3
TINJAUAN PUSTAKA
TIMSS 2007 TIMSS ( Trends in Mathematics and Science Study) merupakan penelitian yang dilakukan oleh IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) yang bertujuan untuk membantu negara-negara yang menjadi
objek
penelitian
membuat
keputusan
dalam
melakukan
tindakan/kebijakan untuk memperbaiki proses/sistem belajar-mengajar terutama dalam bidang matematika dan sains. TIMSS merupakan penelitian yang bersifat periodik. Penelitian ini dilakukan setiap 4 tahun sekali yang dimulai pada tahun 1995, 1999, 2003, 2007 dan rencananya akan dilakukan pada tahun 2011 ini (Mullis et al, 2008). Objek penelitian ini ada 4 yakni: Instansi pemerintah, sekolah, guru, dan siswa kelas 4 SD/MI dan kelas 8 SMP/MTs. Indonesia termasuk sebagai partisipan penelitian sejak tahun 1999 pada siswa kelas 8, sedangkan pada siswa kelas 4 sampai dengan tahun 2007 belum diikutsertakan dalam penelitian TIMSS. TIMSS pada tahun 2007 melibatkan 59 negara di dunia dengan 8 negara (negara bagian/regional) sebagai pembanding dimana masingmasing negara terdapat 150 sekolah yang menjadi sampel penelitian. Pada TIMSS 2007 data dikumpulkan pada akhir tahun ajaran dimana untuk negara-negara yang tahun ajarannya berakhir pada bulan Desember maka data dikumpulkan pada bulan Oktober atau November 2006, sedangkan untuk negara-negara yang tahun ajarannya berakhir pada bulan Juni, maka data dikumpulkan pada bulan April, Mei atau Juni 2007. Adapun teknik sampling yang digunakan terdiri dari 2 tahap. Stratified Random Sampling digunakan pada tahap pertama dengan sekolah sebagai strata dan cluster Random Sampling tahap kedua dengan kelas sebagai cluster/gerombol (Mullis and Martin, 2008).
3
4
Analisis Multilevel Modeling Penelitian di bidang pendidikan sering menggunakan multi stage. Populasi dalam penelitian bidang pendidikan terdiri dari sekolah-sekolah dan siswa yang berada di dalamnya. Struktur data merupakan data yang berhirarki dengan peubah pada masing-masing level. Struktur data yang berhirarki inilah yang membedakan antara model regresi dengan model multilevel. Prosedur penarikan contoh terdiri dari 2 tahap: pertama mengambil contoh sekolah, dan kedua mengambil contoh siswa dalam masing-masing sekolah terpilih. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa “siswa tersarang/nested dalam sekolah”. Analisis yang dilakukan terhadap tipe data seperti ini jika tidak menggunakan analisis multilevel akan memberikan interpretasi dan analisis statistik yang keliru. Disamping itu analisis statistik yang dihasilkan akan menaikkan salah jenis tipe I dalam pengujian hipotesis (Tabachnick & Fidel, 2007). Model multilevel mempunyai beberapa asumsi dan batasan-batasan, dimana beberapa diantaranya sama dengan asumsi pada regresi linier. Model multilevel mempunyai asumsi kenormalan dan linearitas. Pengecekan asumsi ini dapat dilihat dari analisis terhadap residual (Hox, 2002). Tidak seperti pada regresi linier, model multilevel tidak mensyaratkan kebebasan antar galat pada masingmasing level/tingkat. Model multilevel juga mengijinkan adanya interaksi antar peubah dalam level yang berbeda atau dengan kata lain adanya interaksi/korelasi peubah dari level yang lebih tinggi dengan peubah dari level yang lebih rendah tidak menjadi masalah. Akan tetapi kebebasan antar peubah dalam satu level tetap menjadi asumsi dasar yang harus dipenuhi, jika tidak akan menyebabkan multikolinearitas (Hox, 2002). Multilevel modeling merupakan alat analisis yang paling akurat dan fleksibel dalam menguji data yang berhirarki (Goldstein dalam Thomas, 2005). Model multilevel terdiri dari 2 yaitu: model regresi multilevel dan model multilevel untuk struktur kovarian. Model regresi multilevel pada dasarnya merupakan model regresi berganda multilevel. Model regresi multilevel mengasumsikan gugus data yang berhirarki dengan satu peubah tak bebas pada level terendah dan peubah bebas di setiap levelnya. Misalnya data diambil dari sekolah j dengan banyaknya data yang diambil dari masing-masing sekolah
4
5
sebanyak Nj, peubah tak bebas diambil dari siswa (Y) dengan peubah bebas pada level siswa (X) dan peubah bebas pada level sekolah (Z), maka model persamaan regresi pada masing-masing sekolah adalah sebagai berikut:
Yij=β0j+ β1j Xij+ eij
(1)
Persamaan di atas merupakan model level 1, dimana j menyatakan sekolah (j=1,2,...J) dan i menyatakan siswa (i=1,2,...Nj), Yij merupakan respon siswa ke-i di sekolah j, β0j merupakan intersep sekolah ke-j, β1j adalah koefisien regresi sekolah ke-j dan eij adalah galat/sisaan. Sekilas persamaan di atas seperti persamaan regresi biasa. Perbedaannya terletak pada koefisien intersep dan slope dimana pada regresi biasa koefisien intersep dan slope nilainya sama untuk semua, sedangkan pada regresi multi level koefisien intersep dan slope berbeda untuk masing-masing sekolah (Hox, 2002). Asumsi pada model regresi berganda dimana eij menyebar normal (0,σj2) sedangkan pada model regresi multilevel mengasumsikan galat pada semua sekolah sama dan dilambangkan dengan σ2. Langkah selanjutnya dari model regresi berhirarki adalah memprediksi ragam dari koefisien regresi βj (koefisien regresi dari masing-masing sekolah) dengan memasukkan peubah bebas/penjelas (Z) ke dalam level sekolah (level 2) sebagai berikut: β0j=γ00+ γ01Zj+ u0j
(2)
dan β1j=γ10+ γ11Zj+ u1j
(3)
dengan memasukkan β0j dan β1j ke dalam model level 1 maka persamaannya menjadi
atau
Yij= γ00+ γ01Zj+ u0j+ (γ10+ γ11Zj+ u1j) Xij+ eij
(4)
Yij= γ00+ γ10 Xij +γ01Zj+ γ11Zj Xij + u1j Xij +u0j + eij
(5)
Zj Xij pada persamaan di atas menggambarkan adanya interaksi antara peubah bebas pada level 1 (siswa) dan level 2 (sekolah).
5
6
Secara umum jika terdapat p peubah bebas (X=X1, X2,... Xp) pada level 1 dan q peubah pada level 2 (Z=Z1, Z2,... Zq) maka persamaan model regresi 2 level menjadi (Hox, 1995) Yij= (γ00+ γp0 Xpij +γ0qZqj+ γpqZqj Xpij )+( upj Xpij +u0j + eij)
(6)
γ00+ γp0 Xpij +γ0qZqj+ γpqZqj Xpij disebut dengan fixed effect sedangkan upj Xpij +u0j + eij disebut dengan random effect, sehingga secara umum model regresi multilevel merupakan model campuran (mixed model) (Hox, 2002).
Null Model
Salah satu alasan menggunakan regresi multilevel karena karakteristik individu dalam satu sekolah/level hampir sama bila dibandingkan dengan sekolah/level lain. Hal ini merupakan penyimpangan terhadap asumsi kebebasan antar individu dalam regresi biasa. Korelasi antara 2 individu/siswa yang secara acak terpilih sebagai contoh dalam sekolah yang sama disebut dengan intraclass correlation( ρ) dengan semakin
u20 j u20 j e2ij
,
(7)
besar nilai ρ menunjukkan semakin tinggi korelasi antar individu
sehingga analisis regresi biasa tidak bisa dilakukan dan diperlukan analisis regresi multi level. Null model adalah model regresi yang hanya terdiri dari intersep saja tanpa memasukkan pengaruh peubah bebas. Null model pada level 1 (siswa) dapat dituliskan sebagai berikut: Yij 0 j eij
(8)
dimana j menyatakan sekolah (j=1,2,...J) dan i menyatakan siswa (i=1,2,...Nj), Yij merupakan respon siswa ke-i di sekolah j, β0j merupakan intersep sekolah ke-j dan eij adalah galat/sisaan. Sedangkan pada level 2 (level sekolah) persamaannya menjadi sebagai berikut:
0 j 00 u 0 j
(9)
6
7
dimana 0 j merupakan nilai dugaan untuk rata-rata sekolah, 00 rataan umum, dan u 0 j merupakan simpangan dari rata-rata sekolah dari rataan umum. Dari null model inilah diperoleh u20 j yang merupakan keragaman antar sekolah dan
e2ij adalah keragaman dalam satu sekolah. Sehingga dari null model inilah diperoleh intraclass correlation.
Koefisien Determinasi Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar keragaman respon dapat dijelaskan oleh peubah bebas yang terdapat dalam model. Pada model regresi multilevel koefisiem determinasi didefinisikan di setiap level (siswa dan sekolah). Adapun formula untuk koefisien determinasi (R2) adalah sebagai berikut: ^ 2 2 1
R 1
ep ^ 2
e0
^ 2 2 2
dan R 1
up ^ 2
u0
^ 2
dengan e 0 merupakan penduga ragam sisaan pada level 1 tanpa peubah bebas , ^ 2
^ 2
ep merupakan penduga ragam sisaan pada level 1 dengan p peubah bebas, u 0 ^ 2
merupakan penduga ragam sisaan pada level 2 tanpa peubah bebas dan up merupakan penduga ragam sisaan pada level 2 dengan p peubah bebas.
Metode Pendugaan Pendugaan parameter pada regresi multi level kebanyakan dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood (ML). Metode lain yang dapat digunakan antara lain: Generalized Least Squares (GLS), Generalized Estimating Equations (GEE), dan Metode Bayes. Metode ML merupakan metode yang paling sering digunakan dalam regresi multi level. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang robust terhadap pelanggaran asumsi misalnya galat yang tidak menyebar normal dan nilai dugaan yang dihasilkan juga lebih konsisten. Terdapat dua fungsi likelihood yang
7
8
digunakan yakni Full Maximum Likelihood (FML) dan Restricted Maximum Likelihood (RML). FML menduga koefisien regresi dan komponen ragam, sedangkan RML hanya menduga komponen ragam saja dan koefisien ragam diduga pada tahap pendugaan selanjutnya. Dalam proses pendugaan Maximum Likelihood melalui iterasi. Pada setiap proses iterasi dihitung perubahan nilai dugaan yang dihasilkan. Jika perubahan yang dihasilkan relative kecil, iterasi akan berhenti dan menghasilkan nilai dugaan yang dimaksud dengan perubahan sekecil mungkin. Pengujian Hipotesis Metode kemungkinan maksimum menghasilkan penduga dan galat baku penduga parameter untuk model regresi multilevel. Kedua besaran ini dapat digunakan untuk menguji parameter pada model regresi multilevel secara individual. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
Untuk parameter level 1 H0 : βkj=0 Vs H1 : βkj≠0 dengan k=1,2,3,…q menyatakan banyaknya parameter pada level 1. Untuk parameter level 2 H0 : γlj=0 Vs H1 : γlj≠0 dengan l=1,2,3,…r menyatakan banyaknya parameter pada level 2. Adapun statistik uji yang digunakan adalah Statistik Uji Wald sebagai berikut:
penduga GalatBakupenduga Dalam hal ini t mengikuti sebaran t-student dengan derajat bebas untuk penduga t
parameter level 1 adalah n-q-1 dan derajat bebas untuk penduga parameter level 2 adalah j-r-1 .
Membandingkan Model Untuk membandingkan dua model digunakan nilai deviance (D)
8
9
D 2 log 0 1
dimana 0 merupakan fungsi kemungkinan dibawah H0, dan 1 merupakan fungsi kemungkinan di bawah H1. Semakin kecil nilai deviance menunjukkan model sebaik baik. Selain menggunakan Deviance, ukuran lain yang dapat digunakan adalah Akaike’s Information Criteria (AIC) dan Bayesian Information Criteria (BIC) dimana AIC=d+2q, BIC=d+qlog(n) dengan d adalah deviance dan q adalah banyaknya parameter. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Secara umum prestasi belajar seorang siswa dipengaruhi oleh dua hal yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam siswa yang secara garis besar
meliputi faktor yang bersifat fisik dan
bersifat psikis. Kondisi jasmani seperti cacat tubuh, kondisi kesehatan merupakan faktor yang bersifat fisik, sedangkan faktor yang bersifat psikis antara lain perhatian, bakat dan minat, motivasi, serta tingkat kecerdasan. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor keluarga dan lingkungannya/masyarakat serta faktor sekolah. Faktor yang berkaitan dengan keluarga misalnya tingkat sosial ekonomi, pola asuh, hubungan orangtua dan anak, serta harapan orang tua terhadap pendidikan anaknya, sedangkan faktor yang berkaitan dengan lingkungan sekolah antara lain: pola hubungan antar teman, karakteristik guru, pola hubungan guru dan siswa serta fasilitas/sarana dan prasarana yang dimiliki dan digunakan siswa, baik di rumah maupun di sekolah. Kedua faktor tersebut di atas, baik internal maupun eksternal sebagian ada yang langsung mempengaruhi, tetapi ada juga yang secara tidak langsung mempengaruhi prestasi belajar. Terdapat serangkaian mekanisme yang berkaitan satu sama lain sebelum berpengaruh terhadap prestasi (Singgih dalam Suseno, 1993).
9