UPAYA BANK DALAM MENCEGAH DAN MENYELESAIKAN TERJADINYA KREDIT MACET
(Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan) SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi Syarat- syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM Oleh:
SRY KARTIKA RITONGA Nim : 040200116 Departemen : Keperdataan Program studi : Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
UPAYA BANK DALAM MENCEGAH DAN MENYELESAIKAN TERJADINYA KREDIT MACET (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan) Skripsi Disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh :
Nama : Sry Kartika Ritonga Nim : 040200116 Bagian Hukum Perdata Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang Disetujui oleh: Ketua Jurusan Perdata
(Prof.Dr. Tan Kamelo, SH, MS) NIP: 131764556 Program Kekhususan Pembimbing I
Pembimbing II
(T. Darwini SH, M.hum) NIP:130809556
(Puspa Melati SH, M.hum) NIP:132090061
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Pertama- tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, karena hanya berkat Rahmat dan Karunia Nya penulis dapat memulai dan kemudian menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis berkesempatan memenuhi salah satu kewajiban bagi melengkapi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini diberi judul : “Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Kredit Macet” ( Studi Kasus Pada PT. Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan). Penulis menyadari bahwa dalam menyusun dalam karya ilmiah ini penulis akan dihadang banyak kesulitan dan rintangan, baik karena keterbatasan literatur maupun karena beberapa hal lainnya, namun
kendati
demikian, di dorong oleh rasa ingin tahu secara lebih dekat serta hasrat untuk menyajikan sesuatu karya ilmiah yang mempunyai warna tersendiri, maka penulis dalam segala kedangkalan dan keterbatasannya berusaha memulai dan menyelesaikan skripsi ini dengan harapan kiranya dapatlah sekedar memberi variasi guna menambah pembendaharaan khasanah skripsi ini pada almamater penulis disamping manambah wawasan pengetahuan penulis sendiri. Penulis menyadai bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, maklumlah tak ada pengetahuan penulis yang dapat di andalkan kecuali hanya sekedar kesungguhan dan ketekunan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon kemurahan hati pembaca agar kiranga sudi memberikan tegur sapa dan kritik membangun bagi penyempurnaan karya ilmiah ini. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, maka dengan hati yang ikhlas dan penuh hormat penulis menghaturkan terimakasih sebesar-besarnya kepada: Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
1. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH. MS., selaku Ketua jurusan Keperdataan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis bagi kesempurnaan skripsi ini. 2. Ibu T.Darwini, SH. Mhum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. 3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH. Mhum,. Selaku Dosen pembimbing II yang telah bermurah hati untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. 4. Bapak/Ibu Dosen serta Asisten Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. 5. Semua teman sejawat khususnya bagi teman-teman pada Program Reguler Mandiri stambuk 2004 yang telah banyak membantu guna kelancaran penyusunan skripsi ini. Secara khusus ucapkan terima kasih dengan penuh hormat dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis alamatkan kepada Ayah H.Drs Paro Iman Ritonga dan Ibu Hj.Rosilawaty Siregar, yang telah bersusah payah dan penuh sabar telah mengasuh, membimbing, dan membiayai penulis sehingga dapat melintasi jenjang pendidikan, mulai prasekolah sampai perguruan tinggi. Semoga kiranya apa yang telah penulis sajikan dalam skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Medan, Hormat Penulis,
SRY KARTIKA.RITONGA NIM 040200116 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
iii
ABSTRAKSI ............................................................................................
v
BAB I
: PENDAHULUAN ................................................................
1
A. Latar Belakang ................................................................
1
B. Permasalahan ...................................................................
2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .........................................
4
D. Keaslian Penulisan ...........................................................
5
E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................
5
F. Metode Penulisan.............................................................
6
G. Sistematika Penulisan ......................................................
7
: BANK SEBAGAI LEMBAGA PEMBERI KREDIT .........
10
A. Pengertian Bank ..............................................................
10
1. Bank .........................................................................
10
2. Pembagian Jenis Bank ...............................................
14
3. Fungsi Bank ..............................................................
17
B. Pengertian Kredit .............................................................
20
1. Kredit ........................................................................
20
2. Jenis-jenis Kredit ......................................................
22
3. Fungsi Kredit .............................................................
26
4. Tujuan Pemberian Kredit ...........................................
30
C. Landasan Perjanjian Kredit .............................................
30
D. Bentuk Perjanjian Kredit ..................................................
31
E. Besarnya Kredit yang Diberikan ......................................
33
F. Tenggang Waktu Pembayaran Kredit ...............................
35
BAB II
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
BAB III
BAB IV
G. Jaminan Kredit .................................................................
36
: PENGERTIAN KREDIT MACET SECARA UMUM ......
40
A. Kredit Macet ...................................................................
40
B. Sebab-sebab Timbulnya Kredit Macet ..............................
43
1. Faktor Internal ...........................................................
44
2. Faktor Eksternal .........................................................
46
C. Akibat Kredit Macet ........................................................
48
: PENCEGAHAN DAN REALISASI PENYELESAIAN KREDIT ...............................................................................
50
A. Pengawasan dan Pembinaan Dari Bank ...........................
51
B. Penyelamatan oleh Bank .................................................
54
1. Rescheduling..............................................................
55
2. Reconditioning ...........................................................
56
3. Restructuring..............................................................
57
4. Kombinasi..................................................................
58
C. Upaya Hukum Penyelesaian Kredit Macet .......................
60
1. Perdamaian Para Pihak ...............................................
61
2. Penyelesaian Kredit Melalui Proses Hukum ...............
62
D. Eksekusi Jaminan.............................................................
65
: KESIMPULAN DAN SARAN ............................................
75
A. Kesimpulan .....................................................................
75
B. Saran ...............................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
78
LAMPIRAN ............................................................................................
80
BAB V
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Lembaga perbankan sangat penting dalam menunjang sistem keuangan nasional. Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat. Landasan hukum perbankan pada mulanya adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1955 tentang pengawasan Terhadap Urusan Kredit yang diumumkan dalam Lembaran Negara Nomor 2 Tahun 1955. Pemberian kredit pada sistem perbankan dilaksanakan dalam perjanjian kredit, dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada pemohon atau kreditur yang setelah di isi dan dipenuhinya syarat-syarat tertentu, pihak bank akan meneliti permohonan dan syarat yang telah ditentukan apakah pemohon kredit tersebut dapat dipertimbangkan, dan akan diteruskan kepada direksi atau pimpinan. Apabila pada suatu saat sampai terjadi kredit macet maka bank akan melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap nasabah atau debitur, mengenai keuangan ataupun usahanya, dan jika nasabah telah goyah, bank akan bersedia untuk mencarikan jalan keluarnya, yaitu yang disebut dengan tindakan penyelamatan, dan apabila tindakan penyelamatan itu tidak berhasil maka akan ditempuh penjualan agunan secara damai. Pada penulisan skripsi ini metode yang dilakukan adalah dengan penelitian kepustakaan dan penelitian pada lapangan, untuk mendapatkan materi dan bahanbahan didalam penulisan dan juga ditambah dengan buku-buku dan UndangUndang, peraturan, yang bersangkutan dengan materi ada, selain itu juga melakukan wawancara langsung kepada pegawai atau pimpinan PT.Bank Sumut cabang Padang Sidempuan sebagai penunjang kepustakaan. Yang dapat menimbulkan terjadinya kredit macet adalah adanya faktor pelaksanaan perjanjian yang terjadi dalam proses pemberian kredit. Usaha-usaha Bank Sumut untuk mencegah terjadinya kredit macet adalah dengan mengadakan pengawasan dan pembinaan secara langsung dan teratur terhadap debitur agar kredit yang diberikan lancar pengembaliannya proses penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh pihak bank Sumut cabang Padang Sidempuan adalah dengan perdamaian para pihak antara kreditur dan debitur untuk membuat persetujuan agunan secara damai, menempuh jalur hukum apabila tidak ada perdamaian antara para pihak, dan eksekusi jaminan menjadi jalan terakhir dan merupakan tindak lanjut dari proses hukum
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dan perkembangan yang pesat dari perekonomian maupun perdagangan dan dunia usaha pada umumnya, membawa dampak yang semakin besar dalam kebutuhan akan dana atau uang, baik rugi bagi perseorangan maupun dalam bidang usaha sektor formal dan informal. Sesuai dengan Garis Besar Haluan Negara mengamanatkan bahwa dampak dalam tahapan perkembangan jangka panjang usaha pembangunan diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kuat dan seimbang dengan menitikberatkan dalam masalah kemajuan industri dan didukung oleh pertanian yang tangguh, maka hal ini memerlukan biaya yang cukup besar dengan mengandalkan dana dari dalam negeri yang bersumber pada pemerintah, maupun swasta dan ditambah lagi dengan sumber dari luar negeri sebagai pelengkap. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut, pemerintah telah menunjukkan pihak “bank” sebagai lembaga keuangan yang pada prinsipnya berfungsi untuk menghimpun dana pada masyarakat, dan menyalurkannya dana yang dimilikinya kepada masyarakat dan memberikan jasanya dalam lalu lintas pembayaran. Lembaga perbankan sangat penting dalam menunjang sistem keuangan nasional.Bank merupakan industri yang dalam kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan masyarakat. Landasan hukum sistem perbankan di Indonesia mulamula adalah Undang-Undang Nomor 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1955 tentang pengawasan terhadap urusan kredit yang diumumkan dalam Lembaran Negara nomor 2 Tahun 1955. Pemberian atau penyaluran kredit pada sistem perbankan dilaksanakan dalan perjanjian kredit, dimana bank-bank telah menyediakan dana dan formulir kredit tertentu yang diberikan kepada pemohon atau kreditur yang setelah di isi dan dipenuhinya syarat-syarat tertentu, pihak bank akan meneliti permohonan dan syarat yang telah ditentukan. Kemudian ditentukan apakah pemohon kredit tersebut dapat dipertimbangkan, dan akan diteruskan kepada direksi atau pemimpin. Dalam perjanjian kredit banyak masalah-masalah yang akan timbul dan juga berbagai cara menyelesaikan masalah tersebut baik dari pihak bank maupun dari pihak pemohon atau kreditur, oleh karena itu berdasarkan uraian diatas penulis akan mencoba mengetengahkan judul “ Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet Studi Kasus PT.Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan. B. Permasalahan Berdasarkan hasil penelitian penulis masalah yang dihadapi oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Hal apa sajakah yang dapat menimbulkan terjadinya kredit macet ? 2. Apa usaha yang dilakukan oleh Bank Sumut dalam mencegah terjadinya kredit macet ?
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
3. Apa langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank Sumut dalam menyelesaikan kredit macet ? Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka sebagai hipotesa kerja penulis dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bahwa perjanjian kredit telah dibuat sebelumnya, dengan terjadinya kredit macet tentu akan mengalami perubahan. Namun perubahan itu bukanlah perubahan dalam bentuk maupun dalam isi perjanjian, tetapi hanyalah terjadinya pelaksanan salah satu ketentuan atau klausula yang terdapat dalam syarat-syarat umum perjanjian pinjaman dan kredit. 2. Usaha PT.Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan untuk mencegah jangan sampai terjadinya kredit macet, setelah kredit macet direalisir adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap nasabah atau debitur, mengenai keuangan maupun usahanya. Pada masa-masa tertentu apabila usaha nasabah itu sudah mulai goyah, bank akan membantu mencarikan jalan keluarnya, yaitu yang disebut dengan tindakan penyelamatan, dan apabila tindakan penyelamatan itu tidak berhasil maka akan ditempuh penjualan agunan secara damai. 3. Proses penyelesaian masalah kredit macet yang dapat dilakukan oleh PT.Bank Sumut cabang Padang Sidempuan adalah: a. Perdamaian antara pihak, artinya pihak bank dan pihak debitur dapat mengadakan kesepakatan apabila bank menilai bahwa debitur tidak mampu lagi untuk mengembalikan kreditnya, bank dan nasabah atau
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
debitur
dapat
menyelesaikan
masalah
tersebut
dengan
membuat
persetujuan untuk menjual agunan secara damai. b. Penyelesaian masalah kredit macet dengan menempuh jalur hukum, artinya, bila tidak ada perdamaian antara para pihak maka bank tidak ada memiliki pilihan lain kecuali menyelesaikan melalui jalur hukum. Jalur hukum tersebut adalah melalui Pengadilan Negeri, yaitu untuk bank swasta sedangkan untuk bank negara adalah melalui jalur BUPLN, sesuai dengan SK Menteri Keuangan RI No.293/KMK.09/1993, tanggal 27 februari 1993, yang menyatakan bahwa BUPLN adalah instansi resmi yang berwenang mengurus piutang negara. c. Eksekusi jaminan, dalam hal ini berarti bahwa eksekusi itu merupakan tindakan lanjutan dari penyelesaian kredit melalui jalur hukum. Dengan kata lain hal ini merupakan realisasi tuntutan yang di inginkan kreditur atau penggugat agar hutang debitur atau nasabah dapat dibayar kepada kreditur, dengan cara melelangnya di depan umum.
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui hal apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya kredit macet dan sampai dimana pengaruh kredit macet terhadap perjanjian kredit yang sudah dibuat dan disetujui sebelumnya.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
2. Untuk melihat dan mengetahui apa saja usaha bank untuk dapat menghindari ataupun mencegah terjadinya kredit macet dan bagaimana penyelesaian yang dapat dilakukan apabila kredit macet terjadi juga. 3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank Sumut dalam menyelesaikan kredit macet. D. Keaslian Penulisan Sepanjang pengetahuan penulis mengenai Upaya Bank Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus: PT.Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan), belum pernah ada dalam arsip Perpustakaan USU. Oleh karena itu dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan Perjanjian kredit merupakan salah satu bagian yang sangat strategis dalam kehidupan perbankan. Kredit merupakan pelayanan nyata dari bank dalam kehidupan serta pengembangan perekonomian. Hukum yang mengatur tentang perjanjian kredit berawal dari dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang sekarang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, akan tetapi mengenai perjanjian kredit tidak dapat melepaskan diri dari aturan-aturan yang berada di dalam BW atau KUHPerdata. Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau perjanjian induk yang mengatur tentang hak dan kewajiban kreditur dan debitur. Kreditur berkewajiban mencairkan pinjaman sebesar perjanjian yang telah disepakati dan sebitur
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
berkewajiban untuk mengembalikan pinjaman sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit. Secara etimologis istilah kredit macet berasal dari bahasa latin, yaitu credere yang berarti kepercayaan, misalnya seorang nasabah debitur memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapatkan kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit adalah kepercayaan. 1 Pengertian kredit dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yaitu, “Kredit adalah penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari dengan perjanjian pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dimana bank atas jasanya itu akan mendapatkan bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran dan pengembalian uang secara mengangsur atau pinjaman secara batas jumlah tertentu yang di izinkan oleh bank atau badan lain. Perjanjian kredit tersebut tidak mempunyai bentuk yang tertentu hanya dalam praktek ada hal-hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian kredit yng hampir kesemuanya mencantumkan dalam perjanjian, dan dalam perjanjian yang
1
Munir Fuady SH, M.H, LL.M, Hukum Perkreditan Kontemporer, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 5 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
sebagaimana soal pemilihan domisili, kewajiban batas waktu melunasi, dan bunga pinjaman kredit tersebut.
F. Metode Penulisan Untuk merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai suatu tulisan ilmiah diperlukan suatu metode penulisan. A. Penelitian Kepustakaan (Library Research). Metode ini adalah melalui penelitian tentang literatur yang telah diseleksi terlebih dahulu dan mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis, dimana penulis mengumpulkan dan mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar, peraturan-peraturan yang bersangkutan dengan materi yang akan di tulis. Dan inilah tahap awal metode pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis. B. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu penulisan dengan melakukan pendekatan-pendekatan langsung pada sumbernya, penulis juga mengadakan wawancara dengan pegawai PT.Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan sekaligus meminta data-data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi tulisan ini, sebagai penunjang bahan kepustakaan.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa tahapan yang disebut dengan bab, dimana masing-masing bab diuraikan masalahnya secara tersendiri, namun masih dalam konteks yang saling berkaitan antara satu dengan
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
yang lainnya, sehingga mencerminkan keutuhan materi skripsi ini dengan gambaran sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Merupakan pendahuluan yang berisikan tentang kelonggaran bank dalam melakukan usahanya, sehingga bank-bank berlomba merekrut dana dari masyarakat dengan berbagai strategi. Ketika dana sudah tersedia dalam jumlah yang banyak maka terjadilah pemborosan pemberian kredit, dimana pemberian kredit tersebut dilakukan tidak secara selektif, dan tidak dengan analisa yang cukup, sehingga hal ini dapat menimbulkan terjadinya kredit macet. Dalam bab ini juga diuraikan tentang latar belakang, pernasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan dari skripsi ini.
BAB II : BANK SEBAGAI LEMBAGA PEMBERI KREDIT Dalam bab ini secara berturut penulis akan menguraikan mangenai pengertian bank, yang didalamnya meliputi tentang pembagian jenis dan fungsi bank tersebut. Dalam bab ini juga menguraikan tentang pengertian kredit yang di dalamnya mencakup jenis-jenis kredit, fungsi, dan juga tujuan pemberian kredit, bentuk perjanjian kredit, besarnya kredit yang diberikan, tenggang waktu pembayaran, dan jaminan kredit. BAB III : PENGERTIAN KREDIT MACET SECARA UMUM
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang apa yang disebut dengan kredit macet, sebab-sebab timbulnya kredit macet dan akibat kredit macet dalam perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya. BAB IV : PENCEGAHAN DAN REALISASI KREDIT MACET Bab ini penulis akan mengemukakan mengenai, hal-hal yang berkaitan dengan bank sebagai pemberi kredit dalam usahanya mencegah dan menyelesaikan terjadinya kredit macet. Usaha bank dalam hal ini adalah dengan cara mengadakan pembinaan dan pengawasan. Juga dapat
melakukan
tindakan
pencegahan
yang
disebut
dengan
penyelamatan kredit dan dapat berupa penyusunan kembali syaratsyarat kredit, dan pada akhir bab ini penulis mengemukakan tentang proses penyelesaian kredit macet. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup, dimana dalam bab ini penulis mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran dari apa yang telah dikemukakan
dalam bab-bab sebelumnya yang mungkin dapat
berguna sebagai informasi bagi pihak akademis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
10
BAB II BANK SEBAGAI LEMBAGA PEMBERI KREDIT
A. Pengertian Bank Sebelum melangkah lebih jauh pada pokok pembahasan yang terdapat dalam tulisan ini, penulis akan memberikan sedikit gambaran ataupun pengertian dari bank itu sendiri yang dikemukakan oleh para ahli, sebagai pedoman pada penulisan selanjutnya. 1. Bank Dewasa ini bank mempunyai fungsi penting dalam kehidupan masyarakat yaitu sebagai penghimpun dan sebagai penyalur dana masyarakat. Adapun bank yang merupakan lembaga keuangan yang lebih menonjol dari pada lembaga keuangan lainnya, seperti gadai, asuransi dan lain sebagainya. Karena bank tersebut dalam tugasnya berusaha agar dan yang diserap dapat dipergunakan untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Usaha untuk peningkatan tersebut tetap dilakukan bank dari waktu ke waktu, sehingga pada keadaan tertentu, kemajuan perekonomian suatu negara
sering dihubungkan dengan kemajuan
kehidupan perbankannya, seperti yang kita lihat dewasa ini. Untuk itu penulis akan memaparkan beberapa pengertian bank, walaupun ada kalanya pengertian bank tersebut terjadi perbedaan pendapat, namun pada dasarnya setiap pengertian yang diberikan para ahli itu, seperti yang di bawah ini tidaklah berbeda satu sama lain, kalaupun ada perbedaannya hanya terlihat pada tugas dan usaha bank. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Pengertian-pengertian yang ada pada umumnya menyatakan bank sebagai badan yang tugas utamanya menghimpun dana atau uang dari pihak ketiga yaitu masyarakat. Pada pengertian yang lain menyatakan bahwa bank adalah suatu badan yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan dana permitaan kredit pada waktu yang telah ditentukan. Pengertian lain dari bank dapat kita ketahui dari beberapa defenisi berikut ini : a. Prof.G.M. Verrya Stuart : “Bank adalah suatu badan usaha yang menjalankan proses kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar berupa uang giral”. 2 b. Bradfard : “Bank ialah suatu badan usaha yang menjalankan proses pengumpulan pinjaman atau penanaman dari kelebihan dana yang terdapat dalam masyarakat, disamping menjalankan fungsi-fungsi yang erat hubungannya dengan pekerjaan pengumpulan, meminjamkan dan menanamkan dana yang berlebihan tersebut”. 3 c. Raymond P. Kant :
2
Tim penulis Drs.Thomas Suyatno, dkk , Kelembagaan Perbankan, Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal1 3 Ibid, Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
“Bank ialah suatu organisasi yang usaha pokoknya adalah behubungan dengan pengumpulan dana yang belum digunakan masyarakat, dengan tujuan untuk meneruskannya kepada orang yang membutuhkannya. 4 d. Fockema Andreae : “Bank adalah suatu lembaga atau pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga”. 5 e. Undang-Undang Tentang Perbankan No. 10 Tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. 6 Demikian juga halnya defenisi atau pengertian dari bank ini akan lain lagi apabila kita lihat fungsinya, yang dalam hal ini dapat kita kelompokkan menjadi tiga bagian yaitu : 1. Bank dilihat sebagai penerima kredit Dalam pengertian ini bank menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk : -
Simpanan atau tabungan biasa yang dapat diambil atau diminta kembali setiap saat.
4
Drs Syafruddin, Rangkuman Kuliah Moneter dan Bank, Penerbit Bangkara Hideung, Hermansyah, SH, MHum, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Penerbit Kencana Prenadamedia Grup, Jakarta, 2006 6 Ibid, 5
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
Deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan habis.
-
Simpanan dalam rekening koran atau giro atas nama penyimpan giro, yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet giro, atau perintah tertulis dari bank.
2. Bank Dilihat Sebagai Pemberi Kredit Dalam hal ini berarti bank melakukan operasi perkreditan secara aktif. Jadi fungsi
bank
tersebut
terutama
dilihat
sebagai
pemberi
kredit,
tanpa
mempermasalahkan apakah kredit itu berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau bersumber pada penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri. 3. Bank dilihat sebagai pemberi kredit dari masyarakat melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanan atau tabungan dari masyarakat, maupun melalui penciptaan uang bank itu sendiri. Dari beberapa defenisi yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilihat bahwa di dalam masing-masing pengertian tentang bank itu beberapa unsur. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian bank antara lain : -
Merupakan suatu badan usaha
-
Memberikan pinjaman/kredit baik dengan uang sendiri ataupun dengan uang orang lain maupun dengan mengeluarkan cara mengeluarkan uang bank itu sendiri yaitu uang kertas atau giro
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
Mengumpulkan dana dari masyarakat
-
Melakukan kegiatan-kegiatan keuangan lainnya yang erat hubungannya dengan unsur-unsur di atas. Dari hal yang telah disebutkan di atas, sebaiknya tidak pelu terikat pada
defenisi-defenisi yang diberikan. Hal yang lebih penting adalah mengetahui unsur yang ada dalam pengertian bank, yaitu sebagai penghimpun dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat. Dengan cara ini kita akan dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian bank tersebut. Melihat kepada defenisi-defenisi yang tersebut di atas dan yang berisikan beberapa unsur, maka secara umum dapat diperkirakan pengertian bank sebagai berikut : “Bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit), dengan uang sendiri, atau dengan uang orang lain, maupun dengan menciptakan uang dengan tujuan untuk menciptakan taraf hidup masyarakat banyak”. Pengertian bank adalah menjadi lebih kompleks bila diingat bahwa terdapat berbagai jenis bank. Dan pengertian tentang bank akan lebih jelas dalam uraian selanjutnya. 2. Pembagian Jenis Bank Pembagian jenis bank ini terbagi atas tiga jenis, yang dapat kita lihat dari : a. Segi fungsinya b. Segi pemiliknya c. Segi penciptaan uang giral Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Ad.a. Berdasarkan Segi Fungsinya Dari segi ini, dapat kita lihat dari ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang perbankan dibagi atas: 1. Bank Umum (Commercial Bank) ialah bank yang dalam pengumpulan dananya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek. Dengan perkataan lain berfungsi memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran. Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu. Hal tersebut dimungkinkan oleh ketentuan Pasal 5 ayat 2 UU Perbankan No. 10 tahun 1998. Yang dimaksud dengan mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu adalah, antara lain, melaskanakan kegiatan jangka panjang, pembiayaan untuk pengembangan koperasi, pengembangan golongan pengusaha ekonomi lemah/pengusaha kecil, pengembangan ekspor non-migas, dan pengembangan pembangunan perumahan. 2. Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan bank lebih sempit dibandingkan dengan bank umum. 7 Ad.b. Berdasarkan Segi Pemiliknya
7
Kasmir, SE, MM, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT RajaGraindo Persada, Jakarta, 1999, hal33 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
1. Bank Milik Pemerintah Akte pendirian ataupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. 1. Bank Rakyat Indonesia 2. Bank Negara Indonesia 3. Bank Tabungan Nagara Sedangkan bank yang milik pemerintah daerah terdapat dalam daerah tingkat I dan II dimasing-masing Propinsi, sebagai contoh:
1. Bank DKI Jakarta 2. BPD Jawa Barat 3. BPD Sumatera Utara 4. dan BPD lainnya 2. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebahagian desarnya dimiliki oleh swasta nasional, serta akte pendiriannnyapun didirikan oleh swasta, begitupula dengan pembagian keuntungan, sebagai contoh : 1. Bank Danamon 2. Bank Lippo 3. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham pada bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi, sebagai contoh adalah: -
Bank Umum Koperasi Indonesia
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
4. Bank milik bank asing Jenis bank ini merupakan jenis cabang bank yang ada diluar negeri, sebagai contoh adalah: 1. City Bank 2. Standard Chartered Bank 5. Bank milik campuran Kepemilikan saham pada bank ini dimiliki oleh bank asing dan pihak swasta nasional, kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. Contoh bank jenis ini antara lain: 1. Bank Sakura Swadarma 2. Mitsubisi Buana Bank 8 Ad.c. Berdasarkan Segi status a. Bank Devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan. Misalnya pada transfer keluar negeri. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ditentukan oleh luar negeri. b. Bank Non Devisa
8
Marhainis Abdul hay SH, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Pradya Paramita, Bandung, 1975 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, dimana transaksi hanya dapat dilakukan masih dalam batas-batas negara. 9 3. Fungsi Bank Yang menjadi fungsi utama bank di Indoensia, seperti yang tercantum dalam Bab II Pasal 3 UU Perbankan No. 10 tahun 1998, adalah : “Sebagai penghimpun dan penyalur dana Masyarakat”. Jadi dari yang disebut di atas, jelas bagi kita bahwa bank itu bertugas untuk mengumpul dan menyalurkan dana yang kemudian disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Sesuai dengan Pasal 6 UU Perbankan No.10 tahun 1998, maka fungsi ataupun usaha-usaha yang dapat dilakukan bank adalah meliputi : a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikat kredit c. Menerbitkan surat pengakuan hutang d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : - Surat-surat wesel dan surat yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
9
ibid
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
- Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud. - Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah - Sertifikat Bank Indonesia - Obligasi - Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun - Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun. e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah. f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepa bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi, maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya. g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga. h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga. i.
Melakukan tempat untuk menyimpan kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
j.
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
k. Kembali melalui pelelangan agunan semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
l.
Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat.
m. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. n. Melakukan kegiatan yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangn yang berlaku. Selain melakukan kegiatan usaha yang tersebut di atas, pada Pasal 7 Undang-Undang Perbankan no. 10 tahun 1998 juga menyatakan bank umum dapat pula : a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. Sedangkan fungsi maupun usaha-usaha yang dilakukan oleh bank adalah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 13 UU Perbankan No. 10 tahun 1998, yaitu : Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. d. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI (Sertifikat Bank Indonesia), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan dalam bank lainnya.
B. Pengertian Kredit 1. Kredit Dalam kehidupan perekonomian dewasa ini, hampir tidak ada lagi yang tidak menikmati fasilitas kredit perbankan. Bank dengan kredit adalah bagaikan garam dengan sayur, karena inti dari usaha atau kegiatan bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Penyaluran dana tersebut adalah dengan jalan memberikan kredit atau bantuan. Berkaitan dengan apa yang tersebut diatas maka akan timbul satu pertanyaan :”mengapa seseorang
memerlukan kredit?”. Manusia adalah
ekonomikus dan setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan yang beraneka ragam sesuai dengan gunanya, selalu bertambah dan meningkat sedangkan kemampuan manusia mempunyai batas yang tertentu. Hal ini memaksakan seseorang untuk memperoleh bantuan pemodalan untuk pemenuhan hasrat dan cita-citanya, guna peningkatan usaha dan peningkatan daya-guna sesuatu barang atau jasa. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah: “Penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak meminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan”. 10 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kredit adalah : Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu pada waktu yang akan datang, disertai dengan kontra suatu prestasi berupa bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
10
op.,cit
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
2. Jenis-Jenis Kredit Pada dasarnya hanya satu macam saja kredit, bila dilihat dari pengertian yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi untuk membedakan kredit menurut faktor-faktor dan unsur-unsur yang ada dalam pengertian kredit, maka diadakanlah pembedaan-pembedaan kredit yang dapat kita bagi berdasarkan : a. Sifat kegunaan b. Keperluan kredit c. Jangka waktu kredit d. Pemberi dan Penerima Kredit e. Jaminan Ad.a. Jenis Kredit Menurut Sifat Kegunaan 1. Kredit Konsumtif Kredit ini dipergunakan peminjam untuk keperluan konsumsi, artinya uang kredit akan habis terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian kredit ini tidaklah bernilai kita tinjau dari segi utility uang, tetapi hanya membantu seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Tentu dapatlah dimaklumi bahwa pada dasarnya untuk kredit jenis ini malah memberatkan yang bersangkutan oleh karena kredit tersebut hanya untuk kebutuhannya saja, sehingga pengembalian kredit akan terasa sangat berat. 2. Kredit Produktif Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Melalui kredit ini dapat terlihat dengan nyata suatu utility uang dan barang. Tegasnya kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Jenis-jenis kredit yang akan dibahas berikutnya adalah merupakan kredit yang bersifat produktif. Ad. B. Jenis Kredit Menurut Keperluannya 1. Kredit Produksi/Eksploitasi Kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan produksi, maupun peningkatan kwalitatif yaitu peningkatan kwalitas/mutu hasil produksi. Kredit ini disebut juga kredit eksploitasi karena bantuan modal tersebut digunakan untuk menutupi biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas, berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan penolong, dan biaya-biaya produksi lainnya seperti upah, biaya distribusi, biaya dan lain sebagainya. Pada umumnya kredit jenis ini diberikan kepada perusahaan-perusahaan industri dalam segala tingkatannya, yaitu industri kecil, industri menengah dan besar. 2. Kredit Perdagangan Sesuai dengan namanya, kredit ini dipergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya. Jadi dalam hal ini berarti peningkatan utility of place dari sesuatu barang. Kredit perdagangan ini dapat dibagi dua, yaitu : -
Kredit perdagangan dalam negeri atau eksport.
-
Kredit perdagangan luar negeri, atau lebih dikenal dengan kredit ekspor dan impor.
3. Kredit Investasi Kredit investasi ini diberikan kepada para pengusaha untuk keperluan investasi (investment) yang berarti untuk penanaman modal. Jadi kredit ini Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
bukanlah untuk penambahan modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat hubungannya dengan itu. Kredit ini bersifat produktif oleh karena perbaikan dan pertambahan barang-barang modal tersebut adalah dalam rangka usaha untuk menaikkan/meningkatkan produktifitas. Untuk jelasnya kredit investasi tersebut adalah untuk penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, maupun untuk mendirikan suatu proyek baru. Ad.c. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu Pembagian jenis kredit menurut jangka waktu ini di Indonesia, disesuaikan peraturan Bank Indonesia dapat dibedakan sebagai berikut : -
Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu selama-lamanya satu tahun. Jadi pemakaian kredit tersebut tidak melebihi satu tahun.
-
Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang jangka waktunya satu sampai tiga tahun.
-
Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu melebihi tiga tahun.
Ad.d. Jenis Kredit Menurut Lembaga Pemberi dan Penerima Kredit Jenis kredit ini yang menyangkut struktur pelaksanaan kredit di Indonesia, maka jenis ini dapat digolongkan menjadi: 1. Kredit Perbankan Kepada Masyarakat untuk kegiatan usaha dan konsumsi. Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah dan bank swasta kepada dunia usaha guna membiayai sebagian kebutuhan permodalan, dan kredit dari bank kepada individu untuk membiayai keperluan kebutuhan hidup yang berupa barang atau jasa.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
2. Kredit Likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bankbank yang beroperasi di Indonesia yang dilaksanakan selanjutnya untuk membiayai kegiatan perkreditannya. 3. Kredit Langsung, kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank pemerintah, misalnya kepada Bulog dalam rangka pengadaan pangan. Ad.e. Jenis Kredit Menurut Jaminannya Jenis kredit ini umumnya terbagi dua, yaitu : 1. Unsecured Loans, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan, yaitu jaminan fisik. Dalam unsecured loans ini jaminan atas kredit dimaksud adalah bonafiditas dan prospek usaha debitur yang bersangkutan. Di Indonesia, yaitu dalam dunia perbankan, bentuk ini tidak lazim dan malahan belum diizinkan oleh Bank Sentral. 2. Secured Loans, yaitu kredit yang diberikan dengan jaminan. Yang dimaksud dengan jaminan di sini debitur yang tercermin dan kekuatan keuangan sekarang serta proyeksinya dimasa yang akan datang, juga harus dinilai bahwa jaminan yang tersedia meyakinkan bank. Jaminan yang meyakinkan itu diukur dari jumlahnya, agar kepentingan bank terpenuhi apabila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Jenis seperti inilah yang dipergunakan oleh bank di seluruh Indonesia, sesuai dengan larangan Bank Indonesia tentang pemberian kredit tanpa jaminan. 11
11
H,Budi Untung, SH, MM, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta,
2000, hal Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Selain jenis kredit yang telah disebutkan diatas, pada Bank Sumut cabang Padang Sidempuan, dikenal jenis kredit lainnya yang secara garis besar adalah sebagai berikut : a. Kredit Surat Perintah Kerja (KSPK) Merupakan jenis kredit yang diberikan Pemerintah Daerah kepada rekanannya untuk proyek tertentu dan harus memiliki izin juga mempunyai batas maximal 1 Miliyar. b. Kredit Angsuran Lainnya (KAL) Jenis kredit ini bertujuan dalam penggunaan yang produktif maupun yang bersifat investasi dan berjangka waktu 1-5 tahun c. Kredit Multi Guna (KMG) Jenis kredit ini diperuntukkan kepada pegawai yang memiliki penghasilan tetap (PNS, BUMN, BUMD) d. Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM) Jenis kredit ini dipergunakan untuk membantu usaha pedagang mikro seperti, pedagang kaki lima dan diberi dana maximal kredit yaitu Rp.1.000.000 e. Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) 12 3. Fungsi Kredit Adapun yang menjadi fungsi kredit itu dalam kehidupan perekonomian, peradagangan, keuangan, dalam garis besarnya adalah sebagai berikut : a. Kredit dapat meningkatkan dayaguna (utility) dari modal/uang
12
Wawancara dengan H,Drs Paro Iman Ritonga, Pimpinan Bank Sumut Cabang Padang
Sidempuan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Seperti yang diketahui bahwa simpanan uang para nasabah pada suatu bank dapat berupa giro, deposito, atau tabungan. Uang tersebut pada persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank dalam usaha peningkatan produktifitas. Dalam hal ini memberikan arti bahwa para pengusaha yang menikmati kredit dari bank, mempergunakan kredit tersebut untuk memperluas/memperbesar usahanya, baik untuk peningkatan rehabilitasi, ataupun untuk memulai usaha baru. Dengan demikian dana yang ada di bank tersebut tidak mengendap atau diam, tetapi disalurkan untuk usaha-usaha yang bermanfaat. b. Kredit untuk meningkatkan dayaguna (utility) dari sesuatu barang. Dengan adanya bantuan kredit dari bank, akan dapat membantu produsen untuk memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi, sehingga dayaguna (utility) dari bahan tersebut meningkat. Misalnya peningkatan dayaguna (utility) kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak kelapa/minyak goreng, peningkatan dayaguna benang tekstil dan lain-lain. c. Kredit meningkatkan peredaran dan lalulintas uang. Kredit yang disalukan melalui rekening-rekening koran pengusaha, akan menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya, seperti cheque, giro bilyet, wesel, dan sebagainya. Melalui kredit peredaran uang charteal maupun uang giral akan lebih berkembang oleh karena kredit menciptakan kegairahan berusaha, sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kwalitatif maupun secara kwantitatif.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
d. Kredit akan menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat Setiap manusia adalah mahluk yang selalu melakukan kegiatan ekonomi, yaitu selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi pendinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi oleh peningkatan kemampuan. Karena itu pulalah pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank, kemudian dipergunakan untuk memperbesar volume usaha dan produktifitasnya. Dengan demikian secara otomatis kemudian timbul pula kesan bahwa setiap usaha untuk peningkatan produktifitas, masyarakat tidak perlu khawatir kekurangan modal, karena masalah tersebut dapat diatasi oleh bank dengan memberikan kreditnya. e. Kredit sebagai alat stabilitasi ekonomi Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi pada dasarnya diarahkan pada usaha-usaha pengedalian inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi prasarana, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok rakyat. Dengan demikian arah pemberian kredit harus berpedoman pada pemberian pembatasan, yaitu pengarahan ke sektor-sektor produktif. f. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional. Para pengusaha yang memperoleh krdit tentu saja berusaha untuk meningkatkan usahanya. Peningkatan usahanya berarti peningkatan profit. Bila keuntungan ini dikembalikan lagi, dalam arti dikembalikan kedalam struktur modal, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus. Dengan pendapatan yang terus meningkat berarti peningkatan pembayaran jumlah pajak oleh perusahaan. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Dilain pihak kredit yang disalurkan untuk merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan menghasilkan pertambahan devisa bagi negara. Di samping itu dengan semakin efektifnya kegiatan swa-sembada kebutuhankebutuhan pokok, berarti akan menghemat devisa keuangan negara, dan akan dapat diarahkan, pada usaha-usaha kesejahteraan ataupun sektor-sektor lain yang lebih berguna. Apabila setiap pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal, dan buruh atau karyawan mengalami peningkatan pendapatan, maka pendapatan negara melalui pajak akan bertambah, penghasilan devisa bertambah, dan penggunaan devisa untuk konsumsi berkurang, dengan demikian langsung atau tidak, melalui pembrian kredit akan menambah pendapatan nasional. g. Kredit sebagai alat penghubung ekonomi internasional. Bank sebagai lembaga pemberi kredit tidak saja bergerak di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Seperti kita ketahui bahwa negara-negara kaya atau yang kuat ekonominya, demi persahabatan antara negara banyak memberikan bantuan kepada negara yang sedang berkembang. Bantuan-bantuan tersebut tercermin dalam bunga relatif kecil atau murah, dan jangka waktu penggunaan yang panjang. Melalui bantuan kredit antara negara inilah maka hubungan antar negara pemberi kredit dan negara penerima kredit akan bertambah erat terutama yang mengenai hubungan perekonomian dan perdagangan. 13
13
H. Budi Untung, SH, MM, op,cit., hal 4
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
4. Tujuan Pemberian Kredit Yang menjadi tujuan pokok pemberian kredit ada dua macam dan saling berkaitan, yaitu : -
Profitability, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapat dari pemungutan bunga.
-
Safety, yaitu keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benarbenar terjamin, sehingga tujuan profitability dapat tercapai tanpa hambatan-hambatan yang berarti. Oleh karena itu, bank sebagai lembaga pemberi kredit yang melepaskan
uangnya untuk kedua tujuan yang tersebut di atas, haruslah terjamin rentabilitasnya, serta posisi likuwiditas perlu dilakukan dengan seksama. 14 C. Landasan Perjanjian Kredit Berdasarkan dengan Pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 berbunyi : Pasal 8 ayat 2: ”Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapakan oleh Bank Indonesia” Berdasarkan hal di atas maka landasan pemberian kredit adalah : -
Pemberian kredit dibuat di dalam bentuk tertulis
14
Drs Thomas Suyatno dkk, op,cit., hal 14
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah yang antara lain diperoleh dari penilaian bersama terhadap watak, agunan, modal, kemampuan, dan proyek dari nasabah.
-
Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau berdasarkan prinsip syariah.
-
Larangan kepada bank untuk memberikan kredit dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah.
-
Penyelesaian sengketa. 15 Ketentuan-ketentuan inilah yang merupkan dasar dibuatnya perjanjian kredit
antara bank dengan penerima kredit. D. Bentuk Perjanjian Kredit Perjanjian kredit bank biasanya dibuat dalam bentuk standart, bahkan sudah tercetak. Perjanjian kredit yang seperti ini disebut dengan Perjanjian Standart, yaitu perjanjian yang bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kreditur (perjanjian kredit bank) lalu ditawarkan kepada debitur. Pada umumnya, syarat-syarat pemberian kredit oleh bank dibagi dua bagian, yaitu : 1. Syarat-syarat umum pemberian kredit 2. Perjanjian kredit Ad.1. Syarat-syarat umum pemberian kredit Di dalam syarat-syarat umum pemberian kredit ini, bank menentapkan syarat yang berhubungan dengan kredit yang diberikan kepada debitur.
15
Hermansyah SH,MHum op,cit., hal 62
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Debitur wajib menyetujui apa saja yang dicantumkan dalam syarat-syarat umum pemberian kredit dan tidak ada tawar-menawar. Apabila pemohon kredit keberatan dan tidak mau menerima, maka pemohon kredit itu tidak dapat diterima. Ad.2. Perjanjian kredit Perjanjian kredit inilah yang sesuai dan berlandaskan pada KUHPerdata. Dalam hal ini bank membuat suatu standar yang memuat ruang/bagian kosong, yang diisi menurut keperluan sesuai dengan data tentang debitur. Misalnya : nama debitur, tempat tinggal, besarnya kredit yang diberikan, bunga dan lain-lain. Formulir perjanjian kredit ini diisi dengan syarat yang mantap, dalam rangka mengamankan kepentingan bank. 16 Bila perjanjian kredit ini sudah ada standarnya, maka mudah membuatnya, yaitu hanya mengisi bagian-bagian yang kosong atau menambahi/menguranginya sesuai dengan keperluannya. Apabila belum ada standartnya, maka harus dikonsep, dan harus membuat hal-hal sebagai berikut : 1. Judul 2. Kepala 3. Komparisi, yaitu para pihak yang akan mengadakan perjanjian beserta identitasnya masing-masing. 4. Sebab/dasar
dari
perjanjian,
yaitu
dalam
perjanjian
kredit
disebut
usaha/proyek yang akan dibiayai dengan pinjam uang tersebut.
16
Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 39 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
5. Pasal-pasal, yaitu yang mengatur tentang syarat-syarat pemberian kredit tesebut. Misalnya mengenai - jumlah kredit - bunga - jangka waktu - cara pengembalian - jaminan - hak-hak bank dan hak-hak debitur - kewajiban-kewajiban bank - kewajiban-kewajiban debitur 17
E. Besarnya Kredit Yang Diberikan Untuk mengetahui berapa besar kredit yang dapat diberikan bank kepada debitur (nasabah) adalah ditetapkan oleh Bank Indonesia, seperti yang disebut pada Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, Pasal 11 yang menyatakan : 1. Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal-hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
17
Sutarno, SH, MM, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003, hal 107 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
2. Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30% (tiga puluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia menetapkan ketentuan megnenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada : a. pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal disetor bank; b. anggota dewan komisaris c. anggota direksi; d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hurub b, dan huruf c; dan e. pejabat bank lainnya; serta f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e mencapai 25% atau lebih. 4. Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10% (sepuluh persen) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
5. Pelaskanaan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 18 Adapun penentuan batas maksimum tersebut harus dilakukan oleh Bank Indonesia adalah karena dalam pemeberian kredit oleh bank mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa kredit tersebut adalah dari dana masyarakat yang disimpan pada bank, maka resiko yang dihadapi bank dapat pula berpengaruh terhadap keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan kesehatan dan daya tahannya, maka bank diwajibkan untuk menyebar resiko dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan, maupun fasilitas lainnya sedemikian rupa, sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu saja. Jadi untuk kredit di bawah batas maksimum adalah dapat ditentukan oleh bank yang bersangkutan.
F. Tenggang Waktu Pembayaran Mengenai tenggang waktu pembayaran ataupun pengembalian kredit ini, tidak terlepas dari jenis kredit tersebut, yaitu jenis kredit menurut jangka waktunya, seperti yang telah diterangkan sebelumnya,dan juga harus melihat pada bentuk dari pada kredit tersebut. Bentuk yang dimaksud adalah bentuk kredit menurut cara pembayaran atau pelunasannya. 18
Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1994,
hal 64 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Menurut cara pembayaran atau pelunasannya, kredit itu dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu : 1. Secara sekaligus 2. Secara angsuran 19 Ad.1. Secara sekaligus, yaitu pelunasan hutang pokok dilakukan sekaligus pada saat jatuh tempo sedangkan pembayaran bunga pinjaman dilakukan setiap bulan. Jadi dalam hal ini dapatlah kita ketahui bahwa hutang pokok haruslah dibayar seluruhnya pada saat jatuh tempo, sedangkan bunga dari hutang pokok itu tetap harus dibayar setiap bulannya sampai pada saat jatuh tempo pelunasan. Ad.2. Secara angsuran -
Angsuran secara anuitas, yaitu pelunasan hutang pokok dan bunga pinjaman dihitung sedemikian rupa sehingga merupakan jumlah yang tetap atau sama besarnya yang harus dibayarkan pada setiap bulannya.
-
Angsuran non anuitas, yaitu pelunasan hutang pokok dan bunga pinjaman merupakan jumlah yang tidak sama atau berbeda besarnya yang harus dibayar setiap bulan.
Dalam pelunasan atau pembayaran secara angsuran ini terlihat bahwa jumlah hutang pokok dan bunga pinjaman yang harus dibayar setiap bulannya, dapat sama atau tidak sama besarnya tergantung pada perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya.
19
Wawancara langsung dengan Drs.Paro Iman Ritonga Pimpinan cabang PT.Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Dari apa yang telah disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa tenggang waktu pembayaran atau pelunasan suatu kredit adalah tergantung kepada perjanjian
kredit
tersebut
telah
mencantumkan
tentang
jangka
waktu
pengembalian (jatuh tempo), jumlah yang harus dibayar sekaligus setelah jatuh tempo, dan atau jumlah yang harus dibayar setiap bulannya atau setiap tahap, baik kredit jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
G. Jaminan Kredit Suatu kredit diberikan adalah dengan dilandasi dengan kepastian bahwa kredit serta bunganya akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Maka untuk menjamin kepastian pengembalian kredit tersebut, pemberi kredit (kreditur) mewajibkan debitur memberi jaminan yang cukup untuk pengembalian kredit tersebut, seandainya debitur tidak sanggup untuk membayar/mengembalikan kreditnya. Sebenarnya jaminan yang utama adalah feasibilitas proyek atau usaha yang tinggi, yaitu prospek yang cukup baik dari proyek atau usaha yang dibiayai oleh kredit yang diberikan tersebut. Kalau proyek atau usaha mempunyai fasibilitas yang tinggi, maka keuntungan yang diperhitungkan akan mampu untuk mengembalikan kredit beserta bunganya. Tetapi pemberi kredit bisanya tidak cukup puas dengan hal tersebut, karena dalam iklim perekonomian di Indonesia suatu keadaan tidak terduga dapat menimbulkan kegagalan suatu proyek atau usaha. Untuk itu perlu adanya jaminan selain feasibilitasnya yang tinggi. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Mengenai jaminan ini, jaminan yang dapat dijadikan jaminan adalah: 1. Jaminan benda berwujud Merupakan benda-benda yang berwujud yang dapat dijadikan jaminan, seperti: -
tanah
-
bangunan
-
kendaraan bermotor
-
lainnya
2. Jaminan benda tidak berwujud Jaminan yang merupakan benda dan surat-surat, seperti: -
Wesel
-
Sertifikat Saham
-
Sertifikat Deposito
-
Lainnya
3. Jaminan Orang Yaitu jaminan yang diberikan oleh atau kepada seseorang dan apabila kredit tersebut macet maka orang tersebutlah yang akan menanggungnya. 20 Jaminan ini juga dapat dibagi menjadi: 1. Jaminan kebendaan, yaitu jaminan yang berupa menyendirikan suatu bagian dari harta seseorang, sipemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran kewajiban utang seorang debitur. 2. Jaminan perorangan, yaitu jaminan pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban dari debitur, atau perjainjian kreditur 20
Kasmir SE,MM, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya op,cit., hal 103
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban debitur, dalam jaminan perorangan bertujuan untuk memenuhi kewajiban yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai bagian tertentu, harta sipenanggung atau sipenjamin bisa disita dan dilelang menurut ketentuan pelaksanaan pengadilan. 21 Pada Pasal 8 Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, mengatur bahwa dalam memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal ini mempunyai arti bahwa kredit yang diberikan oleh bank mempunyai resiko, sehingga dalam pelaskanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus memberikan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek dari usaha debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan. Dengan demikian bank tidak wajib
21
Prof, R, Subekti, SH, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal 25 Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim disebut dengan agunan tambahan. Dari hal-hal yang tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa jaminan kredit merupakan salah satu faktor penting dalam rangka mengurangi resiko. Jaminan kredit tersebut dapat berupa : 1. Jaminan pemberian kredit, yaitu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 2. Agunan adalah jaminan material yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali hutang apabila debitur tidak dapat melunasi hutang sesuai dengan yang diperjanjikan. 40
BAB III PENGERTIAN KREDIT MACET SECARA UMUM A. Kredit Macet Sebelum penulis menguraikan lebih jauh tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan kredit macet itu, ada baiknya dipaparkan tentang kriteria penggolongan kolektibilitas suatu kredit. Penggolongan kolektibilitas kredit tersebut adalah sebagai berikut : 1. Lancar Suatu kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria dibawah ini : a. Kredit dengan angsuran. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, tunggakan bunga atau karena penarikan.
-
Terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga. ( i ) Belum melampaui 1 bulan bagi kredit yang masa angsurannya kurang dari satu bulan. ( ii ) Belum melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 1 bulan, 2 bulan, atau 3 bulan. ( iii ) Belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 4 bulan atau lebih.
-
Terdapat cerukan tetapi belum melampaui 15 hari kerja.
b. Kredit dengan angsuran untuk KPR -
Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok
-
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang belum melampaui 6 bulan.
c. Kredit tanpa angsuran -
Kredit belum jatuh waktu dan terdapat tunggakan bunga atau terdapat tunggakan bunga tetapi belum melalui 3 bulan.
-
Kredit yang telah jatuh tempo, tetapi belum diperpanjang karena kesulitan teknis.
-
Terdapat cerukan tetapi belum melampaui 15 hari kerja.
2. Kurang Lancar Suatu kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini : a. Kredit dengan angsuran. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
terdapat tunggakan angsuran pokok atau bunga (i)
melampaui 1 bulan
dan belum melampaui 2 bulan bagi masa
angsuran kredit kurang dari satu bulan. ( ii ) melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi masa angsuran kredit 1 bulan, 2 bulan, atau 3 bulan. ( iii ) melampaui 6 bulan dan belum melampaui 12 bulan bagi angsuran kredit 6 bulan atau lebuh. -
Terdapat cerukan telah melampaui 15 hari kerja, tetapi belum melampaui 30 hari kerja
b. Kredit dengan angsuran untuk KPR -
Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 6 bulan tetapi belum melampaui 16 bulan.
c. Kredit tanpa angsuran -
Kredit belum jatuh waktu dan (i)
Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan tetapi belum melalui 6 bulan.
( ii ) Terdapat penambahan plafond atau kredit baru untuk melunasi tunggakan bunga. -
Kredit yang telah jatuh tempo, tetapi belum melampaui jangka waktu 3 bulan.
3. Diragukan Suatu kredit digolongkan diragukan apabila tidak memenuhi kriteria lancar dan kurang lancar tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa : Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
a. Kredit masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang debitur,atau b. Kredit tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurangkurangnya 10% dari julah hutang debitur. 4. Macet Suatu kredit macet dapat digolongkan macet apabila : a. Tidak memenuhi kriteria lancar, kurang lancar, dan diragukan,atau b. Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan kredit. c. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diselesaikan kepada Pengadilan Negeri atau BUPN atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit. 22 Dari penggolongan yang tersebut di atas dan seperti diketahui bahwa dalam perkembangannya tidak semua kredit yang disalurkan itu berjalan dengan lancar. Sebahagian kurang lancar, sebahagian lagi akan menuju ke arah kemacetan. Dari apa yang disebutkan di atas, maka kita akan memperoleh pengertian tentang kredit macet tersebut. Jadi yang dimaksud dengan kredit macet adalah suatu kredit yang setelah melalui maturity date (jatuh tempo), belum juga dapat diselesaikan karena kesulitan usaha dan kemacetan dalam pembayaran hutang pokok dan atau bunganya serta telah diserahkan ke pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) untuk dapat diselesaikan.
B. Sebab-Sebab Timbulnya Kredit Macet 22
H, Budi Untung,SH, MM, Kredit Perbankan di Indonesia op, cit., hal 127
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Adapun yang menjadi penyebab utama timbulnya suatu kredit macet adalah kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami oleh penerima kredit. Kesulitan-kesulitan ini timbul karena berbagai faktor. Faktor yang sangat besar pengaruhnya adalah apabila timbul tindakan-tindakan yang tidak efisien dari pimpinan suatu perusahaan, dalam hal mana pimpinan perusahaan mempunyai berbagai kelemahan dalam mengelola perusahaan, kelemahan dalam kontrol, ataupun kesalahan dalam penentuan kebijaksanaan perusahaan. Penyebab
timbulnya
kesulitan-kesulitan
keuangan
dalam
suatu
perusahaan, dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu : 1. Faktor internal 2. Faktor eksternal
Ad.1. Faktor Internal Faktor Internal ini sering juga disebut “managerial factor”, yaituf faktorfaktor yang ada dalam perusahaan itu sendiri, atau dengan kata lain faktor internal ini adalah faktor yang banyak sekali bergantung pada kemampuan dan keberhasilan pemimpin perusahaan. Karena dengan kemampuan managerial yang baik dari seorang pemimpin perusahan sudah pasti akan menghasilkan sesuatu kegiatan yang memuaskan, atau akan selalu dapat memecahkan persoalan yang dihadapinya. Ada pula yang dapat menimbulkan masalah-masalah keuangan bagi suatu perusahaan yang tidak memiliki managerial yang baik adalah : Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
a. Kelemahan dalam kebijaksanaan pembelian dan penjualan. Seperti yang diketahui bahwa kelangsungan suatu perusahaan adalah tergantung pada pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan. Misalnya membeli barang yang telah usang atau tidak yang tidak berkwalitas bail lagi dengan harga pembelian yang tinggi. Dilain pihak apabila jumlah penjualan terlalu besar, mungkin sekali kesulitan yang akan dihadapi adalah semakin kecilnya jumlah pendapatan yang diperoleh, karena pendapatan tersebut diperoleh dari banting harga, sehingga keuntungan yang diperoleh semakin kecil dan bahkan dapat menimbulkan kerugian. Untuk itu dalam mencegah jangan sampai hal yang demikian terjadi, hendaknya kebijaksanaan pembelian dan penjualan dilakukan secara hati-hati. b. Tidak efektifnya kontrol atas biaya dan pengeluaran perusahaan. Hal lain yang dapat menimbulkan kesulitan keuangan suatu perusahaan adalah besarnya biaya-biaya yang tidak sesuai dengan kemampuan dan perkembangan perusahaan itu sendiri, seperti biaya-biaya personalia yang tinggi, pengeluaran uang relasi yang kurang beralasan, dan lain sebagainya. Untuk itu perusahaan hendaknya mengadakan perencanaan yang matang, pengawasan yang baik dan mengadakan kontrol terhadap biaya-biaya dan pengeluaran. Karena apabila hal tersebut dibiarkan saja, sudah pasti kesulitankesulitan keuangan akan terjadi, yang sudah tentu akan menimbulkan kesulitan. c. Kebijaksanaan piutang yang tidak baik Apabila suatu perusahaan sudah melakukan kontrol dengan baik dalam menjalankan suatau usaha, maka hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
kebijaksanaan piutang. Artinya suatu perusahaan yang sudah mapan dan telah mempunyai kedudukan yang baik, jangan sampai melakukan penanaman modal yang telalu banyak dalam bentuk piutang. Karena dengan semakin banyak menempatkan modal dalam bentuk piutang, pasti akan menimbulkan kekurangan uang kontan dalam perusahaan, sehingga dengan demikian penutupan kewajiban yang harus secepatnya dipenuhi menjadi terhalang. Hal ini akan mengakibatkan penumpukan kewajiban yang akan menimbulkan kesulitan keuangan dalam perusahaan itu sendiri. d. Penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap Adapun yang dimaksud dalam hal ini adalah pembelian aktiva tetap dengan memakai modal kerja yang ditarik dari peredarannya, yang mana modal kerja tersebut sebahagian berasal dari kredit bank. Dengan keadaan yang demikian ini berarti target produksi untuk sementara akan berkurang dan tentunya keuntunganyapun berkurang. Dengan keuntungan yang semakin berkurang maka kewajiban-kewajiban pada bank akan terganggu, tidak lancar, dan akibatnya akan menimbulkan kewajiban yang semakin bertambah, seperti tunggakan kredit, bunga berbunga, dan juga perputaran kredit yang tidak aktif lagi. e. Pemodalan yang tidak cukup Bagi bank tentunya tidak dapat menerima seandainya debitur mengalami kesulitan keuangan karena kekurangan modal. Seperti diketahui bahwa bank memberikan kredit adalah untuk menambah pemodalan agar perusahaan debitur dapat berkembang maju. Kurang pemodalan ini akan terjadi apabila pemegang saham tidak dapat menambah keuangan perusahaan pada saat yang dibutuhkan, Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
atau pada saat kredit bank tidak cukup untuk memenuhi target produksi yang telah direncanakan. Ad.2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang ada di luar perusahaan tersebut ataupun kesukaran-kesukaran keuangan perusahaan yang tidak terletak pada ketidakmampuan managemen dari perusahaan. Pemimpin perusahaan telah bekerja dengan baik dan perkembangan usaha berjalan dengan lancar serta cukup memuaskan. Akan tetapi bisa timbul juga kesulitan-kesulitan keuangan, karena berada di luar jangkauan kemampuan managemen, yaitu faktor eksternal perusahaan. Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan kesulitan-kesulitan keuangan perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut : a. Bencana Alam Yang dimaksud dengan bencana alam dalam hal ini adalah disebut sebagai acts of good, yaitu sesuatu keadaan yang tidak diingini oleh siapapun. Bencana alam yang dimaksud adalah seperti kebakaran, gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, dan banjir. Memang sangat menguntungkan apabila harta milik perusahaan tersebut sebelumnya telah diasuransikan, karena apabila terjadi bencana alam perusahaan akan memperoleh ganti rugi. Tetapi walaupun demikian kerugian-kerugian perusahaan tetap juga tidak dapat dihindari, sebab selama perusahaan tidak beroperasi dan membangun kembali yang rusak, kewajibankewajiban tetap berjalan dan tidak mungkin dapat dihindari, hanya dapat ditunda saja. b. Peperangan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Peperangan ini juga merupakan bencana tetapi yang diperbuat oleh manusia. Seperti bencana alam, apabila perusahaan mengasuransikan harta miliknya, maka akan mendapat ganti kerugian. Peperangan tersebut sangat sukar untuk diperhitungkan oleh managemen sehingga sulit untuk dihindari dan merupakan beban yang sangat berat dalam menyelesaikan kesulitan keuangan. c. Perubahan dalam kondisi perekonomian dan perdagangan Perekonomian dan perdagangan akan selalu mengalami perubahan naik maupun turun. Untuk itu managemen dituntut untuk terus-menerus mengikuti perkembangan untuk kelancaran usahanya. Perubahan kondisi perkonomian dan perdagangan ini ada yang tidak dapat terjangkau oleh pemikiran managemen. Seperti keluarnya peraturan baru yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi jenis barang ekspor dan menggantinya dengan barang dari dalam negeri. Hal ini akan menimbulkan kerugian pada perusahaan apabila barang ekspor itu ternyata lebih murah bila dibandingkan dengan harga barang dalam negeri.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
d. Perubahan Teknologi Perubahan dan perkembangan teknologi ini merupakan penyempurnaan bebagai jenis mesin dan peralatan produksi dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi. Perubahan teknologi ini akan menimbulkan kesulitan keuangan bagi suatu perusahaan apabila telah terjadi persaingan dengan perusahaan lain yang telah menggunakan peralatan produksi yang lebih efisien. Untuk mengatasi hal ini tentunya perusahaan harus memiliki peralatan produksi yang lebih efisien juga, yang sudah barang tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit jumlahnya.
C. Akibat Kredit Macet Adapun akibat yang ditimbulkan oleh kredit macet dalam perjanjian kredit yang
diberikan oleh
Bank
Sumut
cabang
Padang
Sidempuan
adalah
dilaksanakannya ketentuan atau klausul-klausul tertentu yang terdapat pada apabila pada suatu perjanjian kredit timbul keadaan yang tidak diinginkan bank sebagai kreditur, seperti misalnya debitur tidak membayar sejumlah uang yang sudah diperjanjikan sebelumnya, maka hal tersebut secara hukum menimbulkan hak pada kreditur atau pihak bank, untuk langsung melaksanakan salah satu klausul yang telah dilanggar sidebitur itu. Namun biasanya bank sebagai kreditur tidak langsung melaksanakan ketentuan yang telah dilanggar debitur tersebut. Pihak kreditur mulanya akan memberikan teguran untuk melaksanakan kewajibannya tersebut. Namun bila peringatan-peringatan itu tetap diabaikan, bank akan memberikan peringatan yang lebih keras lagi. Namun bila peringatan-peringatan itu tetap diabaikan bank dapat Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
langsung melaksanakan klausul yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut, yang dimaksud dengan kata “langsung” di sini adalah bahwa kreditur dapat meminta pembayaran hutang kredit beserta bunganya sekaligus tanpa menunggu habisnya jangka waktu perjanjian kredit tersebut, dan apabila si debitur tidak sanggup membayarnya, kreditur dapat mengusulkan agar debitur menjual jaminan kredit yang telah diberikannya, untuk dapat membayar hutang kreditnya sekaligus. Jadi dengan demikian dapat mempengaruhi perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya, yang mungkin terjadi hanyalah dilaksanakannya salah satu ketentuan atau klausul tertentu yang terdapat dalam perjanjian kredit, sedangkan perjanjian yang lain seperti besarnya bunga pinjaman, masih akan tetap berlanjut. 23
23
Sutarno SH, MM, Aspek-Aspek Perkreditan Pada Bank, op,cit., hal 266
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
50
BAB IV PENCEGAHAN DAN REALISASI PENYELESAIAN KREDIT MACET
Pada dasarnya setiap bank yang menyalurkan atau memberikan kredit kepada
nasabahnya,
tidak
menghendaki
terjadinya
kemacetan
dalam
pengembalian kredit tersebut. Namun sesuai dengan keadaan maupun kondisi tertentu, kemacetan kredit akan terjadi juga. Untuk mencegah ataupun menghindari agar jangan sampai terjadi kredit macet, maka bank sebagai pemberi kredit melakukan usaha-usaha pencegahan, yang juga disebut sebagai tindakan pengamanan yaitu “pengawasan dan pembinaan” terhadap penggunaan kredit yang diberikan. Apabila tindakan pengamanan ini tidak membuahkan hasil yang diinginkan, kemudian bank masih dapat melakukan tindakan agar jangan sampai terjadi kredit macet, yaitu yang disebut sebagai “tindakan penyelamatan”. Dan bila ternyata tindakan-tindakan yang telah disebut di atas tetap tidak dapat mencegah terjadinya kredit macet, maka tidak ada jalan lain kecuali permasalahan tersebut harus memasuki “proses penyelesaian kredit macet” secara hukum. A. Pengawasan Dan Pembinaan Oleh Bank 1. Pengawasan Untuk pengamanan fasilitas kredit yang diberikan, bank perlu mengadakan pengawasan yang seksama atas perjalanan kredit tersebut, baik secara keseluruhan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
maupun secara individual atau pernasabah/debitur. Pengawasan kredit yang dilakukan oleh bank dapat bersifat aktif dan bersifat pasif. Pengawasan aktif dilakukan dengan pengawasan secara langsung di tempat usaha para debitur, sehingga dengan demikian akan dapat diketahui segala masalah yang timbul. Pengawasan pasif dilakukan melalui penelitian tertulis yang dilakukan debitur, seperti laporan keadaan keuangan (dari neraca dan rugi laba), laporan penyaluran keuangan (dari mutasi rekening pinjaman), laporan aktivitas (dari keadaan stok dan perkembangan usaha), dan sebagainya. Pengawasan tersebut akan berjalan baik bila petugas-petugas pengawasan menguasai hal-hal yang tercantum dalam perencanaan. Karena dengan adanya penguasaan yang baik maka bila nasabah mengalami kesulitan dalam usahanya, bank sebagai partner melalui petugas pengawasan akan dapat ikut berusaha membantu menyelesaikan berbagai kesulitan yang dihadapi oleh debitur. Dalam rangka pengawasan ini, ada suatu sikap yang keliru dari pihak bank dan hal mana yang sering terjadi yaitu bersikap menunggu. Sikap ini ditandai dengan pengertian dan sikap sebagian besar pejabat bank, bahwa nasabahlah yang harus selalu menghubungi bank dan bukan sebaliknya. Hal ini jelas merupakan suatu kekeliruan dalam sikap. Dalam melakukan pengawasan kredit, pejabat-pejabat bank harus benarbenar dapat menguasai seni pengawsan, dimana pengawasan itu bukan berarti momok yang menyeramkan. Pejabat-pejabat tersebut harus dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan para debiturnya, yang dilandasi dengan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
pemikiran dan sikap yang saling menghormati, saling membutuhkan, dan satu sama lain mempunyai saling ketergantungan. Pengusaha/debitur membutuhkan kredit untuk peningkatan usahanya, demikian pula pihak bank membutuhkan pengusaha atau debitur untuk memutar uangnya. Untuk mengetahui bagaimana keadaan nasabah secara aktif, maka bank harus mempersiapkan data-data yang diperlukannya. Data tentang kegiatan nasabah tersebut diperoleh dari berbagai macam laporan nasabah yang disampaikan kepada pihak bank. Data-data tersebut dikumpulkan dan disusun dalam suatu bentuk tersendiri, misalnya kartu pengawasan kredit, yang harus memuat seluruh data tentang nasabah dan kegiatan usahanya. Tugas pengawasan kredit ini bukanlah hal yang ringn tetapi tergantung dari ketrampilan pejabat-pejabat pengawasan dan yang perlu dihayati adalah bahwa dalam melakukan pengawasan kredit tersebut, maksud dan tujuan utama adalah supaya fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur dapat benar-benar bermanfaat bagi bank dan bagi perkembangan usaha debitur itu sendiri. Oleh sebab itu janganlah sampai terjadi justru dengan langkah pengawasan yang ketat akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. 2. Pembinaan Sejalan dengan tugas pengawasan, bank juga melakukan pembinaan terhadap nasabahnya. Nasabah perlu dibina agar usahanya maju dan berkembang, sehingga akan
memenuhi kewajibannya dengan baik. Hal ini berarti
memperlancar jalannya pencapaian rentabilitas bank dan juga amannya fasilitas kredit yang diberikan. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Langkah pembinaan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pendekatan (appoach) dan bimbingan kepada para nasabah atau debitur. Bank berkewajiban untuk membantu nasabahnya, terutama untuk memperbaiki administrasinya. Karena dengan keterampilan administrasi yang dapat tercipta suatu efisiensi dalam perusahaan, yang berarti akan memperlancar pengamanan kredit. Dengan demikian akan mudah bagi bank mengadakan pengawasan, oleh karena segala data yang diperlukan dalam pengawasan tersebut dapat dengan mudah dipenuhi oleh pihak nasabah. Dan untuk melengkapi usaha di atas bank juga harus secara kontinu memberikan informasi-informasi aktual dan bermanfaat yang menyangkut bidang usaha nasabah. Dalam pelaksanaan pembinaan melalui jalan pendekatan (approach) dan bimbingan, bukan merupakan sesuatu hal yang mudah. Dalam melakukan hal ini harus dengan disertai niat yang sungguh-sungguh, sabar, dan tekun serta dilakukan pejabat-pejabat pengawasan dan pembinaan yang terampil. Mereka adalah pembimbing nasabah ke arah suatu sistem administrasi yang baik, sehingga nasabah akan dapat bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai keuntungan yang layak. Dengan adanya pengawasan dan pembinaan yang dilakukan terhadap nasabah/debitur, adanya niat baik dari pihak bank untuk melaskanakan hal tersebut, dan disertai sikap yang terbuka dari pihak nasabah atau debitur, maka penggunaan kredit yang diberikan akan maksimal, serta juga diharapkan akan mencegah timbulnya kredit macet.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
B. Penyelamatan Oleh Bank Seperti yang telah dikemukakan terdahulu, bahwa setiap langkah pengawasan yang disertai dengan pembinaan nasabah harus dijalankan tugas tersebut,
harus
benar-benar
mempunyai
dedikasi
yang
baik
terhadap
pekerjaannya, rasa tanggung jawab yang tinggi, serta mempunyai daya inteligensia yang tinggi. Dalam beberapa pendekatan atau approach, apalagi telah didahului dengan tidak lancarnya kredit atau telah termasuk pada golongan kredit yang kurang lancar, pejabat yang bersangkutan harus telah dapat membuat suatu perkiraan yang menjurus, untuk mengetahui latar belakang ketidaklancaran kredit tersebut. Hal inilah yang merupakan langkah-langkah permulaan untuk mempersiapkan tindakan-tindakan lanjutan, seperti pemeriksaan buku-buku pengeluaran, buku penjualan, buku persediaan, buku piutang, dan lainnya. Umumnya kredit macet itu timbul adalah disebabkan faktor-faktor internal yang ada dalam suatu perusahaan maupun bidang usaha, dan hal ini merupakan keadaan yang pelu ditangani secara serius. Ini berarti bahwa sejak saat terjadinya kemacetan, bank sudah harus mendampingi debitur untuk mencari cara penyelesaian yang terbaik. Apabila kesulitan keuangan timbul karena kesalahan kebijaksanaan (policy) penjualan atau produksi sehingga menimbulkan kerugian, pihak bank janganlah terus menganggap nasabah tersebut sudah tidak mampu. Dalam hal ini hendaknya dicarikan jalan keluar untuk menormalisasi keadaan itu, sehingga usaha nasabah dapat stabil kembali dan kewajiban-kewajiban akan dapat dipenuhi secara baik. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Sebenarnya yang paling penting setelah mengetahui sebab-sebab kemacetan kredit adalah penilaian terhadap management atau pribadi pengusaha, artinya apakah bank masih dapat mempercayai pengusaha tersebut, atau tidak. Apabila managementnya masih dapat dipercayai walaupun terjadi kesulitan keuangan perusahaan karena kesalahan kebijaksanaan (policy), bank dapat memberikan berbagai macam keringanan kepada perusahaan guna membangun kembali sampai berjalan dengan baik dan lancar. Adapun bantuan maupun keringanan yang dapat diberikan bank terhadap debitur yang managemennya masih dapat dipercayai, mempunyai itikat baik, dan pada dasarnya mau menbayar kewajiban-kewajibannya, adalah sebagai berikut : 1. Penjadwalan kembali (rescheduling) 2. Persyaratan kembali (reconditioning) 3. Penataan kembali (restructuring) 4. Kombinasi Ad.1. Penjadwalan Kembali atau rescheduling Penjadwalan kembali adalah kebijaksanaan yang diberikan kepada debitur yang berkaitan dengan jadwal pembayaran angsuran dan jangka waktu kreditnya. Penjadwalan kembali ini termasuk pemberian masa tenggang (grace period), dan perubahan jumlah angsuran. Dengan demikian keringanan yang dapat diberikan adalah : a. Memperpanjang jangka waktu kredit. b. Memperpanjang jarak waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan, kemudaian menjadi 6 bulan. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
c. Penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka waktu kredit. Ad.2. Persyaratan kembali atau reconditioning Persyaratan kembali adalah kebijaksanaan yang diberikan kepada debitur yang berupa perubahan sebahagian maupun seluruh syarat-syarat kredit. Perubahan ini dapat berkaitan dengan berbagai persyaratan yang ada dalam kredit, baik berupa perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, suku bunga, dan sebagainya sepanjang tidak menyangkut perubahan plafond kredit. Dengan demikian keringanan atau perubahan persyaratan kredit tersebut, antara lain : a. Kapitalisas bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti utang pokoknya dapat melebihi plafond yang disetujui. Di samping itu, atas bunga tersebut dihitung bunga atau bunga majemuk
yang pada
dasarnya akan lebih memberatkan nasabah. Cara ini ditempuh dalam hal prospek usaha nasabah baik. b. Penundaan pembayaran bunga, yaitu bunga tetap dihitung tetapi penagihannya atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakan, sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafond kredit. c. Penurunan suku bunga, yaitu dalam hal nasabah dinilai masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktifitas dan hasil usaha waktu itu. Cara ini Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
ditempuh jika hasil usaha waktu itu. Cara ini ditempuh jika hasil operasi nasabah
memang
menunjukkan
surplus/laba
dan
likwiditas
memungkinkan untuk membayar bunga. d. Pembebasan bunga, yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasbaah hanya mencapai tingkat kembali pokok. Pembebasan bunga tersebut dapat untuk sementara, selamanya, ataupun seluruh utang bunga. e. Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi kredit jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan. Ad.3. Penataan Kembali (restructuring) Penataan kembali merupakan kebijaksanaan kepada debitur yang berkaitan dengan prubahan syarat-syarat kredit, yaitu dengan meninjau kembali situasi dan kondisi pemodalan, baik modal dalam arti dan untuk keperluan modal kerja maupun modal berupa barang-barang modal, seperti masih dan sebagainya. Adapun tindakan yang dapat diambil dalam rangka penataan kembali adalah : a. Tambahan kredit, apabila nasabah kekurangan modal kerja, maka perlu dipertimbangkan penanaman modal kerja, demikian juga dalam hal investasi, baik pelunasan maupun tambahan investasi. b. Tambahan equity, apabila tambahan kredit memberatkan nasabah, sehubungan
dengan
pembayaran
bunganya,
maka
perlu
dipertimbangkan tambahan modal sendiri, yang berupa : Tambahan modal dari pihak bank dengan cara :
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
-
Penambahan/penyetoran uang (fresh money)
-
Konversi utang nasabah, baik utang bunga, utang pokok, atau keduanya.
Tambahan dari pemilik : Kalau bentuk perusahaannya adlah perseroan terbatas maka tambahan modal ini dapat berasal dari pemegang saham maupun pemegang saham yang baru, atau keduanya. Ad.4. Kombinasi Tindakan penyelamatan seperti yang telah disebut di atas dapat juga meupakan kombinasi misalnya “rescheduling” dengan “reconditioning”. “Rescheduling” dengan “restructuring”, dan “reconditioning” dengan “restructuring”, serta gabungan dari “rescheduling, reconditioning, dan restructuring”. Umumnya pengawasan dan pembinaan yang telah disebutkan secara teoritis di atas merupakan dasar dan pedoman untuk dipergunakan pejabat Bank Sumut cabang Padang Sidempuan dalam tugas pengawasan dan pembinaan tersebut. Pengawasan yang umum dilakukan pada Bank Sumut cabang Padang Sidempuan adalah pengawasan secara pasif, yaitu melalui penelitian tertulis yang diserahkan oleh debitur, seperti laporan keadaan keuangan,laporan penyaluran keuangan, laporan aktifitas, dan sebagainya. Pengawasan tersebut akan berubah
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
menjadi pengawasan aktif apabila kredit yang telah disalurkan tesebut, dalam pengembaliannya sudah termasuk kredit kurang lancar. Langkah selanjutnya yaitu pembinaan, juga sedapat mungkin tetap dilaksanakan oleh Bank Sumut cabang Padang Sidempuan, yaitu dengan cara memberikan bimbingan terutama untuk memperbaiki administrasi si debitur. Pembinaan ini dilakukan dengan mengadakan pendekatan (approach) secara langsung terhadap si debitur. Tenggang waktu pembinaan itu bisanya dilakukan 1 kali dalam sebulan ataupun 1 kali dalam 3 bulan, dan juga tergantung pada jumlah kredit yang diberikan, serta tenggang waktu pengembalian kredit tersebut. Tentang pengawasan dan pembinaan ini, tidaklah diatur dengan suatu ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Rakyat Indonesia ataupun Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pengawasan dan pembinaan itu secara struktural langsung diserahkan kepada bahagian perkreditan yang terdapat pada Bank Sumut cabang Padang Sidempuan tersebut. Atau dengan kata lain bahwa yang mengurus masalah pengawasan dan pembinaan secara langsung menjadi tanggung jawab bahagian perkreditan. Dalam hal tindakan penyelamatan kredit, yang umum dilakukan Bank Sumut cabang Padang Sidempuan adalah melakukan penjadwalan kembali (rescheduling). Hal ini dilakukan adalah karena tindakan penjadwalan kembali tersebut lebih menguntungkan bagi pihak bank. Keuntungan yang diperoleh oleh pihak bank Sumut
dengan melakukan penjadwalan kembali adalah bahwa
kemungkinan kembalinya kredit yang sudah diberikan beserta bunganya akan lebih besar. Sedangkan tindakan penyelamatan lainnya tidak dipergunakan karena Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
tindakan tersebut dapat mengakibatkan jumlah kredit melebihi plafond, jangka waktunya semakin lama, dan juga dalam keadaan tertentu mengharuskan bank Sumut untuk melakukan penambahan/penyetoran uang. Hal ini tentunya akan semakin memberatkan debitur untuk pengembalian hutang pokok beserta bunganya dari kredit yang terlebih dahulu diberikan, ditambah lagi dengan penambahan/ penyetoran uang yang baru.
C. Proses Penyelesaian Kredit Macet Apabila pencegahan kredit macet yang telah dilakukan, yaitu berupa pengawasan dan pembinaan serta tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh bank ternyata tidak membawa hasil, maka langkah terakhir yang dilakukan oleh bank adalah melakukan penyelesaian kredit melalui saluran hukum. Namun demikian sebelum sampai pada penyelesaian kredit melalui saluran hukum tersebut, bank masih dapat melakukan tindakan-tindakan lain, seperti : -
Mengadakan penagihan secara langsung Dalam hal ini apabila bank sudah semaksimal mungkin melakukan tindakan untuk dapat menyelamatkan kredit,tetapi ternyata tidak berhasil juga, maka bank dapat mengadakan penagihan secara langsung kepada debitur untuk membayar hutang kreditnya sekaligus, atau
-
Dapat secara damai melakukan penjualan agunan yang telah diletakkan di bawah tangan.
Hal ini ditempuh karena bank menganggap bahwa debitur sudah tidak mampu lagi untuk menyelesaikan/membayar hutang kreditnya. Maka untuk membayar hutang Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
tersebut, atas persetujuan bank, debitur menjual agunan yang diletakkan di bawah tangan. Artinya penjualan itu dianggap oleh pihak bank cukup untuk relunasi hutang debitur. Apabila hal ini juga tidak dapat dilaskanakan,maka bank dapat menyerahkan penyelesaiannya kepada pengadilan Negeri/Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) dan kemudian memintakan penjualan agunan melalui lelang. Dengan demikian cara yang ditempuh dalam rangka proses penyelesaian kredit macet tersebut : 1. Perdamaian para pihak Dalam hal ini para pihak yaitu Bank Sumut sebagai kreditur dengan nasabah yang mempunyai kredit macet, melakukan perdamaian. Maksudnya bahwa kreditur dan debitur sepakat untuk melakukan penghentian perjanjian kredit, serta mewajibkan debitur untuk melunasi semua pinjaman kredit beserta bungnya sekaligus. Untuk mendukung perdamaian yang telah disebut di atas, maka debitur tentu harus secara sukarela yang berdasarkan rasa kesadaran, untuk menjual sendiri maupun menyerahkan barang-barang yang telah diletakkan sebagai jaminan secara fisik dan nyata, agar kreditur dapat menjualnya untuk menutupi hutang kredit tersebut. Dengan terlaksananya perdamaian seperti yang dimaksud, maka dengan sendirinya persoalan tentang kredit macet tersebut sudah selesai. Namun apabila perdamaian/kesepakatan di antara pihak tidak diperoleh, tiada jalan lain untuk Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
menyelesaikan selain menyerahkannya/menyelesaikannya melalui saluran hukum yang ada.
2. Penyelesiaan kredit melalui saluran hukum Penyelesaian kredit macet melalui saluran hukum merupakan cara yang teakhir yang dilakukan oleh bank. Artinya setelah melalui berbagai usaha seperti mengadakan pengawasan dan pembinaan yang memadai, juga pemberian keringanan-keringanan yaitu yang disebut sebagai tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh bank, ternyata kredit tersebut tidak juga dapat diselesaikan. Dalam hal ini bank branggapan bahwa jalan tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan, dimana penyelesaian kredit macet tersebut secara damai juga tidak dapat dilaksanakan, maka dengan demikian penyelesaian melalui saluran hukum merupakan jalan yang terakhir. Dalam menyelesaikan kredit macet melalui saluran hukum di negara kita, ada 2 cara yang digunakan, yaitu : a. Melalui Pengadilan Negeri 24 b. Melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) 25 Kedua cara ini akan ditempuh apabila tidak ada kesepakatan di antara para pihak untuk menyelesaikan kredit macet tersebut secara damai. Ad.a. Melalui Pengadilan Negeri
24 25
Ridwan Ignatius, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, op cit., hal 87 PT. Bank Sumut, Buku Pedoman Perkreditan, 2000
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Penyelesaian kredit macet melalui Pengadilan Negeri umumnya dilakukan oleh bank-bank swasta. Dalam hal ini bila mana kredit sudah tidak dapat lagi diselesaikan oleh bank dengan nasabahnya, maka bank mengambil langkah untuk menyelesaikan kredit melalui Pengadilan Negeri di tempat/domisili bank dan debitur yang bersangkutan. Adapun tindakan yang dapat dilakukan bank untuk menyelesaikan kredit macet melalui Pengadilan Negeri adalah tergantung kepada perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya, yaitu apakah perjanjian kredit itu memakai grose akta atau tidak. Perjanjian Kredit Dengan Memakai Grose Akta Apabila perjanjian kredit tersebut disertai dengan grose akta maka kreditur cukup mengajukan permintaan eksekusi/penjualan lelang jaminan kepada Pengadilan Negeri, karena kedudukan grose akta tersebut adalah sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Setelah menerima pemintaan eksekusi tersebut kemudian pengadilan menilai keabsahan grose akta yang ada. Dan apabila menurut penilaian pengadilan bahwa grose akta tersebut adalah benar, maka langsung diadakan atau dilaskanakannya eksekusi, yaitu menjual secara lelang jaminan yang sudah diletakkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian Kredit Tanpa Grose Akta Namun apabila pengadilan menilai bahwa grose akta dalam perjanjian kredit tersebut tidak ada atau tidak benar cara pembuatannya, maka pemintaan eksekusi harus ditolak. Untuk itu dianggap bahwa dalam perjanjian kredit tidak Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
terdapat grose akta. Maka agar debitur memenuhi seluruh kewajibannya, krediturharus mengajukan gugatan secara perdata biasa. Artinya kreditur harus terlebih dahulu mengajukan gugatan ke pengadilan. Kemudian pengadilan memposes gugatan tersebut berdasarkan hukum perdata yang menyangkut utang piutang. Bila pengadilan telah mengambil keputusan, yang mana biasanya bank (kreditur) yang menang, karena sudah jelas persoalannya dan debitur/nasabah sebagai pihak yang wanprestasi, maka segala milik debitur yang telah diletakkan sebagai jaminan disita untuk kemudian dilelang. Hasil pelelangan kemudian dibayarkan kepada pihak penggugat sebesar yang ditetapkan dalam putusan. Mengenai tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum terlaksanannya penjualan jaminan secara lelang, akan lebih jelas dipaparkan penulis pada pembahasan berikutnya yaitu tentang eksekusi jaminan. Ad.b. Melalui BUPLN Bagi bank-bank pemerintah, penyelesaian kredit macet disalurkan/ diselesaikan melalui Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPN), sebagai instansi resmi yaitu semacam pengadilan yang khusus menyelesaikan utangpiutang negara, seperti kredit macet. Demikian juga halnya dengan Bank Sumut cabang Padang Sidempuan untuk menyelesaikan kredit macet yang dihadapinya diserahkan ke BUPLN untuk diselesaikan. Adapun tata kerja BUPLN dalam menyelesaikan kredit macet setelah menerima penyerahan pengurusan piutang negara adalah menetapkan adanya dan besarnya piutang negara. Kemudian secara tertulis memanggil debitur untuk Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
mempertanggungjawabkan utangnya, selanjutnya BUPLN dengan debitur memuat pernyataan bersama tentang jumlah hutang yang harus dibayar oleh debitur. Bila surat penyataan bersama itu tidak juga dipenuhi oleh debitur, selanjutnya BUPLN akan mengeluarkan surat paksa agar debitur melunasi semua hutangnya sekaligus. Dan apabila surat paksa tersebut juga tidak dapat dilaskanakan pada akhirnya BUPLN akan melakukan penyitaan atas barang-barang jaminan tersebut. Demikianlah secara singkat penyelesaian kredit macet yang dapat dilakukan oleh BUPLN dan lebih jelas lagi akan dibahas penulis pada pokok bahasan berikutnya, yaitu pada pokok bahasan tentang eksekusi jaminan berikutnya.
D. Eksekusi Jaminan Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa eksekusi jaminan merupakan realisasi penyelesaian kredit macet yang dihadapi oleh bank. Jadi secara jelas untuk dapat kita pakai sebagai pedoman, bahwa yang dimaksud dengan eksekusi jaminan adalah penjualan barang-barang yang diberikan atau yang diletakkan debitur sebagai jaminan penerimaan kredit, yang penjualan jaminan tersebut dilakukan dengan cara melelangnya di depan umum. Namun sebelum sampai pada pelelangan jaminan, tentu harus melalui tahapan-tahapan atau prosedur, serta dibarengi dengan berbagai persyaratan. Tahapan-tahapan yang akan ditempuh untuk dapat melakukan pelelangan jaminan tersebut akan kita lihat dari 2 cara penyelesaiannya yang melalui saluran hukum, yaitu : Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
A. Eksekusi jaminan melalaui pengadilan negeri 26 B. Eksekusi jaminan melalui BUPLN 27 Ad.A. Eksekusi jaminan melalaui pengadilan negeri Adapun yang menjadi tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum melakukan pelelangan di depan umum, yang mana proses penyelesaian kredit macet tersebut diserahkan pada Pengadilan Negeri, akan melalui tahapan sebagai berikut : 1. Peringatan Peringatan merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri berupa “teguran” kepada tergugat agar tegugat mejalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Negeri tersebut. Dalam memberikan atau melakukan peringatan ini baru dapat dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri setelah menerima permohonan pelaksanaan eksekusi dari pihak penggugat (pemohon eksekusi). Dan selama belum ada permintaan eksekusi dari pihak penggugat, proses peringatan tidak dapat dilakukan. Tenggang waktu peringatan yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri adalah dengan batas maksimum 8 hari, sesuai dengan pasal 196 HIR ataupun pasal 207 RBG. Dalam batas waktu peringatan itu kepada tergugat diminta untuk melaskanakan putusan secara sukarela, dan apabila batas waktu itu sudah
26 27
Ridwan Ignatius, Hukum Sekitar Perjanjian, op cit., hal 87 PT. Bank Sumut, Buku Pedoman Perkreditan, 2000
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
trlampaui namun putusan tidak dilaksanakan dengan sukarela maka sejak saat itu putusan sudah dapat dieksekusi secara paksa. 2. Penetapan Sita Eksekusi Dengan terlampauinya batas waktu maksimum yang telah diberikan maka sejak saat itu Ketua Pengadilan Negeri sudah dapat langsung memerintahkan sita eksekusi tanpa menunggu permohonan ulang dari pihak penggugat. Perintah pelaksanaan sita eksekusi tersebut disertai dengan pengeluaran surat perintah, yaitu yang disebut dengan “penetapan”. Surat penetapan inilah yang menjamin keabsahan dan otentikasi perintah untuk menjalankan sita eksekusi, baik terhadap diri panitera atau juru sita yang mednapat perintah, maupun terhadap pihak yang kalah atau yang tersita-eksekusi. Tanpa adanya surat penetapan sita eksekusi tersebut, pihak yang kalah dapat menolak tindakan yang dilakukan oleh panitera atau juru sita. 3. Berita Acara Sita Eksekusi Adapun yang dimuat dalam berita acara sita eksekusi adalah menyangkut tentang apa saja yang harus dilakukan sebelum dan pada saat pelaksanaan sita eksekusi, atau dengan kata lain segala tata cara yang dibuat secara seksama, yang menerangkan peristiwa yang sebenarnya, pada saat pelaksanaan sita eksekusi. Berita acara sita eksekusi itu harus dibuat oleh pejabat yang perintahkan untuk melaksanakan sita eksekusi, sehingga keabsahan formal sita eksekusi sudah terpenuhi. Adapun yang menjadi isi berita acara sita eksekusi adlah antara lain berupa jenis dan jumlah benda yang disita, nama pejabat yang menjalankan sita eksekusi, serta dibantu oleh 2 orang yang sekaligus merupakan saksi. Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Pada bagian terakhir dari berita acara eksekusi adalah harus ditandatangani oleh pejabat pelaksana dan juga oleh dua orang saksi yang ikut membantu jalannya sita eksekusi tersebut. Dan setelah berita acara itu ditandatangani, kemudian harus diumumkan dan didaftarkan pada kantor pendaftaran yang telah ditentukan, serta yang terakhir sekali berita acara tersebut diberitahukan kepada pihak yang tersita. 4. Penjualan di depan umum (pelelangan) Tahapan yang terakhir dari sita eksekusi adalah penjualan secara lelang apa saja yang telah disita sebelumnya, dan ini merupakan yang diinginkan oleh penggugat agar gugatannya terpenuhi atau terbayar. Dalam pelaksanaan lelang itu, Pengadilan Negeri tidak langsung melakukan lelang terhadap harta debitur, karena sesuai dengan pasal 200 ayat 1 HIR atau pasal 215 ayat 1 RBG, penjualan barang yang disita dimuka umum, dilakukan dengan “perantaraan” atau “bantuan” kantor lelang. Dengan demikian jelas bahwa apabila pengadilan negeri hendak menjual barang sitaan, haruslah meminta bantuan kantor lelang untuk menunjuk seorang pejabat juru lelang untuk menjual barang yang disita tersebut. Dan dengan demikian dalam pelaksanaan lelang, Pengadilan Negeri tunduk kepada ketentuan Peraturan Lelang, Stb. 1908 No. 189.
Ad.B. Eksekusi Jaminan Melalui BUPLN Eksekusi jaminan yang dilakukan oleh BUPLN adalah hampir sama dengan Pengadilan Negeri karena BUPLN ini merupakan badan yang khusus Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
menyelesikan permasalahan utang-piutang negara, walaupun tahapan yang ditempuh BUPLN tersebut lebih singkat dan lebih sederhana. Sebelum penulis lanjutkan pada tahapan yang ditempuh dalam badan ini, ada baiknya dipaparkan dengan singkat apa yang menjadi landasan pokok keberadaan dan kewenangan BUPLN, yaitu bersumber pada Keputusan Presiden RI No. 21 tahun 1991, tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Adapun yang menjadi tugas BUPLN adalah seperti yang tercantum pada Pasal 2, Keputusan Presiden RI No. 21 tahun 1991 tersebut dinyatakan : Pasal 2
:”Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara mempunyai tugas menyelenggarakan pengurusan piutang negara dan lelang baik yang berasal dari penyelenggaraan pelaksanan tugas Panitia Urusan Piutang Negara maupun pelaskanaan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Peraturan Perudnangundangan yang berlaku”.
Sedangkan fungsi BUPLN itu dalam Pasal 3 dinyatakan : Pasal 3
:”Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, BUPLN mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijaksanaan teknis dan pembinaan di bidang pengurusan piutang negara dan lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Perumusan rencana dan pelaksanaan registrasi, verifikasi, pembukuan, penetapan, penagihan, dan atau eksekusi terhadap pengurusan piutang negara;
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
c. Perumusan rencana dan pelaksanaan pelelangan serta penggalian potensi lelang; d. Memberikan pertimbangan mengenai usul penghapusan piutang negara berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan ; e. Pengamanan teknis yuridis dan operasional atas pelaksanaan tugas BUPLN sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan Menteri Keuangan dan peraturan perudnangundangan yang berlaku. Dari kedua Pasal yang telah disebut di atas jelaslah bagi kita bahwa BUPLN tersebut merupkan badan yang bertugas untuk menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan hutang-piutang negara dan juga BUPLN tersebut mempunyai tugas yang sama dengan PUPN, yaitu untuk melindungi dan menagih pembayaran piutang negara agar segea dikembalikan debitur ke dalam kas negara. Demikian juga halnya dengan Bank Sumut cabang Padang Sidempuan, dengan adanya kredit macet yang sudah tidak dapat diselesaikan sendiri oleh bank tersebut, kemudian menyerahkannya kepada BUPLN untuk dibereskan. Bank Sumut cabang Padang Sidempuan tunduk pada ketentuan yang mengatur tentang Pengurusan Piutang Negara, yaitu Keputusan Menteri Keuangan RI No. 293/KMK.09/1993. Dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut ditentukan apa saja yang merupkan syarat penyerahan pengurusan piutang negara yang harus dipenuhi oleh Bank Sumut cabang Padang Sidempuan. Dan juga memuat tahapan-
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
tahapan yang ditempuh BUPLN untuk menyelesaikan kredit macet yang dihadapi bank. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh bank agar masalah kredit macet dapat diselesaikan oleh BUPLN, adalah harus menyerahkan dokumen atau data yang terdiri dari : a. Penjelasan singkat tentang terjadinya piutang, sebab-sebab terjadinya kredit macet, keadaan barang jaminan, dan juga usaha-usaha yang telah dilakukan oleh bank untuk menyelesaikan kredit macet tersebut. b. Menyerahkan perikatan, peraturan atau data lainnya yang membuktikan adanya piutang. c. Surat pemberitahuan kepada debitur bahwa pengurusan hutangnya telah diserahkan kepada BUPLN. Data-data inilah yang merupakan dasar BUPLN untuk dapat menyelesikan masalah kredit macet tersebut, kemudian setelah data-data itu diperiksa oleh BUPLN dan ternyata sudah memenuhi syarat dan juga membuktikan adanya piutang negara, maka dikeluarkanlah Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) yang ditandatangani oleh Ketua BUPLN. Dengan keluarnya SP3N tersebut maka penyelesaian kredit macet sepenuhnya ditangani oleh BUPLN. Setelah pengurusan piutang negara tersebut diterima selanjutnya BUPLN sampai pada tahapan-tahapan yangharus ditempuh untuk menyelesaikan kredit tersebut. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah : 1. Penetapan Piutang Negara
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Dalam hal ini BUPLN menetapkan adanya dan besarnya piutang negara yang didasarkan pada data-data yang sudah diberikan oleh bank atau kreditur. Dalam menetapkan besarnya piutang negara, BUPLN haus melihat apakah piutang tersebut sudah pernah diangsur atau tidak. Apabila sudah pernah diangsur maka hal tersebut diperhitungkan sebagai pengurangan. Sedangkan biaya pengamanan jaminan, seperti polis asuransi, pemasangan hipotik,dan biaya pemeliharaan jaminan, yang berupa sewa gedung akan diperhitungkan sebagai penambahan. 2. Panggilan Setelah ditetapkannya jumlah piutang negara, kemudian BUPLN secara tertulis memanggil debitur untuk meminta pertanggungjawaban penyelesaian piutang negara tersebut. Apabila debitur tersebut tidak memenuhi panggilan itu maka akan diberikan peringatan, dan setelah diberikan peringatan sekali lagi juga diabaikan, maka diberikan peringatan sekali lagi juga diabaikan, maka diberikan peringtan terakhir. Dalam hal ini tidak diketahuinya tempat tinggal sidebitur, BUPLN melakukan pemanggilan melalui pengumuman pada surat kabar harian. 3. Pernyataan Bersama Pernyataan bersama adalah surat pernyataan pengukuhan hutang yang dibuat dan ditandatangani oleh Ketua BUPLN dan debitur, serta memuat syaratsyarat penyelesaiannya. Walaupun sudah terlebih dahulu ditetapkan besarnya piutang negara yang harus diselesaikan debitur, BUPLN harus juga memastikan jumlah tersebut dengan menghubungi si debitur. Hasil tersebut kemudian dinyatakan dalam “Pernyataan Bersama”, dan sifat dari pernyataan tersebut adlah Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
mempunyai hukum yang tetap. Apabila pernyataan itu tidak dapat dibuat karena debitur tidak memenuhi panggilan atau tidak mau
menandatanganinya tanpa
alasan yang sah, dengan sendirinya BUPLN menetapkan jumlah piutang negara yang wajib dilunasi si debitur. Dalam hal si debitur sudah memenuhi panggilan, tetapi tidak mau memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam pernyataan bersama, BUPLN akan memberikan peringatan tertulis untuk memenuhi kewajibannya tersebut. 4. Surat Paksa Surat paksa adalah surat perintah yang dikeluarkan oleh Ketua BUPLN kepada debitur untuk membayar sekaligus hutangnya kepada negara. Surat paksa ini akan dikeluarkan apabila debitur tidak mau memenuhi kewajibannya yang telah ditetapkan dalam “Pernyataan Bersama”, dan hal ini dilakukan setelah terlebih dahulu diberi peringatan tertulis. Setelah surat paksa tersebut dikeluarkan, kemudian oleh Jurusita diberitahukan kepada debitur tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap, atau menghilang, surat paksa ini harus diberitahukan dengan menempelkan Surat Paksa pada pintu Utama Kantor BUPLN atau dimuat dalam Surat Kabar Harian. 5. Penyitaan Penyitaan ini dilaksanakan oleh juru sita atas barang-barang jaminan atau harta kekayaan milik debitur apabila tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam Surat Paksa. Dalam melakukan penyitaan tersebut, jurusita didasarkan pada Surat Perintah Penyitaan yang ditandatangani oleh ketua BUPLN dengan disaksikan Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
oleh 2 (dua) orang saksi yang telah berumur 21 tahun atau yang telah menikah, yang kemudian mengumumkan penyitaan.
6. Pelelangan Tahapan terakhir yang harus ditempuh oleh BUPLN adalah melakukan pelelangan atas barang-barang jaminan dan atau harta kekayaan milik debitur yang telah disita, karena tidak melunasi hutangnya kepada negara. Pelelangan yang dilakukan itu harus diumumkan dalam surat kabar harian dan dilaksanakan oleh BUPLN melalui Kantor Lelang Negera, berdasarkan “Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan” yang ditanda tangani oleh Ketua BUPLN, maka dapat disimpulkan fungsi ataupun tugas dan kewenangan BUPLN tersebut adalah dalam hal mengurus, menata, dan mengawasi piutang negara. Juga sudah jelas bagi kita bagaimana BUPLN tersebut dapat bertindak untuk melindungi dan menarik kembali piutang negara dengan caranya sendiri yang diberi kuasa oleh undang-undang. Dan juga memiliki kewenangan yang juga berdiri sendiri untuk melaksanakan penyitaan untuk dieksekusi atau executorial verkoop, seperti halnya kewenangan yang dimiliki oleh pengadilan.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Sebagai bagian terakhir dari skripsi ini, maka dalam bab inilah penulis akan mengetengahkan kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran dari masalah yang telah dibahas sebelumnya. A. Kesimpulan 1.
Adapun yang dapat menimbulkan terjadinya kredit macet antara lain adalah, kesulitan-kesulitan keuangan yang dialami oleh penerima kredit atau kreditur. Faktor yang sangat besar pengaruhnya adalah apabila timbul tindakan-tindakan yang tidak efisien dari pimpinan suatu perusahaan, dalam hal pimpinan perusahaan mempunyai kelemahan dalam mengelola perusahaan, baik dalam kelemahan dalam control perusahaan ataupun dalam menentukan kebijakan perusahaan.
2.
Timbulnya kredit macet pada Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan tidaklah terlalu mempengaruhi perjanjian kredit yang telah dibuat sebelumnya dengan debiturnya, sebab hal itu hanyalah menimbulkan hak
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
pada bank atau kreditur untuk dapat langsung melaksanakan salah satu ketentuan atau klausule yang terdapat pada perjanjian kredit tersebut. Dan perjanjian kredit selanjutnya masih tetap berlanjut seperti yang telah diperjanjikan sebelumnya. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan untuk mencegah jangan sampai terjadi kredit macet adalah dengan mengadakan pengawasan dan pembinaan secara langsung dan teratur terhadap si debitur, agar kredit yang diberikan lancar pengembaliannya, dan dalam rangka pencegahan tersebut, bank juga melaksanakan tindakan penyelamatan, yaitu melakukan penjadwalan kembali, agar kredit tersebut tidak sampai mengalami kemacetan. 3.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank Sumut cabang Padang Sidempuan dalam rangka menyelesaikan terjadinya kredit macet adalah dengan mengadakan perdamaian dengan debitur, yaitu dengan memberikan kelonggaran apabila dianggap masih mampu untuk memenuhi kewajibannya. Apabila kredit macet tetap tidak dapat dihindarkan, maka kreditur atau bank dapat mengajukan penyelesaiannya melalui saluran hukum, yaitu melalui BUPLN dan selanjutnya meminta penjualan jaminan kredit secara lelang di depan umum, agar kredit yang telah diberikan dapat dilunasi.
B. Saran-Saran 1. Agar piutang negara lebih cepat dikembalikan ke dalam kas negara, dalam proses penyelesaiannya melalui jalur hukum yang ada hendaknya memikirkan
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
langkah penyelesaian yang lebih singkat dan praktis atau janganlah memakan waktu yang lama, agar piutang negara lebih terjamin pengembaliannya. 2. Timbulnya perkara kredit macet tentunya disebabkan faktor-faktor yang tidak diinginkan oleh semua pihak,oleh sebab itu bank sebagai kreditur janganlah menimpakan permasalahan itu sebagai kesalahan si debitur semata. Adalah lebih baik memikirkan bagaimana agar kredit tersebut dapat segera dikembalikan dan membuat usaha agar jangan terjadi lagi kredit macet pada nasabah yang lain. 3. Untuk mengurangi resiko terjadinya kredit macet, bank dalam memberikan kredit janganlah semata-mata hanya melihat kelas status seorang debitur, tetapi hendaknya kredit itu juga dijamin dengan agunan yang cukup, dan apabila dianggap perlu dapat juga dimintakan jaminan pribadi dari pihak ketiga.
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Abul Marhainis Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Pradyna Pramita, Jakarta, 1975 Badrul zaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991 Fuady Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002 Harahap, Chairuman, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supermasi Hukum, Penerbit Cita Pustaka Media, Bandung, 2003 Harahap, M Yahya, Hukum Acara Perdata, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Penerbit Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005 Imran TB, Anatomi Kejahatan Perbankan, Penerbit MQS Publishing, Jakarta, 2006 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit Raja Grafindo, Jakarta, 2002 Salman Otje H.R, dkk, Teori Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2000 Subekti, R, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1982 Sutarno, Aspek-Aspek Perkreditan Pada Bank, Penerbit Alfa Beta, Jakarta, 2003 Sutojo Siswanto, Analisis Kredit Bank Umum, Penerbit Refika Aditama, Jakarta, 2005 Suyati Herlina Bachtiar, Aspek Legal Kredit Sindikasi, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000 Suyatno, Thomas, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009
Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Penerbit Universitas Dipenegoro, Semarang, 1997 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Penerbit Grafiti, Jakarta, 1994
Undang-Undang dan Peraturan: Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1953 Tentang Pokok Bank Indonesia dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 1955 HIR dan RBG Wawancara : Wawancara dengan H. Drs Paro Iman Ritonga Pimpinan Bank Sumut Cabang Padang Sidempuan
Sry Kartika Ritonga : Upaya Bank Dalam Mencegah Dan Menyelesaikan Terjadinya Kredit Macet (Studi Kasus : PT. Bank Sumut Kantor Cabang Padang Sidempuan), 2008. USU Repository © 2009