PERANAN PERSEPSI KESELAMATAN KERJA DALAM MEWUJUDKAN PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT ‘X’ Bandung, Indonesia) Oleh : Sri Maywati1 dan Siti Novianti2 1,2 Pengajar Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRAK Kejadian kecelakaan kerja yang berakibat fatal atau kematian di Indonesia tergolong tinggi. Salah satu Salah satu upaya mengurangi gangguan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja adalah dengan penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Praktek keselamatan kerja yang baik dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi keselamatan kerja terhadap praktek keselamatan kerja responden. Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dengan sampel sebanyak 144 orang dipilih secara acak dari total populasi 326 orang. Hasil penelitian menunjukkan 61,1 % responden memiliki persepsi yang baik mengenai keselamatan kerja. Namun praktek keselamatan yang baik baru dilakukan oleh sebanyak 45,8% responden. Analisis bivariat dengan uji statistik chi kuadrat diperoleh p 0,001 dengan OR 6,818 yang bermakna ada hubungan signifikan antara persepsi keselamatan kerja dengan praktek keselamatan kerja. Pekerja yang memiliki persepsi kurang baik akan cenderung melakukan praktek keselamatan kerja yang kurang baik pula dengan resiko sebesar 6,818 kali daripada pekerja yang memiliki persepsi baik. Saran disampaikan kepada perusahaan untuk lebih giat melakukan sosialisasi praktek keselamatan kerja. Kata kunci : persepsi, praktek, keselamatan kerja ABSTRACT The incidence of fatal work accidents or death in Indonesia is high. One One effort to reduce health problems and safety in the workplace is by the application of occupational health and safety program (K3). Good safety practices can prevent accidents. This study aimed to examine the relationship between perception of safety to safety practice of respondent. The study used cross sectional design with sample 144 people are randomly selected from 326 people in poppulation. The result showed 61,1 % respondent have good perception of safety. The good Safety practice done only 45,8 % of respondent. Bivariate analysis with chi square test obtained there is significantly relationship (p 0,001) between perception of safety with safety practice with OR 6,818. The worker who has poor perception of safety will tend to perform safety practices that are less well anyway with risk are 6,818 more than who have nice perception of safety. Suggetion submitted to the company to more actively disseminate safety practices. Keywords: perception, practice, safety
PENDAHULUAN Kejadian kecelakaan kerja yang berakibat fatal atau kematian di Indonesia masih tergolong tinggi. Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan, sampai tahun 2013 di Indonesia tidak kurang dari enam pekerja meninggal dunia setiap hari akibat kecelakaan kerja. Sementara menurut data Internasional Labor Organization (ILO),di Indonesia rata-rata per tahun terdapat 99.000 kasus kecelakaan kerja. Dari total jumlah itu, sekitar 70 persen berakibat fatal yaitu kematian dan cacat seumur hidup. Menurut Gerard,
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015
untuk mengurangi kecelakaan kerja harus meningkatkan pengetahuan dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) (Suara Pembaruan, 2013). Salah satu upaya mengurangi gangguan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja adalah dengan penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Keselamatan kesehatan kerja (K3) bertujuan mencegah, mengurangi dan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident, zero defect, zero delay). Norma kesehatan
kerja
merupakan
instrumen
untuk
menciptakan
dan
memelihara derajat kesehatan pekerja setinggitingginya dengan pencegahan paparan bahaya bahaya kecelakaan di tempat kerja seperti; kebisingan, pencahayaan, getaran, kelembaban udara, ketidaksesuaian posisi kerja / alat bantu kerja yang dapat menimbulkan penyakit dan atau kecelakaan akibat kerja (Joedoatmodjo, 2000). Penggunaan mesin-mesin berteknologi tinggi selain memberikan dampak positif sebagai proses kerja yang cepat dan hasil produksi yang meningkat, tidak dapat dipungkiri juga akan memberikan dampak negatif pada kesehatan tenaga kerja. Beberapa faktor yang mempengaruhi penerapan praktek kerja yang selamat antara lain faktor predisposing yang merupakan preferensi pribadi meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, persepsi, umur, pendidikan dan pengalaman kerja. Faktor lain adalah pemungkin meliputi ketersediaan sarana dan prasarana pendukung seperti peraturan, kebiajakan dan sebagainya. Faktor lainnya adalah penguat yang meliputi dorongan dari pihak luar seperti rekan sejawat, pimpinan maupun peran keluarga. Salah satu perusahaan yang mempunyai potensi bahaya dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja adalah PT. ‘X’ Indonesia yang
bergerak
dalam industri pembuatan pesawat terbang. Industri pembuatan pesawat terbang sangat identik dengan penggunaan alat berat dan mesin-mesin. Terlepas dari pengerjaan dengan tangan, untuk mendapat bentuk yang pas dan sesuai. Salah satu kegiatan dalam industri ini yang dikerjakan oleh tangan adalah penyesuaian ukuran bentuk logam dan pembentukan bahan lainnya. Pekerjaan ini tidak lepas dari penggunaan alat yang beresiko mengakibatkan kecelakaan akibat kerja, diantaranya: pemukulan menggunakan palu, pemotongan menggunakan gergaji, penggunaan gurinda, penggantian alat mesin dengan bahan baku lembaran logam atau pipa menggunakan proses rubber press, folding, bonding stretch forming.
1085
Peranan Persepsi Keselamatan Kerja dalam Mewujudkan Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT ‘X’ Bandung, Indonesia) Sri Maywati1 dan Siti Novianti
Rambu peringatan berupa himbauan menggunakan alat pelindung dan peringatan keselamatan lainnya telah dipasang di tempat kerja dengan harapan dapat mengurangi terjadinya dampak akibat pekerjaan. Salah satu upaya yang dpat dilakukan adalah dengan melaksanakan praktek kerja yang selamat. Praktek keselamatan kerja karyawan di PT ‘X’ Indonesia pada bagian produksi masih rendah yang terlihat dari hasil observasi awal pada 20 orang pekerja di ruang produksi hanya sekitar 30 % saja yang menggunakan alat pelindung
pendengaran,
banyak
pekerja menganggap
penggunaan
alat
pelindung pendengaran mengganggu proses kerja dan tidak nyaman. Sebagian pekerja menganggap bahwa tempat kerja memang berbahaya namun mereka menganggap itu adalah resiko yang harus diterima akibat pekerjannya. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi keselamatan kerja karyawan serta bagaimana hubungannya dengan praktek keselamatan kerja karyawan di pt ‘X’ Indonesia. METODE PENELITIAN Obyek dalam penelitian ini adalah pekerja bagian produksi PT ‘X’ Indonesia Bandung. Perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini bergerak di bidang industri pesawat terbang dan menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Metode yang akan digunakan adalah metode survei dengan pendekatan Cross Sectional. Variabel bebas adalah persepsi keselamatan kerja yaitu cara pandang seseorang mengenai faktor resiko keselamatan kerja yang ada di unit kerja. Alat ukur adalah quesioner. Data dikategorikan menjadi persepsi baik bila skor >75% dan kurang baik bila < 75%. Variabel terikat adalah perilaku keselamatan dan kesehatan kerja yaitu Praktek atau tindakan pekerja dalam mengerjakan pekerjaannya dengan cara yang aman dan selamat tanpa menimbulkan resiko kecelakaan maupun gangguan akibat pekerjaan. Alat ukur quesioner. Kategori perilaku baik bila skor >75% dan kurang baik bila < 75%. Sampel sebanyak 144 responden diambil secara random dengan kriteria inklusi tertentu dari total pekera 326 orang pada bagian produksi. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji chi kuadrat pada taraf signifikan 0,05.
1086
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran umum lokasi penelitian PT Dirgantara Indonesia yang selanjutnya disebut PT ‘X’ bergerak di bidang industri pesawat terbang dalam pembuatan rangka pesawat, badan pesawat, dan komponen (part) pesawat, dan telah berhasil membuat pesawat terbang yang menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia yaitu CN-235. Berkaitan dengan penerapan keselamatan kerja, perusahaan memiliki divisi atau departemen Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH). Dalam
meningkatkan
produktifitasnya
dan
upaya
menerapkan
program
keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan ini mengadopsi budaya yang terapkan di Jepang yaitu program 5S namun oleh perusahaan 5S itu diubah menjadi
5R yaitu ringkas, rapi, resik, rawat dan rajin. Budaya 5R sudah
diterapkan diseluruh unit di perusahaan, untuk membudayakan dan bisa diterapkan dengan baik perusahaan khususnya tim K3LH selalu mengadakan perlombaan 5R atau housekeeping satu tahun sekali agar disetiap tempat bisa berlomba-lomba dalam penerapannya dan menjadi terbiasa dengan budaya 5R di perusahaan. Dalam upaya penerapan keselamatan kerja, perusahaan
telah
menyediakan fasilitas beserta akta ijin operasi dari instansi yang berwenang untuk instalasi boiler, lift, bejana bertekanan, penangkal petir, proteksi kebakaran, pengolahan limbah dan radioaktif. Pada proses produksi banyak potensi bahaya yang terjadi seperti paparan panas, bising, kecelakaan oleh alat kerja dan lain sebainya. Upaya pemantauan dan pengawasan terhadap potensi bahaya yang ada pada proses produksi selalu dilakukan oleh tim K3LH dalam menjamin tenaga kerja dapat bekerja dengan kondisi yang aman dan nyaman. Terkait dengan bidang kesehatan kerja, perusahaan juga telah dilengkapi fasilitas pendukung dalam penerapak keselamatan dan kesehatan kerja seperti poliklinik bagi karyawan yang menyediakan jasa pelayanan dokter perusahaan dan perawat. Tersedia juga Program Jaminan kesehatan bagi karyawan, keluarga karyawan dan pensiunan yang mengalami gangguan kesehatan apabila tidak dapat ditangani di klinik perusahaan maka dapat di rujuk ke unit kesehatan yang lebih besar seperti Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan Rumah Sakit Angkatan Udara. Dalam upaya meningkatkan kesehatan pekerja, juga tersedia sarana olahraga yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja seperti lapangan bola, tenis meja, tenis lapangan dan lain sebagainya.
1087
Peranan Persepsi Keselamatan Kerja dalam Mewujudkan Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT ‘X’ Bandung, Indonesia) Sri Maywati1 dan Siti Novianti
Karakteristik responden a. Usia Responden Rata –rata usia responden adalah 33,94 tahun, SD 10,9 dengan usia minimal adalah 21 tahun dan usia maksimal 57 tahun.
b. Jenis Kelamin Responden Seluruh responden adalah laki-laki c. Tingkat Pendidikan Responden Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Di PT X Tahun 2014 Pendidikan n Persen (%) SMU sederajat 125 86,8 Akademi/PT 19 13,2 Jumlah 144 100,0 Berdasar tabel 1 diketahui sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMU sederajat sebesar 86,8 %. d. Masa Kerja Responden Masa kerja responden minimal 1 tahun dan maksimal 35 tahun dengan nilai rata – rata 8,6 tahun, SD 8,1 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden Di PT X Tahun 2014 Masa kerja n Persen (%) <5 60 45,1 5 - 10 50 34,7 >10 29 20,1 Jumlah 144 100,0
Tabel di atas menunjukkan sebagian besar responden memiliki masa kerja kurang dari 5 tahun sebesar 45,1 %
Variabel penelitian a. Persepsi Keselamatan Kerja Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persepsi Keselamatan Kerja Responden Di PT X Tahun 2014 Persepsi keselamatan n Persen (%) kerja Kurang baik 56 38,9 Baik 88 61,1 Jumlah 144 100,0
1088
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015
Tabel 3 menunjukkan 61,1 % responden memiliki persepsi yang baik mengenai keselamatan kerja. Persepsi terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah pandangan karyawan terhadap apa yang diberikan perusahaan yang bertujuan supaya karyawan terjaga dan terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya. Persepsi disini tidak lepas dari respon kognitif yang mana suatu bentuk usaha untuk memahami pertama apa yang dipikirkan orang sewaktu mereka dihadapkan pada stimulus persuasif, dan kedua bagaimana pikiran serta proses kognitif yang berkaitan menentukan apakah mereka mengalami perubahan sikap dan sejauh mana perubahan itu terjadi. (Greenwald, 1968; Petty, Ostrom & Brock, 1981; Baron & Byne) dalam (Azwar, 2002) dalam sarina 2011.
b. Praktek Keselamatan Kerja Tabel 4. Distribusi Frekuensi Praktek Keselamatan Kerja Responden Di PT X Tahun 2014 Praktek keselamatan n Persen (%) kerja Kurang baik 78 54,2 Baik 66 45,8 Jumlah 144 100,0 Tabel 4 menunjukkan 54,2% responden termasuk dalam kategori kurang baik dalam hal praktek keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan tugas semua orang yang berada di perusahaan. Dengan demikian keselamatan kerja adalah dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan orang lain yang berada di perusahaan serta masyarakat sekitar perusahaan yang mungkin terkena dampak akibat suatu proses industri. Jelas bahwa keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka/cidera, cacat atau kematian, kerugian harta benda dan kerusakan peralatan/mesin dan lingkungan secara luas (Suma’mur, 1996).
1089
Peranan Persepsi Keselamatan Kerja dalam Mewujudkan Perilaku Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT ‘X’ Bandung, Indonesia) Sri Maywati1 dan Siti Novianti
c. Analisis Hubungan Persepsi dan Praktek Keselamatan Kerja Tabel 5. Tabulasi Silang Persepsi keselamatan kerja dan Praktek Keselamatan Kerja Responden Di PT X Tahun 2014 Persepsi Praktek keselamatan kerja keselamatankerja Kurang baik Baik Total n % n % n % Kurang baik 45 80,4 11 19,6 56 100,0 Baik 33 37,5 55 62,5 88 100,0 Jumah 78 54,2 66 45,8 144 100,0 P = 0,000 OR = 6,818 (CI 3,10 – 14,99) Tabel
5
menunjukkan
responden
yang
memiliki
persepsi
keselamatan kerja kurang baik melakukan praktek keselamatan kerja kurang baik pula sebesar 80,4 %. Hasil analisis statistik dengan uji Chi square diperoleh nilai p 0,000 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara persepsi keselamatan kerja dengan praktek keselamatan kerja. Nilai OR sebesar 6,818 yang artinya persepsi keselamatan kerja yang kurang baik berisiko 6,818 kali untuk menjadikan praktek keselamatan kerja yang kurang baik. Berdasarkan hasil analisis di atas, pekerja yang memiliki persepsi kurang baik terhadap keselamatan, maka akan cenderung melakukan praktek keselamatan yang kurang baik pula. Bechtel dan Churchman (2002) dalam Rahadi 2013, menyatakan bahwa interaksi antara individu dengan lingkungan menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing individu sehingga persepsi individu terhadap lingkungan kerja fisik dapat di evaluasi melalui perilaku keselamatan kerja. Sejalan
dengan
hasil
penelitian
Carlina
dan
Bachtiar
mengungkapkan bahwa Persepsi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja penting bagi karyawan untuk menghindarkan diri dari tindakan yang tidak aman dan merupakan sebab kecelakaan. Hasil yang tidak aman itu seperti: tidak mengamankan peralatan, tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh, bekerja dengan kecepatan yang tidak aman, menggunakan peralatan yang tidak aman atau menggunakan peralatan dengan ceroboh, dan lain-lain. Sarina (2011) mengemukakan menurut beberapa sumber bahwa persepsi terhadap keamanan kerja juga mempengaruhi kepuasan kerja yang akhirnya mempengaruhi kinerja, dimana pekerja yang mempunyai persepsi positif terhadap keamanan kerja menujukkan kepuasan kerja
1090
Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol. 11. No. 1 Maret 2015
yang lebih tinggi yang kemudian meningkatkan kinerjanya (Ngo & Mathies, 2010). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Parker, dkk (2003) bahwa persepsi terhadap lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap kerja (kepuasan kerja), motivasi, dan kinerja. Dalam hal ini sikap kerja (kepuasan kerja dan komitmen) menghubungkan persepsi terhadap lingkungan kerja dan kinerja seseorang. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik tentang keselamatan kerja (61,1 %). Praktek keselamatan kerja masih dilakukan dengan cara yang kurang baik oleh lebih dari setengah responden yaitu 54,2 %. Saran disampaikan kepada pihak perusahaan untuk lebih meningkatkan praktek kerja yang lebih selamat dengan cara mengingatkan pekerja dalam setiap kesempatan seperti saat briefing pagi hari sebelum memulai pekerjaan. PUSTAKA Joedoatmodjo, S, Pembinaan K3 terhadap Pekerja Informal dalam Satu Abad K3, Dewan Keselamatan Kesehatan Kerja Nasional, Jakarta, 2000 Rahadi, Febrian Dwi, dkk. 2013. Hubungan Persepsi Lingkungan Kerja Fisik dengan Perilaku Keselamatan Kerja Karyawan. Jurnal Ecopsy, volume 1 no 1, Desember 2013 Sarina,
Monica,
2011.
Keselamatan
Hubungan
Kerja
(K3)
Persepsi Dengan
Terhadap
Kesehatan
Dan
Produktivitas.
Skripsi.
USU.
www.repositoryusu Suara Pembaruan, 9 Oktober 2013. Ancaman Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi Suma,mur, 1996. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Penerbit PT Gunung Agung. Jakarta.
1091