HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PENDIDIKAN REMAJA DAN EKONOMI KELUARGA DENGAN SIKAP REMAJA UNTUK MEMUTUSKAN MENIKAH DI USIA MUDA DI DESA PRAPAG KIDUL - LOSARI - BREBES
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan
Disusun Oleh: MAEMUNAH J 210 040 059
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Fenomena kawin muda saat ini tampaknya merupakan "mode" yang terulang. Dahulu, kawin muda dianggap lumrah tetapi dengan bergantinya tahun, makin banyak yang menentang perkawinan di usia dini. Sekarang fenomena tersebut kembali lagi, kalau dulu orang tua ingin anaknya menikah muda dengan berbagai alasan, maka kini malah banyak remaja sendiri yang bercita-cita kawin muda. Mereka bukan saja remaja desa, melainkan juga remaja-remaja di kota besar. Data-data menunjukkan bahwa pernikahan dini juga menjadi kecenderungan di berbagai negara berkembang. Setidaknya setengah perempuan muda di negara Afrika Sub-Sahara, mulai menikah sebelum usia 18 tahun. Sementara di kawasan Asia, sebanyak 73% perempuan di Bangladesh menikah sebelum usia 18, dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, sedangkan di Cina hanya 5%. Para wanita di negara maju tidak mungkin menikah sebelum usia 18; walaupun di Prancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 10-11% melakukannya, namun di Jerman dan di Polandia hanya 3-4% wanita muda melakukannya. Sementara di Indonesia pernikahan dini 15-20% dilakukan oleh pasangan baru. Biasanya, pernikahan dini dilakukan pada pasangan usia muda yang rata-rata umurnya antara 18, 19, dan 20 tahun. Secara nasional, pernikahan dini dengan usia pengantin di bawah usia 16 tahun sebanyak 26,9% (Hertog, 2006).
1
2
Penelitian yang dilakukan Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya kawin muda di Pulau Jawa dan Bali. Di antara daerah-daerah tersebut, Jawa Barat menduduki peringkat pertama dalam jumlah pasangan yang melakukan kawin muda. Dari data media umur kawin pertama di Pulau Jawa pada 2002-2003, usia kawin di Jawa Tengah menempati peringkat kedua yaitu 18,8 tahun (Hertog, 2006). Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah diusia muda karena menurut hasil penelitaan Subiyantoro (2002) Bahwa perempuan dalam pernikahan didasarkan pada mitos ”Perawan Tua” persoalan mendasar dari seorang anak perempuan, ketika dia telah memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekuranmgan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Menurut Dadang (2005), banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. "Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis.
3
Menurut Nugroho (2006) perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Pernikahan usia dini juga menyebabkan resiko kematian ibu dan anak, karena organ biologis peempuan dibawah usia 20 tahun belum siap secara penuh untuk melahirkan. Bayi yang dilahirkannya jika tidak meninggal, bayi lahir prematur atau cacat (Teguh, 2007). Pernikahan usia muda akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada usia tersebut, ego remaja masih tinggi, rata-rata pernikahan usia muda ini terjadi di daerah pantai utara, pantai selatan dan di pegunungan. Penyebabnya karena faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan agama (Suryadi, 2005). Dari studi pendahuluan di Desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, diperoleh data jumlah penduduk total di Desa Prapag Kidul sebanyak 11.589 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 5.675 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 5.915. Jumlah penduduk remaja di Desa Prapag Kidul adalah sebanyak 1110 jiwa yaitu penduduk remaja putra sebanyak 541 jiwa (48,7%) dan penduduk remaja putri sebanyak 569 jiwa (51,3%). Sedangkan data terkini yang di peroleh untuk remaja yang menikah di usia muda sebanyak 50 orang, di Desa rapag Kidul rata-rata menikah pertahun sebanyak 25 orang. Menurut Kepala desa Prapag Kidul Bp. H. Shokin, remaja menikah usia muda di Desa Porapag Kidul masih tergolong tinggi. Penduduk
4
Desa Prapag Kidul sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani sawah, nelayan, petani tambak. Dilihat dari aspek pendidikan, remaja di Desa Prapag Kidul mayoritas lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dikarenakan terbentur dengan masalah ekonomi dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Mayoritas remaja di Kecamatan Losari yang terdiri dari 22 desa, hanya berpendidikan SD dan SMP saja, masih sedikit dari mereka yang melanjutkan pendidikan tingkat SMA. Apalagi remaja di desa Prapag Kidul, banyak remaja yang
putus
sekolah SD dan SMP saja. Hanya sebagian kecil dari remaja di Desa Prapag Kidul yang melanjutkan ke tingkat SMA, hanya kira-kira 12,6 % dari jumlah remaja di desa Prapag Kidul. Sehingga desa Prapag Kidul merupakan salah satu desa yang memiliki jumlah remaja nikah muda tinggi di Kecamatan Losari. Kondisi tersebut diatas menarik minat peneliti untuk meneliti fenomena yang terjadi di desa Prapag Kidul, dan kebetulan peneliti adalah penduduk asli desa Prapag Kidul, yang juga berkeinginan untuk menguak dan memberikan masukan kepada masyarakat desa Prapag Kidul lewat tulisan penelitan ini, sehingga masyarakat menyadari akan arti penting pendidikan bagi anak-anaknya di masa sekarang dan masa mendatang. Hal itu juga
5
sebagai salah satu peran serta peneliti dalam mengabdikan diri pada masyarakat, bangsa dan Negara Republik Indonesia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang dapat remaja
dirumuskan adalah
: “Adakah hubungan antara faktor pendidikan
dan ekonomi keluarga dengan sikap remaja untuk memutuskan
menikah di usia muda di Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara faktor pendidikan remaja dan ekonomi keluarga dengan sikap remaja untuk memutuskan menikah di usia muda di desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes. 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui: a. Jumlah remaja yang melakukan pernikahan diusia muda. b. Tingkat pendidikan remaja di desa Prapag Kidul, Losari - Brebes c. Tingkat pendidikan orang tua dari remaja di desa Prapag Kidul, Losari – Brebes. d. Tingkat ekonomi keluarga dari remaja sebelum menikah di desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes.
6
e. Hubungan antara faktor pendidikan remaja dengan sikap remaja untuk memutuskan menikah usia muda di desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes. f. Hubungan antara faktor ekonomi keluarga dengan sikap remaja untuk memutuskan menikah usia muda di desa Prapag Kidul, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes.
D. Manfaat Penelitian 1. Keilmuan /Teori Menambah khasanah keilmuan tentang faktor penyebab banyaknya perkawinan pada usia muda yang beresiko terhadap kesehatan reproduksi psikologis remaja, kesehatan kehamilan, kesehatan pra dan pasca melahirkan, kesibukan menjadi ibu muda dan perceraian. 2. Bagi Peneliti a. Menambah keilmuan peneliti di bidang penelitian. b. Menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara penelitian. c. Menambah pengetahuan bagi peneliti dalam rangka kegiatan penelitian. d. Memberi masukan pada masyarakat serta instansi pemerintahan desa serta pemerintahan terkait tentang pencegahan perkawinan remaja diusia muda.
7
3. Bagi Masyarakat a. Masyarakat dapat mengerti dan mengetahui serta dapat memberikan informasi tentang perilaku menikah usia muda beserta resikoresikonya. b. Masyarakat dapat mengerti tentang kelebihan dan kekurangan serta dampak negatif dari pernikahan di usia muda. c. Memberikan informasi dan pengetahuan bagi remaja untuk tidak menikah di usia muda. 4. Bagi instansi a. Pemerintah Desa: Memberi masukan kepada Pemerintah desa Prapag Kidul lewat pamong-pamongnya dan gerakan PKK serta bidan di poliklinik desa untuk ikut serta memberikan penjelasan dan penyuluhan tentang kekurangan dan kelebihan serta resiko menikah diusia muda. b. Dinas Kesehatan: Memberi masukan kepada dinas Kesehatan di Kabupaten Brebes lewat penelitian ini sebagai tambahan informasi mengenai penyebab dan resiko menikah di usia muda serta dampakdampak bagi kesehatan pra dan paska melahirkan, dimana remaja belum matang dilihat dari usia dan psikologisnya. c. Departemen Agama: Memberikan masukan dan data tentang pernikahan usia muda 12 – 19 tahun, sehingga instansi ini dapat menerapkan dan melaksanakan Undang-undang perkawinan itu dengan tepat dan benar dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan dan penerapan sanksi tegas bagi pejabat desa (Kaur Kesra / Lebai) yang melanggar aturan
8
tersebut, sehingga mampu membantu mengurangi pernikahan diusia muda.
E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, Penelitian tentang hubungan antara faktor pendidikan remaja dan ekonomi keluarga dengan keputusan remaja untuk menikah di usia muda di kecamatan Losari, Brebes belum pernah dilakukan, adapun beberapa penelitian yang mirip antara lain: 1. Penelitian Novi Sasanti (2001) yang berjudul ” Konsekuensi psikologis menikah di usia muda” dengan metode penelitian kualitaif dengan cara observasi dan interview. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna dengan mendeskripsikan kejadian melalui pengamatan peneliti yang bersifat partisipatif mengenai konsekuensi psikologis menikah di usia muda. Dengan hasil penelitian konsekuensi psikologis menikah pada masa remaja adalah: (a), Berusaha untuk mencari pekerjaan. (b), Merasa malu apabila masih menggantungkan ekonomi kepada orang tua. (c), Mengendalikan emosi dalam menyelesaikan masalah. (d), Bersikap dewasa dalam bertindak. (e), Mengurangi kenikmatan duniawi (misalnya, minum-minuman beralkohol, narkoba). (f), Meningkatkan keimanan. (g), Mengurangi intensitas bermain. (h), Menyatukan keyakinan atau agama dalam keluarga. (i), Berusaha memuaskan kebutuhan seksual kepada pasangannya. (j), Lebih sadar akan makna hidup. (k), Menjaga tingkah laku karena sudah menjadi orang tua. (l), Melakukan kegiatan di
9
masyarakat dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan. (m), Berusaha menjalin hubungan baik dengan orang lain dalam usia yang beragam anakanak, remaja, dewasa, tua. (n), Menerima kenyataan bercerai karena tidak berhasil menyelesaikan lika-liku berumah tangga. 2. Penelitian
Lina
Wiraswasti
(2001)
yang
berjudul
”Kesiapan
Psikososiospiritual Pasangan Menikah Muda” dengan metode penelitian kualitatif yaitu dengan cara observasi dan interview. Penelitian bertujuan ingin mengetahui latar belakang pasangan menikah diusia muda dan sejauh mana kesiapan psikologis, sosial dan spiritual pasangan yang menikah diusia muda. Hasil penelitian terhadap keempat pasangan yang menikah diusia muda adalah sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang melatarbelakangi pasangan menikah diusia muda diantaranya adalah individu merasa sudah siap untuk menikah, desakan dari orang tua yang dilandasi oleh ketakutan orang tua terhadap pergaulan bebas yang akan dilakukan anak sehingga mengakibatkan kehamilan diluar nikah. (2) Kesiapan psikologis, sosial dan spiritual pasangan menikah muda adalah sebagai berikut: (a) Kesiapan psikologis yaitu berkaitan dengan rasa aman, kasih sayang, dan harga diri adalah: menjaga lisan dan mengendalikan emosi agar tidak terjadi perselisihan paham antar pasangan, memberikan perlindungan terhadap pasangan, saling memahami karakter pasangan masing-masing, bersikap sabar dalam mengelola keluarga, aktif mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat, memiliki pekerjaan serta tidak menggantungkan hidup kepada orang tua. (b) Kesiapan sosial pasangan
10
menikah muda adalah: kemampuan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar dan optimal dengan cara tidak membatasi diri dalam lingkup sosialisasi dengan masyarakat di daerahnya. (c) Kesiapan spiritual pasangan menikah muda adalah: memutuskan menikah untuk menghindari perbuatan dosa akibat perbuatan melanggar agama yang memungkinkan muncul dari kedekatan mereka selama berpacaran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah jenis penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif dengan studi korelasi atau asosiasi, karena penelitian ini untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan remaja dan ekonomi orang tua dengan keputusan remaja untuk menikah diusia muda.