UNIVERSITAS SILIWANGI FAKULTAS ILMU KESEHATAN PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI, NOVEMBER 2014
NITA NUR ARIFIN, NPM 104101075 FAKTOR-FAKTOR KONTRASEPSI
YANG
BERHUBUNGAN
METODE
OPERASI
DENGAN WANITA
PEMILIHAN DI
ALAT
KECAMATAN
GUNUNGTANJUNG KABUPATEN TASIKMALAYATAHUN 2014
ABSTRAK Untuk menekan lajunya pertumbuhan penduduk di Indonesia maka dibuatlah stategi dari pelaksanaan program KB yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah dengan meningkatkan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti IUD, implant dan sterilisasi.
Penggunaan
kontrasepsi
MOW
di
wilayah
kerja
Puskesmas
Gunungtanjung masih sangat rendah, hal ini dapat kita lihat dari 6624 PUS hanya 61 orang yang menggunakan kontrasepsi MOW. Angka ini masih rendah bila dibandingkan dengan kontrasepsi yang lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Varabel yang diteliti adalah pendidikan, sikap ibu, jumlah anak, umur dan dukungan suami. Penelitian ini menggunakan case control. Populasi dalam penelitan ini adalah semua wanita usia subur yang aktif menjadi akseptor KB MOW maupun non MOW dengan jumlah 92 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini faktor yang memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW adalah jumlah anak (p=0,000) dan dukungan suami (p=0,001). Sedangkan faktor pendidikan (p=0,677), faktor sikap ibu (p=0,144) dan faktor umur (p=1,000) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW.
Kata kunci: WUS, kontrasepsi, MOW, KB, pendidikan, sikap ibu, jumlah anak, umur, dukungan suami.
UNIVERSITY SILIWANGI FACULTY OF PUBLIC HEALTH SPECIALIZATION IN REPRODUCTIVE HEALTH Thesis, Novembe 2014
NITA NUR ARIFIN, NPM 104101075 FACTORS RELATED TO THE CHOICE CONTRACEPTIVE METHODS WOMEN OPERATING IN THE DISTRICT OF TASIKMALAYA DISTRICT GUNUNGTANJUNG 2014
Abstrac To suppress the rate of population growth in Indonesia, then be made the implementation of the KB program (family planning) contained in the medium term development plan in 20042009, to improve long-term use of contraceptive methods (MKJP) such as IUD, impant and sterilization. MOW contraceptive uses in the clinic Gunungtanjung is still low, it can be seen from the 6624 health centers, only 61 peoples use the contraceptive MOW, the rate is still low when compared whit others contraceptive. The research purpose is to find out how the knowledges and attitudes of mothers towards the selection of an MOW contraceptive, other than that to know the other factors related to the selection of MOW contraceptive. The variables were studied such as, education, attitude, number of children, age and husband’s support. The study uses case control design, the population in this study were all couples childbearing age (PUS) an active to be KB acceptor which MOW and non MOW whit the number of 61 respondents. The data was collected by direct interview method to respondents using questionnaire. Factors that have a significant correlation with the choice of contraception MOW are number of children (p=0,000) and husband’s support (p=0,001). Otherwise the education (p=0,677), attitude (p=0,144) and age (p=1,000) didn’t have a significant correlation with the coice of contraception MOW.
Keywords: WUS, contraception, MOW, family planning, education, attitude, number of children, age and husband’s support.
PENDAHULUAN Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Hal ini diselenggarakan melalui kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas insani dan sumber daya manusia. Karakteristik pembangunan antara lain dilaksanakan melalui pengendalian pertumbuhan penduduk, Keluarga Berencana (KB), dan dengan cara pengembangan kualitas penduduk, melalui perwujudan keluarga kecil berkualitas (Depkes RI, 2005). Pemerintah terus menekan laju pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin meningkat. Program Keluarga Berencana (KB) dinilai merupakan investasi yang banyak menghabiskan anggaran sehingga sedikit sekali pemerintah kabupaten atau pemerintah kota yang memprioritaskan program tersebut. Saat ini pertumbuhan penduduk Indonesia 1,6 persen per tahun, suatu pertumbuhan yang cukup mengkhawatirkan, karena dari pertumbuhan ini masih dihasilkan sekitar 3-4 juta jiwa manusia baru di Indonesia per tahun ( BKKBN, 2006 ). Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan masalah besar bagi negaranegara di dunia khususnya negara berkembang. Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai masalah dalam bidang kependudukan. Dengan jumlah penduduk yang sangat besar yaitu sekitar 215 juta jiwa. Pada tahun 2007 menduduki urutan ke-4 dari seluruh dunia. Kepesatan penduduk Indonesia tersebut merupakan fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Keadaan ini sangat mempengaruhi masalah kualitas keluarga sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang sangat memerlukan bantuan untuk sekedar hidup (BKKBN, 2006). Berdasarkan visi dan misi tersebut, program keluarga berencana nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Dalam kontribusi tersebut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah mewujudkan keberhasilan selain menurunkan angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk, juga berhasil mengubah sikap, mental dan perilaku masyarakat dalam upaya membangun
keluarga berkualitas. Sebagai salah satu bukti keberhasilan program tersebut, antara lain dapat diamati dari semakin meningkatnya angka pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur (BKKBN, 2006). Pelayanan kontrasepsi adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia selain komunikasi, informasi, konseling, dan edukasi (KIE), pelayanan infertilitas, pendidikan sex, konsultasi pra perkawinan dan perkawinan, konsultasi genetic, tes 12 keganasan, serta adopsi. Saat ini diperkirakan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) atau angka pengguna kontrasepsi di Indonesia sudah mencapai 62% (BKKBN, 2008). Jenis kontrasepsi yang digunakan anatara lain suntik (27,8%), pil (13,2%), Intra Unterine Devices (IUD) (6,2%), implant (4,3%), metode kalender (1,6%), metode senggama terputus (1,5%), kondom (0,9%), vasektomi (0,4%), dan Metode Operasi wanita (3,7%) (BKKBN, 2008). Di Kabupaten Tasikmalaya jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) yang menggunakan KB MOW pada tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu dari 1,35% menjadi 1,58%. Akan tetapi, peningkatan tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan angka nasional pada tahun 2010 yang sudah berada diangka 2,1% (BKKBN, 2013). Untuk wilayah kerja Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya yang terdiri dari 7 Desa jumlah akseptor KB aktif pada tahun 2013 adalah 4353 dari 6624 PUS, yang menggunakan kontrasepsi MOW hanya 61 orang (1,40%) angka ini sangat rendah bila dibandingkan dengan akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi lainnya. Angka tersebut dapat dilihat sebagai berikut: suntik 2623 (60,26%), pil 836 (19,21%), IUD 342 (7,86%), implant 326 (7,49%), MOW 61 (1,40%), dan lain-lain 165 (3,79%) (BKKBN, 2013). Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berumur antara 15-45 tahun yang berada pasa masa reproduksi dan mulai ditandai dengan timbulnya haid yang pertama kali dan diakhiri dengan masa menopause. Terdapat dua faktor yang menjadi penyebab dari kematian pada ibu di Negara berkembang yaitu resiko yang berbahaya bagi setiap ibu yang melahirkan dan tingginya frekuensi kehamilan. Program KB berpotensi menyelamatkan kehidupan melalui dua keadaan tersebut diatas yaitu dengan cara memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sehingga dapat menghindarkan terjadinya kehamilan pada
umur tertentu atau jumlah persalinan yang berbahaya dan dengan cara menurunkan tingkat kesuburan secara umum, yaitu dengan mengurangi jumlah kehamilan absolute dalam populasi (Roysto, 1994). Kontrasepsi adalah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2005). Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontrasepsi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana (KB) melalui pengaturan kelahiran. Metode Operasi Wanita adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan dengan mengoklusi tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum. Banyak perempuan mengalami kesulitan didalam menentukan pemilihan kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga karena ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut (saifuddin, 2006:7). MOW mempunyai keuntungan yang lebih baik daripada kontrasepsi yang lain diantaranya: lebih aman (keluhan lebih sedikit), lebih efektif (tingkat kegagalannya lebih sedikit), dan lebih ekonomis (hanya memerlukan satu kali tindakan). Akan tetapi, menurut survey awal di Puskesmas Gunungtanjung menunjukkan bahwa pengguna MOW sangat sedikit . hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk meneliti tenttang faktor-faktor yang berhubungan dengan oemilihan aat kontrasepsi MOW. Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut maka penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi MOW di Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya”. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW (Metode Operasi Wanita) di Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya”.
Adapun manfaat pada penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan untuk membuat program dalam upaya peningkatan penggunaan KB MOW di wilayah kerja puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya., Penelitian ini dapat dijadikan sarana evaluasi dalam memberikan pelayanan KB MOW sehingga dapat meningkatkan penggunaan KB MOW yang merupakan kontrasepsi efektif dan berjangka waktu panjang, Dari hasil penelitian ini penulis berharap dapat menganalisa permasalahan yang ada di masyarakat terutama pada pemilihan KB MOW dan dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama di bangku perkuliahan.
METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian case control, Penelitian case control studi analitik yang digunakan untuk mengetahui faktor resiko atau masalah kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi di masyarakat. Kelebihan dari studi ini adalah hanya memberikan waktu yang singkat dan biaya yang lebih murah dibandingkan studi kohort, sedangkan kelemahannya adalah sulit untuk menghindari bias seleksi karena populasi berasal dari dua populasi yang berbeda. (Notoadmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh WUS (Wanita Usia Subur) yang sudah menikah dan memakai KB MOW yang berada di wilayah kerja Puskesmas Gunungtanjung Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya sampai bulan Desember 2013 sebanyak 61 orang. Populasi penelitian dari kelompok control adalah WUS yang tidak memakai KB MOW di wilayah kerja Puskesmas Gunungtanjung Kecamatan Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 61 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling, yaitu penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi (Sugiyono, 2009). Jumlah sampel yang didapat itu ada 92 responden yang termasuk kasus dan control dan ini sudah memenuhi criteria inklusi dan eksklusi.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan pertanyaan yang berstruktur yang berkaitan dengan faktor pendidikan, sikap ibu, jumlah anak, umur dan dukungan suami. Prosedur penelitian pada penelitian ini adalah survey awal, persiapan penelitian, dan tahap pelaksanaan. Analisis data yang dilakukan yaitu menggunakan analisis Bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kemaknaan 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Hubungan pendidikan terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW di wilayah kerja puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013
No 1
2 3
Pendidikan Rendah (jika sekolah, tidak SD, tamat SD) Penengah (jika SMP dan SMA) Tinggi (jika perguruan tinggi) Jumlah
Kasus F %
Kontrol F %
Jumlah N %
tidak tamat
24
53,3
21
45.7
45
100.0
tamat
22
46,8
25
54.3
47
100.0
tamat
-
-
-
-
-
-
46
100.0
46
100.0
92
100.0
Pvalue
OR
0,677
1,299
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa responden kasus yang paling rendah tingkat pendidikannya adalah tidak tamat SD
sebanyak 4 orang responden (8,7%), responden
kasus yang pendidikannya paling tinggi adalah tamat SMA sebanyak 5 orang (10,9%), dan jumlah tingkat pendidikan terbanyak dari responden kasus adalah Sekolah Dasar yaitu sebanyak 20 orang (43,5%). Sedangkan pada responden kontrol tingkat pendidikan yang paling rendah adalah tidak tamat SD yaitu sebanyak 1 orang (2.2%), yang pendidikannya paling tinggi yaitu tamat SMA yaitu sebanyak 6 orang (13.0%) dan jumlah tingkat pendidikan terbanyak dari responden kontrol adalah Sekolah Dasar yaitu sebanyak 20 orang yaitu (43.5%).
Hasil uji statistik diperoleh pvalue= 0.677 artinya bahwa nilai pvalue > 0,05 sehingga keputusan uji adalah Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Sedangakan dari hasil tersebut diperoleh nilai OR 1,299 . Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyati (2002) pada mahasiswa Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Dipenegoro didapatkan hasil bahwa pendidikan istri tidak ada hubungan yang signifikan dengan pemilihan alat kontrasepsi mantap. Tabel 2 Hubungan sikap ibu terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW di wilayah kerja puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013
No 1 2 3
Sikap ibu Baik Kurang baik Buruk Jumlah
N 28 18 46
Kasus % 60.9 39.1 100
Kontrol N % 20 43.5 26 56.5 46 100
N 48 44 92
Jumlah % 100.0 100.0 100.0 100.0
pvalue
OR
0.144
2.022
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa responden kasus sikap ibu terhadap MOW dengan kategori baik sebanyak 28 orang responden (60.9%), dan dengan kategori kurang baik sebanyak 18 orang (39.1%). Sedangakan pada responden control sikap ibu terhadap MOW dengan kategori baik sebanyak 20 orang (43.5%) dan dengan kategori kurang baik sebanyak 26 orang (56.5%). Hasil uji statistik diperoleh pvalue= 0.144 artinya bahwa nilai pvalue > 0,05 sehingga keputusan uji adalah Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara sikap ibu dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Sedangakan dari hasil tersebut diperoleh nilai OR 2.022. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Tri Suci Dwi Wati (2010) mahasiswa Universitas Sumatera Utara didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara sikap dengan pemilihan alat kontrasepsi mantap.
Tabel 3 Hubungan Jumlah Anak Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi MOW Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013
No 1 2
Jumlah anak ≤2 >2 Jumlah
Kasus N % 3 6.5 43 93.5 46 100.0
Kontrol N % 18 39.1 28 60.9 46 100.0
Jumlah N % 21 100.0 71 100.0 92 100.0
Pvalue
OR
0,000
0,109
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa responden kasus yang memiliki anak ≤ 2 sebanyak 3 orang (6.5%)
dan yang >2 sebanyak 43 orang (93.5%). Sedangkan pada
responden control jumlah anak yang ≤2 sebanyak 18 orang (39.1%) dan yang >2 sebanyak 28 orang (60.9%). Hasil uji statistik diperoleh pvalue= 0.000 artinya bahwa nilai pvalue < 0,05 sehingga keputusan uji adalah Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Sedangakan dari hasil tersebut diperoleh nilai OR 0,109. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dra. Leli Asih (2007) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anak dengan pemilihan alat kontrasepsi mantap.
Tabel 4 Hubungan Umur Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi MOW Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013
No 1 2
Umur 20-35 >35 Jumlah
N 16 30 46
Kasus % 34,8 65.2 100.0
Kontrol N % 16 34,8 30 65,2 46 100.0
N 32 60 92
Jumlah % 100.0 100.0 100.0
pvalue
OR
1,000
1,000
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa responden kasus dan kontrol dengan rentang umur 20-35 tahun sebanyak 16 orang responden (34,8%), dan responden dengan rentang umur > 35 tahun sebanyak 30 orang (65,2%). Sedeangkan responden control dengan rentang umur 20-35 tahun sebanyak 16 orang (34,8%) dan responden dengan rentang umur >35 sebanyak 30 orang (65,2%). Hasil uji statistik diperoleh pvalue= 1.000 artinya bahwa nilai pvalue >0,05 sehingga keputusan uji adalah Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara umur dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Sedangakan dari hasil tersebut diperoleh nilai OR 1,000. hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dra. Leli Asih (2007) Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi menyatakan bahwa ada hubungan antara umur dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW
Tabel 4.19 Hubungan Dukungan Suami Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi MOW Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013
No
Dukungan suami
1 2
Mendukung Tidak mendukung Jumlah
Kasus N % 38 82.6 8 17.4 46 100.0
Kontrol N % 22 47.8 24 52.2 46 100.0
Jumlah N % 100.0 100.0 92 100.0
pvalue
OR
0,001
5,182
Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa responden kasus dukungan suami yang mendukung sebanyak 38 orang (82.6%) dan yang tidak mendukung sebanyak 8 orang (17.4%). Sedangkan responden control dukungan suami yang mendukung sebanyak 22 orang dan yang tidak mendukung sebanyak 24 orang (52.2%). Hasil uji statistik diperoleh pvalue= 0,001 artinya bahwa nilai pvalue <0,05 sehingga keputusan uji adalah Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. Sedangakan dari hasil tersebut diperoleh nilai OR 5,182.
Hal ini tidak sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Samira Sri Ayunda (2013) mahasiswa Sekolah Tinggi Kesehatan U’Budiyah Program Studi Diploma IV Kebidanan Banda aceh menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan alat kontrasepsi mantap.
SIMPULAN 1. Berdasarkan faktor pendidikan sebagian besar responden berpendidikan rendah yaitu tamat SD. Dan hasil uji statistik di peroleh pvalue > 0,05 (0,677) yaitu Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW. 2. Berdasarkan faktor sikap ibu, jumlah responden yang bersikap baik lebih banyak dari pada responden yang bersikap kurang baik. Dan hasil uji statistik diperoleh pvalue >0,05 (0,144) yaitu Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara sikap ibu terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW. 3. Berdasarkan faktor jumlah anak responden lebih banyak mempunyai anak banyak. Dan hasil uji statistik diperoleh pvalue <0,05 (0,000) yaitu Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan antara jumlah anak terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW. 4. Berdasarkan faktor umur sebagian besar responden berumur >35 tahun. Dan hasil uji statistik diperoleh pvalue >0,05 (1,000) yaitu Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara umur terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW. 5. Berdasarkan faktor dukungan suami responden lebih banyak yang di dukung oleh suaminya. Dan hasil uji statistik diperoleh <0,05 (0,001) yaitu Ho ditolak dan Ha diterima artinya da hubungan antara dukungan suami terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW. 6. Terdapat 2 variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan pemilihan alat kontrasepsi MOW yaitu faktor jumlah anak dan faktor dukungan suami. 7. Sedangakn variabel yang tidak ada hubungannya ada 3 variabel yaitu faktor pendidikan, faktor sikap ibu dan faktor umur.
SARAN 1. Peningkatan kualitas petugas kesehatan dengan mengadakan pelatihan tentang MOW serta pelatihan KIE sehingga dapat mengarahkan atau memberi motivasi pada PUS agar menggunakan kontrasepsi khususnya MOW bagi yang sudah mempunyai anak banyak. 2. Memberikan penyuluhan tentang alat kontrasepsi khususnya MOW terhadap PUS agar mereka lebih paham tentang MOW sehingga mereka termotivasi untuk menggunakan alat kontrasepsi MOW. 3. Meningkatkan pelayanan prima khususnya pelayanan KB. 4. Khususnya bagi PUS untuk dapat lebih aktif lagi bertanya kepada petugas kesehatan tentang alat kontrasepsi MOW sehingga mereka akan mengerti dan paham tentang MOW dan mau menggunakannya. 5. Agar dapat meneliti faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi MOW
khususnya
di
wilayah
kerja
Gunungtanjung Kabupaten Tasikmalaya.
Puskesmas
Gunungtanjung
Kecamatan