayah lain telah terbuka dan dapat dijangkau dengan menggunakan roda empat maupun roda dua. TNGL yang ada di daerah Langkat memiliki obyek–obyek yang khas dan dapat dikembangkan dengan berdampak ekonomi. Sebagai contoh kawasan Bukit Lawang sebagai pusat rehabilitasi orang hutan. Untuk mencapai lokasi ini dapat melalui Kota Binjai. Di Bahorok telah tersedia rumah makan, sarana penginapan, telekomunikasi, pos maupun telephon.
5.10. Pola Zonasi Taman Nasional Gunung Leuser Sebagaimana telah diketahui bahwa keberadaan gunung Leuser sebagai kawasan lindung memiliki kegunaan, fungsi dan atribut. Setiap nilai mempunyai harga yang tidak dapat diukur secara kualitatif. Untuk mewujudkan tujuan ganda yang digariskan IUCN. TNGL sebagai kawasan konservasi dengan manajemen wilayah yang terpadu antara kepentingan konservasi dengan kepentingan kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Berdasarkan pada tujuan pengelolaan yang sesuai dengan komponen ekosistem yaitu: (a) Daerah inti diperuntukkan sebagai perlindungan dan pelestarian habitatsatwa liar (terutama dari jenis mamalia terbesar), lokasi tidak terpencar-
83
pencar (tersebar), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Selain itu juga untuk melindungi tipe – tipe vegetasi dan flora langka dari gangguan manusia. Zona ini merupakan zona yang tidak diperluka apa-apa kecuali untuk penelitian. Berdasarkan potensi alamiah yang ada (topografi dan fisiografi lapangan, tipe ekosistem, flora dan fauna), TNGL dibagi ke dalam tujuh zona inti yakni: 1. Kompleks Gunung Leuser Zona inti kompleks Gunung Leuser berlokasi pada ketinggian 900 – 3.446 m dpl. Keadaan topografinya berat dan terjal sehingga jarang dijamah manusia. Zona ini memiliki tipe ekosistem hutan hujan bawah, hutan hujan tengah dan hutan hujan atas dengan keanekaragaman flora yang tinggi dan diprioritaskan sebagai tempat perlindungan harimau. 2. Kompleks Gunung Kemiri Kompleks Gunung Kemiri berada pada ketinggian 3.340 m dpl, mewakili tipe ekosistem hutan tengah dan hutan hujan tinggi. Seperti halnya dengan fauna Leuser, daerah relatif masih asli, belum dijamah manusia, hanya beberapa peneliti, yang telah sampai ke tempat tersebut. Menurut informasi daerah ini merupakan habitat kancil dan merupakan daerah jelajah harimau. 3. Komples Gunung Mamas dan sekitarnya Daerah berlokasi pada ketinggian 450 – 1.500 m dpl dengan tipe hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah, daerah ini diperuntukkan sebagai tempat perlindungan badak Sumatera, orang hutan, dan harimau. 4. Kompleks Gunung Obor Terletak pada ketinggian 900 – 1000 m dpl, mewakili ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Daerah tersebut merupakan tempat penyebaran
84
berbagi satwa diantaranya harimau, beruang, kambing hutan, rusa badak, gajah, siamang dan orang hutan. Dekat dengan daerah ini di kawasan hutan Sembah Bala Barat, terdapat “Uning” (saltlich) yang biasanya digunakan oleh gajah. 5. Danau Laut Bangko Danau Laut bangko berada pada ketinggian 5 – 30 m dpl. Daerah ini mewakili tipe ekosistem danau, rawa, dataran rendah, dan hutan hujan bawah. Tipe ekosistem ini merupakan satu-satunya yang terdapat di Taman Nasional. 6. Kompleks Kappi dan Langkad Barat Daerah inti Kompleks Kappi terdiri dari sebagian daerah Kappi dan daerah Langkad Barat.
Daerah tersebut terutama merupakan daerah habitat dan
daerah jelajah gajah, daerah jelajah harimau dan tempat penyebaran orang hutan. Daerahnya terletak pada ketinggian 150 – 2.300 m dpl terdiri atas ekosistem hutan hujan tengah.
Di daerah ini terdapat dataran kopi yang
merupakan sebagian kecil dari areal TNGL yang relatif datar dengan lereng yang tidak terjal, areal seperti ini merupakan areal yang sangat penting bagi kehidupan satwa liar. 7. Kompleks Langkat Terletak pada ketinggian 450 – 2.561 m dpl, daerah ini mewakili ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Daerah inti Kompleks Langkat diutamakan sebagai tempat perlindungan orang hutan dan sebagai tempat penyebaran (daerah jelajah) harimau. (b) Daerah Rimba; diperuntukkan sebagai perlindungan tata air serta memberikan kesempatan kepada manusia untuk dapat menikmati dan melihat
85
keaneka ragaman flora dan fauna hutan hujan tropika basah. Jika kita dapat menyaksikan gejala-gejala alamiah yang unik seperti sumber air panas. Daerah ini
sambung-menyambung
melingkari
daerah
ini.
Masyarakat
dapat
memanfaatkannya secara terbatas seperti untuk lintas alam, sedangkan untuk penelitian dan pendidikan cukup terbuka. Secara garis besar Zona Rimba TNGL terdiri atas empat daerah yaitu: 1. Zona Rimba Bagian Barat Daerah Rimba Bagian Barat diawali dari daerah Jambu Klowangi, di utara lereng Gunung Leuser menyusuri lereng pegunungan Bukit Barisan sampai ke daerah Kluet dan daerah Renun.
Ketinggian tempatnya bervariasi antara
daerah pantai sampai 200 m dpl yang terdiri dari tipe ekosistem hutan bawah, hutan pantai, hutan rawa, semak belukar, dan hutan sekunder. Di daerah tersebut terdapat habitat atau merupakan penyebaran dan jelajah harimau, beruang ungko, orang hutan, kambing hutan kera, kijang, babi hutan, burung enggan dan penyu. 2. Zona Rimba Bagian Utara Daerahnya membujur dari Jambu Kluange di bagian barat sampai ke daerah Sikundur dengan ketinggian bervariasi dari 200 – 1.800 m dpl. Daerah ini ditumbuhi oleh vegetasi hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Topografinya relatif terjal, terutama di bagian barat di kaki Gunung Leuser. Di daerah ini terdapat jaringan trail dari Blang Kejeren melalui Pendeng menuju Lesteu. Dari Lesteu Trail mengikuti Sungai Lesteu menuju Kuala Simpang Kiri. Trail yang lain menghubungkan Blang Kejeren dengan SM
86
Kappi, sedangkan di bagian barat trail berasal dari Akal lewat Tranggon menuju Blang Pidie Pantai Barat. 3. Zona Rimba Bagian Tengah Di bagian tengah daerah rimba membujur dari daerah Agisan di utara menyusuri lereng/kaki gunung dan lembah Alor sampai ke Muara Renun di bagian Selatan (sebelah Barat Sungai Alor). Sedangkan di sebelah Timur Sungai Alor membujur dari Agisan sampai ke daerah yang berbatasan hutan wisata Gurah (di bagian utara) dan sekitar Gunung Bendahara. Ketinggian tempat antara 150 – 2.000 m dpl, dengan tipe ekosistem hutan hujan bawah dan hutan hujan tengah. Di daerah ini terdapat berbagai potensi yang bisa dinikmati. Flora langka yang menarik adalah bunga Raflesia yang ada di Ketambe.Trail yang cukup penting terdapat di Lembah sungai Alor daerah hilir. Di sini terdapat dua trail yaitu trail dari Jambu Serakut menuju Bekongan dan trail yang lain dari Lau Balang melalui Lau Johar menuju Kedaeemputusan. 4. Zona Rimba Bagian Timur Daerah zona rimba bagian timur membujur dari daerah Sekundur sampai daerah air Tebah.
Ketinggiannya antara 450 – 900 m dpl, dengan tipe
ekosistem hutan hujan bawah. Daerah tersebut merupakan derah penyebaran gajah, harimau, rusa, kancil dan orang hutan. Di sini terdapat stasiun penelitian yaitu stasiun penelitian Ketambe (stasiun penelitian primata dan badak), stasiun penelitian Kluet (harimau), stasiun penelitian Skundur (gajah dan rusa) serta stasiun penelitian Mawas di Bahorok. Intensitas kegiatan manusia di daerah tersebut harus diusahakan sekecil mungkin, terutama untuk
87
kegiatan rekreasi mengingat intensitas manusia yang tinggi dapat mengganggu aktivitas penelitian. (c) Zona Pemanfaatan Intensif; Zona ini merupakan suatu daerah atau beberapa daerah yang mampu menerima pengunjung di dalam kawasan Taman Nasional. Daerah ini potensial untuk dikembangkan sebagai tempat rekreasi yang khas dengan wilayah yang cukup luas. Pengembangan sarana rekreasi diharapkan tidak mengganggu ekosistem yang ada.
Upaya untuk meningkatkan jumlah
pengunjung ke daerah ini hendaknya mempertimbangkan kapasitas daya tampung. Selain itu penetapan batas wilayah zonasi lain perlu diperjelas. Tabel 12. Potensi Zona Pemanfaatan Nama Zona Pemanfaatan Potensi Pengembangan Luas 1. Hutan Wisata Lawe Gurah - Camping Ground 9.600 km - Air Panas - Pemandangan Alam - Udara Segar - Keanekaragaman Flora dan Fauna - Mountainering Gunung - Bendahara 2. Hutan Wisata Sekundur - Kegiatan memancing 600 ka jalur DI - Rafting sepanjang jalur DI - Olah raga air Aras Napal - Atraksi Primata, Gajah, Rusa, Burung dan Biawak - Atraksi Reflesia - Cross jungle 3. Bahorok - Stasiun Rehabilitasi Mawas - Rafting di sungai Bahorok - Vocal Group Primata - Cross Jungle Bahorok–Tanah Karo–Kotacane - Camping, mountaineering 4. Kluet - Wisata Gua Sumber: Pemda Aceh, 1992.
Potensi di dalam zona pemanfaatan intensif dapat diproyeksikan ke beberapa daerah yang diperlihatkan oleh Tabel 11. Jenis bentuk pengembangan
88
yang beragam untuk masing-masing zona pemanfaatan menunjukkan potensi pengembangan untuk pariwisata dari masing-masing daerah tersebut. Selanjutnya yang penting adalah bagaimana memanfaatkan dan mengembangkan potensi yang telah ada agar memberikan manfaat tanpa merusak lingkungan sumberdaya alam bagi kelanjutan pemanfaatannya. (d) Zone luar Taman Nasional Gunung Leuser; zone ini merupakan kawasan diluar Taman Nasional Gunung Leuser tetapi dalam satu kesatuan manajemen Taman Nasional. Zone ini ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer zone) yang berfungsi sebagai sabuk pengaman, kekayaan alamiah sangat luas dan memiliki aneka tanaman asli hutan (biotik) biofisik. Kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser pada saat ini dapat dikelompokkan kepada beberapa keadaan diantaranya adalah: b
Kawasan penyangga utama yaitu kawasan penyanga yang secara langsung berbatasan dengan Taman Nasional. Disini keadaan hutan sangat kaya dengan tumbuhan (tanaman) atau bukan kayu yang memiliki nilai dimasa mendatang. Yang termasuk kawasan ini adalah daerah Langkat Selatan dengan batas mulai sepanjang Bahorok hingga Rumah Semilar Langkat Barat, Sekundur dan Besitang, Gumpung, Marpe dan Kluet. Pada daerah ini diharakan penduduk yang langsung berdampingan dengan kawasan perlu mendapat pembinaan dan pengawasan agar keaslian kekayaan tanaman tidak dikonversikan pada tanaman budi daya.
c
Kawasan penyangga skala kedua yaitu kawasan penyangga yang secara langsung berbatasan dengan Taman Nasional tetapi ditumbuhi oleh hutan.
89
d
Kawasan penyangga hutan skala utama yaitu yang hutannya berada di daratan rendah atau hutan dengan habitat orang utan dan badak.
e
Kawasan penyangga yang keadaannya perlu perhatian yang serius, karena terjadinya proses konversi. Kawasan ini lawan penyerobotan oleh penduduk setempat ataupun oleh kaum pendatang. Mengingat pentingnya kawasan penyangga maka kawasan ini perlu direhabilitasi dengan tanaman atau tumbuhan yang mendukung keaslian ekosistem. Lebih lanjut, keberadaan kawasan penyangga difungsikan kepada usaha
pelestarian produk-produk alamiah
yang dapat dikembangkan ke arah
kesejaheraan sosial masyarakat berupa peningkatan pendapatan. Untuk mencapai sasaran yang multi guna tersebut maka kawasan penyangga memerlukan pengelolaan terpadu antara beberapa lembaga yang terkait. Terutama upaya penyelesaian enclave yang terdapat di dalam lingkungan Taman Nasional.