TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Menurut Soil Survey Division Staff (1993) survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah dan peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan pengunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh pengunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007). Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya kedalam satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan-pengunaan lahan tertentu. Sifat-sifat satuan peta peta secara singkat dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut (Hardjowigeno, 2007). Survei tanah memisahkan jenis tanah dan menggambarkan dalam suatu peta beserta uraiannya. Klasifikasi dan survei merupakan dwitunggal yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan daya gunanya. Survei tanah yang dilaksanakan dapat bertujuan untuk meningkatkan pembukaan areal, penanaman baru, rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan permasalahan kerusakan tanah dan sebagainya yang akan menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan tersebut (Saputri, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe pengunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe pengunaan lahan tersebut (Hardjowigeno, 2007). Pada umumnya pelaksanaan evaluasi lahan adalah memilih sistem-sistem yang sudah ada tergantung dari kepentingan evaluasi yang akan dilakukan dan kemudian dimodifikasikan dengan keadaan setempat dan disesuaikan dengan ketersediaan data. Evaluasi lahan dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan nilai potensi suatu lahan dengan tujuan tertentu. Dalam evaluasi lahan perlu dipahami beberapa pengertian, antara lain 1) kemampuan lahan (land capability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kecocokan lahan untuk penggunaan lahan secara umum 2) kesesuaian lahan (land suitability) merupakan potensi yang didasarkan atas kesesuaian lahan untuk penggunaan lahan secara khusus 3) kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan sebelum dilakukan perbaikan lahan 4) kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan lahan, 5) karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur besarnya seperti pH tanah, tekstur tanah, curah hujan, kadar hujan, kadar NPK, asam, basa dan lain-lain (Sitorus, 1985). Dalam penelitian kelas kesesuaian lahan menurut Ritung (2007) digolongkan atas dasar kelas-kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Kelas S1
: Sangat sesuai: Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2
: Cukup sesuai: Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas
ini
akan
berpengaruh
terhadap
produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan. Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri. Kelas S3
:Sesuai marginal: Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor
pembatas
ini
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta. Kelas N
:Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.
Menilai klas kesesuaian lahan menjelaskan bahwa kesesuaian lahan dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu order S (sesuai) dan order N (tidak sesuai). Lahan yang tergolong order S adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Sedangkan yang termasuk order N adalah lahan tersebut mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga mencegah penggunaannya dengan tujuan yang telah dipertimbangkan (Sitorus, 1985).
Universitas Sumatera Utara
Kesesuaian lahan untuk tanaman pertanian pada dasarnya merupakan pencerminan
kesesuaian
kondisi
fisik
lahan
terhadap
peruntukan
yang
bersangkutan. Diketahuinya data kesesuaian lahan dan data produksi serta produktifitas pertanian daerah penelitian akan dapat menemukenali keselarasan antara kondisi lahan dengan kemampuan berproduksinya, sehingga diketahui wilayah-wilayah yang berkontribusi positif terhadap pengusahaan tanaman pertanian maupun yang bermasalah (Anggoro, 2006). Menurut FAO (1977) dalam Nasution (2005) bahwa kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu biasanya dievaluasi dengan menggunakan karakteristik lahan atau kualitas lahan. Karakteristik lahan merupakan kelengkapan lahan itu sendiri, yang dapat dihitung atau diperkirakan. Seperti curah hujan, tekstur tanah dan ketersediaan air. Sedangkan kualitas lahan lebih merupakan sifat tanah yang lebih kompleks, seperti kesesuaian kelembaban tanah, ketahanan terhadap erosi dan bahaya banjir. Karakteristik Lahan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan Karakteristik lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau di estimasi. Sifat sifat lahan yang dapat kita estimasi untuk keperluan pertanian antara lain; tanah, iklim, topografi dan formasi geologi, vegetasi, dan sosial ekonomi. Setiap satuan peta lahan yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan, karakteristiknya dirinci dan di uraikan yang mencakup keadaan lingkungan fisik dan tanahnya. Data ini digunakan untuk interprestasi dan evaluasi lahan. Dari data lengkap yang diperoleh melalui survei atau penelitian tanah dilapangan maka dapatlah dibuat kelas kesesuaian lahan (Sastrohartono, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik lahan terdiri atas 1) karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalama n tanah, lereng dan lain-lain. 2) karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain (Rayes, 2007). Sifat Fisik Tanah Tekstur tanah Tekstur tanah adalah pembagian ukuran butir tanah. Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir debu (silt), pasir, dan kerikil. Selain itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung (Ruijter, 2004). Tekstur tanah dibagi atas 12 kelas yaitu pasir (sandy), pasir berlempung (loam sandy), lempung berpasir (sandy loam), lempung liat berpasir (sandy-clay loam), lempung liat berdebu (sandy-silt loam), lempung berliat (clay loam), lempung berdebu (silty loam), debu (silt), liat berpasir (sandy-clay), liat berdebu (silty-clay), liat (clay). Suatu tanah dikatakan bertekstur pasir apabila mengandung minimal 85 % pasir, bertekstur debu apabila berkadar minimal 80 % debu dan bertekstur liat apabila berkadar minimal 40 % liat (Hanafiah, 2005). Struktur Tanah Struktur merupakan kenampakan dari fraksi-fraksi tanah (pasir, debi dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut ped (gumpalan) yang membentuk agregat (Hanafiah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Penyipatan strukur tanah meliputi 2 hal yaitu bentuk, ukuran. a. Bentuk struktur Bentuk struktur tanah dibedakan menjadi : 1. Lempeng (platy) : sumbu vertikal lebih pendek dari sumbu horisontal. 2. Prismatik (prismatic) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi atas tidak membulat. 3. Tiang (columnar) : sumbu vertikal lebih panjang dari sumbu horisontal. Sisi sisi atas membulat. 4. Gumpal bersudut (angular blocky) : sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal. Sisi-sisi membentuk sudut tajam. 5. Gumpal membulat (subangular blocky) : sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal. Sisi-sisi membentuk sudut membulat. 6. Granuler (granular) : membulat, atau banyak sisi. Masing-masing buitr ped tidak porous. 7. Remah (crumb) : membulat atau banyak sisi, sangat porous. b. Ukuran Struktur 1. Untuk bentuk struktur lempeng, granuler dan remah : - sangat halus/tipis : < 1 mm. - halus : 1-2 mm. - sedang : 2-5 mm. - kasar/tebal : 5-10 mm. - sangat kasar : > 10 mm. 2. Untuk bentuk struktur gumpal membulat dan gumpal menyudut : - sangat halus : < 5 mm.
Universitas Sumatera Utara
- halus : 5-10 mm. - sedang : 10-20 mm. - kasar : 20-50 mm. - sangat kasar : > 50 mm. 3. Untuk bentuk struktur prismatik dan tiang : - sangat halus/tipis : < 10 mm. - halus : 10-20 mm. - sedang : 20-50 mm. - kasar/tebal : 50-100 mm. - sangat kasar : > 100 mm (Mega, 2010). Drainase Tanah Parameter kondisi drainase perlu dicatat dalam kaitannya untuk penentuan klasifikasi baik kemampuan maupun kesesuaian lahan. Parameter ini dibutuhkan mengingat pengaruhnya yang besar pada pertumbuhan tanaman. Keterkaitan parameter ini dengan parameter fisik lainnya cukup besar. Pada daerah aluvial biasanya mempunyal drainase yang relatif jelek daripada pada daerah miring. Namun demikian pada lereng bukit yang bentuknya kompleks, dimungkinkan adanya cekungan atau dataran di sepanjang lereng tersebut, sehingga kondisi drainase di cekungan maupun dataran di lereng akan berbeda dengan kondisi drainase umum di lereng tersebut. Kondisi drainase pada lahan dengan batuan induk kapur akan berbeda dengan batuan vulkanik, karena kapur dapat meloloskan air, sedangkan batuan induk vulkanik umumnya didominasi oleh tekstur halus yang sulit dilalui air (Siswanto, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Kelas drainase tanah dibedakan dalam tujuh kelas sebagai berikut : 1. Cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warn agley (reduksi). 2. Agak cepat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi). 3. Baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100 cm. 4. Agak baik, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogeny tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm. 5. Agak terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warn agley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25 cm.
Universitas Sumatera Utara
6. Terhambat, tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warn agley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan atau mangan seikit pada lapisan sampai permukaan. 7. Sangat terhambat, tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan (Djaenudin dkk, 2011). Kedalaman Tanah Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa kontak lithik, lapisan padas keras, padas liat, padas rapuh. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut: K0= dalam (>90 cm) K1= sedang (90-50 cm) K2= dangkal (50-25 cm) K3= sangat dangkal (<25 cm) (Rayes, 2007). Pada satu unit lahan, kedalaman tanah mempunyai pola umum. Dibukit biasanya mempunyai kedalaman tanah terbesar dibandingkan lereng tengah.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula tanah di lereng atas umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan lereng tengah. Dengan mengikuti pola umum tersebut, maka kedalaman tanah dapat diidentifikasikan dengan penaksiran foto udara (Siswanto, 2006). Warna Tanah Warna
tanah
merupakan
komposit
(campuran)
dari
warna-warna
komponen-komponen penyusunannya. Efek komponen-komponen terhadap warna komposit ini secara langsung proposional terhadap total permukaan tanah yang setara dengan luas permukaan spesifik dikali proporsi volumetrik masingmasingnya terhadap tanah, yang bermakna materi koloidal mempunyai dampak terbesar terhadap warna tanah, misalnya humus dan besi-hidroksida yang secara jelas menentukan warna tanah (Hanafiah, 2005). Bahaya Banjir Ancaman banjir sangat perlu diperhatikan dalam pengelolaan lahan pertanian
karena
sangat
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
tanaman.
(Hardjowigeno, 1995) mengelompokkan bahaya banjir sebagai berikut : f0 = tidak ada banjir di dalam periode satu tahun f1 = ringan yaitu periode kurang dari satu bulan banjir bisa terjadi dan bisa tidak. f2 = sedang yaitu selama 1 bulan dalam setahun terjadi banjir. f3 = agak berat yaitu selama 2-5 bulan dalam setahun dilanda banjir. f4 = berat yaitu selama 6 bulan lebih dalam setahun dilanda banjir. Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk
Universitas Sumatera Utara
memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang cukup banyak (Djaenuddin, 2011). Kelas erosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : E0 = < 0,15% (sangat ringan) E1 = 0,15 - 0,9% (ringan) E2 = 0,9 - 1,8% (sedang) E3 = 1,8 - 4,8% (berat) E4 = > 4,8% (sangat berat) (Ritung, 2007). Sifat Kimia Tanah Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. Kation ini dapat didefenisikan pula sebagai ukuran kuantitas kation, dan segera dapat dipertukarkan dan yang menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukuran jumlah total muatan negatif per unit berat bahan (Mukhlis, 2014). Didalam tanah selain terjadi proses pertukaran kation ada proses pertukaran anion (KTA) akan tetapi lebih banyak dibicarakan KTK karena sebagian besar unsur hara esensial didalam tanah dalam bentuk kation, sehingga reaksi-reaksi pertukaran juga banyak melibatkan kation (Winarso, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Kejenuhan Basa Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya
≤
50% (Tan, 1998). pH Tanah pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir (Musa dkk, 2007). Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 6,6 – 7,5 (netral) pH 4,5 – 5,5 (masam) pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 – 6,5 (agak masam) pH > 8,5 (alkalis) (Arsyad, 2010). C-Organik Bahan organik tanah merupakan sumua bahan organik didalam tanah baik yang mati maupun yang hidup, walaupun organisme hidup (biomassa tanah) hanya menyumbang kurang dari 5 % dari total bahan organik. Jumlah dan sifat bahan
Universitas Sumatera Utara
organik sangat menentukan sifat biokimia, fisika, kesuburan tanah dan membantu menetapkan arah proses pembentukan tanah (Mukhlis, 2014). Pengaruh bahan organik terhadap kesuburan kimia tanah antara lain terhadap kapasitas pertukaran kation, kapasitas pertukaran anion, pH tanah, daya sangga tanah dan terhadap keharaan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK). Bahan organik memberikan konstribusi yang nyata terhadap KPK tanah. Sekitar 20 – 70 % kapasitas pertukaran tanah pada umumnya bersumber pada koloid humus (contoh: Molisol), sehingga terdapat korelasi antara bahan organik dengan KPK tanah (Atmojo, 2003). Syarat Tumbuh Tanaman Kopi Arabika (Coffee sp.) Kopi merupakan komoditi penting dalam konstelasi perkebunan, disamping itu permintaan konsumsi kopi dunia semakin hari semakin meningkat. Saat ini, produksi kopi Indonesia telah mencapai 600 ribu ton pertahun dan lebih dari 80 persen berasal dari perkebunan rakyat. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada periode berikutnya mengingat pangsa pasar ekspor dan kebutuhan konsumsi yang tinggi terhadap kopi. Kegiatan konsumsi akan mempunyai dampak ekologis (ecological footprint) yang tinggi sebagai akibat gaya hidup manusia yang pada ujungnya bertumpu pada kemampuan sumber daya alam untuk menyediakan kecukupan pemenuhan bahan baku tersebut (Arief, 2011). Meskipun kopi merupakan tanaman tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran yang dangkal. Oleh karena itu tanaman ini mudah mengalami kekeringan pada kemarau panjang bila di daerah perakarannya tidak di beri mulsa. Secara
Universitas Sumatera Utara
alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupakan semaian (Bagian Penelitian dan Pengembangan Prov. Sumut , 2008). Menurut Najiyati dan Danarti (1997) dalam Cibro (2012) Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh optimalnya o
adalah 18-26 C. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap. Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Seperti halnya tanaman lain, pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Bahkan tanaman kopi mempunyai sifat yang sangat khusus, karena masing-masing jenis kopi mengkehendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor-faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah (Najiyati dan Danarti, 1997). Setiap jenis kopi memerlukan tinggi tempat dari permukaan laut dan temperatur yang berbeda-beda. Jenis Arabika dapat hidup pada 1000-1700 m diatas permukaan laut dengan suhu 16 -20ºC. Jenis Robusta dapat hidup pada 500-1000 m diatas permukaan laut tetapi yang baik 800 m diatas permukaan laut dengan suhu 20ºC. Pertanaman kopi arabika yang dekat permukaan laut banyak diserang penyakit karat daun, sedang ketinggian lebih dari 2000 m sering diganggu embun upas. Jenis Liberica dapat hidup baik didaratan rendah (Sentani, 1991). Curah hujan yang dibutuhkan tanaman kopi minimal dalam 1 tahun 1000 2000 mm, optimal 2000 - 3000 mm sedang di Indonesia curah hujan terletak 2000
Universitas Sumatera Utara
- 3000 mm. Kopi robusta menghendaki musim kemarau 3-4 bulan, tetapi pada waktu itu harus sering ada hujan yang cukup. Musim kering dikehendaki maximal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat, sedangkan masa kering sesudah berbunga lebat sedapat mungkin tidak melebihi dua minggu. Pohon kopi tidak tahan terhadap angin yang kencang, lebih-lebih dimusim kemarau, karena angin ini akan mempertinggi penguapan air dipermukaan tanah dan juga dapat mematahkan pohon pelindung, untuk mengurangi hal-hal tersebut ditepi-tepi kebun ditanam pohon penahan angin (Sentani, 1991). Syarat tanah yang dikehendaki oleh tanaman kopi adalah 1) mempunyai solum yang cukup dalam 2) gembur dengan bahan organik yang cukup 3) sangat cocok ditanam pada tanah bekas hutan 4) Keasaman (pH) tanah 5,5 - 6, Air tanah cukup dalam (Sentani, 1991). Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga akibat perubahan pola konsumsi di beberapa negara berkembang (Parman, 2007). Di indonesia, tanaman kentang sangat diusahakan didaerah yang memiliki ketinggian 500 m- 3000 m diatas permukaan laut, dan pada ketinggian optimum antara 1000 m- 2000 m diatas permukaan laut. Suhu yang paling tepat bagi pertumbuhan kentang adalah suhu 20o C – 24o C pada siang hari dan 8o C-12o C pada malam hari (Soelarso, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan reaksi tanah (pH) 5 – 6,5. Jenis tanah yang paling baik adalah Andisol dengan ciri – ciri solum tanah agak tebal antara 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur remah. Jenis tanah Andosol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral (Soelarso, 1997). Menurut penelitian Rinsema (1983) dalam Haris (2010) menyatakan Peningkatan produktivitas kentang sangat ditunjang oleh sistem pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Pemupukan sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman dan memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran dapat tumbuh baik serta dapat menyerap unsur hara dalam jumlah cukup. Hal ini sangat diperlukan sehubungan dengan proses pembentukan umbi kentang. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah unsur hara makro primer yaitu Nitrogen (N), fosfor (P) dan Kalium (K). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian unsur hara N, P dan K adalah penting untuk perkembangan umbi kentang. Tanaman Kubis (Brassica oleraceae L.) Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2011 dari Direktorat Jenderal Hortikultura, perkembangan luas panen kubis di Indonesia selama periode 20002011 cenderung menurun. Tahun 2000 luas panen kubis di Indonesia sebesar 66.914 ha dan berkurang menjadi 65.323 ha (2,38%) pada tahun 2011. Sedangkan Luas panen kubis di Jawa dan Luar Jawa pada tahun 2011 masing- masing sebesar
Universitas Sumatera Utara
42.548 ha dan 22.775 ha (Deptan, 2013). Brassica merupakan salah satu genus yang memiliki keragaman spesis. Hampir 40 spesies dari Brassica tersebar diseluruh dunia. Sebagian besar tumbuh didaerah beriklim sedang, dan beberapa diantaranya bahkan tumbuh diiklim subartik. Beberapa tanaman umumnya diketahui sebagai crucifer yang sangat dikenal oleh masyarakat karena manfaatnya bagi kesehatan dan kandungan gizinya yang tinggi juga berguna bagi manusia. Beberapa diantaratanaman kubis kubisan
merupakan
sayuran
daun
dan
akar
setahun
dan
dua-tahunan
(Rusmiati dkk, 2007). Kubis pada umumnya ditanam di daerah yang berhawa sejuk, di dataran tinggi 800–2000 m dpl dan bertipe iklim basah, namun terdapat pula varietas yang dapat ditanam di dataran rendah atau 200 m dpl. Pertumbuhan optimum didapatkan pada tanah yang banyak mengandung humus, gembur, porus, pH tanah antara 6–7. Waktu tanam yang baik pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Namun kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan pemeliharaan lebih intensif (Rusmiati dkk, 2007). Tanaman Jeruk (Citrus sp.) Pada umumnya jeruk membutuhkan tanah yang gembur dan subur mengandung banyak hawa udara ( oksigen ), bahan organis ( humus ) dan air dalam tanah agak dalam. Tanah yang kurang subur pun dapat ditanami jeruk, asalkan soal pemuukan diperhatikan benar - benar. Tanah yang longgar dan tidak lekas padat, sehingga air berlebihan ( air hujan ) bisa cepat dialirkan/dilarutkan. Jeruk sama sekali tidak tahan terhadap air yang tergenang ( penyakit akar ). Tanah yang banyak mengandung pasir dan air yang tidak dalam lebih dari 1,50 m, baik sekali untuk
Universitas Sumatera Utara
perkebunan jeruk. Yang baik ialah, jika air dalam tanah waktu musim hujan 50 cm dan di musim kemarau 150 cm dalamnya dari permukaan tanah (Cibro, 2012). Tanaman jeruk dapat ditanam di daerah antara 40 LU- 40 LS. Di daerah tropis, dapat ditanam didataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl. Di daerah katulistiwa dapat di tanam sampai ketinggian 2000 m dpl. Temperatur optimal 2530 q C. Sinar matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan jeruk oleh karena itu jeruk manis yang ditanam di tempat terlindung pertumbuhannya kurang baik dan mudah terserang penyakit (Purnomosidhi, 2007). Angin dengan kecepatan 40-48 Km/jam menyebabkan buah jeruk akan tergoncang bahkan dapat rontok. Oleh karena itu, untuk daerah-daerah yang intensitas angin yang sangat tinggi diperlukan tanaman penahan angin (lamtoro, cemara, dsb ) yang ditanam kurang lebih dari 2 meter berderet dengan arah tegak lurus datangnya angin (Soelarso, 1996). Tanaman jeruk ditanam pada berbagai jenis tanah ulai dari tanah berpasir sampai tanah liat berat. Paling baik pada bekas endapan sungai. Tanaman jeruk memerlukan cukup air terutama bila mulai berbunga, tetapi tidak tahan genangan, oleh karena itu drainase harus baik dengan pH tanah 5-6 (Purnomosidhi, 2007). Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jenis ini merupakan jenis yang paling panyakditanami di Kabupaten Pakpak kemudian jeruk siam madu. , jeruk Siem (C. microcarpa L. dan C.sinensis. L) yang terdiri atas Siem Pontianak, Siem Garut, Siem Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. dan C.sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C.maxima Herr.) yang terdiri atas jeruk Nambangan - Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia),
Universitas Sumatera Utara
jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystix
ABC). Jeruk varietas
introduksi yang banyak ditanam adalah varitas Lemon dan Grapefruit. Sedangkan varitas lokal adalah jeruk siem, jeruk baby, keprok medan, bali, nipis dan purut (Cibro, 2012).
Universitas Sumatera Utara