ANALISIS JURIDIS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN PIUTANG TERHADAP KREDIT MACET ( STUDI PADA PT. BANK SUMUT ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : MARGARETH EKA PURBA NIM : 050200174
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
ANALISIS JURIDIS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN PIUTANG TERHADAP KREDIT MACET ( STUDI PADA PT. BANK SUMUT ) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : MARGARETH EKA PURBA NIM : 050200174 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH NIP. 131 570 45
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Dr. Sunarmi,SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaannya, sehingga Penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari segala kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat didalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat yang konstruktif dari para pembaca dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Untuk hal tersebut, Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan yang maksimalkan kepada fakultas dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum USU. 3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH sebagai Pembantu Dekan I yang telah membantu para mahasiswa memenuhi segala kebutuhan akademik dan administrasi. Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, MHum, Dfm yang telah membantu mahasiswa di pembayaran SPP dan Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
sumbangan-sumbangan kegiatan kampus. Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, MHum yang telah banyak membantu mahasiswa di bidang kemahasiswaan. 4. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH sebagai Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, mengkritisi, memberikan saran-saran dan mengarahkan Penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini menjadi sebuah skripsi. 5. Ibu Dr. Sunarmi, SH, MHum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah meneyetujui judul, outline skripsi, membimbing, mengkritisi
dan
memberikan saran-saran yang konstruktif serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini menjadi sebuah skripsi. 6. Ibu Dr. T. Keizerina D.A, SH, CN.MH sebagai Dosen Wali Penulis yang selama delapan semester telah membimbing dan memotivasi penulis untuk meraih hasil maksimal disetiap semesternya. 7. Para staf dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama delapan semester. 8. Bapak Pimpinan PT.Bank Sumut yang telah memberikan izin penulis melaksanakan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku, beserta segenap keluarga besarku yang selalu mendorong dan memeberi semangat untuk menyelesaikan perkuliahan.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Selain itu Penulis juga ingin berterima kasih kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2005 yang telah banyak membantu penulis selama kuliah di Fakultas Hukum USU. Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapat Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.
Medan, 5 Maret 2009 Penulis,
Margareth Eka Purba.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i DAFTAR ISI..........................................................................................................v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang...........................................................................1 B. Perumusan masalah..................................................................12 C. Tujuan dan manfaat penulisan.................................................12 D. Keaslian penulisan...................................................................13 E. Tinjauan kepustakaan...............................................................13 F. Metode penulisan.....................................................................18 G. Sistematika penulisan...............................................................19
BAB II
Kredit Macet Perbankan. A. Pengertian Kredit Macet...........................................................21 B. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet................28 C. Antisipasi pencegahan terjadinya kredit macet........................33
BAB III
Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet A. Penghapusan Piutang...............................................................58 B. Mekanisme Penghapusan piutang............................................62 C. Akibat hukum...........................................................................74
BAB IV
Kendala dalam Penghapusan Piutang A. Kendala Internal.......................................................................79 B. Kendala Eksternal
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
- Terhadap Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penghapusan piutang ( PP 33/2006 dan PMK 87/2006)...................................80 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................82 B. Saran.........................................................................................83
LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
ANALISIS JURIDIS PELAKSANAAN PENGHAPUSAN PIUTANG TERHADAP KREDIT MACET (STUDI PADA PT. BANK SUMUT) *) Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. M.H **) Dr. Sunarmi, SH. M.Hum ***) Margareth Eka Purba ABSTRAKSI
Usaha pokok Bank adalah sektor perkreditan dan pendapatan bank yang terbesar adalah berasal dari sektor perkreditan. Kredit, baik konsumtif maupun produktif memang sudah mejadi target utama perbankan dalam meraih pendapatan, selain fee based income tentunya. Dengan demikian, kelebihan dana masyarakat yang bisa membuat bank memiliki dana idle yang akan lebih produktif lagi karena diberikan dalam bentuk kredit.Walaupun sudah dilakukan analisis kredit, dan kredit sudah dinyatakan layak untuk diberikan kepada calon debitur, kemungkinan pengembaliannya kelak mengalami kemacetan selalu ada. Terjadinya kemacetan pengembalian kredit mungkin disebabkan oleh kesalahan/kelalaian dari pihak Bank sendiri atau dari pihak nasabah, atau karena keadaan memaksa (force majure). Usaha yang dilakukan untuk menangani kredit macet melalui beberapa tahap yaitu 1) Restrukturisasi, 2) Hapus Buku, 3) Hapus Tagih. Karena besarnya resiko dalam perkreditan, maka Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank. Peraturan-peraturan yang digunakan Bank Sumut dalam penanganan kredit macet juga didasarkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Mekanisme Pelaksanaan penghapus bukuan yang dilakukan oleh Bank Sumut dilakukan dengan peraturan intern Bank. Sedangkan pelaksanaan hapus tagih di Bank Sumut yang terjadi akibat adanya bencana alam yang menimpa Provnsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, dalam hal ini terjadi force majure. Dalam hal ini, Bank Indonesia mengambil peranan penting dalam memeberlakukan PBI No. PBI No. 7/45/PBI/2005 mengenai Perlakuan khusus terhadap kredit bank umum pascabencana alam di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias dan Nias Selatan Provinsi Sumatra Utara, mempermudah Bank Sumut dalam melaksanakan penghapusan piutang kredit macet. Atas perintah Bank Indonesia yang memberikan wewenang pada Bank untuk menyelesaikan masalah penghapusan piutang kredit macet, maka mekanisme hapus tagih yang dilakukan oleh Bank Sumut, sehubungan dengan Bencana Alam yang menimpa Provinsi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias kini mengacu pada PP Nomor 33 tahun 2006 atas perubahan dari PP Nomor 14 Tahun 2005. Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah metode penelitian secara empiris, yaitu melalui studi lapangan dan wawancara. Untuk melihat aplikasi dari peraturan perundang-undangan tersebut dengan mengambil lokasi penelitian pada PT. Bank Sumut. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kredit macet. Dalam penyelesaian penghapusan piutang kredit macet di BUMN/D haruslah terdapat level of playing field yang sama dengan bank swasta, dengan memberlakukan PP No. 33/2006 tentang perubahan atas PP No. 14/2005 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang Negara/ daerah atas perubahan dari PMK 31/2005. Sehingga pelasanaan penghapusan piutang dapat dilaksanakan berdasarkan koridor hukum korporasi. Kata kunci: Kredit macet & Penghapusan piutang *) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II ***) Mahasiswa Fakultas Hukum USU
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Ekonomi suatu negara seharusnya merupakan suatu panduan yang efisien
dan suportif di antara kegiatan-kegiatan sektor riil. Suatu negara akan berusaha memproduksi benda-benda yang dibutuhan masyarakat yang dalam dunia usaha disebut marketable. Pada perkembangan ekonomi tingkat dini, pasar uang dapat diartikan sebagai sumber pembiayaan utama dan satu-satunya. Saat ini dapat dikatakan bahwa penyediaan berbagai jasa keuangan (perbankan) merupakan sektor yang strictly well regulated. Karena perbankan menyangkut kepentingan jumlah orang yang cukup banyak. Situasi di Indonesia adalah suatu hal yang cukup memberi gambaran bahwa perbankan merupakan sektor yang sangat diatur.1 Usaha Bank adalah usaha di bidang jasa keuangan yang menghadapi berbagai macam resiko. Resiko usaha Bank (banking business risk) adalah tingkat ketidakpastian mengenai keuntungan yang diharapkan akan diterima oleh Bank. Dahlan Siamat (1955) menyatakan, salah satu resiko usaha yang dihadapi Bank ialah Resiko Kredit, yakni merupakan resiko akibat ketidakmampuan nasabah debitur mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari Bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. 2 Kredit, baik konsumtif maupun produktif memang sudah mejadi target utama perbankan dalam meraih pendapatan, selain fee based income tentunya. 1
H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta: PT Andi Yogyakarta, 2000), hal.5. 2 Ibid. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Dengan demikian, kelebihan dana (masyarakat) yang bisa membuat bank memiliki dana idle yang akan lebih produktif lagi karena dilempar dalam bentuk kredit. 3 Pemberian kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian tidak dapat dilepaskan dari prinsip kepercayaan, yang sering menjadi sumber malapetaka bagi kreditur sehubungan dengan kredit macet. Berbagai unsur seperti safety, soundness, without substantial risk – pun dalam perundang-undangan/peraturan perlu mendapatkan perhatian, karena dalam kenyataannya kurang memuaskan untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet. 4 Ketidakmampuan nasabah debitur memenuhi perjanjian kredit yang disepakati kedua belah pihak disebut default, secara hukum disebut wanprestasi. 5 Kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) kartu kredit masih tinggi. Namun yang melegakan, kredit-kredit itu merupakan kredit-kredit lama. Penerbit
kartu
kredit
menanggung
NPL
tinggi
karena
mereka
tidak
menghapusbukukan tagihan lama yang macet. BI mencatat, penerbit kartu kredit yang memiliki rasio NPL tinggi adalah bank-bank asing yang membuka kantor cabang di Indonesia. Kelompok bank asing membukukan NPL kartu kredit sebesar 19,2% hingga akhir November 2008. 6 Bank campuran tercatat sebagai kelompok bank yang memiliki NPL tertinggi kedua di kartu kredit. Rasio NPL kartu kredit bank campuran per akhir
3
H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal.329. 4 http://www.shvoong.com/law-and-politics/18811061-upaya-hukum-penyelesaiankredit-macet, (“Upaya Hukum Penyelesaian Kredit Macet’’), terakhir kali diakses pada tanggal 31 Januari 2009. 5 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal 73. 6 Ibid. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
November tahun lalu mencapai 12%. Di tempat ketiga adalah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki NPL kartu kredit sebesar 11%. Berikutnya, adalah kelompok bank swasta dengan angka NPL kartu kredit sebesar 8%. Terakhir adalah kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan NPL kartu kredit sebesar 6%. BI juga mencatat, angka NPL kartu kredit di perbankan mulai naik sejak bulan Agustus 2008.7 Kredit macet kembali menjadi bahaya bagi perbankan. Kasus-kasus kredit macet perbankan, kembali menyadarkan masyarakat bahwa persoalan kredit masih menjadi sangat berbahaya. Tidak hanya terhadap kemerosotan kinerja perbankan, tetapi sekaligus juga terhadap nilai perusahaan. 8 Kalangan pengamat perbankan jauh hari telah mengingatkan bahaya kredit macet, khususnya kredit yang berasal dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kredit- kredit yang dijual BPPN dan dibeli perbankan, khususnya bankbank BUMN/D, yang waktu itu juga mendapat tekanan dari pemerintah karena kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kini menjadi bahaya laten. Kredit tersebut secara sistematik kembali dikuasai pemilik lama dan mendapatkan kembali kucuran kredit baru dalam pola restrukturisasi yang dilakukan bank pembeli. 9 Satu sisi akan mudah menyalurkan kredit, tetapi di sisi lain, bank akan tergantung pada debitor. Apalagi, kalau sudah kreditnya bermasalah, tentu bank akan berat menanggung. Kesempatan ini digunakan debitor untuk menambah
7
http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan/news/Kredit_Macet_Mengkhawatirkan, ( ‘’Kredit Macet Mulai Mengkhawatirkan’’), terakhir kali diakses pada tanggal 31 Januari 2009. 8 Ibid. 9 Ibid. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
kredit dengan alasan penambahan diperlukan agar usahanya tidak kesulitan. Namun, banyak praktik kredit baru itu hanya untuk membayar kredit lama.
10
Zona hapus buku dan hapus tagih ini menjadi persembunyian yang paling aman sehingga praktik- praktik aji mumpung (moral hazard) kerap kali mewarnai bankir dan debitor dalam pola hapus buku dan hapus tagih. Harusnya, wajar saja hapus buku dan hapus tagih ini dalam praktik perbankan sepanjang tidak terjadi persekongkolan dan debitor tidak mengetahui posisi hapus buku atau hapus tagih. 11 Pada saat krisis, kredit para debitor kakap masuk ke BPPN dan dibeli oleh bank-bank dalam rangka memperbesar volume kredit, dan faktanya kredit-kredit yang dari BPPN itu dibeli kembali pemilik lama dengan harga yang tidak besar dan oleh bank diberi kredit baru untuk memperlancar usahanya. Pembelian kredit bisa juga bersumber dari bank bersangkutan dengan nama perusahaan lain yang berbau asing. Praktik-praktik ini banyak terjadi pada kredit yang bersumber dari BPPN. Pemilik perusahaan tidak pernah mengalami kebangkrutan. Harta kekayaannya tetap melimpah dan bahkan dalam bisik-bisik perbankan, kekayaan seseorang mencapai lebih dari Rp 1 triliun, tetapi perusahaannya mengalami kemacetan. Pendeknya, perusahaan boleh bangkrut, tetapi pribadi tidak boleh bangkrut. Pola ini hampir terjadi pada semua debitor ulung yang sekarang mulai bangkit lagi memanfaatkan kelebihan likuiditas bank- bank. 12 Sekilas tidak ada masalah dalam prosedur, sebab pedoman restrukturisasi yang diatur Bank Indonesia menyebutkan, ada enam cara yang bisa ditempuh bank yang dilakukan antara lain melalui: 10
Ibid. Ibid. 12 Ibid 11
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
1.
Penurunan suku bunga Kredit;
2.
Perpanjangan jangka waktu Kredit;
3.
Pengurangan tunggakan bunga Kredit;
4.
Pengurangan tunggakan pokok Kredit;
5.
Penambahan fasilitas Kredit; dan atau
6.
Konversi Kredit menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Namun, enam jalan melakukan restrukturisasi kredit tersebut masih bisa diganggu oleh debitor-debitor yang selama ini menikmati kredit-kredit bank sejak zaman pemerintahan Soeharto. Sebab, saat ini, di tengah tekanan intermediasi perbankan, bank lebih banyak menekankan aspek komersial dan prospek usaha yang masih cerah dan banyak mengindahkan aspek integritas. Padahal, selama ini, menurut catatan Biro Riset InfoBank, kredit macet disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor kondisi ekonomi dan faktor internal bank, seperti menyangkut orang dan prosedur. Jadi, setiap kredit macet tidak bisa dipandang sebagai sebuah kejahatan pidana atau perdata. Khusus mengenai masalah penyelesaian kredit macet pada bank BUMN/BUMD selama ini berbeda dengan bank swasta lainnya. Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan berupa modal pada bank, menjadikan penyelesaian kredit macet pada bank tersebut harus diselesaikan melalui PUPN (KP2LN). Penyelesaian kredit macet bank di PUPN terdapat kendala-kendala yang harus dihadapi oleh PUPN. Sehingga perlu dipilih cara penyelesaian kredit macet BUMN/BUMD yang lebih tepat. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi negara. Dalam pembangunan ekonomi sangat dibutuhkan kepastian hukum termasuk kepastian hukum dalam menyelesaikan kredit macet. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Perkembangan pengertian terhadap kekayaan negara, daerah yang dipisahkan dalam penyertaan pada BUMN/BUMD menjadikan perubahan penyelesaian kredit macet. Bertitik tolak pada peraturan mengenai penyelesaian kredit macet bank BUMN/BUMD yang dilakukan sendiri oleh Bank BUMN/D dan penyelesaian kredit macet yang diteruskan kepada PUPN. Penelitian ini diarahkan untuk menjawab persoalan pilihan kebijakan yang tepat dalam penyelesaian kredit macet ini dengan melihat pada pengertian kekayaan negara yang ada pada bank BUMN/D. Sebagaimana bank BUMN/D berdasarkan UU No.49 Prp. tahun 1960 tentang PUPN penyelesaiapun diteruskan ke PUPN seandainya penyelesaian oleh Bank BUMN tidak mendapatkan hasil. Tetapi penyelesaian pada PUPN juga menghadapi kendala-kendala walaupun penyelesaian sudah berdasarkan aturan yang berlaku. Dengan dikeluarkannya PP Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara Daerah, maka menjadi jelaslah bagaimana penyelesaian kredit macet kepada masing-masing bank berdasarkan UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN. Dengan adanya kepastian hukum dalam penegakkan kredit macet pada BUMN dapat menjadikan penyelesaian kredit macet lebih cepat. Dan Bank-bank BUMN akan mampu bersaing secara sehat dengan bankbank swasta lainnya dalam menjalankan fungsi dan tujuannya sehingga stabilitas ekonomipun dapat tercapai. 13 Rencana perubahan PP No. 14/2005 tentang Penghapusan Piutang Perusahaan
Negara/Daerah
merupakan
bagian
dari
Paket
Kebijakan
13
http://www.ebursa.depdiknas.go.id, (“Penyelesaian Kredit Macet”), terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009 Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Restrukturisasi Sektor Keuangan. Revisi PP No. 14/2005 dilatarbelakangi antara lain, Pasal 4 UU BUMN dan Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu, dalam rangka restrukturisasi kredit bermasalah debitor UKM untuk memulihkan sektor UKM dan meningkatkan fungsi intermediasi bank BUMN. Latar belakang revisi itu juga muncul dari surat direksi/komisaris BUMN perbankan dan menneg BUMN yang meminta menkeu untuk membuat kebijakan hapus tagih atas pokok utang yang selama ini tidak ada payung hukumnya. Piutang negara dalam UU Keuangan Negara mencakup kekayaan negara/daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain dalam bentuk uang, surat berharga, piutang, barang serta hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk yang dipisahkan pada perusahaan negara/daerah. Sementara UU BUMN menyatakan penyertaan modal pemerintah dalam perusahaan negara merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. 14 Sekreataris Menneg BUMN Said Didu mengatakan ketentuan dalam UU Keuangan Negara relatif tidak adil karena hanya mengakui piutang negara sementara kredit yang timbul dalam kegiatan usaha tidak diakui pemerintah. Selain itu pengakuan piutang perusahaan negara/daerah sebagai piutang negara justru berpotensi merugikan negara sendiri. Contohnya, dengan kredit macet mencapai Rp10 juta dan kemampuan debitor hanya Rp 8 juta, maka perusahaan swasta bisa menerima kemampuan debitor itu. Sisanya bisa diusulkan dihapus tagih atau hapus bukukan. Hal ini berbeda dengan bank BUMN/D. Kredit macet Rp10 juta tersebut merupakan piutang Negara dan daerah. Orang bisa dipenjara jika (restrukturisasi) Rp2 juta sisanya karena dianggap merugikan negara. 15
14
Ibid. http://www.bisnis.com, (“PP No. 14/2005 tetap direvisi Penghapusan piutang BUMN tak perlu izin Menkeu”), terakhir kali diakses pada tanggal 2 Januari 2009 15
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Industri perbankan mengakui tumpukan kredit bermasalah bakal lebih tinggi pada tahun 2009. Para bankir memprediksi, kredit yang kemungkinan besar akan mengalami penurunan kualitas adalah kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Ramalan itu merupakan kesimpulan dari survei kredit Bank Indonesia yang dipublikasikan awal pekan ini. Survei itu melibatkan pengelola 41 bank sebagai responden. 16 Seluruh responden memperkirakan kredit macet bakal naik di kuartal pertama tahun ini. Namun, responden punya tebakan yang berbeda tentang asal kenaikan kredit macet. Sebanyak 44 persen responden memperkirakan sumbangan kenaikan kredit macet berasal dari kredit modal kerja, dan 56 persen responden memprediksi kenaikan kredit macet akan datang dari kredit investasi dan kredit konsumsi. Ada catatan khusus mengenai kredit konsumsi. Para bankir yakin jenis kredit konsumsi yang bakal bermasalah adalah kartu kredit. 17 Hasil survei juga menyebutkan debitur yang mengambil pinjaman di atas Rp 5 miliar akan menyumbang peningkatan kredit macet. Sementara kredit di sektor mikro tak terlalu berisiko macet. Survei juga menilai kredit ke sektor jasa sangat kecil kemungkinan berubah menjadi macet. 18 Untuk menyelesaikan kredit macet tersebut, maka diperlukan payung hukum kebijakan hapus tagih dalam rangka penyelesaian kredit macet di Bank. Kebijakan hapus tagih tersebut dengan tujuan: 1. Mempercepat penyelesaian utang, untuk memacu proses pemulihan dan pengembangan sektor riil. 2. Penyelamatan, perlindungan dan penyehatan sektor usaha. 16
Ibid. Ibid 18 Ibid. 17
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
3. Mengeluarkan debitur macet dari daftar hitam kredit macet bank sehingga dapat meneruskan usahanya dan mendapatkan pendanaan kembali. 19 Perubahan terhadap PP No. 14 Tahun 2005 tentu akan membawa sejumlah konsekuensi. Hal yang harus dicatat oleh para bankir BUMN bahwa piutang macet harus diselesaikan sendiri oleh BUMN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan UU PT dan UU BUMN. Dengan demikian, penghapusan piutang bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bernilai di bawah Rp 10 miliar, tidak memerlukan persetujuan Menteri Keuangan (Menkeu). Artinya, piutang BUMN tidak lagi termasuk dalam ruang lingkup piutang negara dan tidak lagi tunduk kepada Peraturan Pengurusan Piutang Negara sebagaimana diatur dalam UU No. 49 Prp tahun 1960. Konsekuensi lainnya, piutang macet harus diselesaikan BUMN/D yang bersangkutan. Jika tidak, bank itu harus menyelesaikan seperti bank biasa lainnya seperti melalui eksekusi hak tanggungan, kepailitan, lembaga peradilan dan lainnya. Bank pelat merah tidak bisa lagi menyelesaikan piutangnya melalui PUPN-DJPN. Namun, khusus piutang BUMN/D yang telah diserahkan kepada PUPN Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), pengurusannya tetap sesuai dengan pengurusan piutang negara, kemudian piutang macetnya telah diurus oleh DJPLN atau telah direstrukturisasi. Restrukturisasinya harus dengan tingkat pengembalian minimal 50 persen dari sisa pokok jika barang jaminan
19
http://www.CBCI Indonesia.com, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
masih ada atau paling sedikit 15 persen dari pokok, jika barang jaminannya sudah tidak ada. Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2005 tersebut, dimaksudkan untuk mempercepat penyelesaian kredit macet, termasuk kredit macet di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan eks Provinsi Timor Timur. Optimalisasi pengembalian piutang negara dengan memberikan insentif berupa penghapusan beban bunga, denda, dan ongkos, serta pengurangan sebagian utang pokok. 20 Bank Sumut merupakan Bank daerah, yang memiliki rasio kredit macet atau NPL. Bank Indonesia memberi batasan maksimal kredit macet atau NPL itu 5 persen. Di Bank Sumut hanya 1,23 persen. Dari angka itu, Bank Sumut sangat sehat. Diakui memang ada kredit macet tapi angkanya sangat kecil dibandingkan kredit yang lancar. Bank Sumut sudah menyalurkan kredit sebesar Rp4,3 triliun. Dengan jumlah ratusan ribu debitur. 21 Peraturan-peraturan yang dilakukan Bank Sumut dalam penanganan kredit macet dilakukan sesuai ketentuan peraturan intern bank Sumut dengan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia, serta Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor. 14 Tahun 2005 Tentang Tata cara Penghapusan piutang Negara/Daerah, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang Negara/Daerah. 22 Berdasarkan data umum perbankan pada akhir tahun 2004 di propinsi NAD dan Kabupaten Nias, terdapat 12 bank umum, dengan jumlah kantor bank sebanyak 41, dengan jumlah dana pihak ketiga mencapai Rp7.547.931 juta,
20
http://www.perpustakaan.bappenas.go.id, (“Penghapusan NPL Tidak Perlu Melalui Menkeu”), terakhir kali diakses pada tanggal 3 Januari 2009. 21 http://www.KapanLagi.com, terakhir kali diakses pada tanggal 2 Januari 2009 22 Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
sementara jumlah BPR mencapai 20, dengan jumlah dana pihak ketiga sebanyak Rp38.357 juta. Dengan terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang tsunami telah mengakibatkan dampak kerusakan pada beberapa gedung kantor bank, termasuk dokumen, yang menimbulkan hambatan pada kegiatan operasional perbankan. Secara umum dampak bencana yang timbul berkaitan dengan perbankan antara lain: 1.
Banyak nasabah bank yang meninggal dunia atau hilang, yang mengakibatkan kesulitan mengidentifikasi ahli waris atau wali yang berhak dari nasabah yang meninggal,
2.
Banyak nasabah bank yang kehilangan dokumen kepemilikan simpanan di bank, dan kehilangan bukti identitas diri,
3.
Banyak nasabah debitur yang usahanya, dan asetnya yang diagunkan hancur,
4.
Terdapat beberapa bank yang gedung kantornya mengalami kerusakan.
Bank Sumut merupakan salah satu bank yang ikut serta melakukan upaya penyelesaian penghapusan piutang kredit macet akibat bencana alam ini. Dampak bencana tersebut telah menimbulkan kesulitan bagi bank khususnya dalam melayani penarikan dana nasabah yang tanpa didukung dokumen kepemilikan atau identitas yang lengkap, karena di satu sisi bank harus menjaga prinsip kehatihatian, sementara di sisi lain penarik dana sangat memerlukan dananya yang tersimpan di bank. Disamping itu ada juga tuntutan masyarakat, yang meminta agar bank menyerahkan simpanan nasabah yang diindikasikan pemiliknya maupun ahli warisnya tidak ada lagi diusulkan agar diserahkan kepada Baitul Mal Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
untuk dikelola. Demikian juga dengan banyaknya usaha debitur yang terkena bencana yang berdampak terhadap kesulitan pengembalian kredit, banyak debitur atau ahli waris debitur mengusulkan agar kreditnya dihapusbukukan. Sehubungan dengan terjadinya hal ini, maka Bank Sumut juga Nomor. 7/5/PBI/2005 Tentang Perlakuan Khusus Terhadap Kredit Bank Umum Pasca Bencana Nasional di Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, Propopinsi Sumatera Utara. 23
B.
PERUMUSAN MASALAH Adapun masalah yang dirumuskan dalam skripsi ini adalah :
1.
Mengapa terjadi kredit macet?
2.
Bagaimana pelaksanaan penghapusan piutang?
3.
Bagaimana kendala dalam penghapusan piutang?
C.
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui faktor terjadinya kredit macet.
2.
Membahas mengenai mekanisme penghapusan piutang.
3.
Untuk mengetahui hal-hal yang menjadi kendala dalam mekanisme penghapusan piutang.
Setelah mengetahui tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis juga akan memaparkan manfaat dari penulisan skripsi ini. Manfaat penulisan yang dapa diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah :
23
Buletin Hukum Perbankan dan Bank Sentral Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
1.
Secara Teoritis. Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang akan di bahas
menimbulkan pemahaman dalam mekanisme penghapusan piutang terhadap kredit macet, baik pelaksanaan hapus buku, maupun hapus tagih yang dilakukan di Bank Sumut. 2.
Secara Praktis Pembahasan ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi para pembaca
baik di kalangan akademis maupun para pelaku bisnis Perbankan, baik itu debitur maupun kreditur agar dapat memahami bahwa setiap mekanisme penghapusan piutang Negara, daerah akibat kredit macet haruslah sesuai dengan peraturan pemerintah, yang merupakan dasar dari penghapusan piutang Negara/Daerah, dan secara khusus yang mengacu pada Peraturan Bank Indonesia, dalam hal piutang tersebut mengacu pada bidang perbankan.
D.
Keaslian Penulisan “Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit
Macet di Bank Sumut’’, yang di angkat menjadi judul skripsi ini merupakan karya sendiri, yang diperoleh melalui pemikiran, studi kasus, referensi buku, dan bantuan dari beberapa pihak.
E.
Tinjauan Kepustakaan Peraturan yang memuat defenisi “Piutang Negara” yang mencakup
“Piutang Perusahaan Negara” hanya terdapat di dalam UU 49/Prp thn 1960, sebelumnya merupakan Perpu yang disususun dalam keadaan darurat dan dalam konteks perekonomian saat itu. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Dalam UU 49/Prp thn 1960 piutang Negara dimaksud hutang yang : 1.
Langsung terhutang kepada Negara dan harus dibayar kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
2.
Terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagain atau seluruhnya milik Negara, misalnya Bank-bank Negara, misalnya Bank-bank Negara, P.T, P.T.Negara, Perusahaan-perusahaan Negara. 24 Dalam UU Nomor 1 tahun 2004 yang dimaksud dengan piutang
Negara/Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat/atau hak Pemerintah Pusat/Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 25 Pengertian penghapusan piutang, dapat dibagi menjadi 2 jenis : 1.
Penghapusan Secara Bersyarat dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/ Daerah tanpa menghapuskan hak tagih Negara/Daerah.
2.
Penghapusan Secara Mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah. 26 Kredit dilihat dari sudut bahasa berarti kepercayaan, dalam arti bahwa
apabila seseorang atau badan usaha mendapatkan kredit dari bank, orang atau badan usaha tersebut telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit.
24
Direktorat Jendral Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia, Penyelesaian Kredit Bermasalah Sesuai Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2006, Makalah Seminar Nasional, Sosialisasi PP No. 33 Tahun 2006, hal 2. 25 Pasal 1 angka (6) dan (7) UU No. 1 tahun 2004 tentang Keuangan Negara. 26 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Menurut O.P. Simorangkir (1988), kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi di waktu mendatang. Seperti pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 , yang menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga. 27 Kredit berasal dari bahasa Yunani, credere, yang berarti kepercayaan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang, atau penundaan pembayaran. Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya saat itu juga 28 UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 29 Berdasarkan pasal tersebut terdapat beberapa unsur perjanjian kredit yaitu: a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu;
27
H.R. Daeng Naja, op.cit., hal. 123-124. H. Budi Untung, op.cit., hal .1. 29 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1992 28
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktu tertentu; d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga. Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Uang di sini seyogianya ditafsirkan sebagai sejumlah dana (tunai dan saldo rekening giro) baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti negosiasi hasil ekspor. Unsur kedua dari kredit adalah persetujuan atau kesepakatan antara bank dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, agar suatu perjanjian menjadi sah diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu kausa (cause) yang halal. Selain kesepakatan antara debitur dan kreditur juga diperlukan ketiga syarat lain tersebut di atas sebagai dasar untuk menyatakan sahnya suatu perjanjian. Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur dalam
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya hubungan pinjam meminjam antara debitur dan kreditur. Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit yang dipinjamkan. Bunga merupakan nilai tambah yang diterima kreditur dari debitur atas sejumlah uang yang dipinjamkan kepada debitur dimaksud. 30 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: a.
Cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b.
Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang;
c.
Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 31 Kredit macet ialalah kredit yang memiliki potensi kelangsungan usaha
sangat diragukan dan sulit untuk pulih kembai, dengan kemungkinan kegiatan usaha akan terhenti. 32 Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, dan kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
30
Ramlan Ginting, (Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia), Pengaturan Pemberian Kredit Bank umum, Diskusi Hukum Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Dalam Praktek Perbankan di Indonesia, Bandung, 6 Agustus 2005. 31 Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank indonesia Nomor.7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 32 Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP, Tanggal 31 Januari 2005. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 33 Bank Sumut merupakan sebuah bank yang berdiri pada tanggal 4 Nopember 1961 dengan Akta Notaris Rusli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas dengan nama BPDSU, pada tahun 1962 berubah menjadi Badan Hukum Milik Daerah( BUMD) melalui Peraturan Daerah Tk. I Sumatera Utara No. 5 tahun 1965. Pada tanggall 16 April 1999, berdasarkan Perda Tk. I Sumatera Utara No.2 tahun 1999 bentuk Badan Hukum dirubah kembali mejadi Perseroan Terbatas dengan call name Bank Sumut. Pengesahan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C-8224 HT.0101 TH 99, serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia no. 54 tanggal 06 Juli 1999. 34
F.
Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah metode yuridis – normatif. Penelitian yuridis – normatif merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada peraturanperaturan tertulis dan/atau bahan-bahan tertulis lain yang merupakan datadata sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini. Penelitian yang dilakukan dan/atau di tujukan untuk
33
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan 34 Wawancara dengan salah satu staff dari divisi Kredit di Bank Sumut Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang diajukan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Sumut, dengan pertimbangan tempat penelitian itu adalah yang menjadi sorotan dalam penulisan skripsi ini sehingga didapat data-data dan bahan tertulis mengenai masalah yang akan diteliti. 3. Metode Pengumpulan data Penulisan skripsi ini menggunakan metode sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti : buku, majalah, internet, pendapat sarjana dan bahan-bahan kuliah lainnya. b. Tentang Yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan, dalam hal ini dilakukan penelitian di PT.Bank Sumut.
G.
Sistematika penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I
Berisikan pendahuluan yang merupakan penghantar yang di dalamnya
terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi,
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
penulisan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, yang kemudian diakhiri oleh sistematika penulisan. BAB II
Merupakan gambaran umum mengenai kredit macet, faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet, dan juga antisipasi pencegahan terjadinya kredit macet.
BAB III
Merupakan pembahasan tentang pelaksanaan penghapusan piutang terhadap kredit macet, dimana diuraikan mengenai kriteria piutang yang dapat dihapus, mekanisme penghapusan piutang, dan akibat hukum terhadap penghapusan piutang.
BAB IV
Merupakan suatu bab yang menjelaskan mengenai kendalakendala dalam penghapusan piutang, baik kendala internal, maupun eksternal.
BAB V
Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah
dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi pihak perbankan, pihak akademisi dan orang-orang yang membacanya.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
BAB II Kredit Macet Nebraskan
A.
Pengertian kredit macet Walaupun sudah dilakukan analisis kredit, dan kredit sudah dinyatakan
layak untuk diberikan kepada calon debitur, kemungkinan pengembaliannya kelak mengalami kemacetan selalu ada. Terjadinya kemacetan pengembalian kredit mungkin disebabkan oleh kesalahan/kelalaian dari pihak Bank sendiri atau dari pihak nasabah, atau karena keadaan memaksa (force majeur). 35 Peraturan
Bank
Indonesia
merupakan
acuan
bagi
Bank
untuk
menggolongkan suatu kredit, Aktiva Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kualitas Kredit ditetapkan berdasarkan faktor penilaian sebagai berikut: 36 a.
prospek usaha;
b.
kinerja (performance) debitur; dan
c.
kemampuan membayar. Penilaian terhadap prospek usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf a
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 37
35
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit., hal 73. Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 37 Pasal 11 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 36
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
a.
potensi pertumbuhan usaha;
b.
kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan;
c.
kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja;
d.
dukungan dari grup atau afiliasi; dan
e.
upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Penilaian terhadap kinerja debitur sebagaimana dimaksud dalam huruf b
meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 38 a.
perolehan laba;
b.
struktur permodalan;
c.
arus kas; dan
d.
sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap kemampuan membayar sebagaimana dimaksud dalam
huruf c meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 39 a.
ketepatan pembayaran pokok dan bunga;
b.
ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur;
c.
kelengkapan dokumentasi Kredit;
d.
kepatuhan terhadap perjanjian Kredit;
e.
kesesuaian penggunaan dana; dan
f.
kewajaran sumber pembayaran kewajiban. Penetapan kualitas Kredit dilakukan dengan mempertimbangkan beberap
hal yaitu :
38
Pasal 11 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 39 Pasal 11 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
a.
signifikansi dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen; serta
b.
relevansi dari faktor penilaian dan komponen terhadap debitur yang bersangkutan. 40 Penilaian kualitas Kredit ditetapkan menjadi: 41
a.
Lancar;
b.
Dalam Perhatian Khusus;
c.
Kurang Lancar;
d.
Diragukan; atau
e.
Macet. Bank Sumut, dalam menggolongkan suatu kredit digolongkan dalam
kriteria kredit macet, menggunakan PBI NO. 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Perubahan kedua atas PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penetapan Kualitas kredit meliput i : 1.
2.
Prospek Usaha. a.
Kelangsungan Usaha sangat diragukan dan sulit untuk pulih kembali.
b.
Kehilangan Pasar.
c.
Operasional tidak kontinu.
d.
Manajemen sangat lemah.
Kinerja a.
Mengalami kerugian yang sangat besar.
40
Pasal 12 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 41 Pasal 12 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
b.
Tidak mampu memenuhi seuruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan.
3.
c.
Kesulitan likuiditas.
d.
Tidak mampu menuntup biaya produksi.
Kemampuan membayar. a.
Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh hari).
b.
Hubungan debitur dengan Bank sangat buruk dan informasi keuangan tidak tersedia dan tidak dapat dipercaya.
c.
Pelanggaran yang sangat prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.
d.
Sebahagian besar penggunaan dana kredit tidak sesuai dengan pengajuan pinjaman.
e.
Jumlah fasilitas yang diberikan lebih besar dari kebutuhan dengan jumlah yang sangat material.
f.
Sumber pembiayaan tidak sesuai dengan struktur/jenis pinjaman.
g.
Skema pembayaran kembali yang tidak wajar dan terdapat pemberian grace period yang tidak sesuai dengan jenis kredit dengan waktu yang cukup panjang. 42
Sedangkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 mengenai Penetapan Kualitas Kredit, menyatakan bahwa kredit dinyatakan macet dengan kriteria : a.
Potensi pertumbuhan usaha :
42
Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
b.
1.
Kelangsungan usaha sangat diragukan, dan sulit untuk pulih kembali.
2.
Kemungkinan besar kegiatan usaha akan terhenti.
Kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan. 1.
Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang menurun.
2. c.
Operasional tidak kontinyu.
Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja. 1.
Manajemen sangat lemah.
2.
Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja.
3.
Tenaga kerja berlebihan dalam jumlah yang besar sehingga menimbulkan keresahan dan terdapat perselisihan/pemogokan tenaga kerja dengan dampak yang material bagi kegiatan usaha debitur.
d.
Dukungan dari grup atau afiliasi. Dalam hal ini, perusahaan afiliasi sangat merugikan debitur.
e.
Upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup (bagi debitur berskala besar yang memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup) Perusahaan belum melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang berarti atau telah dilakukan upaya pengelolaan namun belum mencapai persyaratan minimum yang ditentukan sebagaimana yang diatur dalam peraturan prundang-undangan yang berlaku, dan memiliki kemungkinan untuk diuntut di pengadilan.
f.
Perolehan laba. 1.
Mengalami kerugian yang besar.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
2.
Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan.
g.
Struktur pemodalan. Rasio utang terhadap modal sangat tinggi.
h.
Arus kas. Kesulitan likuiditas.
i.
Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur tidak mampu menutup biaya produksi.
j.
Tambahan pinjaman baru digunakan untuk mememenuhi kewajiban yang jatuh tempo, secara material.
k.
Sensitivitas terhadap resiko pasar. Kegiatan usaha terancam karena fluktuasi nilai tukar valuta asing dengan suku bunga.
l.
Ketepatan pembayaran pokok dan bunga. Terdapat tunggakan pokok dan atau bungan yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari.
m.
Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur. Hubungan debitur dengan bank sangat buruk dan informasi keuangan tidak tersedia, atau tidak dapat dipercaya.
n.
Kelengkapan dokumentasi kredit. Tidak terdapat dokumentasi kredit.
o.
Kepatuhan terhadap perjanjian kredit. Terdapat pelanggaran yang sangat prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
p.
Kesesuaian penggunaan dana. 1.
Sebagian besar pengguanaan dana tidak sesuai dengan pengajuan pinjaman.
2.
Jumlah dan jenis fasilitas diberikan lebih besar dari kebutuhan dengan jumlah yang sangat material.
3. q.
r.
Perpanjangan kredit tanpa analisis kebutuhan debitur.
Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 1.
Tidak terdapat sumber pembayaran yang memungkinkan.
2.
Sumber pembayaran tidak sesuai dengan jenis/struktur pinjaman.
Kewajaran sumber pembayaran kewajiban. 1.
Skema pembayaran kembali yang tidak wajar dan terdapat pemberian grace period yang tidak sesuai dengan jenis kredit dengan kurun waktu yang cukup panjang.
2.
Tidak terdapat penerimaan valas untuk mendukung pengembalian kredit valas. 43
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi macet. Menurut Subarjo Joyosumarto, kredit macet adalah kredit yang angsuran pokok dan bunganya tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 (dua) masa angsuran ditambah 21 (dua puluh satu) bulan, atau penyelesaian kredit terah diserahkan kepada BUPLN/ Pengadilan atau telah diajukan ganti kerugian kepada Perusahaan Asuransi Kredit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, kredit
43
Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
macet merupakan kredit bermasalah, tetapi kredit bermasalah belum seluruhnya kredit macet.44
B.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet Kredit macet di tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro
seperti naiknya harga BBM, tingginya harga bahan pokok, sehingga menurunnya daya bayar konsumen, tetapi juga dipengaruhi oleh antara lain : 1.
Masyarakat
(konsumen)
belum
memahami
transaksi
pembiayaan
konsumen dengan benar. 2.
Lemahnya penerapan prinsip mengenal nasabah.
3.
Kesengajaan melakukan fraud.
4.
Ketidakpahaman masyarakat dalam transaksi pembiayaan konsumen, sering kali juga menyebabkan perusahaan pembiayaan terjebak oleh kredit macet.45 Saat kredit macet terjadi dan dilakukan pemeriksaan, maka persoalannya
tidak akan lepas dari EO dan EC, yaitu karena adanya error omission dan error commission. Error omission (EO) adalah timbulnya kredit macet yang diakibatkan oleh adanya unsur kesengajaan manusianya untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan error comission (EC) adalah timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan atau ketentuan yang memang belum ada atau sudah ada, tetapi tidak jelas. Pada EO, jelas motif
44 45
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit., hal 68. http://www.CBCI Indonesia.com, diakses tanggal 3 Januari 2009
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
sejak awal tidak baik. Dengan perkataan lain, sejak awal memang niatnya melanggar. 46 Di Bank Sumut faktor yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet, dapat berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal : 1. Faktor penyebab kredit macet dari pihak kreditur : a.
Jumah fasilitas yang diberikan lebih besar dari kebutuhan dengan jumlah yang sangat material. Faktor ini, merupakan salah satu faktor internal terjadinya kredit macet, di mana kreditur memberikan fasilitas, melebihi kebutuhan debitur, sehingga arus kas bank menjadi terpengaruh. Hal ini dapat dihubungkan dengan Batas Minimum Pemberian Kredit. 47
b.
Pelanggaran yang sangat prinsipil terhadap persyaratan pokok pemberian kredit.
c.
Kreditur melakukan perpanjangan kredit tanpa analisis kebutuhan debitur.
d.
Sumber pinjaman tidak sesuai dengan struktur atau jenis pinjaman.
2. Faktor penyebab kredit macet dari pihak debitur : a.
Sebagian besar penggunaan dana kredit tidak sesuai dengan pinjaman. Dalam hal ini, tampak sangat jelas, adanya itikat buruk dari pihak debitur.
b.
Tidak terdapat sumber pembayaran yang dimungkinkan.
c.
Terdapat tunggakan pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh hari). Dalam hal ini, munculnya kredit
46 47
Ibid. Ibid.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
macet, akibat ulah debitur yang tidak mau ataupun belum mampu membayar tagihan kredit.48 Dalam pembahasan selanjutnya, dapat dilihat bahwa kredit macet yang terjadi di Bank sumut, sehingga dilakukan penghapusbukuan, dapat pula terjadi akibat bencana alam, yakni dalam keadaan force majure, sehingga peraturan yang digunakan mengacu pada peraturan khusus yang dibentuk oleh Bank Indonesia. 49 Berdasarkan pengalaman kasus-kasus perbankan nasional yang berkaitan dengan kredit macet menimbulkan semacam persepsi yang yang masih dianut, antara lain adalah: Pertama, bahwa bank tidak boleh mengalami kerugian akibat risiko kredit. Atas pemahaman ini, maka merupakan kesalahan sekaligus kejahatan besar apabila pada sebuah bank tercatat adanya kredit macet. Karena risiko kredit selalu ada, maka pada setiap bank diwajibkan mencadangkan risiko kredit dalam bentuk PPAP (Perhitungan Pencadangan Aktiva Produktif) yang besarannya tergantung kepada klasifikasi kredit saat itu. Kredit lancar pun sejak direalisasi harus dicadangkan sebesar 1 persen dari total nilai kreditnya. Jadi, sejak awal memang disadari betul bahwa risiko kredit tidak bisa dihindari dan selalu ada. Kedua, dalam setiap kasus kredit macet, maka selalu diartikan itu karena terjadi kolusi dan atau korupsi apakah oleh pihak oknum bankir ataupun oknum nasabahnya. Hal tersebut bisa saja terjadi, tetapi tidak semua kredit macet karena kolusi dan korupsi. Ketiga, tanpa bermaksud membela siapa-siapa, dalam praktiknya sering terjadi juga macetnya sebuah kredit karena faktor-faktor eksternal, seperti 48 49
Ibid. Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
kebijakan pemerintah, misalnya dalam hal nilai tukar, tingkat term of refference persaingan, dan bahkan adanya perubahan kebijakan negara lainnya.Tidak jarang macetnya sebuah kredit juga karena memang nasabahnya benar-benar nakal, baik karena bakatnya maupun karena merasa mempunyai perlindungan dari pihakpihak yang memang mau melindunginya. Merupakan hal yang sulit untuk meramalkan seseorang kapan dia akan berbuat jahat. Bisa saja pada awalnya baik, kemudian tiba-tiba menjadi sebaliknya. Serba mungkin dan sulit dideteksi. Keempat, ada kecenderungan kajian atas kredit macet mengabaikan term of refference masa lalu. Kredit yang diputus tahun 2000, misalnya, dan kemudian macet tahun 2004, maka haruslah dikaji atas dasar term of refferences pada tahun 2000. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan asumsi. 50 Dengan pendekatan yang seperti itu, biasanya akan diketahui apakah kredit macet itu karena error ommission atau error commission. Jadi kesalahannya bisa saja bukan pada dasar keputusannya, tetapi karena masalah monitoring dan pembinaan bank terhadap nasabahnya. Kesalahan terjadi akibat kedua belah pihak, tetapi esensinya menjadi lebih jelas dan memudahkan menemukan siapa yang bertanggung jawab, bukan siapa yang dipersalahkan. Kenyataan membuktikan bahwa setiap penanganan kredit macet selalu menambah kerugian negara. Krisis kepercayaan kepada bank dan tutupnya perusahaan yang kreditnya macet, selain memperkecil rate of recovery juga menurunkan nilai likuidasi jaminan-khususnya berupa mesin yang kian lama menjadi besi tua. Belum lagi bagi perusahaan yang sudah terbuka (go public) di mana penurunan harga sahamnya juga akan merugikan para pemiliknya. Dalam
50
Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
kasus bank pemerintah, maka pemerintah juga akan menanggung risiko kerugian dari penurunan harga sahamnya. 51 Dapat disimpulkan juga bahwa, ada beberapa unsur yang terlibat dalam kredit dan ikut andil dalam membidangi lahirnya kredit macet, yaitu : 1.
Bank selaku pemberi kredit;
2.
Nasabah selaku penerima kredit atau debitur;
3.
Pemerintah selaku penguasa moneter dan pembuat kebijaksanaan;
4.
Pihak ketiga yang sebetulnya tidak perlu diperhitungkan, namun kenyataan sering sebagai unsur penentu, karena posisi yang dimilikinya, seperti pejabat yang memiliki ”kekuatan” untuk menekan para Bankir untuk mengambil suatu keputusan. 52 Dalam rangka memelihara kelangsungan usahanya, bank perlu tetap
mengelola eksposur risiko kredit pada tingkat yang memadai sehingga dapat meminimalkan potensi kerugian dari penyediaan dana. Berkaitan dengan hal tersebut, manajemen risiko kredit, termasuk menjaga kualitas aktiva dan pembentukan penyisihan penghapusan yang cukup, perlu dilakukan secara efektif. Selanjutnya, ada beberapa faktor penyebab terjadinya kredit macet, yaitu : a.
Faktor Kelemahan 1.
Kelemahan bank dalam melakukan analis, sehingga terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan.
2. b.
Kelemahan nasabah dalam mengelola perusahaan terjadi kerugian.
Faktor kenakalan.
51
Krisna Wijaya, (“Penanganan Kredit Macet”), http://www.kompas.com, diakses tanggal 3 Januari 2009 52 H.As.Mahmeddin, 100 penyebab kredit macet, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hal 14. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
1.
Rendahnya moral para bankir yang sengaja melakukan pelanggaran terhadap etika perbankan.
2.
Rendahnya moral nasabah yang dengan sengaja memanfaatkan kelemahan bank.
c.
Faktor keadaan 1.
Adanya ketentuan pemerintah yang merugikan bisnis nasabah
2.
Adanya resiko bisnis yang sulit dielakkan.
3.
Adanya musibah yang harus diterima.
Berdasarkan unsur tersebut dapat diperinci beberapa penyebab kredit macet. 53
C.
Antisipasi pencegahan terjadinya kredit macet Pengelolaan kredit oleh Bank, tidak lain adalah melakukan upaya-upaya
preventif agar kredit tidak menjadi bermasalah. Bila kredit akhirnya menjadi bermasalah, dapat dilakukan upaya-upaya represif agar kredit dapat diselamatkan atau dibayar kembali oleh nasabah. 54 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menegaskan bahwa perbankan Indonesia, dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Pengertian prinsip kehati-hatian sendiri adalah prinsip pengendalian resiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 53 54
H.As, Mahmeddin, op.cit. , hal 15. Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit. , hal 70
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, maka Bank Indonesia sangat perduli terhadap pengaturan perbankan, baik tentang persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengajukan izin usaha maupun penetapan ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegiatan usaha Bank. 55 Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan, akan benar-benar kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan.
56
Prinsip kehati-hatian ditujukan pada keamanan dan kesehatan lembaga keuangan dalam kaitannya dengan perlindungan nasabah khususnya kerugian nasabah yang timbul ketika institusi tersebut bangkrut, walaupun tidak menimbulkan dampak pada sistem keuangan. Pengaturan ketentuan kehati-hatian dan pengawasan serta pemeriksaan perbankan dilaksanakan karena nasabah tidak berada dalam posisi untuk menilai dan mengetahui keamanan serta kesehatan dari banknya serta tidak memiliki informasi yang lengkap tentang kegiatan usaha lembaga keuangannya. 57 Bank Sumut, melakukan beberapa cara untuk mencegah terjadinya kredit macet : 1.
Upaya sebelum kredit direalisasi. a.
Mengikuti sistem dan prosedur yang telah ditetapkan.
b.
Menghindari subjektivitas.
55
H.R. Daeng Naja, op.cit., hal.293. Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, (Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal 117. 57 H.R. Daeng Naja, op.cit., hal.294. 56
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
c.
Menganalisa kelengkapan dokumen.
d.
Berpedoman pada prinsip pemberian kredit yang sehat. Salah satu penyebab dari kegagalan usaha bank antara lain adalah penyediaan dana yang tidak didukung oleh kemampuan bank mengelola konsentrasi penyediaan dana secara efektif. Dalam rangka mengurangi potensi kegagalan usaha bank sebagai akibat dari konsentrasi penyediaan dana tersebut maka bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, antara lain dengan melakukan penyebaran dan diversifikasi
portofolio
penyediaan
dana
terutama
melalui
pembatasan penyediaan dana, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak bukan terkait sebesar persentase tertentu dari modal bank atau yang dikenal dengan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Mengingat terdapat hubungan yang signifikan antara kegagalan usaha bank dengan konsentrasi penyediaan dana maka bank dilarang untuk
memberikan
pelanggaran
Batas
penyediaan Maksimum
dana
yang
Pemberian
mengakibatkan
Kredit
(BMPK).
Disamping larangan dan pembatasan persentase tertentu dari permodalan, bank diwajibkan pula menerapkan manajemen risiko kredit yang lebih prudent kepada pihak terkait maupun peminjam atau kelompok peminjam yang memiliki eksposur besar (large exposure). Secara operasional, mengingat bank dipengaruhi pula faktor eksternal, maka penyediaan dana dapat dikatakan tidak melanggar Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
namun melampaui batas maksimumnya antara lain apabila disebabkan adanya penurunan modal bank, perubahan nilai tukar dan perubahan nilai wajar. Namun demikian mengingat
bahwa
konsentrasi penyediaan dana penting untuk dikelola maka bank wajib menyelesaikan pelanggaran maupun pelampauan BMPK dengan menetapkan action plan dan melaksanakannya secara konsisten dan efektif. Untuk itu, penyediaan dana tertentu diberikan kelonggaran atau pengecualian dalam penerapan BMPK, antara lain penyediaan dana kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bidang usahanya mempengaruhi hajat hidup orang banyak termasuk pembangunan infrastruktur, penyediaan dana yang dijamin oleh prime bank dan lembaga pembangunan multilateral. Disamping itu, sejalan dengan upaya konsolidasi perbankan, penyertaan modal kepada bank lain dapat tidak diperhitungkan dalam BMPK. Dalam rangka pemantauan penyediaan dana, bank juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan BMPK secara berkala, dan Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melakukan koreksi terhadap pelaksanaan ketentuan dan meminta bank untuk menyampaikan tindakan korektif yang diperlukan, serta mengenakan sanksi secara efektif terhadap bank yang melakukan pelanggaran atas isi dan maksud dari ketentuan ini. Secara umum tujuan PBI adalah untuk memperkuat perbankan, meningkatkan governance perbankan bagi pembangunan masyarakat
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
dan mengupayakan perbaikan. Hal tersebut dimaksudkan agar bank nasional dapat sebanding dengan bank lain secara Internasional . 58 Ketentuan ini dilaksanakan adalah untuk menjaga kesehatan suatu bank atu lembaga keuangan, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari dan juga menjaga agar masyarakat tidak diragukan. Penyempurnaan peraturan batas maksimum pemberian kredit ini pun dilaksanakan untuk memperlancar restrukturisasi kredit. Menurut pasal 11 ayat 4 A Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 7/3/PBI/2005 yang ditegaskan kembali dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 ditegaskan bahwa Perbankan dilarang untuk melewati batas yang diberikan oleh bank Indonesia. Pelanggaran atas ketentuan ini digolongkan kepada tindak pidana kriminal 59 Pasal 30 Undang-Undang No. 10 Tahun 1988 mewajibkan bank menyampaikan segala keterangan dan penjelasan pada bank Indonesia mengenai usahanya yang meliputi usaha pemberian kredit, inklusif pemantauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) oleh bank yang bersangkutan. Adapun kelonggaran atau kebijakan Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No 7/3/PBI/2005 adalah :
58 59
Ekonomi dan bisnis, 25 Januari 2005, hal. 7. Opini, Rabu 5 Mei 2004, hal. 4.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
1)
Penyediaan dana kepada peminjam yang bukan merupakan pihak terkait ditetapkan paling tinggi 20 % (dua puluh persen dari modal bank).
2)
Penyediaan dana kepada 1 kelompok peminjam yang bukan merupakan pihak terkait ditetapkan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari modal bank.
3)
BMPK terkait juga dilonggarkan menjadi 25% yang tadinya 20%.
4)
Bank BUMN yang mengerjakan infrastruktur atau terkait dengan pemerintah dinaikkan.
5)
Menghapus BMPK bagi bank yang melakukan penyertaan pada Bank lain dalam BMPK.
6)
Dengan adanya kelonggaran ini maka diharapkan pihak perusahaan (bank) dalam penyediaan dana/menyalurkan kredit kepada masyarat atau nasabah (debitur) tidak lagi bertindak gegabah namun tetap berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku. 60
e.
Membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva. Untuk mengantisipasi potensi kerugian, bank wajib membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. PPA meliputi cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif, dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif.
60
Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Cadangan umum sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling kurang sebesar 1 % (satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. Semantara, cadangan khusus ditetapkan paling kurang sebesar : 1) 5 % (lima perseratus) dari Aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan; 2) 15 % (lima belas peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan; 3) 50 % (lima puluh peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan; 4) 100 % (seratus peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Macet setelah dikurangi nilai agunan. 61 f.
Melakukan analisa 5 C (Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral ) 62 Dalam melakukan penelitian kriteria- kriteria terhadap serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Biasanya kriteria penilaian yang umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang dilakukan dengan analisis 5C dan 7P .
61
Pasal 45 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 62 Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Penilaian dengan analisis 5C adalah sebagai berikut : 1)
Character (watak) Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak ynag akan diberikan kredit benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak dari calon debitur dapat dilihat dari latar belakang si nasabah,baik pekerjaan, maupun latar belakang pribadi, seperti cara hidup dan gaya hidup yang dianutnya. Sifat dan watak ini dapat dijadikan ukuran ”kemauan” nasabah untuk membayar.
2)
Capacity (kemampuan) Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Dalam penilaian ini, dilihat kemampuan nasabah dalam mengelola bisnis. Kemampuan ini dapat dihubungkan dengan latar belakan pendidikan dan pengalaman selama mengolah usahanya. Sehingga akan dilihat “kemampuannya” dalam mengembalikan kredit.
3)
Capital (modal) Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) yang dilakukan dengan pengukuran dari segi likuiditas dan solvabilitasnya, rentabilitas dan ukuran lain. Analisis capital juga harus menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, berapa modal sendiri dan berapa modal pinjaman. 4)
Condition of economy (kondisi ekonomi) Dalam memberi kredit juga hendaknya dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknay memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah semakin kecil. Kredit masalah yang timbul sebagai akibat dari suatu kondisi perekonomian yang mengakibatkan iklim persaingan perbankan yang kurang sehat. Kondidi ini juga dapat
mengakibatkan
bank-bank
saling
memacu
untuk
melempar kredit tanpa pertimbangan matang dari segi teknis. 63 5)
Collateral (jaminan) Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Selanjutnya penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan
analisis 7P kredit dengan unsur penilaian sebagai berikut : 1)
Personality (Kepribadian) Yaitu menilai nasabah dengan menilai segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun kepribadian masa lalu. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah lau dan
63
H.R. Daeng Naja, op.cit., hal.331.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah dan menyelesaikannya. 2)
Party (golongan) Yaitu mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi atau golongan
tertentu,
berdasarkan
modal,
loyalitas
dan
karakternya. Nasabah yang digolongkan ke dalam golongan tertentu akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank. 3)
Purpose (tujuan) Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam sesuai kebutuhan.
4)
Prospect (keuntungan di masa depan) Yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5)
Payment (pengembalian) Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana sajakah dana untuk mengembalikan kredit.
6)
Profitability (keutungan) Untuk menganalisis kemampuan debitor mencari laba.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
7)
Protection (keamanan) Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar kredit yang diberikan mendapatkan jaminan perlindungan, sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman. Perlindungan yang diberikan oleh debitur dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. 64 Dari segi hukum, Hasanuddin Rahman menyatakan bahwa setiap kredit yang diberikan harus berpedoman pada 3 (tiga) hal pokok yaitu : 1)
Aman, dalam arti legal risk, setiap kredit yang diberikan telah terbebas dari segala kekurangan, baik dari segi kewenangan, subjek hukum, objek hukum, maupun dari barang jaminan dan yang menyangkut pihak-pihak lainnya. Bila kemudian hari terjadi kredit bermasalah, Bank telah mempunyai alat bukti sempurna dan kuat untuk menjalanan segala tindakan hukum yang dianggap perlu.
2)
Terarah, dalam setiap kredit yang diberikan harus sesuai dengan peruntukannya, baik daris egi penerimaan kredit, maupun
dari
segi
kegunaannya,
terutama
bla
dihubungkan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka memajukan sektor usaha.
64
Kasmir, op.cit., hal. 117.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
3)
Menghasilkan, dalam arti setiap penyaluran kredit akan memberikan keuntungan kepada Bank, penerima kredit, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. 65
g.
Melakukan analisa terhadap berbagai aspek yang dikenal dengan study kelayakan usaha, dengan melakukan analisa terhadap beberapa aspek seperti aspek hukum, manahemen, pemasaran, sosial ekonomi, tehnis, keuangan dan agunan. 66 Penilaian dengan model ini biasanya digunakan untuk proyekproyek yang bernilai besar dan berjangka waktu panjang. Aspekaspek tersebut dapat dijelaskan dengan keterangan sebagai berikut : 1)
Aspek yuridis/hukum. Yang dinilai dalam aspek ini adalah masalah legalitas badan usaha
serta
izin-izin
yang
dimiliki
perusahaan
yang
mengajukan kredit. Penilaian ini diteliti dengan menilai keabsahan dan kesempurnaan akte pendirian perusahaan, sehingga dapat diketahui siapa-siapa pemiliknya dan besar modalnya masing-masing pemilik. Kemudian juag diteliti keabsahan dari dokumen atau surat penting lainnya seperti : 1.
Surat Izin Usaha Industri (S.I.U.I) untuk sektor industri.
2.
Surat Izin Usaha Perdagangan ( S.I.U.P) untuk sektor perdagangan.
65 66
3.
Tanda Daftar Perusahaan ( TDP)
4.
Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit., hal 70 Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
5.
Keabsahan
surat-surat
yang
dipinjamkan
misalnya
sertifikat tanah dan sertifikat deposito. 6. 2)
Serta dokumen lain seperti KTP.
Aspek Pasar dan Pemasaran. Dalam aspek ini yang kita nilai adalah besar kecilnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan di masa yang akan datang, sehingga diketahui prospek pemasaran produk tersebut. Yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah : 1.
Hasil penjualan atau produksi minimal 3 bulan yang lalu atau 3 tahun yang lalu.
2.
Rencana penjualan dan produksi minimal 3 bulan atau 3 tahu yang akan datang.
3.
Peta kekuatan pesaing yang ada, seperti market share yang dikuasai.
4. 3)
Prospek produk secara keseluruhan.
Aspek keuangan. Aspek yang dinilai adalah sumber daya yang dimiliki untuk membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.Disamping itu hendaknya dibuat cash flow perusahaan.
4)
Apek Teknis/Operasi. Merupakan aspek yang membahas masalah yang ebrkaitan dengan produksi, lokasi, lay out, seperti kapasitas mesin yang digunakan.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
5)
Aspek Manajemen. Aspek ini digunakan untuk melihat struktur organisasi perusahaan, sumberdaya manusia yang memiliki serta latar belakang pendidikan dan pengalaman sumberdaya manusianya. Pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai yang ada, juga merupakan pertimangan lain.
6)
Aspek sosial Ekonomi. Aspek sosial ekonomi menganalisis dampak yang timbul akibat adanya proyek terhadap perekonomian masyarakat dan sosial masyarakat secara umum.
7)
Aspek amdal. Amdal atau analisis dampak lingkungan merupakan analisis terhadpa lingkungan, baik darat, air atau udara, termasuk kesehatan manusia apabila proyek tersebut dijalankan. Analisis ini dilakukan secara mendalam sebelum kredit disalurkan, sehingga proyek yang dibiayai tidak akan mengalami pencemaran lingkunagn disekitarnya 67
2.
Setelah kredit direalisasi. Melakukan pengawasan terhadap : a.
Penggunaan dana.
b.
Administrasi.
c.
Usaha.
d.
Manajemen.
67
Kasmir, op.cit., hal. 123.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
e. 3.
Asset.
Melakukan upaya penyelamatan dengan cara : a.
Rescheduling ( Penjadwalan kembali) (1)
Memperpanjang jangka waktu kredit. Dalam hal ini, debitur diberikan keringanan dalam masalah angka waktu kredit, misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi 1 tahun sehingga debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya.
(2)
Memperpanjang jangka waktu angsuran. Memperpanjang angsuran sama dengan jangka waktu kredit. Dalam hal ini, jangka waktu angsuran kredit diperpanjang, pembayarannya misalkan dari 36 kali menjadi 48 kali dalam hal ini tentu saja jumlah angsurannya pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.
b.
Reconditioning (Penyesuaian Kembali ) Dengan cara merubah segala persyaratan yang ada seperti : (1)
Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan hutang pokok.
(2)
Penundaan
pembayaran
bunga
sampai
waktu
tertentu,
maksudnya hanya bunga yang dapat ditunda pembayarannya sedangkan pokok pinjamannya tetap harus dibayar seperti biasa. (3)
Penurunan suku bunga dimaksud agar lebih meringankan beban nasabah, sebagai contoh jika bunga per tahun sebelumnya dibebankan 20 % diturunkan menjadi 18 %. Hal
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
ini tergantung pada pertimbangan bank yang bersangkutan. Penurunan suku bunga akan mempengaruhi jumlah angsuran yang semakin mengecil, sehingga diharapkan akan mampu meringankan nasabah. (4)
Pembebasan
bunga
diberikan
kepada
nasabah
dengan
pertimbangan nasabah sudah akan mampu lagi membayar kredit tersebut, akan tetapi nasabah tetap mempunyai kewajiban untuk membayar pokok pinjamannya sampai lunas. c.
Restructuring (Restrukturisasi ) Dalam restrukturisasi kredit ini, debitur dapat diberi keringanan dalam rangka upaya pelaksanaan kewajibannya sebagai debitur, yaitu untuk melunasi hutang-hutangnya dari bank. 68 (1)
Dengan menambah jumlah kredit.
(2)
Dengan menambahkan equility, dilakukan dengan menyetor uang tunai, atau tambahan dari pemilik. 69 Namun demikian, tidak semua debitur dapa diberikan
keringanan karena permasalahan dalam kredit perbankan dapat terjadi oleh karena berbagai hal termasuk juga di dalamnya kemampuan debitur dalam melaksanakan kewajiban yang bersumber dari usahanya. Dalam surat keputusan Bank Indonesia, ditegaskan bahwa restrukturisasi kredit hanya dapat atau mengalami kesulitan dalam pembayaran pokok/ atau bunga kredit. Oleh karena itu, kredit yang akan direkstrukturisasi wajib dianalisis berdasarkan prospek 68 69
H.R. Daeng Naja, op.cit., hal.316. Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas. Kredit yang akan direstrukturisasi tersebut, juga wajib dianalisis oleh konsultan atau tenaga ahli yang independen dan memiliki izin usaha dan reputasi yang baik. 70 Dalam melaksanaan restrukturisasi, Bank Sumut melaksanakan ketentuan yang sesuai dengan PBI No.9/6/PBI/2007 tentang perubahan kedua atas PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Beberapa hal yang diatur dalam PBI tersebut, yakni Bank hanya dapat melakukan Restrukturisasi Kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 71 a.
debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga Kredit; dan
b.
debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah Kredit direstrukturisasi. Bank dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan
hanya untuk menghindari: 72 a.
penurunan penggolongan kualitas Kredit;
b.
peningkatan pembentukan PPA; atau
c.
penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai
Restrukturisasi Kredit. 73 Kebijakan Restrukturisasi Kredit wajib
70
H.R. Daeng Naja,op.cit., hal 316-317 Pasal 51 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 72 Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 73 Pasal 53 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 71
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
disetujui oleh Komisaris. 74 Prosedur Restrukturisasi Kredit wajib disetujui paling kurang oleh Direksi. 75 Komisaris wajib melakukan pengawasan
secara
aktif
terhadap
pelaksanaan
kebijakan
Restrukturisasi Kredit. 76 Kebijakan dan prosedur merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 77 Dalam pelaksanaan Rekstrukturisasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni : (1) Untuk menjaga obyektivitas, Restrukturisasi Kredit wajib dilakukan oleh pejabat atau pegawai yang tidak terlibat dalam pemberian Kredit yang direstrukturisasi. (2)
Keputusan Restrukturisasi Kredit harus dilakukan oleh pejabat yang lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan pemberian Kredit.
(3)
Dalam hal keputusan pemberian Kredit dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar Bank maka keputusan Restrukturisasi Kredit dilakukan oleh pejabat yang setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian Kredit.
(4)
Pembentukan
satuan
kerja
khusus
untuk
pelaksanaan
Restrukturisasi Kredit disesuaikan dengan kebutuhan masing-
74
Pasal 53 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 Pasal 53 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 76 Pasal 53 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 77 Pasal 53 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 75
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
masing Bank dengan tetap mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 78 Selain itu, kredit yang akan direstrukturisasi haruslah dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Kredit yang akan direstrukturisasi wajib dianalisis berdasarkan prospek usaha debitur dan kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas.
b.
Kredit kepada Pihak Terkait yang akan direstrukturisasi wajib dianalisis oleh konsultan keuangan independen yang memiliki izin usaha dan reputasi yang baik.
c.
Analisis yang dilakukan Bank dan konsultan keuangan independen terhadap Kredit yang direstrukturisasi dan setiap tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Kredit wajib didokumentasikan secara lengkap dan jelas.
d.
Ketentuan-ketentuan di atas juga diterapkan dalam hal dilakukan restrukturisasi ulang terhadap Kredit. 79 Penetapan Kualitas Kredit yang Direstrukturisasi merupakan
suatu hal yang sangat penting dalam pelaksanaan rekstrukturisasi. Kualitas Kredit setelah dilakukan restrukturisasi ditetapkan sebagai berikut: 80 a.
Setinggi-tingginya Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet;
78
Pasal 53 ayat (5) Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 Pasal 54 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 80 Pasal 55 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 79
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
b.
Kualitas tidak berubah untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Lancar, Dalam Perhatian Khusus atau Kurang Lancar. Kualitas Aktiva Produktif di atas dapat :
a.
Menjadi Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan selama 3 (tiga) kali periode pembayaran angsuran pokok dan atau bunga secara berturut-turut sesuai dengan perjanjian Restrukturisasi Kredit; atau
b.
Kembali sesuai dengan kualitas Kredit sebelum dilakukan Restrukturisasi Kredit atau kualitas yang sebenarnya apabila lebih buruk sesuai dengan kriteria, jika debitur tidak memenuhi kriteria dan atau syarat-syarat dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit dan atau pelaksanaan Restrukturisasi Kredit tidak didukung dengan analisis dan dokumentasi yang memadai. Dalam hal periode pembayaran angsuran pokok dan atau bunga
kurang dari 1 (satu) bulan, peningkatan kualitas menjadi Lancar sebagaimana dilakukan secepat-cepatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak dilakukan Restrukturisasi Kredit. Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas berlaku juga untuk restrukturisasi ulang terhadap Kredit. Tambahan Kredit sebagai bagian dari paket Restrukturisasi Kredit ditetapkan memiliki kualitas Lancar apabila diberikan sesuai dengan prosedur yang ketat dan memiliki agunan yang cukup. 81
81
Pasal 57 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Kredit yang direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu pembayaran (grace period) ditetapkan memiliki kualitas sebagai berikut: a.
selama grace period, kualitas mengikuti kualitas Kredit sebelum dilakukan restrukturisasi; dan
b.
setelah grace period berakhir, kualitas Kredit mengikuti penetapan kualitas. 82 Penilaian kualitas Kredit yang telah direstrukturisasi dan
kualitas tambahan Kredit sebagai bagian dari paket Restrukturisasi Kredit wajib dilakukan selambat lambatnya 1 (satu) tahun sejak penetapan kualitas. 83 d.
Kombinasi Kombinasi merupakan kombinasi dari ketiga hal di atas. Untuk dapat mencapai penyelamatan kredit (loan settlement), bank dapat menganjurkan nasabah debitur untuk melakukan : 84 (a)
Merger. Dengan menganjurkan nasabah debitur melakukan merger dengan perusahaan sejenis
masih
berjalan baik untuk
menyatukan managemen modal, pemasaran, dan lain-lain. (b)
Join Venture. Penyelamatan kredit dapat juga diusahakan melalui join venture nasabah debitur dengan pihak lain, dengan harapan perusahaan debitur dapat belajar dari partner join venturenya
82
Pasal 58 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 Pasal 59 Peraturan Bank Indonesia No.9/6/PBI/2007 84 Abdulkadir Muhamad dan Rilda Murniati, op.cit., hal. 72. 83
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
dalam memperbaiki semua kelemahan/kekurangan perusahaan debitur. Dengan demikian dapat diharapkan nasabah debitur akan memperlihatkan kenyataan perusahaannya dan kenyataan di perusahaan joint venturenya. (c)
Take Over Management. Penyelamatan kredit dapat berupa take over management, yang dapat berupa take over management, akuisisi, aliansi : 1.
Take-over Management. Penyelamatan kredit dapat berupa take over management atas perusahaan nasabah debitur oleh Bank, yang dipercayakan oleh manajemennya kepada suatu tim yang dibentuk oleh Bank dan nasabah, karena memang kekurangan
selama
ini
berada
pada
manajemen
perusahaan. 2.
Akuisisi Penyelamatan kredit dimana yang bertindak sebagai akuisatornya adalah induk perusahaan atau perusahaan dalma satu grup, sehingga kelemahan dan kekurangan dalam perusahaan dapat diperbaiki oleh akuisatornya.
3.
Aliansi Aliansi perusahaan kredit yang dilakukan oleh Bank melalui saran menggunakan strategi aliansi dengan perusahaan lain, yaitu dengan menyatukan perluasan pasar, menawarkan produk baru, sehingga efisien tanpa
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
akuisisi modal dan manajemen namun mengutamakan sentralisasi proses transaksi, meningkatkan otomatisasi cabang-cabang,
menjadikan
proses
transaksi
lebih
stream-line, produk dan jasa lebih terjamin dengan baik dan memperkenalkan produk baru dengan biaya efisien. Jika masih dalam jangkauan penyelamatan/penyehatan kredit langkah strategisnya adalah penyelamatan kredit dan bilamana tidak tembus, maka dapat ditempuh dengan cara yudisial. Yudisial dimaksud adalah melalui : a.
Badan Peradilan Umum. Melalui gugatan perdata. Penyelesaian cara ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan. Yang dimaksud dengan debitur yang usahanya masih berjalan adalah debitur ynag tidak mau memenuhi kewajiban melunasi kreditnya baik angsuran pokok maupun bunganya (Bad Character). Sedangkan yang dimaksud dengan debitur yang usahanya tidak berjalan lagi adalah debitur yang tidak dapat bekerja sama dan tidak mau memenuhi kewajiban melunasi kreditnya (bad character). Penyelesaian kredit terhadap debitur yang seperti ini dapat dilakukan dengan 2 cara : 85 (1)
Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sesuai ketentuan hukum acara perdata, atau permohonan eksekusi grose, akta.
(2)
Penyelesaian melalui PUPN khusus bagi kredit yang menyangkut kekayaan negara.
85
Ibid.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Penyelesaian Penyelesaiannya
dengan
cara
membutuhkan
ini
waktu
kurang yang
relatif
menguntungkan. panjang
dan
keputusannya sering tidak memuaskan/merugikan pihak bank dan cendrung melindungi nasabah debitur nakal dan tidak beritikad baik. b.
Badan Arbitrase. Penyelesaian secara damai atau dikenal dengan win-win solution adalah sebagai langkah terakhir yang paling mengakomodasi kebutuhan hukum praktek perbankan khususnya pada saat terjadi suatu kredit macet. Dalam perjanjian kredit kadang-kadang dicantumkan pula klausula yang menyebutkan yaitu apabila timbul sengketa sebagai akibat dari perjanjian kredit, maka penyelesaiannya melalui arbitrase dan keputusan arbitrase merupakan keputusan yang final. Klausula arbitrase menetapkan cara-cara penunjukan arbiter (wasit) dan susunan tim arbiter yang akan memeutuskan sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbiter ini keputusannya lebih cepat diperoleh bila dibandingkan melalui pengadilan yang bersifat penyelesaian tertutup dan dapat menjaga nama baik para pihak. 86
c.
Diserahkan ke Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) Dalam penanganan kredit macet DJPLN merupakan lembaga mediator antara kreditur dan debitur, walaupun secara undang-undang lembaga ini memiliki kewenangan sebagai eksekutor. Bahkan Undangundang memberikan kewenangan melakukan penetapan surat paksa, sita 86
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,2001), hal.301. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
jaminan, pelelangan jaminan kredit sampai pencekalan ke luar negeri bahkan dapat melakukan penyanderaan ( gijzeling) terhadap penanggung hutang. 87 Bilamana kredit macet masih memiliki nilai lebih bisnis atau ekonomi, DJPLN secara persuasif hendaknya mengedepankan langkahlangkah pendekatan bisnis. Penanganan ini selain dapat memberikan bertambahnya penerimaan dari kredit macet, juga akan memberikan tambahan ekonomis, sosial kepada pihak lain, yang mana pendekatan ini memerlukan penelaahan, evaluasi dan penetapan secara hati-hati. Penanganan kredit macet malalui proses hukum memerlukan waktu dan kepastian penetapan yang sangat lama. Karena proses penyelesaiannya diakuakan secara perdata di pengadilan atau melalui Badan Arbitrase, dan kepastiannya harus setelah memperoleh kekuatan hukum tetap. Oleh karenanya sebagai upaya menghindari berlarutnya proses hukum di lembaga
tersebut,
dibutuhkan
lembaga
mediasi
yang
membantu
menyelesaikan permasalahan antara debitur dan kreditur sebelum diproses secara yudisial. Lembaga ini diharapkan dapat mewakili kepentingan debitur dalam penanganan masalah kredit macet. 88
87
H. Yudhi Wurjanto, (’’Kredit Macet di Bank BUMN), http://www.fajar.co.id., diakses terakhir kali pada tanggal 4 Januari 2009. 88 Ibid. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
BAB III Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet
A.
Penghapusan Piutang. Pelaksanaan penghapusan piutang, baik hapus buku dan hapus tagih
sehingga angka kredit macet (NPL) di bank-bank milik pemerintah itu bisa diminimalisir. 89 Pelaksanaanaan penghapusan piutang dapat dibagi menjadi 2 tahap yakni 1.
Hapus buku. Dalam akuntansi perbankan, hapus buku (write off) memiliki pengertian yang berbeda dengan hapus tagih. Hapus buku bisa dilakukan asal didukung pencadangan yang cukup, namun tidak otomatis menghilangkan hak tagih kepada debitor. Pengertian hapus buku ialah merupakan tindakan administratif bank untuk menghapus buku kredit macet dari neraca sebesar kewajiban debitur, tanpa menghapus tagih hak bank kepada debitur. 90
2.
Hapus tagih. Hapus tagih merupakan cara terakhir yang ditempuh oleh bank agar sebagian asetnya bisa kembali. Caranya, bank memberikan potongan pokok utang maupun bunga kepada debitor setelah mendapatkan persetujuan dari pemegang saham. Pengertian hapus tagih ialah tindakan bank menghapus semua kewajiban debitur yang tidak dapat diselesaikan. 91 89
http://www.balipost.co.id/Balipost cetak/7/11/e7.htm, terakhir kali diaksese pada tanggal 1 Januari 2009. 90 Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Dalam PBI Nomor. 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, diatur bahwa Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih. Kebijakan tersebut wajib disetujui oleh Komisaris, dan prosedur tersebut juga wajib disetujui paling kurang oleh Direksi. Dalam pelaksanaan penghapusan piutang, komisaris wajib melakukan pengawasan secara aktif terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Kebijakan dan prosedur tersebut adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 92 Dalam pelasanaan hapus buku dan hapus tagih, juga terdapat suatu kriteria tersendiri, yaitu : 93 (1)
Hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan terhadap penyediaan dana yang memiliki kualitas Macet.
(2)
Hapus buku tidak dapat dilakukan terhadap sebagian penyediaan dana (partial write off).
(3)
Hapus tagih dapat dilakukan baik untuk sebagian atau seluruh penyediaan dana.
(4)
Hapus tagih terhadap sebagian penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada angka 3, hanya dapat dilakukan dalam rangka Restrukturisasi Kredit atau dalam rangka penyelesaian Kredit. Hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan setelah
Bank melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali Aktiva 91
Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit. Pasal 69 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. 93 Pasal 70 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum 92
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Produktif yang diberikan, dimana Bank wajib mendokumentasikan upaya yang dilakukan untuk memeproleh kembali Aktiva Produktf tersebut serta dasar pertimbangan pelaksanaan hapus buku dan
atau hapus tagih.
Kemudian Bank wajib mengadministrasikan data dan informasi mengenai Aktiva Produktif yang telah dihapus buku dan atau dihapus tagih. 94 Berikut ini merupakan jenis penghapusan piutang yang telah dilakukan oleh Bank Sumut. 1.
Hapus Buku. Syarat dan kriteria suatu kredit dapat dihapusbukukan antara lain : a.
Telah digolongkan macet, dan atau
b.
Telah diserahkan ke badan penyehatan perbankan Nasional, dan atau
c.
Mempunyai atau berpotensi mempunyai kelemahan aspek hukum, dan atau
d.
Debitur berpindah tempat dan tidak diketahui domislinya, dan atau
e.
Agunan dan harta kekayaan lainnya dari debitur yang dikuasai Bank tidak cukup untuk mem-back up sisa hutang, dan atau
f.
Telah mendapat penggantian/klaim dari PT. Askrindo atau perusahaan penjamin kredit lainnya, dan atau (1)
Telah diserahkan pada BUPLN/Pengadilan Negeri dan telah ada penetapan hutang, dan atau
94
Pasal 71 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
(2)
Telah lama jatuh tempo dan debitur tidak kooperatif sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesulitan penagihnya cukup tinggi.
2.
Hapus Tagih. Pelaksanaan hapus tagih di Bank Sumut pernah dilakukan untuk debitur di Gunung Sitoli yang diakibatkan adanya Bencana Alam yang menimpa provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias , dalam hal ini adanya force majure.
B.
Mekanisme Penghapusan Piutang di Bank Sumut. Mekanisme penghapusan di bank sumut dibagi dalam beberapa tahap,
yakni : 1.
Hapus Buku. Dalam pelaksanaan hapus buku, Bank Sumut mengikuti ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, beberapa hal yang diatur mengenai hapus buku dan hapus tagih antara lain : a.
Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih.
b.
Kebijakan tersebut wajib disetujui oleh Komisaris.
c.
Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetujui paling kurang oleh Direksi. 95
95
Pasal 69 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Mekanisme pelaksanaan hapus buku dilakukan berdasarkan peraturan intern Bank (Surat Edaran Direksi No. 024/DIR/DPEMSL/SE/2002
tanggal
11
November
2002
perihal
Petunjuk
Penghapusbukuan Kredit, yang tetap mengacu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Mekanisme hapus buku yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.Kredit
2. Usul untuk dihapus buku debitur/kantor cabang
3.Divisi Kredit
4. Direksi
Keterangan : 1) Pengusulan penghapusan piutang atas kredit macet berasal dari kantor cabang, sebelum terlebih dahulu melakukan penelitian dan penilaian serta analisa terhadap debitur yang digolongkan macet, apakah telah memenuhi kriteria untuk dilakukan penghapusbukuan.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
2) Kantor cabang operasional melakukan pengusulan atas debitur yang akan dihapus bukukan kepada direksi melalui divisi kredit, dalam hal ini divisi kredit melampirkan data-data sebagai berikut : I.
Surat Persetujuan Kredit Data sebagai berikut : A.
Data Umum. 1. Nama, Alamat, Jabatan. 2. Debitur. 3. Nama dan alamat pengurus.
B.
Data Kredit. 1. Jenis Kredit. a. Nomor/ sektor ekonomi. b. Plafon kredit. c. Tanggal realisasi. d. Tanggal jatuh tempo. e. Tanggal digolongkan macet. f. Posisi kewajiban : h. Baki Debet. i.
C.
Jumlah.
Data Agunan Kredit. 1. Jenis Agunan. 2. Lokasi Agunan. 3. Jenis hak kepemilikan. 4. Nama Pemilik.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
5. Alamat pemilik. 6. Hubungan dengan debitur. 7. Cara pengikatan. 8. Yang menguasai agunan. 9. Posisi Bank dalam menguasai agunan. 10. Nilai agunan. 11. Pembentukan penyisihan. D.
Sebab-sebab terjadinya kredit macet.
E.
Langkah/ upaya yang sudah terlaksana.
F.
Alasan dan dasar pertimbangan cabang untuk melakukan hapus buku.
G.
Lampiran
H.
Keterangan/data-data lain.96
3) Kantor Pusat melalui Divisi Kredit akan melakukan analisa atas data-data dan melakukan verifikasi terhadap kriteria dan persyaratan untuk melakukan hapus buku. 4) Setelah Divisi kredit melakukan kelengkapan persyaratan dan kriteria untuk meminta persetujuan dihapusbukuan, selanjutnya mengajukan ke direksi untuk meminta persetujuan a.
Apabila direksi menyetujui untuk dilakukan penghapusbukuan, selanjutnya Direksi melalui Divisi Kredit akan membuat Surat Persetujuan
Penghapusbukuan
ke
Kantor
Cabang
untuk
dilaksanakan.
96
Data yang diberikan oleh Bank Sumut.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
b.
Namun apabila berdasarkan analisa dan penelitian serta penilaian terhadap kriteria dan persyaratan penghapusbukuan belum dipenuhi sebagaimana ketentuan-ketentuan, maka permohonan hapus buku akan ditolak. 97
2.
Hapus Tagih Penghapus tagihan yang pernah dilakukan oleh Bank Sumut ialah penghapus tagihan terhadap debitur di Kabupaten Nias dan Nias Selatan diakibatkan oleh adanya bencana tsunami yang berpotensi meningkatkan kredit macet karena kegagalan debitur dalam melakukan pembayaran kembali utangnya. Adapun usaha yang dilakuakn adalah dengan melakukan penghapus tagihan serta keringanan pengembalian kredit bagi debitur tertentu, yang tertimpa musibah Bencana Alam di Nias dan Nias Selatan. Bank Sumut dalam pelaksanaan penghapus tagihan, mengacu pada Peraturan Bank Indonesia No.7/45/PBI/2005 tentang Perlakuan khusus terhadap kredit bank umum pascabencana alam di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias dan Nias Selatan Provinsi Sumatra Utara.98 Beberapa hal yang diatur dalam PBI No. 7/45/PBI/2005 antara lain, dan menjadi acuan
bagi Bank Sumut dalam pelaksanaan
penghapus tagihan dengan penetapan kualitas Kredit dan atau 97 98
Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit. Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
penyediaan dana lain dari Bank bagi nasabah debitur dengan plafon keseluruhan paling banyak sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga. 99 Mengenai restrukurisasi, dilakukan dengan ketentuan berikut ini : a.
Kualitas Kredit yang direstrukturisasi ditetapkan Lancar terhitung sejak restrukturisasi sampai dengan akhir Januari 2008.
b.
Pelaksanaan restrukturisasi Kredit dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
c.
Restrukturisasi Kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan baik terhadap Kredit yang telah maupun yang akan diberikan pada saat berlakunya ketentuan PBI No. 7/45/PBI/2005.100 Ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, hanyalah berlaku
bagi Kredit yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Disalurkan kepada nasabah debitur dengan lokasi proyek atau lokasi usaha di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan atau Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara;
b.
Telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga Kredit yang disebabkan dampak dari
99 100
Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/45/PBI/2005 Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/45/PBI/2005
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
bencana alam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan atau Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara; dan c.
Direstrukturisasi setelah terjadinya bencana alam. Penetapan kualitas Kredit yang direstrukturisasi setelah jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 101 Bank dapat memberikan Kredit dan atau penyediaan dana lain baru bagi debitur yang terkena dampak bencana alam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Kabupaten Nias dan atau Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Sumatera Utara.Penetapan kualitas Kredit dan atau penyediaan dana lain baru sebagaimana dimaksud dilakukan secara terpisah dengan kualitas Kredit dan atau penyediaan dana sebelumnya. 102 Dalam beleid regulasi baru tersebut hanya mencantumkan kelonggaran yang diberikan untuk potongan bunga. Untuk potongan pokok, sudah barang tentu memerlukan proses lebih lanjut baik itu persetujuan dari pemegang saham, maupun pemerintah selaku pengelola keuangan Negara. Berkaitan dengan penyelesaian masalah kredit, terkait dengan banyaknya
kredit
macet
yang
timbul
akibat
berkurangnya
kemampuan nasabah untuk membayar hutang kepada bank, dilakukan beberapa kebijakan restrukturisasi hutang. Hal ini 101 102
Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/45/PBI/2005 Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/45/PBI/2005
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
mendapat dukungan dari pemerintah berupa diterbitkannya PP No 33/2006
mengenai penghapusan piutang
negara/daerah yang
merupakan revisi dari PP No 14/2005. PP tersebut terdiri dari 2 pasal yang berisi penghapusan ketentuan tatatata cara penghapusan piutang negara/daerah yang diatur sebelumnya, dan menyatakan bahwa pengurusan piutang tersebut dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang PT dan BUMN beserta pelaksanaannya. Di samping itu, sesuai prinsip hukum perjanjian, pemberian kredit merupakan perjanjian pokok, sedangkan penyerahan agunan hanya merupakan perjanjian ikutan terhadap perjanjian pemberian kredit tersebut. Penyerahan permasalahan hapus tagih atas kredit kepada kebijakan masing-masing bank semakin relevan,mengingat khusus untuk bank-bank BUMN dan BUMD terdapat peraturan yang harus dipatuhi, yaitu Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 31/PMK.07/2005 tanggal 23 Mei 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah, serta pemberian wewenang kepada Bank Indonesia untuk mengatur lebih lanjut permasalahan perbankan pasca bencana. demikian pula perlu penegasan bahwa penyelesaian
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
kredit dari debitur yang menjadi korban diserahkan kepada kebijakan masing-masing Bank. 103 Atas perintah Bank Indonesia yang memberikan wewenang pada Bank untuk menyelesaikan masalah penghapusan piutang kredit macet, maka mekanisme hapus tagih yang dilakukan oleh Bank Sumut, sehubungan dengan Bencana Alam yang menimpa Provinsi Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias kini mengacu pada PP Nomor 33 tahun 2006 atas perubahan dari PP Nomor 14 Tahun 2005 dan PBI No. 7/45/PBI/2005 ialah : a.
Melakukan pendataan terhadap debitur yang akan dihapus tagih.
b.
Melakukan verifikasi terhadap debitur yang akan dihapus tagih.
c.
Melakukan inventarisir data debitur dari hasil penelitian di lapangan.
d.
Merekapitulasi debitur yang layak dihapus tagih.
e.
Mengajukan dan meminta persetujuan hapus tagih kepada direksi melalui divisi penyelamatan kredit.
f.
Direksi meminta persetujuan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 104
103
Syapri Chan, (‘’Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit’’),/http/www.library.usu.ac.id, diakses terakhir kali tanggal 3 Januari 2009. 104 Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Mekanisme Hapus Tagih. Kredit
Usul untuk dihapus tagih debitur
Kantor Pusat/ Direksi.cq. Divisi Penyelamatan Kredit
Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS)
Keterangan : 1. Realisasi sebelum tanggal 26 Desember 2004 dan telah dihapus buku (sebelum bencana terjadi) sebelum pada 31 Desember 2004. 2. Debitur tidak mampu/ tidak diketahui keberadaannya/meninggal dunia dan atau barang jaminan tidak ada/ rusak berat/hilang atau musnah dengan disertai Surat Keterangan dari aparat/pejabat yang berwenang. 105
Proses pelaksanaan hapus tagih dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
105
Data yang diperoleh dari divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
a.
Permohonan hapus tagih untuk debitur di Gunung Sitoli yang diakibatkan oleh adanya Bencana Alam yang menimpa Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Nias, dalam hal terjadi force majure.
b.
Usulan hapus tagih debitur diserahkan ke divisi penyelamatan kredit, untuk kemudian dianalisa dan dinilai, kemudian disampaikan pada direksi.
c.
Direksi meminta persetujuan kepada para pemegang saham untuk melakukan hapus tagih, melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, dan Rapat Umum Pemegang saham Luar Biasa (RUPS-LB). RUPS dilakukan berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor.14 Tahun tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Setelah pemberlakuan Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 33 Tahun 2006 berlaku, maka ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah dihapus. 106 Sebelumnya, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dinyatakan bahwa Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 107,selain itu tata cara Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah yang pengurusan piutangnya diserahkan kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. 108
106
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 2005. 107 Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 108 Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2004 Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Sehingga, ketentuan yang menjadi panduan bagi Bank Sumut, mengacu pada Peraturan Pemerintah yang baru, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006, yakni : a.
Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya.
b.
Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara c.q. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan usul penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara tetap dilaksanakan berdasarkan UndangUndang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah beserta peraturan pelaksanaannya. 109 Pengurusan,
pengelolaan,
dan
penyelesaian
piutang
Perusahaan
Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya. 110 Upaya penyelesaian piutang BUMN/D pasca penerbitan PP No. 33/2006 dan PMK No.87/2006 tentang Pengurusan Piutang Negara/Daerah ialah dengan
109
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor.14 Tahun tentang Tata Cara Negara/Daerah. 110 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor.14 Tahun tentang Tata Cara Negara/Daerah.
Tahun 2006 Tentang Penghapusan Piutang Tahun 2006 Tentang Penghapusan Piutang
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
mengacu pada ketentuan bahwa RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar. 111 Selain itu, dalam penyelesaian piutang BUMN/D haruslah bertitik tolak pada Prinsip Good Corporate Governance yang meliputi : 1.
Accountability. a.
Penyusunan komprehensif
b.
Standart
Operating
Procedure
(
SOP)
yang
dalam penyelesaian piutang BUMNN/D.
Memiliki tolok ukur yang jelas yang akan menjadi acuan dalam mengukur kinerja penyelesaian piutang BUMN.
2.
Transparency. Prinsip Keterbukaan yang dilakukan dalam penyelesaian piutang BUMN berupa: a.
Pemaparan rencana program penyelesaian piutang kepada seluruh stakeholders ( melalui RUPS).
b.
Sistem pemberian keringanan penyelesaian yang dipublikasikan kepada seluruh Stakeholders ( melalui RUPS)
c.
Melaporkan pelaksanaan penyelesaian piutang BUMN/D kepada seluruh stakeholders dan otoritas terkait.
3.
Responsibility. a.
Memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penyelesaian piutang BUMN/D berdasarkan : (1) UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas.
111
Pasal 63 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
(2) UU No. 19/2003 tentang Badan usaha Milik Negara. (3) Peraturan Pemerintah Nomor. 33 Tahun 2006. (4) PMK No. 87/2006. (5) Peraturan pelaksana lainnya. b.
Kewajiban sosial kepada masyarakat, contoh : prioritas pemberian keringanan untuk debitur segmen UKM.
4.
Fairness. Perlakuan yang adil bagi seluruh pihak, misalnya dalam hal : a.
Pemberian kesempatan pada debitur dalam melakukan penyelesaian piutang sesuai dengan kemampuan.
b.
Pemberian keringanan dalam penyelesaian piutang debitur.
c.
Penyelesaian piutang BUMN/D tetap mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak stakeholders, misalnya : pemberian keringanan sesuai limit yang telah disetujui oleh RUPS. 112
C.
Akibat Hukum 1.
Hapus Buku. Kewajiban hapus buku adalah kredit yang telah dikonversi menjadi penyertaan modal (saham) dalam perusahaan debitur dihapus bukukan dari neraca bank. Dalam perbankan hapus buku kredit macet atau pinjaman macet adalah pinjaman macet yang tidak dapat ditagih lagi dihapus bukukan dari neraca (on-balance sheet) dan dicatat pada rekening administratif (off-balance sheet). Hapus
112
Ramlan Ginting, , Pengaturan Pemberian Kredit Bank umum, Diskusi Hukum Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Dalam Praktek Perbankan di Indonesia, hal . Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
buku pinjaman macet dibebankan pada akuntansi penyisihan penghapusan aktiva produktif Meskipun pinjaman macet tersebut telah dihapusbukukan, hal ini hanya bersifat administratif sehingga penagihan terhadap debitur tetap dilakukan; hasil tagihan pokok pinjaman dibukukan ke rekening penyisihan penghapusan aktiva produktif, sedangkan tagihan bunga dibukukan sebagai pendapatan lain. 113 Dengan demikian penarikan kembali penyertaan modal sementara bank adalah dengan cara menjual sahamnya dan melepaskan haknya sebagai pemegang saham pada perusahaan debitur, selanjutnya dari hasil penjualan saham didistribusikan untuk pelunasan tagihan pokok yang dibukukan ke rekening penyisihan penghapusan aktiva produktif dan untuk pelunasan tagihan bunga yang dibukukan sebagai pendapatan lain. 114 Mengenai akibat hukum hapus buku, terdapat dalam penjelasan PP No. 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah, yakni terhadap Piutang Negara/Daerah yang telah dihapuskan secara bersyarat dari pembukuan tetap dikelola dan diupayakan penyelesaiannya. Dalam hal upaya-upaya penyelesaian tersebut tidak berhasil, dan syarat sebagaimana dimaksud terpenuhi, sisa piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara mutlak. 115
113
Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit. Syapri Chan, (‘’Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit’’),/http/.library.usu.ac.id, terakhir kali diakses tanggal 1 Januari 2009. 115 Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah. 114
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Usul Penghapusan Secara Mutlak atas Piutang Negara/Daerah diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak Piutang Negara/Daerah
dimaksud
dihapuskan
secara
bersyarat
dari
pembukuan. 116 Penghapusbukuan piutang tidak otomatis menghapus hak tagih yuridis-formil. Di lain pihak, upaya penagihan tetap dilakukan walaupun pemerintah sebagai kreditur sudah putus asa dan menghapus buku. Oleh karena itu, terhadap piutang yang sudah dihapusbukukan ini masih dicatat secara ekstra comptabel. Neraca adalah pernyataan tertulis sah bagi publik tentang kewajaran keuangan yang dinyatakan oleh entitas penerbit Laporan Keuangan, dan dianggap pula sebagai pengakuan keuangan bagi publik. Oleh karena itu, apabila ada masyarakat/publik yang namanya tidak tercantum dalam daftar piutang lampiran Laporan Keuangan, keterangan rinci pada Catatan Atas Laporan Keuangan, suatu tahun buku Laporan Keuangan, padahal mereka mempunyai utang sehingga merasa dibebaskan dari kewajiban membayar tatkala tak
menemukan
namanya
pada
Laporan
Keuangan
tahun
selanjutnya. 117 Penghapusbukuan adalah pernyataan keputusasaan tentang ketertagihan suatu piutang, dapat diawali/diiringi suatu pengumuman yuridis-formil tentang suatu pembebasan piutang kepada pihak
116
Penjelasan pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor.14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/ Daerah 117 Syapri Chan, (“Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit”),/http/www.library.usu.ac.id, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
tertentu, sebagian atau seluruhnya, disertai alasan dan latar belakang keputusan.
Penghapusbukuan
piutang
tidak
secara
otomatis
menghapus kegiatan penagihan piutang. Bila dihapusbukukan, berarti pengalihan dari intrakomptabel menjadi ekstrakomptabel, biasanya diserahkan kepada satuan tugas penagihan khusus yang melakukan penagihan dengan prosedur dirancang khusus, yang berbeda dengan tagihan piutang sehat. Pada kenyataannya penagihan khusus piutang yang dihapus buku dapat lebih gencar dari piutang sehat yang belum dihapusbuku. Diperlukan laporan off balance sheet tentang piutang yang dihapusbukukan namun secara yuridis-formil belum dihapus, dan atau
belum
diberitahukan
kepada
pihak
berhutang
tentang
pembebasan kewajiban membayar, masih terus ditagih secara intensif. Dalam Catatan Atas Laporan Keuangan dijelaskan dasar pertimbangan penghapusbukuan dan jumlahnya. 118
2.
Hapus Tagih. Hapus tagih ini mengakibatkan hilangnya sebagian atau seluruh aset/tagihan
bank
kepada
debitur,
maka
kewenangan
yang
memutuskan untuk hapus tagih tersebut diatur dalam anggaran dasar bank yaitu harus mendapat persetujuan RUPS. 119 Penghapustagihan piutang berkonotasi penghapusan hak tagih atau upaya tagih secara perdata atas suatu piutang. Substansi hukum 118 119
Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit. Wawancara dengan salah satu staff divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
penghapustagihan mempunyai konsekuensi menghapuskan catatan (penghapusbukuan). Aset adalah hak, maka hapusnya hak tagih berarti
menghapus hak/piutang dari neraca. Apabila pemerintah
menerbitkan suatu keputusan penghapusan atau pembebasan bayar bagi Debitur, tetapi tidak melakukan hapus-buku piutang, berarti akan menyajikan neraca yang lebih saji (overstated), sehingga tidak menyajikan informasi secara andal. 120 Penghapustagihan piutang dilaksanakan sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku, yakni yang mengacu pada PP No. 33 tahun 2006 atas perubahan dari PP No. 14 tahun 2005 dan PMK 87/2006 atas perubahan dari PMK 31 tahun 2005. 121
120
Syapri Chan, (“Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit”), http/www.library.usu.ac.id, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009. 121 Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit. Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
BAB 1V Kendala Dalam Penghapusan Piutang.
Dalam pelaksanaan penghapusan piutang, tentunya terdapat banyak kendala dalam penyelesaiannya, baik merupakan kendala internal, yang berasal dari Bank Sumut sendiri, maupun kendala eksternal yang menyangkut pada peraturan yang digunakan dalam melaksanakan penghapusan piutang, beberapa kendala yang ditemui antara lain : A.
Kendala Internal. 1.
Hapus Buku. Tentunya, dalam pelaksanaan hapus buku, bisa saja terjadi banyak
kendala
yang
dapat
menghalangi
terlaksananya
penghapusbukuan, antara lain : a.
Hapus buku berakibat berkurangnya laba Bank pada saat itu. Sebab data untuk penghapus-bukuan dialokasikan dialokasikan dari laba-rugi Bank sendiri. Artinya, Penghapusbukuan dapat dilakukan bila Bank mempunyai laba.
b.
Penagihan kembali, kredit yang telah dihapusbukukan sering sekali luput dari perhatian petugas Bank.
c.
Kurang sempurnanya pencatatan/ pengadministrasian dan kontrol
dari
pihak
Bank,
sehingga
dapat
merugikan
perusahaan. 122
122
Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
2.
Hapus Tagih. a.
Hapus tagih berakibat pada berkurangnya laba yang dimiliki oleh Bank.
b.
Dapat terjadi moral hazard (aji mumpung), dimana dalam hal ini seorang debitur itu bukanlah dalam keadaan tidak mampu membayar, namun memiliki itikad buruk untuk lari dari tanggung jawab. Contoh : Dapat terjadi kemungkinan kolusi antara pejabat Bank dengan debitur. 123
B.
Kendala Eksternal. Adanya beberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi
penyelesaian NPL di Bank BUMN/D dalam implementasi PP 33/2006 dan PMK 87/2006 yakni : 1.
Masih adanya pandangan yang berbeda dari aparat penegak hukum atas kewenangan yang diberikan oleh PP 33/2006 dan PMK 87/2006 yang bisa berdampak pada keengganan dari bank BUMN/D untuk melaksanakan kewenangan yang didapatkan. Dimana, sebelumnya, dalam PP No. 14/2005,
dalam
penyelesaian
kredit
macet,
ikut
serta
mengimplementasikan UU 49/Prp thn 1960 mengenai PUPN, karena menyangkut keuangan negara. Sehingga juga menggunakan UU 1 tahun 2004 mengenai Keuangan Negara. Pada saat ini, Bank terkait memiliki keengganan untuk melaksanakan penghapusan piutang sehubungan
123
Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
dengan anggapan dan ketakutan direksi untuk mengambil kebijakan, karena pelaksanaannya sangat erat dengan korupsi. 2. Ada kemungkinan bahwa implementasi penyelesaian kredit bermasalah tidak memeberikan manfaat maksimum kepada bank. 3. Pelaksanaan program ini dapat menimbulkan moral hazard dari pelaksana kebijakan dan debitur. 4. Adanya
resiko
operasional
yang
disebabkan
ketidakcukupan
policy,procedure dalam pelaksanaan proses bisnis internal, human eror, system failure .124
124
Wawancara dengan salah satu staff dari divisi kredit.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN Dari uraian bab-bab di muka dan peraturan normatif mengenai
penghapusan piutang kredit di Bank Sumut,maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Penerbitan PP No.33/2006 dan PMK No.87/2006 merupakan wujud komitmen Pemerintah dalam penyelesaian NPL di bank BUMN/D. Sehingga Bank Sumut juga dapat melaksanakan penghapusan piutang, baik hapus buku dan hapus tagih dengan prosedur yang lebih singkat, dimana sebelunya penghapusan piutang dilaksanakan melalui PUPN, Setelah melalui mekanisme penagihan melalui Panitia Urusan Piutang Negara tersebut tidak berhasil, maka berdasarkan surat pemberitahuan tertulis
dari
Panitia
Urusan
Piutang
Negara
dapat
dilakukan
penghapustagihan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan,
Menteri
Keuangan
berwenang
untuk
menghapuskan piutang sampai dengan Rp10 milyar, selanjutnya penghapusan piutang sampai dengan Rp100 milyar oleh Presiden, dan diatas Rp100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara untuk pemerintah daerah, penghapusan piutang sampai dengan Rp 5 milyar oleh Gubernur/Bupati/Walikota, sedangkan di atas Rp5 milyar oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan persetujuan DPR. Namun dengan munculnya PP 33/2006 muncul kewenangan Bank Sumut untuk Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
melaksanakan hapus buku melalui keputusan direeksi,dan hapus tagih dengan persetujuan RUPS. 2.
Kedua regulasi tersebut memberikan penegasan bahwa penyelesaian NPL Bank Sumut dilakukan berdasarkan koridor hukum korporasi, dengan memberikan wewenang pada direksi dan RUPS.
3.
Dengan adanya PBI No. 7/45/PBI/2005 mengenai
Perlakuan khusus
terhadap kredit bank umum pascabencana alam di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias dan Nias Selatan Provinsi Sumatra Utara, mempermudah Bank Sumut dalam melaksanakan penghapusan piutang kredit macet.
B.
SARAN
1.
Hendaknya
Bank
mengilangkan
persepsi
dan
kecanggungan-
kecanggungan dalam pelaksanaan PP 33/2006 dan PMK Nomor 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang Negara/Daerah, seperti berfikir bahwa Perbankan masih memiliki kaitan dengan keuangan Negara, dan berhubungan dengan UU Korupsi, sehingga setiap bank memiliki level of playing field yang sama dengan Bank Swasta. 2.
Perlu disusun Governance model termasuk didalamnya pembentukan Standart Operating Procedures ( SOP) yang baku ( disertai kewenangan dari berbagai pihak yang terkait : tim pelaksana, direksi dan komisaris),persetujuan dari pemegang saham,serta Oversight committee untuk meyakinkan bahwa penyelesaian NPL di Bank Sumut akan optimal berjalan sesuai Good Corporate Governance.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
3.
Hendaknya pemerintah lebih tegas dan dengan cepat memberikan payung hukum bagi bank-bank terkait dalam penyelesaian penghapusan piutang kredit macet, sehingga Bank Pusat dan daerah tidak merasakan ketakutan atau kecanggungan dalam melaksanakan peraturan tersebut.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Kasmir, Dasar-dasar perbankan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002. Muhammad, Abdulkadir dan Rilda Murniati, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004. Mahmoeddin, AS ,100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan, 1999. Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung: PT Aditya Bakti, 2005. Untung, H. Budi, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: PT Andi Yogyakarta, 2000.
II. Majalah dan Surat Kabar dan Media Elektronik
Buletin Hukum Perbankan dan Bank Sentral Volume 5, Nomor 3, Desember 2007 Opini, Rabu 5 Mei 2004, hal 4 Ramlan Ginting, S.H., LL.M,(Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia), , Pengaturan Pemberian Kredit Bank umum, Diskusi Hukum Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas
Kredit
Dalam
Praktek
Perbankan
di
Indonesia
Hotel
Panghegaran, Bandung, 6 Agustus 2005.
III. Perundang-Undangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, yang telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata) Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 Tenang Penetapan Kualitas Kredit. Surat Edaran Direksi Bank Sumut No. 024/DIR/DPEM-SL/SE/2002. Peraturan Bank Indonesia No. 9/6/PBI/2007 Tentang Kualitas Aktiva atas perubahan dari PBI No. 7/2/PBI/2005. Peraturan Bank Indonesia No. 7/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Bank Umum. Peraturan Bank Indonesia No. 7/45/PBI/2005 mengenai
Perlakuan khusus
terhadap kredit bank umum pascabencana alam di Provinsi NAD dan Kabupaten Nias dan Nias Selatan Provinsi Sumatra Utara. Peraturan Menteri Keuangan No. 87/2006 atas perubahan dari PMK No. 31 tahun 2005.
IV. Internet Syapri Chan, (‘’Penyertaan Modal Sementara Bank Untuk Mengatasi Akibat Kegagalan Kredit’’), /http/www.library.usu.ac.id, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009. http://www.balipost.co.id/Balipost cetak/7/11/e7.htm, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009. http://www.CBCI Indonesia.com, terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009 http://www.ebursa.depdiknas.go.id, (‘’Penyelesaian Kredit Macet’’), terakhir kali diakses pada tanggal 1 Januari 2009 http://www.KapanLagi.com, terakhir kali diakses pada tanggal 2 Januari 2009
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009
http://www.bisnis.com, (‘’PP No. 14/2005 tetap direvisi Penghapusan piutang BUMN tak perlu izin Menkeu’’), terakhir kali diakses pada tanggal 2 Januari 2009 http://www.perpustakaan.bappenas.go.id,(‘’Penghapusan NPL Melalui Menkeu’’), terakhir kali diakses pada tanggal 3 Januari.
Tidak
Perlu
Krisna Wijaya, (‘’Penanganan Kredit Macet’’), http://www.compas.com, diakses tanggal 3 Januari 2009 H. Yudhi Wurjanto,(’’Kredit Macet di Bank BUMN), http://www.fajar.co.id., diakses terakhir kali pada tanggal 4 Januari 2009. http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan/news/6817/Kredit_Macet_Mengkha watirkan (‘’Kredit Macet Mulai Mengkhawatirkan’’), terakhir kali diakses pada tanggal 31Januari 2009 http://id.shvoong.com/law-and-politics/1811061-upaya-hukum-penyelesaiankredit-macet/ (‘’Upaya Hukum Penyelesaian Kredit Macet’’), terakhir kali diakses pada tanggal 31 Januari 2009.
Margareth Eka Purba : Analisis Juridis Pelaksanaan Penghapusan Piutang Terhadap Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut), 2009. USU Repository © 2009