TUGAS AKHIR ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU ISO/TS 16949 TERHADAP PERBAIKAN MUTU PRODUK PADA PEMASOK PT. DENSO INDONESIA (Studi Kasus pada Perbaikan Mutu Produk FRP Case Cooling Bus Air Conditioner di PT. Induro Internasional) Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Meraih Gelar Sarjana Teknik Industri Jenjang Pendidikan Strata satu (S1)
Disusun Oleh : Nama : SYAHRUL HAYAT NIM : 41605110009
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2009
1
ABSTRAKSI PT. Denso Indonesia merupakan produsen komponen otomotif bertaraf internasional yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO/TS 16949 sejak tahun 2004. Dalam ISO/TS 16949, dikenal siklus PDCA dan kaizen sebagai alat bantu untuk melakukan perbaikan berkesinambungan pada setiap level operasi dan proses. Siklus PDCA merupakan model dasar dalam sistem manajemen mutu standar internasional ini. Pada implementasinya di PT. Denso Indonesia, siklus PDCA dianggap sebagai konsep fundamental dalam melakukan pekerjaan dan pendekatan memecahkan berbagai masalah. ISO/TS 16949 dengan PDCA-nya mengatur pengendalian mutu mulai dari pemilihan material, proses produksi, pengiriman, hingga menjadi produk yang siap pakai. Sistem ini mengendalikan mutu produk sejak proses di pemasok hingga sampai ke pelanggannya. Salah satu contoh implementasi ISO/TS 16949 yang dilakukan PT. Denso Indonesia adalah membantu perbaikan dan pengendalian mutu produk di PT. Induro Internasional sebagai pemasok utama produk Case Cooling Bus AC. Upaya ini dijalankan dengan melakukan penelitian secara kualitatif untuk mencari solusi dari masalah mutu yang dihadapi. Penelitian menggunakan metode kausal-komparatif, diawali dengan mengumpulkan data melalui wawancara, observasi lapangan dan studi literatur, kemudian datanya diolah dan disajikan menggunakan beberapa alat dari “seven QC tools”, seperti check sheet, pareto diagram dan fishbone diagram. Selanjutnya masalah dianalisis dan diselesaikan dengan implementasi 8 langkah pada siklus PDCA.
2
ABSTRACTION PT. Denso Indonesia is automotive component producers correlatings international standard that applies quality management system ISO/TS 16949 since year 2004. In ISO/TS 16949, known cycle PDCA and kaizen as a means of help to do continual repair in every level operation and process. Cycle PDCA be model base in this international standard quality management system. In the implementation at PT. Denso Indonesia, cycle PDCA assumed as fundamental concept in do job and approach to break various problem. ISO/TS 16949 with the PDCA regulate quality control begins from materials election, production process, delivery, up to be product ready for use. This system restrains product quality since process at supplier till to the customer. One of the implementation example ISO/TS 16949 that done PT. Denso Indonesia help repair and product quality control at PT. Induro International as product principal supplier Case Cooling Bus AC. This efforts is run with do watchfulness qualitatively to look for solution from quality problem that faced. Watchfulness uses method causalcomparatif, preced with gather data has passed interview, field observation and literature study, then the data is cultivated and presented to use several tools from" seven QC tools", like check sheet, pareto diagram and fishbone diagram. Furthermore problem is analyzed and finished with implementation 8 steps in cycle PDCA.
3
KATA PENGANTAR Dari lubuk hati yang paling dalam, penulis sampaikan puji dan syukur kehadirat Ilahi Robbi, Allah Swt., karena Allah telah memberikan nikmat yang sangat besar dengan telah selesainya tugas akhir ini. Melalui tugas akhir yang berjudul ”ANALISIS IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU ISO/TS 16949 TERHADAP PERBAIKAN MUTU PRODUK PADA PEMASOK PT. DENSO INDONESIA (Studi Kasus pada Perbaikan Mutu Produk FRP Case Cooling Bus Air Conditioner di PT. Induro Internasional)” ini, penulis mendapat pengalaman yang sangat berharga, pengalaman yang mendorong penulis untuk terus belajar dan berkarya.
Tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk menyelesaikan studi penulis pada program S-1 Jurusan Teknik Industri di Universitas Mercu Buana. Selama penyusunannya, tentulah banyak orang atau pihak yang telah berjasa kepada penulis, hingga tugas akhir ini selesai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis haturkan banyak terima kasih kepada :
1.
Bapak Ir. Muhammad Kholil MT., sebagai ketua program studi yang sekaligus juga sebagai pembimbing tugas akhir ini.
2.
Para Dosen di Teknik Industri Universitas Mercu Buana yang telah membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat selama masa study.
3.
Andria Yudha, Taufik Bahtiar, Deddy Partono, dan rekan kerja di PT. Denso Indonesia yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaganya,
4
terutama saat pengumpulan dan transfer data yang sangat mendukung materi penulisan tugas akhir ini. 4.
Bapak Asep Saepudin, pak Mursid dan rekan kerja di PT. Induro Internasional yang sangat kooperatif dan semangat dalam aktivitas perbaikan mutu.
5.
Eneng Sobariah, istriku tercinta di rumah yang setia menemani selama pengetikan naskah, walau hingga larut malam.
6.
Anak-anaku yang lucu dan sangat mengganggu sekaligus menyemangati penulis untuk terus menulis.
7.
Dan semua pihak yang telah memberikan sumbahsihnya selama masa penulisan tugas akhir ini.
Semoga kalian semua mendapatkan balasan kebaikan dari Allah Swt, baik di dunia maupun di akhirat kelak.a
Penulis menyadari tugas akhir ini tidaklah sempurna, tetapi penulis tetap berharap, semoga tugas akhir ini menjadi salah satu kekayaan karya tulis yang dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Jakarta, Februari 2009 Penulis
5
DAFTAR ISI halaman ABSTRAKSI ………………………………………….……………………
2
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
4
DAFTAR ISI …………………………………………………………….…
6
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………
10
DAFTAR TABEL …………………………………………………….…. .. 12
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ………………………………………..
13
1.2
Perumusan Masalah …………………………………..
16
1.3
Tujuan Penelitian ……………………………………..
17
1.4
Pembatasan Masalah ………………………………….
17
1.5
Metode Penelitian …………………………………….. 18
1.6
Sistematika Penulisan …………………………………
19
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
2.2
Manajemen Mutu …………………………………….. 2.1.1
Manajemen ……………………………………. 22
2.1.2
Mutu …………………………………………..
24
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management).. 25 2.2.1
2.3
21
Elemen pendukung dalam TQM ………………
26
Siklus PDCA dan Kaizen …….……………………….
30
2.3.1
33
Siklus PDCA ……………………………….…
6
2.3.2
2.4
2.5
Kaizen ………………………………………...
35
2.3.2.1
Makna Kaizen ……………………...
37
2.3.2.2
Kaizen dan Just In Time …………..
38
Gugus Kendali Mutu / QCC (Quality Control Circle) … 42 2.4.1
Lembar Pengecekan (Check Sheet) …………… 55
2.4.2
Diagram Pareto (Pareto Chart) ………………..
56
2.4.3
Histogram ……………………………………..
57
2.4.4
Diagram Pencar (Scatter Diagram) ……………
58
2.4.5
Analisa Matrix (Stratifikasi) ………………….. 59
2.4.6
Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram) …..
60
2.4.7
Peta Kendali (Control Chart) ………………….
62
Manajemen Mutu ISO/TS 16949 dan ISO 9000 ………. 63 2.5.1
Pendahuluan ……………………………….…… 63
2.5.2
Sejarah dan Perkembangan ISO 9000 ….………
2.5.3
Sejarah dan Perkembangan ISO/TS 16949 …... . 70
2.5.4
Manfaat Penerapan Manajemen Mutu ISO ……
72
2.5.5
Makna TS 16949 ………………………………
77
2.5.6
“8 Prinsip Manajemen Mutu” ISO ………….…
79
2.5.7
Struktur ISO/TS 16949 ……………………….
82
2.5.8
Sistem Dokumentasi ISO/TS 16949 …………..
84
2.5.9
Persyaratan ISO/TS 16949 …………………..
86
65
2.5.10 Implementasi Prosedur ISO/TS 16949 ………..
87
2.5.10.1 Dasar Model ISO dan Siklus PDCA ..
87
7
2.5.10.2 Alat Ukur Kinerja Pemasok ………… 2.6
BAB III
BAB IV
91
Budaya Perusahaan dan Mutu ……………………….. 94
METODE PENELITIAN 3.1
Studi Pendahuluan (Survey) ……..……………………. 99
3.2
Pengumpulan Data …………………………………… 100
3.3
Pembahasan Masalah ………………………………... 101
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1
Data Umum Perusahaan …………………………….. 103 4.1.1
4.1.2
PT. Denso Indonesia ………………………… 103 4.1.1.1
Sejarah dan Lokasi Perusahaan .......... 103
4.1.1.2
Falsafah Perusahaan ………………..
103
4.1.1.3
Struktur Organisasi …………………
105
4.1.1.4
Produk dan Jaringan Usaha …………
106
4.1.1.5
Sistem Manajemen Mutu …………… 109
4.1.1.6
Aktivitas Gugus Kendali Mutu /QCC
109
PT. Induro Internasional ………………….….. 111 4.1.2.1
Sejarah dan Lokasi Perusahaan ........... 111
4.1.2.2
Falsafah Perusahaan ……………….. 112
4.1.2.3
Produk dan Jaringan Usaha …………
112
4.1.2.4
Struktur Organisasi …………………
116
4.1.2.5
Sistem Manajemen Mutu ……….….. 117
4.1.2.6
Performance PT. Induro Int’l Thn 2008 .117
8
4.2
BAB V
Data Produk …………………………………………… 118 4.2.1
Proses Pembuatan …………………………… 119
4.2.2
Produk Cacat Oktober-Desember 2008….….... 121
ANALISIS 5.1
Plan-Do-Check-Action Dasar Model ISO/TS 16949 ...... 126
5.2
Siklus PDCA konsep dasar Gugus Kendali Mutu …….. 131
5.3
Penyelesaian Masalah melalui 8 Langkah pada Siklus PDCA ............................................................................... 133
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan ……………………………………….……. 143
6.2
Saran …………………………………………………… 144
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 145
LAMPIRAN ……………………………….……………………………….. 146
9
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 2.1 Siklus Plan-Do-Check-Action ....................................................... 34 Gambar 2.2 Ilustrasi Problem ........................................................................... 45 Gambar 2.3 Ilustrasi Menetapkan Tujuan ........................................................ 47 Gambar 2.4 Ilustrasi Mendalami Sifat Masalah/Problem ................................ 48 Gambar 2.5 Ilustrasi ”Sumbang Saran” .......................................................... 50 Gambar 2.6 Diagram Pareto ……………………………………………….. . 57 Gambar 2.7 Histogram ……………………………………………………… 58 Gambar 2.8 Scatter Diagram ……………………………………………….. 59 Gambar 2.9 Fishbone Diagram ……………………………………………… 61 Gambar 2.10 Control Chart …………………………………………………. 62 Gambar 2.11 Alur Monitoring dan Pengembangan Pemasok ………………. 91 Gambar 3.1 “8 Langkah” pada Siklus PDCA ………………………………. 102 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Denso Indonesia …………………….. 105 Gambar 4.2 Produk-pruduk PT. Denso Indonesia …………………………. 108 Gambar 4.3 Perkembangan Group QCC PT. Denso Indonesia …………… 111 Gambar 4.4 Produk-produk PT. Induro Internasional …………………….. 113 Gambar 4.5 Struktur Organisasi PT. Induro Internasional ………………… 116 Gambar 4.6 FRP Case Cooling Bus Air Conditioner ……………………… 118 Gambar 4.7 Parts Case Cooling Bus AC …………………………………. 119 Gambar 4.8 Diagram Pareto Kerusakan Case Cooling Bus AC ………….. 131
10
Gambar 4.9 Diagram Pareto Jenis Kerusakan Case Cooling (LH+RH) …… 125 Gambar 5.1 Fishbone Diagram “Gompal di Area Nut M8” ……………… 136 Gambar 5.2 Pareto Diagram “Gompal di Area Nut M8” Setelah Perbaikan .. 140 Gambar 5.3 Team Improvement PT. Induro Internasional ……………….. 141
11
DAFTAR TABEL halaman Tabel 2.1 Check Sheet ……………………………………………………. 55 Tabel 2.2 Analisis Matrix ………………………………………………… 60 Tabel 2.3 Supplier Performance Report ………………………………….. 92 Tabel 2.4 Tabel Penentuan Nilai Bulanan ………………………………… 93 Tabel 2.5 Tabel Penentuan Kinerja ………………………………………. 94 Tabel 4.1 Prestasi QCC PT. Denso Indonesia ……………………………. 110 Tabel 4.2 Data Performance PT. Induro Internasional Tahun 2008 …….. . 117 Tabel 4.3 Data Mutu Produk FRP Case Cooling Bus AC Tahun 2008 ….
118
Tabel 4.4 Potensi Kegagalan Proses Produksi ……………………………
121
Tabel 4.5 Check Sheet Case Cooling (RH dan LH) ……………………..
122
Tabel 4.6 Check Sheet Cover Cooling (LA dan LB) …………………….. 122 Tabel 4.7 Check Sheet Cover Condenser …………………………………
123
Tabel 4.8 Check Sheet Cover Center …………………………………….. 123 Tabel 5.1 Check Sheet Gompal di Area Nut M8 Case Cooling (RH dan LH) 139
12
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan industri otomotif dewasa ini sangat pesat, terutama karena pesatnya perkembangan teknologi dan sistem informasi dalam industri otomotif. Perkembangan tersebut telah menimbulkan persaingan dalam usaha perebutan pangsa pasar. Komitmen akan mutu produk yang berorientasi pada pelanggan merupakan persyaratan utama dalam menunjang keberhasilan persaingan bisnis. Perusahaan yang secara berkesinambungan mengupayakan pemenuhan mutu yang bersifat “customer-driven”, dalam jangka panjang akan tetap survive dan terus menghasilkan laba.
Pada dasarnya, persaingan mutu produk di sektor komponen otomotif untuk saat ini, boleh dikatakan tidak terlalu ketat, karena setiap produsen komponen otomotif sudah mempunyai standar mutu tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan perakitan, baik Original Equipment Market (OEM) maupun After Market (AM). Namun demikian, memuaskan pelanggan dengan produk bermutu adalah hal yang tidak boleh diabaikan, karena kepuasaan pelanggan merupakan aspek strategis dalam memenangkan persaingan jangka panjang, menjaga citra perusahaan dan mempertahankan keberlangsungan industri perakitan yang ditunjangnya.
13
Persaingan di industri otomotif lebih mengarah kepada kolaborasi atau penggabungan dan kerjasama yang tidak hanya ruang lingkup satu negara, tetapi sudah antar negara, sehingga hal ini juga mendasari terjadinya penggabungan standarisasi mutu secara global. Contoh yang telah disusun QS-9000, standar ini tidak hanya diterapkan di Amerika, tetapi di semua negara yang memasok ke General Motor, Chrysler dan Ford.
Pada tahun 1996 IATF (International Automotive Task Force) yaitu lembaga internasional otomotif yang anggotanya terdiri dari 2 group besar yaitu industri otomotif dan asosiasi perdagangan bekerjasama dengan ISO/TC 176 mengembangkan standar yang bersifat sektoral yaitu di industri otomotif yang kemudian diberi nama ISO/TS 16949, yang dikembangkan dari QS-9000, ISO 9000 Series, VDA 6., AVSQ 94, EAQF 94 yang edisi pertamanya dikeluarkan pada tahun 1999.
Dengan mengadopsi ISO/TS 16949 ini, maka pemasok untuk industri otomotif akan semakin sesuai penerapannya dengan ISO 9001 : 2000 karena sistemnya menjadi semakin ”generic”. Selain itu, industri otomotif dan turunannya memiliki kesempatan yang lebih luas untuk terus mengembangkan sistem manajemen mutunya sehingga meningkatkan kepercayaan pelanggannya. Adapun keuntungan lain yang dapat diharapkan diantaranya : •
Memperbaiki mutu produk dan proses melalui “continuous improvement”.
•
Dapat menerapkan teknik terbaik dari industri otomotif keseluruhan.
•
Menambah keyakinan untuk go international.
14
•
Menyediakan pendekatan sistem mutu global untuk mengembangkan pemasok (supplier/vendor) dan memastikan konsistensinya.
•
Mengurangi variasi dan meningkatkan efisiensi.
.PT.
Denso
Indonesia
merupakan
salah
satu
perusahaan
yang
menyediakan komponen otomotif. Dimana salah satu pelanggannya adalah beberapa industri perakitan otomotif, seperti Toyota, Daihatsu, Hino, Suzuki, dan lain-lain. PT. Denso Indonesia, yang sudah bersertifikat ISO/TS 16949, dalam operasinya sangat terkait dengan kegiatan produksi pelanggan dan pemasoknya. Pelanggan, perusahaan dan pemasok terlibat langsung dalam proses menciptakan produk bermutu.
Sebagai perusahaan yang sudah berstandar internasional, PT. Denso Indonesia komitmen terhadap implementasi regulasi global yang sudah diadopsinya. Pada tataran implementasi ISO/TS 16949, PT. Denso Indonesia berusaha maksimal untuk menghasilkan produk bermutu demi kepuasan pelanggannya
dan
juga
mempunyai
kewajiban
untuk
memantau
dan
mengembangkan pemasoknya dalam rangka menghasilkan produk bermutu. Membeli produk suatu perusahaan berarti juga membeli sistem dan budaya perusahaan tersebut. Sehingga jika menerima produk cacat atau bermasalah, maka yang harus dilakukan adalah ikut terlibat dalam usaha pemasok untuk melakukan perbaikan mutu produknya. Hal ini merupakan salah satu tujuan dilaksanakannya sistem manajemen mutu ISO/TS 16949. Sistem ini mengatur pengendalian mutu dan menghindari produk cacat, sejak masih dalam bentuk
15
material, proses produksi, pengiriman (delivery), hingga menjadi produk jadi yang siap pakai secara berkesinambungan.
Berdasarkan monitoring kinerja (performance) tahunan terhadap sekitar 130 perusahaan pemasok PT. Denso Indonesia tahun 2008, PT. Induro Internasional termasuk dalam daftar pemasok yang perlu mendapatkan tindakan pengembangan. Salah satu point yang menjadi perhatian adalah perbaikan mutu produk, yaitu mutu pada produk FRP Case Cooling Bus Air Conditioner.
Menyimak hal-hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada topik yang terkait dengan implementasi ISO/TS 16949 terhadap pengendalian dan perbaikan mutu produk pada pemasok/supplier PT. Denso Indonesia.
Dan
penelitian
ini
berjudul
”ANALISIS
IMPLEMENTASI
MANAJEMEN MUTU ISO/TS 16949 TERHADAP PERBAIKAN MUTU PRODUK PADA PEMASOK PT. DENSO INDONESIA (Studi Kasus pada Perbaikan Mutu Produk FRP Case Cooling Bus Air Conditioner di PT. Induro Internasional)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan-pertanyaan yang muncul dan akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah :
1. Terkait dengan implementasi ISO/TS 16949, usaha-usaha apa saja yang perlu diprioritaskan oleh pihak PT. Denso Indonesia dalam meningkatkan kemampuan pemasoknya melakukan perbaikan mutu produknya?
16
2. Bagaimana cara meningkatkan budaya kaizen/perbaikan terus menerus yang dilakukan pemasoknya dalam rangka menjaga dan mengendalikan mutu produknya?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengembangkan sistem manajemen mutu pemasoknya, dengan rincian tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi
variabel-variabel
yang
diperlukan
pemasok
dalam
meningkatkan kemampuannya melakukan perbaikan mutu produknya. 2. Memberikan usulan perbaikan berkelanjutan kepada pemasok pada proses produksi yang menghasilkan produk cacat. 3. Untuk mengetahui apa yang perlu diprioritaskan oleh pihak perusahaan dalam meningkatkan budaya kaizen di perusahaan pemasoknya.
1.4 Pembatasan Masalah
Berikut, beberapa hal yang menjadi batasan masalah dalam penyusunan penelitian ini adalah :
1. Penelitian diawali dengan mereview sistem manajemen mutu ISO/TS 16949 sebagai alat “solving problem” industri manufaktur otomotif. 2. Sebagai testimonial implementasi ISO/TS 16949, penelitian membahas penyelesaian masalah pada proses perbaikan mutu produk FRP Case Cooling
17
Bus Air Conditioner yang dilakukan oleh PT. Induro Internasional sebagai pemasok utama Dept. Bus Air Conditioner, PT. Denso Indonesia. 3. Responden penulis adalah karyawan PT. Denso Indonesia dan PT. Induro Internasional. 4. Pengamatan dan pengambilan data penelitian dilakukan sejak bulan Oktober 2008 hingga bulan Januari 2009.
1.5 Metode Penelitian
Penyusunan penelitian tugas akhir ini dilakukan dengan rancangan sebagai berikut :
1.
Penelitian lebih bersifat kualitatif, dengan menggunakan metode kausalkomparatif (Causal-comparative research).
2.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara : •
Observasi lapangan (Field research), merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tinjauan langsung ke lapangan.
•
Studi kepustakaan (Literature research), yaitu suatu cara memperoleh data dengan mempelajari, menelaah teori-teori serta memahami dan mengutip data dan pendapat para ahli yang relevan dengan penelitian.
•
Wawancara (Interview research), suatu cara pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara dengan pihak-pihak atau instansi terkait.
18
3.
Dalam menyelesaikan masalah, penulis melakukannya dengan metoda penyelesaian masalah yang diterapkan dalam gugus kendali mutu atau QCC (Quality Control Circle) yaitu implementasi dari 8 langkah siklus PDCA.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini diuraikan ke dalam enam bab, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN Berisi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Pembatasan Masalah, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan yang menunjukkan gambaran umum pembahasan masalah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menguraikan teori-teori dan konsep yang dijadikan dasar berpikir dan penyusunan kerangka pemecahan masalah, seperti manajemen mutu, siklus PDCA dan kaizen, ISO/TS 16949, Budaya Perusahaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Menguraikan metode pengumpulan dan pengolahan data, dan cara pembahasan masalah.
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Berisi mengenai gambaran umum perusahaan, profil produk, data-data yang diperlukan baik data primer maupun data sekunder, yang kemudian data tersebut
19
diolah sehingga dapat dijadikan suatu informasi dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
BAB V ANALISIS Berisi interpretasi hasil pengolahan data penelitian dengan landasan teori yang dijabarkan dalam langkah-langkah penyelesaian.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan mengenai hasil yang didapat dari analisis pengolahan data serta saran-saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan.
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Mutu
Manajemen mutu dalam “quality vocabulary ISO 8042” adalah semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti : •
Perencanaan mutu (Quality Planning) : Penetapan dan pengembangan tujuan dan kebutuhan untuk mutu serta penerapan sistem mutu.
•
Pengendalian mutu (Quality Control) : Teknik-teknik dan aktivitas operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
•
Jaminan mutu (Quality Assurance) : Semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan dan didemontrasikan guna memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan untuk mutu tertentu.
•
Peningkatan mutu (Quality Improvement) : tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai produk untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi dari proses dan aktivitas melalui struktur organisasi.
21
Tanggung jawab manajemen mutu ada pada semua level manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (Top management), dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi.
Manajemen mutu menurut Vincent, didefinisikan sebagai satu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus (Continuously performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia.
Manajemen mutu memiliki 3 pilar utama, yaitu :
1.
Fokus kepada pelanggan (Customer Focus).
2.
Peningkatan berkesinambungan dengan berbasis fakta (Continuous Improvement Based on Facts) - yang diambil dari konsep Kaizen dan siklus PDCA (Plan Do Check Action).
3.
Partisipasi Menyeluruh dari semua tingkatan SDM (Total Participation).
2.1.1 Manajemen
Pengertian manajemen : •
“The art of getting thing done through people (seni untuk menggerakan orang melakukan suatu pekerjaan atau keahlian untuk mencapai hasil tertentu melalui orang lain”. (Lawrence A. Appley, presiden American Management Association)
22
•
”Suatu proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan melalui pemanfaatan factor produksi yang dimiliki”. (M. Fuad, etal. “Pengantar Business”)
•
“Seni
dan
ilmu
perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
pengkoordinasian dan pengontrolan daripada human and natural resource untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dulu”. (Prof. Oey Liang Lee, Guru Besar Manajemen UI)
Dari pengertian di atas dijumpai ada aktifitas khusus untuk mencapai tujuan :
1.
Memanfaatkan faktor produksi
2.
Menggunakan metode ilmiah yang meliputi kegiatan : •
Mengetahui adanya persoalan.
•
Mendefinisi persoalan.
•
Mengumpulkan fakta, data dan informasi.
•
Menyusun alternative penyelesian
•
Mengambil keputusan dengan memilih salah satu alternative penyelesaian.
3.
Melaksanakan keputusan serta melakukan tindak lanjut.
4.
Manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan masalah.
23
2.1.2 Mutu
Dalam upaya memahami konsep mutu suatu produk maka berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang umum tentang mutu, mutu adalah : •
Sesuatu yang yang dapat disempurnakan dan memiliki nilai yang bisa ditawarkan kepada konsumen. (Masaaki Imai)
•
Kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya. (J.M.Juran)
•
Kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness. (Crosby)
•
Keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. (ISO 8402 & SNI 19-8402-1991)
•
Uraian kebutuhan yang diterjemahkan dalam bentuk persyaratan teknis suatu entitas tersebut. (ISO 8402, 1994)
•
Kadar/tingkat yang dimiliki oleh sekumpulan karakteristik yang melekat (yang menjadi sifat) pada suatu produk atau pelayanan dalam memenuhi persyaratan. (ISO 9001:2000)
•
Suatu strategi bisnis mendasar yang mengupayakan untuk menghasilkan aneka barang (goods) dan jasa (service) yang memuaskan para pelanggan baik internal maupun eksternal secara lengkap dengan berusaha memenuhi harapan-harapan mereka baik yang implisit maupun eksplisit. (Ternner & De Toro, 1992)
24
•
Kemampuan produk dalam melakukan fungsinya selama jangka waktu penggunaan tertentu yang telah ditetapkan. (Hoyle, 1994)
•
Karakteristik total suatu entitas yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. (Wilton, 1994)
Meskipun tidak ada definisi mengenai mutu yang diterima secara universal, dari definisi-definisi yang ada, terdapat beberapa persamaan yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut : •
Mutu meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
•
Mutu mencakup produk/jasa, manusia, proses dan lingkungan.
•
Mutu merupakan suatu kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini mungkin dianggap kurang bermutu dimasa mendatang).
Dengan berdasarkan elemen-elemen tersebut, David L.Goetsch dan Stanley Davis membuat definisi mengenai mutu yang luas cakupannya. Definisi tersebut adalah : “Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
2.2 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Kita sependapat bahwa mutu tidak ditentukan oleh pekerjaan di bengkel atau oleh tehnis pemberi jasa yang bekerja melayani pelanggan akan tetapi ditentukan oleh para manajer senior suatu organisasi yang berkat posisi yang
25
dimilikinya bertanggung jawab kepada pelanggan, karyawan, pemasok dan pemegang saham untuk keberhasilan suatu usaha. Manajer senior ini mengalokasikan
implementasi
proses
manajemen
yang
memungkinkan
perusahaan memenuhi visi dan misi mereka. Dengan mengkombinasikan prinsipprinsip tentang mutu oleh para ahli dengan pengalaman praktek telah dicapai pengembangan suatu model sederhana akan tetapi sangat efektif untuk mengimplementasikan manajemen mutu terpadu. 2.2.1 Elemen pendukung dalam TQM
Elemen-elemen pendukung yang dimaksud adalah :
1. Kepemimpinan
Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.
Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat. Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan
26
secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.
Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna.
3. Struktur Pendukung
Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan
27
konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topiktopik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.
4. Komunikasi
Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunikasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.
5. Penghargaan dan Pengakuan
Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi penghargaan, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi penghargaan agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.
28
6. Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar-benar dipenuhi.
Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :
1
Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
2
Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.
3
Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
29
4
Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
5
Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
6
Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil/berjasa
7
Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
8
Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal
9
Pandai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
10
Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan
11
Mau mendengar dan menyadari kesalahan
12
Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
13
Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
2.3 Siklus PDCA dan Kaizen
Perbaikan berasal dari aplikasi pengetahuan (pengetahuan tentang obatobatan, tentang teknik, tentang pengajaran, tentang cara menjalankan mobil, atau cara beberapa kegiatan/aktivitas yang sedang dikerjakan). Pada umumnya, semakin lengkap penguasaan pengetahuan secara tepat, semaikn baik perbaikan akan tercapai, kalau pengetahuan yang dikuasai diterapkan untuk melakuan perubahan yang menghasilkan perbaikan.
Maka dari itu setiap pendekatan untuk mencapai perbaikan, harus didasarkan pada pembentukkan dan penerapan pengetahuan. Pandangan
30
semacam ini mengarah ke suatu set pertanyaaan yang mendasar, jawabannya akan membentuk dasar perbaikan. Ada tiga pertanyaan yang perlu dijawab. (i)
Apa sebetulnya yang akan kita capai ?
(ii)
Bagaimana kita mengetahui bahwa perubahan yang kita buat akan mengahsilkan perbaikan ?
(iii)
Perubahan apa yang harus kita buat agar menghasilkan perbaikan ?
Untuk memudahkan referensi, tiga pertanyaan itu penulis sebut sebagai pertanyaan perbaikan pertama, kedua dan ketiga.
Tiga pertanyaaan di atas memberikan suatu kerangka kerja (framework) untuk suatu pendekatan yang disebut : “Trial and Learning”.
Kata “Trial” menyiratkan bahwa suatu perubahan akan diuji (to be tested). Kata Learning, mempunyai arti, kriteria telah dikenali/diidentifikasi bahwa akan dipergunakan untuk mempelajari the trial. Memfokuskan diri pada pertanyaan mempercepat pembentukan pengetahuan melalui penekanan suatu kerangka kerja untuk learning, penggunaan data, dan desain (rancangan) uji yang efektif. Pendekatan ini menekankan learning dengan menguji perubahan pada suatu skala kecil.
Banyak orang berpendapat bahwa tiga pertanyaan di atas juga berguna di dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Sebagai contoh, manajer sering memberikan tugas kepada karyawan sebagai bawahannya dimana tugas tersebut
31
tidak jelas definisinya. Manajer berasumsi bahwa para karyawan yang diberi tugas memahami/mengerti tujuan dan hasil yang diharapkan.
Memberikan tugas dengan memberikan jawaban baik sebagian maupun keseluruhan jawaban terhadap tiga pertanyaan di atas akan memperbaiki proses manajerial. Uraian berikut ini akan memperjelas aplikasi dari tiga pertanyaan di atas.
Ide pokok di dalam menjawab pertanyaan pertama ialah memberikan suatu tujuan untuk upaya perbaikan yang akan memberikan petunjuk/pedoman dan membuat upaya perbaikan terfokus.
Penggunaan data, khususnya data yang terkait dengan apa yang dianggap oleh pelanggan penting, seringkali berguna untuk meyakinkan bahwa tujuan sudah terfokus pada daerah/bidang tertentu. Suatu kegagalan yang biasa terjadi ialah menghabiskan banyak waktu, mencoba untuk menjawab secara sempurna, sangat ideal. Padahal aturan ibu jari (rule of thumb) ialah membuat jawaban pendek dan tepat atau “Short and Consize”.
Kriteria atau ukuran perlu dikenali/diidentifikasi untuk menjawab pertanyaan kedua : Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa perubahan yang kita buat akan menghasilkan perbaikan? Kalau kita membuat perubahan dan ukuran ini menjadi lebih baik dari waktu ke waktu, setelah dipantau, maka kita bisa menyimpulkan bahwa perubahan yang kita buat menuju ke perbaikan. Misalnya hasil penjualan menjadi semakin meningkat, presentase pelanggan yang tidak
32
puas dengan mutu pelayanan semakin menurun, lamanya waktu pengiriman barang ke pelanggan semakin cepat, jumlah perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung semakin berkurang, lamanya waktu penyelesaian perkara oleh penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) semakin cepat, pungli di jalan raya semakin berkurang, lamanya waktu antrian untuk menerima pelayanan semakin singkat, dan lain sebagainya.
Sebetulnya efektivitas dari upaya untuk melakukan perbaikan tergantung sebagian pada kemampuan untuk mengukur criteria ini. Misalnya dulu lamanya waktu untuk mengirimkan barang 30 hari, kemudian menjadi 25 hari, turun lagi menjadi 15 hari. Ada kemajuan yang dicapai yang bisa ditunjukkkan dengan angka secara konkrit. Mempunyai data yang tersedia untuk menentukan dampak pada perubahan akan meningkatkan pembelajaran (learning).
Pengujian dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari suatu perubahan dan mempelajari berbagai alternatif yang mungkin terjadi. Tujuannya ialah untuk menaikkan kemampuan untuk memprediksi/meramalkan dampak bahwa satu atau lebih perubahan akan bisa terjadi kalau diimplementasikan. Rencana pengujian harus meliputi siapa akan mengerjakan apa kapan dan dimana.
2.3.1 Siklus PDCA
Menguji suatu perubahan tidak selalu mudah. Sesuatu mungkin terjadi tanpa direncanakan. Untuk membantu orang mengembangkan “tests” dan mengimplementasikan perubahan, kita menyarankan penggunaan siklus PDCA
33
yang artinya Rencanakan (Plan), Lakukan/kerjakan (Do), Pelajari (Check), ambil Tindakan (Action), sebagai kerangka kerja untuk suatu metodologi ”triallearning” yang efisien, lihat gambar di bawah :
Gambar 2.1 Siklus Plan-Do-Check-Action
Empat fase P-D-C-A :
1.
2.
Plan (Persiapan, pengaturan) -
Identifikasi Masalah
-
Analisa penyebabnya
-
Formulasikan apa yang harus dilakukan (counter measure)
Do (Pelaksanaan) -
Mengembangkan implementasi perencanaan
-
Mengkomunikasikan perencanaan
-
Aktualisasikan perencanaan.
34
3.
4.
Check (Meninjau ulang pekerjaan dan hasil) -
Monitor program
-
Ubah program jika dibutuhkan
-
Monitor hasilnya
Action (Melaksanakan Tindakan) -
Lakukan evaluasi terhadap hasil
-
Standarkan counter measure, atau
-
Start PDCA lagi
2.3.2 Kaizen
Istilah kaizen kerap kali digunakan sebagai salah satu strategi perbaikan dalam manajemen mutu dan “alternative management” yang selama ini didominasi oleh negara barat dan Amerika, namun dalam perkembangannya sistem manajemen ini mendapat perhatian para analis manajemen setelah melihat perkembangan ekonomi Jepang yang pesat, yang kerap kali merepotkan hegemoni Amerika dalam percaturan ekonomi global.
Fenomena pertumbuhan ekonomi Jepang pasca PD II memberikan motivasi pembangunan kembali dari puing peperangan dan diutuslah seorang ahli survey AS yang bernama Dr. W. Edward Deming yang mencoba membantu Jepang untuk pembangunan kembali ekonomi Jepang sehingga konsep Deming mulai tahun 1970-an telah diterapkan oleh perusahaan Jepang yang terkenal dengan “14 kunci Dr. Deming” dan anehnya sukses penerapan konsep Deming di industri Jepang pemerintah AS baru tertarik pada konsep tersebut. Namun konsep
35
Deming yang kemudian lebih dikenal dengan konsep kaizen secara luas baru diperkenalkan oleh Masaaki Imai dalam bukunya “Kaizen : the key to Japan’s competitive success” (1986).
Europe Japan Centre tentang Kaizen Jepang mengungkapkan :
“Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengan secara terus menrus tetap sadar dan membuat bertus-ratus ribu peningkatan kecil, maka dimungkinkan untuk menghasilkn barang dan jasa yang mutunya otentik sehingga memuaskan pelanggan. Cara paling mudah mencapainya adalah dengan keikutsertaan, motivasi dan peningkatan terus menerus dari masing-masing dan semua karyawan dalam organisasi. Keikutsertaan staf tergantung pada komitmen manajemen senior, strategi yang jelas dan ketabahan, karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang berjalan secara terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”. (Cane, 1998:265)
Dengan pertumbuhan ekonomi Jepang berdampak pada dorongan negara Asia lainnya untuk terus mengejar ketertinggalannya. Kunci keunggulan perusahaan Jepang adalah sangat unggul dalam persaingan, salah satu kemampuannya adalah menghilangkan pemborosan dan menghindari berbagai kesulitan, sedangkan AS sebaliknya mengalami kesulitan dalam menghemat Sumber Daya Alam yang memang sangat melimpah bila dibandingkan Jepang sehingga istilah perbaikan mutu secara terus menerus tidak berlaku bagi manajemen Amerika tapi lebih cenderung just in case.
36
2.3.2.1 Makna Kaizen
Kaizen berasal dari kata KAI artinya perbaikan dan ZEN artinya baik. Kaizen diartikan sebagai perbaikan terus menerus (continuous improvement). Ciri kunci manajemen kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil, manajemen fungsional-silang dan menggunakan lingkaran mutu dan peralatan lain untuk mendukung peningkatan yang terus menerus (Cane, 1998:27)
Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum sistem mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen bisa juga merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi yang memiliki ciri khas : •
Berorientasi pada pelanggan.
•
Pengendalian mutu secara menyeluruh (Total Quality Management)
•
Robotik
•
Gugus kendali mutu
•
Sistem saran
•
Otomatisasi
•
Displin di tempat kerja
•
Pemeliharan produktiftas
•
Kanban
37
•
Penyempurnaan dan perbaikan mutu
•
Tepat waktu
•
Tanpa cacat
•
Kegiatan kelompok kecil
•
Hubungan kerjasama antara manajer dan karyawan
•
Pengembangan produk baru
2.3.2.2 Kaizen dan Just In Time
Secara garis besar ada delapan kunci utama pelaksanaan kaizen dan just in time dalam kegiatan industri yaitu :
1.
Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan.
Sistem kaizen bisanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan pelanggan dengan system produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan menggunakan kartu kanban.
2.
Memproduksi dalam jumlah kecil (small lot size)
Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan permintaan pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain menghilangkan persedian barang dalam proses yang merupakan sejenis pemborosan yang dapat dihindari dengan menggunakan penjadwalan proses produksi selain itu juga menggunakan pola produksi campur merata (Heijunka)
38
yang dimaksud heijunka adalah memproduksi bermacam-mcam dalam satu lini produksi.
3.
Menghilangkan pemborosan
Untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan dengan menggunakan system kartu kanban yang mendukung system produksi tarik, selain menghasilkan produksi dengan baik sejak awal yaitu pantang menerima, pantang memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan bekerjasama dengan pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah barang yang datang, menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya pembelian, memperbaiki penanganan bahan baku, tercapainya persediaan dalam jumlah kecil dan mendapatkan pemasok yang dapat dipercaya.
4.
Memperbaiki aliran produksi
Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di tempat kerja yaitu 5-S yang antara lain : Seiri atau pemilahan yaitu disiplin di tempat kerja dengan cara melakukan pemisahan berbagai alat atau komponen di tempat masing-masing sehingga untuk mencarinya nanti bila diperlukan akan lebih mudah. Seiton atau penataan yaitu disiplin di tempat kerja dengan melakukan penyimpanan fungsional dan membuang waktu untuk mencari barang. Seiso atau pembersihan yaitu disiplin di tempat kerja dengan melakukan pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat kebersihan. Seiketsu atau pemantapan/perawatan yaitu manajemen visual dan pemantapan 5-S seperti
39
pemberian tanda, pengumuman, label, pengaturan kabel, kode, dsb. Shitsuke atau pembiasaan yaitu pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang berdisiplin.
5.
Menyempurnakan mutu produk
Salah satunya untuk menyempurnakan mutu produk dengn melihat prinsip manajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua orang bertanggungjawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pandangan manajemen terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengan tegas, memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengadakan pengendalian mutu produk, menghendaki koreksi terhadap cacat produk oleh karyawan, tercapainya inpeksi 100 % terhadap mutu produk dan tercapai komitmen terhadap pengedalian mutu jangka panjang.
6.
Orang-orang yang tanggap
Penerapan sistem kaizen ini tidak lagi menggunakan pilar keuangan, pemasaran, SDM, tapi menggunakan lintas fungsi atau lintas disiplin sehingga seluruh karyawan harus menguasai seluruh bidang dalam perusahan sesuai dengan jenjang dan kedudukannya dan kesalahan dalam proses selalu ditandai dengan menyalanya lampu andon dan proses dihentikan dan seluruh karyawan terfokus pada perbaikan yang terkenal dengan istilah jidoka yaitu semua karyawan bertanggungjawab terhadap tercapaianya produk yang baik dan mencegah terjadinya kesalahan.
40
7.
Menghilangkan ketidakpastian
Untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin hubungan abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan perusahaan yang masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam proses produksi dengan cara menerapkan sistem produksi tarik dengan bantuan kartu kanban dan produksi campur merata (Heijunka)
8.
Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang
Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang, memperbaiki mutu, fleksibilitas dalam mengadakan pesanan barang, pemesanan dalam jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadakan perbaikan secara terus menerus dan berkesinambungan.
Istilah lain yang bertujuan mengimbangi sistem kaizen ini adalah reengineering yaitu mengadakan perombakan proses bisnis secara total sampai keakar-akarnya
dan
sistem
ini
diciptakan
Amerika
untuk
mengejar
ketinggalannya dari Jepang yang pernah dibantu ekonominya, baru kalau perombakan ini telah dilakukan maka pemeliharaan dan peningkatan secara terus menerus dan berkesinambungan dapat dilaksanakan. Bisa juga menerapkan konsep benchmarking yaitu cara untuk mengadakan perbaikan dengan meniru praktek bisnis terbaik dikelasnya, baik untuk produksi, jasa maupun proses dan sistemnya.
41
2.4 Gugus Kendali Mutu / QCC (Quality Control Circle)
Manajemen mutu seringkali disebut sebagai the problem solving, sehingga manajemen mutu dapat menggunakan metodologi dalam problem solving tersebut untuk mengadakan perbaikan (Ridman dan Zachary, 1993). Ada berbagai teknik perbaikan mutu yang dapat digunakan dalam organisasi di antaranya dengan kegiatan gugus kendali mutu / QCC. Kegiatan ini merupakan implementasi dari siklus PDCA dan kaizen di tempat kerja. Azas dasar aktivitas gugus kendali mutu adalah :
1.
Partisipasi semua orang.
2.
Belajar sendiri dan saling belajar.
3.
Menerapkan metode-metode Quality Control.
4.
Memecahkan masalah di tempat kerja.
Peran gugus kendali mutu dalam manajemen tempat kerja :
1.
Menyikapi, resfonsif dan pro-aktif, terhadap perubahan nilai-nilai, peningkatan usia dan dinamika anggota.
2.
Sebagai sarana untuk meningkatkan skill, meningkatkan penghargaan individu, ketahanan menghadapi masalah, dan meningkatkan prestasi.
Dalam hal pemecahan masalah, biasanya menggunakan 8 langkah, yaitu :
42
LANGKAH 1 : Identifikasi masalah
Merasakan bahwa ada suatu masalah merupakan tahap pertama dalam pemecahan masalah. Secara lebih spesifik, ini berarti merasakan bahwa ada penyimpangan dari keadaan ideal (kesenjangan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan ideal). Sekalipun jika sebenarnya ada masalah, masalah pertama muncul tidak dirasakan. Jika hal ini dibiarkan begitu saja, ada kemungkinan akan menjadi masalah besar yang tidak mungkin diperbaiki. Maka dari itu, perlu terus-menerus mengetahui “keadaan ideal” dan memperhatikan bahkan tugastugas yang biasanya kita kerjakan tanpa memikirkannya.
Kita tidak boleh mengatakan bahwa kita puas dengan sesuatu seperti yang ada sekarang, melainkan perlu berpikir keras dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan memahami masalah kaitannya dengan sesuatu sebagai kejadian di masa depan misalnya ramalan atau rencana masa depan yang mempengaruhi tempat kerja. Mari mencoba dan memastikan bahwa kita memiliki tujuan-tujuan yang jelas dalam mengantisipasi perubahan di masa mendatang, dan memiliki pemahaman yang jelas tentang masalah.
LANGKAH 2 : Memahami keadaan sekarang
Memahami keadaan sekarang berarti memeriksa bagaimana masalah telah terjadi, dan menyusun prioritas poin-poin sasaran. Memahami masalah hanya sekedar di tingkat permukaan tidak akan dapat menunjukkan kepada kita dimana harus melakukan campur tangan untuk mencapai solusi.
43
Dalam rangka memahami keadaan sekarang, penting mempraktekkan Verifikasi On-site (Genchi-Gembutsu), yakni, pergi ke tempat dimana masalah telah terjadi atau nampak mungkin terjadi, mengkonfirmasikan realita keadaan dengan mata kepala sendiri, dan mengumpulkan informasi di tempat kejadian. Dalam berteori di belakang meja, pekerjaan menduga-duga bisa terjadi, dan ada resiko salah memahami keadaan yang sebenarnya.
Juga perlu memahami situasi sekarang secara kuantitatif. Dengan melakukan hal ini, tujuan-tujuan bisa lebih diperjelas, dan lebih memudahkan untuk melihat ke belakang setelah tindakan khusus diambil.
Ketika kita menyusun prioritas poin-poin sasaran, bahwa tidak selalu ada satu poin sasaran tunggal. Oleh karena itu, setelah memahami situasi sekarang, kita bisa berkonsentrasi pada sebuah target prioritas dalam menuju sebuah solusi. Jika kita memilih prioritas yang salah, kita akan menyimpang jauh dan kemungkinan gagal mencapai solusi. Berikut disajikan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menentukan perioritas suatu sasaran untuk tindakantindakan yang dimaksudkan untuk mencapai sebuah solusi.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika menyusun prioritas poinpoin sasaran : •
Efektifitas : Seberapa besar pengaruhnya nanti terhadap pencapaian solusi?
•
Tingkat urgensi : Apakah solusi mendesak diperlukan?
44
•
Luasnya ketidaknyamanan : Seberapa besar kita dan sejawat kita merasa tidak nyaman?
•
Hasil di masa mendatang : Apa yang akan terjadi jika sesuatu hal dibiarkan seperti adanya sekarang?
•
Kaitan dengan kebijakan manajemen : Apakah semua usulan sudah sesuai
dengan kebijakan manajemen?
Gambar 2.2 Ilustrasi Problem
LANGKAH 3 : Menetapkan tujuan
Setelah memahami keadaan yang sebenarnya, tahap berikutnya dalam mencapai solusi untuk masalah adalah menetapkan tujuan-tujuan yang menjelaskan “apa yang harus dilakukan sebelum kapan”. Sebagai contoh, hanya mengatakan “pekerjaan ini harus ditingkatkan” tidak membantu siapapun memahami bagaimana keadaan selanjutnya atau dimana titik terbaik untuk melakukan intervensi. Menetapkan tujuan untuk penyelesaian pekerjaan berarti memahami keadaan sekarang dan kemudian, menjelaskan tingkat pencapaian
45
yang diinginkan dengan mengkomunikasikan hasil yang diinginkan. Dengan demikian, setiap orang akan dapat mengidentifikasi titik sasaran untuk tindakan dan mencapai kesepakatan tentang cara menangani masalah. Menetapkan tujuan juga merupakan bagian mutlak dari memungkinkan agar setiap orang dapat melihat kembali ke belakang kegiatan-kegiatan yang telah dilakukannya.
Jenis tujuan yang kita tetapkan harus menantang, membangkitkan perasaan bahwa “Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena rintangan ini demikian sulit sehingga saya ingin mengatasinya”. Ketika orang-orang merasakan bahwa suatu masalah, atau menjembatani kesenjangan, merupakan tanggungjawabnya, menetapkan tujuan yang lebih tinggi akan cenderung meningkatkan hasrat mereka. Dalam proses pekerjaan yang dilaksanakan untuk mengejar tujuan yang tinggi, orang-orang akan mengalami segala macam kesulitan. Ada yang akan merasa puas bisa menacapai tujuan, sementara ada pula yang harus berkaca pada kegagalan mereka mencapai tujuan. Pengalaman semacam ini membantu orangorang untuk tumbuh. Jadi, apa yang terjadi apabila hanya tujuan yang rendah saja yang ditetapkan? Dalam hal demikian, sekalipun apabila tujuan tersebut dicapai, tidak ada rasa gembira atau hasil besar yang diperoleh. Lebih lanjut, pekerjaan bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan oleh satu orang tunggal tanpa bantuan. Ketika semua anggota tim menyatu dalam menetapkan tujuan yang tinggi, dan ketika menunjukkan realitas kerja tim, menemukan cara mencapainya, semua yang ada di sekitar mereka juga akan bisa tumbuh.
46
Gambar 2.3 Ilustrasi Menetapkan Tujuan LANGKAH 4 : Mendalami sifat masalah
Mendalami inti masalah berarti bahwa dalam proses bekerja ke arah mencapai suatu tujuan, kita menyelidiki penyebab dari keadaan sekarang, dan menemukan penyebab yang mendasari. Hal ini berarti “memikirkan tentang penyebab di balik penyebab”, atau berulang kali menanyakan pertanyaan “mengapa?”. Menyusun tindakan penanganan untuk sebuah solusi tanpa sampai pada penyebab yang mendasari tidak akan menyelesaikan masalah yang membutuhkan peningkatan radikal, dan kemungkinan mengakibatkan terulang nya masalah yang sama di masa mendatang.
Dengan berulang kali bertanya “mengapa?” kita akan mampu menyusun permasalahan-permasalahan secara teratur di pikiran kita. Akibatnya, jika ditanya sesuatu oleh seseorang, kita akan mampu menyajikan pemikiran dengan jelas, dan lebih dapat meyakinkan orang lain.
47
Kemampuan mengidentifikasi sifat masalah bukan sesuatu yang datang dengan
mudah.
Mempraktekkan
Verifikasi
On-site
(Genchi-Genbutsu),
berulangkali bertanya “mengapa?”, melakukan upaya-upaya untuk memahami masalah yang sebenarnya; ada jenis proses melalui mana kemampuan ini dapat dipupuk.
Penyebab biasanya saling terkait, dan kaitannya bisa rumit. Dalam mendalami penyebab sesuatu, perlu menggunakan berbagai cara yang berbedabeda, dan menjelaskan penyebab yang melandasi dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
Gambar 2.4 Ilustrasi Mendalami Sifat Masalah/Problem
48
LANGKAH 5 : Menyusun konsep tindakan penanganan
Menyusun konsep tindakan penanganan melibatkan mengajukan banyak ide tindakan untuk menyelesaikan masalah, dan kemudian memilih tindakantindakan yang benar-benar akan digunakan. Untuk mencapai suatu tujuan, penting mengajukan banyak ide sebagai bagian dari proses memikirkan cara terbaik melakukan sesuatu. Jika kita memutuskan sejak permulaan tentang suatu rencana, kita masih akan memiliki kekhawatiran ketika rencana ini dilaksanakan mengenai apakah ini benar-benar pilihan yang terbaik.
Pada tahap ini, tujuannya bukanlah untuk memikirkan tentang apakah sebuah ide benar-benar bisa berguna atau tidak, tetapi dengan menggunakan strategi-strategi yang diuraikan di sini, untuk mengajukan ide sebanyak mungkin yang bisa dipertimbangkan dalam mencapai tujuaan-tujuan yang diinginkan. •
Menggunakan cara-cara seperti brainstorming (sumbang saran) untuk mengajukan ide-ide secara bebas, menggalang kearifan bersama, dan tidak terikat oleh cara-cara tradisional melakukan sesuatu.
•
Menyusun dan memanfaatkan informasi (cara pikir, metodologi) yang digunakan di tempat-tempat kerja lain, perusahaan-perusahaan lain, dan industri-industri lain.
Dan keputusan tentang mana ide yang paling sesuai, yang dipilih dari semua ide yang diajukan, dapat ditentukan ketika mempertimbangkan poin-poin berikut :
49
•
Dapatkah mencapai tujuan?
•
Apa jenis resiko yang ada?
•
Bagaimana dengan efektifitas-biaya?
•
Apakah sumberdaya manusianya memadai?
•
Apakah saatnya tepat?
•
Bagaimana dengan pengaruhnya terhadap orang-orang terkait dan tempat
kerja lain?
Gambar 2.5 Ilustrasi ”Sumbang Saran” Berikutnya, melihat pada proses aktual menyusun konsep tindakan penanganan, penting melibatkan semua anggota tim dan setiap orang lain dengan suatu keterkaitan sehubungan dengan adanya proposal bagus yang menjadi komitmen setiap orang. Kunci keberhasilan dalam pemecahan masalah adalah bahwa semua anggota memahami proses yang dibutuhkan untuk mencapai suatu solusi dan yang semua orang bersama-sama memberikan kontribusi. Tentu saja, ada pandangan-pandangan individual dan perbedaan nilai di antara para anggota, tetapi mutlak perlu bahwa di dalam proses bekerja sama untuk mencapai suatu
50
hasil,
mereka
saling
menghormati
nilai-nilai
satu
sama
lain
dan
mengkonsentrasikan sumber daya mereka. Ketika sebuah konsep tindakan penanganan telah dirumuskan, sekarang waktunya membuat rencana tindakan rinci, yang dapat dilaksanakan dalam praktek. Dengan membuat rencana tindakan, peranan dan tanggungjawab pribadi masing-masing anggota dapat diperjelas.
Pada tahap ini, acuan yang jelas harus dibuat terhadap pertanyaanpertanyaan 5W2H. Juga perlu memperoleh kesepakatan kolega-kolega senior.
Dengan melakukan hal ini, dimungkinkan memperoleh saran obyektif, dan menjamin bahwa ada seseorang yang diajak konsultasi jika ada masalah pada tahap pelaksanaan. Juga perlu menghubungi orang-orang di bagian-bagian terkait. Jika rencana disusun tanpa ada orang yang mengetahui tentang rencana tersebut, maka mustahil orang-orang akan merespon dengan segera rencana tersebut tanpa persiapan.
LANGKAH 6 : Melaksanakan tindakan penanganan
Ketika akan melaksanakan tindakan penanganan yang telah disepakati, penting bahwa sikap dasarnya adalah sikap ketidak-sediaan melakukan kompromi dan kemauan melihat sesuatu sampai akhir yang sukses. Ketika kita memasuki tahap pelaksanaan, mungkin ada gangguan dan kendala-kendala yang tidak diperkirakan sebelumnya. Tetapi, asalkan kita memiliki sikap yang digariskan di sini, maka akan mampu bukan saja mengatasi kendala-kendala ini
51
dan mengembalikan sesuatu ke keadaan normal, melainkan akan menciptakan lingkungan dimana ada penghubung-penghubung menuju ke tingkat perbaikan berikutnya. Juga merupakan kebutuhan mutlak untuk melanjutkan diskusi, tanpa mempertimbangkan perbedaan-perbedaan dalam organisasi atau pangkat, sampai kesepakatan dicapai.
Pelaksanaan tindakan penanganan merupakan sebuah
proses penting dimana pekerjaan dilangsungkan dalam kesatuan, yang memperdalam pemahaman bersama dan maju ke arah tujuan yang diakui bersama oleh organisasi secara keseluruhan.
Tidak benar bahwa selalu ada satu tindakan penanganan tunggal. Dalam hal poin-poin yang layak mendapatkan perhatian ketika berbagai tindakan sedang dilaksanakan, bisa disebutkan keinginan (desirability), sejauh dimungkinkan, mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara tindakan dengan hasil, atau perlunya secara cermat memperhatikan akibat setiap kali tindakan dilaksanakan. Jika anda bisa berhasil memahami akibat dari masing-masing tindakan, anda akan dapat menghindari melakukan tindakan-tindakan yang tidak perlu, menyelesaikan proses tanpa harus menginjak rem dan memiliki alat yang sangat efektif yang dapat kita terapkan pada tindakan-tindakan lain.
LANGKAH 7 : Memeriksa Hasil
Setelah pelaksanaan tindakan selesai, perlu menegaskan akibat dan melakukan pemeriksaan kuantitatif dan kualitatif dari pelaksanaan tersebut, sehubungan dengan tujuan serta melihat kembali ke belakang pada cara dimana kegiatan berlangsung maju. Dengan melakukan langkah ini, tentu saja akan
52
memungkinkan untuk bercermin pada setiap kasus dimana hasilnya belum sesuai dengan harapan, tetapi bahkan ketika hasilnya sudah sesuai dengan harapan, akan dimungkinkan melihat ke belakang pada cara masing-masing langkah bergerak maju, untuk mempertimbangkan apa yang sudah sangat baik, dan untuk memanfaatkan refleksi ini untuk membawa pekerjaan ke tingkat lebih tinggi.
Ketika menegaskan akibat yang tidak diprediksikan dan diantisipasi, harus juga menegaskan apakah organisasi atau individu telah mengalami pertumbuhan. Di samping itu, kita harus menegaskan apakah sudah ada rencana atau usulan lain yang bagus. Hal ini merupakan langkah pertama untuk membangun tujuan-tujuan dan atau tindakan-tindakan yang lebih tinggi lagi.
Jika akibat yang diantisipasi tidak muncul, pastikan secara mutlak bahwa poin-poin berikut diperiksa dan digunakan pada tahap berikutnya.
•
Apakah kita yakin bahwa rencana tersebut realistis?
•
Apakah pelaksanaan dilakukan sesuai dengan rencana?
•
Apakah yakin tidak ada kesalahan dalam mendalami penyebab?
LANGKAH 8 : Mengkonsolidasikan dan secara lateral mengembangkan hasil
Akhirnya kita sampai pada langkah terakhir. Tahap ini adalah titik dimana persiapan-persiapan dibuat untuk standarisasi hasil dengan tujuan menjamin keberlanjutannya. Langkah ini mencegah sesuatu agar tidak kembali ke keadaan semula. Bahkan setelah hasilnya muncul, kita tidak bisa menjadi puas. Selalu ada bahaya bahwa sesuatu akan kembali ke keadaan sebelumnya. Dan dengan
53
memikirkan bahaya inilah maka mutlak perlu adanya upaya-upaya untuk menjamin bahwa hasilnya terus berlanjut.
Selain itu, dengan memikirkan masa depan, juga penting memeriksa kemungkinan pengembangan hasil-hasil yang diperoleh di area-area kerja yang lain dan implementasinya di sana. Setelah semua gangguan ditangani, harus dilakukan upaya untuk menyebarluaskan hasil yang diperoleh di seluruh batas organisasi, dan memperluas dampaknya lebih jauh lagi. Pengembangan lateral semacam ini berkaitan dengan kemajuan efisien pemecahan masalah di seluruh organisasi secara keseluruhan.
Melihat pada tindakan penanganan yang telah membuahkan hasil, proses selanjutnya memutuskan tentang cara dan alat melakukan maintenance dan administrasi, dan menetapkan atau merevisi aturan dan petunjuk pelaksanaan, memiliki tujuan standarisasi di tingkat organisasi. Hal-hal yang harus dipertimbangkan selama proses standarisasi ini adalah : •
Melaksanakan (who/siapa),
sesuatu
dengan
when/kapan,
menggunakan
where/dimana,
pertanyaan
what/apa,
5W2H
why/mengapa,
how/bagaimana dan how much/berapa), sehingga setiap orang bisa melanjutkan tanpa melakukan kesalahan. •
Menyebutkan secara jelas skala waktu revisi standarisasi.
•
Memutuskan tentang metode pemeriksaan kemungkinan diterapkan dan tindak lanjut.
54
•
Melakukan kontak dengan bagian-bagian terkait lainnya dan melakukan peningkatan-peningkatan bila diperlukan.
Selain 8 langkah di atas, dalam pemecahan masalah juga dibantu dengan 7 alat bantu pengendalian mutu yang sering disebut ”Seven QC tools”, yaitu : Lembar pengecekan (Check Sheet), Diagram Pareto (Pareto Chart), Histogram, Diagram Pencar (Scatter Diagram), Analisis Matrix (Stratifikasi), Diagram Sebab Akibat (Fishbone) dan Peta Kendali (Control Chart).
Lembar Pengecekan (Check Sheet)
Tujuan pembuatan lembar pengecekan adalah menjamin bahwa data dikumpulkan secara teliti dan akurat untuk diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam lembar pengecekan tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat dan mudah.
Tabel 2.1 Check Sheet Kesalahan
Jumlah kesalahan dalam satu bulan
Total
1. Crack
IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII
30
2. Warna
IIIII IIIII IIIII IIIII
20
3. Center Bolt
IIIII IIIII IIIII
15
4. Bubble
IIIII IIIII III
13
5. Tidak simetris
IIIII IIIII IIIII IIIII II
22
55
2.4.2 Diagram Pareto (Pareto Chart)
Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto. Diagram Pareto ini merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah).
Selain itu, Diagram Pareto juga dapat digunakan untuk mem-
bandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses, sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses. Penyusunan Diagram Pareto meliputi enam langkah, yaitu :
1.
Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.
2.
Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristikkarakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.
3.
Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.
4.
Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yaang terbesar hingga yang terkecil.
5.
Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan.
6.
Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.
56
Cacat Produk Case Cooling Bus AC 3.0%
2.6%
Persentase
2.5%
2.1%
2.0%
1.6%
1.5%
0.8%
1.0%
0.5% 0.5% 0.0% Oct-08
Nov-08
Dec-08
Jan-09
Feb-09
Bulan Produksi
Gambar 2.6 Diagram Pareto
2.4.3 Histogram
Histogram menjelaskan variasi proses, namun belum mengurutkan rangking dari variasi terbesar sampai dengan yang terkecil. Histogram juga menunjukkan kemampuan proses, dan apabila memungkinkan, histogram dapat menunjukkan hubungan dengan spesifikasi proses dan angka-angka nominal, misalnya rata-rata. Dalam histogram, garis vertikal menunjukkan banyaknya observasi tiap-tiap kelas.
Menurut Mitra (1993), langkah penyusunan histogram adalah:
1.
Menentukan batas-batas observasi: perbedaan antara nilai terbesar dan terkecil.
2.
Memilih kelas-kelas atau sel-sel. Pedoman : banyaknya kelas = √n, dengan n = banyaknya data,
57
3.
Menentukan lebar kelas-kelas tersebut. Biasanya, semua kelas mempunyai lebar yang sama. Lebar kelas = range / banyak kelas.
4.
Menentukan batas-batas kelas. Kelas-kelas tersebut tidak saling tumpang tindih.
5.
Menggambar frekuensi histogram dan menyusun diagram batangnya.
HISTOGRAM 35 30
Frekuensi
25 20 15 10 5 0 A
B
C
D
E
F
G
H
Kategori
Gambar 2.7 Histogram 2.4.4 Diagram Pencar (Scatter Diagram)
Scatter diagram merupakan cara yang paling sederhana untuk menentukan hubungan antara sebab dan akibat dari dua variabel. Langkah-langkah penyusunan :
•
Data dikumpulkan dalam bentuk pasangan titik (x, y).
58
•
Dari titik-titik tersebut dapat diketahui hubungan antara variabel x dan variabel y, apakah terjadi hubungan positif atau negatif.
y
y
x
x
A) Hubungan Positif
B) Hubungan Negatif
y
x C ) Tidak Ada Hubungan
Gambar 2.8 Scatter Diagram
2.4.5 Analisa Matrix (Stratifikasi) Analisis matriks adalah suatu alat yang sederhana, tetapi efektif. Alat ini dapat berfungsi untuk membandingkan beberapa kelompok kategori seperti operator, karyawan penjualan, mesin-mesin, pemasok, dan seterusnya. Semua
59
elemen dalam kategori tersebut melakukan kegiatan yang sama. Analisis matriks sering disebut dengan Diagram Pareto dua dimensi.
Tabel 2.2 Analisis Matrix Jenis kesalahan 1 2 3 4 5 . . 15 Total
2.4.6
A
Petugas Penyiapan B C D E
F
Total
0 1 0 0 2
0 0 16 0 1
1 0 1 0 3
0 0 0 0 1
2 1 2 1 4
1 0 0 0 2
4 2 19 1 13
0 6
0 20
0 8
0 3
3 36
0 7
3 80
Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Menunjukkan hubungan antara suatu masalah dan kemungkinan penyebabnya. Dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa (1953). Disebut juga diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) atau diagram Ishikawa. Keunggulan Diagram Sebab Akibat adalah :
•
Dengan menbuat diagram ini kita telah mempelajari system.
•
Diagram ini menunjukkan pemahaman tentang tim pemecahan masalah.
•
Diagram ini menghasilkan penemuan secara aktif tentang penyebab masalah.
•
Diagram ini bisa memberi petunjuk untuk pengumpulan datanya.
Untuk menyusun kerangkanya harus diingat :
60
•
Untuk industri barang 4M-1E : man, method, machine, material dan environment.
•
Untuk industri jasa : equipment, policies, procedures, people
M-ETHODE
M-ATERIAL
M-AN
MASALAH
E-NVIRONMENT
M-ACHINE
Faktor ( Penyebab )
Karakteristik Mutu ( Akibat)
Gambar 2.9 Fishbone Diagram Faktor-faktor penyebab
Faktor tidak harus 4M – 1E, tergantung masalahnya, kondisinya perlu diperjelas sesuai kondisi saat itu, yang perlu diperhatikan adalah : 1.
List up penyebab yang mungkin.
2.
Uji logika hubungan antara penyebab dan akibat.
3.
Tandai penyebab yang ada relevansinya dengan masalah yang ada di kepala ikan.
4.
Lakukan pengujian atau experimen untuk menentukan penyebab utama (penyebab dominan) beri no urut sesuai prioritas.
61
2.4.7 Peta Kendali (Control Chart)
Adalah sejenis grafik garis yang dilengkapi dengan satu atau dua garis batas kendali. Digunakan untuk mempelajari suatu proses dalam keadaan terkendali atau tidak . Apa yang diperlihatkan control chart : 1.
Variasi dasar.
2.
Performance.
Tingkat rata-rata.
UCL
CL
LCL
Gambar 2.10 Control Chart
62
2.5 Manajemen Mutu ISO/TS 16949 dan ISO 9000
2.5.1 Pendahuluan
Kata ISO digunakan oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi atau
The International Organization for Standardization sebagai nama dari organisasinya. Organisasi ini didirikan pada tahun 1946 di Genewa, Swiss. Tujuan pendiriannya adalah untuk mengembangkan standarisasi di seluruh dunia.
Kata ‘ISO’ yang menjadi nama dari organisasi ini, berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘Isos’ yang berarti ’sama’ atau ‘equivalent‘. Dalam bentuk modern kata ‘Isos’ kemudian ditransformasikan menjadi ‘Iso’ - seperti yang digunakan dalam istilah Isotermis (kesamaan panas), Isobar (kesamaan tekanan), dll. Kata ini diadopsi oleh Organisasi Internasional untuk Standarisasi menjadi nama dari organisasinya disamping karena kemiripan arti kata ini dengan tujuan organisasi, juga karena kata tersebut memiliki bentuk yang paling mendekati dengan singkatan nama organisasi.
ISO merupakan federasi internasional dari badan-badan standarisasi nasional di seluruh dunia, saat ini anggotanya mencakup lebih dari 130 negara. Pekerjaan pembuatan standar internasional biasanya dilakukan oleh Komite Teknis ISO. Setiap anggota yang memiliki kepentingan terhadap suatu subjek yang akan dipersiapkan oleh Komite Teknis ISO berhak menempatkan wakilnya di dalam komite tersebut. Selain itu organisasi-organisasi internasional lainnya
63
baik milik pemerintah atau pun non-pemerintah yang berhubungan dengan ISO juga diizinkan ikut ambil bagian dalam pekerjaan pembuatan standar internasional. Seperti dalam pekerjaan pembuatan standarisasi elektroteknik, ISO bekerjasama erat dengan Komisi Elektroteknik Internasional atau International
Electrotechnical Commision (IEC). Setiap draft standar internasional yang dibuat oleh Komite Teknis ISO disosialisasikan terlebih dahulu kepada seluruh anggota federasi ISO, dan baru bisa diterbitkan setelah mendapat persetujuan sedikitnya 75% dari anggota federasi.
Produk-produk ISO yang terkenal antara lain:
•
ISO 9000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu.
•
ISO 14000 Series yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Lingkungan.
•
ISO TS 17025 yang memuat tentang standar Pengujian dan Kalibrasi di Laboratorium.
•
ISO TS 16949 yang memuat tentang standar Sistem Manajemen Mutu di industri otomotif.
•
ISO 19011 yang memuat tentang standar Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan, standar ini digunakan untuk menggantikan ISO 10011 (Audit Sistem Manajemen Mutu) dan ISO 14010, ISO 14011, ISO 14012 (Audit Sistem Manajemen Lingkungan).
ISO mempunyai tiga misi utama, yaitu:
64
1.
Mengembangkan standar internasional,
2.
Menyebarkan informasi tentang standar internasional, dan
3.
Mempromosikan implementasi standar internasional.
2.5.2 Sejarah dan Perkembangan ISO 9000
Sejak tahun 1946 federasi ISO memiliki visi untuk membuat satu standar Pemastian Mutu (Quality Assurance) yang dikemudian hari juga dikenal dengan istilah Sistem Manajemen Mutu (Quality Manajemen System).
Standar mutu ISO dikembangkan dari standar-standar mutu yang telah ada dan digunakan secara luas. Pada tahun 1963, ISO mengadopsi standar mutu milliter, MIL-Q-9858A yaitu Persyaratan Program Mutu (Quality Program
Requirements) dari USA dan standar mutu NATO, AQAP 1 untuk standar Pemastian Mutunya. Pada tahun 1972, ISO mengadopsi standar BS 4891 (British Standard) yaitu Pedoman untuk Pemastian Mutu (A Guide to Quality Assurance) dari Inggris. Kemudian berturut-turut pada tahun 1975 dan tahun 1979 mengadopsi lagi BS 5179 dan BS 5750.
Beberapa tahun kemudian dibentuk Komite Teknis ISO/TC 176 yang bertugas membuat satu draft standar Pemastian Mutu (Quality Assurance) dan Manajemen Mutu (Quality Management). Komite ini terdiri atas wakil-wakil dari ISO, IEC dan BSI (British Standard Institute). Dengan mengambil sejumlah standar-standar nasional negara anggotanya seperti; BS 4891 & BS 5750 (Inggris), AFNOR Z50-110 (Perancis), DIN 55-355 (Jerman), ANSI/ASQC Z-
65
1.15 & ASME NQA-1 (US) sebagai bahan dasar untuk pembuatan draft standar tersebut.
Tahun 1987 komite ini berhasil merampungkan tugasnya dan menerbitkan ISO 9000 Series yang kemudian dikenal sebagai ISO 9000 versi 1987.
Pada tahun-tahun berikutnya ISO berusaha untuk terus menyempurnakan ISO 9000 Series (1987). Adanya sejumlah kategori yang belum dimasukkan kedalam ISO 9000 Series, kecenderungan kompetisi global dan kebutuhan akan keberterimaan secara universal, mendorong organisasi ini terus berupaya menyempurnakan ISO 9000 Series.
Pada tahun 1994, Komite Teknis ISO berhasil menyelesaikan tugasnya dan menerbitkan versi terbaru dari ISO 9000 series yang kemudian dikenal sebagai ISO 9000 versi 1994. Perbedaan antara ISO 9000 versi 1987 dengan ISO 9000 versi 1994 tidaklah begitu besar. Sebagaimana pendahulunya (ISO 9000 versi 1987), ISO 9000 versi 1994 masih menggunakan seri ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 sebagai bagian dari keluarga ISO 9000 Series. Namun pada ISO 9000 versi 1994 terdapat sejumlah penambahan standar-standar pelengkap untuk beberapa jenis (kategori) produk dan industri yang belum tercakup dalam ISO 9000 versi 1987. Selain itu pada ISO 9000 versi 1994, ditegaskan bahwa sertifikasi ISO hanya diberikan untuk ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003.
Bersamaan dengan promosi dan implementasi ISO 9000 versi 1994 secara global, ISO terus melakukan perbaikan terhadap ISO 9000 versi 1994. Sejumlah
66
alasan dari upaya ini antara lain; adanya kebutuhan akan peningkatan kepentingan pengguna ISO 9000 dan pelanggannya, manajemen yang berorientasi kepada proses, peningkatan orientasi pada industri manufaktur, terlalu banyak standar manajemen dan pedoman yang digunakan, dan keinginan meningkatkan dari sekedar sertifikasi kearah Perbaikan Kinerja (Performance
Improvement). Untuk itu ISO mempunyai sejumlah visi untuk tahun 2000 (Vision 2000) yaitu; Adanya satu standar manajemen mutu, satu standar persyaratan pemastian mutu dan satu standar ‘Peta Jalan’ (penjelasan umum).
Pada tahun 2000, Komite Teknis ISO berhasil menyelesaikan tugasnya dan menerbitkan ISO 9000 Series versi 2000 yang lebih dikenal sebagai ISO 9000:2000. Kali ini perubahan yang terjadi pada ISO 9000 Series cukup besar dan penting (significant).
Pada ISO 9000:2000 dimasukkan Prinsip-Prinsip Manajemen Mutu (Quality Management Principles) sebagai dasar dalam melaksanakan Sistem Manajemen Mutu. Istilah ‘Subcontraktor’ yang sebelumnya digunakan pada ISO 9000 versi 1994 digantikan dengan ‘Supplier’, sedangkan istilah ‘Supplier’ digantikan dengan ‘Organization’. Selain itu istilah ‘Quality Assurance’ pada ISO 9001 tidak digunakan lagi dan digantikan dengan istilah ‘Quality Management System Requirements’..
ISO 9000:2000 juga melebur ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 menjadi satu standar persyaratan pemastian mutu yaitu ISO 9001:2000 (ISO 9001:2000 adalah salah satu keluarga dari ISO 9000:2000). Sebelumnya pemilihan
67
penggunaan standar persyaratan pemastian mutu didasarkan pada model aktifitas/proses tertentu yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk perusahaan yang melakukan aktifitas desain/pengembangan, produksi (pengendalian proses), instalasi/pembelian dan servis harus menggunakan ISO 9001. Sementara untuk perusahaan yang tidak melakukan aktifitas desain, dan hanya melakukan aktifitas produksi, instalasi dan servis harus menggunakan ISO 9002. Selanjutnya untuk perusahaan yang tidak melakukan aktifitas desain, produksi, instalasi dan servis (misal: perusahaan yang hanya melakukan aktifitas training atau inspeksi dan pengujian saja) harus menggunakan ISO 9003. Berdasarkan ISO 9000:2000 semua perusahaan tanpa memperhatikan aktifitas yang dilakukan dan produk yang dihasilkan cukup menggunakan satu standar persyaratan pemastian mutu (persyaratan sistem manajemen mutu) yaitu ISO 9001:2000. Namun demikian ada satu pasal dalam ISO 9001:2000 (Pasal 7: Product Realization) yang penggunaan klausul-klausulnya boleh dikecualikan disesuaikan dengan aktifitasaktifitas yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan.
ISO 9001:2000 lebih memfokuskan diri terhadap Perbaikan Kinerja, penggunaan struktur baru yang didasarkan pada Pendekatan Proses (Process
Approach), pengurangan prosedur terdokumentasi, penekanan pada pemenuhan kepuasan pelanggan, analisa data untuk perbaikan dan peningkatan kesesuaian dengan standar Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001).
Pada ISO 9000 Series versi 1994, ISO 9004 (yang merupakan salah satu keluarga dari ISO 9000) yang digunakan sebagai pedoman (Guidelines) dalam
68
melaksanakan ISO 9001, ISO 9002, dan ISO 9003. Sedangkan pada ISO 9000:2000, ia merupakan satu standar tersendiri dan pedoman untuk Perbaikan Kinerja (Performance Improvements), dan bukan merupakan pedoman dalam melaksanakan ISO 9001:2000.
Sebagian besar pasal-pasal dalam ISO 9000 Series versi 1994 masih dipertahankan dan dipergunakan dalam ISO 9000:2000. Hanya saja struktur dan penomorannya
disempurnakan,
beberapa
klausul
disederhanakan
dan
digeneralisasi, kemudian dilakukan penambahan beberapa klausul yang berkaitan dengan interaksi antar proses, perbaikan kinerja, komunikasi baik internal maupun eksternal (pelanggan) dan pengukuran kepuasan pelanggan.
Keluarga ISO 9000:2000 terdiri dari:
•
ISO 9000 yang memuat tentang Dasar-Dasar dan Istilah untuk Sistem Manajemen Mutu.
•
ISO
9001
yang
memuat
tentang
Persyaratan-Persyaratan
Sistem
Manajemen Mutu.
•
ISO 9004 yang memuat tentang Panduan untuk Perbaikan Kinerja.
•
ISO 19011 yang memuat tentang Panduan dalam Audit Sistem Manajemen Mutu dan Lingkungan.
69
2.5.3 Sejarah dan Perkembangan ISO/TS 16949
ISO 9000 Series sekarang merupakan salah satu sistem manajemen mutu yang formal serta diterapkan di hampir semua jenis organisasi, termasuk industri otomotif. Sejak peluncuran pertamanya pada tahun 1987, ISO 9000 Series mendominasi di semua bidang yang terkait dengan sistem manajemen mutu bahkan mengecualikan beberapa issue di bidang mutu lainnya. Seperti contoh : birokrasi prosedur, paper work , tidak ada nilai tambah. Hal ini terjadi karena standar ISO 9000 Series menjelaskan mengenai “What”, sehingga sangat bergantung kepada penerimaan suatu organisasi mengenai pemahaman persyaratan minimum yang dapat diterapkan organisasi untuk mencapai mutu produk atau service.
Salah satu persyaratan utama dari ISO 9000 Series adalah proses yang terkait dengan supplier, dimana persyaratannya adalah bahwa organisasi harus menyediakan produk/jasa yang sesuai dengan persyaratan tersebut. Persyaratan ISO 9000 di dalam konteks bisnis merepresentasikan spesifikasi yang telah dipersyaratkan/ditetapkan. Artinya apabila organisasi tidak menyediakan produk/service yang sesuai dengan persyaratan/spesifikasi maka sistemnya sebenarnya fail, tetapi tidak berarti standardnya salah, hal ini bisa saja disebabkan karena interprestasi yang tidak sesuai dari organisasi. Atau jika spesifikasi / persyaratanya sudah ditetapkan tetapi mutunya lebih rendah maka dampaknya
70
bisa saja produk tersebut menjadi tidak cukup untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
Dari penjelasan di atas, ada dua masalah penting yang terkait khususnya di industri otomotif : •
Kebutuhan untuk memberikan dasar yang sama kepada supplier mengenai sistem mutu dan menghilangkan interprestasi yang terlalu banyak.
•
Kebutuhan untuk mengembangkan model sertifikasi yang dapat digunakan untuk memastikan integritas dari proses sertifikasi yang bersifat ”world wide”.
Pada tahun 1992, Chrysler, Ford dan General Motor (GM) menyusun manual “supplier quality system” dan “assessment tools” yang kemudian disebut QS-9000. Standard ini dikembangkan dari persyaratan ISO 9000 series dan ditambah “generic requirements” , sector “specific requirements “, dan “customer spesific requirements”. QS-9000 pertama kali dipublish pada bulan Agustus 1994 dan standard ini merupakan penggabungan dari Chryler’s Supplier Quality Assurance Manual, Ford’s Q101, dan General Motor’s for excellence. Dalam perkembangannya QS-9000 tidak hanya diterapkan pada proses perancangan dan perakitan dari Chrysler, Ford dan GM saja. Pada bulan maret 1998 QS- 9000 direvisi untuk yang ketiga kalinya.
Pada tahun 1996 IATF (International Automotive Task Force) yaitu lembaga internasional otomotif yang anggotanya terdiri dari 2 group besar yaitu
71
industry otomotif dan asosiasi perdagangan bekerjasama dengan ISO/TC 176 mengembangkan standar yang bersifat sektoral yaitu di industri otomotif yang kemudian diberi nama ISO/TS 16949, yang dikembangkan dari QS-9000, ISO 9000 Series, VDA 6., AVSQ 94, EAQF 94 yang edisi pertamanya di keluarkan pada tahun 1999.
Dengan dikembangkannya ISO/TS 16949 oleh IATF, maka cakupannya pun semakin luas tidak hanya untuk industri mobil Eropa dan Amerika tetapi juga industri mobil di Jepang dan negara lainnya, karena asosiasi perdagangan yang menjadi anggota IATF tidak hanya Amerika (AIAG), Italia (ANFIA), Perancis (FIEV), Inggris (SMMT), Jerman (VDA-QMC), tetapi juga Jepang (JAMA), di mana JAMA merupakan asosiasi dengan jumlah anggota terbanyak diantaranya: Toyota, Mazda, Honda, Suzuki, Daihatsu, Hino, Yamaha, Nissan, dsb.
2.5.4 Manfaat Penerapan Manajemen Mutu ISO
Sebuah Organisasi/perusahaan yang menerapkan manajemen mutu ISO akan memperoleh sedikitnya 8 manfaat :
1. Dokumentasi mutu yang lebih baik
ISO memberikan pedoman dalam mengelola sistem dokumentasi agar dokumen-dokumen yang dibuat oleh suatu perusahaan bersifat efektif dan efisien. Setiap organisasi menentukan tingkat dokumentasi yang dibutuhkan dan media yang digunakan. Hal tersebut tergantung pada faktor-faktor seperti; jenis dan ukuran organisasi, kompleksitas dan interaksi proses-proses, kompleksitas
72
produk, persyaratan pelanggan, persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, demonstrasi kemampuan personel, dan faktor-faktor lainnya yang dibutuhkan untuk mendemonstrasikan pemenuhan dari persyaratan-persyaratan sistem manajemen mutu.
2. Pengendalian mutu secara sistematik
Menurut pengertian ISO, mutu (quality) adalah kadar/tingkat yang dimiliki oleh sekumpulan karakteristik yang melekat (yang menjadi sifat) pada suatu produk atau pelayanan dalam memenuhi persyaratan. Kadar/tingkat tersebut berdasarkan sifatnya dapat dibagi menjadi buruk (poor), baik (good) atau baik sekali (excellent). Sedangkan yang dimaksud dengan persyaratan (requirement) adalah kebutuhan atau harapan (pelanggan) yang ditetapkan, yang secara umum wajib dipenuhi.
Dalam ISO 9001 pengendalian mutu harus dimulai dari masing-masing proses yang terdapat dalam perusahaan. Setiap proses adalah input bagi proses sesudahnya dan sekaligus merupakan output dari proses sebelumnya. Karena proses-proses tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam satu sistem, maka pengendalian mutu yang baik pada setiap proses tentunya secara keseluruhan akan menghasilkan suatu pengendalian mutu secara sistematik.
3. Koordinasi yang lebih baik
Adanya kesamaan persepsi untuk menghasilkan output yang memenuhi persyaratan dan kebutuhan akan adanya satu sistem yang mendukung pencapaian
73
hal tersebut, mendorong terjadinya kegiatan koordinasi antar proses dalam sistem tersebut. ISO 9001 merancang suatu sistem manajemen mutu yang mengarahkan proses-proses dalam suatu perusahaan agar melakukan koordinasi yang lebih baik.
4. Deteksi awal ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian
(non
conformity) adalah
ketidakmampuan untuk
memenuhi persyaratan, sedangkan cacat (defect) adalah ketidaksesuaian yang berhubungan dengan kegunaan yang ditetapkan atau dimaksudkan. Dengan adanya sistem pengendalian mutu yang baik dan didukung oleh koordinasi antar proses, maka setiap ketidaksesuaian akan dapat dideteksi lebih dini. Karena setiap proses selalu melakukan pemeriksaan terhadap output dari proses lain (sebelumnya), maka diharapkan setiap ketidaksesuaian yang terjadi dapat segera dikenali, diperbaiki dan dicegah agar tidak berulang kembali.
5. Konsistensi mutu yang lebih baik
Jika semua unsur yang membentuk sistem manajemen mutu melakukan upaya terus menerus untuk memperbaiki kinerja dengan berdasar kepada pedoman dan prosedur yang telah didokumentasikan, maka akan dihasilkan konsistensi pengendalian mutu yang lebih baik.
74
6. Kepercayaan pelanggan bertambah
Suatu perusahaan yang menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 dengan
baik,
akan
memberikan
rasa
aman
terhadap
pelanggan
produk/pelayanannya, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan (reliability). Kepercayaan tersebut timbul karena pelanggan melihat bahwa kegiatan pemenuhan persyaratan-persyaratannya dikelola secara baik dan memadai. Rasa aman dan kepercayaan ini kemudian akan berkembang menjadi hubungan bisnis yang saling menguntungkan satu sama lain dan berlangsung lama. Sebagai contoh; jika kita ingin membeli suatu produk elektronik (seperti televisi) maka kita tentu lebih memilih untuk membeli produk dari perusahaan yang bisa memberikan jaminan mutu terhadap produk yang dihasilkannya. Jaminan mutu tersebut bisa berupa garansi terhadap produk yang dijual. Perusahaan yang berani memberikan garansi terhadap produk-produk yang dijualnya adalah perusahaan yang yakin bahwa sistem manajemen mutunya telah dikelola dengan baik. Dengan demikian kepercayaan kita sebagai pelanggan terhadap produk-produk yang dijual oleh perusahaan tersebut, akan semakin bertambah.
7. Disiplin dalam pencatatan mutu bertambah
ISO 9001 mensyaratkan adanya pengelolaan sistem pencatatan mutu yang baik. Setiap catatan harus jelas, mudah dibaca, dapat diidentifikasi dan diperoleh kembali dengan mudah. Dengan adanya persyaratan tersebut maka perusahaan yang menerapkan ISO 9001 akan membuat suatu prosedur pencatatan mutu
75
termasuk pengendaliannya, yang menciptakan kedisiplinan dalam pencatatan mutu.
8. Lebih banyak kesempatan untuk peningkatan
Pada akhirnya penerapan ISO 9001 maupun ISO/TS 16949 akan memberikan peluang-peluang bagi peningkatan kinerja perusahaan yang diperoleh dari sistem dokumentasi yang baik, pengendalian mutu secara sistematik, koordinasi antar proses dalam sistem dan disiplin dalam pencatatan. Sehingga setiap ketidaksesuaian dapat dideteksi lebih awal untuk diperbaiki dan dicegah agar tidak berulang kembali. Sedangkan potensi-potensi munculnya ketidaksesuaian yang belum terjadi akan dapat dikenali, kemudian dicegah agar tidak terjadi.
Beberapa keuntungan lain yang dapat diharapkan diantaranya : •
Meningkatkan kualitas produk dan proses ; hal ini dapat tercapai karena di dalam persyaratan baru meng-cover diantaranya, mengenai : penetapan target, pengukuran dan reviewnya, pengukuran kepuasan pelanggan, keselamatan produk, ke-sesuaian dengan persyaratan dan perundangan, manajemen desain proses, penerapan teknik dan alat-alat kualitas
•
Meningkatkan keyakinan di Global Procurement ; dengan skema standard yang jelas, maka meng-eliminasi perbedaan pemahaman standar, proses sertifikasi benar-benar diseleksi berdasarkan kriteria ISO/TS 16949 dengan ruang lingkup
76
•
Pendekatan sistem mutu yang seragam/sama untuk pengembangan subkontraktor/pemasok; dengan standar ini akan mengurangi variasi proses oleh subkontraktor/pemasok sehingga hasil proses dapat lebih baik.
•
Mengurangi variasi dan meningkatkan efisiensi ; dengan penerapan beberapa persyaratan yang re-levant akan mengurangi hal tersebut, antara lain : Mistake Proofing, Continuous Improvement, Failure Mode effect Analisys, Statistical Process Control
•
Mengurangi audit pihak kedua ; dengan diterimanya standard ini oleh banyak negara, hal ini berdampak berkurangnya audit pihak kedua.
Pengembangan sistem manajemen mutu ISO/TS 16949 bertujuan untuk : •
Melakukan perbaikan terus menerus,
•
Menekankan pada pencegahan produk cacat, dan
•
Mengurangi variasi dan proses yang tidak bernilai tambah pada rantai supplay.
Dengan pemberlakuan ISO/TS 16949 ini maka industri otomotif dan turunannya memiliki kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan sistem manajemen mutunya sehingga dapat menambah kepercayaan pelangan.
2.5.5 Makna TS 16949 •
TS 16949 adalah Technical Specification nomor 16949 yang dikeluarkan oleh badan ISO sebagai sistem manajemen mutu untuk industri otomotif.
77
•
TS 16949 dibuat oleh International Automotive Task Force (IATF) dan Japan Automobile Manufacture Association Inc (JAMA) dengan dukungan suatu komite dari ISO, yaitu komite ISO/TC 176.
•
Anggota IATF terdiri dari BMW, Daimler Chrysler, Fiat, Ford, GM, PSA Peugeot Citroen, Renault SA, Volkswagen, dan asosiasi-asosiasinya, seperti AIAG (Amerika), ANFIA (Italia), FIEV (Prancis), SMMT (Inggris), dan VDA (Jerman).
•
Anggota JAMA terdiri dari Toyota, Daihatsu, Mazda dan industri otomotif Jepang lainnya.
•
TS 16949 memuat semua persyaratan ISO 9001 ditambah dengan persyaratan khusus untuk industri otomotif.
•
ISO/TS 16949 menggantikan QS 9000 dan quality system lainnya yang disyaratkan oleh masing-masing industri otomotif, misalnya VDA, AVSQ, Malcom Baldrige.
•
Dengan adanya penggabungan quality management system dari berbagai industri otomotif ini, suatu industri otomotif cukup menerapkan satu quality system meskipun memproduksi produk untuk berbagai customer. Misalnya suatu pabrik A mempunyai customer Ford, BMW dan VW. Semula dia harus menerapkan QS 9000, AVSQ dan VDA 6.1. Sekarang cukup menerapkan ISO/TS 16949.
•
Tujuannya : One World, One Quality System.
78
2.5.6 “8 Prinsip Manajemen Mutu” ISO •
ISO/TS 16949 disusun berdasarkan 8 prinsip manajemen ISO 9001:2000 atau ISO 9004:2000.
•
8 Prinsip manajemen ini harus dijabarkan dan digunakan pada penerapan ISO/TS 16949 ke seluruh organisasi oleh top management.
Untuk memimpin dan menjalankan suatu organisasi dengan sukses, para pemimpin (manajemen) hendaknya melakukannya dengan cara-cara yang sistematik dan jelas. Sukses dapat dihasilkan dari implementasi dan pemeliharaan sebuah sistem manajemen yang dirancang untuk perbaikan kinerja (performance
improvement) secara berkesinambungan.
ISO memperkenalkan 8 prinsip manajemen mutu yang dapat digunakan oleh manajemen puncak suatu perusahaan dalam memimpin dan mengelola organisasinya kearah perbaikan kinerja:
1. Organisasi yang terfokus pada pelanggan
Organisasi tergantung pada pelanggannya dan oleh karena itu harus memahami kebutuhan-kebutuhan pelanggan untuk masa sekarang dan yang akan datang, memenuhi persyaratan-persyaratan pelanggan, dan berusaha untuk melampaui harapan pelanggan.
79
2. Kepemimpinan
Sebuah organisasi sangat tergantung kepada para pemimpinnya, oleh karena itu para pemimpin harus menyatukan tujuan dan arah dari organisasinya. Mereka harus menciptakan dan memelihara suatu lingkungan internal, dimana semua orang bisa terlibat penuh dalam pencapaian sasaran-sasaran organisasi.
3. Keterlibatan semua karyawan
Karyawan pada setiap tingkatan adalah inti dari suatu organisasi dan keterlibatan penuh mereka memungkinkan pemanfaatan kemampuan mereka demi keuntungan organisasi.
4. Pendekatan Proses
Suatu hasil yang diharapkan akan dapat dicapai dengan lebih efisien, jika semua kegiatan dan sumber daya terkait dikelola sebagai sebuah proses. Proses adalah suatu aktifitas atau sekumpulan aktifitas yang menggunakan sumber dayasumber daya (resources) untuk mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Untuk dapat berfungsi secara efektif, suatu organisasi harus mengidentifikasi dan mengelola semua proses yang saling berkait dan berinteraksi satu sama lainnya didalam organisasi itu. Identifikasi dan pengelolaan secara sistematik proses-proses yang digunakan oleh sebuah organisasi terutama interaksi antar proses-proses tersebut dikenal sebagai ‘Pendekatan Proses’.
80
5. Pendekatan sistem dalam manajemen
Pengenalan, pemahaman dan pengelolaan proses-proses yang saling berkait sebagai sebuah sistem akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pencapaian sasaran-sasaran organisasi.
6. Peningkatan berkesinambungan
Peningkatan berkesinambungan terhadap kinerja hendaknya menjadi suatu sasaran permanen dari organisasi. Suatu organisasi yang melakukan perbaikan terus menerus terhadap kinerjanya akan mampu bertahan dan berkembang dalam kompetisi pasar global yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
7. Pendekatan secara fakta dalam membuat keputusan
Keputusan-keputusan efektif haruslah didasarkan pada hasil analisa data dan informasi yang aktual (sebenarnya). Terdapat 3 prinsip aktual yaitu: Pergi kelokasi aktual, Melihat hal-hal yang aktual, dan Memperhatikan keadaankeadaan yang aktual. ‘Lokasi’ aktual bisa berarti area produksi, gudang, kantor, ruang servis, dll. ‘Hal-hal’ yang aktual bisa berarti mesin, pekerja, material, produk, pelayanan, dll. Sedangkan ‘Keadaan-keadaan’ yang aktual adalah situasi pada saat kejadian, melihat masalah secara objektif dan menghindari penilaian subjektif.
81
8. Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok
Suatu organisasi dan pemasoknya memiliki ketergantungan satu sama lain, dan dengan membangun hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain akan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menghasilkan suatu nilai (value). Nilai ini adalah suatu ‘potensi abstrak’ yang dimiliki suatu perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan sejenis. Jika dua perusahaan yang menghasilkan produk yang sejenis dengan kualitas yang rata-rata sama, dan dengan pelayanan yang sama bahkan dengan harga yang hampir sama, kemudian bersaing dalam memasarkan produknya kepada pelanggan. Maka hanya perusahaan yang memiliki ‘nilai’ yang akan berhasil memenangkan persaingan tersebut.
2.5.7 Struktur ISO/TS 16949
Struktur ISO/TS 16949 dan beberapa persyaratannya dikembangkan dari ISO
9001:2000,
kemudian
juga
dikembangkan
dari
QS
9000
serta
memperhatikan masukan dari asosiasi industri otomotif, maka struktur ISO/TS 16949 adalah sebagai berikut : 1.
Struktur ISO 9001 : 2000 terdiri dari : a)
Pasal 1 : Ruang Lingkup
b)
Pasal 2 : Referensi Standar
c)
Pasal 3 : Istilah dan Definisi
d)
Pasal 4 : Sistem Manajemen Mutu
82
2.
e)
Pasal 5 : Tanggungjawab Manajemen
f)
Pasal 6 : Manajemen Sumber Daya
g)
Pasal 7 : Realisasi Produk
h)
Pasal 8 : Pengukuran, Analisis dan Perbaikan
Automotive Standard Requirement, Adalah persyaratan tambahan lain yang spesifik dijelaskan di masing-masing persyaratan dari ISO 9001 : 2000. Misalnya : •
Persyaratan dokumentasi : ada penambahan Engineering Specification (elemen 4.2.3.1)
•
Management
Responsibility
:
ada
penambahan
management
commitment Proses Efisiensi (5.1.1) •
Responsisbilit dan Authority : ada penambahan responsibility for quality (5.5.1.1)
•
Management
representative
:
ada
penambahan
customer
representative (5.5.2.1) •
Resource Management : ada penambahan: Product desain skill (6.2.2.1)
•
Training on the Job.(6.2.2.3)
•
Plan, Facility and equipment planning (6.3.1)
Product Realization : ada penambahan: •
7.1.2 Accepatance criteria product realisastion
83
•
7.1.4 Change control
•
7.4.1.2 Supplier quality management system development
Measurement analysis & improvement : ada penambahan:
3.
•
8.1.1 Identification of statistical tools
•
8.1.2 Knowledge of basic statistical concept
•
8.2.2.2 Manufacturing process audit
•
8.5.2.1 Problem solving
•
8.5.2.2 Error proffing
Customer Spesific Requirements, adalah persyaratan spesific dari masingmasing industri otomotif yang dikeluarkan dan menjadi acuan bagi semua suppliernya di dalam mengembangkan dan menerapkan persyaratan ISO/TS 16949 ini. Contohnya : •
BMW mengeluarkan Customer Specific Requirements
•
yaitu : Supplied Parts Quality Management
•
VW
mengeluarkan
Customer
Specific
Requirements
Quality
Capability Suppliers, 4th edition .
2.5.8 Sistem Dokumentasi ISO/TS 16949
Sistem dokumensi quality management system (QMS) TS terdiri dari 4 level dokumen sebagai berikut.
84
•
Level 1 adalah Quality Manual yang memuat elemen TS yang dapat diterapkan dan tidak dapat diterapkan, lengkap dengan kebijakan dan penanggung jawab setiap aktivitas. Dokumen level 1 ini menjadi acuan untuk pembuatan dokumen level 2.
•
Level 2 adalah prosedur yang memuat uraian kerja terutama yang bersifat antar bagian. Dokumen level 2 ini menjadi acuan untuk pembuatan dokumen level 3.
•
Level 3 adalah instruksi kerja yang memuat uraian kerja dengan lebih detail. Instruksi kerja dibuat dalam beberapa bentuk yaitu : - Standard Operating Procedure (SOP) - Standar Spesifikasi, dll.
•
Level 4 adalah form atau blanko yang digunakan untuk mencatat hasil setiap aktivitas.
Dokumen dalam ISO/TS 16949 :
1.
Quality Manual berjumlah 1 untuk satu perusahaan.
2.
Sedangkan dokumen level 2 sampai 4 tidak ada batasan jumlah.
3.
TS 16949 hanya mensyaratkan 7 prosedur yang harus ada, yaitu :
•
Control of document
•
Control of records
•
Corrective action
•
Preventive action
•
Internal quality audit
85
4.
•
Training
•
Control of nonconforming product.
Beberapa prosedur di atas dapat digabungkan dalam satu prosedur, misalnya prosedur corrective action dengan preventive action.
2.5.9 Persyaratan ISO/TS 16949
1.
2.
3.
Persyaratan-persyaratan TS 16949 terdiri dari:
•
Persyaratan ISO 9001
•
Persyaratan umum pada TS 16949 untuk seluruh industri otomotif.
•
Persyaratan khusus yang ditentukan oleh pelanggan.
Contoh persyaratan TS 16949 yang bersifat umum :
•
Penanggung jawab kualitas produk
•
5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke).
•
Predictive maintenance
Contoh persyaratan TS 16949 yang bersifat khusus :
•
Perencanaan pengembangan produk yang diminta Ford, GM atau lainnya.
•
Sistem produksi Toyota, dsb
86
2.5.10 Implementasi Prosedur ISO/TS 16949
2.5.10.1 Dasar Model ISO dan Siklus PDCA
ISO 9001:2000 yang menjadi struktur utama ISO/TS 16949 menganggap semua persyaratan-persyaratan (klausul) nya sebagai proses, oleh karena itu pemenuhan persyaratan-persyaratan ISO juga dilakukan dengan pendekatan tersebut. Berbeda dengan ISO 9000 versi 1987 dan ISO 9000 versi 1994, yang metode pemenuhan persyaratan-persyaratannya berdasarkan pemenuhan pasal demi pasal.
Di dalam ISO 9001:2000 yang menjadi persyaratan hanyalah pasal 4 : Sistem Manajemen Mutu, pasal 5 : Tanggungjawab Manajemen, pasal 6 : Manajemen Sumber Daya, pasal 7 : Realisasi Produk, dan pasal 8 : Pengukuran, Analisis dan Perbaikan. Jadi suatu perusahaan yang ingin menerapkan ISO 9000 atau ingin mendapatkan sertifikasi ISO 9001 cukup dengan menerapkan kelima pasal tersebut.
Jika
dikelompokkan
secara
pendekatan
proses
maka
pasal
5:
Tanggungjawab Manajemen dan pasal 6: Manajemen Sumber Daya merupakan bagian dari Proses Perencanaan (plan), pasal 7: Realisasi Produk merupakan bagian dari Proses Melakukan (do), dan pasal 8: Pengukuran, Analisa dan Perbaikan merupakan bagian dari Proses Pemeriksaan (check) dan Proses Tindakan (Action). Integrasi proses-proses Plan-Do-Check-Action (PDCA)
87
tersebut secara sistematik akan menghasilkan suatu pendekatan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4) kearah perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Pengertian PDCA dalam pandangan ISO, secara ringkas adalah :
•
Plan : menetapkan sasaran-sasaran dan proses-proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil-hasil yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan kebijakan organisasi.
•
Do : melaksanakan proses-proses
•
Check : memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, kemudian membandingkannya dengan kebijakan-kebijakan, sasaran-sasaran dan persyaratan produk yang telah ditetapkan sebelumnya, melakukan analisa data dan melaporkan hasil-hasilnya.
•
Action : melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja proses secara kontinu.
Dalam Model Proses ISO 9001, manajemen suatu organisasi setelah memahami persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4), kemudian menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen mutu, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu, melakukan penetapan dan pendelegasian tugas dan wewenang, menunjuk wakil manajemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan sistem manajemen mutu dan melakukan tinjauan manajemen (pasal 5). Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan Proses Perencanaan (plan), dan organisasi harus memenuhi proses ini terlebih dahulu
88
dalam memulai suatu sistem manajemen mutu, barulah kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk kelengkapan proses ini.
Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu organisasi/perusahaan seperti; Presiden Direktur, Direktur, General Manager, atau fungsi yang mengatur jalannya organisasi secara integral.
Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan) adalah Pengelolaan Sumber Daya (pasal 6), dimana organisasi menetapkan sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan sistem manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia (karyawan), infrastruktur (bangunan, peralatan proses, alat transportasi, komunikasi, dan sebagainy), dan lingkungan kerja.
Pada tahap selanjutnya organisasi harus melaksanakan (do) perencanaanperencanaan yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi Produk (pasal 7). Pada proses ini organisasi menetapkan semua kebutuhan untuk membuat proses, melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor, inspeksi, pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria keberterimaan produk, komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan
pengembangan, pembelian, kegiatan
pengendalian
perlengkapan produksi dan pelayanan, pengendalian alat ukur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, semua kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari proses Realisasi Produk. Pada tahapan ini Persyaratan Pelanggan merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah Kepuasan Pelanggan.
89
Setelah proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya adalah pemeriksaan (check) hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan tindakan (action) yang diperlukan untuk perbaikan (pasal 8). Pada proses ini organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan, melakukan audit mutu internal (internal quality audit), memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi, menganalisis semua data yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses, kemudian melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai input bagi proses perencanaan selanjutnya.
Keempat proses diatas, Plan-Do-Check-Action (PDCA) merupakan satu siklus yang tidak terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA sudah seharusnya digunakan untuk meningkatkan sistem manajemen mutu (kinerja organisasi) secara kontinu.
Konsep PDCA sudah dikembangkan sejak tahun 1920-an oleh Walter Shewhart, kemudian dipopulerkan oleh Edwards Deming yang juga membawa konsep ini ke Jepang. Sampai saat ini konsep ini diyakini merupakan pemikiran terbaik dalam melakukan perbaikan secara berkesinambungan terhadap suatu sistem.
Dapat kita simpulkan bahwa proses-proses yang ada dalam sistem manajemen mutu ISO mencakup 4 tahapan + 1 tahap yaitu :
1.
Proses di manajemen puncak (tanggungjawab manajemen)
90
2.
Proses pengelolaan sumberdaya
3.
Proses realisasi produk/pelayanan
4.
Proses pengukuran, analisis dan peningkatan
5.
Proses untuk mendokumentasikan keempat proses di atas.
2.5.10.2 Alat Ukur Kinerja Pemasok
Dalam rangka monitoring dan pengembangan pemasok, PT. Denso Indonesia melalui Procurement Dept. (dibantu oleh QA Dept. dan Production Control Dept.), menerapkan beberapa prosedur sebagai alat ukurnya, yaitu :
Produksi
Procurement Dept
Permintaan Pembelian
Pemilihan Pemasok
Negosiasi dan Evaluasi Pemasok
Monitoring dan Pengembangan Pemasok
Penerimaan (Receiving)
Pemasok
Gambar 2.11 Alur Monitoring dan Pengembangan Pemasok
91
•
Supplier Performance Report : Untuk memonitor perkembangan pemasok, perbaikan dan acuan dalam penambahan atau pengurangan order serta penentuan reward terhadap pemasok/supplier dalam hal mutu (Quality), pengiriman (Delivery) dan pelayanan (Service). Penilaian ini dilakukan setiap bulan (satu kali/bulan).
Tabel 2.3 Supplier Performance Report
Seksi Terkait
Data
Max Point
QA
Mutu
40
Prod. Control
Pengiriman
40
Procurement
Pelayanan
20
TOTAL
100
Tindak lanjut setelah penilaian dilaksanakan oleh :
•
1.
Qualiy Assurance untuk masalah mutu produk
2.
Production Control untuk masalah pengiriman.
3.
Procurement untuk masalah pelayanan dan manajemen.
Vendor Monitoring Report : Untuk mengevaluasi dan memberi tingkatan dari pemasok dalam rangka untuk menjamin bahwa mutu dari part yang dikirim dipertahankan dan ditingkatkan. Bersamaan itu juga, dapat digunakan untuk menganalisa apakah hubungan bisnis dapat dilanjutkan atau tidak. Penilaian ini dilakukan satu kali dalam satu bulan. (Lihat Tabel 2.2 dan 2.3)
92
Tabel 2.4 Tabel Penentuan Nilai Bulanan
(a)
(b)
(b)
(d)
MACAM KERUSAKAN
FREKUENSI KERUSAKAN
JUMLAH KERUSAKAN
COUNTERMEASURE REPORT
PENGIRIMAN DATA
0
Reject karena fungsi nya Line Stop, All Check dan perbaik an di pemasok
Masalah berulang 3 bln berturut-turut di Pemasok
Jika diminta, countermeasure report tidak pernah dijawab
Jika diminta data tidak pernah dikirim
5
Tidak dapat dipasang, karena ukuran tidak sesuai standard, gambar, dsb
Masalah berulang 3 bln berturut-turut di PT. Denso Indonesia
Jika diminta, jawaban countermeasure report tidak jelas
Jika diminta data tidak sesuai dengan jumlah macam pemeriksaan
10
Kerusakan hanya bersifat tampak luar / visual (painting dsb)
Frekuensi masalah di atas target yang telah ditentukan
Jika diminta, jawaban countermeasure report terlambat dari waktu yang telah ditentukan
Jika diminta data dikirim terlambat dari waktu yang telah ditentukan
Jika diminta, jawaban countermeasure report tidak melebihi dari waktu yang telah ditentukan
Jika diminta data dikirim tidak melebihi dari waktu yang telah ditentukan.
Ni lai
20
Frekuensi masalah di Tidak ada bawah target kerusakan yang telah ditentukan
> 100 Pcs
51 ~ 100 pcs
10 ~ 50 pcs
≤ 9 pcs
(e)
Keterangan : -
Formula nilai = ( a + b + c + d + e )
-
Bila nilai a = 0, maka : formula nilai = ( d + e )
93
Tabel 2.5 Tabel Penentuan Kinerja
KINERJA
TINGKAT
NILAI
Sempurna
A
95 ~ 100
Tidak perlu tindakan khusus
Sangat Baik
B
85 ~ 90
Tidak perlu tindakan khusus
Baik
C
55 ~ 80
Harus diberikan peningkatan
Buruk
D
35 ~ 50
Harus diberi petunjuk untuk peningkatan
Sangat Buruk
E
0 ~ 30
CATATAN
permintaan
Bagian pembelian harus berdiskusi dengan bagian yang terkait. Bagian terkait yang harus mengambil tindakan perbaikan di pemasok termasuk per-timbangan untuk pergantian pemasok
2.6 Budaya Perusahaan dan Mutu
Apakah rahasia keunggulan bersaing Toyota dari kacamata karyawan pesaingnya? Inilah yang dikemukakan seorang karyawan General Motor. Menurutnya keunggulan kompetitif Toyota yang utama adalah Budaya Perusahaan. Temuan ini menarik karena disampaikan bukan oleh manajer puncak, tetapi seseorang yang berada shop floor. Juga bukan oleh para akademisi yang menjelaskan dengan berbagai istilah abstrak.
94
Sebagai orang produksi selama ini yang tergambar dibenaknya mengenai rahasia keunggulan kompetitif Toyota adalah apa yang sering dilontarkan oleh banyak orang, seperti sistem produksi ramping (Lean production system) yang dilandasi oleh Just-in-time dan Jidoka (tidak meloloskan produk cacat kepada operasi berikutnya) serta prakondisi pembakuan kerja dan Heijunka (level scheduling). Tetapi dalam pengamatannya dia menemukan rahasia lain yaitu budaya perusahaan, yang menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan pedoman (key drivers) untuk sistem produksi. Tanpa budaya perusahaan yang mendukung, sistem ini akan mudah ambruk dan tidak berkembang. Budaya perusahaan adalah soft side, sebagai pendukung hard side (struktural, sistem produksi, teknologi, dan desain) untuk memacu mutu.
Hard side inilah yang sering diperbincangkan dalam percaturan mengenai mutu. Buku, kuliah, seminar, pelatihan banyak sekali memberi perhatian kepada hard side, tanpa banyak mengalokasikan perhatian secara memadai kepada softside, budaya perusahaan. Hal ini juga sering diabaikan di negara kita, sehingga pengetahuan yang cukup memadai mengenai hard side, tidak menjamin kesuksesannya adalam menerapkan manajemen mutu. Perusahaan-perusahaan Jepang sejak awal, ketika mengadopsi sistem mutu selalu mempertimbangkan budaya setempat.
Mendapatkan wawasan mendalam (insight) mengenai budaya tidaklah mudah karena orang hanya melihat tampilan yang nampak (dalam khasanah budaya perusahaan disebut sebagai artefak), tetapi tidak dapat melihat
95
kedalamannya. Jika kita berkunjung ke berbagai sudut akan tampak kata-kata pajangan yang menampilkan nilai-nilai mereka. Tetapi masalahnya adalah sejauh mana kata-kata diterapkan dalam lingkungan kerja sehari-hari.
Inilah kelebihan mereka, yang sangat menghayati keyakinan dan nilainilai bersama. Segala tindakannya mengarah kepada kepuasaan pelanggan yang dibuktikan dengan fokusnya yang ketat terhadap mutu, yang cerminan ketujuh nilai dasarnya, yaitu customer first, competition and cooperation within our industry, respect for the value of people, mutual trust between employees and management, challenge and courage, applied creativity, and cost consciousness.
Dalam bidang produksi, budaya ini tampak pada saat kita melihat bagaimana anggota tim dalam shop floor, karena merekalah yang mengeksekusi rencana perusahaan dan secara langsung mengintrepetasikan budaya perusahaan sekaligus menerapkan dalam pekerjaan sehari-hari.
Bagaimana persepsi mereka terhadap masalah akan menciptakan problem solving environment yang merupakan cerminan dari nilai-nilai ini. Bagi mereka masalah adalah sebuah kesempatan untuk berkembang dan manager yang buruk adalah orang yang selalu menyatakan no problems. Masalah yang dijumpai ditelusuri dengan mencari akar permasalahan, dieksplorasi melalui pertanyaaan apa yang telah terjadi (what) dan mencari tahu mengapa terjadi (why) dan bukan mencari siapa yang bersalah (who). Bandingkan dengan situasi kebanyakan yang berada di lingkungan perusahaan-perusahaan kita. Masalah adalah sesuatu yang buruk, pertanda manager yang jelek, dan kemudian mencari siapa yang bersalah
96
dan bukan mencari apa yang salah dan mengapa terjadi. Jika perlu malah mencari kambing hitam.
Sebagai aplikasi dari nilai-nilai ini, fokus segala upaya perusahaan diletakkan pada mutu dan customer driven. Kesuksesan jangka panjang dicapai melalui penciptaan lingkungan, dimana anggota tim mempunyai keyakinan dan nilai-nilai bersama. Gaya manajemen yang diterapkan adalah keterlibatan langsung pihak manajemen yang ditandai oleh seringnya kunjungan kepada shop floor. Harapannya agar dapat melihat masalah di tangan pertama. Tentu saja gaya manajemen ini harus didukung hubungan yang mesra antara pekerja dan manajemen yang sifatnya kooperatif dan perasaan senasib. Kelihatan kok ideal sekali? Tetapi itulah yang terjadi. Dilakukan pula perlakuan kesetaraan di antara anggota organisasi untuk mendukungnya, seperti pakaian seragam dan kafetaria bersama.
Sistem penghargaan merupakan faktor penting dalam budaya perusahaan. Di Toyota penghargaan difokuskan kepada kerja sama, dan proses dianggap sama pentingnya dengan hasil. Sehingga nuansa yang tampak dalam sistem penghargaan adalah team environment. Bandingkan dengan kebanyakan perusahaan di sini yang berfokus pada individu dan hasil, yang bernuansa loner environment.
Dalam berkomunikasi bertumpu pada struktur yang terbuka dengan sesedikit mungkin hambatan sehingga menciptakan lingkungan information sharing dengan budaya konsesus. Bukankah salah satu contoh proses inovatif
97
yang penting dan berhubungan dengan orientasi mutu adalah pengurangan pengambilan keputusan yang salah.
Budaya perusahaan sebagai soft-side selayaknya mendapat perhatian yang seimbang dalam upaya membentuk organisasi yang berorientasi mutu. Budaya yang quality-oriented ini merupakan suatu perjalanan, proses, dan juga cara berpikir.
Selain
masalah
budaya
perusahaan,
leadership
mesti
ikut
jadi
pertimbangan. Perlu kehadiran pola leadership yang memberi peluang pemberdayaan dan kondusif terhadap timbulnya partisipasi dan inisiatif lini bawah.
98
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini lebih bersifat kualitatif. Penulis membahas hubungan Pelanggan dengan pemasok yang dilandasi penerapan sistem manajemen mutu ISO/TS 16949 dan budaya siklus PDCA dengan menggunakan metode penelitian kausal komparatif. Kelebihan metode ini adalah dapat menelusuri dan mengetahui penyebab dari akibat yang sudah ditentukan sebagai masalah. Dalam hal ini, diharapkan metode yang dipilih dapat mempermudah jalan bagi proses “recovery quality” produk yang sedang dihadapi. Maka pada bab ini akan dijelaskan tentang tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam memecahkan permasalahan yang ada.
3.1 Studi Pendahuluan (Survey)
Pada tahap ini penulis melakukan studi pendahuluan dengan cara melakukan survey langsung ke lapangan dan mengadakan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait objek penelitian. Survey langsung ini bertujuan untuk melihat kondisi yang sebenarnya, serta mengetahui objek penelitian yang menjadi permasalahan utama pada saat sekarang yang layak untuk diteliti lebih lanjut.
Survey selanjutnya dalam penelitian ini adalah melakukan studi literatur mengenai teori-teori yang menunjang dalam ruang lingkup penelitian yang dibahas. Studi literatur ini dimaksudkan sebagai pegangan dasar bagi penulis
99
untuk memperoleh referensi yang lengkap dan tepat untuk melakukan langkahlangkah penelitian selanjutnya.
3.2 Pengumpulan Data
Dalam tahapan pengumpulan data, data-data yang dibutuhkan untuk proses pengolahan data diperoleh melalui beberapa cara, hal ini disesuaikan dengan kondisi perusahaan, secara garis besar informasi data yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cara :
1. Observasi Lapangan ( Field Research )
Pengumpulan data di lapangan bertujuan untuk mendapatkan data primer yang akurat tentang permasalahan yang akan diteliti. Tahapan ini dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan tinjauan langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan proses produksi, serta wawancara di lapangan dengan pihak-pihak terkait yang dapat mendukung penyusunan penelitian. Tahapan ini sangat penting karena pada tahap ini penulis dapat mengetahui dengan pasti apa saja kemungkinan penyebab permasalahan yang ada di lapangan.
2. Studi Kepustakaan (Literature Research)
Studi kepustakaan ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan membaca berbagai buku-buku, diktat perusahaan, situs web, jurnal, mempelajari hasil penelitian yang sudah ada, dan lain-lain. Teori-teori dan hasil penelitian
100
yang telah ada dan memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti, dijadikan landasan teori sebagai kerangka berfikir bagi penyelesaian tahap-tahap penelitian dari awal sampai akhir pada penulisan laporan. Landasan teori yang diperoleh dari literatur menjadi pegangan dalam menurunkan variable-variabel penelitian, serta dapat memberikan control terhadap arah penelitian secara keseluruhan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua yang berhubungan erat dengan sistem manajemen mutu, budaya kaizen, standar mutu internasional dan cara-cara perbaikan mutu.
3. Wawancara (Interview Research)
Adalah mengadakan tanya jawab dan diskusi secara langsung kepada pihak yang terkait di PT. Denso Indonesia dan PT. Induro Internasional, data yang didapat terutama berperan sebagai pengganti data-data dari dokumen perusahaan yang tidak boleh dipublikasikan secara umum (confidential).
3.3 Pembahasan Masalah
Pada bagian ini, berdasarkan masalah yang telah disebutkan paba bab sebelumnya, penulis membahas dan menganalisa perbaikan mutu dengan pendekatan metoda penyelesaian masalah yang diterapkan dalam gugus kendali mutu atau QCC di PT. Denso Indonesia, yaitu penyelesaian masalah melalui implementasi 8 langkah pada siklus PDCA dan kaizen. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembahasan masalah tersebut, adalah :
LANGKAH 1
Identifikasi masalah
101
LANGKAH 2
Memahami keadaan sekarang
LANGKAH 3
Menetapkan tujuan
LANGKAH 4
Mendalami sifat dan inti masalah
LANGKAH 5
Menyusun konsep tindakan penanganan
LANGKAH 6
Melaksanakan tindakan penanganan
LANGKAH 7
Memeriksa hasil
LANGKAH 8
Mengkonsolidasikan dan secara lateral mengembangkan hasil
8.
Mengkonsolidasikan dan secara lateral mengembangkan hasil
7. Memeriksa hasil
1. 2. 3. 4. 5.
6.
Identifikasi masalah Memahami keadaan sekarang Menetapkan tujuan Mendalami sifat dan inti masalah Menyusun konsep tindakan penanganan
Melaksanakan tindakan penanganan
Gambar 3.1 “8 Langkah” pada Siklus PDCA
102
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Umum Perusahaan
Data umum perusahaan adalah data yang telah ada di perusahaan, penulis mendapatkannya langsung dari pembimbing lapangan perusahaan melalui wawancara dan diskusi. Beberapa data disajikan tidak selengkap format aslinya.
PT. Denso Indonesia
4.1.1.1 Sejarah dan Lokasi Perusahaan
PT. Denso Indonesia didirikan dengan akte notaris Kartini Mulyadi S.H. No. 77, pada tanggal 12 Mei 1975, mempunyai unit operasi di : (i)
Head Office : Jalan Gaya motor 1 no.6, Sunter II, Kelurahan Sungai Bambu, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dengan luas area 3.78 ha.
(ii)
Bekasi Plant : Jalan Kalimantan Blok E 1 – 2, Kawasan Industri MM2100, Cikarang Barat – Bekasi. Luas area 10 ha. Didirikan dengan nama PT. Nippondenso Indonesia Incorporated. Tahun
1998 berubah menjadi PT. Dendo Indonesia Corporation. Dan kemudian pada tahun 2004 berubah menjadi PT. Denso Indonesia.
4.1.1.2 Falsafah Perusahaan 1.
Catur Dharma :
•
Menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.
103
2.
•
Memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan.
•
Saling menghargai dan membina kerjasama.
•
Berusaha mencapai yang terbaik.
Filosofi PT. Denso Indonesia :
♦
Misi : Dengan kebersamaan dan pandangan ke depan, ikut berperan serta menuju dunia yang lebih baik.
♦
Prinsip Manajemen :
•
Memberikan kepuasan pelanggan melalui mutu produk dan pelayanan.
•
Pertumbuhan
global
melalui
antisipasi
terhadap
setiap
perubahan.
•
Menjaga kelestarian lingkungan dan keharmonisan dengan masyarakat.
•
Mengutamakan kepentingan perusahaan dan penghargaan individu.
♦
3.
Spirit Individu :
•
Berfikir kreatif dan mantap dalam tindakan.
•
Mampu bekerjasama dan menjadi pelopor.
•
Dapat dipercaya dengan meningkatkan kemampuan diri.
Kebijakan Mutu :
•
Mencegah terjadinya barang cacat (Tsukuranai)
•
Mencegah perpindahan barang cacat (Nagasanai)
•
Berbagi pengalaman untuk mencegah barang cacat (Yokotenkai)
104
4.1.1.3 Struktur Organisasi
PT. Denso Indonesia dengan jumlah karyawan per Januari 2009 sebanyak 2663 orang (2636 orang pekerja lokal, 27 orang pekerja asing), memiliki struktur organisasi sebagai berikut : Director/Deputi
GM / AGM
Dept. Manager
Administration
HR / GA
GA HR
Information system
Information System
Finance & Accounting
Accounting
Commisioners Corporate
Finance
Board Of Director
Business Planning
Cost Planning
Procurement
Procurement
Sunter Plant Bekasi Plant
Factory Engineering Design
Design
Production Engineering
Production Engineering
Production
Production
Quality Assurance
Inspection Quality Assurance
Production Control
Finished Good Parts
Factory Support
Maintenance
Maintenance
Machinery
Machinery Utility
Distribution
Export & Import Domestic
Gambar 4.1 Struktur Organisasi PT. Denso Indonesia
105
4.1.1.4 Produk dan Jaringan Usaha
PT.
Denso
Indonesia
adalah
sebuah
perusahaan
patungan
penanaman modal asing. Patungan antara Jepang, Singapura dan Indonesia yang diwakili oleh Denso, Toyota dan Astra International. PT. Denso Indonesia bergerak dalam produksi komponen otomotif/kendaraan bermotor antara lain : Car Air Conditioner, Bus Air Conditioner, Compressor W/Mg. Clutch, Spark Plug, Stik Coil, O2 Sensor, Alumunium Radiator, Wiper Blade, Filter, ISCV, Horn, Alternator, dll.
Memiliki pasar yang sudah “go international”, dengan jaringan usaha dan daftar pelanggan sebagai berikut :
1.
OEM (Original Equipment Market) •
PT. Tjahja Sakti Motor (BMW)
•
PT. Toyota Astra Motor (Toyota)
•
PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (Toyota)
•
PT. Yamaha Indonesia Motor MFG (Yamaha)
•
PT. Unicor Prima Motor (Mazda)
•
PT. Prospect Motor (Honda)
•
PT. Astra Honda Motor (Honda)
•
PT. Pantja Motor (Isuzu)
•
PT. Astra Daihatsu Motor (Daihatsu)
•
PT. National Motor Co.
106
2.
•
PT. Mitsubishi Kramayudha Motor and MFG (Mitsubishi)
•
PT. Mesin Isuzu Indonesia (Isuzu)
•
PT. Kubota Indonesia
•
PT. Kramayudha Tiga Berlian Motor (Mitsubishi)
•
PT. Indomobil Suzuki International (Suzuki)
•
PT. Honda Prospect Engine (Honda)
•
PT. German Motor Manufacturing
•
PT. Hino Indonesia Manufacturing
Replacement Market/After Market : •
3.
Dealer Network Seluruh Wilayah Indonesia.
Export Market : •
China,
•
Thailand,
•
Australia,
•
Taiwan,
•
Malaysia,
•
Singapore,
•
New Zealand,
•
Japan,
•
Philiphines,
•
India, etc.
107
Alternator
Busi
Bus Air Conditioner
Horn
ISCV
Car Air Conditioner
O2 Sensor
Blade Wiper
Air Cleaner
Compressor
Stik Coil
Radiator
Gambar 4.2 Produk-pruduk PT. Denso Indonesia
108
4.1.1.5 Sistem Manajemen Mutu
PT. Denso Indonesia komitmen terhadap standar mutu yang tinggi demi kepuasan pelanggan dan masuk ke pasar global, oleh karena itu perusahaan mengadopsi sistem manajemen mutu internasional, seperti :
1.
ISO 9001 : 1994, sertifikasi tahun 1998
2.
QS 9000, sertifikasi tahun 2000
3.
ISO/TS 16949, sertifikasi tahun 2004
4.1.1.6 Aktivitas Gugus Kendali Mutu / QCC
Kegiatan gugus kendali mutu atau QCC di PT. Denso Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1987. Kegiatan ini telah banyak membantu dalam ikut serta memperbaiki mutu di tempat kerja. Berbagai masalah mutu telah berhasil diselesaikan dan sejumlah prestasi telah diraih di berbagai kompetisi.
Kegiatan gugus kendali mutu di perusahaan dapat berupa :
1.
Training ; pengenalan QCC, Solving Problem dengan “seven tools”, QCC Leader, dll
2.
Pertemuan kelompok-kelompok kecil, minimal satu kali per bulan.
3.
Kompetisi QCC mulai tingkat internal perusahaan hingga se-Denso overseas group.
109
Tabel 4.1 Prestasi QCC PT. Denso Indonesia
Tahun
1999
Jml Karyawan Jumlah Tema Total 1.121
Aktif Group Selesai 417
71
32
PRESTASI The Best Astra Component Convention Circle (LUPUS I) The Best on TMC Convention Circle ( RATU IMPALA ) To the DNJP Convention Circle ( LUPUS IV )
2000/2001 1.756
325
67
9
Runner Up Astra Component Convention Circle To the TMC Convention Circle ( TUNAS )
2001/2002 1692
1109
105
58
The Best Astra Component Convention Circle (LUPUS IV) To the TMC Convention Circle ( TUNAS ) To the Astra Intl Convention Circle (LUPUS 4/Best 4 : Jan 2002)
2002/2003 1692
1216
128
45
The Best Astra Component Convention Circle ( MR. DIE 3 ) The Best 6 Astra Component Convention Circle ( LUPUS 2 ) To the TMC Convention Circle ( JANKYS-2 / Best 4, Nov ' 02)
2003/2004 1872
771
138
36
To the Astra Intl Convention Circle ( MR. DIE 3 ) Runner Up Astra Component Convention Circle Runner Up Astra Component Convention Circle
2004/2005 1945
795
158
49
The Best 2 Astra Intl Convention Circle ( LUPUS 1 ) Silver TMC Convention Circle ( H-TAFF ) The Best 6 Astra Intl Convention Circle ( SAKURA )
2005/2006 2173
1484
162
69
Silver TMC Convention Circle ( SAKURA ) The Best Astra Component Convention Circle ( LUPUS 2 ) The Best 3 Astra Component Convention Circle ( SAKURA ) Silver TMC Convention Circle ( LUPUS 4 )
2006/2007 2045
1464
164
84
The Best Astra Component Convention Circle ( PROCOLD ) The Best 3 Astra Component Convention Circle ( RUBBER ) The Best Astra Component Convention Circle ( PROCOLD ) The Best Astra Component Convention Circle ( LUPUS 2 )
2007/2008 2045
1366
167
65
The Best 3 Astra Component Convention Circle ( BUMS ) Silver TMC Convention Circle ( CUAT & PIPA ) Runner Up Astra Intl Convention Circle ( PROCOLD )
110
Perkembangan Group QCC
Jumlah Group
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
2000 / 2001
2001 / 2002
2002 / 2003
2003 / 2004
2004 / 2005
2005 / 2006
2006 / 2007
2007 / 2008
67
105
128
138
158
162
164
167
Group QCC
Gambar 4.3 Perkembangan Group QCC PT. Denso Indonesia
PT. Induro Internasional
4.1.2.1 Sejarah dan Lokasi Perusahaan
PT. Induro Internasional merupakan sebuah pabrik yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan Fiberglass Reinforced Plastics (FRP). PT. Induro Internasional berdiri sejak 1974, beralamat di : Jl. Satria Raya 1E, Jelambar-Jakarta Barat (Head Office), dan pabrikasinya di Jl. Raya Pasar Kemis Cikupa Tangerang - Banten 15560. Saat berdiri bernama PT. Induro Fiberglass. Tahun 1998 berganti nama menjadi PT. Induro Internasional, dalam rangka ingin masuk ke pasar global.
111
4.1.2.2 Falsafah Perusahaan
1.
Visi Perusahaan
“Menjadi Perusahaan Terkemuka di bidang Plastik dan Komposit Engineering”.
2.
Misi Perusahaan
•
Komitmen terhadap kepuasan pelanggan melalui karyawan yang bermutu, jaminan mutu produk dan perbaikan terus menerus.
•
Berusaha keras memberikan nilai kepada semua stakeholders.
•
Peduli kepada karyawan, membantu mereka untuk mengembangkan potensi terbaik mereka sebagai aset perusahaan.
3.
Kebijakan Mutu : “Kami komitmen terhadap kepuasan pelanggan melalui karyawan yang bermutu, jaminan mutu produk dan perbaikan terus menerus”.
4.1.2.3 Produk dan Jaringan Usaha
Sudah lebih dari 30 tahun PT. Induro Internasional bergerak dalam bidang FRP dengan merambah berbagai daerah. Adapun Fiberglass Reinforced Plastics (FRP) dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, Produk Fiberglass Reinforced Plastics (FRP) Anti Karat meliputi Storage/Processing Tank, Vessel, Scrubber, Fume Stack, Chemical Pipe, Fitting & Ducting dan Produk Fiberglass Reinforced Plastics (FRP) Umum meliputi Motorcycle Firing, Car Bumper/Spoiler,
112
Construction/Building Material Panel Tank, Septic Tank, Door/Door Frame, Toilet/Bathroom unit.
Front Grille
Aerokit
Case Cooling Bus AC
ISCV
Busbody
Body Bajaj
Carbody
Biofil Septic Tank Biocomp Wastewater
Chemical Storage
Dural Panel Tank
Gambar 4.4 Produk-produk PT. Induro Internasional
113
Memiliki jaringan market yang cukup luas, baik domestic maupun export, yaitu :
1. Industri Kimia
•
PT. Asahimas Chemical.
•
PT. Cheil Samsung Indonesia
•
PT. Cognis Indonesia
•
PT. Dongjin Indonesia
•
PT. Hanwa Kimia Indonesia
•
PT. Indo Sukses Sentra Usaha
•
PT. Lautan Otsuka Chemical
•
PT. Pacinesia Chemical Industry, dll
2. Industri Pulp dan Kertas
•
PT. Indah Kiat Pulp & Paper.
•
PT. Kiani Kertas.
•
PT. Lontar Papyrus.
•
PT. Musi Pulp & Paper.
•
PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia., dll
3. Industri Makanan
•
PT. Aqua Golden Mississipi
•
PT. Heinz ABC
•
PT. Indofood Sukses Makmur
114
4. Industri Otomotif
•
PT. Abdi Raharja
• PT. Denso Indonesia •
PT. General Motors Indonesia
•
PT. Hino Indonesia Manufacturing
•
PT. Indomobil Suzuki International
•
PT. Pantja Motor Isuzu
•
PT. Toyota Astra Motor
•
PT. Wahana Perkasa Auto Jaya
5. Industri Transportasi Umum
•
PT. Industri Kereta Api (INKA)
•
PT. Rahayu Santosa (bus manufacturer)
•
PT. Korindo Heavy Industry (bus manufacturer)
6. Export
•
RPC Technologies Pty Ltd. (Australia)
•
Kvaerner Chemetics (Canada)
•
SPIE Enertrans (Perancis)
•
Ansaldo Energia Spa (Italia)
•
Cellchem AB (Swedia)
•
Chiyoda Corporation (Jepang), etc.
115
4.1.2.4 Struktur Organisasi
PT. Induro Internasional dengan jumlah karyawan per Desember 2008 sebanyak 580 orang, memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
Presiden Direktur
Direktur
Marketing Manager Departemen : 1. Sales GEN FRP 2. Sales ENG FRP 3. Sales Adm.
Administration Manager Departemen : 1. Finance 2. Accounting 3. Purchasing 4. HRM
Plant Manager Plant Assistan. Manager Departemen : 1. PPC 2. Engineering 3. QAC 4. PGA 5. MWH dan PGE 6. Maintenance 7. Produksi GEN FRP 8. Produksi ENG FRP
Gambar 4.5 Struktur Organisasi PT. Induro Internasional
116
4.1.2.5 Sistem Manajemen Mutu
PT. Induro Internasional juga komitmen terhadap standar mutu yang tinggi demi kepuasan pelanggan dan bersaing di pasar global, oleh karena itu perusahaan mengadopsi sistem manajemen mutu internasional, seperti :
1.
ISO 9001 : 1994, sertifikasi tahun 1999
2.
ISO 9001 : 2000, sertifikasi tahun 2000
4.1.2.6 Performance PT. Induro Internasional Tahun 2008
Berdasarkan monitoring performance tahunan terhadap sekitar 130 perusahaan pemasok PT. Denso Indonesia, pada periode April-Desember 2008, PT. Induro Internasional termasuk dalam daftar pemasok yang perlu mendapatkan tindakan pengembangan secara khusus. Salah satu point yang menjadi perhatian adalah perbaikan mutu produk FRP Case Cooling Bus AC.
Tabel 4.2 Data Performance PT. Induro Internasional Tahun 2008 (Penilaian berdasarkan pada Tabel 2.3)
Performance 2008 April Mei Juni Juli Agust Sept Okt
Nop
Des
Ratio
Mutu Produk
28
26
26
22
20
22
22
22
22
58 %
Pengiriman
40
40
40
40
40
40
40
39
40
100 %
Pelayanan
20
20
20
20
19
20
20
20
20
99 %
Total Nilai
88
86
86
82
79
82
82
81
82
86 %
117
Tabel 4.3 Data Mutu Produk FRP Case Cooling Bus AC Tahun 2008 (Penilaian berdasarkan pada Tabel 2.4 dan 2.5)
Mutu Produk 2008 April Mei
Juni
Juli Agust Sept
Okt
Nop
Des
Jenis Kerusakan
10
10
10
10
10
10
10
10
10
Frekuensi Kerusakan
10
5
5
5
5
5
5
5
5
Jumlah Kerusakan
20
20
20
10
5
10
10
10
10
Laporan Perbaikan Pengiriman Data
10
10
10
10
10
10
10
10
10
20
20
20
20
20
20
20
20
20
Total Nilai
70
65
65
55
50
55
55
55
55
TINGKAT
C
C
C
C
D
C
C
C
C
4.2 Profil Produk
Produk yang disuplay PT. Induro ke PT. Denso Indonesia adalah Case Cooling Bus Air Conditioner, yang terbuat dari FRP (Fiberglass Reinforced Plastics).
Gambar 4.6 FRP Case Cooling Bus Air Conditioner
118
5
2
6
1 4
3
Gambar 4.7 Parts Case Cooling Bus AC : 1. Case Cooling LH, 2. Case Cooling RH, 3. Cover Condenser, 4. Cover LA, 5. Cover LB dan 6. Center Cover.
4.2.1 Proses Pembuatan
Proses pembuatan Parts FRP Case Cooling Bus AC, secara umum adalah mengikuti urutan sebagai berikut :
1.
Penerimaan dan Pemilihan Material
2.
Proses Cetak, meliputi :
•
Spraying : proses penyemprotan lapisan Gel coat
•
Drying : proses pengeringan pada suhu ruangan, selama 3-5 jam
•
Laminasi : proses pelapisan lembaran Fiberglass
•
Stacking : proses penyimpanan dan Drying tahap ke-2
119
3.
Take off Die / Dismould : proses pelepasan hasil cetak dari mould
4.
Trimming, meliputi :
5.
•
Marking / mal
•
Cutting
•
Drilling
Accessories Setting, meliputi :
•
Flatness : proses penghalusan permukaan
•
Fitting : pemasangan Nut, Bracket, Wire Netting
•
Pemasangan Insulator.
6.
Final Assembling : proses pemasangan Case Cooling dan Cover Cooling
7.
Appearance Inspection
8.
Rework, jika ada
9.
Packing
Masing-masing proses mempunyai SOP (Standard Operating Procedure) nya sendiri. Sebagian besar proses-proses di atas dikerjakan secara manual (Hand made). Pengerjaan secara manual seperti ini rentan dengan kegagalan proses, oleh karenanya memerlukan skill atau keterampilan operator yang sangat tinngi, di samping jam terbang atau pengalamn produksi. Pengalaman biasanya juga membentuk “sense” yang baik dalam melakukan sesuatu sesuai dengan standarnya.
120
Tabel 4.4 Potensi kegagalan proses produksi
No
Proses Produksi
Potensi Kerusakan/cacat
1
Pemilihan Material
Salah material
2
Spraying
Bubble, tipis, kotor
3
Drying
Crack
4
Laminasi
Bubble
5
Stacking
Crack
6
Dismould
Crack
7
Marking
Gompal, salah marking
8
Cutting
Gompal, crack
9
Drilling
Gompal, tidak center
10
Flatness
Tipis, bergelombang
11
Fitting Nut
Tidak center
12
Fitting Bracket
Bracket miring, Ripet kendor
13
Fitting Wire Netting
Ripet kendor
14
Fitting Insulator
Kotor, Insulator gampang lepas
15
Final Assembling
Crack
4.2.2 Produk Cacat Periode Oktober-Desember 2008
Berdasarkan hasil pemeriksaan mutu produk pada periode bulan Oktober sampai Desember 2008, diperoleh data kerusakan / cacat produk, seperti pada tabel-tabel di bawah ini :
121
Tabel 4.5 Check Sheet Case Cooling (RH dan LH)
2008
Bulan Pemeriksaan Masalah Okt
Nop
Des
Qty Check Parts / Month
220
168
268
Qty Parts x Item Check
1540
1176
1876
1
Gompal di Area Nut M8
25
22
21
2
Crack pada Radius Profile
1
9
4
3
Crack pada Cutting Line
2
5
2
4
Crack di Area Nut M8
2
0
3
5
Crack pada Profil Duct.
4
0
0
6
Crack di Area Nut M6
0
0
0
7
Gompal di Area Nut M6
0
0
0
Total Kerusakan
34
36
30
Persentase (Kerusakan/Item Check)
2,21%
3,06%
1,60%
Tabel 4.6 Check Sheet Cover Cooling (LA dan LB)
2008
Bulan Pemeriksaan Masalah Okt
Nop
Des
Qty Check Parts / Month
220
168
268
Qty Parts x Item Check
1100
840
1340
1
Gompal pada Hole Dia 12 mm
16
10
14
2
Crack pada Cutting Line
1
2
2
3
Crack pada Hole Dia 12 mm
2
0
0
4
Crack pada Permukaan
0
0
0
5
Curve Max. 10 mm
0
0
0
Total Kerusakan
19
12
16
Persentase (Kerusakan/Item Check)
1,73%
1,43%
1,19%
122
Tabel 4.7 Check Sheet Cover Condenser
2008
Bulan Pemeriksaan Masalah Okt
Nop
Des
Qty Check Parts / Month
110
84
134
Qty Parts x Item Check
440
336
536
1 Crack pada Cutting Line
4
1
1
2 Tipis & Crack di Hole Instal Belakang
0
0
0
3 Tipis & Crack di Hole Instal Depan
0
0
0
4 Crack pada Permukaan
0
0
0
Total Kerusakan
4
1
1
Persentase (Kerusakan/Item Check)
0,91%
0,30%
0,19%
Tabel 4.8 Check Sheet Cover Center
2008
Bulan Pemeriksaan Masalah Okt
Nop
Des
Qty Check Parts / Month
110
84
134
Qty Parts x Item Check
440
336
536
1 Bubble di Cutting Line
0
0
0
2 Tipis di Hole Instal
0
0
0
3 Crack pada Cutting Line
0
0
0
4 Crack pada Permukaan
0
0
0
Total Kerusakan
0
0
0
Persentase (Kerusakan/Item Check)
0,00%
0,00%
0,00%
123
Persentase kerusakan / item check masing-masing Parts, ditunjukan oleh diagram pareto di bawah ini :
Persentase Kerusakan Produk Case Cooling Bus AC
3,50% 3,00% Persentase
2,50% 2,00% 1,50% 1,00% 0,50% 0,00%
Case Cooling Cover Cooling (LH+RH) (LA+LB)
Cover Condenser
Center Cover
Okt-08
2,21%
1,73%
0,91%
0,00%
Nop-08
3,06%
1,43%
0,30%
0,00%
Des-08
1,60%
1,19%
0,19%
0,00%
Gambar 4.8 Diagram Pareto Kerusakan Case Cooling Bus AC
Berdasarkan data-data di atas kerusakan atau cacat produk pada Case Cooling (LH+RH) menduduki peringkat pertama yang harus diprioritaskan untuk ditindaklanjuti, dengan jenis kerusakan seperti pada diagram pareto di bawah ini :
124
Jenis Kerusakan pada Case Cooling LH dan RH
Jumlah Kerusakan
30 25 20 15 10 5 0
Gompal di Crack pada Crack pada Crack di Crack pada Crack di Gompal di Area Nut Radius Cutting Area Nut Profil Area Nut Area Nut M8 Profile Line M8 Duct. M6 M6
Okt-08
25
1
2
2
4
0
0
Nop-08
22
9
5
0
0
0
0
Des-08
21
4
2
3
0
0
0
Gambar 4.9 Diagram Pareto Jenis Kerusakan Case Cooling (LH+RH)
Dan secara lebih spesifik lagi pada kasus cacat produk Case Cooling (LH+RH), yang harus diturunkan cacat atau kerusakannya adalah “Gompal di Area Nut M8”.
Selanjutnya rasio cacat atau kerusakan jenis ini akan menjadi target tindakan perbaikan mutu produk pada bab analisis.
125
BAB V ANALISIS 5.1 Plan-Do-Check-Action Dasar Model ISO/TS 16949
Seperti telah diuraikan pada tinjauan pustaka di atas, di dalam srtuktur dasar ISO/TS 16949 atau ISO 9000, yang menjadi persyaratan sertifikasi, hanyalah 5 pasal penting seperti diuraikan di bawah. Dimana pada tataran implementasinya, baik PT. Denso Indonesia maupun PT Induro Internasional sudah sama-sama melakukannya, yaitu :
•
Pasal 4 : Sistem Manajemen Mutu, ISO 9001 dan ISO/TS 16949.
•
Pasal 5 : Tanggungjawab Manajemen, diantaranya “Quality Policy”.
•
Pasal 6 : Manajemen Sumber Daya, seperti adanya struktur organisasi.
•
Pasal 7 : Realisasi Produk, variasi produk-produk bermutu.
•
Pasal 8 : Pengukuran, Analisis dan Perbaikan, yaitu melakukan monitoring dan improvement yang berkesinambungan.
Adapun penerapkan lebih detail dari kelima pasal tersebut di atas, yang berkaitan erat dengan konsep “Plan-Do-Check-Action”, adalah sebagai berikut.
Jika dikelompokkan secara pendekatan proses dengan siklus PDCA, maka pasal 5 : Tanggung jawab Manajemen dan pasal 6 : Manajemen Sumber Daya merupakan bagian dari Proses Perencanaan (plan), pasal 7 : Realisasi Produk merupakan bagian dari Proses Melakukan (do), dan pasal 8 : Pengukuran,
126
Analisis dan Perbaikan merupakan bagian dari Proses Pemeriksaan (check) dan Proses Tindakan (Action). Integrasi proses-proses Plan-Do-Check-Action (PDCA) tersebut secara sistematik akan menghasilkan suatu pendekatan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4) kearah perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Dalam model proses standar di atas, manajemen suatu organisasi harus memahami persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu (pasal 4), kemudian menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen mutu, menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu, melakukan penetapan dan pendelegasian tugas dan wewenang, menunjuk wakil manajemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan sistem manajemen mutu dan melakukan tinjauan manajemen (pasal 5). Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan Proses Perencanaan (plan), dan organisasi harus memenuhi proses ini terlebih dahulu dalam memulai suatu sistem manajemen mutu, barulah kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk kelengkapan proses ini.
Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu organisasi/perusahaan seperti; Presiden Direktur, Direktur, General Manager, atau fungsi yang mengatur jalannya organisasi secara integral.
Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan) adalah Pengelolaan Sumber Daya (pasal 6), dimana organisasi menetapkan sumber daya-sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan sistem manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya
127
manusia (karyawan), infrastruktur (bangunan, peralatan proses, alat transportasi, komunikasi, dan sebagainya), dan lingkungan kerja.
Pada tahap selanjutnya organisasi harus melaksanakan (do) perencanaanperencanaan yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi Produk (pasal 7). Pada proses ini organisasi menetapkan semua kebutuhan untuk membuat proses, melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor, inspeksi, pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria keberterimaan produk, komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan
pengembangan, pembelian, kegiatan
pengendalian
perlengkapan produksi dan pelayanan, pengendalian alat ukur, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, semua kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari proses Realisasi Produk. Pada tahapan ini Persyaratan Pelanggan merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah Kepuasan Pelanggan.
Setelah proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya adalah pemeriksaan (check) hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan tindakan (action) yang diperlukan untuk perbaikan (pasal 8). Pada proses ini organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan, melakukan audit mutu internal (internal quality audit), memonitor dan mengukur proses-proses dan produk, melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi, menganalisis semua data yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses, kemudian melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai input bagi proses perencanaan selanjutnya.
128
Melakukan analisis data proses, tindakan perbaikan dan pencegahan, merupakan pendorong untuk terus menggulirkan siklus PDCA, berikut adalah penjelasan tentang kegiatan-kegiatan tersebut :
1. Analisis Data
Sebagai kelengkapan dari sistem manajemen mutunya, organisasi juga harus melakukan analisis terhadap data-data yang berkaitan dengan; hasil survei kepuasan pelanggan, kesesuaian dengan persyaratan produk, karakteristik dan kecenderungan proses (process capability) dan kemampuan pemasok. Organisasi dibebaskan untuk menggunakan metode apa saja yang relevan dalam melakukan analisis data. Sejumlah metode yang biasa digunakan antara lain; metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Measurement), metode pengendalian proses secara statistik (Statistical Process Control), metode identifikasi dan analisis resiko (Failure Mode & Effect Analysis atau FMEA), perangkat pengendalian mutu yang sering digunakan dalam aktivitas QCC (Seven
QC tools), metode pengukuran kinerja (Balanced Scorecard), metode evaluasi kinerja pemasok (Supplier Performance Evaluation), dan sebagainya.
2. Tindakan Perbaikan
Seperti telah dijelaskan dalam penjelasan di atas, tindakan perbaikan adalah tindakan untuk mencegah suatu ketidaksesuaian agar tidak terulang kembali. Rangkaian proses tindakan perbaikan diawali dengan pemeriksaan dan identifikasi terhadap ketidaksesuaian yang terjadi. Setelah diperoleh gambaran
129
yang jelas tentang ketidaksesuaian maka dilakukan proses pengumpulan data dan penentuan penyebab-penyebab dari timbulnya ketidaksesuaian tersebut, dalam hal ini berdasarkan pengalaman penulis, metode diagram tulang ikan (fishbone
diagram) atau metode diagram pohon (tree chart) cukup efektif untuk digunakan. Begitu, maka dicari tindakan-tindakan yang cocok untuk menghilangkan penyebab ketidaksesuaian. Mungkin akan didapat beberapa alternatif tindakan yang baik untuk dilakukan, namun tindakan yang paling efektif dan efisien harus pertama kali dipilih sebelum tindakan alternatif lainnya dijalankan.
Sebelum tindakan yang diperlukan dijalankan, maka perlu ditetapkan terlebih
dahulu
pihak
yang
berwenang
(penanggungjawab)
untuk
pelaksanaannya. Tindakan perbaikan kemudian dilaksanakan sesuai dengan keputusan yang ditetapkan dan hasil-hasil dari tindakan perbaikan yang diambil harus dipelihara sedemikian rupa untuk keperluan verifikasi atau peninjauan ulang (evaluasi). Jika tindakan perbaikan yang diambil tidak berhasil menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang dimaksud, yang ditunjukkan dengan berulangnya kembali ketidaksesuaian yang sama, maka evaluasi terhadap tindakan perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin untuk menetapkan tindakan berikutnya yang lebih tepat.
3. Tindakan Pencegahan
Tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab potensial ketidaksesuaian dalam rangka mencegah terjadinya ketidaksesuaian. Dengan kata lain suatu ketidaksesuaian sebenarnya belum terjadi, namun
130
ditemukan adanya penyebab potensial untuk timbulnya ketidaksesuaian tersebut, maka tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab tersebut. Seperti halnya tindakan perbaikan, maka tindakan pencegahan juga mencakup: penentuan potensi ketidaksesuaian yang akan terjadi termasuk penyebabnya, mengevaluasi atau menetapkan sejumlah tindakan pencegahan yang bisa diambil, menentukan dan menjalankan tindakan, merekam hasil-hasil tindakan yang diambil, dan meninjau (mengevaluasi) tindakan pencegahan yang telah diambil.
5.2 Siklus PDCA konsep dasar Gugus Kendali Mutu
Di PT. Denso Indonesia, siklus PDCA dianggap sebagai konsep fundamental dalam melakukan pendekatan dan melaksanakan pekerjaan. PDCA adalah cara kita terlibat di dalam pemecahan masalah. Melaksanakan siklus PDCA berarti tidak berhenti ketika tindakan penanganan khusus telah dilaksanakan. Siklus tersebut melibatkan refleksi yang telah dipertimbangkan setelah pelaksanaan, dan menghubungkan hasil refleksi dengan tindakan berikutnya. Dengan melakukan hal tersebut memungkinkan pemecahan masalah yang rasional dan efisien.
Dengan terus-menerus mengikuti dan mengulang siklus PDCA, menjadikan mungkin untuk meningkatkan proses pemecahan berbagai masalah secara terus menerus, “continuous improvement”. Konsep ini sejalan dengan implementasi pengembangan sistem manajemen mutu ISO/TS 16949.
131
Pengembangan sistem manajemen mutu ISO/TS 16949, bertujuan untuk : •
Melakukan perbaikan terus menerus,
•
Menekankan pada pencegahan produk cacat, dan
•
Mengurangi variasi dan proses yang tidak bernilai tambah pada rantai supplay.
Terkait dengan masalah mutu produk di PT. Induro Internasional, kontribusi PT. Denso Indonesia dalam hal implementasi ISO/TS 16949 adalah mentransformasikan budaya PDCA sebagai salah satu usaha mengembangkan pemasok. PT. Induro harus memahami dan mau menjadikan PDCA merupakan bagian pendekatan penyelesaian masalah sehari-hari, bagi semua level karyawan.
Salah satu kegiatan PDCA yang melibatkan semua level karyawan adalah gugus kendali mutu atau QCC. Di PT. Denso Indonesia, QCC sudah menjadi keseharian karyawannya. Dari tahun ke tahun budaya ini terus meningkat, terutama
setelah
diimplementasikannya
sistem
manajemen
mutu
ISO/TS 16949. Di sisi lain, aktivitas QCC ini belum familiar bagi sebagian besar karyawan PT. Induro Internasional, sehingga kesenjangan ini menjadi prioritas perhatian PT. Denso Indonesia.
Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka di atas, ada hal-hal penting terkait kegiatan gugus kendali mutu atau QCC, yaitu : 1.
Azas dasar aktivitas gugus kendali mutu :
•
Partisipasi semua orang.
132
2.
•
Belajar sendiri dan saling belajar.
•
Menerapkan metode-metode Quality Control.
•
Memecahkan masalah di tempat kerja.
Peran gugus kendali mutu dalam manajemen tempat kerja :
•
Menyikapi, resfonsif dan pro-aktif, terhadap perubahan nilai-nilai, peningkatan usia dan dinamika anggota.
•
Sebagai sarana untuk meningkatkan skill, meningkatkan penghargaan individu, ketahanan menghadapi masalah, dan meningkatkan prestasi
Melihat hal-hal penting di atas, tidaklah berlebihan kalau tranformasi budaya PDCA yang berbentuk kegiatan-kegiatan kelompok improvement, gugus kendali mutu, atau kegiatan budaya PDCA lainnya, menjadi prioritas utama dalam proses implementasi ISO/TS 16949, yaitu pengembangan mutu pemasok secara menyeluruh dan sistemik. Sehingga nantinya tidak hanya standard dokumen atau ke-administrasian lainnya yang berstandard internasional, tetapi kemampuan mengendalikan mutu produk pun bertaraf global, sesuai tuntutan regulasi global itu sendiri.
5.3 Penyelesaian Masalah melalui 8 Langkah pada Siklus PDCA
Seperti telah dijelaskan pada metodologi penelitian, bahwa pembahasan masalah yang sedang dihadapi PT. Induro Internasional terkait dengan perbaikan mutu produk Case Cooling Bus Air Conditioner akan diselesaikan dengan pendekatan penyelesaian masalah yang diterapkan dalam gugus kendali mutu /
133
QCC di PT. Denso Indonesia, yaitu melalui 8 langkah pada siklus PDCA sebagai berikut :
LANGKAH 1 : Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil investigasi di internal perusahaan PT. Denso Indonesia, diperoleh informasi bahwa ada masalah dengan produk yang disuplay PT Induro Internasional, tepatnya ditemukan cacat produk pada Case Cooling Bus AC, kejadian ini ditemukan berulang-ulang, hingga pada saat monitoring pemasok semester kedua tahun 2008, cacat produk ini telah menempatkan PT. Induro Internasional pada daftar pemasok yang harus mendapat perlakuan khusus sesuai tuntutan prosedure ISO/TS 16949. Dalam hal ini, data performance PT. Induro Internasional seperti ditunjukan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.
LANGKAH 2 : Memahami Keadaan Sekarang
Permasalahan yang sedang dihadapi saat ini adalah cacat produk Case Cooling Bus AC. Berdasarkan hasil pemeriksaan mutu pada bulan Oktober sampai Desember 2008 di QA Dept., dari 6 parts yang disuplay PT. Induro, diperoleh data parts yang paling banyak cacat adalah Case Cooling LH+RH (sebanyak 100 kasus), seperti ditunjukan pada Tabel 4.5 sampai 4.8, dan diagram pareto pada Gambar 4.8. Dan dari hasil pemeriksaan yang sama diperoleh data, jenis kerusakan atau cacat produk terbanyak pada Case Cooling LH+RH adalah “Gompal di Area Nut M8” sebanyak 68 kasus, seperti ditunjukan pada diagram pareto Gambar 4.9.
134
LANGKAH 3 : Menetapkan Tujuan
Setelah memahami keadaan yang sebenarnya, tahap berikutnya adalah menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Pada kasus ini, target pencapaian kuantitaif yang diharapkan adalah penurunan rasio cacat atau kerusakan / item check sebesar 20 % dari rata-rata rasio cacat di periode Oktober sampai Desember 2008, penurunan ini ingin dicapai mulai bulan Januari 2009, melalui tim improvement PT. Denso Indonesia dan PT. Induro Internasional..
LANGKAH 4 : Mendalami Sifat dan Inti Masalah
Pada permasalahan mutu produk di atas, yang paling mudah untuk dipahami adalah proses produksi FRP Case Cooling itu sendiri. Sebagian besar, dilakukan secara manual (Hand Made). Proses manual seperti ini biasanya lebih rentan menghasilkan produk cacat, dibandingkan menggunakan proses-proses otomasi. Untuk cacat “Gompal di Area Nut M8”, yang dicurigai sebagai penyebab kerusakan adalah penyimpangan proses drilling dan trimming Nut, yang menghasilkan hole tidak center atau tidak bulat, sehingga saat diassembling jadi rusak / gompal.. Berkaitan dengan proses tersebut, untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui Fishbone diagram seperti di bawah ini :
135
Pengukuran Tidak Teliti Salah Marking Tdk ada Go no go
Manusia
Alat
Pengawasan Mata Bor Salah jelek Alat Skill Kurang Marking Salah Tdk Konsentrasi Aus/Tumpul
Pengendalian Suhu tidak tepat Kotor dan berdebu Lingkungan
Design Proses Salah
Gompal Di Area Nut M8
Jig Pasang Nut Tidak Sesuai Proses Manual
Proses
Gambar 5.1 Fishbone Diagram “Gompal di Area Nut M8”
Penjelasan Diagram Fishbone “Gompal di Area Nut M8” :
1.
Manusia Faktor manusia merupakan potensi penyebab terjadinya cacat produk, faktor ini berkaitan dengan skill atau kemampuan operator saat melakukan proses drilling, konsentrasi operator dan yang tidak kalah penting adalah kedisiplinan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP.
2.
Alat Alat yang dimaksud adalah penggunaan mata bor khusus untuk FRP, penggunaan alat marking (semacam penitik untuk centering) dan kondisi keausan dari alat-alat yang digunakan, misalnya : mata bor tumpul.
136
3.
Proses Proses yang manual itu sendiri punya potensi yang besar menciptakan produk cacat. Kemudian penggunaan jig saat trimming Nut, dan yang tidak kalah penting adalah design dari proses pengerjaan drilling dan trimmingnya, misal penggunaan stopper atau pemilihan alat bantu lainnya.
4.
Pengukuran Pengukuran yang tidak teliti, salah marking dan tidak ada Go no go berpotensi menghasilkan produk cacat.
5.
Lingkungan Lingkungan di sekitar pengerjaan drilling sangat berpengaruh, terutama terhadap operator, kondisi lingkungan yang kotor, berdebu dan panas akan sangat mengganggu kenyamanan bekerja, dan pada saat yang sama sangat rentan terjadinya produk cacat.
LANGKAH 5 : Menyusun Konsep Tindakan Penanganan
Pada proses aktual menyusun konsep tindakan penanganan, penting melibatkan semua anggota tim. Kunci keberhasilan dalam pemecahan masalah adalah bahwa semua anggota memahami proses yang dibutuhkan untuk mencapai suatu solusi dan semua orang bersama-sama memberikan kontribusi. Tentu saja, ada pandangan-pandangan individual dan perbedaan nilai di antara para anggota, tetapi mutlak perlu bahwa di dalam proses bekerja sama untuk mencapai suatu hasil, baik tim Denso, maupun tim dari Induro harus saling menghormati nilai-
137
nilai yamg melatarbelakangi satu sama lain dan mengkonsentrasikan sumberdaya yang ada. Merujuk pada berbagai masukan dari tim improvement dan analisis fishbone, maka dihasilkan beberapa konsep tindakan penanganan masalah sebagai berikut : 1. Proses drilling yang awalnya 2 step (pertama, drilling dengan diameter mata bor 8 mm, dan step kedua dengan mata bor 9 mm) diubah menjadi satu step (langsung drilling dengan mata bor 9 mm). 2. Alat marking diganti dari pensil ke penitik / punch, untuk menjamin marking pada center lingkaran. 3. Mata Bor yang sebelumnya untuk logam umum diganti dengan mata bor khusus untuk FRP. 4. Jig install khusus untuk trimming Nut dibuat lebih panjang (M8 panjang 16 mm menjadi M8 panjang 20 mm)
5. Disediakan Go no go untuk check centering.
138
6. Edukasi operator terutama untuk selalu mengikuti SOP dan menggunakan alat pelindung diri (masker, sarung tangan dan kaca mata), sesuai standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
Untuk saat ini, tindakan penanganan yang akan diimplementasikan seperti pada point-point di atas. Tidak menutup kemungkinan pada masa-masa yang akan datang dengan terus menggulirkan siklus PDCA dan kaizen, ditemukan improvement yang lebih baik lagi.
LANGKAH 6 : Melaksanakan Tindakan Penanganan
Usulan perubahan perbaikan seperti pada langkah 5, diimplementasikan pada akhir bulan Desember 2008 hingga awal Januari 2009.
LANGKAH 7 : Memeriksa Hasil
Dari hasil perbaikan, didapat data penurunan cacat produk seperti pada tabel pemeriksaan di bawah ini :
Tabel 5.1 Check Sheet Gompal di Area Nut M8 Case Cooling (RH dan LH) 2008
Bulan Pemeriksaan Masalah
2009
Okt
Nop
Des
Jan
Qty Check Parts / Month
220
168
268
216
Qty Parts x Item Check
1760
1344
2144
1728
25
22
21
16
1,42%
1,64%
0,98%
0,93%
Gompal di Area Nut M8 (8 Titik) Persentase (Kerusakan/Item Check)
139
Cacat Produk Case Cooling LH+RH 2.00%
Persentase
1.50% 1.00% 0.50% 0.00%
Gompal di Area Nut M8 (8 Titik)
Oct-08
Nov-08
Dec-08
Jan-09
1.42%
1.64%
0.98%
0.93%
Gambar 5.2 Pareto Diagram “Gompal di Area Nut M8” Setelah Perbaikan
Secara kuantitatif terjadi penurunan cacat produk dari 22.7 pcs (rata-rata Okt-Des 2008) menjadi 16 pcs (Jan 2009) atau sekitar 30 %, dan dari waktu ke waktu nilai ini akan terus dimonitoring
Secara kualitatif hasil yang diperoleh pada proses perbaikan mutu di atas diantaranya :
1.
Meningkatnya hubungan baik antara PT. Denso Indonesia dan PT. Induro Internasional (pelanggan dan pemasok).
2.
Perbaikan mutu produk pada akhirnya akan mengurangi biaya penanganan produk cacat, meningkatkan produktivitas, memperlancar pengiriman dan secara keseluruhan akan meningkatkan kepuasan pelanggan.
140
3.
Meningkatnya semangat untuk terus melakukan improvement di tempat kerja, terutama bagi PT. Induro, yaitu dengan dibentuknya tim improvement sebagai cikal bakal munculnya tim-tim improvement lainnya yang diharapkan mengarah pada aktivitas gugus kendali mutu.
Team Leader Djoko Budi S.
Advisor Hadi S.
Secretary Achmad S.
PPC Toni Riyono
Production Subandyo
Quality Ctrl Asep S.
Engineering Didik H.
Purchasing Doliahwati
Gambar 5.3 Team Improvement PT. Induro Internasional
LANGKAH 8 : Mengkonsolidasikan dan secara lateral mengembangkan hasil
Melihat pada tindakan penanganan yang telah membuahkan hasil, dan mengingat potensi cacat produk masih mungkin terjadi (seperti ditunjukan pada tabel 4.4 sampai dengan 4.8), maka proses selanjutnya adalah membuat cara atau alat standar yang berfungsi sebagai alat anti salah (foolproof device/pokayoke) yang minimal berfungsi untuk melakukan pemeliharaan (maintenance) hasil yang sudah dicapai untuk kemudian dikembangkan dengan menyelesaikan masalahmasalah lainnya di masa yang akan datang. Yaitu diantaranya menetapkan atau
141
merevisi SOP standar lama dengan SOP standar yang baru, melakukan aktivitas gugus kendali mutu dan lain-lain, di PT. Induro Internasional, sebagai objek improvement. Hal-hal yang harus dipertimbangkan selama proses standarisasi ini adalah :
1.
Melaksanakan sesuatu dengan menggunakan pertanyaan 5W2H, sehingga setiap orang bisa melanjutkan tanpa melakukan kesalahan. Menjelaskan pertanyaan “mengapa melakukan sesuatu”, dan melakukan standarisasi dengan cara yang mudah dimengerti dan dapat dengan mudah diikuti.
2.
Menyebutkan secara jelas skala waktu revisi standarisasi terhadap SOP dan yang terpenting dibentuknya tim improvement.
3.
Melakukan kontak dengan bagian-bagian terkait lainnya untuk berbagi pengalaman dan melakukan peningkatan-peningkatan standar yang dicapai melalui kegiatan PDCA yang dilakukan secara terus menerus.
142
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tahap-tahap pembahasan yang dilakukan pada tema di atas, maka dapat diambil hal-hal penting sebagai kesimpulan dari penelitian ini, yaitu :
1.
Implementasi sistem manajemen mutu ISO/TS 16949 dengan siklus PDCAnya secara sistematik menghasilkan suatu pendekatan sistem perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
2.
Penyebab cacat produk “Gompal di Area Nut M8” pada Case Cooling LH+RH adalah :
3.
•
Kurangnya skill operator.
•
Alat bantu produksi tidak tepat.
•
Lingkungan kerja yang tidak nyaman (kotor, berdebu, panas)
Setelah perbaikan terjadi penurunan ratio cacat produk sekitar 30%, dari kondisi sebelum perbaikan.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian terhadap masalah mutu produk di PT. Induro Internasional, maka hal-hal penting yang penulis sarankan adalah :
143
•
Tingkatkan kesadaran akan pentingnya pelaksanaan siklus PDCA untuk semua level, terutama pada level pemegang kebijakan di PT. Induro Internasional.
•
Tingkatkan skill operator produksi, terutama pada proses-proses manual, seperti proses hand drilling. Serta kemampuan memilih dan menciptakan alat bantu produksi yang dapat mengurangi terjadinya produk cacat.
•
Ciptakan Lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan dengan mengacu pada standar K3.
144
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, Vincent. 2006. Total Quality Management. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
PT. Denso Indonesia. 2008. Denso Approach to Working. Alih Bahasa Indonesia. Training and Education Center PT. Denso Indonesia. Jakarta
PT. Induro Internasional. 2002. Manual Mutu ISO 9001 : 2000. QAC Departemen, PT. Induro Internasional. Tangerang
Umar, Husein. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Thesis Bisnis. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Widodo, Eko AS. 2004. Quality Manual ISO/TS 16949 : 2002. QA Departemen, PT. Denso Indonesia. Jakarta
Wishnu AP. 2008. Quality Control, Menjamin Kualitas Produk. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta
145
LA M P I R A N
146